PENGARUH TERAPI RELAKSASI OTOT PROGRESIF TERHADAP TINGKAT STRES DALAM MENYUSUN SKRIPSI PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI KEPERAWATAN STIKES NGUDI WALUYO UNGARAN
SKRIPSI
Oleh EVALIANA PUTERI PUSPITA SARI NIM : 010112A031
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NGUDI WALUYO UNGARAN 2016
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Ngudi Waluyo Program Studi Ilmu Keperawatan Skripsi, Agustus 2016 Evaliana Puteri Puspita Sari 010112a031 PENGARUH TERAPI RELAKSASI OTOT PROGRESIF TERHADAP TINGKAT STRES DALAM MENYUSUN SKRIPSI PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI KEPERAWATAN STIKES NGUDI WALUYO UNGARAN (XVI+ 76 halaman + 10 tabel + 3 gambar + 9lampiran) ABSTRAK Latar belakang :stres merupakan segala sesuatu yang mengharuskan seseorang melakukan penyesuaian diri terhadap berbagai sumber stres. Tujuan : untuk mengetahui pengaruh terapi relaksasi otot progresif terhadap tingkat stres dalam menyusun skripsi pada mahasiswa Program Studi Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran. Metode : Jenis penelitian quasy eksperiment design dengan menggunakan pendekatan non equivalent (pretest dan posttest) control group design. Jumlah sampel 30 orang diambil dengan purposive sampling. Analisis data menggunakan Uji Independent t-test. Hasil : Hasil uji statistik dengan α=0,05 didapatkan hasil t hitung tingkat stress 3,800 dengan p-value 0,00, jadi p-value < α ini artinya ada pengaruh signifikan terapi relaksasi otot progresif terhadap tingkat stress dalam menyusun skripsi pada mahasiswa program Studi Ilmu Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran. Kesimpulan : Ada pengaruh terapi relaksasi otot progresif terhadap tingkat stres dlam menyusun skripsi pada mahasiswa program Studi Ilmu Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran. Saran : Diharapkan hasil penelitian ini bermanfaat bagi usaha menurunkan tingkat stres sehingga mahasiswa dapat menyusun skripsi dengan baik Kata kunci : terapi relaksasi otot progresif, stres, skripsi Kepustakaan : 23 kepustakaan (2005 -2014) Ngudi Waluyo School of Health Nursing Science Study Program Final Assignment, Agustus 2016 Evaliana Putri Puspita Sari 010112a031 EFFECT OF PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION THERAPY ON THE LEVEL OF STRESS IN COMPILING THESIS ON NURSING STUDENTS STUDY STIKES Ngudi WALUYO UNGARAN (XVI + 76 pages + 10 tables + 3 pictures + 9 enclosures) ABSTRACT Background : Each student must develop the final project in the form of thesis . Thesis often a frightening specter for some students, so that these problems have caused tensions within the student that can cause stress. Objective : To determine the effect of progressive muscle relaxation therapy on the level of stress in his thesis of the students of Nursing Science STIKES Ngudi Waluyo Ungaran Method: quasy experiment design using non- equivalent approach ( pretest and posttest ) control group design . Number of samples 30 people were taken by purposive sampling. Independent test data analysis using t -test. Results : The results of statistical test with α = 0.05 is obtained stress level t p-value 3.800 to 0.00, so p value < α This means that there is a significant effect of progressive muscle relaxation therapy on the level of stress in his thesis on student Nursing Science STIKES Ngudi Waluyo Ungaran. Conclusion : There is the effect of progressive muscle relaxation therapy against stress levels dlam thesis in Nursing Science program students STIKES Ngudi Waluyo Ungaran. Suggestion : It is expected that the results of this research benefit the effort to reduce the stress level so students could thesis well Keywords : progressive muscle relaxation therapy, stress, thesis Bibliography : 23 literature (2005 -2014 )
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mahasiswa merupakan orang yang belajar di sekolah tingkat perguruan tinggi untuk mempersiapkan dirinya bagi suatu keahlian tingkat sarjana (Budiman, 2006). Syarat lulus mendapatkan gelar sarjana khususnya untuk gelar sarjana adalah penulisan skripsi (Iswidharmanjaya, 2006). Mahasiswa harus menyusun tugas akhir dalam bentuk skripsi. Skripsi adalah karangan ilmiah yang wajib ditulis oleh mahasiswa sebagai bagian dari persyaratan akhir pendidikan akademisnya. Dan hal terpenting yang harus disertakan adalah metode skripsi.(Iswidharmanjaya, 2006). Masalah-masalah yang umum dihadapi oleh mahasiswa dalam menyusun skripsi adalah belum memanajemen waktu, telaah literatur, serta sulit mencari literatur, belum adanya metode penelitian,kurang adanya komunikasi dengan pembimbing. (Gunawan, Hartati dan Listiara, 2006). Banyaknya stresor dan tuntutan yang dihadapi menyebabkan mahasiswa skripsi rentan mengalami stres. Penelitian yang dilakukan oleh Kaufman (2006) mencatat 56% dari 94.806 mahasiswa mengalami stres. Selain itu, Mayoral (2006) melakukan penelitian terhadap 334 responden mahasiswa yang sedang dan tidak sedang skripsi. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa mahasiswa yang sedang skripsi lebih banyak mengalami stres yaitu sebanyak 46,48% responden. Faktor-faktor yang mempengaruhi stres dalam menyusun skripsi, antara lain faktor internal mahasiswa meliputi jenis kelamin, status sosial ekonomi, karakteristik kepribadian mahasiswa, strategi koping mahasiswa, suku dan kebudayaan, inteligensi, sedangkan faktor eksternal meliputi tuntutan pekerjaan/tugas akademik (skripsi) dan hubungan mahasiswa dengan lingkungan sosialnya (Gunawati, 2006). Stres merupakan gangguan pada tubuh dan pikiran yang disebabkan oleh perubahan dan tuntutan kehidupan yang dipengaruhi baik oleh lingkungan ataupun penampilan individu di lingkungan tersebut (Sunaryo, 2004). Stres dalam bahasan sehari-hari merupakan kondisi ketegangan yang kemudian mempengaruhi fisik, mental dan perilaku. Kebanyakan orang menyebut stres untuk menunjuk pada kondisi seseorang tidak mampu mengatasi tuntutan, keinginan, harapan atau tekanan dari sekelilingnya yang berakibat pada fisik, mental maupun perilakunya (Widyarini, 2009). Stres sekecil apapun juga harus ditangani dengan segera. Salah satu upaya dalam mengatasi stres adalah melakukan tindakan positif dan konstruktif dalam mengatasi sumber stres, misalnya terapi musik, doa, pernapasan, dorongan keluarga dan sebagainya (Lokker, 2005). Cara mengelola stres dengan baik di antaranya dengan menghindari, mengalihkan stresor menjadi hal positif. Cara lain yang dapat dilakukan untuk mengatasi stres adalah berolah raga, rekreasi dan relaksasi (Widyarini, 2009). Metode relaksasi terdiri dari beberapa macam diantaranya adalah pernapasan diafragma, imagery training, biofeedback dan hipnosis serta relaksasi otot progresif (Miltenberger, 2008).
