EFEK KONSUMSI MINUMAN BUBUK KAKAO LINDAK BEBAS LEMAK TERHADAP AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN KETERSEDIAAN HAYATI FLAVONOID PADA PLASMA MANUSIA
WELLI YULIATMOKO
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007
PERNYATAAN MENGENAI PENELITIAN DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa penelitian Efek Konsumsi Minuman Bubuk Kakao Lindak Bebas Lemak terhadap Aktivitas Antioksidan dan Ketersediaan Hayati Flavonoid pada Plasma Manusia adalah karya sendiri dibawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Fransiska R. Zakaria, M.Sc dan Dr. Ir. Feri Kusnandar, M.Sc dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka pada bagian akhir usulan penelitian ini.
Bogor, Agustus 2007
Welli Yuliatmoko
RINGKASAN WELLI YULIATMOKO. Efek Konsumsi Minuman Bubuk Kakao Lindak Bebas Lemak terhadap Aktivitas Antioksidan dan Ketersediaan Hayati Flavonoid pada Plasma Manusia. Dibimbing oleh FRANSISKA R. ZAKARIA dan FERI KUSNANDAR Bubuk kakao lindak bebas lemak hasil samping produksi lemak kakao mengandung senyawa flavonoid yang berfungsi sebagai antioksidan tubuh sehingga bermanfaat bagi kesehatan. Peneltian ini bertujuan menguji efek konsumsi minuman bubuk kakao lindak bebas lemak terhadap aktivitas antioksidan plasma dan ketersediaan hayati flavonoid pada plasma manusia. Responden wanita yang sehat dibagi dalam dua kelompok, yaitu kelompok kakao (n = 9) mengkonsumsi minuman bubuk kakao lindak yang diberi susu skim dan gula dan kelompok kontrol (n = 9) mengkonsumsi minuman yang sama tanpa penambahan bubuk kakao lindak bebas lemak. Semua responden yang terlibat memenuhi persyaratan, sehat menurut hasil pemeriksaan dokter, dan bersedia menandatangani informed consent. Pengambilan darah dilakukan sebelum dan sesudah intervensi untuk analisis vitamin C, analisis aktivitas antiradikal bebas dengan metode 2,2-diphenyl-1-pycrilhydrazyl (DPPH), analisis kadar malonaldehid (MDA) plasma, analisis pembentukan diena terkonjugasi, analisis kadar protein plasma, dan analisis kuantitatif kadar flavonoid dalam plasma. Hasil penelitian memperlihatkan adanya peningkatan secara nyata (p< 0,05) kadar vitamin C dari 4,97 mg/l menjadi 5,11 mg/l, peningkatan antiradikal bebas dari 26,43% menjadi 42,28%, dan penurunan secara nyata (p< 0,05) kadar MDA plasma dari 0,93 µmol menjadi 0,59 µmol kelompok kakao sesudah intervensi selama 25 hari. Seperti halnya dengan analisis diena terkonjugasi, konsumsi bubuk kakao lindak bebas lemak juga cenderung memperpanjang fase lag oksidasi diena terkonjugasi dari 46,67 menit menjadi 50,56 menit. Analisis kadar flavonoid juga memperlihatkan adanya peningkatan senyawa flavonoid (katekin) plasma dari 2,34 µg/ml menjadi 5,14 µg/ml. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa bubuk kakao lindak bebas lemak hasil samping produksi lemak kakao dapat meningkatkan sistem antioksidan plasma sehingga bermanfaat bagi kesehatan. Kata kunci: bubuk kakao lindak bebas lemak, aktivitas antioksidan, MDA, ketersediaan hayati, flavonoid
ABSTRACT WELLI YULIATMOKO. The Effect of Fat Free Lindak Cocoa Powder Drink Consumption on Antioxidant Activity and Flavonoid Bioavailability of Human Plasma. Under the direction of FRANSISKA R. ZAKARIA and FERI KUSNANDAR Fat free cocoa powder is a rich source of flavonoid antioxidants including epicatechin, catechin, and procyanidins, which have attracted interest regarding cardiovascular health. The aim of this research was to evaluate the effect of Indonesian fat free cocoa powder drink consumption on antioxidant activity and flavonoid bioavailability of human plasma. Healthy woman subjects were divided into cocoa group (n=9) and control group (n=9). Cocoa powder drink containing skim milk and sugar was given to the cocoa group. The control group received only water containing skim milk and sugar. The criteria of the respondents were appropriate health according to medical diagnosis and informed consent signature. Their peripheral blood was withdrawn for the analysis of antioxidant capacity and flavonoid bioavailability. Antioxidants capacity consisted of antiradical by DPPH method, malonaldehyde (MDA) content, vitamin C, and diene conjugation. Flavonoid bioavailability was analyzed using catechin as a standard analysis in human plasma by HPLC method. The data of cocoa group showed that there were significantly increased in antiradical activity from 26.43% to 42.28%, vitamin C from 4.97 mg/l to 5.11 mg/l and decreased in MDA content from 0.93 µmol to 0.59 µmol (p<0.05). Cocoa consumption increased lag phase oxidation of diene conjugation from 46.67 minute to 50.56 minute. Flavonoid quantity analysis showed that there was increased plasma catechin from 2.34 µg/ml to 5.14 µg/ml. In conclusion, The Indonesian fat free lindak cocoa powder has increased plasma antioxidant system, which manifests good health function. Keyword: cocoa, antioxidants activity, MDA, bioavailability, flavonoid
© Hak cipta milik IPB, tahun 2007 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apa pun, baik cetak, fotokopi, microfilm, dan sebagainya
EFEK KONSUMSI MINUMAN BUBUK KAKAO LINDAK BEBAS LEMAK TERHADAP AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN KETERSEDIAAN HAYATI FLAVONOID PADA PLASMA MANUSIA
WELLI YULIATMOKO
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Departemen Ilmu Pangan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Endang Prangdimurti, M.Si.
Judul Tesis
: Efek Konsumsi Minuman Bubuk Kakao Lindak Bebas Lemak terhadap Aktivitas Antioksidan dan Ketersediaan Hayati
Flavonoid Nama NIM
pada Plasma Manusia : Welli Yuliatmoko : F251050021
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Fransiska R.Zakaria, M.Sc Ketua
Dr. Ir. Feri Kusnandar, M.Sc. Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Ilmu Pangan
Prof.Dr.Ir.Betty Sri Laksmi Jenie, MS MS
Tanggal Ujian: 27 Juli 2007
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof.Dr.Ir. Khairil Anwar Notodiputro,
Tanggal Lulus:
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan baik. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2006 ini dengan judul Efek Konsumsi Minuman Bubuk Kakao Lindak Bebas Lemak Terhadap Aktivitas Antioksidan dan Ketersediaan Hayati Flavonoid pada Plasma Manusia. Terima kasih penulis ucapkan kepada Tim Riset Unggulan Terpadu XII (RUT) tahap II tahun 2006 yaitu Bapak Dr.Ir. Misnawi (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia di Jember) dan Ibu Prof. Dr. Ir. Fransiska R. Zakaria, M.Sc. (Dosen Pascasarjana Ilmu Pangan IPB) atas bantuan dana penelitian. Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih kepada pengelola beasiswa BPPS atas bantuan beasiswa dan pimpinan Universitas Terbuka atas kesempatan melanjutkan studi. Terima kasih juga penulis haturkan kepada Ibu Prof. Dr. Ir. Fransiska R. Zakaria, M.Sc.dan Bapak Dr. Ir. Feri Kusnandar, M.Sc selaku pembimbing, serta Dr. Ir. Endang Prangdimurti, M.Si selaku penguji yang telah banyak memberi saran. Terima kasih yang dalam penulis sampaikan pada semua responden atas keiklasan dalam mentaati intervensi selama penelitian berlangsung. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada tim kakao, yaitu Erni, Fitri, Eris, dan Retno, dan teman-teman mahasiswa pascasarjana program studi ilmu pangan khususnya angkatan 2005, dan semua pihak yang telah memberikan bantuan selama penelitian berlangsung. Terimakasih juga diucapkan kepada teman-teman di asrama Buchori atas pengertiannya. Akhinya ungkapan terima kasih yang dalam disampaikan kepada Ayah Alimin (almarhum), Ibu Enden, istri tercinta Choirun Nisa, Putri tersayang Fitri dan Ami, serta seluruh keluarga atas segala kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat
Bogor, Agustus 2007 Welli Yuliatmoko
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 29 Juli 1973 sebagai anak ke lima dari tiga belas saudara pasangan Ayahanda Alimin (Almarhum) dan Ibu Enden. Pendidikan dasar sampai menengah atas diselesaikan di Kabupaten Lampung Tengah, Lampung. Pendidikan tingkat sarjana penulis raih pada tahun 1998 dari Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Lampung, Lampung. Penulis menjadi staf pengajar pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Terbuka sejak tahun 2001 sampai sekarang. Pada tahun 2005, penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor pada Program Studi Ilmu Pangan.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL..........................................................................................
vi
DAFTAR GAMBAR.....................................................................................
vii
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................
viii
PENDAHULUAN..........................................................................................
1
TINJAUAN PUSTAKA Kakao................................................................................................. Radikal Bebas.................................................................................... Antioksidan........................................................................................ Vitamin C........................................................................................... Plasma Darah..................................................................................... Ketersediaan Hayati (Bioavailabilitas) Flavonoid............................. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (HPLC).......................................
4 8 14 16 20 21 23
METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian............................................................. Bahan dan Alat.................................................................................... Metode Penelitian................................................................................ Analisis Statistik..................................................................................
25 25 26 31
HASIL DAN PEMBAHASAN...................................................................... Keadaan Umum Responden........................................................................... Kadar Vitamin C............................................................................................ Kadar Malondialdehida (MDA) Plasma........................................................ Aktifitas Antiradikal Bebas Plasma............................................................... Analisis Diena Terkonjugasi.......................................................................... Analisis Flavonoid dalam Plasma.................................................................
32 32 36 39 41 44 46
SIMPULAN DAN SARAN...........................................................................
50
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................
51
LAMPIRAN...................................................................................................
59
DAFTAR TABEL Halaman 1 Tabel 1 Komposisi kimia bubuk kakao lindak bebas lemak per 100 gram.........................................................................................................
5
2 Komposisi kimia bubuk kakao per 100 gram..........................................
5
3 Kandungan polifenol produk kakao........................................................
7
4 Data antropometri responden sebelum dan sesudah intervensi (Kusumantias, 2007)................................................................................
33
5 Komponen standar katekin yang dideteksi dengan HPLC......................
47
6 Komponen plasma yang diduga komponen flavonoid (katekin) dari kelompok kakao dan kelompok kontrol sebelum (0 hr) dan sesudah (25 hr) intervensi.....................................................................................
48
DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Struktur kimia senyawa flavonoid yang umum terdapat pada kakao dan produk olahan kakao.........................................................................
6
2 Mekanisme reaksi gugus fenol dari senyawa fenolik dengan senyawa radikal (Ranney 1979)..............................................................
15
3 Pembagian kelas flavonoid ( CIC 2001).....................................................
16
4 Struktur kimia flavonoid.........................................................................
16
5 Scavenging radikal bebas oleh flavonoid................................................
17
6 Struktur kimia tiga bentuk asam askorbat...............................................
18
7 Kadar vitamin C plasma kelompok kakao sebelum dan sesudah intervensi.................................................................................................
37
8 Kadar vitamin C plasma kelompok kontrol sebelum dan sesudah intervensi.................................................................................................
37
9 Kadar MDA plasma kelompok kakao sebelum dan sesudah intervensi.................................................................................................
39
10 Kadar MDA plasma kelompok kontrol sebelum dan sesudah intervensi . ..............................................................................................
40
11 Aktivitas antiradikal bebas plasma kelompok kakao sebelum dan sesudah intervensi....................................................................................
42
12 Aktivitas antiradikal bebas plasma kelompok kontrol sebelum dan sesudah intervensi....................................................................................
42
13 Kurva oksidasi diena terkonjugasi plasma kelompok kakao (P2) dan kelomok kontrol (K1) sebelum dan sesudah intervensi..........................
44
14 Kurva oksidasi diena terkonjugasi plasma kelompok kakao (P3) dan kelomok kontrol (K9) sebelum dan sesudah intervensi..........................
44
15 Rata-rata nilai fase lag oksidasi diena terkonjugasi plasma kelompok kakao sebelum dan sesudah intervensi....................................................
45
16 Rata-rata nilai fase lag oksidasi diena terkonjugasi plasma kelompok kontrol sebelum dan sesudah intervensi.................................................
45
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Informed consent (pernyataan kesediaan) menjadi responden penelitian.................................................................................................
59
2 Menu makan pagi dan makan malam responden yang disiapkan oleh peneliti selama intervensi berlangsung....................................................
60
3 Kuesioner kesehatan fisik, pola makan, dan kebiasaan komsumsi makanan jajanan......................................................................................
61
4 Hasil analisis data dengan uji (t-test).......................................................
71
5 Rekapitulasi nilai rata-rata hasil penelitian.............................................
75
6 Kurva standar penentuan konsentrasi vitamin C.....................................
76
7 Kurva standar penentuan konsentrasi MDA plasma..............................
77
8 Kromatogram HPLC fraksi standar (katekin).........................................
78
9 Kromatogram HPLC fraksi plasma kelompok kakao 0 hari...................
79
10 Kromatogram HPLC fraksi plasma kelompok kakao 25 hari.................
80
11 Kromatogram HPLC fraksi plasma kelompok kontrol 0hari..................
81
12 Kromatogram HPLC fraksi plasma kelompok kontrol 25 hari...............
82
PENDAHULUAN Latar Belakang Berbagai masalah komplek yang dihadapi oleh masyarakat saat ini seperti pencemaran, radiasi dan kontaminasi pada makanan, dan diet tinggi asam lemak tidak jenuh (ALTJ) dapat menyebabkan terbentuknya radikal bebas yang berlebih dalam tubuh manusia.
Radikal bebas merupakan molekul yang mempunyai
elektron yang tidak berpasangan dalam orbit terluarnya sehingga kondisinya tidak stabil. Dengan sifat ini, radikal bebas dapat menyebabkan berbagai penyakit. Radikal bebas juga dapat menyebabkan berbagai kerusakan sel seperti kerusakan membran, protein, DNA, sehingga menyebabkan berbagai jenis penyakit seperti autoimun, penuan dini, dan arterosklerosis, yang selanjutnya dapat menyebabkan timbulnya berbagai penyakit kronis. Sistem pertahanan tubuh terhadap senyawa kimia berbahaya seperti radikal bebas terjadi melalui sistem antioksidan (Zakaria et al 1996). Antioksidan dapat mencegah kerusakan akibat radikal bebas karena mampu memperlambat atau mencegah proses oksidasi. Antioksidan dapat ditemukan dalam tubuh diantaranya glutation, ubiquinol, dan asam urat yang diproduksi pada metabolisme normal. Antioksidan juga dapat ditemukan pada makanan seperti vitamin E, C, dan karotenoid.
Perlindungan antioksidan terhadap plasma darah merupakan
gambaran dari perlindungan total terhadap tubuh, karena di samping bagian dari darah yang penting dalam sistem pencernaan, plasma juga merupakan tempat bermuaranya berbagai metabolit sel tubuh. plasma penting untuk diketahui.
Sehingga kondisi antioksidan di
Beberapa produk metabolit hasil oksidasi
senyawa radikal seperti malonaldialdehid (MDA) dan diena terkonjugasi dijadikan model oleh para peneliti untuk menggambarkan sistem pertahanan antioksidan tubuh terhadap senyawa radikal bebas (Zakaria et al 1996; Septiana 2000; Prangdimurti 2007). Biji kakao merupakan salah satu bahan yang kaya akan senyawa flavonoid diantaranya adalah senyawa flavanol yang berfungsi sebagai antioksidan. Flavonoid dalam kakao umumnya ditemukan dalam bentuk katekin, efikatekin, prosianidin, dan antosianidin (Hammerstone et
al
2000).
Kapasitas
antioksidannya lebih tinggi dibandingkan dengan anggur, teh hijau, dan teh hitam (Lee et al 2003). Beberapa peneliti melaporkan manfaat senyawa flavanol di bidang kesehatan, seperti
memacu peredaran darah dengan baik, agen
perlindungan terhadap kardiovaskular, berpengaruh pada fungsi platelet, mengatur tekanan darah, produksi nitrit oksida, dan dapat menurunkan oksidasi low density lipoprotein (LDL) pada manusia sehingga dapat mencegah timbulnya penyakit aterosklerosis (Fisher et al 2003; Heiss et al 2003; Yan Zhu et al 2005). Sampai saat ini kualitas kakao asal Indonesia masih memprihatikan. Hal ini bisa dilihat dari rendahnya harga kakao Indonesia di pasaran dunia. Kakao asal Indonesia masih ditawar murah, bahkan nilainya terpaut US$ 90 sampai US$ 120 per ton dari harga kakao di pasar komoditi London, yang saat ini sudah mencapai US$ 1.725. Bahkan belakangan ini kakao Indonesia malah tidak bisa lagi masuk ke sejumlah pabrik di Singapura dan Malaysia.
Beberapa hal yang
diduga
sebagai penyebabnya adalah ekspor kakao asal Indonesia didominasi oleh biji-biji kakao lindak tanpa fermentasi. Biji-biji kakao yang difermentasi lebih disukai karena dapat meningkatkan cita rasa produk kakao.
Kakao lindak umumnya
hanya digunakan sebagai bahan pelengkap dalam mengolah kakao mulia. Di samping itu, biji-biji tersebut pada proses pengolahan hanya dijadikan sebagai sumber lemak Bubuk kakao lindak bebas lemak merupakan hasil samping produksi lemak kakao masih mengandung
senyawa polifenol yang cukup tinggi.
Menurut
Misnawi et al 2002a bubuk kakao tanpa fermentasi mengandung polifenol 120180 g/kg; 37% diantaranya dalam bentuk monomer flavan-3-ol, 58% dalam bentuk oligomer dan 5% sisanya berupa antosianin dan polifenol lainnya. Bentuk monomer lebih mudah diserap dalam sistem pencernaan tubuh. Hasil penelitian secara in vitro terhadap bubuk kakao bebas lemak tersebut menunjukkan bahwa bubuk kakao mempunyai kapasitas antioksidan, melindungi sel limfosit dari berbagai oksidator, dan tidak bersifat toksik terhadap sel limfosit (Zairisman 2006; Olivia
2006).
Kekuatan antioksidan polifenol kakao didukung oleh
kelarutannya yang tinggi dalam sistem yang heterogen, bahkan dalam sistem emulsi lemak sekalipun (Ziegleder & Sandmeier 1983). Hasil penelitian Jinap & Misnawi (2002) menyebutkan bahwa aktivitas antioksidan polifenol pada bubuk
kakao masih tetap tinggi bahkan lebih baik dari a-tokoferol walaupun telah dipanaskan sampai 140oC selama 45 menit. Dengan demikian peluang untuk memanfaatkan bubuk kakao lindak bebas lemak menjadi sumber antioksidan masih sangat besar. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut secara in vivo dengan menggunakan manusia sebagai respondennya. Sehingga dapat diketahui keamanan minuman bubuk kakao lindak bebas lemak dalam meningkatkan kesehatan manusia.
Tujuan Tujuan umum dari penelitian ini adalah menguji efek konsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak terhadap kadar antioksidan plasma darah manusia. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah 1. menguji efek minuman bubuk kakao lindak bebas lemak dalam meningkatkan aktivitas antioksidan dan melindungi plasma dari kerusakan oksidatif dengan cara mengukur kadar vitamin C plasma, mengukur kapasitas antioksidan menggunakan radikal bebas stabil DPPH, mengukur kadar malondialdehid (MDA) dan mengukur kadar diena terkonjugasi. 2. mengukur efek minuman bubuk kakao bebas lemak terhadap bioavailabilitas flavonoid dalam plasma manusia.
