PENGARUH PEMBERIAN MINUMAN BUBUK KAKAO BEBAS LEMAK (Theobroma cacao Linneaus) TERHADAP PROFIL DARAH BEBERAPA MANUSIA
RETNO WINDYA KUSUMANINGTYAS
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pengaruh Pemberian Minuman Bubuk Kakao Bebas Lemak (Theobroma cacao Linneaus) terhadap Profil Darah Beberapa Manusia adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka pada bagian akhir tesis ini.
Bogor, Januari 2008
Retno Windya Kusumaningtyas NRP F251050041
RINGKASAN
RETNO WINDYA KUSUMANINGTYAS. Pengaruh Pemberian Minuman Bubuk Kakao Bebas Lemak (Theobroma cacao Linneaus) terhadap Profil Darah Beberapa Manusia. Dibimbing oleh FRANSISKA R. ZAKARIA dan RINA AGUSTINA Kakao bebas lemak merupakan hasil samping proses ekstraksi kakao tinggi lemak. Lemak kakao banyak digunakan sebagai bahan baku farmasi dan kosmetika, sedangkan kakao bebas lemak belum banyak pemanfaatannya. Penelitian terdahulu melaporkan adanya kandungan polifenol yang tinggi pada bubuk kakao bebas lemak yaitu sekitar 120-180g/kg. Banyak penelitian di dalam dan luar negeri yang telah membuktikan manfaat polifenol kakao bagi kesehatan vaskular, peningkatan fungsi pembuluh darah, melindungi sel darah merah dan limfosit dari lisis dan kerusakan oksidatif. Dengan bukti-bukti aktivitas antioksidan yang tinggi, maka peluang pemanfaatan bubuk kakao bebas lemak sebagai bahan suplemen maupun pengkaya bahan makanan dan minuman (functional food) sangat besar. Tujuan penelitian ini adalah mengukur pengaruh pemberian minuman bubuk kakao bebas lemak selama 25 hari pada profil darah subyek manusia yang meliputi variabel jumlah hematokrit, hemoglobin, MCHC, lekosit, granulosit, limfosit dan monosit serta platelet. Tujuan sekunder penelitian ini adalah menghubungkan status gizi dan total energi asupan makanan subyek dengan profil darah setelah mengkonsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak. Sebanyak 18 orang subyek wanita sehat yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi menandatangani informed consent. Subyek dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Kelompok perlakuan mendapat minuman yang terdiri dari bubuk kakao bebas lemak 4g, susu skim 2g, dan gula 2g dalam 100ml air. Sedangkan kelompok kontrol mendapat minuman yang sama tetapi tanpa penambahan bubuk kakao bebas lemak. Pengambilan darah dilakukan sebelum dan sesudah suplementasi minuman bubuk coklat bebas lemak setelah subyek menjalani pemeriksaan kesehatan terlebih dahulu. Pengisian kuisioner dilakukan untuk mengetahui pola makan subyek. Analisis darah dilakukan dengan metode Quantitative Buffy Coat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada saat baseline, semua subyek yang terlibat dalam penelitian ini berada dalam kondisi vital yang sehat, dan memiliki latar belakang pendidikan serta keadaan sosio-demografi yang seragam. Baik subyek kelompok kontrol maupun kelompok perlakuan, memiliki pola makan sehari-hari yang baik dan mencukupi kebutuhan energi pada kelompok usianya. Perbedaan asupan nutrisi subyek yang tampak, erat kaitannya dengan adanya variasi antar individu. Sesudah suplementasi minuman bubuk kakao bebas lemak selama 25 hari terjadi kenaikan BMI subyek yang berbeda nyata saat sebelum dan sesudah suplementasi (P<0,05). Kenaikan BMI terjadi pada kelompok perlakuan maupun kelompok kontrol, sehingga kenaikan BMI subyek tersebut disimpulkan bukan sebagai akibat konsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak. Asupan makanan, aktivitas fisik dan faktor genetis juga dapat mempengaruhi BMI subyek.
Setelah suplementasi minuman bubuk kakao bebas lemak selama 25 hari, jumlah semua variabel profil darah kelompok perlakuan dan kelompok kontrol, kecuali MCHC, tidak berbeda nyata pada periode yang sama. Namun baik pada kelompok perlakuan maupun kelompok kontrol, terjadi penurunan pada jumlah hemoglobin, hematokrit dan platelet darah yang berbeda nyata antara sebelum dan sesudah suplementasi (p<0,05). Sedangkan penurunan yang terjadi pada jumlah MCHC, total lekosit, granulosit, limfosit dan monosit tidak berbeda nyata antara sebelum dan sesudah suplementasi (p>0,05). Oleh karena penurunan terjadi pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol, maka disimpulkan bahwa minuman bubuk kakao bebas lemak tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap profil darah subyek. Pola makan subyek dan makanan yang dikonsumsi selama penelitian diduga berkontribusi pada penurunan jumlah variabel darah. Jumlah sel-sel imun yang tetap dalam nilai normalnya dapat memberi gambaran keamanan dan tidak adanya gangguan flavonoid kakao terhadap sel-sel imun tersebut. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa minuman bubuk kakao bebas lemak baik dan aman untuk dikonsumsi.
ABSTRACT RETNO WINDYA KUSUSMANINGTYAS. The Effect of Fat-free Cocoa (Theobroma cacao Linneaus) Drink Supplementation on Blood Profile of Several Human Subjects. Under the direction of FRANSISKA R. ZAKARIA and RINA AGUSTINA Fat-free cocoa, the by product of high-fat cocoa extraction process, has shown antioxidant and immunomodulatory effect in in vitro studies. However, studies in vivo have not been well characterized. A controlled trial-non double blind non randomized study was conducted to investigate whether daily supplementation of fat-free cocoa drink improves blood profile in healthy adult female. During 25 days treatment period, subject consumed beverage containing fat-free cocoa powder (40 mg/ml cacao; 1775 ppm total phenol), skim milk and sugar (test group),or only skim milk and sugar (control group). Both test group and control group received physical medical check up at the beginning and at the end of the study. Their peripheral blood were withdrawn to analyze the variables of blood profile using Quantitative Buffy Coat method. The result showed that there were no significant differences on almost all blood profile variables, except for MCHC, both in test group and control group at the same period. Blood profile variables i.e. hemoglobin, hematocrite, and platelet of the subjects in test group and control group significantly decreased before and after supplementation (p<0, 05). But the variables i.e. MCHC, leucocyte, granulocyte, lymphocyte and monocyte of the subjects in test group and control group decreased with no significant differences (p>0, 05) before and after supplementation. Because the reduction was occurred both in test group and control group, it was concluded that fat-free cocoa powder did not influence the blood profile and kept it in normal range. The daily supplementation of fat-free cocoa did not show adverse effect and had beneficial health effect.
©Hak cipta milik IPB, tahun 2008 Hak cipta dilindungi Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
PENGARUH PEMBERIAN MINUMAN BUBUK KAKAO BEBAS LEMAK (Theobroma cacao Linneaus) TERHADAP PROFIL DARAH BEBERAPA MANUSIA
RETNO WINDYA KUSUMANINGTYAS
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Departemen Ilmu Pangan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Endang Prangdimurti, M.Si.
Judul Tesis
Nama NRP
: Pengaruh Pemberian Minuman Bubuk Kakao Bebas Lemak (Theobroma cacao Linneaus) terhadap Profil Darah Beberapa Manusia. : Retno Windya Kusumaningtyas : F251050041
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Fransiska R.Zakaria, M.Sc Ketua
dr. Rina Agustina, M.Sc. Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Ilmu Pangan
Dr.Ir.Ratih Dewanti Hariyadi, M.Sc
Tanggal Ujian: 25 Januari 2008
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof.Dr.Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS
Tanggal Lulus:
PRAKATA Alhamdulillahi Robbil Alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Alloh SWT atas segala karunia-Nya sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan baik. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah Pengaruh Pemberian Minuman Bubuk Kakao Bebas Lemak (Theobroma cacao Linneaus) terhadap Profil Darah Beberapa Manusia, dilaksanakan sejak bulan Juli 2006. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Tim Riset Unggulan Terpadu XII (RUT) tahap II tahun 2006 yang dipimpin oleh Bapak Dr.Ir. Misnawi (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia di Jember) dan Ibu Prof. Dr. Ir. Fransiska R. Zakaria, MSc. (Dosen Pascasarjana Ilmu Pangan IPB) atas bantuan dana penelitian. Penulis mengucapkan terima kasih yang dalam kepada Pusdiklat BPPT atas pemberian beasiswa PPKP 2005, Direktur P3 Teknologi Bioindustri serta Kasubdit Pangan Fungsional atas kesempatan melanjutkan studi. Penghargaan dan terima kasih juga penulis haturkan kepada Ibu Prof. Dr. Ir. Fransiska R. Zakaria, MSc. dan Ibu dr. Rina Agustina, MSc dari SeameoTropmed Universitas Indonesia atas segala arahan, bimbingan, nasihat, diskusi dan petunjuk yang sangat berharga sebelum dan selama penelitian serta dalam penulisan tesis. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Ibu Dr. Ir. Endang Prangdimurti, MSi atas kesediaannya selaku penguji luar komisi pada ujian tesis, yang telah banyak memberi masukan dan tambahan bagi kelengkapan tesis ini. Terima kasih yang dalam penulis sampaikan pada semua responden atas keiklasannya berpartisipasi dalam penelitian ini, semua laboran di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan, Laboratorium PAU, Laboratorium Kultur Jaringan FKH IPB, dokter dan analis di Klinik Caritas, dokter dan perawat di klinik Farfa Darmaga atas bantuan dan kerjasamanya selama penelitian. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada tim kakao, yaitu Fitri, Eris, Welli, Erni, Ina dan Femi atas semua bantuan moril dan materiil, diskusi serta kerjasamanya. Kepada teman-teman mahasiswa pascasarjana Program Studi Ilmu Pangan khususnya angkatan 2005, dan semua pihak yang telah memberikan bantuan selama penelitian berlangsung penulis juga mengucapkan terima kasih. Semoga semua kebaikan yang diberikan mendapat balasan dari Alloh SWT. Akhirnya ungkapan terima kasih yang tak terhingga disampaikan kepada Ayah HM. Soeyoto (almarhum), Ibu Hj. Siti Fatimah, suami tercinta Ir. H. Kusmono, anak-anakku tersayang Ucha, Fami dan Maula, adik-adik Rini dan Wiwid, serta seluruh keluarga atas segala doa, dukungan, perhatian, pengorbanan dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat
Bogor, Januari 2008 Retno Windya Kusumaningtyas
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 23 Agustus 1971 sebagai anak bungsu dari lima bersaudara pasangan ayahanda HM. Soeyoto (almarhum), Ibu Hj. Siti Fatimah. Tahun 1990 penulis lulus dari SMA Taruna Nusa Harapan Mojokerto, Jawa Timur.
Pendidikan tingkat sarjana ditempuh pada Jurusan Applied
Biological Science, Tokyo University of Agriculture and Technology, Jepang, lulus pada tahun 1996. Penulis menjadi staf peneliti pada Direktorat Teknologi Proses Industri Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Jakarta tahun 1996-1999, dan menjadi staf peneliti pada Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Bioindustri BPPT dari tahun 1999 sampai sekarang. Tahun 1999-2002 penulis menjadi koordinator kegiatan keproyekan di lingkungan BPPT dalam bidang pengembangan produk susu dan bakteri asam laktat, dan hingga kini aktif sebagai anggota dalam perhimpunan ilmiah PATPI dan PERMI, serta telah menghasilkan beberapa publikasi ilmiah. Pada tahun 2005, penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor pada Program Studi Ilmu Pangan.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL..........................................................................................
vii
DAFTAR GAMBAR.....................................................................................
viii
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................
ix
PENDAHULUAN..........................................................................................
1
TINJAUAN PUSTAKA Kakao dan produk olahannya........................................................... Flavonoid dan komposisi kimia kakao.............................................. Aktivitas antioksidan flavonoid......................................................... Metabolisme flavonoid...................................................................... Manfaat kakao bagi pembuluh darah................................................ Komponen darah................................................................................ Fungsi darah....................................................................................... Pembentukan sel darah ..................................................................... Eritrosit atau sel darah merah............................................................ Hemoglobin dan fungsinya................................................................ Hematokrit (HMT)............................................................................. Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC)…………. Fungsi limfosit……..………………………………………………. Fungsi monosit….………………………………………………….. Fungsi netrofil.……………………………………………………... Fungsi eosinofil……………………………………………………. Fungsi basofil……………………………………………………… Fungsi platelet……………………………………………………… Mekanisme hemostasis…………………………………………….. Fibrinolisis…………………………………………………………. Agregasi platelet…………………………………………………… Plasma darah……………………………………………………….. Quantitative Buffy Coat (QBC)……………………………………. Penentuan ukuran sampel…………………………………………... Kondisi vital………………………………………………………...
5 8 12 16 19 23 24 25 28 29 32 33 33 34 35 37 38 39 40 42 42 43 44 46 47
METODOLOGI Tempat dan waktu penelitian ............................................................. Bahan dan alat..................................................................................... Metode penelitian............................................................................... HASIL. Kondisi sosio-demografi..................................................................... Kondisi vital subyek dan kesehatan.................................................... Status gizi subyek................................................................................ Asupan energi dan nutrisi pada pola makan subyek........................... Profil darah.......................................................................................... PEMBAHASAN............................................................................................
48 48 49 57 57 59 60 62 68
SIMPULAN DAN SARAN...........................................................................
86
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................
87
LAMPIRAN...................................................................................................
95
DAFTAR TABEL
Halaman 1. Komposisi kimia bubuk kakaolindak bebas lemak per 100 gram berat kering ....................................................................................................
9
2. Komposisi kimia bubuk kakao per 100 gram........................................
9
3. Ringkasan penelitian tentang pengolahan dan manfaat kakao bagi kesehatan...............................................................................................
22
4. Pengaruh komponen aktif kakao pada kesehatan secara in vivo pada tikus dan manusia..................................................................................
23
5. Rata-rata (SD) konsentrasi hemoglobin (g/L) menurut umur dan jenis kelamin.................................................................................................
31
6. Nilai normal hitung jenis lekosit dalam % dan milimeter kubik dalam Sutedjo (2006)........................................................................................
36
7. Klasifikasi Body Mass Index (BMI) menurut World Health Organization (WHO)1990…………………………………………….
51
8. Total uang saku dan pengeluaran subyek yang terlibat dalam studi n=18.......................................................................................................
58
9. Kondisi kesehatan subyek......................................................................
58
10. Rata-rata umur dan kondisi vital subyek.........................................…..
59
11. Status gizi subyek berdasarkan Body Mass Index (BMI)…………….
60
12. Rekapitulasi asupan energi dan nutrisi subyek kelompok kontrol dan perlakuan sebelum suplementasi (baseline)…………………….…….
61
13. Rekapitulasi asupan energi dan nutrisi subyek kedua kelompok pada menu makan pagi dan malam yang disediakan peneliti……….…….
62
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1 Buah kakao..............................................................................................
5
2 Struktur dasar flavonoid..........................................................................
10
3 Penggolongan flavonoid dalam bahan pangan sebagai bagian polifenol dalam tanaman (Murphy et al 2003)....................................................... 4 Struktur kimia monomer dan oligomer flavonoid kakao .......................
12
5 Fitur aktivitas antioksidan flavonoid kakao (Rice-Evans 2001).............
14
6 Diagram komponen darah.......................................................................
24
7 Separasi sampel darah menurut berat jenisnya........................................
24
8 Jalur diferensiasi sel (Permono et al. 2006)............................................
27
9 Karakteristik bentuk biconcave sel darah merah dari scanning mikrograf elektron (Lehninger 1994)......................................................
28
10 Sel NK yang sedang menempel pada sel target (TC) (Roitt 2002).........
35
11 Netrofil yang dikelilingi sel darah merah (Roitt 2002)...........................
36
12 Diagram alir penelitian...........................................................................
55
13 Diagram kerangka pemikiran penelitian modifikasi dari Wiradyani (2003)…………………………………………………………………..
56
14 Grafik rata-rata konsentrasi hemoglobin kelompok perlakuan (P) dan kelompok kontrol (K) sebelum dan sesudah suplementasi.....................
63
15 Grafik rata-rata konsentrasi hematokrit kelompok perlakuan (P) dan kelompok kontrol (K) sebelum dan sesudah suplementasi.....................
64
16 Grafik rata-rata nilai MCHC kelompok perlakuan (P) dan kelompok kontrol (K) sebelum dan sesudah suplementasi......................................
65
17 Grafik rata-rata nilai total lekosit kelompok perlakuan (P) dan kelompok kontrol (K) sebelum dan sesudah suplementasi.....................
65
18 Grafik rata-rata nilai total granulosit, limfosi dan monosit kelompok perlakuan (P) dan kelompok kontrol (K) sebelum dan sesudah suplementasi............................................................................................
66
19 Grafik rata-rata konsentrasi platelet kelompok perlakuan (P) dan kelompok kontrol (K) sebelum dan sesudah suplementasi.....................
67
11
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1 Informed consent Pernyataan kesediaan menjadi subyek penelitian.....
95
2 Kuesioner kesehatan fisik, pola makan, dan kebiasaan konsumsi makanan jajanan......................................................................................
96
3 Daftar menu makan pagi dan makan malam ..........................................
106
4 Data statistik……………………………………………………………
107
5 Data asupan zat gizi dan energi...............................................................
123
6 Frekuensi makan sehari-hari subyek.......................................................
125
PENDAHULUAN Latar Belakang Dewasa ini pencemaran, radiasi, pemakaian bahan kimia dan kebiasaan mengkonsumsi makanan cepat saji yang banyak mengandung bahan tambahan makanan dapat menjadi sumber senyawa radikal yang mengakibatkan penuaan dini dan memunculkan beragam penyakit degeneratif. Senyawa radikal merupakan molekul yang mempunyai elektron yang tidak berpasangan sehingga kondisinya tidak stabil. Dengan sifat ini, senyawa radikal dapat menyebabkan berbagai kerusakan sel seperti kerusakan membran, protein, dan DNA, sehingga menyebabkan berbagai jenis penyakit degeneratif. Penyakit degeneratif seperti aterosklerosis, diabetes, hiperlipidemia, kanker hingga autoimun, adalah sebagai akibat beban metabolik yang ditimbulkan oleh gaya hidup masyarakat modern. Pangan fungsional adalah pangan yang tidak hanya memberikan zat-zat gizi esensial pada tubuh, tetapi juga memberikan efek perlindungan kesehatan atau bahkan penyembuhan terhadap beberapa penyakit. Bahan pangan yang berasal dari sumber tanaman diketahui memiliki komponen fitokimia, seperti flavonoid, antosianin dan sebagainya. Flavonoid dilaporkan memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi, berperan dalam pencegahan penyakit kardiovaskular dan pencegah kanker. Flavonoid sebagai senyawa non gizi, merupakan xenobiotik yang diketahui sangat aman dan toksisitasnya rendah, sehingga menjadi kandidat yang unggul sebagai agensia pencegah kanker. Biji kakao merupakan salah satu bahan yang kaya akan senyawa flavonoid diantaranya adalah senyawa flavanol yang berfungsi sebagai antioksidan. Flavonoid dalam kakao umumnya ditemukan dalam bentuk katekin, epikatekin, prosianidin, dan antosianidin. Kandungan polifenol kakao dilaporkan lebih tinggi daripada yang terdapat di dalam teh hijau, anggur merah dan sebagainya. Banyak penelitian di dalam dan luar negeri yang telah membuktikan manfaat flavonoid kakao bagi kesehatan baik secara in vitro maupun in vivo. Di antaranya dilaporkan manfaat flavonoid kakao bagi kesehatan vaskular, meningkatkan fungsi pembuluh darah, melindungi sel darah merah dari lisis dan kerusakan oksidatif yang erat hubungannya dengan aktivitas antioksidan yang tinggi. Flavonoid kakao juga
2
dilaporkan mampu menurunkan aktivitas platelet pada kasus aterosklerosis, meningkatkan proliferasi limfosit serta meningkatkan sistem imun. Indonesia termasuk negara penghasil kakao terbesar ketiga di dunia setelah Ivory Coast dan Ghana. Tanaman kakao yang banyak dibudidaya di Indonesia adalah jenis kakao Mulia atau kakao Edel (fine atau flavour cocoa) yang berasal dari varietas Criollo, dan jenis kakao Lindak (bulk cocoa) yang berasal dari varietas forestero dan trinitario. Namun kualitas dan harga kakao asal Indonesia di pasaran dunia masih rendah. Salah satu penyebabnya adalah ekspor kakao asal Indonesia didominasi oleh biji-biji kakao Lindak tanpa fermentasi. Padahal bijibiji kakao yang difermentasi lebih disukai karena dapat meningkatkan cita rasa produk kakao. Kakao Lindak merupakan komoditi kualitas kedua yang umumnya hanya digunakan sebagai bahan pelengkap dalam mengolah kakao Mulia. Di samping itu, biji-biji tersebut pada proses pengolahan hanya dijadikan sebagai sumber lemak. Lemak kakao banyak digunakan sebagai bahan baku farmasi dan kosmetika. Pada proses ekstraksi lemak kakao, dihasilkan produk samping berupa kakao bebas lemak dengan kadar lemak ± 2%. Produk ini belum banyak dimanfaatkan, selain hanya sebagai pakan ternak. Sebagai limbah produksi, bahan ini menjadi masalah terutama di daerah sentra produsen kakao. Penelitian terdahulu melaporkan adanya kandungan polifenol yang tinggi pada bubuk kakao bebas lemak, yaitu sekitar 120-180 g/kg dan kandungan total fenol yang cukup tinggi terdapat dalam bubuk kakao bebas lemak dari varietas bulk masak yaitu sebesar 35,5 ppm setiap 0,8 mg/ml ekstrak kakao dalam pelarut air atau sekitar 4,43 g/ 100 g bubuk kakao. Screening terhadap bubuk kakao bebas lemak dari 9 jenis biji kakao yang berbeda varietas maupun kondisi biji (bagus dan rusak) telah dilakukan, serta telah diuji toksisitasnya pada sel limfosit manusia. Dilaporkan bahwa secara in vitro, varietas bulk masak non fermentasi merupakan jenis biji kakao yang berpolifenol tinggi yang mampu menjaga ketahanan sel eritrosit, dan tidak toksik terhadap sel limfosit, yang berarti aman juga bagi sel lain di dalam tubuh. Semua senyawa atau makanan yang masuk ke dalam tubuh akan mempengaruhi komposisi darah, karena darah berfungsi mensuplai setiap jaringan di tubuh dengan zat gizi dan oksigen serta membuang sisa metabolisme dan
3
mengangkut karbon monoksida. Dengan demikian apapun yang mempengaruhi darah, juga akan mempengaruhi tubuh kita. Konsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak dilaporkan juga dapat meningkatkan kapasitas antioksidan plasma dan eritrosit serta meningkatkan ketersediaan hayati flavonoid dalam plasma. Efek perlindungan antioksidan flavonoid terhadap plasma darah merupakan gambaran dari perlindungan total terhadap tubuh, karena plasma merupakan tempat bermuaranya berbagai metabolit sel tubuh dan sel-sel imun. Di samping itu metabolisme senyawa xenobiotik juga dapat berlangsung pada jaringan-jaringan lain selain hati, misalnya saja dalam darah. Sehingga efek konsumsi bubuk kakao bebas lemak dalam bentuk minuman terhadap profil darah sangat penting diketahui untuk menentukan status kesehatan konsumen setelah mengkonsumsi, serta mengetahui keamanan produk minuman tersebut. Berdasarkan bukti-bukti tersebut, maka perlu dilakukan penelitian lanjutan secara in vivo dengan manusia sebagai subyeknya.