Teknik relaksasi otot progresif merupakan teknik relaksasi otot dalam yang tidak memerlukan imajinasi, ketekunan atau sugesti (Setyoadi dan Kusharyadi, 2011). Teknik teknik relaksasi otot progesif memungkinkan seseorang untuk mengendalikan respons tubuhnya terhadap ketegangan (Kozier, Erb, Berman & Snyder, 2011). Perubahan yang diakibatkan oleh teknik relaksasi otot progesif yaitu dapat menurunkan tekanan darah, menurunkan frekuensi jantung, mengurangi disritmia jantung, mengurangi kebutuhan oksigen. Selama stres, hormon-hormon seperti epineprin, kortisol, glukagon, ACTH, kortikosteroid dan tiroid akan meningkat, stres fisik maupun emosional mengaktifkan sistem neuroendokrin dan sistem saraf simpatis melalui hipotalamus-pituitari-adrenal. Teknik relaksasi otot progresif akan mengaktivasi kerja sistem saraf parasimpatis dan memanipulasi hipotalamus melalui pemusatan pikiran untuk memperkuat sikap positif sehingga rangsangan stres terhadap hipotalamus berkurang (Masudi, 2011) Aktivasi dari sistem saraf parasimpatis disebut juga trophotropic yang dapat menyebabkan perasaan ingin istirahat, dan perbaikan fisik tubuh. Respon parasimpatik meliputi penurunan denyut nadi dan tekanan darah serta meningkatkan aliran darah. Oleh sebab itu, melalui latihan relaksasi lansia dilatih untuk dapat memunculkan respon relaksasi sehingga dapat mencapai keadaan tenang dan relaks sehingga penderita mengalami penurunan tekanan darah (Masudi, 2011) Kontraksi dari serat otot rangka mengarah kepada sensasi dari tegangan otot yang merupakan hasil dari interaksi yang kompleks dari sistem saraf pusat dan sistem saraf tetapi dengan otot dan sistem otot rangka. Dalam hal ini, saraf pusat melibatkan sistem saraf simpatis dan sistem saraf parasimpatis. Beberapa organ dipengaruhi oleh kedua sistem saraf ini. Walaupun demikian, terdapat perbedaan antara efek sistem saraf simpatis dan para simpatis yang berasal dari otak dan saraf tulang belakang (Andreassi, 2000 dalam Conrad dan Roth, 2007). Antara simpatik dan para simpatik bekerja saling timbal balik. Aktifasi dari sistem saraf simpatik disebut juga erotropic atau respon figh or flight Organ diaktifitas untuk keadaan stres. Respon ini memerlukan energi yang cepat, sehingga hati lebih banyak melepaskan glukosa untuk menjadi bahan bakar otot sehingga metabolisme juga meningkatkan. Efek dari saraf simpatis, yaitu meningkatkan denyut nadi, tekanan darah, hiperglikemia, dan dilatasi pupil, pernafasan meningkatkan, serta otot menjadi tegang (Cannon, 1929 dalam Conrad dan Roth, 2007). Hasil studi pendahuluan yang dilakukan di Prodi Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran pada semester genap tahun 2016 diperoleh data jumlah mahasiswa di STIKES Ngudi Waluyo Ungaran yang menyusun skripsi sebanyak 375 orang dan untuk prodi keperawatan sebanyak 47 mahasiswa regular dan 69 mahasiswa reguler. Studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di Prodi Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran pada bulan April 2016 untuk mengukur tingkat stres dari 8 orang mahasiswa yang menyusun skripsi dengan menggunakan DASS 42 diperoleh 3 mahasiswa
(37,5%) dalam kategori stres ringan di mana mereka merasa sulit untuk bersantai, menjadi tidak sabar ketika mengalami penundaan dan sulit untuk sabar dalam menghadapi gangguan terhadap hal yang sedang dilakukan dimana 2 mahasiswa (66,7%) tidak berupaya mengatasi stres yang dialami dan seorang mahasiwa (33,3%) mendengarkan musik ketika mengalami stres. Hasil penelitian Rahayu (2015) tentang pengaruh terapi relaksasi otot progresif terhadap penurunan tingkat kecemasan pada klien diabetes mellitus tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas Karangdoro Semarang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh terapi relaksasi otot progresif terhadap penurunan tingkat kecemasan pada klien diabetes mellitus tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas Karangdoro Semarang, dengan p value sebesar 0,000 (α = 0,05). Berdasarkan fenomena di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan mengambil judul, “Pengaruh terapi relaksasi otot progresif terhadap tingkat stres dalam menyusun skripsi pada mahasiswa STIKES Ngudi Waluyo Ungaran”.