Hipotesis Hipotesis penelitian ini adalah mengkonsumsi minuman bubuk kakao lindak bebas lemak dapat meningkatkan aktivitas antioksidan, menurunkan kadar MDA, dan dapat meningkatkan flavonoid dalam plasma manusia
Manfaat Penelitian 1. Memberikan informasi tentang khasiat minuman bubuk kakao bebas lemak sebagai antioksidan alami 2. Memberikan informasi ilmiah tentang khasiat bubuk kakao bebas lemak varietas lokal terhadap kesehatan 3. Meningkatkan citra positif kakao varietas lokal Indonesia TINJAUAN PUSTAKA
Kakao Tanaman kakao (Theobroma cacao L) tumbuh baik di daerah hutan tropis seperti halnya wilayah Indonesia. Bahkan kakao merupakan salah satu komoditi andalan perkebunan Indonesia dimana luas arealnya mencapai 770 ribu hektar dengan produksi tahunan mencapai 435 ribu ton. Produksi yang cukup besar ini menempatkan Indonesia sebagai produsen kakao terbesar ketiga setelah Ivory Coast dan Ghana (DJBPP 2004). Dua jenis kakao yang dominan ditanam di Indonesia, yaitu kakao mulia atau kakao edel (fine/ flavour cocoa) yang berasal dari varietas criollo dengan buah berwarna merah dan kakao lindak (bulk cocoa) berasal dari varietas forestero dan trinitro dengan warna buah hijau. Kakao lindak merupakan kakao kualitas kedua dan digunakan sebagai bahan pelengkap dalam mengolah kakao mulia. Jenis kakao lindak inilah yang dominan di perkebunan Indonesia (DJBPP 2004). Komoditi
kakao
Indonesia
tahun
2006
di
pasar
dunia
masih
memprihatinkan. Kakao dari Indonesia masih ditawar murah, bahkan nilainya terpaut US$ 90 sampai US$ 120 per ton dari harga kakao di pasar komoditi London, yang saat ini sudah mencapai US$ 1.725 (938 poundsterling) per ton. Bahkan belakangan ini kakao produk Indonesia malah tidak bisa lagi masuk ke sejumlah pabrik di Singapura dan Malaysia. Rendahnya nilai komoditi ini, tidak terlepas dari rendahnya kualitas kakao Indonesia. Salah satu penyebabnya kakao asal Indonesia didominasi oleh jenis kakao lindak yang tidak difermentasi. Kakao lindak tergolong dalam kakao kualitas ke dua yang digunakan sebagai bahan pelengkap dalam mengolah kakao mulia. Komposisi kimia biji kakao atau bubuk kakao berbeda-beda.
Tabel 1
menggambarkan hasil analisis proksimat terhadap bahan baku yang digunakan yaitu bubuk kakao lindak bebas lemak dari Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia di Jember. Komposisi kimia bubuk kakao ini sedikit berbeda dengan hasil analisis yang dilakukan oleh Cheney (1999) terhadap varietas yang berbeda (Tabel 2).
Variasi ini bisa disebabkan karena berbagai faktor seperti bentuk
produk olahan, varietas, dan perlakuan selama proses pengolahan.
Menurut
Misnawi dan Selamat (2003) kandungan dan komposisi polifenol dalam biji kakao dipengaruhi oleh proses fermentasi. Tabel 1 Komposisi kimia bubuk kakao lindak bebas lemak per 100 gram Nutrisi Komposisi (g/100 g) Karbohidrat
51,42
Protein
28,075
Lemak
2,585
Air
10,415
Abu
7,505
Sumber: Yuliatmoko (2007); Hasanah (2007); Amri (2007); Kusumantias (2007)
Tabel 2 Komposisi kimia bubuk kakao per 100 gram Nutrisi Kalori (Kcal) Lemak (g) Karbohidrat (g) Serat (g) Protein (g) Potassium (mg) Sodium (mg) Kalsium (mg) Besi (mg) Seng (mg) Tembaga (mg) Mangan (mg) Air (g) Kadar Abu (g) Sumber: Cheney (1999)
Komposisi 228,49 13,50 53,35 27,90 19,59 1495,50 8,99 169,45 13,86 7,93 4,61 4,73 2,58 6,33
Kakao merupakan salah satu jenis pangan yang mengandung senyawa polifenol, yang dapat bertindak sebagai antioksidan yang bermanfaat bagi kesehatan manusia (Sanbongi et al 1998). Kandungan total polipenol pada kakao lebih tinggi dibandingkan dengan anggur, teh hitam, dan teh hijau (Lee et al 2003). Kelompok senyawa polifenol yang banyak terdapat pada kakao adalah flavonoid golongan flavanol. Flavanol umumnya terdapat dalam bentuk senyawa
tunggal seperti katekin dan epikatekin dan juga berbentuk senyawa oligomer seperti prosianidin (Gambar 1)(CIC 2001).
Katekin Prosianidin Gambar 1 Struktur kimia senyawa flavonoid yang umum terdapat dalam kakao dan produk olahan kakao
Antioksidan polifenol kakao memiliki kelarutan yang tinggi dalam sistem yang heterogen, bahkan dalam sistem emulsi lemak sekalipun. Menurut Misnawi (2003) aktifitas antioksidan polifenol biji kakao masih tetap tinggi walaupun telah dipanaskan sampai 140oC selama 45 menit.
Sementara itu, polifenol dengan
konsentrasi tinggi dalam kakao memberi pengaruh negatif terhadap citarasa berupa rasa sepat dan pahit yang berlebihan serta menghambat pembentukan komponen-komponen aroma selama penyanggraian (Misnawi et al 2004b). Beberapa manfaat flavanol di bidang kesehatan telah berhasil diteliti. Penelitian secara in vitro dan in vivo menyimpulkan bahwa flavanol pada biji kakao memiliki kapasitas antioksidan yang mampu menekan hidrogen peroksida dan anion superoksida, melindungi lemak dari kerusakan oksidasi, bertindak sebagai anti mikroba, menghambat pertumbuhan tumor dan kanker, dan melindungi penyakit-penyakit karena oksidasi low density lipoprotein (Wan et al 2001; Kattenberg 2000; Sanbongi et al 1998). Mathur et al (2002) menyatakan bahwa flavanol dalam produk kakao memiliki kapasitas antioksidan dan aktivitas anti-inflamantori yang mempunyai kemampuan untuk mencegah penyakit kardiovaskular akibat stress oksidatif. Dalam penelitian yang lain disebutkan bahwa mengkonsumsi kakao yang kaya akan flavanol berpengaruh positif pada aliran darah perifer (Fisher et al 2003).
Disamping itu, konsumsi cairan ekstrak kakao yang kaya akan antioksidan dapat menurunkan aktivitas enzim petanda tumor pada hati tikus percobaan (Amin et al 2004). Zhu et al (2005) melaporkan bahwa kecenderungan eritrosit sel darah manusia untuk hemolisis akibat radikal bebas dapat dikurangi secara signifikan setelah mengkonsumsi minuman yang mengandung flavanol kakao. Penelitian yang lain secara in vitro menyebutkan bahwa ekstrak bubuk kakao bebas lemak dari biji kakao non fermentasi dalam pelarut air mampu memberikan efek perlindungan terhadap sel limfosit manusia (Olivia 2006). Selain itu, flavanol pada biji kakao juga bisa mengurangi resiko mortalitas dan morbiditas kardiovaskuler,
kanker
dan
osteoporosis
dan
bisa
mencegah
penyakit
neurodegeneratif serta diabetes militus (Grassi et al 2006). Biji kakao biasanya diolah menjadi berbagai macam produk olahan seperti pasta kakao (chocolat liquor), bubuk kakao (cocao powder), mentega kakao (cocoa butter) dan coklat gelap (dark chocolate). Coklat gelap mengandung 15% pasta kakao, dan 60% mentega kakao, gula, dan aditif. Sedangkan bubuk kakao dibuat dengan menghilangkan mentega kakao dari pasta kakao (Vinson et al 1999).
Kandungan polifenol produk kakao tersebut berbeda-beda antara satu
dengan yang lainnya (Tabel 3).
Tabel 3 Kandungan polifenol produk kakao Produk kakao Bubuk kakao Coklat gelap Coklat susu
Jumlah polifenol total (mg / g) 20 8.4 5
Sumber : Wollgast & Anklam (2000)
Bubuk kakao lindak bebas lemak dari biji kakao non fermentasi pada mengandung 120-180 g/kg polifenol (Misnawi et al 2002a). Bubuk kakao lindak bebas lemak dari jenis bulk masak yang digunakan dalam penelitian ini mengandung total fenol sebesar 35,5 ppm tiap 0,8 mg/ml ekstrak kakao dalam pelarut air (Zairisman 2006). Bubuk kakao lindak bebas bebas lemak dari biji kakao non fermentasi sebagai sumber flavonoid merupakan usaha yang sedang dirintis di Pusat
Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia Jember. Bubuk kakao lindak bebas lemak ini merupakan hasil samping produksi lemak kakao. Bubuk kakao lindak bebas lemak merupakan produk kakao yang berbentuk bubuk yang diperoleh dari pasta kakao setelah dihilangkan lemaknya. Ditemukannya kandungan polifenol yang tinggi dalam bubuk kakao lindak bebas lemak ini mumungkinkan diproduksinya bubuk kakao ini secara komersial. Proses pembuatan bubuk kakao bebas lemak sebagai berikut: biji kakao basah dicuci bersih dan di oven pada suhu 50°C sampai kadar air 7,5%. Selanjutnya kulit ari dipisahkan, keping biji yang diperoleh dihaluskan dengan blender (penghancur biji).
Pasta kakao yang diperoleh kemudian dipisahkan
lemaknya (defatting) dalam soxhlet apparatus menggunakan pelarut petroleum benzen (titik didih 40-60°C). Bubuk kakao yang diperoleh kemudian dihaluskan sampai kehalusan < 40 mesh kemudian disimpan dalam kemasan kedap udara (Misnawi 2005).
Radikal bebas Radikal bebas merupakan suatu molekul atau senyawa yang sangat reaktif karena memiliki satu elektron atau lebih yang tidak berpasangan pada orbital luarnya. Radikal bebas dapat bereaksi dengan molekul sel dengan cara mengikat elektron molekul tersebut sehingga menimbulkan reaksi berantai yang dapat menghasilkan radikal bebas baru.
Radikal bebas dapat bereaksi dengan
komponen penyusun membran, enzim, dan DNA (Wijaya 1996). Radikal bebas dapat menyebabkan stress oksidatif, yaitu keadaan ketidakseimbangan antara reactive oxcygen species (ROS) / reactive nitrogen species (RNS) dan antioksidan (Halliwell & Guitteridge 1999). Jika radikal bebas berada dalam jumlah berlebihan dan jumlah antioksidan seluler tetap atau lebih sedikit maka kelebihannya tidak bisa dinetralkan dan berakibat pada kerusakan sel (Langseth 1995). Kerusakan sel merupakan gangguan atau perubahan yang dapat mengurangi viabilitas dan fungsi essensial sel (Kehrer 1993). Stress oksidatif dapat menyebabkan kematian sel secara apoptosis dan nekrosis. Menurut Zitouni et al (2005), radikal bebas juga dapat mengganggu endotelium dan memacu
terjadinya kerusakan membran (sebagai contohnya akan meningkatkan sekresi albumin urin dan memacu diabetes). Senyawa-senyawa yang menjadi target ROS atau radikal bebas adalah molekul-molekul seluler dan ektraseluler seperti protein, asam lemak tidak jenuh ganda, glikoprotein, lipoprotein, dan bahan-bahan
penyusun DNA seperti
karbohidrat dan basa purin.
Pembentukan Radikal Bebas Terbentuknya radikal bebas dalam tubuh dapat terjadi melalui dua cara, yaitu endogen dan eksogen. Secara endogen, radikal bebas diproduksi secara kontinyu pada tubuh manusia sebagai konsekuensi dari metabolisme normal melalui sistem transport elektron, dan aktivitas oksidasi seperti siklooksigenase. Radikal bebas diproduksi di dalam sel oleh mitokondria, membran plasma, lisosom, peroksisom,
retikulum endoplasmik, dan inti sel.
Secara eksogen,
radikal bebas didapat dari polusi luar melalui jalan pernafasan, makanan, dan penyerapan kulit (Supari, 1996). Bahan pangan tercemar yang dikonsumsi dan masuk ke dalam tubuh juga mengakibatkan terbentuknya radikal bebas dalam tubuh. Senyawa logam seperti Pb akan mengkatalisis terbentuknya hidroksil radikal jika bertemu dengan peroksida. Senyawa pemutih bahan pangan seperti benzoil peroksida dalam tubuh dapat dirubah menjadi senyawa radikal yang telah diteliti
berperan
dalam
kerusakan
DNA
sehingga
dapat
menyebabkan
terbentuknya tumor atau kanker. Hidrokarbon aromatik yang mengkontaminasi bahan pangan dari asap rokok, tanah, polusi udara, dan air, bahan tambahan pangan, melalui reaksi oksidasi, reduksi, dan hidroksilasi akan diubah menjadi senyawa epoksi yang bersifat elektrofil dan dapat menyerang DNA. Senyawa amin heterosiklik yang terbentuk selama proses pemanggangan, bila masuk kedalam tubuh akan berubah menjadi senyawa radikal yang dapat beraksi dengan rantai DNA. Senyawa pestisida seperti karbon tetraklorida, paraquat, dan diquat yang sering terdapat dalam produk sayur dan buah, dapat juga menjadi radikal yang reaktif yang dapat menyebapkan peroksidasi lemak (Zakaria 1996). Beberapa Jenis Radikal Bebas
Hidroperoksil Radikal (HO 2*). Hidroperoksil radikal mempunyai potensi untuk
menyebabkan
sitotoksik
dalam
sistem
biologis.
Faktor
yang
menyebabkannya adalah karena mampu melewati membran biologis, dan sifatnya yang reaktif sehingga dapat menginisiasi terjadinya peroksidasi lipid, terutama pada lipoprotein densitas rendah (LDL).
Hidroperoksil radikal lebih reaktif
dibandingkan dengan anion superoksida radikal (Halliwell & Guitteridge 1990). Anion Superoksida Radikal (O2*). Radikal bebas ini merupakan hasil reduksi satu elektron oksigen dan dapat terjadi pada hampir semua sel aerobik yang menjalankan reaksi transper elektron (Zakaria 1996).
Pada organisme
aerobik, 95% oksigen dalam sel direduksi menjadi air oleh rantai pernafasan pada mitokondria, proses reduksi ini melibatkan 4 elektron dan 2 proton. Kebocoran electron diperkirakan mencapai 1 sampai 5%, electron yang bocor ini bereaksi dengan oksigen membentuk radikal superoksida, hydrogen peroksida (H2O2), dan radikal hidroksil (OH*) (Lehninger 1993). Proses fagositosis akan menghasilkan sejumlah besar superoksida sebagai bagian dari mekanisme yang bertujuan untuk membunuh mikroorganisme asing. Pada inflamasi kronis, mekanisme perlindungan normal ini bersifat merusak. Dalam larutan encer, radikal ini merupakan pereduksi yang lemah untuk mengoksidasi molekul seperti asam askorbat dan thiol.
Tetapi merupakan
senyawa pereduksi yang kuat untuk beberapa kompleks besi seperti sitokrom c dan ferri-EDTA. Dalam larutan encer radikal ini akan segera mengalami reaksi dismutase dengan katalisator superoksida dismutase (SOD) membentuk hidrogen peroksida dan oksigen (Guitteridge 1995). Hidrogen Peroksida (H2O2).
Hidrogen peroksida merupakan oksidan
lemah yang relatif stabil, tetapi dengan adanya ion logam transisi, maka senyawa ini akan membentuk radikal yang reaktif. Senyawa ini akan segera bercampur dengan air, dan diperlakukan seperti molekul air oleh tubuh, yang dapat berdifusi melewati membran sel. Hidrogen peroksida yang tidak dikehendaki dihilangkan dari sel dengan bantuan enzim katalase, glutation peroksidase (GSH) dan peroksidase lainnya (Guitteridge 1995) Peristiwa iskemi yaitu deplesi ATP akibat kekurangan oksigen dimana terjadi pemecahan ATP menjadi AMP, adenosine dan hipoxantin. Hipoxantin
diubah oleh xantin oksidase, menjadi asam urat dan radikal bebas seperti: superoksida, hidroksil, dan hidrogen peroksida (Haliwell & Guitteridge 1999). Hidroksil Radikal (OH*). Hidroksil radikal merupakan senyawa oksidan yang sangat berbahaya, karena sifatnya yang sangat reaktif dibandingkan dengan senyawa radikal lainnya sehingga dapat merusak sejumlah besar molekul biologis. Senyawa ini dapat terbentuk dari H2O2 dengan katalis ion Fe 2+, reaksi ini dikenal dengan nama reaksi Fenton (Guitteridge 1985). Reaksi Fenton dapat terbentuk melalui reaksi oksidasi-reduksi yang dikatalis oleh Fe +2 dan Fe+3 yang berasal dari hemoglobin dan mioglobin (Zakaria 1996; Haliwell & Guitteridge 1999). Radikal ini dapat terbentuk sebagai respon terhadap radiasi, sinar ultraviolet, polusi lingkungan, asap rokok, hiperoksida, dan olah raga yang berlebihan.
Radiasi elektromagnetik dengan panjang gelombang rendah
(misalnya sinar gamma) dapat memecah air dalam tubuh menghasilkan radikal hidroksil.
Radikal ini akan menyerang semua molekul yang berdekatan
dengannya dan menimbulkan reaksi berantai. Nitrit Oksida (NO*).
Radikal bebas fisiologis yang lain adalah nitrit
oksida, yang dibuat oleh sel-sel endotel dari dinding pembuluh darah sebagai faktor relaksasi. Nitrit oksida ini mempunyai fungsi fisiologis untuk relaksasi vaskuler dan dapat menekan oksidasi lipoprotein yang amat penting untuk pencegahan aterosklerosis.
Namun pada kondisi tertentu nitrit oksida dapat
bereaksi dengan radikal superoksida membentuk peroksinitrit yang merupakan oksidan kuat yang akan bereaksi dengan protein dan lipid (Wijaya 1996).
Dampak Negatif Radikal Bebas Berbagai kerusakan yang ditimbulkan oleh serangan radikal bebas terhadap sel-sel tubuh antara lain: Kerusakan Membran Sel.
Komponen terpenting membran sel adalah
fosfolipid, glikolipid, dan kolesterol. Fosfolipid dan glikolipid mengandung asam lemak tak jenuh ganda yang sangat rentan terhadap serangan radikal bebas, terutama radikal hidroksil. Radikal hidroksil dapat menimbulkan reaksi berantai yang dikenal dengan nama peroksidasi lipid. Akibat akhir dari reaksi berantai ini adalah terputusnya rantai asam lemak menjadi berbagai senyawa yang bersifat
toksik terhadap sel, antara lain aldehida seperti malondialdehida (MDA), 9hidroksinonenal, serta berbagai hidrokarbon seperti etana (C2H6) dan pentana (C5H12).
Semuanya
ini
mengakibatkan
kerusakan
membran
sel
dan
membahayakan sel (Wijaya 1996) Kerusakan Protein. Menurut Wijaya (1996) radikal bebas dapat merusak protein karena dapat mengadakan reaksi dengan asam-asam amino penyusun protein. Di antara asam amino penyusun protein yang paling rawan adalah sistein karena gugus sulfidril (SH) yang dikandungnya rentan terhadap serangan radikal bebas. Pembentukan ikatan disulfida menimbulkan ikatan intra dan antar molekul protein sehingga molekul protein tersebut kehilangan fungsi fisiologisnya. Kerusakan DNA.
Radikal bebas merupakan salah satu
penyebab
kerusakan DNA. Kerusakan ini dapat mengakibatkan terjadinya mutasi sel dan menimbulkan penyakit kanker (Halliwell & Guitteridge 1985) Autoimun. Autoimun adalah terbentuknya antibodi terhadap sel tubuh biasa.
Adanya antibodi terhadap sel tubuh dapat mengakibatkan kerusakan
jaringan tubuh (Halliwell & Guitteridge 1985). Penuaan Dini. Kerusakan jaringan oleh radikal bebas terjadi secara terus menerus, perlahan, dan pasti. Hal ini disebabkan efisiensi proses pemusnahan radikal bebas dalam tubuh tidak terjadi secara sempurna. Jaringan yang rusak ini mengakibatkan terjadinya proses penuaan dini (Halliwell & Guitteridge 1985). Aterosklerosis.
Oksidasi LDL merupakan tahap awal terjadinya
arterosklerosis. Serangan radikal hidroksil pada PUFA pada permukaan LDL mengawali terjadinya reaksi peroksidasi lipid yang
menyebabkan modifikasi
oksidatif dari PUFA dan degradasi apolipoprotein B (Wijaya 1996).