Tujuan Tujuan utama dari penelitian ini adalah mengukur pengaruh minuman bubuk kakao bebas lemak terhadap profil darah, meliputi variabel hematokrit, hemoglobin, mean corpuscular hemoglobin concentration (MCHC), lekosit, granulosit, limfosit, monosit dan platelet darah. Adapun tujuan sekunder dari penelitian ini adalah menghubungkan status gizi subyek dan asupan makanan subyek dengan profil darah setelah mengkonsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak
Hipotesis Hipotesis penelitian ini adalah bahwa setelah suplementasi minuman bubuk kakao bebas lemak selama 25 hari, maka : -
Jumlah komponen darah seperti hematokrit, hemoglobin, MCHC, lekosit, granulosit, limfosit dan monosit serta jumlah platelet darah pada subyek kelompok perlakuan tidak berubah secara bermakna dibandingkan dengan kelompok kontrol dan tetap dalam kisaran normal.
4
-
Status gizi subyek kelompok perlakuan tidak berubah secara bermakna dibandingkan dengan kelompok kontrol.
-
Jumlah total energi asupan makanan antara subyek kelompok perlakuan dan kelompok kontrol sebelum studi suplementasi minuman bubuk kakao bebas lemak (baseline) tidak berbeda nyata.
Manfaat Penelitian 1. Memberikan informasi tentang khasiat minuman bubuk kakao bebas lemak sebagai makanan yang aman dikonsumsi. 2. Memberikan informasi ilmiah tentang khasiat bubuk kakao bebas lemak varietas lokal yang baik untuk kesehatan. 3. Memberikan informasi ilmiah dalam rangka pengembangan limbah bubuk kakao bebas lemak sebagai produk pangan fungsional yang potensial.
TINJAUAN PUSTAKA Kakao dan Produk Olahannya Kakao atau coklat dengan nama ilmiah Theobroma cacao Linneaus, telah dikenal manusia sejak jaman pendudukan kuno Maya dan Astek sebagai "makanan dewa-dewa“ dan banyak dipakai pada upacara adat, resep makanan mereka serta sebagai obat (Mao et al 2003). Setelah penyebarannya ke seluruh dunia, kakao telah dikenal sebagai obat untuk berbagai jenis penyakit, seperti anemia, sakit kepala, anoreksia, asma, diare, sakit mata dan kelelahan (Minifie 1999).
Gambar 1 Buah kakao Menurut Tjitrosupomo (1988), sistematika kakao adalah sebagai berikut : Divisi
: Spermatophyta
Sub Divisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledoneae
Sub Kelas
: Dialypetalae
Ordo
: Malvales
Famili
: Sterculiaceae
Genus
: Theobroma
Spesies
: Theobroma cacao Linneaus
Pohon kakao terutama dijumpai di daerah yang beriklim panas dan lembab, seperti Afrika Barat, Indonesia dan Srilanka (Minifie 1999). Indonesia adalah produsen kakao terbesar ketiga setelah Ivory Coast dan Ghana dengan
6
produksi tahunan mencapai 435 ribu ton. Luas areal penanaman kakao telah mencapai lebih dari 770 ribu hektar yang tersebar di seluruh propinsi, kecuali DKI Jakarta (DJBPP 2004). Daerah penghasil utama kakao di Indonesia adalah Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sumatra Utara, dan Jawa Timur. Kakao sudah seharusnya menjadi produk unggulan di tanah air, karena Indonesia memiliki lahan luas yang memungkinkan budidaya kakao, tenaga kerja yang banyak, dan iklim tropis yang mendukung (DJBPP 2004). Tanaman kakao yang banyak dibudidaya di Indonesia adalah jenis kakao mulia atau kakao edel (fine atau flavour cocoa) yang berasal dari varietas criollo, dengan buah berwarna merah; dan jenis kakao lindak (bulk cocoa) yang berasal dari varietas forestero dan trinitario dengan warna buah hijau. Buah kakao yang telah matang ditandai dengan warna buah yang mulai semburat orange dari warna merah untuk kakao mulia, dan semburat kuning dari warna hijau untuk kakao lindak. Kakao lindak merupakan kakao kualitas kedua. Namun kakao jenis ini mendominasi perkebunan Indonesia ((DJBPP 2004; Minifie 1999). Disamping itu 90% kakao yang diproduksi petani belum terfermentasi serta mutunya rendah, sehingga suplier lebih senang mengekspor kakao mutu rendah tersebut dan mengimpor kakao olahan dari luar. Untuk meningkatkan daya saing, pemerintah telah mengeluarkan SNI agar produk kakao seluruhnya dilakukan fermentasi. Namun pada kenyataannya adanya monopoli dari negara pembeli kakao terbesar, membuat petani tetap menjual biji kakao non fermentasi yang bernilai rendah. Pohon kakao menghasilkan tandan bunga berwarna merah muda dan putih serta tidak begitu harum. Tandan tersebut menghasilkan buah yang masingmasing berisi 20-50 biji kakao. Biji kakao yang bermutu baik biasanya berukuran cukup besar, seberat lebih dari 1 gram per biji kering (Minifie 1999).
Kakao Fermentasi Kakao fermentasi adalah biji kakao masak yang diolah terlebih dahulu melalui proses pemeraman atau secara fermentasi alami. Sebelum difermentasi, buah kakao yang telah matang dipecah menggunakan batang kayu. Biji yang diperoleh masih terbungkus lendir, lalu difermentasikan dengan menumpuk dalam suatu wadah dari papan atau dionggokkan dengan alas lalu ditutup daun pisang
7
selama 7-12 hari, untuk memunculkan aroma khas coklat (Minifie 1999). Proses fermentasi ini amat kompleks karena melibatkan mikrobia tertentu seperti bakteri asam laktat dan khamir. Secara komersial, derajat fermentasi biji kakao ditandai dengan perubahan warna pada kotiledonnya. Munculnya warna coklat pada biji menandakan bahwa fermentasi berlangsung baik (Minifie 1999). Proses fermentasi kakao ditujukan untuk menentukan tingkat kandungan senyawa flavonoid yang selanjutnya akan menentukan karakteristik citarasa coklat yang dihasilkan (Cakirer 2003). Komposisi dan konsentrasi polifenol akan menurun selama fermentasi, di mana bentuk monomer, trimer dan tetramer lebih cepat menurun daripada bentuk oligomer (Cakirer 2003). Setelah proses fermentasi, biasanya biji kakao disortir lalu dikeringkan hingga kadar air maksimum 7,5% agar tidak ditumbuhi kapang. Pada tahap ini biji kakao selanjutnya dibersihkan dari kulit, sehingga siap digiling dan dipisahkan lemaknya (cocoa butter) untuk memperoleh bubur coklat (chocolate liquor). Lemak kakao yang diperoleh rata-rata sekitar 52-58%, lebih dari 5% adalah abu dan lebih dari 7% adalah bubur coklat (Belitz dan Grosch 1999). Bubur coklat mudah mengalami oksidasi, sehingga harus segera dipisahkan dari lemak dengan cara pengepresan. Hasilnya berupa balok-balok coklat yang rasanya pahit (bitter chocolate), tapi tahan disimpan dalam waktu yang relatif lama, walau masih mengandung kadar lemak sekitar 10-24%. Sampai tahap ini biasanya masih dilakukan proses pengepresan lanjut hingga mencapai kadar lemak < 20%. Bubuk kakao rendah lemak yang berwarna gelap dan aroma coklatnya lembut ini dimanfaatkan sebagai bahan pengisi kue, icing, bubuk puding, es krim dan minuman coklat (Belitz dan Grosch 1999).
Kakao Non Fermentasi Kakao non fermentasi adalah biji kakao masak yang langsung dikeringkan dan diekstraksi untuk diambil lemaknya. Lemak kakao merupakan materi yang sangat lembut dan bernilai gizi tinggi. Lemak kakao banyak digunakan sebagai bahan pengganti minyak ikan (cod-liver oil) dan bisa dikonsumsi sebagai suplemen saat masa-masa akhir kehamilan. Lemak kakao juga dipakai sebagai bahan pembentuk suppositoria dan pessaria yaitu sejenis alat kontrasepsi, bahan
8
krim, sabun, serta bahan pelapis pil. Oleh sebab itu lemak kakao sangat bernilai tinggi di industri farmasi dan kosmetika. Bubuk kakao bebas lemak merupakan sisa hasil ekstraksi lemak kakao tahap akhir. Produk kakao ini tidak begitu memiliki aroma khas coklat, agak pahit dengan kadar lemak hanya 2,59% dan belum banyak pemanfaatannya. Pada skala laboratorium, lemak dalam bubuk kakao dapat dipisahkan dengan metode soxhlet menggunakan pelarut petroleum eter (titik didih 40-60ºC) selama 16 jam. Bubuk kakao bebas lemak kemudian dikeringkan dengan oven. Polifenol kasar dapat diekstrak dari bubuk tersebut dengan penambahan metanol absolut (1:10), kemudian dihomogenisasi. Setelah disentrifugasi pada 4000 rpm selama 15 menit pada suhu dingin, diperoleh supernatan yang kemudian diuapkan untuk mendapatkan polifenol murni (Misnawi dan Selamat 2004). Polifenol kakao paling banyak terdapat pada bubuk kakao dibandingkan pada lemak kakao. Hal ini disebabkan polifenol tersimpan di dalam sel pigmen, yang menentukan warna kakao (Belitz dan Grosch 1999).
Komposisi Kimia dan Flavonoid Kakao Menurut Misnawi et al (2002), biji kakao yang difermentasi mengandung kadar polifenol sekitar 50-100 g/kg, sedangkan biji kakao non fermentasi mengandung polifenol yang lebih tinggi dibandingkan dengan biji kakao fermentasi, yaitu sekitar 120-180 g/kg. Keberadaan polifenol pada konsentrasi yang tinggi dalam kakao memberi pengaruh negatif terhadap citarasa, berupa rasa sepat dan pahit yang berlebihan serta menghambat pembentukan komponenkomponen aroma selama proses penyangraian biji kakao (Misnawi et al 2004). Pembentukan rasa sepat diduga melalui mekanisme pengendapan protein-protein yang kaya prolin dalam air ludah dan menyumbang pada rasa pahit khas coklat bersama alkaloid, beberapa asam amino, peptida dan pirazin (Bonvehi dan Coll 1997). Berdasarkan penelitian Zairisman (2006), bubuk kakao bebas lemak dari jenis kakao lindak masak non fermentasi mengandung total fenol sebesar 35,5 ppm tiap 0,8 mg/ml ekstrak kakao dalam pelarut air atau sekitar 4,43 g dalam 100
9
g bubuk kakao. Adapun komposisi kimia bubuk kakao lindak bebas lemak seperti tercantum pada Tabel 1. Tabel 1 Komposisi kimia bubuk kakao lindak bebas lemak per 100 gram berat kering. Nutrisi
Komposisi (g/100 g)
Karbohidrat
51,42
Protein
28,08
Lemak
2,59
Air
10,42
Abu
7,51
Sumber: Yuliatmoko (2007); Hasanah (2007); Amri (2007)
Adapun komposisi kimia bubuk kakao menurut Cheney (1999) dan menurut Daftar Komposisi Makanan (Indonesia) seperti tercantum pada Tabel 2. Tabel 2 Komposisi kimia bubuk kakao per 100 gram Nutrisi
Komposisi Menurut Data Base USA1
Komposisi Menurut Daftar Komposisi Makanan2
Kalori (Kcal) Lemak (g) Karbohidrat (g) Serat (g) Protein (g) Alkohol (g) PUFA (g) Kolesterol (mg) Vitamin A (µg) Vitamin E (mg) Karotenoid (mg) Vitamin B1 (mg) Vitamin B2 (mg) Vitamin B6 (mg) Asam Folat Total (µg) Vitamin C (mg) Magnesium (mg) Fosfor (mg) Potassium (mg) Sodium (mg) Calcium (mg) Besi (mg) Seng (mg) Tembaga (mg) Mangan (mg) Air (g) Kadar abu
228,49 13,50 53,35 27,90 19,59 1495,50 8,99 169,45 13,86 7,93 4,61 4,73 2,58 6,33
477,1 29,7 63,4 0 4,2 0 1,0 0 2 0 0 0,1 0,1 0,1 10,0 0 115 132 365 11 32 3,1 1,6 0 -
Sumber: 1)Cheney (1999); 2) NutriSurvey 2002.
10
Pada biji kakao terdapat karbohidrat misalnya pati, stachyosa, rafinosa, sukrosa, glukosa dan fruktosa (Belitz dan Grosch 1999). Sedangkan serat pangan yang terdapat di dalam biji antara lain pentosan, galaktan, musin yang mengandung asam galakturonat dan selulosa. Karbohidrat bersama-sama dengan asam amino berkontribusi pada pengembangan flavor melalui degradasi gula saat proses pemanasan (reaksi Maillard). Asam amino yang terdapat dalam biji kakao misalnya asam aspartat, glisin dan lisin (Minifie 1999). Sejumlah polifenol golongan flavonoid terdapat dalam biji kakao, termasuk di dalamnya katekin, epikatekin dan antosianin (Minifie 1999). Flavonoid adalah komponen yang memiliki berat molekul rendah, dan pada dasarnya adalah phenylbenzopyrones (phenylchromones) dengan berbagai variasi pada struktur dasarnya, yaitu tiga cincin utama yang saling melekat. Struktur dasar ini terdiri dari dua cincin benzena (A dan B) yang dihubungkan melalui cincin heterosiklik piran atau piron (dengan ikatan ganda) yang disebut cincin ”C” (Middleton et al 2000). Hal ini dipertegas lagi oleh Miean dan Mohamed (2001) bahwa struktur flavonoid adalah rangkaian cincin karbon C 6 C 3 C 6 . Struktur inilah yang membuat senyawa fenolik cenderung mudah larut dalam pelarut organik atau air (CIC 2001) (Gambar 2).
Gambar 2 Struktur dasar flavonoid Flavonoid lebih jauh dibagi menjadi beberapa sub kelas yang berbeda, yang umumnya diklasifikasikan berdasarkan substitusi atom atau gugus atom pada atom karbon cincin C. Klasifikasi tersebut terdiri dari flavon, flavonol, flavanon, flavanol, proantosianin, antosianin dan isoflavon (Gambar 3). Terdapat banyak komponen individual dalam masing-masing subkelas tersebut. Komponen tersebut berbeda dalam jumlah dan susunan dari gugus –OH, adanya substitusi dengan gula, asam galat dan sebagainya, serta struktur tiga dimensinya. Di alam,
11
senyawa fenolik kerap dijumpai terikat pada protein, alkanoid, dan terdapat di antara terpenoid (CIC 2001). Flavonoid
Antosianin
Proantosianin
Isoflavon
Flavanon
Flavonol
Flavanol
Flavon
Hesperetin Tangeretin
Quercetin Kaempferol
Epikatekin Katekin
Luteolin Apigenin
Delphinidin Sianidin
Polimer flavanol
Genistein Daidzein
Gambar 3 Penggolongan flavonoid dalam bahan pangan, sebagai bagian polifenol dalam tanaman (Murphy et al 2003) Flavonoid terdapat pada sebagian besar tanaman yaitu sebagai pigmen kuning atau merah pada bunga serta berfungsi sebagai perlindungan terhadap serangan mikroba atau serangga (Minifie 1999). Flavonoid kakao atau flavanol, juga merupakan metabolit atau senyawa yang diproduksi untuk mempertahankan biji yang sedang tumbuh dari serangan penyakit (CIC 2001). Bila bijinya telah dipanen untuk selanjutnya diolah, flavanol lalu memainkan peranan penting dalam pengembangan flavor. Konsentrasi flavanol bervariasi, tergantung pada varietas dari pohon kakao (CIC 2001). Tidak mudah membedakan varietas kakao mana yang mengandung flavanol yang tinggi dan mana yang rendah. Cakirer (2003) melaporkan bahwa warna biji kakao bisa digunakan sebagai indikator total konsentrasi flavanol dalam biji kakao, karena komponen kimia yang bertanggung jawab pada warna kakao adalah flavanol sendiri. Flavanol yang berada dalam bentuk monomer misalnya katekin dan epikatekin, sedangkan yang berada dalam bentuk oligomer dikenal sebagai proantosianidin atau prosianidin (CIC 2001) (Gambar 4). Identifikasi Wollgast et
12
al (2000) menyimpulkan bahwa flavonoid kakao 58% dalam bentuk oligomer, dan 37% di antaranya dalam bentuk monomer flavan-3-ol, sedangkan 5% sisanya berupa antosianin dan polifenolik lainnya. Secara teori, prosianidin dapat dipecah menjadi monomer-monomernya melalui pemecahan oksidatif dalam sistem butanol asam (Misnawi dan Selamat 2004), namun dalam tubuh enzim-enzim pencernaan diduga mampu melakukan pemecahan flavonoid kakao. Menurut Keen (2001), flavonoid kakao dalam bentuk monomer lebih mudah diserap tubuh daripada bentuk polimer atau oligomer. Yuliatmoko (2007) telah mengidentifikasi adanya katekin pada plasma subyek yang telah mengkonsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak selama 25 hari. Murphy et al (2003) juga melaporkan adanya peningkatan konsentrasi epikatekin dan katekin pada plasma subyek yang telah disuplementasi dengan prosianidin selama 28 hari.
Monomer : (+)- katekin
Prosianidin : dimer hingga dekamer
Gambar 4 Struktur kimia monomer dan oligomer flavonoid kakao
Aktivitas Antioksidan Flavonoid Sistem antioksidan sangat penting dalam pertahanan suatu organisme. Detoksifikasi ROS dilakukan oleh sistem enzimatik dan non enzimatik yang merupakan sistem pertahanan antioksidan dalam tubuh. Sistem enzim tersebut misalnya SOD, katalase, glutatione peroksidase, D-T diaphorase (Sies et al 1985). Sistem enzim seperti SOD dan katalase beraksi secara spesifik melawan ROS, sedangkan antioksidan non enzimatik kurang spesifik namun juga dapat memungut radikal baik organik maupun inorganik. Antioksidan enzimatik dan non enzimatik dapat diklasifikasikan menjadi larut air dan larut lemak, tergantung
13
di mana mereka terutama beraksi, di dalam fase cair atau dalam bagian membran sel yang lipofilik. Antioksidan hidrofilik misalnya asam askorbat dan asam urat, sedangkan termasuk antioksidan lipofilik misalnya ubiquinol, retinoid, karotenoid dan tokoferol (vitamin E). Sementara itu protein plasma, GSH dan asam urat termasuk antioksidan endogenus, sedangkan asam askorbat, karotenoid, retinoid, flavonoid dan tokoferol termasuk antioksidan makanan (Middleton et al 2000). Reaktif oksigen spesies (ROS) secara umum sebagai istilah bagi bentuk radikal dengan atom oksigen di tengah, seperti superoksida (O2*) dan hidroksil (•OH), atau jenis turunan oksigen non radikal seperti hidrogen peroksida (H2O2), oksigen singlet (1O2) dan asam hipoklorat (HOCl) (Middleton et al 2000). ROS berperan penting dalam aksi terhadap banyak senyawa asing, termasuk xenobiotik. Produksi ROS akan meningkat seiring dengan banyaknya kerusakan jaringan. Terbentuknya radikal bebas mengimplikasikan adanya penyakit seperti inflamasi atau gangguan sistem imun bahkan infarksi miokardinal dan kanker (Hodgson dan Levi 2000). Radikal bebas yang diproduksi dalam jumlah normal, sesungguhnya penting untuk menjaga fungsi biologis. Namun, jika jumlahnya berlebihan, ia akan mencari pasangan elektronnya dengan merampas secara radikal dari molekul lain yang mengakibatkan kerusakan oksidatif jaringan yang sering dikenal sebagai stres oksidatif (Sies 1985). Pembentukan ROS dalam sistem biologis yang menimbulkan kerusakan misalnya peroksidasi lipid membran, kerusakan oksidatif pada asam nukleat dan karbohidrat, oksidasi sulfidril dan kelompok protein lainnya yang rentan. Radikal bebas diketahui memiliki kecenderungan mengawali dan mengembangkan karsinogenesis (Hodgson dan Levi
2000). Banyak
penelitian melaporkan adanya peranan ROS dalam arterosklerosis, stroke, infarksi miokardinal, trauma, artritis, iskemia dan kanker (Middleton et al 2000). Jika jumlah radikal bebas makin banyak, antioksidan endogen tidak akan mampu lagi melumpuhkan secara efektif sehingga harus ada tambahan antioksidan dari luar (eksogen) yang berasal dari bahan makanan (Feldman
2002; Halliwel dan
Gutteridge 1999). Senyawa alami seperti flavonoid menurut banyak penelitian juga dikenal sebagai antioksidan. Hal ini disebabkan oleh strukturnya yang dapat menangkap
14
radikal bebas (free radical scavengers) dengan melepaskan atom hidrogen dari gugus hidroksilnya (Middleton et al 2000). Pemberian atom hidrogen ini akan menyebabkan radikal bebas menjadi stabil dan berhenti melakukan gerakan ekstrim, sehingga tidak merusak makromolekul seperti lipid, protein, dan DNA yang menjadi target kerusakan seluler (Gambar 5). Menurut Middleton et al (2000), flavonoid juga dapat bertindak sebagai quencer oksigen singlet dan sebagai pengkelat logam. Menurut Charpentier dan Cateora (1996) mekanisme antioksidan flavonoid adalah a) melalui penghambatan terbentuknya radikal bebas, b) menjadi perantara dalam netralisasi radikal bebas yang telah terbentuk ( scavenger ), c) menurunkan kemampuan radikal bebas dalam reaksi oksidasi, dan d) menghambat enzim oksidatif, misalnya sitokrom P-450 sehingga meningkatkan kerja enzim berikutnya yaitu GSH. Menurut Shahidi (1997), antioksidan diketahui bekerja pada berbagai tahapan oksidasi molekul lemak, yaitu dengan cara menurunkan kadar oksigen, menangkap singlet oksigen, pencegahan tahap inisiasi reaksi rantai melalui penangkapan radikal hidroksil, pengikatan ion logam katalisator, dekomposisi produk utama menjadi senyawa non radikal dan pemutusan reaksi rantai untuk mencegah kelanjutan penarikan elektron dari substrat.