B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui pengaruh terapi relaksasi otot progresif terhadap tingkat stres dalam menyusun skripsi pada mahasiswa Program Studi Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran. 2. Tujuan Khusus Mengetahui pengaruh terapi relaksasi otot progresif terhadap tingkat stres dalam menyusun skripsi pada mahasiswa Program Studi Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran. BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah quasi experiment atau eksperimen semu. Penelitian quasi experiment merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya akibat dari “sesuatu” yang dikenakan pada subjek selidik (Notoadmodjo, 2010). Jenis desain dalam penelitian ini berbentuk desain non equivalent (pretest dan posttest) control group design. B. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi yang akan diteliti adalah mahasiswa S1 keperawatan yang sedang menyusun skripsi semester genap tahun ajaran 2015/2016 di STIKES Ngudi Waluyo Ungaran yaitu sebanyak 116 mahasiswa (data dari tata usaha STIKES Ngudi Waluyo per Agustus 2016. 2. Sampel Sampel yang akan diteliti adalah mahasiswa S1 keperawatan yang sedang menyusun skripsi tahun ajaran 2015/2016 di STIKES Ngudi Waluyo Ungaran. a. Besar Sampel
Peneliti menetapkan bahwa proporsi penurunan stres kelompok kontrol dengan kelompok intervensi dianggap bermakna jika selihnya 50%. Diketahui dari penelitian Alvianti (2014) bahwa penurunan depresi adalah 10%. Berdasarkan hasil perhitungan jumlah sampel di atas maka diperoleh jumlah sampel untuk kelompok kontrol dan kelompok intervensi masing-masing sebanyak 13 orang, di mana untuk mengantisipasi adanya drop out dari sampel maka sampel ditambah masing-masing kelompok 2 orang (10%), sehingga jumlah sampel yang diteliti sebanyak 15 responden untuk setiap kelompok, sehingga jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 30 orang. C. Analisis Data
3.
4.
5.
Perbedaan tingkat stres dalam menyusun skripsi pada mahasiswa Program Studi Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran sebelum dan sesudah diberikan terapi relaksasi otot progresif pada kelompok intervensi Perbedaan tingkat stres dalam menyusun skripsi pada mahasiswa Program Studi Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran sebelum dan sesudah penelitian pada kelompok kontrol? Pengaruh terapi relaksasi otot progresif terhadap tingkat stres dalam menyusun skripsi pada mahasiswa Program Studi Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran
Analisis data Data normal dan tidak homogeny Dependen t test
Dependen t test
Independen t test
BAB IV HASIL PENELITIAN A. Analisis Univariat 1. Gambaran tingkat stres dalam menyusun skripsi pada mahasiswa Program Studi Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran sebelum dan sesudah diberikan terapi relaksasi otot progresif pada kelompok intervensi. Tabel 4.1 Gambaran tingkat stres dalam menyusun skripsi pada mahasiswa Program Studi Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran sebelum dan sesudah diberikan terapi relaksasi otot progresif pada kelompok intervensi.
2. Gambaran tingkat stres dalam menyusun skripsi pada mahasiswa Program Studi Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran sebelum dan sesudah penelitian pada kelompok kontrol Tabel 4.2 Gambaran tingkat stres dalam menyusun skripsi pada mahasiswa Program Studi Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo
uji t test independent, didapatkan nilai t hitung untuk tingkat stress sebesar 2,934 dengan p-value sebesar 0,007. Oleh karena nilai t positif sehingga hal tersebut dapat disimpulkan bahwa ada penurunan tingkat stress setelah diberikan terapi relaksasi otot progesif dengan nilai p-value lebih kecil dari (0,05), maka dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh signifikan terapi relaksasi otot progresif terhadap tingkat stres dalam menyusun skripsi pada mahasiswa Program Studi Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran
Ungaran sebelum dan sesudah penelitian pada kelompok kontrol
BAB V PEMBAHASAN B. Analisis Bivariat 1. Perbedaan tingkat stres dalam menyusun skripsi pada mahasiswa Program Studi Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran sebelum dan sesudah diberikan terapi relaksasi otot progresif pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol Tabel 4.3 Perbedaan tingkat stres dalam menyusun skripsi pada mahasiswa Program Studi Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran sebelum dan sesudah diberikan terapi relaksasi otot progresif pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol Stres Kelompok kontrol Stress Sebelum Sesudah Kelompok intervensi Stress Sebelum Sesudah
2.
N
Mean
SD
t
p value
15 15
21,80 22,00
3,668 2,803
- 0,361
0.723
15 15
22,40 17,27
4,161 4,131
8,783
0.0001
Hasil analisis data untuk tingkat stress menggunakan uji t test dependent didapatkan nilai t = 8,611 dan p value = 0,0001 (α < 0,05), ini menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan tingkat stres dalam menyusun skripsi pada mahasiswa Program Studi Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran sebelum dan sesudah diberikan terapi relaksasi otot progresif pada kelompok intervensi. Hasil analisis data untuk tingkat stress menggunakan uji t test dependent didapatkan p value = 0,639 (α > 0,05), ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan tingkat stres dalam menyusun skripsi pada mahasiswa Program Studi Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran sebelum dan sesudah diberikan terapi relaksasi otot progresif pada kelompok kontrol Pengaruh terapi relaksasi otot progresif terhadap tingkat stres dalam menyusun skripsi pada mahasiswa Program Studi Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran Tabel 4.4 Pengaruh terapi relaksasi otot progresif terhadap tingkat stres dalam menyusun skripsi pada mahasiswa Program Studi Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran
Variabel
Kelompok
Stress
Kontrol Intervensi
n 15 15
Mean
SD
21,07 17,27
3,144 4,131
Mean t difference 3,933 2,761
p value 0,007 0,007
Berdasarkan Tabel 4.4 terlihat bahwa rata-rata penurunan tingkat stress setelah diberikan terapi relaksasi otot progresif sebesar 3,933. Berdasarkan
1.