Indikator pengukuran radikal bebas Malonaldehid (MDA). MDA adalah senyawa dialdehid yang mengandung 3 atom karbon dengan gugus karbonil yang berada pada posisi C1 dan C3. MDA mempunyai rumus kimia C 3H4O2 dengan berat molekul 72.
Malonaldehid
merupakan salah satu hasil oksidasi lipid pada tahap propagasi dari dekomposisi hidroperoksida (Tranggono & Setiaji 1986)
Konsentrasi MDA dalam material biologi telah digunakan secara luas sebagai indikator keberadaan radikal bebas. MDA dapat mengadakan cross link dengan residu lisin yang bebas pada apo-B dari LDL.
MDA dijumpai juga
sebagai produk samping biosintesis prostaglandin (Zakaria 1996; Jialal & Devaraj 1997). Analis MDA merupakan analisis radikal bebas secara tidak langsung dan cukup mudah untuk menentukan jumlah radikal bebas yang terbentuk. Analisis radikal bebas secara langsung sangat sulit dilakukan, karena radikal ini merupakan senyawa yang tidak stabil dan cenderung untuk merebut elektron senyawa lain agar menjadi lebih stabil. Reaksi ini berlangsung cepat sehingga pengukurannya sangat sulit bila dalam bentuk senyawa radikal bebas (Guitteridge 1995). Menurut Conti et al (1991), MDA dapat melakukan reaksi penambahan nukleofilik (nukleophilic addition reaction) dengan asam tiobarbiturat (TBA) membentuk senyawa MDA-TBA. Senyawa ini berwarna merah jambu yang dapat diukur intensitas warnanya dengan menggunakan spektrofotometer. Inilah yang merupakan dasar analisis dengan metode TBA. 1,1,3,3-tetraetoksipropan merupakan prekusor MDA sehingga sebagai larutan standar dapat digunakan larutan tetraektoksipropan. Peningkatan kadar MDA dapat ditekan dengan pemberian antioksidan seperti vitamin C, A, dan E dan beberapa komponen bioaktif yang secara keseluruhan dapat menekan proses peroksidasi lipid. Diena Terkonjugasi. Reaksi tidak terkendali radikal bebas terhadap komponen sel seperti asam lemak tidak jenuh ganda (PUFA), heksosa, pentosa, asam amino, dan komponen DNA menghasilkan beberapa produk seperti : MDA, diena
terkonjugasi,
dikarbonil,
eikosatetraenoik (15-HPETE).
dan
asam
15-hidroperoksi-5,8,4,13
Proses pembentukan diena terkonjugasi, pada
tahap awal terjadi laju oksidasi yang tergantung antioksidan endogen. Fase ini merupakan fase lag dari oksidasi.
Fase lag kemudian diikuti dengan fase
propagasi yang terjadi setelah penurunan jumlah antioksidan endogen. Pada fase propagasi terjadi peningkatan abstraksi H dari ALTJ, sehingga terjadi peningkatan diena terkonjugasi. Fase propagasi kemudian diikuti dengan fase dekomposisi. Pada fase terakhir ini terbentuk aldehid seperti MDA, 4 hidrosinonenal (HNE), dan hexanal (Shahidi & Wanasundara 1997).
Antioksidan Antioksidan adalah zat yang mampu memperlambat atau mencegah proses oksidasi (Schuler 1990).
Antioksidan bereaksi dengan oksidan sehingga
mengurangi kapasitas oksidan untuk menimbulkan kerusakan.
Sementara itu,
menurut Cillard et al (1980) dan Schluler (1990) antioksidan adalah zat dengan kadar lebih rendah dari zat yang mudah teroksidasi, secara nyata mampu memperlambat oksidasi zat tersebut. Sebaliknya pada kadar tinggi zat antioksidan bersifat peroksidan. Antioksidan biologis adalah zat yang mampu melindungi sistem biologis dari kerusakan akibat kelebihan oksidasi (Krinsky 1992). Antioksidan primer adalah suatu molekul yang dapat memberikan atom hidrogen secara cepat kepada radikal lipid sehingga radikal yang terbentuk lebih stabil dari daripada radikal lipidnya atau diubah menjadi produk lain yang lebih stabil. Zat-zat yang termasuk dalam golongan ini dapat berasal dari alam seperti tokoferol, polifenol, lesitin, fosfatida, dan asam askorbat serta antioksidan buatan seperti butylated hydroxyanisole (BHA) dan butylated hydroxytoluene (BHT). Sedangkan antioksidan sekunder adalah suatu zat yang dapat mencegah kerja prooksidan sehingga dapat digolongkan sebagai sinergi. Beberapa asam organik tertentu dapat mengikat logam-logam, misalnya satu molekul asam sitrat akan mengikat prooksidan Fe seperti pada minyak kedelai (Winarno 1997). Antioksidan fenolik seperti vitamin C, flavonoid, turunan asam sinamat, coumarin dan komponen fenolik pada umumnya merupakan antioksidan primer. Senyawa fenol dapat berfungsi sebagai antioksidan primer karena mampu menghentikan reaksi radikal bebas pada oksidasi lipida (Kochhar & Rossell, 1990). Antioksidan dapat ditemukan dalam tubuh seperti glutation, ubiquinol dan asam urat yang diproduksi pada metabolisme normal. Antioksidan juga dapat ditemukan pada makanan seperti vitamin E, C, dan karotenoid (Langseth 1995). Mekanisme kerja antioksidan dapat melalui beberapa cara, seperti: menghambat terbentuknya radikal bebas, menjadi perantara dalam netralisasi radikal bebas yang telah terbentuk ( scavenger ), menurunkan kemampuan radikal bebas dalam reaksi oksidasi, dan menghambat enzim oksidatif, misalnya sitokrom
P-450 (Charpentier & Cateora 1996).
Menurut Shahidi (1997), antioksidan
diketahui bekerja pada berbagai tahapan oksidasi molekul lemak, yaitu dengan cara menurunkan kadar oksigen, menangkap singlet oksigen, mencegah tahap inisiasi reaksi rantai melalui penangkapan radikal hidroksil, mengikat ion logam katalisator, dekomposisi produk utama menjadi senyawa non radikal dan memutus reaksi rantai untuk mencegah kelanjutan penarikan elektron dari substrat. Mekanisme reaksi antioksidan senyawa fenolik terjadi melalui pemberian atom hidrogen dari gugus hidroksil dengan cepat kepada senyawa radikal (Gambar 2). Radikal antioksidan yang terbentuk dari mekanisme tersebut cukup stabil sehingga tidak akan bekerja sebagai inisiator bagi reaksi rantai berikutnya (Ranney, 1979). Kestabilan dari radikal antioksidan tersebut juga terjadi melalui delokalisasi elektron tidak berpasangan pada cincin aromatiknya berdasarkan reaksi isomerasi (Gorton, 1994)
Gambar 2 Mekanisme reaksi gugus fenol dari senyawa fenolik dengan senyawa radikal (Ranney 1979)
Flavonoid merupakan salah satu kelas dari polifenol yang terdiri dari beberapa sub kelas seperti flavone, flavonol, flavanone, flavanol, dan anthocyanin (gambar 3 ).
POLYPHENOL PHENOLIC ACID
LAIN-LAIN FLAVONOID
Flavanols Monomer flavonol, (tomat, bawang)
Monomers-katekins dan efikatekins (teh, kakao,apel )
Pigmen merah lainnya Oligomersproanthosianidin
Prosianidin, contoh: kakao, apel, kacang
Prodelphinidins. Contoh teh
Gambar 3 Pembagian kelas flavonoid ( CIC 2001).
Flavonoid merupakan komponen yang memiliki berat molekul rendah, dan pada dasarnya adalah phenylbenzopyrones dengan berbagai variasi pada struktur dasarnya, yaitu tiga cincin utama yang saling melekat (Gambar 4). Struktur dasar ini terdiri dari dua cincin benzena (A dan B) yang dihubungkan melalui cincin heterosiklik piran atau piron (dengan ikatan ganda) yang disebut cincin ”C” (Middleton et al 2000). Hal ini dipertegas lagi oleh Miean dan Mohamed (2001) bahwa struktur flavonoid adalah rangkaian cincin karbon C 6 C 3 C 6 .
Gambar 4 Struktur kimia flavonoid.
Mekanisme reaksi antioksidan senyawa flavonoid terjadi melalui proses scavenging radikal bebas (Gambar 5). Potensial reduksi senyawa flavonoid yang rendah (0,23 E <0,75) dapat mereduksi secara termodinamik radikal bebas dengan
potensial oksidasi antara 2,13 – 1,0 V. Radikal flavonoid (F1-O*) dapat bereaksi kembali dengan senyawa radikal bebas kedua, membentuk struktur kuinon yang stabil. Radikal-flavonoid (F1-O*) yang reaktif akan mengalami reaksi terminasi dengan radikal bebas (R*) membentuk senyawa flavonoid-radikal (F1-OR) yang stabil dan tidak reakti ( Pietta 2000).
Gambar 5 Scavenging radikal bebas oleh flavonoid Keterangan: R* F1-OH F1-O*
= senyawa radikal bebas = senyawa golongan flavonoid = radikal-flavonoid
Untuk mengukur aktivitas suatu antioksidan dapat dilakukan dengan beberapa cara. Prinsip pengukuran ini adalah dengan cara mengadu atau mereaksikan senyawa antioksidan dengan senyawa radikal. Salah satu tes yang sudah dikembangkan adalah tes antioksidan dengan menggunakan senyawa DPPH. Tes dengan metode ini merupakan uji secara kolorimetri berdasarkan warna. Warna yang terbentuk berasal dari hasil reaksi antara radikal bebas DPPH dengan antioksidan. Reaksi yang terjadi adalah DPPH* + AH à DPPH-H + A*. DPPH* dalam bentuk radikal memberikan absorpsi yang maksimum pada panjang gelombang 517 nm. Setelah direduksi oleh antioksidan, maka terbentuk non-radikal yang berwarna kuning pucat (Mello et al 2004).
Vitamin C Vitamin C atau asam askorbat merupakan kristal putih yang mudah larut dalam air. Vitamin C cukup stabil dalam keadaan kering, tetapi mudah rusak dalam keadaan larut, terutama bila bersentuhan dengan udara (oksidasi) bila terkena panas. Oksidasi dipercepat dengan kehadiran besi dan tembaga. Vitamin C tidak stabil dalam larutan alkali, tetapi cukup stabil dalam larutan asam. Vitamin C adalah vitamin yang paling labil (Almatsier 2002). Asam askorbat terdapat dalam 2 bentuk (Gambar 5) , yaitu tereduksi (asam askorbat), pada subyek normal 80% vitamin C yang bersirkulasi terdapat dalam bentuk ini, sedangkan bentuk teroksidasi (asam dehidroaskorbat) dapat meningkat pada kasus patologik, misalnya arthritis rhematoid. Bila asam dehidroaskorbat teroksidasi lebih lanjut akan berubah menjadi asam diketoglutarat yang tidak aktif secara biologis (Muctadi 2000)(Gambar 6).
Sumber : Muchtadi 2000 Gambar 6 Struktur kimia tiga bentuk asam askorbat.
Vitamin C mudah rusak selama pemrosesan dan penyimpanan. Laju kerusakan meningkat karena adanya kerja logam dan kerja enzim. Enzim yang mengandung tembaga atau besi dalam gugus prostetiknya merupakan katalis yang efisien untuk penguraian asam askorbat. Enzim paling penting untuk golongan ini adalah askorbat oksidase, fenolase, sitokrom oksidase, dan peroksidase. Asam askorbat dioksidasi dengan adanya udara pada kondisi netral dan basa. Pada pH asam vitamin C lebih stabil(Almatsier 2002). Vitamin C mudah diserap secara aktif dan mungkin pula secara difusi pada bagian atas usus halus lalu masuk ke peredaran darah melalui vena porta. Ratarata penyerapan adalah 90% untuk konsumsi di antara 20 dan 120 mg sehari.
Konsumsi tinggi sampai 12 gram (sebagai pil) hanya diserap sebanyak 16%. Vitamin C kemudian dibawa ke semua jaringan. Konsentrasi tertinggi adalah di dalam jaringan adrenal, pituitari, dan retina. Penyerapan asam askorbat
pada
hewan-hewan yang bergantung pada vitamin C, nampaknya membutuhkan suatu sistem transpor aktif. Asam askorbat siap diserap jika jumlah yang masuk kecil. Jika jumlah yang masuk berlebihan, penyerapan melalui usus menjadi terbatas. Sekitar 80 sampai 90% vitamin C dari makanan dapat diserap. Menu yang kaya dengan pektin dapat menurunkan ekskresi asam askorbat melalui urin pada manusia.
Asam askorbat yang terserap secara tepat mencapai keseimbangan
dengan cadangan vitamin tersebut dalam tubuh.
Orang dewasa yang sehat
menerima masukan vitamin C yang cukup mempunyai cadangan dalam tubuh mendekati 1,5 gram asam askorbat. Sekitar 3 sampai 4% asam askorbat yang ada dalam cadangan tubuh dipakai setiap hari. Masukan 60 mg asam askorbat per hari akan mempertahankan cadangan tubuh kira-kira 1,5 gram. Cadangan tubuh vitamin C yang lebih besar dapat tercapai dengan masukan vitamin C yang lebih banyak. Jika cadangan tubuh ”jenuh”, kelebihan vitamin C yang diserap akan dimetabolisasi atau diekskresikan melalui urin.
Dalam keadaan ini tingkat
konsentrasi asam askorbat plasma ”tinggal” sekitar 1,5 mg/L (Sauberlich 1987). Pada level molekular, askorbat dan dehidro askorbat mempunyai sifat pereduksi seperti halnya vitamin E. Dalam keadaan demikian vitamin tersebut mempunyai sifat sebagai antioksidan yang mempengaruhi redoks-potensial tubuh (Linder 1985).
Aktivitas asam askorbat sebagai antioksidan berdasarkan
kemampuannya bereaksi dengan radikal bebas. Asam askorbat diubah menjadi askorbil radikal yang dengan cepat mengalami disproposionasi menjadi askorbat dan dehidroaskorbat yang dapat bereaksi dengan oksigen toksik, seperti anion superoksida dan hidroksil radikal (Deshpande et al 1996). Vitamin C melindungi bagian sel dan jaringan yang larut air dan mengurangi kembalinya senyawa radikal tokoferol ke bentuk aktif pada membran seluler (Kaur & Kapoor 2001). Asam askorbat sebagai antioksidan dapat menangkap singlet oksigen dan radikal peroksida, sehingga dapat melindungi membran sel. Asam askorbat juga dapat membantu mereduksi radikal a-tokoferil semiquinon menjadi a-tokoferol yang merupakan pengaruh tidak langsung dalam
mencegah oksidasi asam lemak. Vitamin C juga mempunyai pengaruh protektif terhadap perkembangan, baik fase awal maupun fase akhir kanker perut. Pemberian vitamin A (30.000 IU/hari), vitamin C (1000mg/hari), dan vitamin E (70mg/hari) dapat mencegah proliferasi sel, sehingga dapat disimpulkan bahwa vitamin antioksidan tersebut dapat mencegah timbulnya kanker (Muchtadi 2000). Status vitamin C tubuh ditetapkan melalui tanda-tanda klinik seperti pendarahan gusi dan kapiler di bawah kulit dan pengukuran kadar vitamin C dalam darah. Tanda dini kekurangan vitamin C dapat diketahui bila kadar vitamin C dalam darah di bawah 0.2 mg/dl (Almatsier 2002). Plasma Darah Plasma adalah suatu larutan encer yang terdiri atas 90 persen air dan 10 persen komponen terlarut. Lebih dari 70 persen padatan-padatan terlarut plasma merupakan protein-protein plasma. Protein-protein utama plasma antara lain: serum albumin, lipoprotein densitas sangat rendah (VLDL), lipoprotein densitas rendah (LDL), immunoglobulin lipoprotein densitas tinggi, fibrinogen, dan prothrombin. Selain protein tersebut, plasma juga mengandung sejumlah proteinprotein pengangkut khusus seperti transferrin yang mengangkut besi. Di samping protein-protein, plasma juga mengandung komponen organik, metabolit organik, dan hasil-hasil buangan. Komponen anorganik yang ada dalam plasma adalah NaCL, buffer bikarbonat, buffer fosfat, CaCI 2, MgCI2, KCI, dan Na 2SO4. Sedangkan metabolit organik dan hasil-hasil buangan yang dikandung plasma adalah glukosa, asam amino, laktat, piruvat, badan keton, sitrat, urea, dan asam urat (Lehninger 1994). Plasma darah juga mengandung hampir 700 mg lipida per 100 ml, yang terikat pada a dan ß-globulin. Komponen lipida yang dimaksud adalah total lipida, triasil gliserol, kolesterol dan esternya, dan fosfolipid. Pengukuran konsentrasi komponen-komponen plasma penting dalam diagnosis dan pengobatan penyakit. Volume plasma normal adalah sekitar 5 % berat badan atau secara kasar 3500 ml (berat badan 70 kg). Dalam penelitian secara in vitro peroksidasi lipid dapat mempercepat LDL teroksidasi ditangkap oleh makropag dan membentuk lipid-sel busa, yang
merupakan tahap awal dari lesi aterosklerosis dalam arteri intima.
Mekanisme
pembentukan dan penguraian hidroperoksida lipid di dalam plasma darah penting diketahui dalam upaya pencegahan aterosklerosis (Frei et al 1988). Plasma manusia dilengkapi dengan mekanisme pertahanan antioksidan. Antioksidan plasma yang penting adalah asam askorbat, asam urat, a-tokoferol, albumin berikatan dengan bilirubin, group sulfihidril protein.
Disamping itu,
enzim superoksidase dismutase ektraseluler dan selenium tergantung glutation peroksedase di laporkan dapat meningkatkan pertahanan antioksidan plasma (Frei et al 1988). Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa senyawa bioaktif seperti polifenol dapat melindungi plasma dari oksidasi oleh radikal bebas. Menurut Zakaria et al 2001 senyawa yang dikandung oleh ekstrak jahe dapat meningkatkan resistensi LDL plasma terhadap oksidasi dan melindungi akumulasi kolesterol dalam makropag. Dalam penelitian lain dikatakan bahwa senyawa polifenol pada produk kakao dapat menurunkan oksidasi LDL pada plasma (Mathur et al 2002). Disamping itu, senyawa polipenol pada kakao juga telah dilaporkan dapat meningkatkan antioksidan gizi yaitu vitamin E plasma dan menurunkan kadar MDA plasma (Fraga et al 2005). Penelitian secara in vivo yang menggunakan plasma sebagai model menyebutkan senyawa epikatekin telah ditemukan dalam plasma setelah 2 jam dari mengkonsumsi produk coklat dan kakao (Baba et al 2000). Dalam penelitian yang lain disebutkan bahwa suplemetasi asam askorbat dapat mencegah terbentuknya peroksidasi lipid dalam plasma (Frei et al 1988).
Ketersediaan Hayati (Bioavailabilitas) Flavonoid Biovailabilitas adalah sejumlah komponen dari bahan pangan yang dapat diukur setelah penyerapan di dalam suatu jaringan. Pengukuran bioavailabilitas dari suatu bahan pangan berguna untuk mengetahui nilai biologi dan evaluasi nilai gizinya serta untuk menunjukkan daya cernanya sehingga dapat dimanfaatkan oleh organisme yang mengkonsumsinya (Langseth 2000). Nilai bioavailabilitas setiap komponen bahan pangan selalu berbeda-beda tergantung dari jenis komponen yang akan diukur, cara penyajian, dan tergantung
pula dari matrixnya. Faktor penyerapan serta bioavailabilitas yang berbeda-beda dari senyawa antioksidan sangat mempengaruhi ketersediaan senyawa antioksidan di dalam sel.