Katekin
Radikal
Katekin kuinon
Gambar 5 Fitur aktivitas antioksidan flavonoid kakao (Rice –Evans 2001). Kapasitas antioksidan flavonoid tergantung pada kemampuan reduksi bentuk radikalnya dan kemudahan berubah menjadi bentuk radikalnya (Rice – Evans 2001). Karakter struktur yang mendasari kemampuan reduksi tersebut
15
antara lain adalah adanya struktur katekol (3’, 4’- dihidroksi) dalam cincin B; serta adanya ikatan rangkap 2,3 dan gugus 3-hidroksil dalam cincin C (Rice – Evans 2001). Sesuai dengan studi secara in vitro, pada studi in vivo atau manusia juga dilaporkan bahwa dosis kecil dari epikatekin sangat efektif sebagai antioksidan. Epikatekin dan flavonoid lainnya tidak hanya mempunyai efek antioksidan secara langsung, namun juga memiliki efek sinergis pada antioksidan lainnya seperti vitamin C dan E (Engler et al 2004). Kekuatan antioksidan flavonoid kakao didukung oleh kelarutannya yang tinggi dalam sistem yang heterogen, bahkan dalam sistem emulsi lemak sekalipun (Ziegleder dan Sandmeier 1983). Senyawa katekin dapat berperan sebagai antioksidan yang akan menghalau radikal bebas yang bersifat karsinogenik, sehingga tidak sempat menempel dengan DNA sel sehingga kerusakannya bisa dicegah (Middleton et al 2000). Menurut Ziegleder dan Sandmeier (1983), keampuhan katekin sebagai antioksidan hampir 100 kali lebih efektif dari vitamin C dan 25 kali lebih ampuh dari vitamin E. Hasil penelitian Selamat dan Misnawi (2002) mendapatkan bahwa aktivitas antioksidan polifenol biji kakao masih tetap tinggi bahkan lebih baik dari vitamin E (αtokoferol) walaupun telah dipanaskan sampai 140ºC selama 45 menit. Yuliatmoko (2007) melaporkan bahwa konsumsi minuman bubuk kakao lindak bebas lemak pada 18 orang wanita sehat selama 25 hari berpengaruh nyata dalam meningkatkan aktivitas antioksidan plasma yang meliputi peningkatan kadar vitamin C plasma, peningkatan antiradikal bebas, dan penurunan nilai malonaldehida (MDA) plasma serta memperpanjang phase lag diena terkonjugasi. Hasanah (2007) melaporkan bahwa konsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak pada 18 wanita sehat selama 25 hari dapat meningkatkan aktivitas enzim antioksidan katalase baik pada eritrosit maupun plasma. Rein et al (2000) melaporkan bahwa dengan mengkonsumsi minuman kakao yang kaya flavanol, akan terjadi peningkatan kapasitas antioksidan darah dalam 2 jam setelah konsumsi. Di samping itu juga terjadi penurunan pada penanda yang berhubungan dengan kerusakan akibat radikal bebas. Hal ini mendukung konsep bahwa flavanol kakao berperan sebagai antioksidan dalam tubuh dan membantu mencegah kerusakan akibat radikal bebas.
16
Pada studi randomized cross-over pada 23 subyek yang sehat, diberikan konsumsi makanan Amerika biasa (terkontrol kandungan serat, kafein dan theobromine) dan makanan biasa yang disuplementasi dengan bubuk coklat dan dark
chocolate.
Setelah
empat
minggu,
subyek
yang
makan
dengan
disuplementasi coklat menunjukkan peningkatan kapasitas antioksidan total dalam darah, penurunan oksidasi Low Density Lipoprotein (LDL) dan peningkatan High Density Lipoprotein (HDL) (Wan et al 2001). Mathur et al (2002) melaporkan tentang studi cross-over non-blind pada 25 subyek sehat yang diberi coklat dan minuman kakao selama 6 minggu. Berdasarkan pengukuran yang dilakukan pada kinetika oksidasi LDL dan isoprostanes dalam urin, maka selama fase suplementasi kakao terjadi penurunan oksidasi LDL. Sedangkan tidak terjadi perubahan pada penanda inflamasi seperti sitokin darah, interlukin TNF dan C-reaktif protein sebelum dan sesudah perlakuan. Hasil penelitian di atas mendukung bukti bahwa konsumsi kakao yang mengandung flavanol sebagai bagian dari makanan campuran dapat meningkatkan kapasitas antioksidan dalam darah dan dapat mempengaruhi secara positif faktor yang berhubungan dengan kesehatan kardiovaskular, serta merupakan strategi diet yang penting untuk mendukung kesehatan jantung.
Metabolisme Flavonoid Metabolisme senyawa xenobiotik terdiri dari dua fase. Pada fase satu, toksikan bersifat lipofilik akan ditransformasikan oleh enzim-enzim fase satu (monooksigenase) menjadi senyawa-senyawa metabolit yang bersifat polarreaktif. Pada fase dua, metabolit yang terbentuk akan dikonjugasikan oleh enzim-enzim fase dua (konjugasi) sehingga dihasilkan senyawa yang bersifat hidrofilik dan mudah diekskresikan ke luar tubuh. Namun jika metabolisme senyawa xenobiotik menghasilkan produk yang reaktif, maka akan menimbulkan efek toksik bagi tubuh (Hodgson dan Levi 2000). Enzim sitokrom P450 berperan penting dan terlibat paling dominan pada reaksi fase I, yang mana dalam reaksi ini terjadi proses oksidasi, reduksi atau hidrolisis guna memasukkan gugus fungsional yang sesuai bagi reaksi konjugasi fase II. Flavonoid umumnya bersifat polar, sehingga ketika dikonsumsi akan
17
segera diserap, dan diduga langsung menginduksi aktivitas enzim-enzim fase II. Bioavailabilitas flavonoid tergantung pada struktur kimianya dan apakah molekul tersebut dikonjugasikan. Jalur penyerapan dan metabolisme flavonoid sangat umum, bila ada perbedaan jalur metabolik, maka ditentukan oleh 1) spesifitas dan aktivitas dari transporter, 2) spesifitas dan aktivitas dari enzim-enzim metabolisme, dan 3) stabilitas flavonoid (Williamson 2004). Flavonoid terdapat di tanaman atau bahan pangan umumnya dalam bentuk glikosidanya. Glikosida flavonoid bersifat stabil pada suhu pemanasan atau pemasakan biasa, stabil pada pH lambung yang asam, dan stabil terhadap enzimenzim gastrik. Karenanya glikosida flavonoid yang dikonsumsi, bisa mencapai usus dengan utuh. Lambung memiliki luas permukaan yang melakukan penyerapan lebih kecil dibandingkan dengan permukaan usus halus, sehingga memiliki keterbatasan dalam melakukan penyerapan aglikon flavonoid. Flavanol, seperti katekin dan oligomer proantosianidin, biasanya terdapat di alam dalam bentuk aglikon (unglycosylated) (Williamson 2004). Glikosida flavonoid harus mengalami deglikosilasi sebelum diserap di usus. Deglikosilasi dapat terjadi di beberapa sisi dari duodenum dan jejunum setelah transport flavonoid menuju enterosit., yaitu (1) di dalam lumen usus; (2) oleh enzim hidrolase yang terdapat pada brush border; atau (3) oleh hidrolase intraseluler. Deglikosilasi merupakan prasyarat untuk konjugasi oleh
enzim
intestinal, dan untuk ditransportasikan pada sisi serosal (dalam darah) atau mukosal
(dalam
usus).
Luminal
mengandung
glikosidase
yang
dapat
memindahkan gula dari flavonoid. Glikosidase ini bisa berasal dari sel yang luruh, sekresi intestinal, atau dari bagian makanan yang dikonsumsi dan juga bisa berasal dari sejumlah mikroorganisme. Di dalam brush border terdapat enzim lactase phlorizin hydrolase (LPH) yang berperan dalam hidrolisis laktosa. Enzim ini juga membantu deglikosilasi flavonoid sebelum penyerapan. Enzim ini beraksi di luar sel epitel sehingga molekul dapat dideglikosilasi di dalam lumen tanpa harus melintasi membran enterosit terlebih dahulu. Produk deglikosilasi adalah sebuah aglikon bebas yang kemudian berdifusi ke sel epitel secara difusi pasif atau fasilitas. Mekanisme penyerapan glikosida flavonoid ke enterosit juga melibatkan suatu transporter gula, yaitu SGLT1. SGLT1 akan mengikuti transpor
18
glikosida flavonoid ke dalam sel, untuk kemudian dideglikosilasi oleh βglukosidase sitosolik (Williamson 2004). Di usus terdapat enzim-enzim yang berperan dalam konjugasi senyawa xenobiotik, seperti glucuronosyl transferase (UGTs) dan glutathione transferase. Flavonoid membentuk konjugasi dengan glukuronida di usus halus. Pada model studi penyerapan usus halus yang menguji flavonoid yang ditransfer dari kompartemen mukosal ke komparteman serosal, didapatkan bahwa quercetin, katekin dan genistein terutama berada dalam bentuk terglukuronidasi. Enzim yang mengkatalis konjugasi di usus halus manusia kebanyakan adalah UGT1A1 dan 1A8, meskipun UGT1A9 juga berperan di hati. Bentuk terkonjugasi dari flavonoid, akan melindungi flavonoid dari fluida biologis. Dalam bentuk aglikon, flavonoid akan tidak stabil dan waktu paruhnya lebih pendek daripada dalam bentuk terkonjugasi. Flavonoid akan lebih stabil dalam bentuk terkonjugasi, dan dapat ditranportasikan ke jaringan. Namun tidak semua flavonoid terkonjugasi di usus, karena di dalam plasma juga didapatkan flavonoid yang tidak terkonjugasi walaupun dalam jumlah yang sangat sedikit. Flavonoid tersebut adalah katekin dan isoflavon pada kondisi, dosis dan waktu tertentu (Williamson 2004). Hati akan menerima flavonoid dari darah, termasuk darah dari usus halus selama melewati metabolisme yang pertama. Berdasarkan penelitian secara in vitro dan in vivo diketahui bahwa flavonoid dari usus halus akan mencapai hati, sepenuhnya dalam bentuk terkonjugasi dengan glukuronida. Glukuronida dari usus halus akan diambil ke sel hepatik oleh suatu transporter atau mekanisme lainnya.
Setelah
pengambilan
ini,
glukuronida
dari
usus
halus
akan
dideglukuronisasi di dalam sel oleh enzim β–glukuronidase lalu disulfatasi, atau glukuronida yang utuh dimetilasi. Pada reaksi sulfatasi yang terutama terjadi di hati, residu glukuronida flavonoid akan dipindahkan dan digantikan oleh sulfat. Sejumlah kecil flavonoid akan lepas dari konjugasi di dalam usus halus. Aglikon ini akan mencapai hati di mana akan terkonjugasi dengan sulfat, glukuronida dan mungkin termetilasi. Konjugat flavonoid akan dikirimkan ke bile lalu kembali ke usus halus. Lalu konjugat flavonoid akan ditranspor ke kolon tanpa mengalami dekonjugasi lagi. Di kolon akan mengalami deglukuronidasi
19
atau sulfatasi oleh mikroba di ileum atau kolon lalu terjadi reabsorpsi flavonoid, sebelum masuk dalam siklus hepatik. Darah mengangkut flavonoid ke jaringan di seluruh tubuh. Aglikon dapat masuk ke jaringan perifer secara difusi pasif atau fasilitas jika berada dalam plasma. Konjugat glukuronida harus ditransportasikan ke jaringan perifer karena sifatnya yang relatif hidrophilik dan berdifusi melalui membran dengan sangat lambat. Enzim-enzim mikroflora kolon, memiliki kapasitas yang sangat tinggi untuk reaksi dekonjugasi, termasuk deglikosilasi, deglukuronidasi dan desulfatasi. Secara in vitro, reaksi dekonjugasi berlangsung sangat cepat, hingga menghasilkan aglikon (Williamson 2004).
Manfaat Kakao bagi Pembuluh Darah Dewasa ini penelitian-penelitian di dalam dan di luar negeri telah banyak membuktikan manfaat flavonoid kakao bagi pembuluh darah. Fisher et al (2003) melaporkan studi tentang pengaruh konsumsi kakao kaya flavanol pada aliran darah periferal. Subyek yang sehat diminta meminum kakao kaya flavanol selama 5 hari, dan dilakukan pengukuran aliran darah pada hari pertama dan terakhir konsumsi. Subyek dengan minuman yang kaya flavanol mengalami kenaikan aliran darah periferalnya secara tajam dan terus menerus. Hal ini tampaknya berhubungan dengan produksi oksida nitrat, yaitu suatu molekul yang diproduksi dalam tubuh yang berperan penting dalam pengaturan respon pembuluh darah untuk mengalirkan darah. Sebaliknya subyek yang meminum kakao dengan sedikit flavanol tidak menunjukkan kenaikan aliran darah yang sama. Hasil yang sama juga ditunjukkan pada studi menggunakan subyek yang memiliki satu faktor resiko penyakit kardiovaskular, di mana subyek yang mengkonsumsi minuman kaya flavanol mengalami peningkatan aliran darah yang signifikan. Hal ini disebabkan terjadinya dilatasi pembuluh darah (relaksasi) yang paralel dengan peningkatan produksi oksida nitrat (Heiss et al 2003). Dilatasi pembuluh darah yang terjadi akan berpengaruh pada kadar eikosanoid dan juga pertahanan terhadap oksidasi (Mao et al 2002). Pada subyek yang sehat, dilatasi pembuluh darah segera terjadi pada 2 jam setelah konsumsi (Engler et al 2004).
20
Rein et al (2000) telah meneliti pengaruh minuman kakao yang mengandung flavanol saja dan kombinasinya dengan aspirin pada fungsi platelet. Platelet adalah sel dalam darah yang merupakan komponen utama pada pembekuan darah. Aspirin dikenal sebagai agen antiplatelet dan diberikan untuk menurunkan resiko penyakit kardiovaskular. Subyek sehat yang meminum kakao kaya flavanol saja, menunjukkan pembekuan darah yang lambat. Sedangkan pada subyek yang mengkonsumsi minuman kombinasi flavanol-aspirin, lebih menunjukkan efek yang saling mendukung dalam memodulasi faktor yang mempengaruhi pembekuan. Pada studi cross-over pada 16 subyek sehat yang diminta mengkonsumsi aspirin, minuman coklat dan kombinasi keduanya, fungsi platelet dievaluasi dengan berbagai tes misalnya induksi epinephrine pada 2 dan 6 jam setelah konsumsi. Diketahui bahwa flavanol dan aspirin sama-sama menghambat fungsi platelet. Bila aspirin telah menghambat pada jam ke 2 dan jam ke 6 setelah konsumsi, maka flavanol mulai menghambat setelah jam ke 6 (Rein et al 2000). Zhu et al (2002) melaporkan adanya penurunan yang signifikan pada kecenderungan eritrosit untuk mengalami hemolisis akibat radikal bebas setelah pemberian minuman yang mengandung flavanol kakao pada 5 – 6 ekor tikus Sprague Dawley maupun pada 8 orang sehat. Oligomer prosianidin kakao juga menunjukkan efek penghambatan proliferasi sel mikrovaskular endotel manusia pada angiogenesis karena stres oksidatif secara in vitro. Hal ini membuktikan bahwa komponen kakao tersebut dapat dimanfaatkan sebagai antitumor (Kenny et al 2004). Amri (2007) melaporkan bahwa konsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak pada 18 wanita sehat selama 25 hari dapat meningkatkan kemampuan oksidatif eritrosit yang ditandai dengan penurunan kadar MDA eritrosit dan peningkatan aktivitas antioksidan eritrosit. Selain itu konsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak dapat melindungi membran eritrosit dari kerusakan oksidatif yang ditandai dengan menurunnya persentase lisis yang disebabkan oleh beberapa oksidator. Olivia (2006) dan Zairisman (2006) melaporkan bahwa pada studi secara in vitro, aktivitas flavonoid kakao bebas lemak memiliki kapasitas sebagai
21
imunomodulator, karena dapat menstimulasi proliferasi sel limfosit. Hal ini diperkuat oleh Erniati (2007) yang membuktikan secara in vivo, bahwa setelah konsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak selama 25 hari pada 18 subyek wanita sehat, aktivitas flavonoid kakao dapat menstimulasi proliferasi limfosit T dan limfosit B, yang diduga melalui stimulasi produksi sitokin, terutama IL-1, IL2 dan IL-4.
22
Tabel 3 Ringkasan penelitian tentang pengolahan dan manfaat kakao bagi kesehatan No.
Tema Penelitian
Referensi
Lokasi
1.
Peningkatan aliran atau relaksasi pembuluh dan sirkulasi darah; peningkatan produksi oksida nitrat (fungsi endothelia) dan pengaruh pada kadar eikosanoid serta ketahanan terhadap oksidasi
Fisher et.al (2003) Heiss et.al, (2003) Mao et al(2002). Engler et al(2004)
Harvard, USA Jerman Davis, USA San Fransisco, USA Davis, USA
2.
Penurunan tendensi pembentukan pembekuan darah, penghambatan fungsi platelet (aktivitas, agregasi) melalui penurunan ekspresi P-selectin, dan agregasi karena induksi ADP dan kolagen
Rein et.al (2000) Holt et al( 2002) Murphy et.al (2003)
Davis, USA Davis, USA Australia
3.
Peningkatan kapasitas antioksidan total dalam darah ; penurunan oksidasi LDL dan peningkatan HDL; pengaruh pada penanda inflamasi seperti sitokin darah, interlukin TNF dan C-reaktif protein; penghambatan proliferasi sel mikrovaskular endotel manusia pada angiogenesis karena stres oksidatif (antitumor)
Rein et.al (2000) Wan et al,2001 Mathur et.al (2002) Kenny et.al (2004)
Davis, USA Davis, USA Dallas, USA Davis, USA
4
Penurunan kecenderungan hemolisis eritrosit akibat radikal bebas.
Zhu et.al (2002), (2005)
Davis, USA
5
Peningkatan konsentrasi monomer polifenol kakao secara kimiawi
Misnawi et al (2004)
Jember, Indonesia
6.
Pengaruh polifenol kakao pada cita rasa dan perubahan selama fermentasi
7
Peningkatan oksidasi polifenol pada biji kakao selama fermentasi secara enzimatis
Misnawi et al (2001)
Jember, Indonesia
8
Pengaruh bubuk kakao bebas lemak terhadap : Efek perlindungan pada sel darah manusia secara in vitro, sifat oksidatif dan proliferasi limfosit manusia, aktivitas antioksidan, bioavailabilitas flavonoid dalam plasma, eritrosit darah, profil darah lengkap, enzim antioksidan dan sistem detoksifikasi.
Olivia (2006); Zairisman (2006); Erniati(2007); Yuliatmoko (2007); Amri .(2007); Hasanah(2007) Kusumaningtyas(2008)
Bogor, Indonesia
Misnawi et al (2001) Jember, Indonesia
23
Tabel 4 Pengaruh komponen aktif kakao pada kesehatan secara in vivo pada tikus dan manusia No Komponen Dosis Manfaat Subyek Referensi aktif 1
Epikatekin (E)
213mgP+46mgE (coklat batang)
Meningkatkan fungsi endotelia
21 org sehat, 2 mgg
Engler et al (2004).
2
Prosianidin (P)
0.375 g/kg bb (minuman)
Dapat diserap darah/tubuh
5 org sehat (3 lk, 2 pr)
Holt et al (2002)
18,75 g (minuman)
Menghambat fungsi platelet
30 org sehat, 3 kelompok
Rein et al (2000)
651 mg (coklat batang &minuman)
Menurunkan oksidasi LDL
25 org sehat, cross over, non-blind
Mathur et al (2002)
234mg/d (tablet)
Menurunkan fungsi platelet
32 org sehat (17 lk, 15 pr), 28 hr double-blind, randomized, placebo controlled
Murphy et al (2003)
100mg
Menghambat hemolisis eritrosit
5-6 tikus SD
Zhu et al (2002)
8 org sehat (lk), cross-over.
Zhu et al (2005)
3
Flavanol & prosianidin (FP)
0,25-0,5 g/kg bb (minuman)
Komponen Darah Darah manusia mempunyai berat kurang lebih sebesar 8% dari berat tubuh manusia. Darah terdiri atas unsur-unsur seluler sebanyak 45% yang tersuspensi dalam suatu larutan bersifat cair, yaitu plasma yang bervolume 55% dari keseluruhan volume. Adapun komponen seluler tersebut meliputi eritrosit atau sel darah merah, platelet atau trombosit, lekosit atau sel darah putih. Lekosit terbagi atas sel yang bergranula yaitu netrofil, eosinofil dan basofil; serta sel yang tidak bergranula yaitu limfosit dan monosit (Koolman dan Rohm 2000). Masing-masing komponen darah mempunyai fungsi yang spesifik dalam tubuh, seperti tercantum pada Gambar 6. Separasi pada suatu sampel darah yang telah diberi agen anti pembekuan dengan sentrifugasi, akan memisahkan sel darah merah pada dasar tabung, plasma
24
pada bagian atas tabung dan sel darah putih berada di antaranya dengan membentuk lapisan buffy coat seperti tercantum pada Gambar 7 (Olivia 2006). Komponen Darah
eritrosit transpor O2, CO2
trombosit pembekuan darah
lekosit, sistem imun
agranulosit
granulosit dikenal juga sebagai
polimorfonukleosit terdiri dari
limfosit Limfosit: 24 %, Produksi antibodi: T-sel, B-sel, Natural Killer Cells
monosit
basofill
Monosit: 4 %, Membunuh mikroba dg proses fagositosis
Basofil; 0,5-1 %, Dia 810µm, Mengeluarkan heparin,histamin seratonin dalam reaksi alergi, respon inflammasi
netrofil Netrofil; 60-70 %. Dia 10-12 µm Fagositosis, membunuh bakteri dengan lisozim & oksidan kuat, meningkat saat infeksi akut
eosinofil Eosinofil 2-4 %. Dia 10-12 µm. Membunuh efek histamin dlm reak si alergi Fagositosis kompleks antigen-antibodi Merusak cacing parasit
Gambar 6 Diagram komponen darah plasma lekosit atau lapisan buffy coat eritrosit
Gambar 7 Separasi sampel darah menurut berat jenisnya Fungsi Darah Darah mempunyai berbagai fungsi di dalam tubuh manusia. Darah merupakan alat transpor gas oksigen dan karbondioksida, mengangkut zat-zat makanan yang diserap dari usus ke dalam hati dan organ-organ lainnya, sehingga organ-organ tetap terpelihara dengan baik. Selain itu darah mengambil produk
25
akhir metabolisme dari jaringan dan membawanya ke paru-paru, hati dan ginjal untuk diekskresikan. Darah juga membantu distribusi ion-ion dan hormon di dalam organisme (Koolman dan Rohm 2000). Darah juga berfungsi sebagai homeostatis yaitu menjaga persediaan air di dalam sistem pembuluh darah, sel-sel ruang intraseluler dan daerah ekstraseluler agar selalu berada dalam keadaan seimbang. Darah juga mengatur keseimbangan asam-basa bekerja sama dengan paru-paru, hati dan ginjal. Transpor panas dalam tubuh juga diatur oleh darah sehingga suhu tubuh dapat terjaga (Koolman dan Rohm 2000). Darah juga berfungsi sebagai pertahanan tubuh yaitu dengan menghasilkan sel-sel sistem imun dan antibodi. Bila molekul-molekul dan sel-sel asing masuk ke dalam organisme, segera tubuh membentuk pertahanan baik berupa mekanisme tidak spesifik maupun spesifik. Darah juga mempunyai suatu sistem yang bekerja menggumpalkan darah dan menghentikan perdarahan secara fisiologik atau hemostasis serta mampu mencairkan kembali gumpalan-gumpalan darah atau fibrinolisis (Koolman dan Rohm 2000).