Gambaran tingkat stres dalam menyusun skripsi pada mahasiswa Program Studi Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran sebelum dan sesudah diberikan terapi relaksasi otot progresif pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sebelum diberikan terapi relaksasi otot progesif pada kelompok intervensi sebagian besar responden mempunyai tingkat stress dalam kategori sedang yaitu sebanyak 10 responden (66,7 %). Tingkat stress dalam kategori sedang pada sebagian besar responden tersebut dapat dilihat dari Stress tingkat sedang pada sebagian besar responden tersebut dapat dilihat dari hasil jawaban responden terhadap kuesioner yang diberikan oleh peneliti yaitu sering merasa mudah marah karena hal-hal sepele (33,4 %), kadang-kadang cenderung bereaksi berlebihan terhadap suatu situasi (42,0 %), sering merasa kesal (39,0 %), kadangkadang mudah tersinggung (27,3 %), kadang-kdang sangat mudah marah (36,4 %), dan kadang-kadang sulit untuk tenang setelah sesuatu membuat saya kesal (45,5 %), serta sering merasa gelisah (29,6 %). Beberapa hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar responden mengalami kejadian stress dalam kategori sedang. Hasil penelitian pada kelompok intervensi sebelum diberikan tindakan relakssi otot progesif tersebut juga sama dengan hasil yang didapatkan pada kelompok kontrol sebelum dilakukan tindakan apapun yaitu sebagian besar responden mempunyai tingkat stress dalam kategori sedang yaitu sebanyak 8 responden (53,3 %). Stress dalam ketagori sedang yang dialami oleh responden dalam kelompok kontrol ini hampir sama dengan yang dialami oleh kelompok intervensi diantaranya adalah mudah marah. Sering gelisah, sering bereaksi berlebihan terhadap hal-hal sepele dan beberapa tanda gejala stress lainnya. Berdasarkan uraian dan hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa baik pada kelompok kontrol maupun kelompok intervensi mempunyai stress dalam kategori sedang dengan beberapa tanda dan gejala seperti yang disebutkan diatas. Menurut Rasmun (2004), terdapat 3 tingkatan stres yaitu stres ringan, umumnya dirasakan semua orang, seperti kemacetan dan kritikan, tingkat stres sedang terjadi lebih lama beberapa hari dibandingkan dengan stres ringan, seperti tugas dan pekerjaan yang belum selesai, dan stres berat terjadi selama beberapa minggu hingga beberapa tahun, seperti kesulitan dalam finansial serta penyakit yang lama. Dengan
demikian, dapat disimpulkan tugas-tugas perkuliahan merupakan salah satu faktor-faktor yang menyebabkan stres. hasil penelitian Iswanto (2014), yang menunjukkan bahwa mahasiswa dalam menyusun tugas akhir yang mengalami stres sedang yaitu sebanyak 30 orang (41,7%). Responden yang mengalami stres sedang ditunjukkan dengan merasa menjadi marah karena hal-hal sepele (37,0%), merasa sulit untuk bersantai (36,1%), merasa sulit untuk beristirahat (29,2%) dan merasa sangat mudah marah (39,8%). Sedangkan penelitian yang pernah dilakukan dengan hasil penelitian menunjukan sebagian besar responden yang sedang menyusun skripsi pada askep psikologis ditemukan stres sedang sebanyak 12 mahasiswa (60,0%), pada aspek fisik ditemukan stres sedang sebanya 12 mahasiswa (60,0%), pada aspek kognitif ditemukan stres sedang sebanyak 12 mahasiswa (60,0%), pada aspek sosial ditemukan stres sedang sebanyak 12 mahasiswa (60,0%), tingkat stres seluruh mahasiswa yang menyusun skripsi sebanyak 13 mahasiswa (65,0%) yang mengalami stres sedang (Ramadhany, 2012). Stress sedang yang dialami oleh sebagian besar responden menurut asumsi peneliti hal tersebut dimungkinkan bisa karena faktor internal maupun eksternal, dan tingkat umur yang mempengaruhi tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Berdasarkan hasil wawancara terhadap responden saat dilakukan penelitian, banyak yang menjawab bosan dengan perkuliahan, jarang memiliki semangat dengan perkuliahan, hal ini menunjukkan bahwa ada faktor internal atau dari dalam dirinya sehingga membuat seseorang itu mengalami stres, misalnya ketidakpuasan dengan perkuliahan, tuntutan dan beban perkuliahan yang terlalu berat sehingga menyebabkan bosan dan jarang memiliki semangat dengan perkuliahan. Faktor eksternal atau dari luar dirinya, misalnya dari keluarga, masyarakat atau lingkungan yang kurang mendukung dalam perkuliahan sehingga membuat mahasiswi kurang begitu semangat dalam perkuliahan. Ketika seseorang mengalami stres tentu hal ini akan berdampak yang tidak baik untuk dirinya sendiri, stres yang terlalu tinggi akan menyebabkan kecemasan yang berlebihan dan kehilangan kemampuan untuk berkonsentrasi karena sudah tidak fokus pada masalah, mudah tersinggung, kesulitan untuk menggungkapkan kata dan adanya perasaan terisolasi. Stress yang dialami oleh sebagian besar responden menurut asumsi peneliti juga dipengaruhi oleh faktor jenis kelamin, dimana sebagian besar jenis kelamin responden dalam penelitian ini adalah perempuan dan laki-laki . Hal ini diperkuat oleh hasil penelitian di Amerika Serikat menyatakan bahwa wanita cenderung memiliki tingkat stres yang lebih tinggi dibandingkan pria. Secara umum wanita mengalami stres 30 % lebih tinggi dari pada pria (Rindang Gunawati, Sri Hartati, & Anita Listiara, 2006). Pada tahun 2008, gambaran stress di Amerika yan dikeluarkan oleh APA (American Psychological Assosiation) melaporkan secara statistik mengenai wanita dan stress, dikatakan bahwa 33% wanita mengalami tingkat stress yang tinggi (Pardani, 2010).