Bioavailabilitas senyawa antioksidan dalam bahan pangan
dipengaruhi oleh proses pengolahan, pengaruh matrix bahan pangan, serat makanan, kandungan lemak, faktor-faktor fisiologis (Boileou et al 1997), kiralitas dan bentuk kimia senyawa antioksidan tersebut (Papas 1999). Dalam penelitian yang lain disebutkan beberapa faktor yang mempengaruhi bioavailabilitas flavonoid adalah: (1) struktur penyusun senyawa flavonoid (matrik dari senyawa flavonoid), (2) keberadaan gula dalam tubuh, (3) keberadaan serat dalam tubuh, dan (4) status gizi (Hollman et al 1997). Untuk dapat digunakan pada studi terhadap manusia, kandungan flavonoid pada makanan harus dihubungkan dengan bioavailabilitasnya, termasuk absorbsi, metabolisme, dan eksresi dari metabolitnya. Data mengenai penyerapan flavonoid setelah dikomsumsi belum banyak dan jenis komponen flavonoidnya juga masih terbatas (Peterson & Dwyer 2000). Katekin anggota dari kelas flavanol yang telah dipelajari lebih ekstensif, telah diserap dan muncul di plasma antara 1 sampai 2 jam setelah komsumsi, flavon, dan flavonol muncul dalam plasma pada 1 sampai 3 jam setelah konsumsi. (Peterson & Dwyer 2000) Menurut Walle et al (2000), model penyerapan flavonoid mengasumsikan bahwa flavonoid glukosida terlalu polar untuk diserap oleh usus halus dan penyerapan tergantung pada pemutusan ikatan ß-glukosida oleh mikroflora usus. Laporan lain mengenai metabolisme flavonoid menyatakan bakteri intestina mempunyai aktivitas glikosidase yang mampu melepaskan gugus gula dari flavonoid dalam bentuk glikosida (Middlenton et al 2000). Flavonoid dapat mengalami proses oksidasi maupun reduksi seperti metilasi, glukoronidasi maupun sulfatasi pada hewan. Middleton et al (2000) melaporkan mengenai metabolisme kuarketin dan katekin dalam hati menggunakan hati tikus yang telah di isolasi (isolated perfused red liver). Flavonoid dikonversi menjadi metabolit yang tersulfatasi dan/atau terglukoronidasi, yang kemudian di ekskresi melalui empedu. Lebih lanjut Spencer et al (1999) menyatakan bahwa komponen fenolik
yang mempunyai kemampuan mereduksi tinggi diserap terutama dalam bentuk terglukoronidasi, yaitu 96.5% ± 4.6 dari jumlah yang diserap. Sejumlah laporan memperkirakan bahwa flavonoid dapat masuk ke dalam sirkulasi darah dalam bentuk yang telah terglukoronidasi kemudian tersufatasi dalam hati serta termetilasi dalam hati dan ginjal (Azuma et al 2002). Pada manusia, bioavailabilitas flavonoid berkisar antara 1 sampai 26%. Pada tubuh kita flavonoid akan bersikulasi dalam plasma, terdapat sebagai glukoronida, metil dan sulfat konjugat atau kombinasi dari ketiganya yang merupakan hasil reaksi enzim fase I dan fase II (Grassi et al 2006).
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (HPLC) Analisis kimia menggunakan metode kramatografi didasarkan pada pemisahan komponen yang terpartisi di antara dua fase dalam suatu kesetimbangan dinamis dan mengalir. Proses ini dilakukan dengan menggerakkan fase mekanis (fase gerak), relatif terhadap fase lainnya (fase diam). Pemisahan kromatografi yang paling baik akan diperoleh jika fase diam mempunyai
luas
permukaan
sebesar-besarnya,
sehingga
memastikan
kesetimbangan yang baik antara fase. Persyaratan kedua agar pemisahan baik adalah fase gerak harus bergerak dengan cepat sehingga difusi sekecil-kecilnya. Untuk memperoleh permukaan fase diam yang luas, pada sebagian besar sistem kromatografi digunakan penjerap atau penyanggah berupa serbuk halus. Untuk memaksa fase gerak bergerak lebih cepat melalui fase diam yang terbagi pada serbuk halus, harus digunakan tekanan tinggi. Dengan dipenuhinya persyaratan tersebut, diperoleh tehnik kromatografi cair yang paling kuat yakni HPLC. Jadi pada HPLC fase gerak dialirkan dengan cepat dan hasilnya di deteksi dengan instrumen (Gritter et al 1991). Keuntungan utama dari HPLC adalah mampu menangkap komponen yang memiliki stabilitas panas terbatas ataupun yang bersifat volatil. HPLC merupakan metode yang sangat sensitif, tepat, selektif, dan memiliki tingkat otomatis yang tinggi, sehingga lebih sederhana dalam pengoperasiannya
(Macrae 1988).
Disamping itu, HPLC banyak digunakan untuk analisis karena kemudahan injeksi, deteksi, dan pengolahan data serta dapat digunakan untuk berbagai macam sampel
seperti sampel cairan, padatan yang dilarutkan, terhadap pemanasan.
maupun sampel yang labil
Modern HPLC telah banyak diaplikasikan seperti
pemisahan, identifikasi, pemurnian, dan penghitungan komponen yang bervariasi. Menurut Adamson et al (1999) HPLC merupakan metode yang efektif untuk mendeteksi dan menghitung komponen fenol dan metode ini telah digunakan secara luas. HPLC telah digunakan dalam menghitung prosianidin dalam kakao dan coklat. Dalam penelitian lain Mark et al 2005 mengungkapkan bahwa HPLC merupakan metode yang telah banyak digunakan untuk analisis kuantitatif senyawa polifenol seperti flavanol dan proantosianidin.
METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biokimia dan Laboratorium Kimia Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Laboratorium Kimia PAU Pangan dan Gizi IPB, Laboratorium Kultur Jaringan Bagian Patologi dan Laboratorium Terpadu Fakultas Kedokteran Hewan IPB Bogor, serta Klinik Farfa Darmaga. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2006 sampai Maret 2007. Bahan dan Alat
Bahan Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah bubuk kakao lindak bebas lemak non fermentasi. Bubuk kakao ini diperoleh dari Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia di Jember. Bahan lain yang digunakan adalah gula pasir, air panas, dan susu bubuk skim. Bahan kimia:
Asam askorbat, 2,4-dinitrofenilhidrazin (DNPH), H2SO4
65%, metanol pro-analisis, 2,2-diphenyl-1-pycrilhydrazyl (DPPH), aquabides, NaCl 0,9%-NaHCO 3, CuSO4, pereaksi polin, albumin serum sapi, 1,1,3,3tetraetoksipropana (Sigma), asam tiobarbiturat (TBA), buffer fosfat pH3, dan 1butanol. Standar flavonoid katekin (Sigma), alkohol 90%, etanol 95%, metanol, HPLC, air bebas ion, dan enzim ß-glukoronidase/sulfatase from Helix Pomatia type HP-1 (G 7017, Sigma)
Alat Alat–alat: tabung vacutainer steril, mikropipet, penangas air, lemari es, gelas piala, vortek, sentrifuse (JOUAN, tipe CR 412), laminar air flow (Holten Laminar air tipe HV 2472), spektrophotometer (Shimadzu), lemari pendingin, mikroplate reader (BIO-RAD, Benchmark), kuvet, alat pengukur pH, HPLC (Shimadzu CLASS-VP V6.12SP2) dengan kolom C18 (3,9 x 150 mm, 4 µm) dengan detektor UV pada panjang gelombang 280 nm, inkubator, gelas ukur, dan labu takar
Peralatan sekali pakai yang digunakan adalah syringe 50 ml (terumo), syringe 3 ml, tabung sentrifuse steril 15 dan 50 ml sekali pakai (corning), lempeng mikro 96 sumur (corning), repeater (eppendorf), dispenser tip (marsh), dan tabung vacutainer ukuran 9 ml.
Metode Penelitian
Pembuatan Minuman Bubuk Kakao Lindak Bebas Lemak Minuman bubuk kakao dibuat dari
4 gram bubuk kakao bebas lemak
ditambahkan 2 gram gula dan 2 gram susu bubuk skim kemudian dilarutkan dalam 100 ml air panas. Minuman ini selanjutnya diberi nama mi numan bubuk kakao lindak bebas lemak. Sedangkan minuman untuk kelompok kontrol dibuat dari 2 gram susu bubuk skim ditambah 2 gram gula kemudian dilarutkan dalam 100 ml air panas tanpa penambahan bubuk kakao lindak bebas lemak. Minuman ini selanjutnya diberi nama minuman kontrol.
Minuman bubuk kakao lindak
bebas lemak maupun minuman kontrol diminum oleh responden dalam keadaan hangat.
Penyiapan minuman bubuk kakao bebas lemak dilakukan bersama
dengan tim (Erniati 2007; Kusumantias 2007; Amri 2007; Hasanah 2007).
Persiapan Responden Kriteria seleksi responden yang terlibat dalam penelitian ini antara lain: berjenis kelamin perempuan atau mahasiswi Institut Pertanian Bogor, umur 22-27 tahun, sehat atau tidak menderita penyakit yang serius berdasarkan tes dokter yang ditunjuk, bertempat tinggal di lokasi yang sama, dan bersedia menandatangani informed konsent. Pemeriksaan kesehatan terhadap responden dilakukan oleh seorang dokter di Klinik Farfa Darmaga Bogor. Pemeriksaan kesehatan dilakukan sebelum dan sesudah intervensi. Jumlah responden yang terlibat dalam penelitian ini adalah 18 orang yang dibagi dalam dua kelompok masing-masing beranggotakan 9 orang. Kelompok pertama atau kelompok kakao adalah kelompok yang diintervensi untuk meminum minuman bubuk kakao lindak bebas lemak. Kelompok kedua atau kelompok kontrol adalah kelompok yang diintervensi untuk minum minuman
yang terbuat dari 2 gram gula ditambah susu yang dilarutkan dalam 100 ml air. panas. Penyiapan responden dilakukan bersama-sama dengan tim (Erniati 2007; Kusumantias 2007; Amri 2007; Hasanah 2007).
Pelaksanaan Intervensi (Nurrahman et al 1999) Intervensi dilaksanakan selama 25 hari di rumah indekos mahasiswi di kompleks perumahan IPB II Sindang Barang. Pelaksanaan intervensi dilakukan setiap hari pada jam 07.00 - 08.00 WIB. Setiap responden pada kelompok kakao diintervensi untuk meminum minuman bubuk kakao yang telah disediakan. Sama halnya dengan kelompok kontrol diintervensi untuk minum minuman yang diperuntukkan untuk kelompok kontrol. Minuman bubuk kakao disiapkan setiap hari oleh peneliti yang sekaligus mengawasi responden meminum minuman bubuk kakao dan susu.
Semua responden mendapat sarapan pagi sebelum
mengkonsumsi minuman bubuk kakao dan makan malam dengan menu yang seragam. Seminggu sekali selama pelaksanaan intervensi dilakukan diskusi yang melibatkan seluruh responden mengenai penelitian dan kesehatan umum. Sebelum pelaksanaan intervensi juga dilakukan penandatanganan surat perjanjian (Informed consent) (Lampiran 1) dan wawancara terhadap responden dengan format kuisioner standar (Lampiran 2).
Kuisioner tersebut berisi
pertanyaan-pertanyaan mengenai status sosial ekonomi, pengetahuan tentang pangan, pola konsumsi, dan kebiasaan membeli makanan jajanan.
Pengukuran Status Gizi (Nurrahman et al 1999) Pengukuran status gizi responden dilakukan secara antropometri yang meliputi tinggi badan (TB) dan berat badan (BB).
Penggolongan status gizi 2
menurut “body mass index” (BMI) dengan satuan Kg/m , yaitu: BMI = BB/TB2 Dimana: BMI < 17,0, kekurangan berat badan tingkat berat BMI 17,0 – 18,4, kekurangan berat badan tingkat ringan BMI 18,5 – 25,0, normal BMI 25,1 – 27,0, kelebihan berat badan tingkat ringan BMI > 27,0, kelebihan berat badan tingkat berat
Pengambilan Darah Pengambilan darah dilakukan sebelum dan sesudah responden mengalami intervensi dengan meminum minuman bubuk kakao.
Pengambilan darah
dilakukan di Klinik Farfa Dramaga pada jam 07.00-08.00 pagi oleh seorang asisten transfusi darah. Darah diambil sebanyak 35 ml dengan menggunakan jarum precisionglide
TM
steril sekali pakai, kemudian di masukkan ke dalam
tabung vacutainer steril yang mengandung antikoagulan. Darah yang diambil dibawa ke Laboratorium Kultur Jaringan Bagian Patologi FKH IPB untuk pemisahan plasmanya.
Plasma Darah Darah yang telah dimasukkan dalam tabung vacutainer steril yang mengandung antikoagulan dilakukan pemisahan komponen seluler dengan sentrifugasi sampel darah pada 514 g
selama 5 menit dengan menggunakan
sentrifus dengan rotor swing. Bagian darah yang lebih berat (sel darah merah) berada di bagian bawah, sedangkan plasma darah terpisah ke bagian atas. Plasma darah diambil atau dipisahkan dengan mikropipet kemudian dimasukkan ke dalam tabung sentrifus yang telah disiapkan. Analisis Vitamin C (Zakaria et al 1996) Asam askorbat sebanyak 1 gram dilarutkan dalam 1 liter TCA 5% larutan stok. Selanjutnya membuat larutan standar dengan cara mengambil 2 ml larutan stok untuk diencerkan sampai 100 ml dengan TCA 5%. Dari larutan standar dibuat kurva standar dari konsentrasi 1 mg/l sampai 12 mg/l. Sebanyak 500 µl plasma, blanko dan standar dicampur dengan 100 µl larutan DNPH dengan cara divortek, selanjutnya diinkubasi suhu 37°C selama 4 jam. Kemudian ditambah 750 µl H2SO4 65% dan didiamkan selama satu jam di dalam ruang gelap. Selanjutnya disentrifus dengan kecepatan 704 g selama 10 menit, absorbansinya dibaca dengan spektrophotometer pada panjang gelombang 520 nm.
Analisis Aktivitas Antiradikal Bebas Plasma dengan Metode DPPH (Modifikasi Turkmen et al 2005) Sampel plasma diambil sebanyak 1 ml menggunakan mikropipet 1 ml kemudian dimasukkan ke dalam tabung sentrifus dan ditambah kan metanol proanalisis 1 ml serta DPPH 0.2 mM sebanyak 1 ml dan dikocok. Tabung kemudian disimpan dalam ruang gelap (tanpa cahaya) selama 60 menit. Sampel di sentrifus pada 704 g selama 10 menit.
Sampel kemudian diukur menggunakan
spektrofotometer pada panjang gelombang 517 nm. Sebagai kontrol digunakan campuran larutan DPPH dan metanol. Absorbansi dari tiap sampel didapat dan aktivitas antioksidannya dihitung dengan menggunakan rumus :
% Aktivitas Antioksidan =
Absorbansi kontrol − Absorbansi sampel x 100% Absorbansi kontrol
Analisis Kadar Malondialdehida (MDA) Plasma (Modifikasi Metode Winarsi 2002; Hong et al 2000) Mula-mula
dibuat
berbagai
larutan
standar
MDA
dari
1,1,3,3-
tetraetoksipropana dengan pelarut air bebas ion dengan konsentrasi 1,25, 1,5, 1,75, 2,25 pmol/µl. Pereaksi dibuat dengan melarutkan 1,728 gram TBA (asam tiobarbiturat) dalam 100 ml buffer fosfat pH 3. Sebanyak 75 µl sampel plasma atau standar dimasukkan kedalam tabung sentrifus, kemudian ditambahkan 75 µl TCA 20% (dalam 0,6 mol/L HCl). Setelah itu didinginkan dalam lemari pendingin selama 20 menit, campuran tersebut disentrifus pada 704g selama 20 menit. Sebanyak 100 µl supernatan yang diperoleh ditambahkan 20 µl pereaksi TBA dan selanjutnya campuran tersebut dididihkan selama 30 menit.
Setelah didinginkan dengan air kran
campuran tersebut dimasukkan ke dalam sumur-sumur mikroplat 96 sumur dan absorbansinya diukur dengan menggunakan mikroplate reader pada panjang gelombang 540 nm.
Kurva standar dibuat dengan memplot nilai absorbansi
dengan konsentrasi standar. berdasarkan kurva standar.
Konsentrasi MDA plasma dapat dihitung
Analisis Diena Terkonjugasi Plasma (Zakaria et al 2001) Sampel plasma diencerkan dengan NaCL 0,9 %-NaHCO 3 1 mM sampai konsentrasi protein 10 µg/ml, kemudian dioksidasi dengan penambahan 5 µM CuSO4 (konsentrasi akhir) pada 37°C.
Pembacaan absorbansi pada 234 nm
dilakukan setiap 5 menit selama 2 jam. Kadar diena terkonjugasi dihitung dari pengukuran absorbansi (A) pada slope tangen kurva selama fase propagasi dengan koefisien molar ekstingsi ( ω ) 234 untuk diena terkonjugasi adalah 29.500 (mol/l)-1 cm-1.
Fase lag yang merupakan fase sebelum atau mulai terjadinya
oksidasi diukur dari mulai penambahan CuSO4 dengan titik perpotongan tangen fase propagasi yang diekstrapolasikan ke waktu (absis).
Fase lag dinyatakan
dengan menit. A = b.c
c = kadar dienaterkonjugasi b = tebal kuvet A = absorbansi
c=
A mol l 29.500.b
Analisis Kadar Protein Plasma (Metode Lowry 1951) Kurva standar dibuat dengan seri pengenceran albumin serum sapi (ASS) 1000 µg/ ml. yaitu 800, 600, 400, 200, 100 µg/ ml. Sebanyak 1,2 ml larutan ASS dari masing-masing pengenceran ditambahkan 6 ml CuSO 4 alkalis (dengan komposisi 1ml CuSO 4 .5H 2 O, 1 ml Na-tartarat 2 %, 98 ml Na 2 CO 3 2 % dalam 0,1 N NaOH). Untuk larutan sampel sebanyak 1.2 ml larutan sample ditambah Cu alkali. Setelah dibiarkan selama 10 menit pada suhu ruang, ke dalam setiap tabung ditambahkan 0,3 ml pereaksi folin, diaduk dan dibiarkan selama 30 menit. Pengukuran absorbansi dilakukan pada panjang gelombang 650 nm.
Kadar
protein sampel ditentukan dengan menggunakan kurva standar yang dihasilkan.
Analisa Kadar Flavonoid dalam Plasma (Metode Crespy et al 2001 dan Miean & Mohamed 2001) Persiapan Sampel. Proses persiapan sampel mengikuti prosedur Crespy et al 2001. Sampel plasma disimpan pada suhu 20o sampai sampel dianalisis lebih lanjut. Sampel plasma diasamkan hingga mencapai pH 4.9 dengan 0,1 volume asam asetat 0,58 ml/L dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 2 jam dengan penambahan ß-glucoronidase/sulfatase untuk mengubah flavonoid terkonjugasi menjadi aglikon flavonoid bebas. Protein plasma diprepisitasikan dengan cara penambahan 500 µL methanol/200 mmol/L HCL dan ekstraknya disentrifugasi selama 50 menit pada 14000 x g. Setelah ekstraksi tersebut 20 µL dari supernatan diinjeksikan dan dianalisis dengan menggunakan HPLC. Injeksi Sampel ke dalam HPLC. Proses injeksi sampel ke dalam HPLC mengikuti prosedur Miean & Mohamed 2001. Analisis HPLC dilakukan pada kondisi sebagai berikut: kolom C18 (3,9 x 150 mm, 4 µm); detektor UV pada panjang gelombang 280 nm; panjang gelombang 280 nm merupakan panjang gelombang optimal penyerapam flavonoid secara umum (Lee 2000); fase bergerak menggunakan metanol/air (50:50 v/v, pH 2.5 menggunakan asam asetat) dan laju aliran 1 mL/menit. Menurut Lee (2000), sejumlah kecil asam asetat (2-5%), asam fosfat, asam trifluoroasetat (0,1%) ditambahkan ke dalam pelarut untuk mencegah ionisasi komponen fenolik maupun karbosiklik, meningkatkan resolusi dan reprodusibilitas analisa. Kuantifikasi komponen flavonoid dilakukan dengan cara membandingkan kromatogram sampel dengan kromatogram standar yaitu katekin.
Analisis Statistik Data yang diperoleh dianalis dengan analisa statistik menggunakan uji tstudent perbandingan dua sampel pada taraf nyata 5% untuk melihat adanya pengaruh nyata konsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak sebelum dan sesudah intervensi antara kelompok perlakukan dan kelompok kontrol. Analisis data dilakukan dengan menggunakan program aplikasi statistik Minitab 14 for windows release.