Pembentukan Sel Darah Semua jenis sel darah di produksi dalam sumsum tulang oleh sel yang disebut hematopoietik stem sel (multipotent stem cell). Stem sel ini sangat sedikit jumlahnya, hanya sekitar satu dalam 10.000 sel sumsum tulang dan menempel pada garis osteoblast pada permukaan sebelah dalam rongga tulang. Stem sel juga mengekspresikan protein permukaan sel yang ditandai dengan CD34. Stem sel memproduksi dua jenis keturunan dengan cara mitosis, yaitu stem sel anak dan sel-sel yang akan berdiferensiasi menjadi bermacam jenis sel darah lainnya. Pada orang dewasa sel darah diproduksi sebanyak 1011 per hari. Jalur diferensiasi sel disajikan seperti pada Gambar 8. Jalur mana yang akan dipilih diatur oleh kebutuhan akan jenis sel darah yang dikontrol oleh sitokin atau hormon yang sesuai, misalnya: interlukin-7 (IL-7), erithropoietin (EPO), dan thrombopoietin (TPO). IL-7 adalah sitokin utama dalam stimulasi stem sel untuk memulai jalur pembentukan limfosit. EPO yang diproduksi oleh ginjal, akan meningkatkan
26
produksi sel darah merah. TPO dibantu oleh IL-11 akan menstimulasi produksi megakaryosit, yang lalu berfragmentasi membentuk platelet. Granulocyte macrophage colony stimulating factor (GM-CSF) dibawah pengaruh granulocyte colony stimulating factor (G-CSF) akan berdiferensiasi menjadi netrofil. Lebih lanjut setelah distimulasi oleh IL-5 akan membentuk eosinofil, dan oleh IL-3 akan distimulasi untuk membentuk basofil. Dengan stimulasi oleh macrophage colony stimulating factor (M-CSF) sel anakan granulosit akan berdiferensiasi menjadi monosit, makrofag dan sel dendritik (Permono et al 2006; Lowe 1988; Weiss 1975). Pada orang dewasa, bila jaringan pembentuk sel-sel darah ekstramedular seperti limpa, limfonodi dan timus mengalami stres, maka sumsum tulang akan mengadakan kompensasi yaitu sebagai sumber pembentukan sel-sel darah. Lekosit adalah salah satu sel darah yang merupakan produk dari proses ini (Lowe 1988). Sel darah putih jumlahnya lebih sedikit daripada sel darah merah dengan perbandingan 1:700. Tidak seperti halnya sel darah merah dan platelet, ketika menjalankan fungsinya, sel darah putih langsung dilepaskan dalam jaringan. Sel darah putih memiliki inti sel. Sel darah putih juga memiliki internal struktur termasuk inti sel dan mitokondria yang berbeda fungsi dengan yang terdapat pada sel darah merah. Waktu hidup lekosit tidak diketahui dengan persis, nampaknya sekitar 3-12 hari untuk lekosit bergranular dan untuk yang tidak bergranular lebih panjang (Williams et al 1987). Granulosit atau lekosit yang bergranula misalnya neutrofil, eosinofil dan basofil. Pembentukan granulosit atau granulopoiesis di mana terjadi proliferasi yang dilakukan oleh sel stem pada sumsum tulang, dipengaruhi oleh faktor ekstrinsik dan faktor intrinsik. Faktor intrinsik yang banyak berperan adalah sistem hormonal dalam tubuh yaitu antara lain : a) androgen, yang merangsang produksi granulosit; b) antagonis adrenergik, estrogen, hormon pertumbuhan, prolaktin, progesteron dan tiroksin, yang tidak mempengaruhi granulosit dan monosit; serta c) deksametason dan prostaglandin E2 (PGE2) yang secara aktif mempengaruhi pertumbuhan dan diferensiasi granulosit dan monosit (Lowe 1988).
27
Eosinofil merupakan lekosit yang bergranula, memiliki 2 lobus dalam intinya, terdapat 2-4 % dari lekosit atau hanya sedikit saja terdapat dalam darah (0-450/ul) dan berdiameter 10-12 um (Sutedjo 2006).
Gambar 8 Jalur diferensiasi sel (Permono et al 2006) Basofil merupakan lekosit yang intinya terdapat granula besar yang menyerupai huruf S, berdiameter 8-10 µm, terdapat 0,5-1% dari jumlah seluruh lekosit (Sutedjo 2006). Trombosit atau platelet adalah sel kecil bergranula dengan diameter 2-4 µm. Jumlah berkisar antara 250.000-500.000 atau rata-rata sekitar 300.000/µl darah dan pada keadaan normal mempunyai waktu paruh 4 hari. Jumlah ini dipelihara oleh mekanisme homeostatik. Sekitar 60-70% trombosit yang dibentuk sel megakariosit yang lepas dari sumsum tulang berada dalam peredaran darah, sedangkan sisanya sebagian terdapat di dalam limpa (Williams et al 1987). Proses pembentukan sel-sel darah dewasa dipengaruhi berbagai faktor seperti lingkungan mikro dari sumsum tulang, network yang sangat komplek dari sitokin dan faktor pertumbuhan hematopoietik serta suplai yang memadai dari nutrisi-nutrisi, vitamin dan komponen mikro dalam makanan lainnya. Flavonoid
28
dilaporkan juga mempengaruhi pembentukan sel-sel darah dan fungsinya (Middleton et al 2000).
Eritrosit atau Sel Darah Merah Eritrosit merupakan sel yang berbentuk biconcave discoid dengan diameter 7 µm dan ketebalan 1-3 µm. Eritrosit terdapat sekitar 45% volume darah, yaitu 4.8 x 106/mm3 pada wanita dewasa dan 5.5 x 106/mm3 pada pria dewasa. Jumlah ini dapat bervariasi melebihi nilai kisaran tergantung faktor kesehatan dan ketinggian. Orang yang tinggal di tempat 18.000 kaki di atas permukaan laut bisa memiliki sel darah merah 8.3 x 106/mm3 (Weiss 1975).
Gambar 9 Karakteristik bentuk biconcave sel darah merah dari scanning mikrograf elektron (Lehninger 1994). Eritropoisis atau pembentukan eritrosit terjadi di sumsum tulang oleh aktivitas stem sel atau hemocytoblast. Sel-sel yang belum dewasa dengan diameter 20-23 µm membelah secara mitosis dan mengalami beberapa transformasi sebelum menjadi eritrosit. Pertama-tama stem sel menghasilkan rubriblast yang berbentuk bulat dengan inti di tengah dan sitoplasma yang agak buram.
Melalui
tahapan
pengembangan
seperti
prorubricyte,
rubricyte,
metarubricyte hingga reticulocyte, inti dan sel eritrosit menjadi lebih kecil. Reticulocyte merupakan prekursor eritrosit dan terdiri dari satu inti dan organela seperti mitokondria, aparatus Golgi, retikulum endoplasma dan ribosom. Sel-sel ini membentuk dua polipeptida yaitu α- dan β- globin dan protoporpirin dengan Fe dari hemoglobin. Setelah mensintesis hemoglobin ini, reticulocyte memulai proses diferensiasi di mana mereka kehilangan inti dan organelanya, sehingga pada saat sel darah merah dewasa muncul di aliran darah, sel tersebut sudah tidak
29
memiliki inti sel dan kemampuan metaboliknya terbatas. Sel darah merah ini tidak bisa mensintesis hemoglobin. Pada saat sel darah merah muncul di plasma, mereka masih bercampur dengan sedikit reticulocyte yang tersisa (0.5 sampai 1.5%) (Williams et al 1987; Koolman dan Rohm 2000). Waktu hidup sel darah merah antara 105 sampai 120 hari. Ketika sel darah merah mulai menua, mereka menjadi mudah rapuh dan akhirnya rusak oleh fragmentasi mekanis saat mengalami tekanan selama bersirkulasi dan fagositosis di hati dan limpa. Dalam waktu hidup tersebut, 0.8% dari populasi sel darah merah rusak dan diperbarui setiap harinya (120 x 109 sel). Sebagian besar besi dalam hemoglobin akan dipakai ulang, sedangkan porsi heme yang tersisa akan didegradasi menjadi pigmen empedu yang diekskresikan oleh hati. Mekanisme homeostatis mampu memelihara volume sel darah merah tetap seimbang, di mana penurunan jumlah sel darah merah akan mengaktivasi sekresi hormon erythropoietin yang menstimulasi sumsum belakang untuk meningkatkan produksi sel darah merah (Williams et al 1987; Koolman dan Rohm 2000).
Hemoglobin dan Fungsinya Di dalam sel darah merah terdapat larutan jenuh hemoglobin yang berfungsi penting dalam transpor O2 dan CO2 antara paru-paru dan jaringan. Organisme tingkat tinggi memerlukan suatu sistem transpor untuk oksigen (O2), karena O2 sukar larut dalam air. Jadi dalam 1 L plasma hanya sekitar 3,2 ml O2 yang dapat larut. Sebaliknya hemoglobin yang terkandung di dalam darah manusia (sekitar 160 g/L) mengikat 220 ml O2/L, artinya 70 kali lipat dari yang terkandung dalam plasma (Williams et al 1987; Koolman dan Rohm 2000). Hemoglobin orang dewasa (HbA) adalah suatu tetramer dari dua rantai-α (141 asam amino) dan dua rantai-β (146 asam amino) dengan berat molekul masing-masing sekitar 16 kDa. Subunit-α dan β dapat dibedakan dari urutannya tetapi keduanya terlipat dengan cara yang serupa. Kurang lebih 80% asam amino globin membentuk heliks-α. Hemoglobin merupakan pigmen sel darah merah yang berperan dalam transpor O2 dan CO2. Molekul hemoglobin seberat 64,5 kDa dapat mengikat 4 molekul oksigen. Fe+2 dalam haem secara dapat balik mengikat oksigen untuk
30
diangkut ke jaringan, sementara bentuk oksidasi Fe+3 dalam methemoglobin menyebabkan hemoglobin kehilangan kapasitasnya dalam mengangkut oksigen (Koolman dan Rohm 2000). Pengukuran konsentrasi hemoglobin dalam darah secara umum dilakukan untuk mengetahui adanya anemia karena defisiensi besi (Gibson 2005). Namun pengukuran Hb bukan satu-satunya parameter, karena sering kali hal ini menimbulkan kesalahan klasifikasi karena kisaran nilai normal Hb pada orang sehat bertumpang tindih dengan nilai Hb pada orang anemia karena defisiensi besi. Konsentrasi Hb dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain : -
Variasi biologis, di mana nilai Hb pada malam hari lebih rendah daripada pada pagi hari, dengan nilai lebih dari 10 g/L (Gibson 2005).
-
Umur dan jenis kelamin. Pada saat bayi usia 6 bulan, nilai Hb pada bayi perempuan lebih rendah daripada pada bayi laki-laki. Setelah menginjak usia remaja, Hb pada wanita lebih rendah dibanding pada pria. Hb pria meningkat karena pengaruh hormon testosteron dan kematangan seksualnya, sekitar 20 g/L lebih tinggi dibanding wanita. Nilai Hb akan cenderung menurun dengan bertambahnya usia.
-
Ras. Keturunan Afrika memiliki Hb 5-10 g/L lebih rendah daripada orang Kaukasia.
-
Kehamilan. Saat hamil wanita mengalami peningkatan volume plasma dan massa sel darah merah. Hal ini menyebabkan Hb mengalami dilusi/pengenceran, sehingga nilai Hb menjadi turun.
-
Ketinggian. Ketinggian menyebabkan suatu respon adaptasi dalam tubuh terhadap tekanan oksigen yang rendah dan penurunan oksigen jenuh dalam darah. Semakin tinggi tempat seseorang berada (> 1000 m), nilai hematokrit dan Hb akan meningkat secara bertahap.
-
Anemia karena defisiensi besi. Defisiensi terjadi karena cadangan besi habis terpakai, sedangkan suplai pada jaringan kurang. Hal ini akan menurunkan konsentrasi Hb.
-
Kekurangan komponen nutrisi seperti protein, vitamin A, B6, B12, riboflavin, folat dan tembaga akan menurunkan konsentrasi Hb.
31
-
Infeksi. Infeksi parasit (protozoa malaria) akan menurunkan konsentrasi Hb dengan merusak eritrosit dan menekan pembentukan eritrosit baru. Infeksi kronis dan inflamasi penyakit tertentu, perdarahan, malnutrisi protein juga menurunkan konsentrasi Hb.
-
Kebiasaan merokok. Kebiasaan merokok akan menjadikan konsentrasi Hb lebih tinggi, karena adanya penurunan kapasitas angkut O2 darah akibat adanya gas CO, di mana akan menginduksi peningkatan level karboksihemoglobin (Sutedjo 2006; Gibson 2005; Koolman dan Rohm 2000; Williams 1987; Yoshikawa 1974).
Tabel 5 Rata-rata (SD) konsentrasi Hb (g/L) menurut umur dan jenis kelamin Umur (tahun) 1-2 3-5 6-11 12-15 16-19 20-49 50-69 >70
Wanita
Pria 122.0 (7.34) 124.4 (7.57) 130.9 (7.92)
134.3 (9.27)) 133.7 (8.21) 134.8 (9.12) 136.5 (9.82) 135.6 (10.68)
142.4 (10.0) 152.9 (10.03) 153.0 (9.68) 150.1 (10.64) 145.3 (12.87)
Sumber : Gibson 2005
Meskipun dalam sehari sebanyak 10-15 mg zat besi bisa dikonsumsi, namun hanya 1-2 mg (10-15%) yang diserap untuk menggantikan zat besi yang hilang secara steady state, dan diambil oleh sumsum tulang untuk pembentukan hemoglobin, atau disimpan dalam jaringan retikuloendotelia (Eastwood 2003). Penyerapan zat besi akan meningkat saat masa pertumbuhan, kehilangan darah, dan kehamilan. Penyerapan zat besi terjadi pada usus halus bagian atas dan dikontrol oleh sel mukosal, serta dimediasi oleh reseptor spesifik pada permukaan mukosa usus. Zat besi dalam bentuk Fe+2 yang terdapat dalam makanan hewani lebih mudah diserap daripada zat besi yang terdapat dalam makanan nabati, di mana zat besi ini agak dipengaruhi oleh komponen lain dalam bahan pangan. Dalam usus, haem dilepaskan dari hemoglobin, myoglobin, atau sitokrom melalui degradasi proteolitik fraksi protein. Haem lalu ditranspor melalui brush border sel epitel untuk berikatan dengan reseptor. Sekali diserap dalam sel, zat besi akan dibebaskan secara enzimatik dari haem oleh haem oksigenase (Eastwood 2003). Zat besi dari makanan nabati berada dalam bentuk kompleks sebagai Fe+3 (non-haem) yang berikatan dengan protein, fitat, oksalat, fosfat dan karbonat.
32
Bentuk kompleks ini berberat molekul besar sehingga kurang bisa diserap. Zat besi non-haem diambil dari lumen usus melalui membran border pada sisi reseptor yang diduga sebagai glikoprotein. Zat besi yang diserap akan melalui plasma dan berikatan dengan protein transferin. Asam askorbat memfasilitasi penyerapan zat besi sehingga mudah larut. HCl gastrik akan memfasilitasi penyerapan zat besi non-haem dengan mengkonversi Fe+3 menjadi Fe+2. Defisiensi zat besi yang berkepanjangan akan menyebabkan atropi gastrik. Gastrektomi dan malabsorpsi juga dapat menyebabkan anemia karena defisiensi zat besi (Eastwood 2003). Asam fitat, fosfat, karbonat, polifenol, tanin, kalsium, mangan, kadmium, kobalt, copper, oksalat dan bikarbonat pankreatik dapat mengikat zat besi dan menurunkan penyerapan zat besi. Penyerapan zat besi akan meningkat ketika ada peningkatan produksi sel darah merah, dan akan semakin meningkat pada orang yang mengalami defisiensi zat besi. Kontrol penyerapan zat besi tergantung pada aktivitas sumsum tulang dan cadangan zat besi. Cadangan zat besi akan rusak saat kehamilan, di mana pertumbuhan janin akan menstimulus peningkatan penyerapan zat besi (Eastwood 2003).
Hematokrit (HMT) Hematokrit didefinisikan sebagai volume fraksi darah di mana bertempat sel darah merah yang dinyatakan dalam 100 ml/ 1 dl total darah, atau biasa disebut sebagai packed cell volume (PCV). Hematokrit merupakan perbandingan bagian dari darah yang mengandung eritrosit terhadap volume seluruh darah dihitung dalam %. Persentasi HMT yang tinggi menunjukkan tingkat konsentrasi darah yang semakin kental. Keadaan ini dapat menyebabkan plasma darah keluar dari pembuluh darah, yang bisa berlanjut pada keadaan shok hipovolemik (Sutedjo 2006). Pada defisiensi zat besi, HMT akan turun karena Hb yang terbentuk berkurang. Diagnosa demam berdarah dengue, diperkuat dengan nilai HMT >20% dari nilai normal. Peningkatan kadar HMT juga tampak pada gejala penyakit hipolevelemia, dehidrasi, polisitemia vera, diare berat, asidosis diabetikum, emfisema paru, iskemik serebral, eklampsia, efek pembedahan dan luka bakar. Sedangkan penurunan nilai HMT terjadi pada pendarahan, anemia,
33
leukimia, penyakit Hodkins, limfosarcoma, mieloma multiple, gagal ginjal kronik, serosis hepatis, malnutrisi defisiensi vitamin B dan C, kehamilan, SLE, arthritis reumathoid, dan ulkus peptikum (Sutedjo 2006) Pengukuran HMT sama dengan pengukuran Hb. Nilai normal HMT: Anak
: 33-38 %
Laki-laki dewasa
: 40-48 %
Wanita dewasa
:37.0 – 47.0(%)
Mean Corpuscular Hemoglobin Consentration (MCHC) Jika konsentrasi Hb dan HMT diketahui, maka rata-rata konsentrasi Hb dalam sel darah merah dapat dihitung, yaitu dengan istilah yang dikenal sebagai MCHC. MCHC dihitung sebagai : MCHC (g/L) =
Hemoglobin (g/L) Hematokrit (vol. fraksi)
Nilai MCHC kurang dapat dipengaruhi oleh faktor usia dibandingkan oleh indeks sel darah merah lainnya. Namun indeks ini dinilai kurang bermanfaat dibanding indeks-indeks sel darah merah karena selama terjadi defisiensi zat besi, paling akhir mengalami penurunan (Gibson 2005). Konsentrasi MCHC akan rendah pada anemia defisiensi zat besi, tapi akan normal pada makrositik anemia karena defisiensi folat dan vitamin B12, dan juga pada anemia karena penyakit kronis. Nilai normal pada orang dewasa berkisar antara 320-360 g/L. Nilai < 300 g/L mengindikasikan hipokromia yang berhubungan dengan defisiensi zat besi (Gibson 2005).
Fungsi Limfosit Limfosit adalah tipe sel pusat sistem imun. Ekspresi imunitas merupakan interaksi antara limfosit dengan makrofag dan sel pendukung lainnya. Limfosit akan memberikan respon terhadap suatu antigen yang masuk ke dalam tubuh melalui sistem imunitas seluler maupun imunitas humoral (Roitt 2002). Limfosit merupakan lekosit yang tidak bergranula, memiliki inti yang besar, dan berukuran sedikit lebih besar dari eritrosit. Limfosit dihasilkan oleh jaringan limpatik dan berperan penting dalam proses kekebalan dan pembentukan
34
antibodi (Sutedjo 2006). Ada beberapa jenis limfosit yang memiliki fungsi berbeda-beda, walaupun bentuknya hampir serupa di bawah mikroskop. Jenis yang umum dari limfosit antara lain limfosit B (sel B) dan limfosit T (sel T). Limfosit T dan limfosit B mampu memberikan respon stimulasi terhadap mitogen berupa kemampuan berproliferasi, yang menunjukkan status imunitas seluler (Roitt 2002). Limfosit B bertanggung jawab pada pembentukan antibodi dan pada manusia normal berjumlah 5-15 % dari total limfosit, sedangkan limfosit T berjumlah 65-80 % dari total limfosit. Limfosit T terdiri dari subset sel yaitu inflammatory T cells, yang merekrut makrofag dan netrofil menuju sisi yang terinfeksi atau jaringan yang rusak; cytotoxic T lymphocytes (CTLs), yang membunuh virus yang menginfeksi atau sel tumor; dan helper T cells, yang meningkatkan produksi antibodi oleh sel B (Roitt 2002). Limfosit yang telah berubah menjadi sel T akan berpindah dari sumsum tulang ke timus untuk menjadi dewasa di sana. Sel B dan sel T akan tinggal di lymph nodes, limpa dan jaringan lainnya. Pada saat menghadapi antigen, limfosit akan melanjutkan pembelahan sel dan menjadi sel dewasa secara fungsional. Populasi limfosit mempunyai reseptor antigen yang beragam, namun setiap limfosit hanya dapat mengenal beberapa antigen, sehingga dalam proses respons imun limfosit saling bekerja sama untuk mengeliminasi beragam antigen yang masuk ke dalam tubuh (Roitt 2002). Jumlah normal limfosit adalah 20-35% dari seluruh lekosit. Penurunan jumlah limfosit dijumpai pada gejala-gejala penyakit kanker, leukemia myeloid, hiperfungsi adrenokortikal, anemia aplastik, agranulositosis, gagal ginjal, sindrom nefrotik, dan SLE. Sedangkan peningkatan jumlah limfosit dijumpai pada gejalagejala penyakit leukemia limfositik, infeksi virus, infeksi kronik, penyakit Hodkins, dan hipofungsi adrenokortikal (Sutedjo 2006).
Fungsi Monosit Monosit merupakan lekosit dengan sitoplasma yang tidak bergranula, berinti besar dengan ukuran dua kali lebih besar daripada eritrosit (Sutedjo 2006). Monosit dibuat pada jaringan limpatik, terdapat sekitar 4% dari seluruh lekosit. Monosit meninggalkan darah dan menjadi makrofag dan sel dendritik. Makrofag
35
sangat besar dan merupakan sel fagosit yang memakan benda asing (antigen) yang memasuki tubuh dan memakan serpihan sel-sel tubuh yang rusak dan mati (Roitt 2002). Makrofag membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan netrofil untuk mencapai sisi yang terinfeksi, namun mereka sampai dalam jumlah yang lebih besar.
Gambar 10 Sel NK yang sedang menempel pada sel target (TC)(Roitt 2002). Jumlah normal monosit adalah 2-8% dari jumlah seluruh lekosit. Jumlah ini akan mengalami penurunan pada gejala-gejala penyakit leukemia limfosit dan anemia aplastik serta akan mengalami peningkatan pada gejala penyakit karena infeksi virus, penyakit parasit, leukemia monosit, dan kanker (Sutedjo 2006). Konsentrasi limfosit dan monosit umumnya dibaca bersama-sama pada alat QBC, yaitu dengan kisaran nilai normal 1.7 – 4.9(x109/L).