Teori diatas dapat ditarik kesimpulan perempuan memiliki tingkat stres yang paling tinggi dibandingkan laki-laki. Secara teoritis, stres sebagai ketidakmampuan mengatasi ancaman yang dihadapi oleh mental, fisik, emosional dan spiritual manusia,yang pada suatu saat dapat mempengaruhi kesehatan fisik manusia tersebut (Council, 2013). Gejala pada stres sedang, yaitu pekerjaan yang semula menyenangkan dan mudah diselesaikan menjadi membosankan dan terasa lebih sulit, daya konsentrasi dan daya ingat menurun, terjadi gangguan pola tidur, merasa letih sewaktu bangun pagi, yang seharusnya merasa segar, merasa mudah lelah sesudah makan siang, lekas merasa capai menjelang sore hari dan sering mengeluh lambung dan perut tidak nyaman. . Menurut Widyarini (2009), stres dalam bahasan sehari-hari merupakan kondisi ketegangan yang kemudian mempengaruhi fisik, mental dan perilaku. Kebanyakan orang menyebut stres untuk menunjuk pada kondisi seseorang tidak mampu mengatasi tuntutan, keinginan, harapan atau tekanan dari sekelilingnya yang berakibat pada fisik, mental maupun perilakunya. Berdasarkan hasil peneliitian didapatkan data setelah intervensi diketahui bahwa sebagian besar 7 responden (46,7 %) mengalami tingkat stress dalam kategori ringan. Responden dalam penelitian ini melaporkan bahwa pada saat melakukan terapi relaksasi otot progresif ada dua sensasi yang berbeda yaitu merasakan ketegangan otot ketika bagian otototot tubuhnya diteganggkan dan merasakan sesuatu yang rileks, nyaman, enak, dan santai ketika otot-otot tubuh yang sebelumnya ditegangkan tersebut direlaksasikan. Namun ada beberapa responden yang melaporkan kurang bisa merasakan sensasi dari latihan terapi relaksasi otot progresif yang dilakukannya karena mereka kurang bisa berkonsentrasi dalam melakukan terapi relaksasi otot progresif tersebut, meskipun dirinya bisa melakukan semua langkah atau prosedur terapi relaksasi otot progresif. Hal ini sesuai dengan pernyataan Richmond (2007), bahwa terapi relaksasi otot progresif merupakan salah satu bentuk mind-body therapi, oleh karena itu saat melakukan terapi relaksasi otot progresif perhatian diarahkan untuk membedakan perasaan yang dialami saat kelompok otot dilemaskan dan dibandingkan ketika otot-otot dalam kondisi tegang. Hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa relaksasi progresif efektif untuk mengurangi ketegangan otot, kecemasan dan kelelahan yang dialami klien sehingga akan mempengaruhi status mental klien. Hasil ini sesuai pendapat dari Pratiwi (2006), yang menyatakan usaha untuk mencegah penyakit adalah dengan mengelola stresor yang datang, pengelolaan tersebut berhubungan dengan bagaimana individu memelihara kesehatannya. Relaksasi otot progesive merupakan salah satu bentuk mind-body therapy (terapi pikiran dan otototot tubuh) dalam terapi komplementer (Moyad & Hawks, 2009). Brown 1997 dalam Snyder & Lindquist (2007) menyebutkan bahwa respon stres merupakan bagian dari jalur umpan balik yang tertutup antara otot-otot dan pikiran. Penilaian
2.
terhadap stressor mengakibatkan ketegangan otot yang mengirimkan stimulus ke otak dan membuat jalur umpan balik. Relaksasi otot progesive akan menghambat jalur tersebut dengan cara mengaktivasi kerja sistem saraf parasimpatis dan memanipulasi hipotalamus melalui pemusatan pikiran untuk memperkuat sikap positif sehingga rangsangan stres terhadap hipotalamus berkurang. dan pada kelompok post intervensi diketahui bahwa sebagian besar 7 responden (73,3 %) mengalami tingkat stress dalam kategori ringan. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pada kelompok kontrol post kontrol diketahui bahwa sebagian besar 11 responden (73,3 %) mengalami tingkat stress dalam kategori sedang. Hal tersebut menunjukkan bahwa setelah dilakukan penelitian pada kelompok post kontrol didapatkan peningkatan pada responden yang mengalami stress sedang dari 8 responden menjadi 11 responden. Peningkatan jumlah responden yang mengalami stress dalam kategori sedang tersebut menurut asumsi peneliti dikarenakan adanya sumber stressor yang semakin tinggi yang dialami oleh sebagian besar responden pada kelompok kontrol. Sumber stressor tersebut menurut asumsi peneliti dikarenakan sulitnya pengerjaan dalam skripsi, sulitnya dosen pembimbing untuk ditemui dan dalam pengumpulan bahan-bahan dalam penyusunan skripsi serta tenggat waktu yang semakin mendekati batas waktu yang sudah ditentukan dari pihak kampus untuk menyelesaikan skripsi tersebut. Hal tersebut merupakan beberapa sumber stressor yang menyebabkan semakin bertambhanya responden yang mengalami stress dalam kategori sedang pada kelompok kontrol. Peningkatan stress pada kelompok post kontrol tersebut juga menurut asumsi peneliti tidak adanya penatalaksaan stress yang dilakukan kepada kelompok kontrol dalam penelitian ini. Faktor lain yang kemungkinan dapat mempengaruhi tidak adanya perbedaan hasil sebelum dan sesudah yang signifikan adalah faktor jenis kelamin, dimana pada penelitian ini sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan. Tingkat stres pada responden berdasarkan jenis kelamin didapatkan hasil bahwa perempuan memiliki tingkat stres yang lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Santoso (2008) yang berjudul Pengaruh Yoga Terhadap Stres pada Wanita Karier, yang memaparkan bahwa stres lebih banyak menyerang wanita daripada laki-laki, karena wanita memiliki peran ganda. Hal ini didukung oleh pendapat Isnarti (2006) yang menyatakan bahwa wanita memiliki peran yang banyak sehingga menuntut mereka baik energi maupun waktu sehingga banyak wanita yang mengalami tekanan yang lama kelamanaan dapat berubah menjadi stres. Hal ini juga sependapat dengan penelitian Herniwati (2008) yang menyatakan bahwa secara umum angka morbiditas pada perempuan lebih tinggi dan perempuan lebih cenderung merasakan sakit sehingga perempuan harus lebih banyak mendapatkan pelayanan dari pihak kesehatan. Perbedaan tingkat stres dalam menyusun skripsi pada mahasiswa Program Studi Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran sebelum dan sesudah