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Responden Penelitian ini melibatkan 18 responden mahasiswa tingkat sarjana dan pascasarjana Institut Pertanian Bogor, berjenis kelamin perempuan, usia responden berkisar antara 18-27 tahun, dan bertempat tinggal di komplek perumahan IPB. Pemilihan responden ini didasarkan dari segi kepraktisan semata dimana
responden memiliki aktivitas yang hampir sama, semua responden
bertempat tinggal di satu kawasan yang sama sehingga menu makanan mereka relatif sama.
Dengan demikian
diharapkan responden mempunyai kebiasaan
makan dan keadaan gizinya tidak jauh berbeda. Disamping itu, pemilihan responden perempuan didasarkan pertimbangan bahwa secara emosional perempuan biasanya lebih stabil dan seragam dari segi hormon. Responden hasil seleksi dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok kakao dan kelompok kontrol yang masing-masing berjumlah 9 orang. Kelompok kakao meminum minuman bubuk kakao lindak bebas lemak selama intervensi berlangsung.
Sedangkan kelompok kontrol meminum minuman kontrol yang
terbuat dari susu skim yang ditambah sedikit gula tanpa tambahan bubuk kakao lindak bebas lemak. Sebelum menjalani intervensi seluruh responden dari kedua kelompok diminta kesediaannya untuk menandatangani informed concernt yang berisi pernyataan kesediaan menjadi responden penelitian dan memuat berbagai ketentuan selama penelitian (Lampiran 1). Di samping itu, semua responden juga harus menjalani pemeriksaan kesehatan terlebih dahulu oleh seorang dokter di Klinik Farfa Darmaga (Lampiran 2). Pemeriksaan kesehatan meliputi kesehatan fisik, denyut nadi, laju pernafasan, tekanan darah, dan suhu tubuh serta wawancara terhadap riwayat kesehatan. Hal ini dimaksudkan agar responden yang terlibat dalam penelitian ini adalah responden yang sehat dan tidak menderita penyakit yang serius.
Pemeriksaan kesehatan ini juga dilakukan
sesudah responden menjalani intervensi dengan dokter yang sama.
Hasil
pemeriksaan kesehatan baik sebelum dan sesudah intervensi menunjukkan bahwa semua responden sehat dan tidak menderita penyakit yang serius.
Bersamaan dengan pemeriksaan kesehatan, dilakukan juga pengukuran antropometri responden yang meliputi tinggi badan (TB) dan berat badan (BB)(Tabel 3). Dilihat dari nilai ” Body Mass Index” (BMI) sebelum dan sesudah intervensi, hampir semua responden memiliki status gizi normal, kecuali responden kode P4 dan P5 tergolong kelebihan berat badan tingkat ringan serta responden kode K3 tergolong dalam kekurangan berat badan tingkat ringan.
Tabel 4 Data antropometri responden sebelum dan sesudah intervensi (Kusumantias, 2007)
Responden P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 Rata-rata StDev K1 K2 K3 K4 K5 K6 K7 K8 K9 Rata-rata StDev
Hari 0 perlakuan Berat Tinggi BMI Badan badan (kg/m2) (kg) (m) 50,0 1,550 20,8 53,0 1,630 19,9 56,0 1,580 22,4 67,5 1,620 25,7 70,0 1,610 27,0 47,0 1,580 18,8 62,0 1,625 23,5 51,0 1,590 20,2 53,0 1,640 19,7
Setelah 25 hari intervensi Berat Tinggi BMI Badan badan (kg/m2) (kg) (m) 51,0 1,550 21,2 54,0 1,630 20,3 56,0 1,580 22,4 68,0 1,620 25,9 71,5 1,620 27,2 48,0 1,580 19,2 62,0 1,625 23,5 51,0 1,590 20,2 53,5 1,640 19,9
56,61 8,07
1,6028 0,0295
22,000 2,866
57,22 8,15
1,6039 0,0300
22,200 2,813
46,0 54,0 43,0 41,0 50,0 43,0 54,0 49,0 45,0
1,560 1,510 1,550 1,450 1,530 1,490 1,555 1,560 1,450
18,9 23,7 17,9 19,5 21,4 19,4 22,3 20,1 21,4
47,0 55,0 43,5 41,5 52,5 44,0 54,0 49,5 44,0
1,560 1,510 1,550 1,450 1,530 1,490 1,555 1,560 1,460
19,3 24,1 18,1 19,7 22,4 19,8 22,3 20,3 20,6
47,22 4,79
1,5172 0,0449
20,511 1,830
47,89 5,04
1,5183 0,0432
20,733 1,861
Rata-rata berat badan responden setelah intervensi sedikit mengalami peningkatan yaitu sekitar 1,23% dari berat rata-rata sebelum intervensi 51,92 kg menjadi 52,56 kg dan sesudah intervensi. Kenaikan berat badan ini diduga karena selama intervensi berlangsung semua responden selalu mengkonsumsi gula bersamaan mereka minum coklat dan susu untuk kelompok kakao dan minum
susu untuk kelompok kontrol. Selain itu selama intervensi berlangsung kebiasaan makan responden menjadi lebih baik, dimana sebelum menjadi responden mereka adalah mahasiswa indekos yang mempunyai kebiasaan makan yang kurang teratur terutama makan pagi dan makan malam. Sebaliknya selama menjalani intervensi kebiasaan makan responden menjadi teratur karena menu makan disediakan oleh peneliti.
Menu makananan yang disediakan berupa nasi sebagai sumber
karbohidrat, lauk sumber protein dan lemak, sayur dan juga buah sebagai sumber vitamin dan mineral. Heerden (2006) mengemukakan bahwa konsumsi coklat atau bubuk coklat bukanlah penyebab utama obesitas.
Dengan demikian
kenaikan berat badan responden dalam penelitian ini, tidak bisa diklaim karena pengaruh konsumsi coklat, tetapi bisa juga karena faktor yang lain. Selain itu bubuk kakao yang dikonsumsi oleh kelompok kakao pada penelitian ini adalah bubuk kakao bebas lemak sehingga kemungkinan untuk terjadinya kenaikan berat badan karena konsumsi bubuk kakao adalah kecil.
Murphy et al (2003)
menyebutkan bahwa konsumsi flavanol kakao dan oligomer prosianidin selama 28 hari oleh 32 responden tidak menyebabkan perubahan berat badan secara nyata antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Pada penelitian ini, pemberian minuman bubuk kakao lindak bebas lemak diberikan setelah responden ma kan, baik setelah makan pagi maupun setelah makan malam.
Pertimbangan ini didasarkan
pada kebiasaan para responden
dalam mengkomsumsi minuman sejenis dengan yang diberikan pada penelitian ini. Para responden biasanya mengkonsumsi minuman seperti teh, kopi, dan susu setelah selesai makan. Oleh karena itu, penelitian ini berusaha tidak mengubah kebiasaan para responden tersebut untuk menghindari bias. Dampak dari pemberiaan minuman bubuk kakao setelah responden makan mungkin menyebapkan adanya penghambatan penyerapan minuman ini di dalam tubuh salah satunya dipengaruhi oleh keberadaan serat makanan.
Disamping
memberikan manfaat terhadap kesehatan, serat makanan juga telah lama diketahui sebagai penyebab ketidaktersediaan (non-availability) beberapa mineral. Telah terbukti bahwa serat makanan mempengaruhi ketidaktersediaan biologis (nonbioavailability) dan homeostasis beberapa mineral (Harland and Oberleas, 2001).
Menurut Tew et al (1996) makanan yang kaya serat dapat menurunkan konsentrasi genistein (flavonoid dari produk soyfood) dalam plasma setelah 24 jam dan menurunkan jumlah ekskresinya dalam urin.
Dalam penelitian lain
dikatakan bahwa bentuk matrik dari senyawa flavonoid juga menentukan mudah tidaknya proses penyerapan di dalam tubuh. Senyawa flavonoid dalam bubuk kakao lindak bebas lemak sebagian dijumpai dalam bentuk monomernya. Misnawi et al 2002a mengungkapkan bahwa bubuk kakao bebas lemak terdiri dari 37% dalam bentuk monomer flavan-3-ol dan 58% dalam bentuk oligomer serta 5% sisanya berupa antosianin dan polifenol lainnya. Bentuk monomer lebih mudah diserap dalam sistem pencernaan tubuh. Untuk menjaga keseragaman asupan gizi responden selama penelitian berlangsung sehingga dapat memperkecil bias karena perbedaan asupan gizi antar responden diatasi dengan penyediaan makanan pagi dan malam oleh responden (Lampiran 3). Disamping itu penyediaan makanan selama intervensi berlangsung dimaksudkan agar terpenuhinya asupan gizi yang seimbang. Menu sarapan pagi dan makan malam yang disediakan adalah menu yang umum dikonsumsi oleh mahasiswa dimana jenis makanannya mudah diperoleh di warung yang ada di kampus atau sekitar tempat tinggal mahasiswa. Menu makan siang responden tidak disediakan oleh peneliti selama intervensi berlangsung. Pertimbangan ini diambil mengingat aktivitas responden pada siang hari berbeda-beda sehingga sangat sulit mengatur makan siang dan jajanan yang dikonsumsi oleh responden. Untuk mengatasi hal ini responden diingatkan untuk tidak mengkonsumsi beberapa jenis makanan dan minuman diantaranya: semua jenis makanan yang terbuat dari bahan coklat, minum kopi, teh, dan minuman bersoda tinggi. Larangan tersebut dimaksudkan menghindari atau memperkecil bias karena jenis makanan ini mengandung senyawa polifenol yang sama dengan minuman coklat bebas lemak yang diuji. Di samping itu, responden diminta untuk mencatat semua makanan yang mereka konsumsi pada kuesioner yang telah diberikan. Pengambilan darah responden dilakukan dua kali yaitu sebelum dan sesudah intervensi. Pengambilan darah dilakukan pada jam 07.00-08.00 WIB. Hal ini dimaksudkan agar kesehatan responden masih prima karena belum
melakukan aktivitas yang lain. Pada saat pengambilan darah tahap kedua sesudah intervensi responden yang berkode K5 tidak bisa diambil darahnya karena tidak bisa hadir sehingga data responden berkode K5 (kelompok kontrol) sesudah intervensi tidak bisa dianalisis. Namun demikian hilangnya data ini diharapkan tidak mempunyai pengaruh yang berarti terhadap data penelitian secara keseluruhan.
Kadar Vitamin C Pengukuran vitamin C (asam askorbat) plasma bertujuan melihat kapasitas antioksidan minuman bubuk kakao lindak bebas lemak dalam melindungi antioksidan gizi plasma yaitu vitamin C. Prinsip analisis dalam pengukuran ini adalah asam askorbat direaksikan dengan 2,4 DNPH dalam suasana asam hingga terbentuk
warna
kuning
merah,
lalu
intensitas
warna
diukur
dengan
spektrofotometer. Asam askorbat merupakan antioksidan larut air utama dan menjadi bagian dari pertahanan terhadap ROS di dalam plasma dan sel.
Asam askorbat
menangkap secara efektif sekaligus radikal superoksida (O2*) dan singlet oksigen (1O2). Asam askorbat dapat memutus reaksi radikal yang dihasilkan melalui peroksidasi lipid. Pada konsentrasi rendah asam askorbat dapat bereaksi langsung dengan radikal peroksil (LOO*) lalu berubah menjadi bentuk yang teroksida (Nabet 1996). Di samping itu, vitamin C berfungsi sebagai antioksidan yang bekerja secara sinergis dengan vitamin E. Vitamin E yang teroksidasi oleh radikal bebas apabila bereaksi dengan vitamin C dapat pulih kembali dengan cara mendapatkan ion hidrogen dari vitamin C (Krinsky 1992). Hasil pengukuran menunjukkan kadar rata-rata vitamin C plasma kelompok kakao dan kelompok kontrol sesudah intervensi mengalami peningkatan. Kadar rata-rata vitamin C plasma kelompok kakao meningkat secara nyata (p < 0,05) dari 4,13 mg/l menjadi 5,99 mg/l dengan selisih peningkatan sebesar 1,86 mg/l (Gambar 7).
Sebaliknya, kelompok kontrol (Gambar 8) juga mengalami
peningkatan dari 4,97 mg/l menjadi 5,11 mg/l dengan selisih peningkatan sebesar 0,13 mg/l tetapi tidak berbeda nyata (p > 0,05).
Kadar vitamin C (mg/L)
10 8 6 sebelum
4
sesudah
2 0 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 Responden
Gambar 7 Kadar vitamin C plasma kelompok kakao (n = 9) sebelum dan sesudah
Kadar vitamin C (mg/L)
intervensi.
10 8 6 sebelum
4
sesudah
2 0 K1 K2 K3 K4 K5 K6 K7 K8 K9 Responden
Gambar 8 Kadar vitamin C sel plasma kelompok kontrol (n = 9) sebelum dan sesudah intervensi Hasil pengukuran kadar vitamin C pada penelitian ini relatif mendekati kisaran normal, yaitu sekitar 4 sampai 14 mg/l. Vitamin C plasma yang kurang dari 3 mg/l merupakan petunjuk kurangnya asupan vitamin ini (Sauberlich 1984). Peningkatan kadar vitamin C plasma kelompok kakao yang berbeda nyata dengan kelompok kakao diduga karena efek konsumsi bubuk kakao lindak bebas lemak selama 25 hari. Bubuk kakao lindak bebas lemak yang dipakai dalam penelitian ini mengandung senyawa polifenol yang tinggi (Zairisman 2006). Senyawa polifenol memiliki kapasitas sebagai antioksidan (Sanbongi et al 1998). Senyawa polifenol kakao dari golongan flavonoid ini dapat berfungsi sebagai antioksidan primer. Kochhar and Rossel (1990) mengemukakan bahwa senyawa polifenol
dapat
berfungsi
sebagai
antioksidan
primer
karena
mampu
menghentikan reaksi berantai radikal bebas yang terjadi di dalam sel. Polifenol dalam bubuk kakao lindak bebas lemak diduga dapat bereaksi langsung dengan senyawa peroksida radikal yang terdapat pada membran atau di dalam sel. Dengan demikian diduga dapat melindungi vitamin C plasma sebagai antioksidan gizi sehingga kadar vitamin C tetap tinggi. Hughes & Wilson (1977) menyatakan model interaksi antara flavonoid dan asam askorbat adalah flavonoid dapat meningkatkan daya serap vitamin C oleh tubuh, menjaga stabilitas vitamin C, dan mereduksi dehidroaskorbat menjadi askorbat. Dalam penelitian lain disebutkan bahwa mekanisme antioksidan flavonoid dalam melindungi vitamin C adalah : (1) beberapa senyawa flavonoid bertindak sebagai antioksidan bagi vitamin C, (2) memperlambat konversi asam askorbat menjadi asam dehidroaskorbat, (3) mengkelat tembaga dan metal lainnya sehingga dapat mengurangi oksidasi terhadap asam askorbat, dan (4) mekanisme perlindungan lainnya adalah kemampuan flavonoid bertindak sebagai aseptor radikal bebas sejak terbentuknya radikal bebas yang merupakan fase penting dalam oksidasi asam askorbat (Middleton et al 2000). Menurut Fraga et al 2005 konsumsi coklat yang kaya dengan kandungan senyawa flavanol dapat meningkatkan kadar vitamin E responden pemain sepak bola yunior sebesar 12%. Sementara itu, vitamin C memiliki efek sinergis dengan vitamin E dimana vitamin C dapat memulihkan vitamin E yang terserang oleh radikal bebas. Dengan demikian adanya peningkatan terhadap vitamin E diduga juga dapat meningkatkan vitamin C. Hal ini dapat dilihat dari adanya peningkatan kadar vitamin C plasma kelompok kakao secara nyata (p < 0,05) setelah intervensi. Peningkatan kadar vitamin C kelompok kakao dan kelompok kontrol setelah menjalani intervensi diduga juga karena pola makan dan pengetahuan gizi responden membaik.
Selama intervensi berlangsung setiap makan pagi dan
makan malam responden selalu mengkonsumsi sayur dan kadang-kadang juga disediakan buah, sebaliknya sebelum intervensi, konsumsi sayur
responden
kurang teratur. Zakaria et al (1996) mengemukakan bahwa sayuran dan buahbuahan yang kaya dengan vitamin E dan C dapat berfungsi sebagai antioksidan tubuh. Di samping itu, selama intervensi berlangsung responden mengurangi
konsumsi makanan jajanan karena kebutuhan makan pagi dan makan malam telah disediakan oleh peneliti. Menurut Fardiaz (1993) makanan jajanan mengandung bahan-bahan pencemar seperti mikroorganisme, pestisida, logam berat, zat pewarna, zat pemanis, dan zat pengawet.
Konsumsi makanan jajanan yang
tercemar bahan kimia berpotensi menaikkan pembentukan senyawa radikal dalam tubuh konsumen (Zakaria 1996).
Kadar Malondialdehida (MDA) Plasma MDA merupakan produk peroksidasi lipid.
Analisis kadar MDA dapat
digunakan sebagai salah satu parameter untuk mengevaluasi sejauh mana terjadi kerusakan sel karena reaksi radikal bebas.
Kadar MDA yang rendah
menunjukkan adanya penghambatan oleh suatu antioksidan. Prinsip analisis pada pengukuran ini adalah MDA dapat melakukan reaksi penambahan nukleofilik dengan asam tiobarbiturat (TBA) membentuk senyawa MDA-TBA. Senyawa ini berwarna merah jambu yang dapat diukur intensitas warnanya dengan menggunakan spektrofotometer.
Senyawa 1,1,3,3-tetratoksipropan merupakan
prekusor malondialdehid sehingga dapat digunakan sebagai larutan standar. Hasil pengukuran menunjukkan kadar rata-rata MDA plasma kelompok kakao dan kelompok kontrol sesudah intervensi mengalami penurunan. Kadar rata-rata MDA plasma kelompok kakao menurun secara nyata (p < 0,05) dari 0,93 µmol/l menjadi 0,59 µmol/l dengan selisih penurunan sebesar 0,33 µmol/l (Gambar 8).
Sebaliknya, kelompok kontrol (Gambar 9) juga mengalami
penurunan dari
0,71 µmol/l menjadi 0,58 µmol/l dengan selisih penurunan
sebesar 0,12 µmol/l tetapi tidak berbeda nyata (p > 0,05). NilaiMDA(mikromol/liter)
1,4 1,2 1 0,8 sebelum
0,6
sesudah
0,4 0,2 0 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 Responden
Gambar 9 Kadar MDA plasma kelompok kakao (n = 9) sebelum dan sesudah intervensi.
Nilai MDA (mikromol/liter)
1,4 1,2 1 0,8 0,6
sebelum
0,4
sesudah
0,2 0 K1
K2 K3 K4 K5 K6
K7 K8 K9
Responden
Gambar 10 Kadar MDA plasma kelompok kontrol (n = 9) sebelum dan sesudah Intervensi
Penurunan kadar MDA plasma kelompok kakao diduga karena efek dari konsumsi minuman bubuk kakao lindak bebas lemak selama 25 hari. Bubuk kakao lindak bebas lemak yang dikonsumsi oleh kelompok kakao mengandung senyawa polifenol yang tinggi (Zairisman 2006).
Dalam penelitian lain
disebutkan bahwa kandungan polifenol total dalam bubuk kakao lebih tinggi bila dibandingkan dengan anggur, teh hitam, dan teh hijau (Lee et al 2003). Sanbongi et al (1998) menyatakan bahawa senyawa polifenol memiliki kapasitas antioksidan. Dalam hal ini senyawa polifenol kakao yaitu dari golongan senyawa flavonoid dapat berfungsi sebagai antioksidan primer. Kochhar and Rossel (1990) mengemukakan bahwa senyawa polifenol dapat bertindak sebagai antioksidan primer karena mampu menghentikan reaksi berantai radikal bebas yang terjadi di dalam sel.