Fungsi Netrofil Netrofil merupakan lekosit yang bergranula dengan inti yang memiliki banyak lobus, sehingga disebut polimorfonuklear. Netrofil terdapat sekitar 6070% dari jumlah lekosit dan berdiameter 10-12 µm . Netrofil merupakan lekosit pertama yang merespon invasi bakteri ke dalam tubuh, paling cepat bereaksi terhadap radang dan perlukaan serta merupakan garis depan pertahanan selama fase infeksi akut (Sutedjo 2006). Mereka menembus dinding kapiler menuju sisi yang terinfeksi untuk memakan bakteri dengan cara fagositosis sambil melepaskan enzim lisozim. Pada orang sehat, netrofil selalu menjaga tempattempat yang memang banyak terdapat bakteri seperti di tenggorokan dan usus, agar tidak terdapat bakteri yang membahayakan. Jumlah netrofil akan berkurang bila tubuh terpapar radiasi dosis tinggi, kemoterapi dan berbagai bentuk stres lainnya. Hal ini akan menyebabkan bakteri yang semula tidak membahayakan
36
menjadi berkembang biak, sehingga mengakibatkan opportunistic infection (Roitt 2002). Penurunan jumlah netrofil dijumpai sebagai gejala penyakit karena infeksi virus, leukemia, agranulositosis, anemia aplastik, dan anemia defisiensi besi. Sedangkan peningkatan jumlah netrofil dijumpai pada infeksi akut, penyakit radang, kerusakan jaringan, penyakit Hodkins, apendiksitis akut, dan pankreatitis akut (Sutedjo 2006). Nilai normal netrofil seperti tercantum pada Tabel 6. Segmen adalah istilah bagi netrofil yang telah dewasa, sedangkan pita adalah sebutan untuk netrofil yang belum dewasa. Tabel 6 Nilai normal hitung jenis lekosit dalam % dan milimeter kubik dalam Sutedjo (2006) No 1
Jenis lekosit Netrofil (total)
Dewasa (%) 50-70
Dewasa (mm3) 2500-7000
2 3 4 5
a. Segmen b. Pita Eosinofil Basofil Monosit Limfosit
50-65 0-5 1-3 0,4-1,0 4-6 25-35
2500-6500 0-500 100-300 40-100 200-600 1700-3500
Anak/bayi Bayi =61% Umur 1 th=2% Sama dengan dewasa Sama dengan dewasa Sama dengan dewasa Sama dengan dewasa 4-9% Bayi=34%, 1th=60% 6th=42%, 12th=38%
Gambar 11 Netrofil yang dikelilingi sel darah merah (Roitt 2002). Flavonoid diketahui memiliki aktivitas yang mempengaruhi fungsi netrofil. Beberapa flavonoid diketahui dapat menghambat stimulasi pelepasan enzim lisosomal netrofil kelinci. Juga dilaporkan bahwa flavonoid kuersetin mampu menghambat sekresi enzim lisosomal yang diinduksi oleh concanavalin A pada netrofil babi dan subyek manusia sehat. Flavonoid ini tidak berpengaruh pada binding concanavalin A pada reseptor membran sel (Middleton et al 2000).
37
Oksigen radikal dan reaktif oksigen intermediet non radikal yang dilepaskan oleh netrofil dan sel fagosit lainnya merupakan indikasi adanya inflamasi atau gangguan sistem imun (Ward et al 1991). Beberapa flavonoid diketahui sebagai pemulung oksigen radikal atau radikal bebas. Sehingga flavonoid akan sangat mengganggu produksi reaktif oksigen intermediet oleh netrofil dan sel fagosit lainnya. Hal ini terjadi karena adanya NADPH oksidase, yaitu suatu enzim yang memproduksi oksidan yang kuat dan terdapat pada permukaan membran netrofil. Gangguan flavonoid pada produksi reaktif oksigen intermediet oleh netrofil dan sel fagosit lainnya diduga berkontribusi pada aktivitas anti-inflamasi dari komponen ini (Middleton et al 2000). Flavonoid juga dilaporkan menghambat pelepasan β-glucuronidase dan lisozim oleh netrofil, serta menghambat pelepasan asam arakidonat dari membran. Aksi flavonoid ini sangat kompleks dan berhubungan dengan tipe sel serta stimulan aktivasinya.
Fungsi Eosinofil Eosinofil merupakan polimorfonukleus yang bergranula yang bertugas melakukan pembunuhan parasit di luar sel. Pada inti granula terdapat suatu protein dasar utama, sedangkan dalam matrik granula terdapat protein kation dan peroksidase. Enzim lain yang terdapat pada eosinofil antara lain arylsulfatase B, fosfolipase dan histaminase D. Enzim-enzim ini mempunyai reseptor permukaan untuk komplemen C3b dan dalam keadaan aktif menghasilkan suatu letupan respiratori yang hebat bersamaan dengan terbentuknya metabolit oksigen aktif (Roitt 2002). Sebagian besar cacing dapat mengaktifkan jalur komplemen alternatif. Pembungkusan tubuh mereka oleh C3b memungkinkan melekatnya eosinofil melalui reseptor C3b. Apabila kontak tersebut berlanjut ke tahap pengaktifan, eosinofil akan mengawali serangan ekstraselulernya termasuk pelepasan protein dasar utama dan protein kation untuk merusak membran parasit (Roitt 2002). Jumlah eosinofil akan meningkat tajam pada penyakit-penyakit tertentu khususnya yang disebabkan oleh infeksi cacing parasit, alergi, kanker tulang, testis dan otak. Sedangkan penurunan jumlahnya terjadi pada hiperfungsi
38
adrenokortikal, stress, shock dan luka bakar (Sutedjo 2006). Nilai normal eosinofil seperti tercantum pada Tabel 6. Flavonoid kuersetin dilaporkan dapat menghambat sekresi eosinofil akan kristal protein Charcot-Leyden yang diinduksi oleh ionophore A23187 dan sekresi protein kation (Sloan et al 1991). Flavonoid tertentu juga menghambat degranulasi eosinofil yang distimulasi oleh stimulan imunologis atau nonimunologis, seperti alergen dan platelet activating factor (PAF) (Middleton et al 2000). Hal ini diduga berkontribusi pada mekanisme anti inflamasi dan anti alergi flavonoid.
Fungsi Basofil Basofil merupakan sel mast yang meronda atau bersirkulasi, dan merupakan sel yang penting dalam patogenesis dari fase akhir reaksi alergi (Middleton et al 2000). Jumlah basofil akan meningkat selama terjadi infeksi. Basofil meninggalkan darah dan berkumpul pada sisi yang terinfeksi atau inflamasi lainnya. Di sana mereka mengeluarkan isi granulanya sambil melepaskan berbagai mediator seperti histamin, serotonin, prostaglandin dan leukotrien, yang akan meningkatkan aliran darah menuju area inflamasi. Mediator yang dilepaskan basofil berperan penting pada beberapa respon alergi, seperti demam karena alergi rumput kering dan respon terhadap sengatan serangga (Roitt 2002). Basofil juga berperan pada kondisi inflamasi steril yang disebabkan oleh stres, seperti dermatitis atopik, interstisial sistitis, migrain dan sklerosis. Sehingga penurunan jumlah basofil dapat dijumpai pada penderita stres, reaksi hipersensitivitas dan kehamilan (Sutedjo 2006). Nilai normal basofil seperti tercantum pada Tabel 6. Konsentrasi netrofil, eosinofil dan basofil dapat dibaca bersama-sama pada alat QBC dalam konsentrasi granulosit, yaitu dengan kisaran nilai normal 1.8 – 7.2(x109/L). Proliferasi basofil dan sel mast diatur oleh faktor stem sel. Beberapa penelitian melaporkan bahwa flavonoid baicalein dan turunannya menghambat proliferasi sel mast (Middleton et al 2000). Lalu Nagai et al (1995) melaporkan bahwa genistein dapat menghambat pelepasan histamin yang diinduksi oleh faktor
39
stem sel dari sel mast tikus. Hal ini membuktikan adanya mekanisme anti-alergi dari jenis flavonoid tertentu. Sel mast dan basofil memiliki reseptor-reseptor yang berafinitas tinggi terhadap IgE dalam membran plasmanya. Cross-linking pada reseptor-reseptor ini penting dalam memicu proses sekresi histamin dan mediator lainnya dan mengawali pembentukan mediator turunan fosfolipid baru. Beberapa flavonoid telah menunjukkan penghambatan proses sekresi ini dalam beberapa mekanisme. Pengaturan flavonoid terhadap proses sekresi ini banyak dibuktikan pada penelitian sekresi histamin dari sel mast tikus yang distimulasi oleh antigen dan mitogen (Fewtrell dan Gomperts 1977). Flavonoid juga menghambat pelepasan histamin pada basofil manusia karena stimulasi antigen. Efek ini tidak dipengaruhi secara nyata oleh peningkatan Ca2+ ekstraselular, sehingga diduga penghambatan ini bukan proses yang bergantung pada AMP- siklik (Middleton et al 2000). Menurut penelitian, aktivitas penghambatan di atas berhubungan dengan fitur struktural flavonoid seperti adanya 1) keto grup C4; 2) ikatan rangkap tidak jenuh pada posisi C2-C3 dalam cincin γ-pyron; dan 3) adanya hidroksilasi dalam cincin B. Beberapa flavonoid yang berada dalam bentuk glikosida ternyata tidak memiliki aktivitas penghambatan. Flavonoid memiliki struktur yang mirip dengan disodium cromoglycate ( cromolyn) yaitu suatu obat antialergi (Middleton et al 2000). Basofil mengandung asam askorbat (vitamin C) dalam konsentrasi tinggi yang melakukan proses oksidasi terhadap radikal bebas pada sel yang distimulasi. Sehingga diduga vitamin C ini akan berperan sebagai pemulung radikal yang melindungi kerusakan oksidatif membran selama eksositosis. Flavonoid mungkin juga beraksi dengan model yang sama (Ortner 1980).
Fungsi Platelet Platelet adalah sel dalam darah yang merupakan komponen utama pada pembekuan darah. Selain peranannya dalam hemostasis dan trombosis, platelet juga berperan dalam kejadian-kejadian inflamasi selular. Beberapa mediator proinflamasi yang merupakan turunan platelet antara lain tromboksan A2,
40
serotonin, transforming growth factor beta (TGF-β), faktor pertumbuhan asal trombosit (platelet-derived growth factor, PDGF) dan metabolit lipoksigenase (LO). Beberapa di antaranya terlibat dalam patogenesis asma dan berperan dalam aterogenesis (Middleton et al
2000). PAF juga dikenal sebagai mediator
proinflamasi yang diturunkan dari fosfolipid membran oleh aktivitas enzim fosfolipase A2 dan asetil transferase yang terdapat dalam sel mast, basofil, eosinofil dan sel endotelia. Membran sel trombosit mengandung reseptor untuk kolagen, faktor dinding pembuluh von Willebrand dan fibrinogen. Sitoplasmanya mengandung aktin, miosin, glikogen, lisosom dan dua macam granula : a ) granula padat yang mengandung senyawa non protein seperti : serotonin, adenosine diphosphate (ADP) serta nukleotida lainnya, b) granula yang mengandung protein termasuk faktor pembekuan dan faktor pertumbuhan asal trombosit (platelet-derived growth factor, PDGF). PDGF juga dibentuk oleh makrofag dan sel endotelium. PDGF merangsang penyembuhan luka dan merupakan mitogen kuat bagi otot polos vaskular (Ganong 1999). Flavonoid genistein dilaporkan dapat menghambat adhesi, agregasi dan sekresi platelet pada studi in vitro maupun in vivo. Efek flavonoid pada platelet dapat dihubungkan dengan penghambatan metabolisme asam arakidonat oleh siklooksigenase (Middleton et al 2000). Kemungkinan juga potensinya dalam menghambat
siklik
AMP
fosfodiesterase
dapat
menjelaskan
kemampuannya dalam menghambat fungsi platelet. Rein et al
sebagian
(2000) juga
melaporkan peranan flavovoid kakao sebagai agen antiplatelet dan diberikan untuk menurunkan resiko penyakit kardiovaskular. Subyek sehat yang meminum kakao kaya flavanol saja, menunjukkan pembekuan darah yang lambat.
Mekanisme Hemostasis Trombosit
memiliki
mekanisme
hemostasis
yang
akan
bekerja
memperkecil kehilangan darah setelah terjadi suatu luka pada sistem pembuluh darah, yaitu melalui proses penggumpalan darah (Koolman dan Rohm 2000). Penggumpalan darah adalah perubahan enzimatik dari protein plasma yang larut yaitu fibrinogen menjadi suatu jaringan kerja yang berbentuk serabut polimer
41
yang tidak larut. Dalam hal ini enzim trombin memecahkan secara proteolitik peptida-peptida kecil dari molekul fibrinogen. Akibatnya tempat ikatan menjadi terbuka bebas, sehingga memungkinkan molekul-molekul fibrin beragregasi menjadi polimer fibrin. Proses ini dilanjutkan dengan pembentukan jaring-jaring kovalen antara asam-asam amino rantai samping fibrin dengan bantuan γglutamiltransferase (faktor XIII). Ikatan yang dibentuk dari proses tersebut disebut ikatan isopeptida dan menghasilkan suatu gumpalan molekul yang padat atau trombus (Koolman dan Rohm 2000). Penggumpalan darah dapat terjadi melalui dua jalur yaitu melalui luka jaringan atau jalur reaksi ekstravaskuler; atau melalui suatu proses yang dimulai dari sisi dalam suatu pembuluh darah atau jalur reaksi intravaskuler. Kemudian pada kedua jalur tersebut berlangsung suatu kaskade pemecahan protein. Dari prekursor enzim yang tidak aktif (zimogen), dibebaskan proteinase serin yang menyerang protein lainnya. Kedua jalur reaksi memerlukan Ca2+ dan fosfolipid, dan berakhir pada aktivasi protrombin menjadi trombin melalui faktor Xa (Koolman dan Rohm 2000). Jalur reaksi ekstravaskuler dilepaskan melalui kolagen, yang biasanya tidak terdapat pada sisi dalam pembuluh darah. Kolagen menyebabkan aktivasi kontak faktor XII. Jalur ekstravaskuler dimulai dengan pelepasan faktor III dari sel jaringan yang terluka. Hal tersebut menyebabkan suatu penggumpalan pada daerah luka dalam waktu beberapa detik (Koolman dan Rohm 2000). Penggumpalan darah berada dalam suatu keseimbangan tetap antara aktivasi dan hambatan. Untuk menghambat penggumpalan darah, tersedia di dalam plasma suatu inhibitor protease yang sangat efektif. Misalnya protein c di dalam plasma mengurus suatu pemecahan proteolitik dari faktor V dan VIII. Karena protein tersebut diaktifkan oleh trombin, maka dalam hal ini terdapat suatu mekanisme penggumpalan darah yang dapat dimatikan dengan sendirinya. Untuk dapat memanfaatkan faktor penggumpalan II, VII, IX dan X, diperlukan ion Ca2+, yang terikat pada residu γ-karboksi glutamat (Gla). Sintesis asam amino ini melalui glutamat karboksilasi menggambarkan suatu modifikasi protein yang tergantung vitamin K (Koolman dan Rohm 2000).
42
Fibrinolisis Trombus dari fibrin dapat dilebur kembali oleh proteinase plasmin. Plasmin terdapat di dalam plasma sebagai zat awal yaitu plasminogen, dan diaktifkan oleh proteinase lainnya dari berbagai jaringan, yaitu aktivator plasminogen dari ginjal (urokinase) dan aktivator plasmin jaringan (t-PA) dari endotel pembuluh darah. Suatu α2-antiplasmin di dalam plasma berfungsi mengontrol aktivasi plasmin. Urokinase, t-PA dan streptokinase yaitu suatu proteinase bakteri, digunakan secara farmakologik untuk melarutkan trombin setelah infark jantung (Williams et al 1987).
Agregasi Platelet Faktor von Willebrand (vWF) berperan pada proses adhesi dan mengendalikan faktor VIII dalam sirkulasi. Apabila dinding pembuluh darah terluka, trombosit melekat pada kolagen, laminin dan vWF yang terpapar dinding pembuluh melalui integrin. Proses adhesi trombosit tidak memerlukan aktivasi metabolik trombosit, tetapi pengikatan pada kolagen akan memicu aktivitas trombosit. Aktivitas dapat dihasilkan melalui ADP dan trombin. Trombosit yang aktif dapat berubah bentuk dan melekat pada trombosit lain (agregasi trombosit). Proses agregasi bisa dirangsang oleh faktor pengaktif trombosit (plateletactivating factor, PAF). PAF merupakan sitokin yang diekskresikan oleh netrofil, monosit dan trombosit. Pemeriksaan agregasi trombosit dapat dilakukan berdasarkan perubahan transmisi cahaya. Proses agregasi memerlukan agregator, yang paling sering digunakan adalah ADP. Hasil pemeriksaan agregasi trombosit bergantung pada kadar ADP yang dipakai sebagai agregator. Setelah terjadi pelekatan trombosit pada endotel yang merusak, akan terjadi agregasi trombosit yang besar diikuti fase berikutnya yaitu reaksi pelepasan dari trombosit (platelet release reaction), dengan melepaskan bahan-bahan dari dalam trombosit seperti fosfolipase A2. Enzim ini akan melepaskan asam arakidonat (AA) dari fosfolipid membran. AA akan mensintesa prostagladin melalui proses siklooksigenase menjadi prostaglandin G2 (PGG2) dan melalui proses siklik endoperoksidase menjadi prostaglandin H2 (PGH2), selanjutnya melalusi proses sintesis prostasiklin pada sel endotel akan menjadi prostasiklin I2 (PGI2) yang
43
menyebabkan dilatasi arteri dan berperan dalam penghambatan agregasi trombosit. PGH2 juga akan berubah menjadi tromboxan A2 (TXA2) dan melalui proses hidrólisis menjadi tromboxan B2 yang berperan dalam agregasi trombosit serta konstriksi arteri. TXA2 dan PGI2 merupakan hormon lokal yang mengatur keseimbangan aliran darah koroner. Bila terjadi gangguan keseimbangan sehingga TXA2 lebih dominan, maka akan mudah terjadi aterosklerosis (Ganong 1999; Williams et al 1987)
Plasma Darah Plasma adalah suatu larutan encer yang terdiri atas elektrolit, zat-zat makanan, metabolit, protein, vitamin, mikro elemen dan hormon. Plasma darah mengandung konsentrasi ion natrium, kalsium dan klorida yang tinggi. Sedangkan konsentrasi protein (anion proteinat), ion kalium, magnesium dan fosfat terdapat lebih besar di dalam sel. Komposisi elektrolit di dalam plasma menyerupai komposisi elektrolit di dalam air laut (Koolman dan Rohm 2000). Fase cair darah yang telah membeku dikenal sebagai serum. Serum berbeda dengan plasma karena serum tidak mengandung fibrinogen dan proteinprotein lain yang dibutuhkan pada penggumpalan darah (Koolman dan Rohm 2000). Protein-protein utama plasma antara lain: serum albumin, lipoprotein densitas
sangat
rendah
(VLDL),
lipoprotein
densitas
rendah
(LDL),
immunoglobulin lipoprotein densitas tinggi, fibrinogen, dan prothrombin. Selain protein tersebut, plasma juga mengandung sejumlah protein-protein pengangkut khusus seperti transferrin yang mengangkut besi. Di samping protein-protein, plasma juga mengandung komponen organik, metabolit organik, dan hasil-hasil pembuangan. Komponen anorganik yang ada dalam plasma adalah NaCL, buffer bikarbonat, buffer fosfat, CaCI2, MgCI2, KCI, dan Na2SO4. Sedangkan metabolit organik dan hasil-hasil pembuangan yang dikandung plasma adalah glukosa, asam amino, laktat, piruvat, badan keton, sitrat, urea, dan asam urat (Lehninger 1994). Plasma darah juga mengandung hampir 700 mg lipida per 100 ml, yang terikat pada α dan ß-globulin. Komponen lipida yang dimaksud adalah lipida total, triasil gliserol, kolesterol dan esternya, dan fosfolipid.
44
Pengukuran konsentrasi komponen-komponen plasma penting dalam diagnosis dan pengobatan penyakit. Volume plasma normal adalah sekitar 5 % berat badan atau secara kasar sebanyak 3500 ml pada berat badan 70 kg. Dalam penelitian secara in vitro,
peroksidasi lipid dapat mempercepat
oksidasi LDL yang ditangkap oleh makrofag dan membentuk lipid-sel busa. Hal ini merupakan tahap awal dari lesi aterosklerosis dalam arteri intima. Mekanisme pembentukan dan penguraian hidroperoksida lipid di dalam plasma darah penting diketahui dalam upaya pencegahan aterosklerosis (Chung et al 2005). Plasma manusia dilengkapi dengan mekanisme pertahanan antioksidan. Antioksidan plasma yang penting adalah asam askorbat, asam urat, α-tokoferol dan albumin, yang berikatan dengan bilirubin serta group sulfihidril protein. Disamping itu, enzim superoksidase dismutase ektraseluler dan selenium yang tergantung pada glutation peroksidase di laporkan dapat meningkatkan pertahanan antioksidan plasma (Chung et al 2005). Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa senyawa bioaktif seperti polifenol dapat melindungi plasma dari oksidasi oleh radikal bebas. Menurut Zakaria et al (2001) senyawa yang dikandung oleh ekstrak jahe dapat meningkatkan resistensi LDL plasma terhadap oksidasi dan melindungi akumulasi kolesterol dalam makrofag.
Dalam penelitian lain dikatakan bahwa senyawa
polifenol pada produk kakao dapat menurunkan oksidasi LDL pada plasma (Mathur et al 2002). Disamping itu, senyawa polifenol pada kakao juga telah dilaporkan dapat meningkatkan antioksidan gizi yaitu vitamin E plasma dan menurunkan kadar MDA plasma (Fraga et al 2005). Penelitian secara in vivo yang menggunakan plasma sebagai model menyebutkan senyawa epikatekin telah ditemukan dalam plasma setelah 2 jam mengkonsumsi produk coklat dan kakao (Rein et al 2000). Dalam penelitian yang lain disebutkan bahwa suplemetasi asam askorbat dapat mencegah terbentuknya peroksidasi lipid dalam plasma (Chung et al 2005).
Quantitative Buffy Coat (QBC) Quantitative Buffy Coat hematology system banyak digunakan untuk mendeteksi adanya parasit malaria dalam sampel darah yaitu dengan menghitung
45
jumlah trombosit pasien (Liarte et al 2001). Metode yang digunakan adalah dengan memasukkan sampel darah sebanyak 50 µl ke dalam tabung kapiler berkapasitas 60 µl yang mengandung pewarna acridine orange, lalu diletakkan pada dudukan tabung secara horisontal dan disentrifugasi pada 12000 rpm/menit selama 5 menit. Setelah waktu berakhir akan terjadi pemisahan komponenkomponen darah menurut berat jenisnya. Dengan menggunakan software tertentu, konsentrasi komponen darah seperti hematokrit, hemoglobin, MCHC, lekosit, granulosit, limfosit dan monosit serta platelet dapat dibaca melalui autoreader berdasar fluoresensi komponen-komponen darah tersebut. Alat ini awalnya dirancang untuk menyederhanakan dan mempersingkat diagnosis pasien yang diduga terkena malaria, karena kelebihannya mampu menganalisa hanya sedikit volume sampel darah secara sensitif dan dalam waktu singkat. Namun saat ini QBC bisa digunakan juga untuk melakukan analisa profil darah pasien untuk kasus yang lebih luas. Selain QBC, berbagai metoda untuk mengestimasi konsentrasi komponen darah dapat diperoleh di pasaran. Namun sebagian besar metoda tersebut tidak praktis digunakan karena harga peralatannya yang terlalu mahal atau biaya operasionalnya yang tidak murah. Di antaranya ada DHT hemoglobin meter (Developing Health Technology, Barton Mills, United Kingdom) yang cukup akurat, berdasar pada teknik fotometri (OD 523 nm) serta relatif murah. Selain itu digunakan juga flow cytometry-based hematology analyzer (CellDyn 3000; Abbott Laboratories, Santa Clara, CA) yang otomatis dan beresolusi tinggi. Namun kelemahan alat ini selain mahal adalah selalu harus dilakukan sekali bahkan mungkin dua kali kalibrasi sebelum dioperasikan (Boormann
et al 2004).