diberikan terapi relaksasi otot progresif pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol Berdasarkan tabel 5.4, menunjukkan bahwa pada kelompok intervensi rata-rata tingkat stress sebesar 22,20 sebelum diberikan terapi relaksasi otot progresif kemudian turun menjadi 17,27. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori bahwa manfaat teknik relaksasi progresif dapat menurunkan ketegangan otot, kecemasan, insomnia, depresi, kelelahan, iritabilitas, spasme otot, nyeri leher, dan punggung, tekanan darah tinggi, fobia ringan ( Nasihah 2012). Terapi relaksasi progresif merupakan salah satu teknik relaksasi yang diberikan kepada lanjut usia yang dapat menenangkan pikiran dan melemaskan otot-otot yang kaku. Relaksasi progresif juga merupakan teknik latihan nafas yang teratur dan apabila dilakukan dengan benar tubuh akan menjadi rileks. Relaksasi progresif ini dilakukan mulai dari otot-otot dikaki, tangan, perut, dada dan wajah dengan cara menegangkan otot-otot tertentu kemudian melepaskan ketegangan tersebut. Setelah itu lanjut usia dapat merasakan keduanya pada saat otot dalam keadaan tegang dan rileks Hasil analisis data untuk tingkat stress menggunakan uji t test dependent didapatkan nilai t = 8,611 dan p value = 0,0001 (α < 0,05), ini menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan tingkat stres dalam menyusun skripsi pada mahasiswa Program Studi Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran sebelum dan sesudah diberikan terapi relaksasi otot progresif pada kelompok intervensi. Terjadinya penurunan stress pada responden sesudah terapi relaksasi otot progresif dilakukan didukung juga oleh teori menurut Gyton dan Hall (2009) cit. Restiana (2010) bahwa latihan relaksasi yang dikombinassikan dengan latihan pernapasan yang terkontrol dan rangkaian kontraksi serta relaksasi kelompok otot dapat menstimulasi respon relaksasi baik fisik maupun psikologis. respon tersebut dikarenakan terangsangnya aktifitas sistem saraf otonom parasimpatis nuclei rafe yang terletak diseparuh bagian bawah pons dan di medulla sehingga mengakibatkan penurunan metabolisme tubuh, denyut nadi, tekanan darah, frekuensi pernapasan dan peningkatan sekresi serotonin Latihan-latihan terapi relaksasi otot progresif yang dikombinasikan dengan teknik pernapasan yang dilakukan secara sadar dan menggunakan diafragma, memungkinkan abdomen terangkat perlahan dan dada mengembang penuh. Teknik pernapasan tersebut, mampu memberikan pijatan pada jantung yang menguntungkan akibat naik turunnya diafragma, membuka sumbatan-sumbatan dan memperlancar aliran darah ke jantung serta meningkatkan aliran darah ke seluruh tubuh. Aliran darah yang meningkat juga dapat meningkatkan nutrien dan oksigen. Peningkatan oksigen di dalam otak akan merangsang peningkatan sekresi serotonin sehingga membuat tubuh menjadi tenang dan mudah untuk tertidur (Erliana, 2009). Smeltzer & Bare (2013), mengatakan tujuan latihan relaksasi adalah untuk menghasilkan respon yang dapat mengurangi stress. Dengan demikian, saat melakukan relaksaksi otot progresif dengan tenang, rileks dan penuh kosentrasi (relaksasi dalam) terhadap
tegang dan relaksasi otot yang dilatih selama 30 menit maka sekresi CRH (cotricotropin releasing hormone) dan ACTH (adrenocorticotropic hormone) di hipotalamus menurun. Penurunan kedua sekresi hormon ini menyebabkan aktivitas syaraf simpatis menurun sehingga pengeluaran adrenalin dan noradrenalin berkurang, akibatnya terjadi penurunan denyut jantung, pembuluh darah melebar, tahanan pembuluh darah berkurang dan penurunan pompa jantung sehingga tekanan darah arterial jantung menurun (Sherwood 2011). Teknik relaksasi progresif ini sendiri mempunyai manfaat untuk mengatasi berbagai permasalahan dalam mengatasi berbagai permasalahan dalam mengatasi stres, kecemasan, insomnia dan juga dapat membangun emosi positif dari emosi negatif. Keempat permasalahan tersebut dapat menjadi suatu rangkaian bentuk gangguan psikologis bila tidak diatasi. Stres terhadap tugas maupun permasalahan lainnya, apabila tidak segera ditangani dapat memunculkan suatu bentuk kecemasan dalam diri seseorang, sehingga menimbulkan emosi yang negatif yang timbul akibat stres dan relaksasi dapat digunakan supaya seseorang kembali pada keadaan normal (Correy Gerral, 2005), Saat ini metode relaksasi sebagai suatu solusi untuk mengatasi dampak dari stres terutama stres kerja pada karyawan yang tengah berkembang, terlihat dari maraknya keberadaan rumah terapi relaksasi dan tempat relaksasi yang ada, seperti relaksasi yoga, relaksasi spa, pijat relaksasi dan sebagainya. Subandi, (2007) menyatakan bahwa dengan menjalankan metode relaksasi yang dilakukan rutin setiap hari dapat mengurangi rasa tertekan dan dapat mengatur emosi, hasilnya adalah seseorang lebih tangguh dalam me/nghadapi tekanan luar yang berupa kejayaan maupun kegagalan, harapan dan ketakutan, kejengkelan dan frustrasi. Lebih lanjut Krisna (2009) menjelaskan bahwa dengan relaksasi seseorang akan memperoleh ketenangan baik secara afeksi, kognisi maupun konasi. Ketenangan dalam berfikir akan menghasilkan keheningan atau ketenangan batin, ketenangan batin ini akan membantu seseorang untuk dapat menerima dan memahami dirinya yang mencakup memahami perilaku serta dorongan dalam dirinya dan mampu menyalurkan perilaku dan dorongan dengan baik, karena apabila dorongan tersebut dipahami dan individu mampu mengendalikanya, akan memberikan manfaat yang lebih besar dalam kehidupan. Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa permasalahan penting yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah apakah efektif pelatihan relaksasi untuk menurunkan stres . Asumsinya bahwa seseorang yang memilki respon relaksasi maka tingkat stres akan menurun, apabila seseorang diberi pelatihan relaksasi maka akan memiliki kemampuan untuk mendapatkan respon relaksasi yang akan melawan respon stres, sehingga gejala-gejala terkait stres akan menurun dibandingkan ketika belum mendapatkan pelatihan relaksasi. Tetapi hal ini perlu diteliti lagi keefektivitasannya, untuk itu peneliti berniat
3.