Polifenol dalam bubuk kakao lindakbebas lemak akan bereaksi
langsung dengan senyawa peroksida radikal yang terdapat pada membran atau di dalam sel. Dengan demikian dapat menurunkan kadar MDA yang merupakan produk oksidasi asam lemak karena radikal bebas. Hasil penelitian ini juga didukung oleh penelitian Erniati (2007) yang menyebutkan bahwa konsumsi minuman bubuk kakao lindak bebas lemak setelah 25 hari secara nyata dapat menurunkan kadar MDA sel limfosit. Penelitian lain yang dilakukan oleh Amri (2007) menyebutkan bahwa komsumsi minuman kakao lindak bebas lemak dapat me nurunkan kadar MDA sel eritrosit. Disamping itu, penelitian Hasanah (2007) juga menyebutkan bahwa konsumsi minuman bubuk
kakao lindak bebas lemak dapat menurunkan aktivitas enzim detoksifikasi yang bersifat oksidatif yaitu enzim sitokrom P-450 pada eritrosit maupun plasma responden. Hasil pengukuran ini memperkuat hasil temuan Fraga et al (2005) yang menyatakan bahwa konsumsi coklat yang kaya dengan kandungan senyawa flavanol dapat menurunkan kadar MDA responden pemain sepak bola yunior sebesar 12%. Penurunan kadar MDA pada kelompok kontrol yang tidak mengkonsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak secara statistik dengan uji t tidak berbeda nyata diduga karena perubahan pola makan responden menjadi lebih teratur terutama dalam mengkonsumsi buah dan sayur serta pengetahuan responden tentang gizi menjadi lebih baik. Zakaria (1996) mengemukakan bahwa sayuran dan buah-buahan kaya dengan vitamin E dan C yang dapat berfungsi sebagai antioksidan bagi tubuh.
Selain itu selama intervensi berlangsung, konsumsi
makanan jajanan dikurangi karena kebutuhan makan pagi dan makan malam telah disediakan oleh peneliti. Menurut Fardiaz (1993), makanan jajanan mengandung bahan-bahan pencemar seperti mikroorganisme, pestisida, logam berat, zat pewarna, zat pemanis, dan zat pengawet. Zakaria et al (1996) menyatakan bahwa konsumsi makanan jajanan yang tercemar bahan kimia berpotensi menaikkan pembentukakan senyawa radikal dalam tubuh konsumen. Dalam penelitian lain dilaporkan bahwa komponen bioaktif dalam jahe dapat menurunkan kadar MDA sel limfosit baik secara in vitro maupun secara in vivo dengan menggunakan responden manusia (Zakaria et al 2003).
Aktifitas Antiradikal Bebas Plasma Antioksidan merupakan senyawa yang dapat melindungi sistem biologis tubuh melawan efek-efek yang potensial dari proses atau reaksi yang dapat menyebabkan oksidasi berlebihan (Papas 1991). Pengujian ini bertujuan melihat sejauh mana pengaruh konsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak jenis lindak terhadap aktivitas antiradikal bebas plasma melalui
pengukuran aktivitas antiradikal bebas dengan menggunakan radikal
bebas stabil DPPH. Prinsip dari pengujian ini adalah mereaksikan radikal bebas
DPPH dengan antioksidan tubuh yang dapat diukur dari perubahan warna ungu DPPH menjadi warna kuning (Mello et al 2005).
Oleh karena itu semakin
tingginya kapasitas antioksidan dapat dilihat dari semakin pudarnya warna ungu yang dihasilkan. Hasil pengukuran menunjukkan kadar rata-rata anti radikal bebas plasma kelompok kakao dan kelompok kontrol sesudah intervensi peningkatan.
mengalami
Kadar rata-rata anti radikal bebas plasma kelompok kakao
meningkat secara nyata (p < 0,05) dari 26,43% menjadi 42,28% dengan selisih peningkatan sebesar 15,85% (Gambar 11).
Sebaliknya, kelompok kontrol
(Gambar 12) juga mengalami peningkatan dari 33,55% menjadi 37,39% dengan
80 70 60 50 (%)
Aktivitas Antiradikal Bebas
selisih peningkatan sebesar 3,84% tetapi tidak berbeda nyata (p > 0,05).
40
sebelum
30
sesudah
20 10 0 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 Responden
Aktivitas Antiradikal Bebas (%)
Gambar 11 Aktivitas antiradikal bebas plasma kelompok kakao (n = 9) sebelum dan sesudah intervensi 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
sebelum sesudah
K1 K2 K3 K4
K5
K6
K7 K8
K9
Responden
Gambar 12 Aktivitas antiradikal bebas plasma kelompok kontrol (n = 9) sebelum dan sesudah intervensi
Peningkatan aktivitas antiradikal bebas plasma kelompok kakao yang berbeda dengan kelompok kontrol sesudah mengkonsumsi minuman bubuk kakao lindak bebas lemak selama 25 hari diduga karena aktivitas antioksidan dari bubuk kakao. Bubuk kakao lindak bebas lemak dari Balai Penelitian Kakao dan Kopi di Jember mengandung senyawa polifenol yang tinggi (Zairisman 2006). Senyawa polifenol ini akan bertindak sebagai antioksidan primer yang mampu menahan serangan radikal bebas DPPH. Hal ini ditunjukkan oleh adanya peningkatan anti radikal bebas kelompok kakao di banding kelompok kontrol. Hasil penelitian ini juga didukung oleh hasil penelitian Erniati (2007) yang menyebutkan bahwa konsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak setelah 25 hari secara nyata dapat meningkatkan antiradikal bebas sel limfosit. Penelitian lain yang dilakukan oleh Amri (2007) menyebutkan bahwa komsumsi minuman bebas lemak jenis lindak dapat meningkatkan anti radikal bebas sel eritrosit. Hasil penelitian ini juga memperkuat temuan Osman & Nasarudin (2003) yang menyebutkan bahwa ekstrak kakao dari the cocoa shoot (kakao yang telah berkecambah) mempunyai aktivitas antioksidan yang sama dengan teh hijau. Dalam
penelitiannya,
membandingkan potensi
mereka
melakukan
ektrak
terhadap
kakao
dan
antioksidanya dengan antioksidan pada teh hijau.
Temuan dalam penelitian ini juga memperkuat simpulan Wollgast & Anklam 2000) yang mengemukakan bahwa polifenol biji kakao memiliki aktivitas antioksidan yang sangat baik dalam
menangkal radikal bebas sehingga
bermanfaat bagi tubuh. Peningkatan aktivitas antiradikal bebas plasma oleh polifenol kakao diduga karena senyawa polifenol yang terkandung dalam minuman bubuk kakao bebas lemak dapat masuk ke dalam sirkulasi darah dan selanjutnya masuk ke dalam plasma. Pada tubuh kita flavonoid akan bersikulasi dalam plasma (Grassi et al 2006). Mekanisme peningkatan aktivitas antiradikal bebas plasma diduga melalui aktivitas antioksidan primer dimana senyawa polifenol dalam bubuk kakao yang terdapat pada plasma akan beraksi secara langsung dengan senyawa radikal DPPH yang dapat terukur berdasarkan perubahan warna DPPH yang terjadi.
Analisis Diena Terkonjugasi Analisis diena terkonjugasi bertujuan melihat kapasitas antioksidan bubuk kakao bebas lemak jenis lindak dalam menahan oksidasi LDL plasma melalui pengukuran diena terkonjugasi selama oksidasi plasma oleh CuSO4.
Diena
terkonjugasi adalah produk antara dari lipid yang teroksidasi. Diena terkonjugasi menyerap sinar pada panjang gelombang UV 234 nm, sehingga dapat dibuat kurva oksidasi antara lamanya waktu oksidasi dengan kadar diena terkonjugasi yang terbentuk. Larutan yang mengandung antioksidan biasanya memiliki fase lag sebelum terjadinya lonjakan diena terkonjugasi. Sehingga semakin lama fase lag mengindikasikan semakin tingginya kapasitas antioksidan larutan tersebut. Dalam analisis ini plasma dioksidasi dengan CuSO4. Perhitungan fase lag dimulai sejak penambahan CuSO4 hingga titik perpotongan fase propagasi terhadap sumbu absis/waktu (Gambar 13 dan 14). Dengan demikian semakin lama fase lag mencerminkan kemampuan antioksidan dalam menahan terjadinya
n mol dienaterkonjugasi/mg protein plasma
oksidasi lipid. 250 200
Fase lag
150
P2-0 hr (kelompok kakao) P2-25 hr K1-0 hr (kelompok kontrol)
100
K1-25hr
50
0 0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
200
Waktu (menit)
n mol dienaterkonjugasi/mg protein plasma
Gambar 13 Kurva oksidasi plasma seorang subjek dari kelompok kakao (P2) dan kelompok kontrol (K1) sebelum dan sesudah intervensi 250 200
P3-0 hr (kel. kakao)
Fase lag
150
P3-25 hr K9-0 hr (kel. kontrol)
100
K9-25hr
50 0 0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
200
Waktu (menit)
Gambar 14 Kurva oksidasi plasma seorang subjek dari kelompok kakao (P3) dan kelompok kontrol (K9) sebelum dan sesudah intervensi
Sesudah intervensi rata-rata fase lag plasma kelompok kakao (Gambar 14) mengalami peningkatan dari 46,67 menit menjadi 50,56 menit dengan selisih peningkatan sebesar 3,89 menit, begitu pula kelompok kontrol (Gambar 15) juga mengalami peningkatan dari
45 menit menjadi 48,75 menit dengan selisih
peningkatan sebesar 3,75 menit. Kelompok kakao memperlihatkan selisih yang lebih besar dibandingkan kelompok kontrol.
Phase lag (menit)
60 50 40 30
Sebelum
20
Sesudah
10 0 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 Responden
Gambar 15 Rata-rata nilai fase lag oksidasi diena terkonjugasi plasma kelompok
Phase Lag (menit)
kakao (n = 9) sebelum dan sesudah intervensi
70 60 50 40 30 20 10 0
Sebelum Sesudah
K1 K2 K3 K4 K5 K6 K7 K8 K9 Responden
Gambar 16 Rata-rata nilai fase lag oksidasi diena terkonjugasi plasma kelompok kontrol (n = 9) sebelum dan sesudah intervensi
Peningkatan fase lag pada kelomok kakao lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol diduga karena aktivitas antioksidan plasma yang berasal dari flavonoid bubuk kakao bebas lemak. Bubuk kakao lindak bebas lemak dari Balai
Penelitian Kakao dan Kopi di Jember yang digunakan pada percobaan ini mengandung senyawa polifenol yang tinggi (Zairisman 2006). Senyawa polifenol ini akan bertindak sebagai antioksidan dalam melindungi LDL plasma dari kerusakan oksidasi. Hasil temuan ini memperkuat simpulan Mathur et al 2002 mengungkapkan bahwa produk kakao dapat menurunkan low density lipoprotein (LDL) dari berbagai oksidator dengan memperpanjang waktu lagnya. Dalam penelitian lain Fraga et al (2005) menyebutkan bahwa konsumsi flavanol yang terkandung dalam coklat susu telah terbukti mampu mengurangi kolesterol plasma, LDL, MDA dan meningkatkan vitamin E dan plasma darah responden yang berprofesi sebagai pemain sepak bola. Peningkatan fase lag oksidasi diena terkonjugasi plasma oleh flavonoid kakao diduga karena senyawa flavonoid yang terkandung dalam minuman bubuk kakao lindak bebas lemak dapat masuk dalam sirkulasi darah dan selanjutnya berada dalam plasma. Menurut Peterson & Dwyer (2000) flavonoid sangat cepat disirkulasikan dalam tubuh.
Katekin diserap dan muncul di plasma antara 1
sampai 2 jam setelah komsumsi. Dengan demikian selama dalam plasma flavonoid diduga melindungi LDL dari berbagai kerusakan yang disebabkan oleh radikal bebas.
Analisis Flavonoid dalam Plasma Analisis flavonoid ini bertujuan untuk melihat ketersediaan hayati (bioavailabilitas) flavonoid dalam plasma.
Menurut Zakaria et al (2000)
bioavailabilitas adalah pengukuran kuantitatif terhadap kegunaan zat gizi pada kondisi spesifik dalam membantu proses pertumbuhan struktur dan fisiologis organisme normal.
Pengukuran bioavailabilitas dari suatu bahan pangan
merupakan cara untuk mengetahui nilai biologi dan evaluasi nilai gizinya serta untuk menunjukkan daya cernanya sehingga dapat dimanfaatkan oleh organisme yang me ngkonsumsinya. Analisis flavonoid pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan HPLC. Flavonoid dalam bahan pangan biasanya dalam bentuk aglikon, yaitu flavonoid yang tidak terikat dengan gugus gula. Flavonoid dalam bentuk aglikon merupakan jenis data yang dibutuhkan oleh praktisi kesehatan untuk mengembangkan hubungan antara asupan flavonoid dengan status
kesehatan (Merken et al 2001). Dalam penelitian ini flavonoid dalam bentuk terglukoronidasi karena telah mengalami proses penyerapan dalam tubuh. Sejumlah laporan mengenai penyerapan dan konversi metabolik dari flavonoid memperkirakan bahwa flavonoid dapat masuk ke dalam sirkulasi darah dalam bentuk yang telah terglukoronidasi kemudian tersulfatasi dalam hati serta termetilisasi dalam hati dan ginjal (Azuma et al 2002). Oleh sebab itu dalam proses analisis perlu dilakukan langkah-langkah dekonjugasi sehingga didapatkan flavonoid dalam bentuk aglikon. Penelitian lain menyebutkan bahwa komponen fenolik yang mempunyai kemampuan mereduksi tinggi diserap terutama dalam bentuk terglukoronidasi, yaitu 96,5% ± 4.6 dari jumlah yang diserap (Spencer et al 1999).
Sehingga sampel plasma pada analisis ini ditambah enzim ß-
glukoronidase/sulfatase
untuk
membebaskan
flavonoid
yang
telah
terglukoronidasi maupun tersulfatasi menjadi bentuk aglikon bebasnya. Standar yang digunakan untuk mengidentifikasi flavonoid pada penelitian ini adalah katekin. Katekin merupakan monomer flavonoid yang telah dipelajari lebih luas (Peterson & Dwyer
2000).
Hasil injeksi
standar dengan HPLC
menghasilkan atau mendeteksi 3 komponen (Tabel 5).
Kromatogram HPLC
terhadap standar dapat dilihat pada Lampiran 8.
Tabel 5 Komponen standar katekin yang dideteksi dengan HPLC No.
Waktu retensi
1 2 3
Luas area
Konsentrasi
1,108
3060183
0,98654
2.250
44051
0,01215
3.042
2303
0,0131
Tabel 6 menunjukkan bahwa kedua kelompok memiliki waktu retensi yang mirip dengan waktu retensi standar. Rata-rata waktu retensi komponen kelompok kakao sebelum dan sesudah intervensi masing-masing 1,046 dan 1,093. Demikian pula dengan kelompok kontrol masing 1,025 dan 1,104. Waktu retensi kedua kelompok ini mirip dengan waktu retensi standar yaitu 1,108. Di samping waktu retensi
yang
mirip
kromatogram
HPLC
dari
kedua
memperlihatkan bentuk puncak yang mirip (Lampiran 9-12).
kelompok
juga
Tabel 6 Komponen plasma yang diduga komponen flavonoid (katekin) dari kelompok kakao dan kelompok kontrol sebelum (0 hr) dan sesudah (25 hr) intervensi No.
Responden
Waktu
Waktu
Kelompok
retensi
retensi
kakao
(0 hr)
(25 hr)
1
P1
2
P2
3
P3
4
P4
5
P5
6
P6
7
P7
8
P8
9
P9
No.
Luas area
Luas area
(0) hari
(25 hari)
1,083
1,042
6439309
19286036
1,067
1,1
11932108
19856173
1,008
1,1
9422571
16758944
1,025
1,1
12072956
18836518
1,075
1,1
9782950
10271117
1
1,1
8491792
9727095
1,042
1,1
13602206
13171028
1,058
1,1
10819097
16251760
1,058 Waktu
1,1 Waktu
7918385
19362074
Responden Kelompok
retensi
retensi
kontrol
(0 hr)
(25 hr)
1
K1
2
K2
3
K3
4
K4
5
K5
6
K6
7
K7
8
K8
9
K9
Ditemukannya
Luas area
Luas area
(0) hari
(25 hari)
1,008
1,1
8552580
12137393
1,025
1,1
19097177
15746117
1,017
1,1
12118503
12348477
1,025
1,1
13838967
17575825
1,017
11928310
1,075
1,108
9522312
21605016
1,017
1,108
9197059
20716334
1,042
1,117
7500914
14548392
1
1,108
7950157
22583589
komponen pada kedua kelompok yang memiliki waktu
retensi dan puncak yang identik dengan komponen pada standar mengindikasikan bahwa di plasma juga terdapat komponen standar yaitu katekin. Pada manusia, flavonoid akan bersikulasi dalam plasma yang terdapat sebagai glukoronida, metil, dan sulfat konjugat atau kombinasi dari ketiganya yang merupakan hasil reaksi enzim fase I dan fase II terutama dalam usus halus dan hati menyatakan
bahwa bioavailabilitas flavonoid pada manusia berkisar antara 1-26 % (Azuma et al 2002; Grassi et al 2006). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa flavonoid bubuk kakao lindak bebas lemak yang digunakan dapat diserab dan masuk ke dalam plasma. Beberapa penelitian mengenai bioavailabilitas flavonoid menunjukkan bahwa flavonoid cepat disirkulasikan dalam tubuh.
Crespy et al (2001)
melaporkan bahwa 24 jam setelah awal pemberian makanan, konsentrasi phloretin salah satu jenis flavonoid telah mencapai baseline. Kondisi ini mengindikasikan bahwa komponen tersebut sangat cepat diekskresikan melalui urin. Zhu et al (2005) yang menyatakan bahwa komponen epikatekin dan katekin dari flavonoid telah dapat dideteksi di dalam plasma setelah 1 jam mengkonsumsi minuman yang mengandung kedua komponen tersebut. Hasil pengukuran menunjukkan kadar katekin plasma kelompok kakao dan kelompok kontrol sesudah intervensi mengalami peningkatan. Kadar rata-rata katekin plasma kelompok kakao meningkat secara nyata (p < 0,05) dari 2,34 µg/ml menjadi 5,14 µg/ml dengan selisih peningkatan sebesar 1,89 µg/ml Sebaliknya, kelompok kontrol juga cenderung meningkat dari
3,57 µg/ml
menjadi 5,45 µg/ml dengan selisih peningkatan sebesar 1,87 µg/ml. Adanya peningkatan kadar katekin pada kelompok kakao ini diduga berasal dari bubuk kakao bebas lemak yang dikonsumsi. Sedangkan adanya flavonoid pada kelompok kontrol diduga berasal dari makanan yang dikonsumsi. Menurut Stavric & Matula (1992), saat mengkonsumsi makanan, hampir tidak mungkin untuk menghindar dari mengkonsumsi flavonoid. Flavonoid dapat ditemukan pada buah-buahan maupun sayur-sayuran.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Konsumsi minuman bubuk kakao lindak bebas lemak setiap hari selama 25 hari berpengaruh nyata dalam meningkatkan aktivitas antioksidan plasma manusia yang meliputi meningkatnya kadar vitamin C plasma, meningkatnya antiradikal bebas dengan metode DPPH, menurunnya nilai MDA plasma, dan cenderung memperpanjang
phase lag diena terkonjugasi.
Di samping itu, konsumsi
minuman bubuk kakao bebas lemak memperlihatkan adanya ketersediaan hayati (bioavailabilitas) flavonoid dalam plasma darah manusia. Dengan meningkatnya sistem antioksidan plasma, maka dapat disimpulkan bahwa konsumsi minuman bubuk kakao lindak bebas lemak varietas lokal berkhasiat bagi kesehatan.