Pengoperasian peralatan yang sangat sensitif ini hendaknya selalu dilakukan oleh satu orang yang terlatih, untuk menghindari kesalahan pengukuran oleh orang yang berbeda-beda. Kadangkala untuk kasus tertentu perlu dipilih peralatan mana yang paling tepat digunakan, sesuai kebutuhan dan sensitivitas yang kita inginkan. QBC merupakan metoda dengan memakai fluorescen yang langsung dan cepat untuk mengidentifikasi parasit darah. Liarte et al (2001) menganalisa sumsum tulang dan darah perifer untuk mengetahui parasit Leishmania yang
46
bersirkulasi di darah pada pasien yang menderita American visceral leishmaniasis (AVL). Chatel et al (1999) juga melaporkan bahwa QBC merupakan metoda yang sensitif dan spesifik untuk diagnosis parasit malaria. Selain itu juga dapat untuk mendeteksi parasit darah lainnya seperti Trypanosoma, Babesia, dan Leptospira. Adapun hasilnya bisa dikonfirmasi kembali menggunakan hemoskopi dengan standar Giemsa dan dengan identifikasi memakai antibodi titer terhadap Borrelia spp. menggunakan immunofluorescen dan Western blot.
Penentuan Ukuran Sampel Pada studi statistik meliputi survei, percobaan atau studi observasi, diperlukan perencanaan desain studi dan pelaksanaan yang baik. Unit percobaan dan pengamatan harus diseleksi dari populasi yang sesuai, biasanya secara acak dan memakai peralatan yang terkalibrasi (Lenth 2001). Studi haruslah memiliki ukuran sampel yang sesuai dengan tujuan utama studi, biasanya berukuran cukup besar agar diperoleh hasil yang signifikan secara statistik. Penentuan ukuran sampel biasanya harus memenuhi power 80%-95%. Pada percobaan yang melibatkan manusia atau hewan sebagai subyek, ukuran sampel sangatlah penting karena alasan etika. Apabila ukuran sampel terlalu kecil maka perlakuan yang diberikan dapat beresiko membahayakan subyek. Bila ukuran sampel terlalu besar, akan beresiko melibatkan sejumlah subyek yang tidak perlu untuk mendapatkan perlakuan tertentu, bahkan dapat mengabaikan manfaat yang bisa didapatkan. Namun tidak selalu ukuran sampel tersebut penting dalam setiap studi. Pada pengujian obat dan percobaan di industri biasanya dilakukan percobaan yang singkat dan berukuran sampel kecil. Studi klinis biasanya juga dilakukan dalam jangka waktu tertentu yang pendek dan disertai serangkaian analisa-analisa di antara periode tersebut. Studi didesain dengan sederhana untuk mengetahui korelasi suatu perlakuan dengan status kesehatan subyeknya (Lenth 2001).
47
Kondisi Vital Pemeriksaan kondisi vital biasa dilakukan untuk memeriksa status kesehatan seseorang. Pemeriksaan harus dilakukan oleh seorang dokter atau paramedis yang berwenang memberikan rekomendasi. Pemeriksaan kondisi vital yang umumnya dilakukan meliputi pulse rate, respiratory rate, tekanan darah dan suhu tubuh. Pulse rate merupakan banyaknya denyut jantung dalam satu menit. Nilai pulse rate orang dewasa sehat normal yaitu antara 60-100 per menit. Respiratory rate adalah banyaknya pernapasan selama satu menit. Nilai normal respiratory rate orang dewasa yaitu antara 12 – 20 kali per menit. Nilai tersebut sangat bervariasi tergantung dari umur individu (Linder 1992). Tekanan darah adalah kekuatan darah dalam menekan dinding arteri. Setiap kali jantung berdetak (sekitar 60-70 kali per menit pada saat istirahat), darah akan dipompa melalui arteri. Tekanan darah berada pada titik yang tinggi saat jantung berdenyut memompa darah, yaitu yang disebut dengan tekanan sistolik. Sedangkan ketika jantung beristirahat, yaitu pada jeda antara denyutan, maka tekanan darah berada pada titik yang rendah, yang disebut dengan tekanan diastolik (Linder 1992). Nilai normal tekanan darah sistolik dan diastolik rate orang sehat yaitu antara 120/80 mmHg. Kisaran normal suhu tubuh manusia bervariasi tergantung pada kecepatan metabolisme individu. Bila metabolisme tubuh berlangsung cepat, maka suhu tubuh akan lebih tinggi dari normal, begitu juga sebaliknya. Suhu tubuh juga dipengaruhi oleh waktu saat pengukuran dilakukan. Suhu tubuh akan lebih rendah pada pagi hari, saat bangun dari tidur, dan akan lebih tinggi pada malam hari setelah aktivitas sepanjang hari dan setelah makan (Linder 1992). Suhu tubuh orang sehat yaitu antara 36,4 – 37,1 °C
METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Studi suplementasi minuman bubuk kakao bebas lemak dilaksanakan di rumah indekost mahasiswa di Komplek Perumahan IPB II Sindang Barang Bogor. Pengambilan darah subyek dilakukan di Klinik Farfa Darmaga Bogor, kemudian pembagian darah secara aseptis untuk beberapa jenis analisis dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Patologi FKH IPB, sedangkan analisis profil darah subyek dilakukan di Laboratorium Klinik Caritas Tajur, Bogor. Waktu yang diperlukan dari pembuatan proposal sampai pembuatan laporan adalah dari bulan Juli 2006 sampai Juni 2007. Penelitian dikerjakan bersama-sama tim (Erniati 2007; Yuliatmoko 2007; Amri 2007; Hasanah 2007).
Bahan dan Alat Bahan Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah bubuk biji kakao bebas lemak yang diperoleh dari Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia di Jember. Bubuk yang digunakan merupakan bubuk biji kakao varietas bulk masak non fermentasi yang memiliki total fenol dan daya proliferasi limfosit yang tinggi berdasarkan uji in vitro (Olivia 2006; Zairisman 2006 ). Bahan lain yang digunakan adalah gula pasir lokal, air panas, dan susu bubuk skim (Anleen). Alat Peralatan yang digunakan untuk pengukuran antropometri antara lain timbangan berat badan dan mikrotoise. Peralatan yang digunakan dalam pengambilan darah antara lain jarum PrecisionglideTM steril sekali pakai dan vaccuteiner steril 10 ml yang mengandung EDTA 10%; sedangkan pemisahan darah dilakukan dalam laminar flow, dengan memakai tabung sentrifuge steril 15 ml (Costar),
mikropipet (Finnpippette), Eppendorf tube 1,5 ml dan boks
pendingin. Pemeriksaan darah menggunakan peralatan Quantitative Buffy Coat hematology system (QBC I; Becton-Dickinson, Franklin Lakes, NJ).
49
Metode Penelitian Desain Studi Studi pengaruh pemberian minuman bubuk kakao bebas lemak didesain secara uji klinis dengan menggunakan kelompok perlakuan dan kontrol, namun secara tidak buta ganda ataupun tidak acak (controlled trial-non double blind non randomized trial). Saat studi suplementasi, subyek mengetahui bahwa yang sedang dikonsumsinya termasuk produk perlakuan atau kontrol. Subyek yang dilibatkan dalam penelitian ini sebanyak 18 orang sehat, dibagi dalam dua kelompok. Kelompok pertama (n=9) mengkonsumsi sampel minuman bubuk kakao bebas lemak sebagai kelompok perlakuan, dan kelompok kedua (n=9) mengkonsumsi minuman susu skim sebagai kelompok kontrol. Studi suplementasi dilakukan selama 25 hari, dan pengambilan sampel darah dilakukan sebelum dan setelah suplementasi. Desain studi tercantum dalam diagram alir penelitian pada Gambar 12.
Subyek Subyek yang terlibat sebanyak 18 orang sehat yang memenuhi kriteria inklusi yaitu sehat dan berjenis kelamin wanita; serta berumur antara 22-27 tahun. Kisaran umur ini dipilih karena subyek masih termasuk usia subur, memiliki metabolisme tubuh yang aktif, dan berada dalan kelompok umur yang memiliki kebutuhan akan zat gizi yang sama (Eastwood 2003). Subyek harus memenuhi kriteria eksklusi yaitu perokok dan memiliki riwayat perokok, memiliki riwayat penyakit jantung atau kelainan pada darah, sedang dalam pengobatan suatu penyakit,
mengkonsumsi
alkohol,
obesitas
dan
diabetes
serta
sering
mengkonsumsi produk coklat. Kriteria inklusi dan eksklusi ini disusun berdasarkan kerangka pemikiran pada faktor-faktor yang dapat mempengaruhi profil darah seseorang. Adapun kerangka pemikiran tersebut seperti tercantum pada Gambar 13. Subyek menjalani pemeriksaan kesehatan klinis oleh seorang dokter sebelum suplementasi sebagai skrining awal dan memastikan bahwa subyek yang
50
terlibat dalam keadaan sehat. Pemeriksaan kesehatan juga dilakukan setelah suplementasi untuk memastikan kesehatan subyek setelah studi berakhir. Semua subyek diminta menandatangani surat perjanjian informed consent secara sukarela sebelum memulai studi (Lampiran 1), serta diperkenankan untuk berhenti atau mengundurkan diri. Sebelum pelaksanaan suplementasi, subyek mengisi kuisioner untuk mengetahui status sosial ekonomi, pola makan dan kebiasaan membeli makanan jajanan (Lampiran 2). Dari hasil pengisian kuisioner tentang pola konsumsi dan kebiasaan membeli jajanan, diketahui jenis makanan, frekuensi makan (per minggu perorang) serta estimasi total energi, protein, lemak dan karbohidrat makanan yang dikonsumsi. Penyiapan subyek dilakukan bersama-sama dengan tim (Erniati 2007; Yuliatmoko 2007; Amri 2007; Hasanah 2007).
Produk suplementasi Produk minuman bubuk kakao bebas lemak yang diberikan kepada subyek dibuat dengan formulasi sebagai berikut :
Produk untuk kelompok perlakuan terdiri dari bubuk kakao bebas lemak 4 gram, susu skim 2 gram, gula 2 gram dalam 100 ml air hangat.
Produk untuk kelompok kontrol terdiri dari susu skim 2 gram, gula 2 gram dalam 100 ml air hangat. Bubuk kakao bebas lemak 4 gram adalah setara dengan kandungan
polifenol sebanyak 1775 ppm atau 4,43 g / 100 g bubuk kakao(Zairisman 2006). Penyiapan produk suplementasi dilakukan bersama-sama dengan tim (Erniati 2007; Yuliatmoko 2007; Amri 2007; Hasanah 2007).
Pelaksanaan Suplementasi Suplementasi dilaksanakan selama 25 hari di rumah indekost mahasiswa di Komplek Perumahan IPB II Sindang Barang Bogor. Pelaksanaan dilakukan setiap hari pada jam 7.00-8.00 WIB. Subyek pada kedua kelompok, mengkonsumsi produk suplementasi setelah sarapan pagi. Produk minuman coklat disiapkan setiap hari oleh peneliti yang sekaligus mengawasi subyek meminum minuman yang diberikan sampai habis. Produk minuman harus diminum beserta
51
ampas atau endapan bubuk kakao yang ada. Selama pelaksanaan suplementasi, subyek dikontrol konsumsi makanan sehari-harinya, yaitu dengan cara menyediakan makanan mereka sebanyak dua kali sehari selama sebulan dengan menu terpilih, yaitu makan pagi dan makan malam. Selama suplementasi, subyek diminta untuk tidak mengkonsumsi makanan atau minuman lain yang berkadar flavanol tinggi. Seminggu sekali selama pelaksanaan suplementasi dilakukan diskusi yang melibatkan seluruh subyek mengenai penelitian dan kesehatan umum. Pelaksanaan suplementasi dilakukan bersama-sama dengan tim (Erniati 2007; Yuliatmoko 2007; Amri 2007; Hasanah 2007).
Pengukuran Status Gizi Pengukuran status gizi subyek dilakukan secara antropometri yang meliputi pengukuran tinggi badan (TB) dan berat badan (BB). Pengukuran tinggi dan berat badan dilakukan saat sebelum dan sesudah suplementasi. Body Mass Index (BMI) dihitung menggunakan rumus (satuan Kg/m2 ) sebagai berikut: BMI = BB/TB2 Adapun klasifikasi status gizi atau BMI menurut World Health Organization WHO (1990) seperti tercantum pada Tabel 7. Tabel 7 Klasifikasi BMI menurut WHO (1990). Klasifikasi Kurang Energi Kronik: Berat Sedang Ringan Kurang Normal Gemuk: Kegemukan Obes
Body Mass Index (BMI) (kg/ml) < 16,0 16,0 –17,5 > 17,5– 18,5 > 18,5– 20,0 > 20,0– 25,0 > 25,0 – 30,0 > 30,0
52
Pengukuran asupan makanan Asupan makanan diukur menggunakan daftar singkat food frequency questionaire (FFQ) dimana subyek diminta untuk mengisi secara mandiri pada awal penelitian. Menu yang disediakan untuk makan pagi dan makan malam subyek selama suplementasi tercantum pada Lampiran 3.
Pengambilan Darah Pengambilan darah subyek dilakukan sebelum dan sesudah periode suplementasi minuman bubuk kakao. Pengambilan darah dilakukan di Klinik Farfa Darmaga Bogor pada jam 07.00-08.00 pagi oleh seorang asisten transfusi darah. Darah diambil dari vena subyek sebanyak 30 -40 ml dengan menggunakan jarum PrecisionglideTM steril sekali pakai, lalu ditempatkan dalam tabung vaccuteiner steril yang mengandung EDTA 10%. Sampel darah ini segera dibagibagi secara aseptis dalam laminar flow untuk beberapa analisis yang dilakukan tim. Sampel darah sebanyak masing-masing 1 ml segera dibawa ke Klinik Caritas Bogor untuk dianalisis profil darahnya dengan menggunakan metode QBC dalam waktu kurang dari dua jam.
Analisis Darah dengan QBC. Sampel darah yang digunakan, sebelumnya harus telah tercampur secara merata dengan EDTA dalam vaccuteiner. Sebanyak 50 µl sampel darah dihisap langsung dengan tabung kapiler khusus berkapasitas 60 µl. Sampel darah juga bisa dimasukkan ke dalam tabung kapiler dengan menggunakan mikropipet melalui ujung tabung yang bergaris merah. Volume darah yang masuk bisa dicek dengan posisi horisontal pada kurang lebih 1 mm dari garis hitam pada dinding tabung. Setelah itu tabung kapiler diusap dengan tissu lembut. Pada salah satu ujung tabung kapiler, dimasukkan sumbat yang mengandung zat fluorencens dan zat antikoagulan. Tabung diputar-putar dengan lembut menggunakan dua jari tangan
untuk memastikan bahwa sumbat tersebut tidak lepas. Kesalahan
memasang sumbat dapat mengaburkan pembacaan. Kemudian pada ujung tabung kapiler lainnya dimasukkan sumbat plastik khusus dengan menggunakan pinset.
53
Tabung kapiler yang telah siap diatur pada alat QBC, lalu disentrifus selama 5 menit untuk kemudian dilakukan pembacaan menggunakan autoreader.
Penentuan Ukuran Sampel Besarnya ukuran sampel atau banyaknya subyek yang terlibat dalam studi ini ditentukan dengan menekankan pada perbedaan rata-rata antar kelompok pada semua parameter profil darah menggunakan rumus : N = SDd2 [(Z1-a + Z1-β)]2 (x1 –x2)2 Dengan estimasi drop out (d.o) 30% maka : N’ = 1/1-f x N Dimana : a = 95%
power (1-β)= 80%
N = ∑ subyek tanpa d.o N’
= ∑ total subyek termasuk d.o
SDd = varian dari perbedaan nilai rata-rata antara nilai yang berpasangan dari subyek yang sama (SDd = 0,25 ; Soung et al, 2006) x1 –x2 = beda nyata dari nilai rata-rata parameter antara kelompok perlakuan dan kontrol (Δ x = 0,21 ; Soung et al, 2006) f
= perkiraan subyek d.o (30%)
Maka N = 0,252 [(1,96 + 0,84)]2 = 11,11 (0,21)2 N’ = 1/1-0.3 x 11,11 = 15,87 → 16 Total ukuran sampel 16 subyek Pada penelitian ini digunakan subyek sebanyak 18 orang.
54
Analisis Data Data profil darah diolah menggunakan program SPSS versi 15.0. Uji independent t test untuk perbedaan antar kelompok dan uji paired sample t test untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh yang nyata konsumsi minuman kakao bebas lemak sebelum dan sesudah suplementasi antara kelompok perlakuan dan kontrol terhadap berbagai parameter yang diukur. Data dinyatakan berbeda bermakna bila nilai p value < 0.05. Disamping itu, data asupan makanan dianalisis menggunakan program Nutrisurvey 2002 for Windows.
55
Subyek Wanita sehat (n=18)
SKRINING Pemeriksaan kesehatan Inklusi Wanita, 22-27 tahun, sehat jasmani rohani
Eksklusi Perokok/ riwayat perokok, riwayat penyakit jantung , obesitas, diabetes, kelainan pada darah, sedang dalam pengobatan, mengkonsumsi alkohol & produk coklat Inform Consent
Pengambilan darah
Kelompok Perlakuan (n=9)
Kelompok Kontrol (n=9)
MULAI SUPLEMENTASI
Bubuk coklat bebas lemak 4g, susu skim 2g, gula 2 g, 100ml air
Susu skim 2g, gula 2 g, 100ml air
25 hari
25 hari
AKHIR SUPLEMENTASI Pemeriksaan kesehatan Pengambilan darah
ANALISIS DATA
HASIL
-
Analisis profil darah Analisis status gizi Analisis intake makanan
Positif Hematokrit→normal Hemoglobin→normal MCHC→normal Lekosit→normal Granulosit→normal Limfosit dan monosit→normal Platelet darah→normal Status gizi subyek→baik Intake makanan→sama Kepatuhan subyek→patuh
-
Gambar 12 Diagram alir penelitian
Negatif Hematokrit→tidak normal Hemoglobin→ tidak normal MCHC→ tidak normal Lekosit→ tidak normal Granulosit→ tidak normal Limfosit dan monosit→ tidak normal Platelet darah→ tidak normal Status gizi subyek→ buruk Intake makanan→tidak sama Kepatuhan subyek→drop out
Profil darah
Manajemen faktor resiko
Manajemen diet
Pengobatan
Faktor resiko bawaan
Asupan makanan Konsumsi lemak
Konsumsi serat makanan
Konsumsi karbohidrat
Konsumsi susu
Konsumsi kolesterol makanan
Konsumsi vit.A,vit.C,vit. E
Obat penurun Tekanan darah
Jenis Kelamin Usia
Konsumsi Polifenol
Konsumsi Suplemen makanan Konsumsi herbal
Body Mass Index (Obesitas) Aktifitas fisik Kebiasaan merokok Konsumsi alkohol Stress
Gambar 13 Diagram kerangka pemikiran penelitian modifikasi dari Wiradyani (2003)
Suku Bangsa Genetis
HASIL Selama
penelitian
berlangsung,
semua
subyek
dapat
mengikuti
suplementasi minuman bubuk coklat bebas lemak dengan tertib. Namun ketika pengambilan darah pada akhir suplementasi, satu orang subyek tidak bisa menghadiri pengambilan darah, sehingga subyek tersebut di-drop out (K5). Jumlah subyek kelompok kontrol yang dianalisis untuk periode sesudah suplementasi menjadi 8 orang.
Kondisi Sosiodemografi Subyek Secara sosiodemografi, subyek bertempat tinggal di lingkungan yang berdekatan (komplek perumahan), dan berstatus sebagai mahasiswa. Subyek memperoleh uang saku dari orang tua , bea siswa atau lainnya, dengan nilai uang saku minimum Rp 500.000,- dan maksimum Rp 2.000.000,-. (Tabel 8). Pengeluaran bulanan subyek dibedakan untuk makanan utama, jajanan dan untuk keperluan non makanan (Tabel 8). Pengeluaran subyek terbanyak adalah untuk keperluan makanan utama, lalu untuk keperluan non makanan dan paling sedikit untuk makanan jajanan. Keperluan non makanan adalah pengeluaran subyek untuk kebutuhan pendidikan, buku dan alat tulis.