melakukan penelitian dengan metode eksperimen untuk mengetahui pengaruh pelatihan relaksasi sebagai salah satu upaya penyelesaian masalah stres yang sering kali dialami mahasiswa dalam mengerjakan skripsi. Berdasarkan tabel 5.4, menunjukkan bahwa pada kelompok kontrol pre test tanpa adanya perlakuan rata-rata tingkat stress sebesar 21,40 dan sedikit mengalami kenaikan pada saat post test yaitu sebesar 21,67. Hasil analisis data untuk tingkat stress menggunakan uji t test dependent didapatkan p value = 0,639 (α > 0,05), hasil post test ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan tingkat stres dalam menyusun skripsi pada mahasiswa Program Studi Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran sebelum dan sesudah diberikan terapi relaksasi otot progresif pada kelompok kontrol Pengaruh terapi relaksasi otot progresif terhadap tingkat stres dalam menyusun skripsi pada mahasiswa Program Studi Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran Berdasarkan Tabel 5.5 hasil uji t independen terlihat bahwa rata-rata penurunan tingkat stress setelah diberikan terapi relaksasi otot progresif sebesar 3,800. Hal ini sejalan dengan teori yang menyatakan bahwa relaksasi otot progresif adalah suatu metode untuk membantu menurunkan ketegangan sehingga otot tubuh menjadi rileks. Relaksasi otot progresif bertujuan untuk menurunkan kecemasan, stres, otot tegang dan kesulitan tidur. Pada saat tubuh dan pikiran rileks, secara otomatis ketegangan yang seringkali membuat otot- otot mengencang akan diabaikan (Ramdhani, 2009) Hal ini sejalan dengan teori yang disampaikan oleh Soewondo (2009), yang menyatakan bahwa relaksasi progresif ini digunkan untuk melawan rasa cemas, stres dan tegang. Jain (2011) juga mengatakan bahwa teknik relaksasi otot adalah salah satu teknik untuk memelihara kesehatan fisik, maupun psikologis pada lanjut usia dimana teknik ini dapat menurunkan tekanan darah, menjadikan detak jantung tenang dan menurunkan tingkat hormon stres. Johnson (2007) juga menyatakan bahwa terapi relaksasi yang diberikan kepada lanjut usia dapat terbukti menurunkan tingkat stres karena terapi relakssasi mudah dilakukan dan sebagai upaya untuk menegangkan serta mengendurkan otot-otot di tubuh untuk mencapai rileks, tindakan ini hanya membutuhkan waktu 15 sampai 30 menit dan dapat disertai dengan instruksi yang direkam yang dapat mengarahkan individu untuk memperhatikan urutan otot yang dirilekskan. Berdasarkan uji t test independent, didapatkan nilai t hitung untuk tingkat stress sebesar 3,800 dengan p-value sebesar 0,001. Oleh karena nilai t negatif sehingga hal tersebut dapat disimpulkan bahwa ada penurunan tingkat stress setelah diberikan terapi relaksasi otot progesif dengan nilai p-value tersebut lebih kecil dari (0,05), maka dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh signifikan terapi relaksasi otot progresif terhadap tingkat stres dalam menyusun skripsi pada mahasiswa Program Studi Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran Berdasarkan data yang diperoleh menunjukkan bahwa sebagian besar responden mengeluh badan
terasa kaku, otot kaku dan pegal-pegal. Setelah diberikan terapi relaksasi progresif responden mengungkapkan bahwa pikiran menjadi lebih tenang dan fresh, terdapat penurunan keluhan-keluhan fisik. Keluhan-keluhan ini dapat disebabkan oleh stres emosional dimana stres ini disebabkan oleh kerinduan terhadap keluarga. Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa terapi relaksasi berpengaruh terhadap tingkat stres pada responden. Gerakan relaksasi progresif ini menggerakkan semua anggota tubuh, mulai dari kaki sampai ke wajah. Tujuan dilakukannya latihan relaksasi adalah untuk menghasilkan respon yang dapat memerangi respon stres. Pada kondisi relaksasi seseorang harus berada dalam keadaan rileks, tenang dan sadar, mata tertutup dan pernafasan dalam keadaan yang teratur. Teknik relaksasi progresif adalah suatu terapi relaksasi yang diberikan kepada klien dengan menegangkan otot-otot tertentu dan kemudian direlaksasikan. Relaksasi progresif akan menghambat peningkatan syaraf simpatetik, sehingga hormon penyebab disregulasi tubuh dapat dikurangi jumlahnya. Sistem syaraf parasimpatetik, yang memiliki fungsi kerja yang berlawanan dengan syaraf simpatetik, akan memperlambat atau memperlemah kerja alat-alat internal tubuh. Akibatnya, terjadi penurunan detak jantung, irama nafas, tekanan darah, ketegangan otot, tingkat metabolisme, dan produksi hormon penyebab stres. Seiring dengan penurunan tingkat hormon penyebab stres, maka seluruh badan mulai berfungsi pada tingkat lebih sehat dengan lebih banyak energi untuk penyembuhan (healing), penguatan (restoration), dan peremajaan (rejuvenation) (Domin, 2006). Dengan demikian relaksasi dapat menekan rasa tegang secara timbal balik, sehingga timbul counter conditioning (penghilangan), dan individu akan merala lebih rileks (Saseno, 2007). Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa dengan melakukan terapi relaksasi progresif dapat memberikan ketenangan serta menurunkan tingkat stres pada lanjut usia, sehingga dapat mengurangi ketegangan otot yang dirasakan oleh lanjut usia. Dalam penelitian ini relaksasi progresif dapat digunakan untuk mengurangi kecemasan, karena dapat menekan saraf simpatis di mana dapat menekan rasa tegang yang dialami oleh individu secara timbal balik, sehingga timbul counter conditioning (penghilangan). Relaksasi diciptakan setelah mempelajari sistem kerja saraf manusia, yang terdiri dari sistem saraf pusat dan sistem saraf otonom. Sistem saraf otonom ini terdiri dari dua subsistem yaitu sistem saraf simpatis dan sistem saraf parasimpatis yang kerjanya saling berlawanan. Sistem saraf simpatis lebih banyak aktif ketika tubuh membutuhkan energi. Misalnya pada saat terkejut, takut, cemas atau berada dalam keadaan tegang. Pada kondisi seperti ini, sistem saraf akan memacu aliran darah ke otot-otot skeletal, meningkatkan detak jantung, kadar gula dan ketegangan menyebabkan serabut-serabut otot kontraksi, mengecil dan menciut. Sebaliknya, relaksasi otot berjalan bersamaan dengan respon otonom dari saraf parasimpatis. Sistem saraf parasimpatis mengontrol aktivitas yang berlangsung selama penenangan tubuh, misalnya penurunan denyut
jantung setelah fase ketegangan dan menaikkan aliran darah ke sistem gastrointestinal (Ramadani & Putra, 2009). Sehingga stress akan berkurang dengan dilakukannya relaksasi progresive. Terapi Progressive Muscle Relaxation ini akan merangsang pengeluaran zat kimia endorfin dan ekefalin serta merangsang signal otak yang menyebabkan otot rileks dan meningkatkan aliran darah ke otak. Efektivitas latihan relaksasi progresif adalah salah satu bentuk self control coping skill. Videbeck (2009) mengatakan bahwa individu yang memiliki koping adaptif dapat berada pada kecemasan yang ringan sebaliknya bila individu memiliki koping maladaptif, maka individu masuk dalam rentang kecemasan berat hingga panik. BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Ada pengaruh signifikan terapi relaksasi otot progresif terhadap tingkat stres dalam menyusun skripsi pada mahasiswa Program Studi Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran dengan nilai p value 0,0001 B. Saran 1. STIKES Ngudi Waluyo Sebagai bahan pertimbangan atau alternatif dalam upaya menurunkan tingkat stres pada mahasiswa program studi keperawatan yang sedang menyusun skripsi di STIKES Ngudi Waluyo Ungaran dengan memanfaatkan terapi relaksasi otot progresif dan bisa dijadikan data awal untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang pengaruh relaksasi otot pogresif terhadap tingkat stres pada mahasiswa yang menyusun skripsi dengan memakai kelompok kontrol dan intervensi. 2. Bagi Peneliti selanjutnya Penelitian ini dapat dijadikan referensi dan perbaikan dalam metode penelitian dengan mengendalikan veriabel yang belum dikendalikan dalam penelitian sendiri supaya hasil yang didapat lebih efektif. Diharapkan untuk meningkatkan jumlah sampel dan penggunaan kelompok kontrol.