Saran 1. Perlu dilakuka n pe nelitian lanj uta n te nta ng a. pengaruh mi numa n b ub uk ka kao bebas lema k terhadap a ntio ksidan gizi lain seperti vita min A da n vita mi n E b. me ka nis me se nyawa flavonoid dari bub uk kakao bebas le ma k dalam melind ungi a ntio ksidan plas ma dari seranga n radikal bebas (secara in vitro) 2. Perlu disosialisasikan kepada masyarakat bahwa mengkonsumsi minuman bubuk kakao bermanfaat bagi kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA Abdille MdH, Singh RP, Jayaprakasha GK, dan Jena, B.S. 2004. Antioxidant activity of the extracts from dillenia indica fruits. Food Chemistry 90 (2005) 891– 896. Adamson, G.E., Lazarus, S.A., and Mitchell, A.E. 1999. HPLC method for the quantification of procyanidin in cocoa and chocolate samples and correlation to total antioxidant capacity. Journal of Agriculture and Food Chemistry, 47, 4184-4188. Almatsier, S. 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT. Jakarta.Gramedia Pustaka Utama. Amin I, Koh BK, Asmah R. 2004. Effect of cocoa liquor extracts on tumor marker enzymes during chemical hepatocarcinogenesis in rat. J. Med Food 7 (1): 7-12 Amri E. 2007. Pengaruh konsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak terhadap sifat antioksidatif eritrosit manusia [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Azuma K, Katsunari Ippousshi, Hidekazu Ito, Hisao Higashio, and Junji Terao. 2002. Combination of-lipids and emulsifiers enhance the absorbtion of orallyadministered quercetin in rats. J. Agric Food Chem. 50:1706-1712 Boileau TWM, Mare, and Erdman Jr. 1997. Carotenoids and vitamin A. Di dalam Papas AM, editor. Antioxidants Status, Diet, Nutrition, and Health. London: CRC Press London. hlm 133-158 [CIC] Chocolate Information Center. 2001. Polyphenol explained, Mars Incorporated Cheney SL. 1999. Analysis and nutrient database. Di dalam: Knight I, Editor. Chocolate and Cocoa, Health and Nutrition. USA: Blackwell Science Ltd. Hal 63-75 Cillard J, Cillard P, Cormier M. 1980. Effect of experimental factor on the prooxidants behavior of tochoperol. J Am oil Chem. Soc 57: 255-261 Crespy, V., Christine M., Catherine B., Claudine M., Christian D., and Christian R. 2002. Quercetin but not its glycosides, is absorbed from the rat stomach. J. Agric Food Chem.50:618-621. Conti M, Morand PC, Levillain P, Lemonniera A. 1991. Improve fluorometric determination of malonaldehyde. J. Clin. Chem. 37: 1273-1275
Deshpande SS, Deshpande US, Salunkhe, DK. 1996. Food Antioxidants, Technological, Toxological, and Health Perspectives. Edited by D.L. Mandhavi SS, Deshpande, Salunkhe DK. New York: Marcel Dekker, Inc. [DJBPP] Direktorat Jeneral Bina Produksi Perkebunan. 2004. Perkebunan Indonesia (kakao)
Statistik
Engler Mb, Engler MM, Chen CY, Malloy ML, Browne A, Chiu EY, Kwak HK, Milbury P, Paul SM, Blumberg J and Mietus ML. 2004. Flavanoid-rich dark chocolate improves endothelial function and increases plasma epicatechin concentrations in healthy adults. Journal of the American College of Nutrition 23: 197-204 Erniati. 2007. Efek konsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak terhadap sifat antioksidatif dan proliferativ limfosit manusia [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Fardiaz D dan Fardiaz S. 1993. Keamanan makanan jajanan. Penyuluhan Keamanan Makanan Jajanan Pada Konsumen. Proyek Makanan Jajanan IPB. Bogor. 16-17 Februari. Fisher ND, Hughes M, Gerhard-Herman M, Hollenberg NK. 2003. Flavanol-rich cocoa induces nitric-oxide dependent vasodilation in healthy humans. Journal of Hypertension 21:2281-6 Fraga CG, Goretta LA, Ottaviani J, Carrasquedo F, Lotito S, Lazarus S, Schmitz H, Keen CL. 2005. Regular consumption of flavanol rich chocolate can improve oxidant stress in young soccer players. J Clinic & Dev. Immun 12 (1): 11-17 Garton FRS. 1994. Unsaturated Fatty Acids: Significance. London: Champan and Hall.
Nutritional and Physiological
Ganong WF. 2000. Buku ajar Fisiologi kedokteran edisi bahasa Indonesia. Jauhari Widjajakusumah MD, editor. Penerbit buku kedokteran: EGCG Grassi D et al 2006. Cocoa and cardiovaskuler health. protection. Agr Food Ind Hi Tech. 17 No: 01
The sweet heart
Gutteridge JMC. 1995. Lipid peroxidation and antioxidants as biomarkers of tissue damage. Clin. Biochem. 41: 1819-1828 Halliwel B, Gutteridge JMC. 1990. Role of free radicals and catalytica metal ions in human disease. Am. J. Med. 91:3C-14S Halliwel B, Guitteridge JMC. 1985. Free radical in biology and medicine. England: Clarandon Press, Oxford.
Halliwell B, Guitteridge JMC. 1999. Free radical in biology and medicine. Oxford University Press. Ed.3. Halaman: 105-110 Hammerstone JF, Lazarus SA, Schmitz HH. 2000. Procyanidin conten and variation in some commoly consumed foods. J Nut 130: 2086S-2092S. Harland, B.F. and D. Oberleas. 2001. Effects of dietary fiber and phytate on the Homeostasis and bioavailability of minerals. CRC Handbook of Dietary Fiber in Human Nutrition, 3rd Ed,G.A. Spiller, ed.,CRC Press, Boca Raton. 2001. Hasanah F. 2007. Pengaruh konsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak terhadap aktivitas enzim antioksidan dan enzim detoksifikasi pada erit rosit dan plasma manusia [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Heiss C, Dejam A, Kleinbongard T, Schewe T, Sies H, Kelm M. 2003. Vascular effects of cocoa rich in flavan-3-ols. Journal of American Medical Association 290: 1030-1031 Hong YL, Yeh Sl, Chang CY, Hu ML. 2000. Total plasma malonaldehyde level in 16 Taiwanese College Studens determined by various thiobarbituric acid test and improved high performance liquid chromatography based method. Clinical Biochem 33: 619-625 Hughes RE and Wilson HK 1977. Flavonoids: Some physiological and nutritional consideration. Prog Med Chem. 14:285–301. Jialal I, Devaraj S. 1997. Assessment of LDL oxidation: In vivo and ex vivo measurements. Di dalam: Auroma OI, Cuppett SL, editor. Antioxidants Methodology In vivo and In vitro Conceps. Champaign: AOCS Press. Kaur C, Kapoor HC. 2001. Antioxidant in fruit and vegetables – the millenium’s health. International Journal of Food Science and Technology 36: 703 – 725. Kattenberg HR. 2000. Nutritional functions of cocoa and chocolate. The Manufacturing Confectioner, 33-37 Kehrer JP. 1993. Free radical as mediatory of tissue injury and disease. Critical Review in Toxicology 23 (1): 21-48 Koolman J, Rohm KH. 2001. Biokimia: Atlas Berwarna dan Teks. Alih Bahasa Sadikin M, alih bahasa. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Kochhar SP, Rossell JB. 1990. Detection, estimation, and evaluation of antioxidants in food system. Di dalam: Hudson BJF, editor. Food Antioxidants. London: Elsevier Applied Science.
Krinsky I. 1992. Mechanism of action of biological antioxidants. The Society for Experimental Biology an Medicine. Boston: Massachusetts. Kusumantias WR. 2007. Pengaruh pemberian minuman bubuk kakao bebas lemak terhadap profil darah manusia [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Langseth L. 1995. Oxidants, Antioksidants, and Disease Prevention. Belgium: ILSI Europe. Langseth L. 2000. Antioxidants and their effect on health. Di dalam: Schidl MK, Labuza TP, Editor. Essentials of Functional Foods. USA: Aspen Publisher Inc. Maryland. Hlm 303-317 Lehninger. 1993. Dasar-dasar Biokimia Terjemahan. Maggy Thenawijaya. Penerbit Airlangga. Jakarta Lee, H.S. 2000. HPLC analysis of phenol compounds. Di dalam Nollet, M.L. (ed.). Food Analysis by HPLC. Marcel Dekker Inc., New York. Lee Kw, Kim YJ, Lee HJ, Lee CY. 2003. Cocoa has more phenolic phytochemical and a hinger antioxidant capacity than teas and red wine. J. Agric. Food. Chem. 51: 7292-7295 Linder MC. 1985. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme. Jakarta. UI Press. UI 98 Terjemahan. Lowry OH, NJ Rosebrough NJ, Farr AL, Randall RJ. 1951. Protein measurement with a the folin ohenol reagent. J. Bio193: 265-275 Macrae R. 1988. HPLC Analysis 2nd ed. London. Academic Press London. Mathur S, Devaraj S, Grundy SM, Jialal. 2002. Cocoa product decrease low density lipoprotein oxidative susceptibility but do not effect biomarkers of inflammation in human. J. Nurt 132: 3663-3667 Mello LD, Alves AA, Macedo DV, Kubota LT. 2005. Peroxides-based biosensor as a tool for fast evaluation of antioxidant capacity of tea. Food Chemistry 92:515-519 Merken, H.M., Casandra D. Merken, and Gary R. Beecher. 2001. Kinetics method for the quantitation of anthocyanidins, flavonols, and flavonos in foods. J.Agric. Food Chem. 49:2727-2732. Miean, K. H dan Suhaila Mohammed. 2001. Flavonoid myricetin, quercetin, kaemperol) conten of edible tropical plants. J Agr Food Chem. 49: 31063112
Middleton Jr, Chithan Kandaswami E, Theoharis C. 2000. The effects of plant flavonoids on mamalian cells: Implications for inflamation, heart disease, and cancer. Pharmacol. Rev. 52:673-751 Misnawi, Jinab S, Jamilah B, Nazamid S. (2002a). Oxidation of polyphenols In unfermented and partly fermented cocoa beans by cocoa polyphenol Oxidase tyrosinase. Journal of the science of Food and Agriculture 82, 559-566 Misnawi, Selamat J, Jamilah B, Nazamid S. (2004b). Sensory properties of cocoa liquor as affected by polyphenol concentration and roasting duration. J Food Quality and Preference 15: 403-409. Misnawi. 2005. Pemanfatan biji kakao sebagai sumber antioksidan alami. Laporan Penelitian RUT tahap I Tahun 2005. Jember. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. Muchtadi D. 2000. Sayur – sayuran Sumber Serat dan Antioksidan : Mencegah Penyakit Degeneratif. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Murphy KJ, Kronopoulus AK, Singh I, Francis MA, Moriarty H, Pike MJ, Turner AH, Mann NJ dan Siclair AJ. 2003. Dietary flavanols and procyanidin oligomers from cocoa (Theobroma Cacao) inhibit platelet function. Am J Clin Nut 77: 1466-73 Nabet BF. 1996. Zat Gizi Antioksidan Penangkal Senyawa Radikal Pangan dalam Sistem Biologis Di dalam: Zakaria FR, Editor. Presiding Seminar Senyawa Radikal dan Sistem Pangan: Reaksi Biomolekuler, Dampak terhadap Kesehatan dan Penangkalan. Prosiding Seminar. Pusat Studi Pangan dan Gizi IPB dan Kedutaan Besar Prancis Jakarta. Bogor Nurahman, Zakaria FR, Sanjaya, Sayuthi D. 1999. The effect of ginger consumption on the protective effect of lymphocytes from oxidative stress in students from Ulil Alkaab Kedung Badak, Bogor. In Proceeding of National Seminar on Food Technology. Zakaria-Rungkat F, Suhartono M, Astawan M, eds. PATPI & MENPANGHOR, Jakarta Olivia F. 2006. Efek perlindungan ekstrak bubuk kakao bebas lemak terhadap sel darah manusia secara in vitro [tesis]. Bogor : Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Belum dipublikasikan Osman, HR, R Nasarudid, SS Lee. 2003. Extracts of cocoa (Theobroma L cacao) leaves and their antioxidant potentials. J Food Chem. (86): 41-46 Papas AM. 1999. Determinant of antioxidant in humans. Di dalam : Papas AM, Editor. Antioxidant Status, Diet, Nutrition and Health. USA: CRC Press. Hal 21-23
Peterson J, Johanna D. 2000. An informatics approach to flavonoid Database Development. J. Food Compos. Anal 13:441-454 Pietta. 2000. Flavonoids as antioxidants. J. Nat, 1035-1042 Prangdimurti. 2007. Kapasitas antioksidan dan daya hipokolesterolemik ekstrak daun suji [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Ranney, M.W. 1979. Antioxidants recent developments. Noyes Data Co., Park Ridge. New Jersey, USA. Rein D, Lotito S, Holt RR, Keen CL, Schmitz HH, Fraga GG. 2000. Epicatechin in human plasma: in vivo determination and effect of chocolate consumption on plasma antioxidant capacity. Am Jurnal of Clinical Nutrition 72 (1): 30-35 Sanbongi C, Osakabe N, Natsume M, Takizawa T, Gomi S, Osawa T. 1998. Antioxidative polyphenols isolated from Theobroma cacao. J.Agric Food Chem 46: 452-457 Sauberlich HE. 1984. Asam askorbat. Di dalam Olson RE et al. editor. 1990. Pengetahuan Gizi Mutakhir: Vitamin. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Schuler P. 1990. Natural antioxidant exploited commercially. Dalam: Hudson, BJF, editor. Food Antioxidants. London: Elsevier Applied Science. Shahidi F, Wanasundara UN. 1997. Measurement of lipid oxidation and evaluation of antioxidant activity.Dalam:Shahidi, editor. Natural Antioxidant: Chemistry, Health Effect, and Application. AOCS Press Champaign Illinois. Supari F. 1996. Radikal Bebas dan Patofisiologi Beberapa Penyakit. Di dalam: Zakaria et al. Editor. Prosiding Seminar Senyawa Radikal dan SistemPangan: Reaksi biomolekular, dampak terhadap kesehatan dan penangkalan. Kerjasama Pusat Studi Pangan dan Gizi IPB dengan Kedutaan Besar Prancis. Jakarta. April 4, 1996. Spencer Jp et al 1999. The Small intestine can both absorb and glucuronidate luminal flavonoids. FEES Lett, 1999. Sep 17; 458(2): 224-30 Stavric, B. And T.I Matula. 1992. Flavonoid in food: Their significance for nutritionand health. Di dalam A.S.H. Ong and L. Packer (eds). Lipid soluble antioxidant: Biochemistry and Clinical Applications; Birkhauser Verlag, Bazel, Switzerland; p274-292. Tranggono, Setiaji B. 1986. Kimia Lipida. Yogyakarta: Pusat Antar Universitas Pangandan Gizi Universitas Gajah Mada.
Septiana Tri A. 2001. Aktivitas ekstrak jahe ( Zingiber officinale Roscoe) dalam pencegahan oksidasi lipoprotein densitas rendah (LDL) dan akumulasi kolesterol pada makrofag secara in vitro [disertasi]. Bogor: Program pasca sarjana, Institut Pertanian Bogor. Turkmen N, Ferda S,Velioglu YS. 2004. The Effect of cooking methods on total phenolics and antioxidant activity of selected green vegetables. Food Chemistry 93 (2005) 713 – 718. Heerden Van IV. 2006. Chocolate update for Easter. http:www.health24.com/dietnfood/weiht_Centre/15-51-736,21867.asp(27 April 2006) Vinson J A, Proch J & Zubict JL. 1999. Phenol antioxidant quality and quantity of food. J Agri Food Chem 47: 4821-4824 Walle T, Yoko oake U, Kristina Walle, Freederick AW. 2000. Quercetin glucosides are completely hydrolyzed in ikostomy patients before absorption. J. Nutr 130: 2658-2661 Wan Y. 2001. Effects of cocoa powder and dark chocolate on LDL oxidative susceptibility and prostaglandin concentrations in humans. American Journal of Clinical Nutrition 74(5): 596-602 Wijaya A. 1996. Radikal Bebas dan Parameter Status Antioksidan. Diagnosticum No. 1/1996. Laboratorium Klinik Prodia.
Forum
Wijaya A. 1997. Ketersediaan hayati vitamin C dan E dari sayuran dan buahbuahan serta fungsinya sebagai penurun malonaldehida plasma pada populasi buruh industri di Bogor. Skripsi. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi IPB, Bogor. Winarsi H. 2003. Respon imunitas dan hormonal wanita premenopause terhadap minuman susu fungsional yang disuplementasi dengan isoflavon kedelai dan difortifikasi dengan seng [desertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor Winarno FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Wollgast J, Anklam E. 2000. Polyphenols in chocolate: is there a contribution to human health?. J Food Res International 33: 449-459 Zairisman SZ. 2006. Potensi imunomodulator bubuk kakao bebas lemak sebagai produk sub standar secara in vitro pada sel limfosit manusia. [skripsi].Bogor.: Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan IPB.
Zakaria FR. 1996. Synthesis of radical and electrophile compounds in and by food compounds. In Radical Compounds and Food System: Biomolecular reaction, Effects on Health and Prevention. Zakaria FR, Dewanti R, Yasni S, eds. CFNS, IPB, Bogor, Indonesia. Zakaria FR, Abidin Z, Pramudya, SM, Sanjaya. 1996. Kadar malonaldehida dan zat gizi antioksidan plasma pada populasi remaja rentan pencemaran makanan. Bul. Teknol dan Industri Pangan 7(3):56-64 Zakaria, FR, Djaelani, Setyana, E. Rumondang, and Nurrochmah. 2000. Carotenoid bioavailability of vegetables and carbohydrate-containing foods measured by retinol accumulation in rat livers. Journal of Food Composition and Analysis, 13:297-310 Zakaria-Rungkat F, Septiana AT, Sulistiyani. 2001. Ginger (Zingiber officinale Roescoe) extracts increase human LDL resistance to oxidation and prevent cholesterol accumulation in macrophage. Abstract presented at the Second Intl Symp on Natural Antioxidant: Molecular Mechanism and Health Affects, Beijing, China. Zakaria FR, Nurrahman, Prangdimurti E and Tejasari. 2003. Antioxidant and immunoenhancement activities of ginger (Zingeber offcinale Roscoe) extracts and compounds in vitro and in vivo mouse and human system. Nutraceuticals and Food. 8(1):96-104. Zitouni K. 2005. Race specifics differences in antioxidant enzyme activity in patients with type 2 diabetes. Diabetes Care 28:17 Zhu Qin Yan, Derek D. Schramm, and Heidrun B Grooss. 2005. Influence of cocoa flavanols and procyanidins on free radical in human erythrocyte hemolysis. Clinic & Devl Imunology 12 (1): 27-34
LAMPIRAN
Lampiran 1
INFORMED CONSENT PERNYATAAN KESEDIAAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN Saya yang bertanda tangan dibawah ini Nama Jenis Kelamin Tempat/Tanggal Lahir Pekerjaan Alamat Telpon
: : : : : :
Menyatakan dalam keadaan sehat dan bersedia menjadi responden pada penelitian konsumsi minuman bubuk kakao lindak bebas lema k untuk kesehatan dan bersedia mematuhi aturan yang diberitahukan. Kesediaan ini saya buat setelah mendapat penjelasan dari peneliti sebagai berikut: 1. Bersedia minum minuman bubuk kakao lindak bebas lemak yang diberi sedikit gula dan sedikit susu bubuk skim setiap pagi hari selama sebulan 2. Bersedia diperiksa kesehatannya selama 2 kali yaitu sebelum dan setelah pelaksanaan intervensi oleh petugas kesehatan yang berwenang 3. Bersedia diambil darahnya selama dua kali yaitu sebelum dan setelah pelaksanaan intervensi oleh petugas kesehatan yang berwenang 4. Bersedia makan menu makanan yang disediakan oleh peneliti saat sarapan pagi dan makan malam setiap hari selama satu bulan 5. Bersedia ikut diskusi tentang kebiasaan makan, kesehatan selama intervensi berlangsung.