Kondisi Vital Subyek dan Kesehatan Berdasarkan hasil pemeriksaan klinis oleh dokter dan pengisian kuisioner, 88,9% subyek pada masa sebelum suplementasi berada pada kondisi fisik yang normal, tidak sedang sakit dan memiliki riwayat kesehatan yang baik (Tabel 9). Adapun rata-rata umur subyek dan hasil pemeriksaan kondisi vital subyek hingga dinyatakan sehat oleh dokter adalah seperti tercantum pada
Tabel 10. Uji
independent t test menunjukkan bahwa umur dan semua kondisi vital subyek kelompok kontrol dan kelompok perlakuan tidak berbeda nyata pada periode yang sama, kecuali sistolik sebelum suplementasi dan temperatur sesudah suplementasi berbeda nyata antara kedua kelompok pada periode yang sama. Kondisi vital subyek adalah variabel yang tidak diharapkan untuk berubah, namun perlu
58
dilakukan pencatatan pada sebelum dan sesudah suplementasi, untuk mengontrol adanya faktor bias yang mungkin terjadi. Tabel 8 Total uang saku dan pengeluaran subyek yang terlibat dalam studi (n=18) Rata-rata (SD) (Rp) 1.173.300 (569.900) 50
Total Uang Saku per bulan (Rp) 100.000< Rp <1.000.000
Frekuensi 9
% 50
1.000.000≤ Rp ≤ 2.000.000
9
Total n
18
100.0
< 300.000
2
11.2
≥ 300.000
17
88.8
Total n
18
100.0
< 120.000
12
66.8
≥120.000
6
33.2
Total n
18
100.0
< 300.000
7
39.0
≥ 300.000
11
61.0
Total n
18
100.0
Pengeluaran untuk makanan utama (Rp) 326.100 (83.800)
Pengeluaran untuk jajanan (Rp) 121.600 (69.700)
Pengeluaran untuk non makanan (Rp)
Tabel 9 Kondisi kesehatan subyek Kondisi Fisik Mata : normal Telinga : normal Mulut : normal Gigi : - normal - gigi karies Leher : normal Kuku : normal Syaraf : normal Dada : normal Jantung : normal Kulit : normal Punggung : normal Tulang : normal Riwayat sakit : - tidak pernah sakit - pernah sakit Cara Pengobatan : - obat komersial - ke dokter - ke rumah sakit Kondisi umum saat pemeriksaan : - sehat - sakit (flu, maag)
Hasil (%) 100 100 100 72.2 27.8 100 100 100 100 100 100 100 100 55,6 44,4 50 38,9 11,1 88,9 11,1
297.700 (119.900)
59
Tabel 10 Rata-rata umur dan kondisi vital subyek
Umur (tahun) Pulse rate Sebelum Sesudah Respiratory rate Sebelum Sesudah Sistolik Sebelum Sesudah Diastolik Sebelum Sesudah Temperatur (ºC) Sebelum Sesudah
Kelompok kontrol (n = 9) 23.28±1.64
Kelompok perlakuan (n = 9)
P1)
24.48±1.32
0.11
80.44 ± 6.77 80.67 ± 6.32
76.89 ± 6.86 80.89 ±7.42
0.29 0.95
24.00 ± 3.32 21.78 ± 2.73
21.56 ± 3.28 21.78 ±2.33
0.14 1
95.56 ± 8.82 97.78 ± 6.67
106.11 ± 8.94 98.33 ±7.91
0.02* 0.87
66.67 ± 6.61 63.33 ± 5.00
70.00 ± 4.33 62.78 ±4.41
0.22 0.81
36.26 ± 0.32 36.09 ± 0.21
36.28 ± 0.43 36.41 ±0.31
0.90 0.02*
Data ditulis dalam rata-rata ± SD 1) : Pada uji independent sample t- test berbeda nyata pada P < 0.05 antara kedua kelompok pada periode yang sama (*)
Status Gizi Subyek Pada Tabel 11 tercantum nilai BMI subyek kelompok kontrol dan kelompok perlakuan pada saat sebelum dan sesudah suplementasi minuman bubuk kakao bebas lemak. Baik kelompok perlakuan maupun kelompok kontrol terlihat mengalami kenaikan nilai BMI, dimana kenaikan pada kelompok perlakuan lebih besar daripada kelompok kontrol. Pada uji independent t-test tidak terdapat perbedaan yang nyata pada BMI dan juga pada perubahan BMI antara kedua kelompok pada periode yang sama (P>0,05). Namun pada uji paired sample t-test terdapat perbedaan nyata pada BMI subyek saat sebelum dan sesudah suplementasi (P <0,05). BMI subyek sebelum dan sesudah suplementasi masih termasuk dalam nilai normal (> 20,0 – 25,0) dan tidak tergolong obesitas.
60
Tabel 11 Status gizi subyek berdasarkan Body Mass Index (BMI)
Kelompok Kontrol (n=9)
Kelompok Perlakuan (n=9)
P1)
BMI (kg/m2) Sebelum Sesudah
20,49±1,82 20,82±1,90
22,02±2,85 22,21±2,82
0,19 0,24
Perubahan BMI2)
0,33±0,52
0,19±0,16
0,44
Data ditulis dalam rata-rata ± SD 1) Pada uji independent sample t- test berbeda nyata pada P < 0.05 antara kedua kelompok pada periode yang sama, 2) Perubahan ditentukan dari nilai sesudah- sebelum.
Asupan energi dan nutrisi pada pola makan subyek Berdasarkan perhitungan nilai gizi menggunakan program NutriSurvey 2002 pada makanan subyek sehari-hari sebelum terlibat studi, nampak bahwa konsumsi energi subyek kelompok kontrol yang dinyatakan dalam rata-rata (standar deviasi, SD) adalah 1109,56 (384,07) kcal, lemak 28,22 (14,13) gram atau berkontribusi 21,11% terhadap energi, karbohidrat 180,23 (58,27) gram atau berkontribusi 65,22% terhadap energi, protein 38,48 (14,44) gram atau berkontribusi 13,78% terhadap energi. Sedangkan rata-rata konsumsi energi subyek kelompok perlakuan adalah sebesar 1217,01 (260,69) kcal, lemak 34,19 (10,61) gram atau berkontribusi 24,% terhadap energi, karbohidrat 193,21 (46,94) gram atau berkontribusi 62,67% terhadap energi, protein 42,25 (13,11) gram atau berkontribusi 13,44% terhadap energi (Tabel 12). Pada uji independent t test nampak bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata pada nilai gizi makanan subyek kedua kelompok pada saat baseline. Sedangkan menurut perhitungan nilai gizi pada menu makan pagi dan malam yang disediakan peneliti selama studi, didapatkan bahwa rata-rata asupan energi sehari yang didapatkan subyek dalam dua kali menu makan adalah sebesar 613,43 kcal (Tabel 13). Subyek yang terlibat dalam penelitian ini, umumnya mempunyai kebiasaan makan tiga kali dalam sehari (66,7%) dan dua kali makan dalam sehari (33,3%). Setiap hari mempunyai kebiasaan sarapan (66,7%) dan sisanya hanya
61
kadang-kadang saja. Subyek jarang mengkonsumsi makanan selingan atau jajanan (83,3%), sering kali mengkonsumsi (11,1%) dan tidak pernah mengkonsumsinya (5,6 %) (Data pada Lampiran 6). Tabel 12 Rekapitulasi asupan energi dan nutrisi subyek kelompok kontrol dan perlakuan sebelum suplementasi (baseline) Kelompok Kontrol1) N=9 Konsumsi energi
AKG 2004 Bagi orang Indonesia
P2)
1997.19
1997.19
1109.56±384.07
1217.01±260.69
0.51
air ( g)
92.92±66.23
153.10±102.82
0.16
lemak ( g)
28.22±14.13
34.19±10.61
0.29
21.11±5.51
24.00±5.12
0.23
180.23±58.27
193.21±46.94
0.64
65.22±7.29
62.67±6.63
0.44
38.48±14.44
42.25±13.11
13.78±3.27
13.44±2.70
Vit. A (µg)
500.72±523.28
954.79±1064.94
500 (RE)
3)
Vit. K (µg)
12.04±10.54
17.16±11.37
55
0.34
Vit. B12 (µg)
2.50±2.24
4.37±5.46
2,4
3)
Vit. E (mg)
0.58±0.48
0.66±0.33
15
0.73
Vit. D (µg)
4.39±4.86
2.49±2.40
5
3)
serat ( g)
8.43±3.83
7.67±2.81
0.58
PUFA ( g)
5.81±3.13
7.58±2.03
0.19
141.79±84.13
174.29±103.95
0.47
karoten (mg)
0.19±0.16
0.35±0.32
3)
Vit. B6 (mg)
0.73±0.36
0.74±0.16
0.93
108.97±73.91
126.60±62.83
400
3)
58.49±24.51
58.70±18.54
75
0.98
kalsium (mg)
230.02±100.25
258.55±74.07
800
0.55
Zat besi (mg)
4.97±2.49
6.33±2.12
26
3)
zinc (mg)
3.96±1.57
4.41±1.02
9,3
0.59
energi (kcal)
% karbohidrat. ( g) % protein ( g) %
kolesterol (mg)
tot. fol.acid (µg) Vit. C (mg)
1
Kelompok Perlakuan1) N=9
1900
50
0.55 0.83
) dihitung dari menu 3 kali makan dan jajanan subyek sebelum studi suplementasi ) Pada uji independent sample t- test berbeda nyata pada P < 0.05 antara kedua kelompok pada periode yang sama 3) Pada uji normalitas Kolmogorov-Smirnov, data tidak normal pada P< 0.05 2
62
Tabel 13 Rekapitulasi asupan energi dan nutrisi subyek kedua kelompok pada menu makan pagi dan malam yang disediakan oleh peneliti
Konsumsi energi energi (kcal)
Menu dua kali makan yang disediakan peneliti
AKG 2004 Bagi orang Indonesia
1997.19
1900
613.43±23.56
air ( g)
39.1±13.37
lemak ( g)
24.30±0.81
% karbohidrat. ( g)
34±0 77.1±1.34
%
49.67±1.15
protein ( g)
26.24±1.86
%
16.67±0.58
50
Vit. A (µg)
776.98±146.16
500 (RE)
Vit. K (µg)
7.60±1.00
55
Vit. B12 (µg)
1.14±0.50
2,4
Vit. E (mg)
0.09±0.04
15
Vit. D (µg)
1.25±0.99
5
serat ( g)
4.70±0.80
PUFA ( g)
2.73±0.71
kolesterol (mg)
83.21±17.83
karoten (mg)
0.20±0.12
Vit. B6 (mg)
0.47±0.05
tot. fol.acid (µg)
55.89±11.67
400
Vit. C (mg)
26.02±5.77
75
kalsium (mg)
77.86±4.30
800
Zat besi (mg)
3.87±0.29
26
3.0±0.34
9,3
zinc (mg)
Profil Darah Analisis profil darah dilakukan menggunakan metode Quantitative Buffy Coat (QBC) terhadap sampel darah lengkap. Pembacaan terhadap jumlah atau konsentrasi komponen darah meliputi hemoglobin, hematokrit, MCHC, lekosit, granulosit, limfosit, monosit dan platelet darah.
63
Hemoglobin Sesudah masa suplementasi minuman bubuk kakao bebas lemak maka konsentrasi rata-rata hemoglobin kelompok perlakuan mengalami penurunan dari 13,67±0,90 g/dL menjadi 12,69±0,85 g/dL, dengan selisih penurunan 0,98 g/dL. Sedangkan kelompok kontrol juga mengalami penurunan dari 12,92±0,99 g/dL menjadi 12,63±0,84 g/dL dengan selisih penurunan sebesar 0,49 g/dL (Gambar 14). Berdasarkan uji independent t-test tidak berbeda nyata (p > 0,05) antara kedua kelompok pada periode yang sama. Namun pada uji paired sample t-test terdapat perbedaan yang nyata antara nilai hemoglobin sebelum dan sesudah penelitian (p<0,05). Penurunan yang terjadi pada kedua kelompok masih tetap dalam kisaran konsentrasi hemoglobin yang normal, yaitu 12,0 – 16,0 g/dL.
Konsentrasi hemoglobin (g/dL)
16.0 14.0
13.7
13.1 12.6
12.7
12.0 10.0 sebelum
8.0
sesudah
6.0
perubahan
4.0 2.0 0.0 -2.0
P
-1.0
K
-0.5
Gambar 14 Grafik rata-rata konsentrasi hemoglobin subyek kelompok perlakuan(P) dan kontrol (K) sebelum dan sesudah suplementasi Hematokrit Sesudah masa suplementasi minuman bubuk kakao bebas lemak, konsentrasi rata-rata hematokrit kelompok perlakuan mengalami penurunan dari 41,83±2,75 % menjadi 39,32±2,95 %, dengan selisih penurunan 2,51%, sedangkan kelompok kontrol juga mengalami penurunan dari
40,38±2,95 %
menjadi 39,78±2,69 % dengan selisih penurunan sebesar 1,08 % (Gambar 15). Berdasarkan uji independent t-test tidak terdapat perbedaan yang nyata antara kedua kelompok pada periode yang sama (p > 0,05), dan pada uji paired sample ttest terdapat perbedaan yang nyata antara nilai hematokrit sebelum dan sesudah
64
penelitian (p<0,05). Penurunan yang terjadi pada kedua kelompok masih tetap dalam kisaran konsentrasi hematokrit yang normal, yaitu 37,0 – 47,0(%).
Konsentrasi hematokrit (%)
45.0 40.0
41.8
40.9 39.8
39.3
35.0 30.0 25.0
sebelum
20.0
sesudah
15.0
perubahan
10.0 5.0 0.0 -5.0
P
-2.5
K
-1.1
Gambar 15 Grafik rata-rata konsentrasi hematokrit subyek kelompok perlakuan(P) dan kontrol (K) sebelum dan sesudah suplementasi
Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC) Sesudah masa suplementasi minuman bubuk kakao bebas lemak, maka konsentrasi rata-rata MCHC kelompok perlakuan mengalami penurunan dari 32,68±0,48 g/dL menjadi 32,28±0,92 g/dL, dengan selisih penurunan 0,4 g/dL. Sedangkan kelompok kontrol juga mengalami penurunan dari 32±0,58 g/dL menjadi 31,75±0,57 g/dL dengan selisih penurunan sebesar 0,36 g/dL (Gambar 16). Pada uji independent t-test pada periode sebelum studi terdapat perbedaan yang nyata (p<0,05), namun pada periode sesudah studi tidak terdapat perbedaan yang nyata antara kedua kelompok (p>0,05). Pada uji paired sample t-test tidak terdapat perbedaan yang nyata antara nilai MCHC sebelum dan sesudah penelitian (p>0,05). Walaupun demikian penurunan yang terjadi pada kedua kelompok masih tetap dalam kisaran konsentrasi MCHC yang normal, yaitu 31,7 – 36,0 g/dL.
65
Konsentrasi MCHC (g/dL)
35.0
32.7 32.3
32.1 31.8
30.0 25.0 20.0
sebelum
15.0
sesudah perubahan
10.0 5.0 0.0 P
-5.0
-0.4
K
-0.4
Gambar 16 Grafik nilai rata-rata MCHC subyek kelompok perlakuan (P) dan kontrol (K) sebelum dan sesudah suplementasi Lekosit Total Sesudah masa suplementasi konsentrasi rata-rata lekosit total kelompok perlakuan
mengalami
penurunan
6,63±1,64(x109/L)
dari
9
menjadi
9
6,03±1,02(x10 /L), dengan selisih penurunan 0,6 (x10 /L). Sedangkan kelompok kontrol
juga
mengalami
penurunan
dari
6,76±0,85(x109/L)
menjadi
6,44±1,48(x109/L) dengan selisih penurunan sebesar 0,36(x109/L) (Gambar 17). Pada uji independent t-test tidak terdapat perbedaan yang nyata antara kedua kelompok pada periode sebelum studi (p>0,05), namun terdapat perbedaan yang nyata pada periode sesudah studi (p<0,05). Pada uji paired sample t-test tidak terdapat perbedaan yang nyata antara nilai lekosit sebelum dan sesudah penelitian (p>0,05). Penurunan yang terjadi masih tetap dalam kisaran konsentrasi lekosit yang normal, yaitu 4,3 – 10,0(x109/L). 8.0 Nilai total lekosit (x10 9/L)
7.0
6.8
6.6 6.0
6.4
6.0 5.0 sebelum
4.0
sesudah
3.0
perubahan
2.0 1.0 0.0 -1.0
P
-0.6
K
-0.4
Gambar 17 Grafik rata-rata nilai total lekosit subyek kelompok perlakuan (P) dan kontrol (K) sebelum dan sesudah suplementasi
66
Granulosit Sesudah masa suplementasi minuman bubuk kakao bebas lemak, maka konsentrasi rata-rata granulosit total kelompok perlakuan mengalami penurunan dari 4,48±1,49(x109/L) menjadi 3,89±0,84(x109/L) , dengan selisih penurunan 0,59 (x109/L). Sedangkan kelompok kontrol juga mengalami penurunan dari 4,31±0,45(x109/L) menjadi 4,21±1,23(x109/L) dengan selisih penurunan sebesar 0,10(x109/L) (Gambar 18). Berdasarkan uji independent t-test tidak berbeda nyata (p > 0,05) antara kedua kelompok pada periode yang sama. Pada uji paired sample t-test tidak terdapat perbedaan yang nyata antara nilai granulosit sebelum dan sesudah studi (p>0,05). Penurunan yang terjadi pada kedua kelompok juga masih tetap dalam kisaran konsentrasi granulosit yang normal, yaitu 1,8 – 7,2(x
K o n s e n tr a s i g r a n u l o s i t, l i m fo s i t d a n m o n o s i t (x 1 0 9 / L )
109/L).
5.0 4.0
4.5
4.3 4.2 3.9
3.0
2.5 2.2 2.1
2.2
sebelum sesudah
2.0
perubahan 1.0 0.0 0.0 P -1.0
K
-0.1
P
K
-0.3
-0.6
Gambar 18 Grafik rata-rata nilai total granulosit, limfosit dan monosit subyek kelompok perlakuan (P) dan kontrol (K) sebelum dan sesudah suplementasi Limfosit dan Monosit Sesudah masa suplementasi minuman bubuk kakao bebas lemak maka konsentrasi rata-rata limfosit dan monosit kelompok perlakuan mengalami penurunan dari 2,15±0,31 (x109/L) menjadi 2,14±0,30 (x109/L) , dengan selisih penurunan 0,01 (x109/L). Sedangkan kelompok kontrol juga mengalami penurunan dari 2,49±0,75 (x109/L) menjadi 2,3±0,67(x109/L) dengan selisih penurunan sebesar 0,26(x109/L) (Gambar 18). Pada uji independent t-test terdapat perbedaan yang nyata pada periode sebelum studi (p<0,05), dan tidak terdapat perbedaan yang nyata antara kedua kelompok pada periode sesudah studi
67
(p>0,05). Pada uji paired sample t-test tidak terdapat perbedaan yang nyata antara nilai limfosit dan monosit sebelum dan sesudah penelitian (p>0,05). Penurunan yang terjadi tetap berada dalam kisaran nilai normal yaitu 1,7 -4,9 (x109/L).
Platelet Sesudah masa suplementasi minuman bubuk kakao bebas lemak, maka jumlah
platelet
kelompok
perlakuan
mengalami
penurunan
dari
353,11±60,16(x109/L) menjadi 329,78±37,49(x109/L) , dengan selisih penurunan 23,33 (x109/L). Sedangkan kelompok kontrol juga mengalami penurunan dari 342,87±56,35 (x109/L) menjadi 316,75±50,79(x109/L) dengan selisih penurunan sebesar 26,13(x109/L) (Gambar 19). 400.0
Nilai platelet (x109/L)
350.0
353.1
342.9
329.8
316.8
300.0 250.0 sebelum
200.0
sesudah
150.0
perubahan
100.0 50.0 0.0 -50.0
P
-23.3
K
-26.1
Gambar 19 Grafik rata-rata konsentrasi platelet subyek kelompok perlakuan (P) dan kontrol (K) sebelum dan sesudah suplementasi Berdasar uji independent t-test tidak terdapat perbedaan nyata (p > 0,05) antara kedua kelompok pada periode yang sama. Pada uji paired sample t-test terdapat perbedaan yang nyata antara nilai platelet sebelum dan sesudah penelitian (p<0,05). Namun demikian penurunan jumlah platelet yang terjadi pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan masih di dalam kisaran nilai normal yaitu 140 – 400 (x109/L).
PEMBAHASAN
Pengaruh pemberian minuman bubuk kakao bebas lemak pada 18 orang subyek wanita yang sehat selama 25 hari telah diteliti oleh Yuliatmoko (2007), Amri (2007), Hasanah (2007) dan Erniati (2007). Pada subyek dan produk minuman yang sama dengan yang digunakan pada penelitian ini, para peneliti tersebut melaporkan tentang kapasitas antioksidan pada plasma dan eritrosit, pengaruhnya pada sistem enzim detoksifikasi serta kapasitasnya sebagai imunomodulator. Yuliatmoko (2007) melaporkan bahwa konsumsi minuman bubuk kakao lindak bebas lemak berpengaruh nyata dalam meningkatkan aktivitas antioksidan plasma yang meliputi peningkatan kadar vitamin C plasma, peningkatan antiradikal bebas, dan penurunan nilai malonaldehida (MDA) plasma, serta memperpanjang
phase lag diena terkonjugasi. Di samping itu, konsumsi
minuman bubuk kakao bebas lemak memperlihatkan adanya ketersediaan hayati flavonoid dalam plasma darah subyek. Hasanah (2007) melaporkan bahwa konsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak dapat meningkatkan aktivitas enzim antioksidan katalase baik pada eritrosit maupun plasma. Selain itu juga dapat menurunkan aktivitas enzim sitokrom P-450 dan meningkatkan aktivitas enzim glutation S-transferase pada eritrosit maupun plasma subyek. Amri (2007) melaporkan bahwa konsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak dapat meningkatkan kemampuan oksidatif eritrosit yang ditandai dengan penurunan kadar MDA eritrosit dan peningkatan aktivitas antioksidan eritrosit. Selain itu konsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak dapat melindungi membran eritrosit dari kerusakan oksidatif yang ditandai dengan menurunnya persentase lisis yang disebabkan oleh beberapa oksidator. Erniati (2007) juga telah membuktikan bahwa setelah konsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak, aktivitas flavonoid kakao dapat menstimulasi proliferasi limfosit T dan limfosit B, yang diduga melalui stimulasi produksi sitokin, terutama IL-1, IL-2 dan IL-4.
69
Penelitian ini ingin mengetahui pengaruh minuman bubuk kakao bebas lemak terhadap profil darah subyek yang meliputi jumlah variabel atau komponen darah. Semua senyawa atau makanan, termasuk flavonoid, yang masuk ke dalam tubuh akan mempengaruhi komposisi darah, karena darah berfungsi mensuplai setiap jaringan di tubuh dengan zat gizi dan oksigen, serta membuang sisa metabolisme dan mengangkut karbon monoksida. Efek perlindungan antioksidan flavonoid terhadap plasma darah merupakan gambaran dari perlindungan total terhadap tubuh, karena plasma merupakan tempat bermuaranya berbagai metabolit sel tubuh (Engler et al 2004; Linder 1992). Efek konsumsi bubuk kakao bebas lemak dalam bentuk minuman terhadap profil darah sangat penting diketahui untuk menentukan status kesehatan konsumen setelah mengkonsumsi, serta mengetahui keamanan produk minuman tersebut. Pada penelitian ini subyek wanita sehat sebanyak 18 orang dipilih tidak secara acak. Subyek berumur 21-27 tahun dan merupakan mahasiswa tingkat sarjana atau pascasarjana di Institut Pertanian Bogor, sehingga semua memiliki latar belakang pendidikan yang sama. Pemilihan subyek ini bertujuan untuk meminimalkan keragaman karena pengaruh hormonal, perbedaan aktivitas seharihari, serta termasuk dalam kelompok umur yang memiliki kesamaan dalam kebutuhan nutrisi makanan dan metabolismenya. Flavonoid dalam bubuk kakao bebas lemak termasuk senyawa xenobiotik. Metabolisme senyawa xenobiotik dilaporkan bervariasi antara gender organisme terhadap suatu senyawa tertentu yang berasal dari jaringan tertentu. Mooney et al (2005) melaporkan bahwa pada studi suplementasi vitamin antioksidan pada wanita perokok dapat menurunkan 31% level benzo(a)pyrene-DNA adduct, sedangkan
pada pria perokok pengaruhnya tidak berbeda nyata. Efek
suplementasi pada perbedaan gender disimpulkan akibat interaksi pengaruh hormonal dan faktor kebiasaan pada kerentanan genetis atau kerentanan metabolik sehingga mengawali pembentukan DNA adduct. Sedangkan suplementasi antioksidan berperan dalam menghambat pembentukan adduct tersebut. Sehingga pada penelitian ini tanpa mengabaikan adanya kemungkinan perbedaan pengaruh karena jenis kelamin, maka pemilihan subyek semuanya wanita adalah untuk meminimalkan keragaman karena pengaruh hormonal.