DAFTAR PUSTAKA Alam &
Hadibroto ( 2007). Gagal Ginjal. Jakarta: Gramedia Alvianti (2014). Pengaruh Relaksasi Otot Progresif Terhadap Tingkat Depresi Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani Hemodialisis di Unit Hemodialisa RS Telogorejo Semarang. Skripsi PSIK. STIKES Tlogorjo Semarang Arikunto (2006). Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik, Ed Revisi VI,. Jakarta : Penerbit PT Rineka Cipta Budiman (2006). Kebebasan, negara, pembangunan. Jakarta : Pustaka Alvabet http://books.google.co.id/books Chomaria,(2009). Tips Jitu dan Praktis Mengusir Stress. Jogjakarta : Diva Press
Christensen & Janet (2009). Proses Keperawatan : Aplikasi model konseptual ed 4. Jakarta : EGC http://books.google.co.id/books Conrad dan Roth (2007). Muscle Relaxation for Anxiety Disorder: It works but how?. The Journal of Anxiety Disorder. 21 (3), pp 243-264. Corey (2010). Teori dan Praktek Dari Konseling Dan Psikoterapi. Terjemahan oleh E. Koeswara. Jakarta: ERESCO. Dahlan (2009). Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan, Jakarta : Salemba Medika Dehdari (2009). Effects of progressive muscular relaxation training on quality of life in anxious patients after coronary artery bypass graft surgery. Indian J Med Res 129, May 2009, pp 603608 Dempsey, (2012). Riset Keperawatan Buku Ajar & Latihan Edisi 4. Jakarta: EGC. Gunawan, Hartati dan Listiara (2006). Genius learning strategy. Jakarta:PT. Gramedia Pustaka. Gunawati (2006). Hubungan Antara Efektivitas Komunikasi Mahasiswa-Dosen Pembimbing Utama Skripsi Dengan Stres Dalam Menyusun Skripsi Pada Mahasiswa Program Studi Psikologi Fakultas kedokteran Universitas Diponegoro: Jurnal Psikologi Universitas Diponegoro, 3. (2), 93-115. Hariwijaya (2008). Pedoman penulisan ilmiah proposal dan skripsi. Yogyakarta: Oryza Hasibuan (2012). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT. Bumi Aksara Iswidharmanjaya (2006). Membuat skripsi dengan open office. Jakarta : PT Elex Media Komputindo. http://books.google.co.id/books? Jackman (2006). How to Get Things Done. Jakarta : Erlangga http://books.google.co.id/books Kaufman (2006). Should You Take Aspirin To Prevent Heart Attack. Journal of Scientific Exploration, Vol. 14, No. 4, pp. 623-641. Lasmono dan Pramadi (2008). Penyesuaian psikologi. Semarang:Aksara. Pratanto, Abadi Marks (2011). Master your Sleep, Proven Methode Simplied . USA: Bascom Hills Publish Group Murti (201l). Perbedaan tekanan Darah pada pasien hipertensi esensial sebelum dan sesudah pemberian relaksasi otot progresif di RSUD Tugurejo Semarang . Diakses 04 Februari (2016) darihttp://180.250.144.150/ejournal/index.php /ilmukeperawatan/article/download/78/99 Notoadmodjo (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Nursalam (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan, Jakarta : Salemba Medika Potter & Perry (2007). Buku ajar fundamental keperawatan : konsep, proses &. praktek. edisi 4. vol 1. Jakarta : EGC Pranata (2015). Skripsi “Pemetaan Airtanah dengan Konfigurasi. Schlumberger di Kampus Universitas Diponegoro, Semarang Prasetyo (2010). Metode Penelititian Kuantitatif. Jakarta: Rajawali press.
Purwadarminta (2006). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka Sarafino & Ewing, (2009. Health psychology: biopsychosocial interactions sixth edition. United States : John Willey & Sons, Inc. Article. 10 April 2013 from : http://journal.unair.ac.id/detail_jurnal.php? Setiadi. (2007). Konsep Penulisan Riset Keperawatan. Jogyakarta : Graham Ilmu Setyoadi dan Kusharyadi, 2011. Terapi Modalitas Keperawatan pada Klien Psikogeriatrik.Jakarta: Salemba Medika Smith (2006). Progressive Muscle Relaxation, YogaStreching, and ABC Relaxation Theory. The Journal of Clinical Psychology, 60(1), 131-136 Soewondo (2012), Stres, Manajemen Stres, dan Relaksasi Progresif. Depok: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi (LPSP3) Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Sugiyono (2010). Metode Penelitian Kunatitatif Kualitatif dan R&D. Bandung. Alfabeta. Sunaryo (2008). Psikologi untuk keperawatan. Jakarta : EGC http://books.google.co.id/books Synder & Lindquist (2010). Complementary/alternative terapies in nursing(fifth edition).New York: Springer Publishing Company Wibowo (2008). Manajemen Kinerja. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.