Semua penjelasan di atas sudah saya pahami dan mengerti sehingga saya mengerti tujuan minum minuman bubuk kakao lindak bebas lemak untuk meningkatkan kesehatan. Dengan demikian ada kesepahaman antara responden dan peneliti tentang manfaat minum minuman bubuk kakao bebas lemak. Demikian surat pernyataan ini saya buat, semoga dapat dipergunakan seperlunya. Bogor, September 2006 Responden,
Peneliti
(
)
(
)
Lampiran 2
MENU MAKANAN PAGI DAN MAKANAN MALAM RESPONDEN YANG DISIAPKAN OLEH PENELITI SELAMA INTERVENSI BERLANGSUNG Hari ke-
Makan Pagi
1 Nasi soto ayam 2 Nasi, ikan sambal, sayur pepaya 3 Nasi, dadar telur, sayur 4 Nasi soto ayam, mangga 5 Nasi, tempe sambal, sayur 6 Nasi, telur dadar, sayur, melon 7 Nasi, sambal udang, sayur 8 Nasi, ikan teri sambal, sayur 9 Nasi, ikan goreng, sayur 10 Nasi, orek tempe, sayur, pepaya 11 Nasi, opor ayam, sayur 12 Nasi, telur sambal, sayur semangka 13 Nasi goreng telur 14 Nasi, ayam sambal, sayur 15 Gado-gado, tempe 16 Nasi, pepes ikan teri, sayur 17 Nasi uduk, telur 18 Nasi, ayam semur, sayur 19 Nasi, telur sambal, sayur 20 Nasi goreng telur, pepaya 21 Nasi, tongkol sambal, sayur 22 Nasi, tahu tempe sambal, sayur 23 Lontong sayur, jeruk 24 Nasi, ayam sambal 25 Nasi, hati, ampela, sayur
Makan Malam Nasi, dendeng sapi, sayur Nasi, ayam bakar, lalap, Tumis jamur, semangka Nasi rendang daging, sayur Nasi, ayam geprek, sayur Nasi, sambal tongkol, sayur Capcay, pepaya Nasi, ikan mas bakar, lalapan Nasi, sup daging, jeruk Nasi, rendang daging, sayur Tumis jamur, pepaya Lontong, sate ayam, Nasi, ayam geprek, sayur Nasi, pepes ikan mas, lalapan Nasi, sup daging, semangka Nasi, cumi gulai Lontong sate padang, melon Nasi, ikan bakar, lalapan Nasi, cumi gulai Puyunghai, jeruk Nasi uduk pecel ayam, melon Nasi rendang daging, sayur Tumis jamur, pepaya Nasi, ikan bakar, lalapan Nasi, dendeng daging, pepaya
Lampiran 3
KUISIONER KESEHATAN FISIK, POLA MAKAN DAN KEBIASAAN KONSUMSI MAKANAN JAJANAN A. Identitas Responden 1. Nama 2. Jenis Kelamin 3. Tempat/Tanggal lahir 4. Alamat
: : : :
B. Keadaan sosial ekonomi keluarga 1. Pendapatan a. Orang tua : Rp.........................................../bulan b. Beasiswa : Rp.........................................../bulan c. Lain-lain : Rp.........................................../bulan Total : Rp.........................................../bulan 2. Pengeluaran b. Makanan utama c. Jajanan d. Non Makanan
: : : Total :
Rp.........................................../bulan Rp.........................................../bulan Rp.........................................../bulan Rp.........................................../bulan
C. Antropometri 1. Berat badan 2. Tinggi badan 3. Lingkaran lengan atas 4. Skinfoid tickness
: : : :
...........................................Kg ...........................................Cm ...........................................Cm ...........................................Mm
D. Pemeriksaan klinis 1. Keadaan umum a. Pulse rate b. Respiratory rate c. Blood pressure d. Temperature
: : : :
............................................kali ……………………………kali ……………………………mmhg …………………………….Celcius
2. Mata a. Normal b. Anemic conjunctiva c. Icteric sclera d. Conjuctivitis e. Lain-lain
3. Telinga
: ............................................
a. b. c. d.
Normal Otitis Ear discharge Lain-lain
: ..............................................
4. Mulut a. Normal b. Angular stomatitis c. Cheilosisi d. Tonsilitis e. Pharingitis f. Gums swollen or bleeding g. Lain-lain
: ………………………………
5. Gigi a. Normal b. Carries teeth c. Lain-lain
: ……………………………….
6. Leher a. Normal b. Swolen thyroid gland c. Abnormal tissue d. Lain-lain
: ………………………………..
7. Kulit a. Normal b. Pellagrous c. Edema d. Ulcers e. Hemorrhagia f. Infections (allergic, fungal, bacterial, scabies) g. Lain-lain : ……………………………….. 8. Kuku a. Normal b. Pallor of bed c. Lain-lain 9. Abdominal exam a. Normal b. Sign off acute abdomen c. Abdominal mass d. Hepatomegaly: e. Spelenomegaly f. Ascites g. Flank pain h. Kidney mass
: …………………………………
: Grade…………………………... : Grade…………………………...
i.
Lain-lain
: ……………………………….
10. Heart exam a. Normal b. Murmur c. Gallop d. Congonital e. Lain-lain
: ………………………………
11. Ches exam a. Normal b. Ronchi c. Wheezing d. Slime/mucus e. Lain-lain
: ……………………………….
12. CNS a. Normal b. Anasthesia c. Abnormal gait d. Pathology reflexes e. Lain-lain
: ……………………………….
13. Skeleton a. Normal b. Deformity c. Bony Swellings d. Sign of rickets e. Lain-lain
: ……………………………….
14. Other a. …………………………………. b. …………………………………. c. …………………………………. d. …………………………………. 15. Conclusion a. …………………………………. b. …………………………………. c. …………………………………. d. …………………………………. E. Riwayat Kesehatan 1. Pernah sakit 1 tahun terakhir a. Pernah b. Tidak 2. Kalau pernah
b. Jenis penyakit c. Kapan d. Berapa Lama
: ........................................ : ........................................ : ........................................
3. Pengobatan yang dilakukan b. Dokter praktek c. Rumah sakit/Puskesmas d. Mantri kesehatan e. Obat-obatan bebas f. Lain-lain : .......................................... 4. Saat ini menderita sakit a. Ya b. Tidak 5. Kalau ya, jenis penyakit: ................................................ 6. Pengobatan yang dilakukan a. Dokter praktek b. Rumah sakit/puskesmas c. Mantri kesehatan d. Obat-obatan bebas e. Lain-lain : ............................................. I.
Kebiasaan makan 1. Frekuensi makan dalam sehari a. Sekali b. Dua kali c. Tiga kali d. Empat kali 2. Kebiasaan sarapan pagi a. Ya, setiap hari b. Kadang-kadang c. Tidak pernah 3. Bila ya atau kadang-kadang, jenisnya a. Makanan Lengkap : ................................................... b. Makanan Kecil : ................................................... c. Minuman : ................................................... d. Lain-lain : ................................................... 4. Kebiasaan makanan selingan a. Ya b. Kadang-kadang c. Tidak pernah 5. Jelaskan mengenai kebiasaan makan anda
Waktu makan
Jenis makan
Asal makanan Dibuar sendiri Dibeli
Diberi
Pagi Tengah hari Siang Sore Malam J.
Kebiasaan konsumsi makanan jajanan 1. Apakah anda biasa mengkonsumsi makanan jajanan a. Ya b. Tidak 2. Apabila ya, sebutkan frekuensinya a. Lebih dari sekali sehari b. 5-7 kali seminggu c. 3-4 kali seminggu d. 1-2 kali seminggu e. 1-2 kali seminggu 3. Bagaimana pendapat anda mengenai jenis makanan jajanan yang baik ? (bisa lebih dari satu) a. Mengenyangkan b. Bergizi c. Harganya mahal d. Rasanya enak e. Penampilan menarik f. Bersih dan aman g. Lain-lain: ...................................... 4. Bagaimana pendapat anda mengenai makanan jajanan dan minuman yang dijual dipinggir jalan, terminal, dsb? a. Tidak baik b. Baik c. Sama saja d. Tidak tahu Apakah anda membelinya? a. Tetap membeli b. Sering c. Kadang-kadang d. Tidak pernah 5. Bagaimana pendapat anda mengenai makanan jajanan dan minuman yang disajikan tidak tertutup a. Tidak baik b. Baik
c. Sama saja d. Tidak tahu Apakah anda membelinya? a. Tetap membeli b. Sering c. Kadang-kadang d. Tidak pernah 6. Bagaimana pendapat anda mengenai tempat jualan makanan yang dekat dengan tempat sampah/kotor? a. Tidak baik b. Baik c. Sama saja d. Tidak tahu Apakah anda membelinya? a. Tetap membeli b. Sering c. Kadang-kadang d. Tidak pernah 7. Bagaimana pendapat anda mengenai peralatan makan dan minum yang tidak bersih? a. Tidak baik b. Baik c. Sama saja d. Tidak tahu Apakah anda membelinya? a. Tetap membeli b. Sering c. Kadang-kadang d. Tidak pernah 8. Bagaimana pendapat anda mengenai air pencuci peralatan makan/minum yang dipakai berkali-kali? a. Tidak baik b. Baik c. Sama saja d. Tidak tahu
Apakah anda membelinya? a. Tetap membeli b. Sering c. Kadang-kadang d. Tidak pernah
9. Bagaimana pendapat anda mengenai lap pengering/lap tangan yang sama sehingga kotor? a. Tidak baik b. Baik c. Sama saja d. Tidak tahu Apakah anda membelinya? a. Tetap membeli b. Sering c. Kadang-kadang d. Tidak pernah 10. Bagai mana pendapat anda mengenai makanan jajanan yang dibungkus kertas koran/sejenisnya? a. Tidak baik b. Baik c. Sama saja d. Tidak tahu Apakah anda membelinya? a. Tetap membeli b. Sering c. Kadang-kadang d. Tidak pernah 11. Bagaimana pendapat anda mengenai makanan/minuman yang memakai zat pewarna? a. Tidak baik b. Baik c. Sama saja d. Tidak tahu 12. Jenis-jenis makanan jajanan yang biasa dibeli Jenis dan Nama Frekuensi Makanan/minuman Makanan lengkap Nasi goreng telur Nasi rames Nasi uduk Nasi soto ayam/dg Indomie rebus Mie ayam Mie bakso Jenis dan Nama Frekuensi Makanan/minuman
Tempat Beli
Jenis bungkus
Jumlah
Harga
Tempat Beli
Jenis bungkus
Jumlah
Harga
Bubur ayam Bihun goreng Siomai Lontong sayur Sate ayam Kupat tahu Gado-gado Togr goreng Pecel Lauk pauk Dging sapi goreng Sate ayam/kambing Ayam goreng Ati/ampela ayam Ikan kembung goreng Ikan bakar Ayam Bakar Telur ayam rebus Telur ayam goreng Makanan kecil/snack Roti manis Donat Kue pia Biskuit Kue mangkok Kue nagasari Kue putu Buras Ketan urap Bubur kacang ijo Pisang goreng Pisang molen Risoles Ubi goreng Tempe goreng Tahu Goreng Bakwan Kroket Batagor Comro Singkong goreng Perkedel kentang Pilus Jenis dan Nama Frekuensi Makanan/minuman
Tempat Beli
Jenis bungkus
Jumlah
Harga
Kue tambang Kacang atom Rempeyek Kacang Kerupuk Rujak Coklat manis batang Agar-agar Buah-buahan Jeruk manis Salak Pisang Mangga Apel Pear Duku Minuman Es teler Es krim Es sirup Es mambo Soft drink Es cendol Juice alpukat Juice jeruk Es doger Teh manis Teh botol/kotak Sari buah kotak Kopi Bajigur Sekoteng Bir/minuman keras Lain-lain: .............................. .............................. .............................. Rokok Jamu gendong Jamu kemasan Catatan 1. Frekuensi a. Sekali sehari b. 5-7 kali seminggu c. 3-4 kali seminggu
d. e. f. g.
1-2 kali seminggu 2 minggu sekali Jarang Tidak pernah
2. Tempat pembelian a. Toko besar/restoran b. Pasar tradisional c. Toko kecil/kantin d. Kios/warung e. Pedang menetap f. Pedagang keliling g. Lain-lain 3. Jenis pembungkus a. Polietilen b. Kertas lapis plastik c. Daun pisang d. Kertas bekas e. Kertas koran f. Alat makan/minum 13. Dasar pertimbangan yang digunakan dalam memilih jenis makanan jajanan tersebut (bisa lebih dari satu) a. Mengenyangkan b. Bergizi c. Harganya murah d. Rasanya enak e. Penampilan menarik f. Bersih dan aman g. Kebiasaan h. Lain-lain:..........................................
Lampiran 4.
HASIL ANALISIS DATA DENGAN UJI T (t-test)
Two Sample T-Test and CI : Vitamin C Kakao; Treatmen
Two sample T for sebelum vs sesudah N Mean StDev SE Mean sebelum 9 4.13 1.27 0.42 sesudah 9 5.97 1.15 0.38 95% CI for mu sebelum - mu sesudah: ( -3.05, -0.63) T-Test mu sebelum = mu sesudah (vs not =): T= -3.22 P=0.0054 16 Both use Pooled StDev = 1.21
DF=
Two Sample T-Test and CI: Vitamin C Kontrol; Treatmen
Two sample T for Sebelum vs Sesudah N Mean StDev SE Mean Sebelum 9 4.97 1.78 0.59 Sesudah 9 4.54 2.78 0.93 95% CI for mu Sebelum - mu Sesudah: ( -1.90, 2.76) T-Test mu Sebelum = mu Sesudah (vs not =): T= 0.39 P=0.70 16 Both use Pooled StDev = 2.33
DF=
Two Sample T-Test and CI: MDA Kakao; Treatmen
Two sample T for Sebelum N Mean Sebelum 9 0.926 Sesudah 9 0.591
vs Sesudah StDev SE Mean 0.396 0.13 0.188 0.063
95% CI for mu Sebelum - mu Sesudah: ( 0.02, 0.644) T-Test mu Sebelum = mu Sesudah (vs not =): T= 2.29 P=0.036 16 Both use Pooled StDev = 0.310
DF=
Two Sample T-Test and CI: MDA Kontrol; Treatmen
Two sample T for Sebelum N Mean Sebelum 9 0.711 Sesudah 9 0.521
vs Sesudah StDev SE Mean 0.278 0.093 0.223 0.074
95% CI for mu Sebelum - mu Sesudah: ( -0.062, 0.442) T-Test mu Sebelum = mu Sesudah (vs not =): T= 1.60 P=0.13 16 Both use Pooled StDev = 0.252
DF=
Two Sample T-Test and CI: DPPH Kakao; Treatmen
Two sample T for Sebelum vs Sesudah N Mean StDev SE Mean Sebelum 9 26.4 14.3 4.8 Sesudah 9 42.3 16.7 5.6 95% CI for mu Sebelum - mu Sesudah: ( -31.4, -0.3) T-Test mu Sebelum = mu Sesudah (vs not =): T= -2.17 16 Both use Pooled StDev = 15.5
P=0.046
DF=
Two Sample T-Test and CI: DPPH Kontrol; Treatmen
Two sample T for Sebelum vs Sesudah N Mean StDev SE Mean Sebelum 9 33.55 9.28 3.1 Sesudah 9 33.2 14.3 4.8 95% CI for mu Sebelum - mu Sesudah: ( -11.7, 12.4) T-Test mu Sebelum = mu Sesudah (vs not =): T= 0.06 P=0.96 16 Both use Pooled StDev = 12.1
DF=
Two Sample T-Test and CI: Kadar protein plasma kelompok kakao; Treatmen Two sample T for sebelum vs sesudah N Mean StDev SE Mean sebelum 9 36.84 1.68 0.56 sesudah 9 37.43 1.79 0.60 95% CI for mu sebelum - mu sesudah: ( -2.32, 1.15) T-Test mu sebelum = mu sesudah (vs not =): T= -0.72 16 Both use Pooled StDev = 1.73
P=0.48
DF=
Two Sample T-Test and CI: Kadar protein plasma kelompok kontrol; Treatmen Two sample T for sebelum vs sesudah N Mean StDev SE Mean sebelum 9 36.59 2.21 0.74 sesudah 9 32.3 12.3 4.1 95% CI for mu sebelum - mu sesudah: ( -4.51, 13.2) T-Test mu sebelum = mu sesudah (vs not =): T= 1.04 P=0.31 16 Both use Pooled StDev = 8.84
DF=
Two Sample T-Test and CI: Phase lag kelompok kakao; Treatmen
Two sample T for sebelum vs sesudah N Mean StDev SE Mean sebelum 9 46.67 9.01 3.0 sesudah 9 51.67 3.54 1.2 95% CI for mu sebelum - mu sesudah: ( -11.8, 1.8) T-Test mu sebelum = mu sesudah (vs not =): T= -1.55 16 Both use Pooled StDev = 6.85
P=0.14
DF=
Two Sample T-Test and CI: Phase lag kelompok kontrol; Treatmen Two sample T for sebelum vs sesudah N Mean StDev SE Mean sebelum 9 45.00 6.12 2.0 sesudah 9 43.3 18.0 6.0 95% CI for mu sebelum - mu sesudah: ( -11.8, 15.1) T-Test mu sebelum = mu sesudah (vs not =): T= 0.26 P=0.80 16 Both use Pooled StDev = 13.5
DF=
Two Sample T-Test and CI: Flavonoid katekin plasma kelompok kakao; Treatmen Two sample T for Sebelum vs Sesudah N Mean StDev SE Mean Sebelum 9 3.243 0.732 0.24 Sesudah 9 5.14 1.28 0.43 95% CI for mu Sebelum - mu Sesudah: ( -2.97, -0.83) T-Test mu Sebelum = mu Sesudah (vs not =): T= -3.87 P=0.0022 12
DF=
Two Sample T-Test and CI: Flavonoid katekin plasma kelompok kontrol; Treatmen Two sample T for Sebelum vs Sesudah N Mean StDev SE Mean Sebelum 8 3.54 1.27 0.45 Sesudah 8 5.45 1.38 0.49 95% CI for mu Sebelum - mu Sesudah: ( -3.35, -0.48) T-Test mu Sebelum = mu Sesudah (vs not =): T= -2.89 P=0.013 13
DF=
Lampiran 5
REKAPITULASI NILAI RATA-RATA HASIL PENELITIAN No 1 2 3 4 5 6
Parameter Nilai MDA (µmol /l) Aktifitas antiradikal bebas (%) Kadar vitamin C plasma (mg/L) Kadar Protein plasma (mg/ml) Phase lag (menit) Analisa flavonoid ketekin (µg/ml)
Responden Kakao Kontrol Kakao Kontrol Kakao Kontrol Kakao Kontrol Kakao Kontrol Kakao Kontrol
Nilai rata-rata Sebelum Sesudah 0,93 0,59 0,71 0,58 26,43 42,28 33,55 37,39 4,13 5,99 4,97 5,11 36,84 37,43 36,58 36,29 46,67 50,56 45 48,75 2,34 5,14 3,57 5,45
Selisih - 0,33 - 0,12 + 15,85 + 3,84 + 1,86 + 0,13 + 0,58 - 0,30 + 3,89 + 3,75 + 1,89 + 1,87
Uji Statistik P P P P P P P P P P P P
= = = = = = = = = = = =
0,036 0,13 0,046 0,96 0,0054 0,070 0,48 0,31 0,14 0,80 0,0022 0,013
Lampiran 6
KURVA STANDAR PENENTUAN KADAR VITAMIN C Kurva Standar Penentuan Konsentrasi Vitamin C Sebelum Intervensi
Absorbansi
0,8 0,6 0,4 y = 0,0438x + 0,0947 R2 = 0,9687
0,2 0 0
5
10
15
Konsentrasi (mg/L)
Kurva Standar Penentuan Konsentrasi Vitamin C Sesudah Intervensi
Absorbansi
0,8 0,6 0,4 y = 0,0487x + 0,1064 R2 = 0,9776
0,2 0 0
5
10
Konsentrasi (mg/L)
15
Lampiran 7
KURVA STANDAR UNTUK PENENTUAN KADAR MDA PLASMA
Absorbansi
Kurva Standar Pengukuran MDA Sebelum Intervensi 0,2 0,15 0,1 0,05 0
y = 0,0006x + 0,0127 R2 = 0,9375
0
100
200
300
Konsentrasi (pmol/100ul)
Absorbansi
Kurva Standar Pengukuran MDA Sesudah Intervensi 0,2 0,15 0,1
y = 0,0006x + 0,0207 R2 = 0,9216
0,05 0 0
100
200
Konsentrasi (pmol/100uL)
300
Lampiran 8 Kromatogram HPLC Fraksi standar (katekin)
Lampiran 9 Kromatogram HPLC Fraksi plasma kelompok kakao 0 hari
Lampiran 10 Kromatogram HPLC Fraksi plasma kelompok kakao 25 hari
Lampiran 11 Kromatogram HPLC Fraksi plasma kelompok kontrol 0 hari
Lampiran 12 Kromatogram HPLC Fraksi plasma kelompok kontrol 25 hari