70
Secara sosio-demografi, subyek tinggal di tempat yang berdekatan satu sama lain, hal ini untuk memudahkan pengontrolan selama studi suplementasi. Latar pendidikan subyek yang semuanya mahasiswa diharapkan bisa mengurangi efek plasebo yang mungkin timbul karena studi ini didisain secara tidak buta ganda dan menggunakan kontrol. Subyek tampak menjalani kehidupan sehari-hari yang cukup dan membelanjakan lebih dari sepertiga bagian uang sakunya untuk keperluan makan, disamping untuk keperluan sekolah dan jajanan. Sehingga semua subyek yang terlibat dalam penelitian ini memiliki latar belakang pendidikan dan keadaan sosio-demografi yang seragam. Kondisi subyek yang seragam di awal penelitian (baseline) diperlukan untuk menghindari dan mengontrol data bias yang mungkin timbul (Lenth 2001). Pada penelitian ini subyek harus memenuhi kriteria eksklusi seperti perokok dan memiliki riwayat perokok, memiliki riwayat penyakit jantung atau kelainan pada darah, sedang dalam pengobatan suatu penyakit, mengkonsumsi alkohol, obesitas, diabetes, sedang hamil dan sering mengkonsumsi produk coklat. Antioksidan plasma pada subyek yang perokok, diketahui mengalami penurunan, terutama level vitamin C, karotenoid dan vitamin E dalam serum. Sebaliknya pada perokok terjadi peningkatan level aromatik hidrokarbon polisiklik- DNA adduct dalam plasma, sehingga mempengaruhi aktivitas enzim-enzim detoksifikasi (Mooney et al 2005). Demikian halnya dengan subyek yang gemar mengkonsumsi alkohol atau sedang mengkonsumsi obat-obatan tertentu. Subyek yang menderita kelainan darah atau mengidap penyakit degeneratif lainnya, disamping terjadi gangguan dalam sistem metabolisme dalam tubuhnya, juga akan memberikan data yang bias terhadap konsentrasi komponen darah yang diukur. Kehamilan dapat menurunkan aktivitas beberapa enzim yang terlibat dalam metabolisme xenobiotik, seperti catechol O-methyltransferase, monoamin oksidase dan konjugasi glukuronida (Hodgson dan Levi 2000). Di samping itu kehamilan juga menyebabkan plasma mengalami peningkatan volume dan massa sel darah merah sehingga menyebabkan nilai hemoglobin menjadi rendah (Gibson 2005). Sehingga pemeriksaan kesehatan klinis perlu dilakukan sebelum suplementasi untuk memastikan bahwa subyek yang terlibat memiliki kondisi
71
kesehatan yang baik dan tidak mengidap penyakit serius yang mempengaruhi penelitian. Indeks berat per tinggi badan memang sering dipilih sebagai indikator status gizi seseorang. Sebagai suatu ukuran komposisi tubuh, indek massa tubuh atau Body Mass Index dapat memenuhi kriteria yang diharapkan yaitu mempunyai hubungan erat dengan jumlah lemak tubuh dan hubungan yang rendah dengan tinggi badan atau komposisi tubuh (Kartono et al 1997). Pengukuran berat badan merupakan pengukuran massa badan yang meliputi jaringan lemak, otot, tulang dan sebagainya (Bray 2002). Body Mass Index (BMI) dapat dihitung berdasar data tinggi badan (m2) dan berat badan (kg), untuk memperkirakan kegemukan atau obesitas tubuh, dan dapat dikaitkan dengan resiko suatu penyakit. Menurut penelitian, obesitas sering berhubungan dengan mortalitas, morbiditas dan kemampuan bereproduksi (Kartono et al 1997). Obesitas sering dikaitkan dengan resiko diabetes, penyakit jantung, paru-paru, kanker hingga gangguan pertumbuhan pada janin (Stipanuk 2000). Sesudah suplementasi minuman bubuk kakao bebas lemak terjadi kenaikan BMI subyek, di mana kenaikan terjadi pada kelompok perlakuan maupun kelompok kontrol. Kenaikan BMI subyek tersebut disimpulkan bukan sebagai akibat konsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak selama suplementasi, karena kenaikan berat badan dialami oleh kedua kelompok. Asupan makanan, aktivitas fisik dan faktor genetis juga dapat mempengaruhi BMI subyek (Eastwood 2003). Hal ini diperkuat oleh Mathur et al (2002); Rein et al (2002a) dan Holt et al (2002) yang menyatakan pada studi suplementasi minuman kakao atau komponen aktifnya pada subyek sehat, tidak mempengaruhi nilai BMI dan status gizinya. Asupan makanan yang dapat memenuhi kebutuhan energi setiap individu, diperlukan untuk mendukung aktivitas fisik dan kebutuhan kesehatan lainnya (Eastwood 2003). Energi dilepaskan dari karbohidrat, lemak, protein dan alkohol dalam makanan. Kebutuhan energi individu sangat bervariasi tergantung pada proses metabolik, fungsi fisiologis, aktivitas tubuh, produksi panas tubuh, pertumbuhan dan sintesa jaringan baru.
72
Menurut See dan Florentino (1997), kebutuhan energi sehari-hari untuk wanita dengan kelompok umur 19-29 tahun adalah sebesar 1997,19 kcal atau 7955,4 kJ. Pada penelitian ini, tampak bahwa subyek kelompok kontrol dan perlakuan memiliki pola makan yang baik dan mencukupi kebutuhan energi pada kelompok usianya. Perbedaan asupan nutrisi subyek yang tampak, erat kaitannya dengan adanya variasi antar individu. Jumlah energi dan kandungan nutrisi pada menu makanan pagi dan malam yang disediakan peneliti nampak kecil, mengingat jumlah tersebut dihitung dari dua kali menu makan. Bila di sela waktu dua kali makan tersebut subyek masih mengkonsumsi jajanan dan juga makan siang, maka rata-rata asupan energi selama studi diduga tidak jauh berbeda dengan pola makan subyek sehari-hari. Pada penelitian ini data sosio-demografi, kondisi vital, dan asupan makanan dipakai sebagai gambaran subyek pada saat base-line dan bukan merupakan parameter yang diharapkan berubah. Pada awal dan akhir suplementasi perlu dilakukan pencatatan kondisi vital subyek. Data-data tersebut diperlukan untuk mengkontrol bias yang mungkin terjadi. Setelah konsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak selama 25 hari terjadi penurunan yang nyata pada jumlah hemoglobin, hematokrit dan platelet darah, namun penurunan pada jumlah MCHC, lekosit, granulosit, limfosit dan monosit tidak berbeda nyata. Konsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak disimpulkan bukan sebagai penyebab penurunan pada jumlah variabel darah, karena penurunan terjadi pada kelompok perlakuan dan juga kelompok kontrol. Pola makan subyek dan makanan yang dikonsumsi selama penelitian diduga berkontribusi pada penurunan jumlah variabel darah. Berdasarkan hasil wawancara dengan subyek, umumnya mereka menyatakan bahwa pola makan mereka lebih baik selama suplementasi dibandingkan dengan pola makan mereka biasanya. Selama suplementasi berlangsung, setiap menu yang disajikan selalu disediakan nasi sebagai sumber karbohidrat, lauk sebagai sumber protein dan lemak, sayur dan buah sebagai sumber vitamin dan mineral. Selain itu selama suplementasi berlangsung, subyek juga mengurangi konsumsi makanan jajanan. Menurut Winarno (2004) dan Zakaria et al (1996), dalam makanan jajanan mengandung bahan-bahan pencemar seperti mikoroorganisme, pestisida, logam
73
berat, zat pewarna, zat pemanis dan zat pengawet. Konsumsi makanan jajan yang tercemar bahan kimia berpotensi menaikkan pembentukan senyawa radikal bebas dalam tubuh konsumen. Produksi sel-sel darah dipengaruhi oleh faktor-faktor nutrisi, antara lain ; protein, vitamin B12 , folat, besi, vitamin B6, riboflavin (vitamin B2), asam nikotinat (vitamin B3), asam askorbat, vitamin A, vitamin E dan tembaga (Hendricks et al 2002). Kekurangan atau defisiensi asupan nutrisi-nutrisi tersebut akan mempengaruhi jumlah komponen darah, gangguan metabolisme hingga mengindikasikan adanya gangguan fungsi tubuh lainnya. Protein sangat penting peranannya pada proses diferensiasi sel-sel darah, di mana proses tersebut diatur oleh sitokin dan hormon. Sitokin sendiri merupakan protein, enzim-enzim dan mediator inflamasi yang diproduksi darah juga merupakan protein. Riboflavin dan asam nikotinat merupakan kofaktor yang penting dalam metabolisme tubuh dan metabolisme senyawa xenobiotik. Vitamin B6 berperan dalam membantu metabolisme energi terutama metabolisme asam amino, membantu konversi tryptophan menjadi niasin dan serotonin serta membantu pembentukan sel darah (Linder 1992). Vitamin B12 juga berfungsi dalam pengembangan sel darah merah yang normal dan dalam sintesis DNA. Defisiensi vitamin ini dapat menyebabkan penyakit anemia pernisiosa (Hendricks et al 2002). Asam folat dan zat besi adalah nutrisi makanan yang banyak berperan dalam pembentukan sel darah merah. Zat besi tersimpan dalam semua sel tubuh dan berperan penting dalam sintesis protein zat besi, seperti hemoglobin dan myoglobin serta enzim katalase (Hendricks et al 2002). Vitamin K sangat penting berperan dalam pembekuan darah, yaitu sebagai ko-faktor dalam sintesis protrombin dan protein lainnya yang terlibat dalam pembekuan darah (Linder 1992). Vitamin C berperan penting dalam melindungi tubuh terhadap infeksi, membantu pembentukan jaringan penghubung atau kolagen, membantu penyembuhan luka, memelihara elastisitas dan kekuatan pembuluh darah, serta berperan dalam pembentukan sel darah merah (Eastwood 2003). Vitamin C dikenal juga sebagai antioksidan, berfungsi dalam pengaturan metabolisme zat besi serta sebagai ko-faktor bagi enzim sitokrom P450. Konsumsi bubuk kakao bebas lemak yang mengandung polifenol tinggi dilaporkan mampu meningkatkan kadar vitamin C dalam plasma (Yuliatmoko
74
2007). Beberapa flavonoid berperan sebagai antioksidan bagi asam askorbat (vitamin C). Pada studi in vitro dilaporkan bahwa, flavonoid menghambat konversi askorbat menjadi dehidroaskorbat (Middleton et al 2000). Salah satu mekanisme penghambatan yang bisa dijelaskan antara lain karena flavonoid mengkelat Cu dan logam-logam lainnya, sehingga memperlambat oksidasi asam askorbat yang dikatalis oleh logam. Mekanisme lainnya diduga karena kemampuan flavonoid sebagai aseptor radikal bebas, di mana pembentukan radikal bebas merupakan tahapan yang penting dalam oksidasi askorbat. Kapasitas perlindungan flavonoid terhadap oksidasi askorbat, tergantung dari struktur yang dimiliki flavonoid tersebut. Flavonoid yang memiliki gugus 3’, 4’- OH pada cincin B dan gugus 3-hidroksi-4-karbonil pada cincin γ- piron, secara nyata memiliki aktivitas antioksidan yang besar (Middleton et al 2000). Leung (1981) juga melaporkan adanya interaksi sinergis antara vitamin C dan vitamin E terhadap peroksidasi fosfolipid membran. Vitamin E terdapat di alam sebagai senyawa tokoferol dan tokotrienol, dan α- tokoferol adalah bentuk yang paling aktif. Vitamin E larut dalam lemak melalui sistem limfatik dan di tubuh ditransportasikan dalam lipoprotein. Vitamin E berfungsi sebagai antioksidan karena memutus rantai otooksidasi lipid dengan cara mendonasikan hidrogen. Selain itu vitamin E berperan dalam melindungi membran sel, meningkatkan respon imun, mengatur agregasi platelet dan mengatur aktivasi protein kinase C. Banyak studi yang meneliti peranan vitamin E sendiri atau dikombinasikan dengan antioksidan lainnya dalam melindungi tubuh terhadap kerusakan oksidatif yang berhubungan dengan berkembangnya kanker, jantung koroner dan penyakit Al-zheimer (Mooney et al 2005, Linder 1992). Hemoglobin merupakan pigmen sel darah merah yang berperan dalam transpor O2 dan CO2. Kandungan polifenol dalam suatu bahan pangan dilaporkan dapat menghambat penyerapan zat besi dalam makanan yang dikonsumsi. Bahkan konsumsi dosis polifenol yang tinggi, bisa menghabiskan simpanan zat besi pada individu dengan status zat besi marjinal (Mennen et al 2005). Hal ini juga akan berakibat menghambat pembentukan hemoglobin dan produksi sel darah merah. Apalagi jika konsumsi polifenol tidak diimbangi dengan konsumsi makanan yang mengandung vitamin C, di mana vitamin C dapat meningkatkan penyerapan zat
75
besi. Efek penghambatan polifenol terhadap penyerapan zat besi baru dapat dibuktikan pada studi secara in vitro dan studi pada hewan coba, sedangkan pengaruhnya pada manusia belum terbukti (Mennen et al 2005). Pada penelitian ini, penurunan jumlah hemoglobin yang terjadi tetap berada pada konsentrasi hemoglobin yang normal. Hal ini diduga karena adanya aktivitas antioksidan dari komponen flavonoid pada kakao bebas lemak yang melindungi sel darah merah dari kerusakan oksidatif (Zhu et al 2005). Menurut Zhu et al (2005), eritrosit mengandung asam lemak tak jenuh ganda dengan konsentrasi yang tinggi, oksigen molekuler, dan ion besi sebagai ligan, oleh sebab itu eritrosit sangat mudah diserang sehingga terjadi stress oksidatif. Amri (2007) juga melaporkan bahwa konsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak selama 25 hari dapat menurunkan laju hemolisis eritrosit yang disebabkan oleh beberapa oksidator. Hematokrit merupakan perbandingan bagian darah yang mengandung eritrosit terhadap volume seluruh darah yang dihitung dalam %. Pada defisiensi zat besi, hematokrit akan menurun karena hemoglobin yang terbentuk menjadi berkurang. Penurunan hematokrit berarti berkurangnya viskositas darah dan agregasi sel darah merah. Secara teori, penurunan hematokrit dapat meningkatkan aliran darah dan bisa memulihkan aliran darah yang terganggu karena suatu penyakit menjadi normal (Lowe 1988). Heiss et al (2003) dan Fisher et al (2003) melaporkan bahwa subyek yang mengkonsumsi minuman kaya flavanol mengalami peningkatan dilatasi (relaksasi) pembuluh darah yang seiring dengan peningkatan jumlah oksida nitrat (NO) yang bersirkulasi. NO merupakan molekul yang mengeluarkan sinyal penting bagi fisiologi pembuluh darah. Aktivitas NO meningkat apabila terjadi peningkatan jumlah komponen yang ternitrosasi dalam plasma. Pada studi double blind cross over, sebanyak 20 subyek yang sedikitnya memiliki satu faktor resiko penyakit kardiovaskular, seperti jantung koroner, hipertensi, hiperlipidemia dan diabetes, dilibatkan di dalam studi.
Setelah
meminum coklat yang mengandung 176 mg flavan-3-ols (terdiri dari 70 mg epikatekin dan katekin, serta 106 mg prosianidin) dalam 100 ml air, dilakukan pengukuran pada flow-mediated dilation (FMD) pada arteri di tangan dan jumlah
76
NO di plasma subyek. Konsumsi minuman coklat tersebut dilaporkan telah meningkatkan FMD dan jumlah NO plasma subyek maksimal 2 jam setelah konsumsi, namun tidak ada perbedaan yang nyata pada jumlah FMD dan NO pada subyek yang mengkonsumsi minuman coklat dengan kandungan flavan-3-ols < 10 mg (Heiss et al 2003). Pada studi randomized double-blind placebo controlled, sebanyak 22 subyek yang sehat diminta mengkonsumsi 259 mg flavonoid (terdiri dari 213 mg prosianidin dan 46 mg epikatekin) dalam 46 g coklat batangan. Peningkatan FMD dilaporkan terjadi setelah subyek mengkonsumsi coklat selama 2 minggu (Engler et al 2004). Efek stimulasi NO oleh polifenol kakao dilaporkan juga berkontribusi pada penurunan tekanan darah pada manula setelah pemberian dark chocolate (Taubert et al 2003). Bubuk kakao bebas lemak mengandung polifenol sebanyak adalah 4,43 g/ 100 g bubuk kakao (Zairisman 2006). Pada penelitian ini dosis minum bubuk kakao sebanyak 4 g /100 ml air hangat yang berarti mengandung 177,2 mg polifenol. Maka konsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak selama 25 hari diduga bisa meningkatkan FMD dan jumlah oksida nitrat yang bersirkulasi, sehingga dapat meningkatkan dilatasi pembuluh darah, walaupun lebih lanjut masih perlu dilakukan pengukuran pada FMD dan jumlah NO di plasma. Kemungkinan peningkatan dilatasi ini hanya dapat dilihat pada penurunan jumlah hematokrit (di mana tetap berada pada kisaran nilai normalnya), yang diduga berhubungan dengan penurunan viskositas darah di mana aliran darah menjadi lebih lancar. Penurunan hematokrit juga dapat dipakai sebagai indikator adanya defisiensi zat besi, anemia akut, pendarahan, leukimia, malnutrisi defisiensi vitamin B dan C, infeksi virus, dan kerusakan ginjal. Namun untuk memastikan gejala tersebut perlu dilakukan analisis pada parameter hematologi lainnya, analisis kimia darah dan imunoserologi (Sutedjo 2006; Lowe 1988). Sistem imun tubuh sangatlah komplek di mana sel-sel yang teratur dan sangat rumit harus berada dalam fungsi yang terintegrasi. Sel-sel sistem imun dapat berinteraksi dan memberikan respon terhadap pesan-pesan antar sel seperti hormon, sitokin dan autakoid yang terdapat dalam berbagai sel. Autakoid misalnya histamin, kinin, lekotrien, prostaglandin dan serotonin. Sistem imun dapat dimodifikasi melalui makanan, agensia farmakologis, polutan dan fitokimia
77
dalam bahan pangan seperti vitamin dan flavonoid. Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa flavonoid mempengaruhi fungsi sistem imun dan sel-sel inflamasi (Middleton et al 2000). Granulosit adalah lekosit yang bergranula misalnya neutrophil, eosinophil dan basophil. Setelah mengkonsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak selama 25 hari, terjadi penurunan jumlah granulosit walaupun penurunan tersebut masih berada pada kisaran nilai normalnya. Penurunan yang terjadi tidak hanya pada kelompok perlakuan, tapi kelompok kontrol juga mengalami penurunan. Penurunan ini disimpulkan bukan karena pengaruh konsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak. Makanan yang dikonsumsi subyek selama suplementasi diduga berkontribusi pada penurunan jumlah granulosit. Penurunan jumlah granulosit (netrofil, eosinofil dan basofil) setelah konsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak yang tetap berada pada kisaran nilai normalnya, diduga karena adanya aktifitas flavonoid kakao bebas lemak yang dapat memodulasi terjadinya inflamasi, yaitu dengan memulung oksigen reaktif intermediet yang dihasilkan sel-sel fagosit, menghambat degranulasi eosinofil serta menghambat proliferasi sel mast dan pelepasan histamin. Beberapa penelitian melaporkan bahwa ada jenis flavonoid yang dapat menghambat stimulasi pelepasan enzim lisosomal netrofil kelinci. Flavonoid quercetin dilaporkan mampu menghambat sekresi enzim lisosomal yang diinduksi oleh concanavalin A pada netrofil babi serta manusia sehat (Middleton et al 2000). Pada saat terjadi inflamasi atau gangguan sistem imun, akan terjadi peningkatan radikal bebas oksigen dan oksigen reaktif non radikal yang dilepaskan oleh netrofil dan sel fagosit lainnya (Roitt 2002). Beberapa flavonoid diketahui dapat memulung radikal bebas oksigen. Sehingga flavonoid akan sangat mengganggu produksi intermediat oksigen reaktif oleh netrofil dan sel fagosit lainnya. Hal ini diduga karena adanya peran serta NADPH oksidase, yaitu suatu produsen enzim oksidan yang sangat kuat, yang terdapat pada permukaan membran netrofil. Flavonoid juga dapat menghambat myeloperoksidase (MPO) netrofil, yaitu suatu sumber intermediet klorinasi reaktif. Gangguan flavonoid pada produksi intermediet oksigen reaktif oleh netrofil dan sel fagosit lainnya diduga sebagai aktivitas anti inflamasi komponen tersebut (Middleton et al 2000).
78
Pada penelitian lainnya juga dilaporkan bahwa flavonoid juga menghambat pelepasan β-glucuronidase dan [3H] asam arakidonat, yang diduga akan menghambat fosfolipase A2 (Middleton et al 2000). Flavonoid tertentu juga dilaporkan dapat menghambat degranulasi eosinofil yang distimulasi oleh stimulan imunologis atau nonimunlogis. Stimulan tersebut misalnya alergen atau PAF. Degranulasi eosinofil yang distimulasi oleh IgA atau bead yang dilapis dengan IgG, dapat dihambat oleh genistein, di mana pada saat bersamaan beberapa protein yang terfosforilasi juga mengalami penurunan jumlah dan terjadi penghambatan aktivitas PLC (Middleton et al 2000). Basofil merupakan sel mast yang berpatroli di jaringan dan berperan penting dalam patogenesis pada reaksi alergi tahap akhir. Beberapa penelitian telah melaporkan bahwa sejenis flavonoid tertentu dapat menghambat proliferasi sel mast dan pelepasan histamin (Galli 1993). Baik sel mast maupun basofil memiliki reseptor untuk IgE yang berafinitas tinggi pada membran plasmanya. Adanya cross linking dari reseptor-reseptor ini penting dalam memicu sekresi histamin dan mediator inflamasi lainnya. Beberapa flavonoid dilaporkan menghambat proses sekresi ini dalam berbagai sistem (Middleton et al 2000). Limfosit dan monosit adalah lekosit yang tidak bergranula. Setelah konsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak selama 25 hari, terjadi penurunan pada jumlah total lekosit, limfosit dan monosit. Penurunan juga nampak terjadi pada kelompok perlakuan maupun kelompok kontrol, sehingga dapat disimpulkan bahwa penurunan bukan karena konsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak. Makanan yang dikonsumsi subyek selama suplementasi diduga berkontribusi pada penurunan nilai, walaupun penurunan tersebut tetap berada pada kisaran jumlah normal masing-masing variabel, dan tidak berbeda nyata antara sebelum dan sesudah suplementasi. Soung et al (2006) melaporkan bahwa pada wanita yang telah menopaus jumlah monosit menjadi lebih tinggi dan jumlah limfosit lebih rendah dibandingkan wanita usia 18-24 tahun. Hal ini diduga karena monosit pada wanita menopaus lebih rentan terhadap inflamasi dibandingkan yang belum menopaus, sebagaimana ditunjukkan dengan nilai tumor nekrosis faktor (TNF)-α yang lebih tinggi. Pada studi menggunakan tikus, flavonoid isoflavon dapat memperbaiki
79
jumlah total lekosit, limfosit dan monosit menjadi normal. Namun studi pada wanita menopaus yang mengkonsumsi 25 g protein kedelai yang mengandung 60 mg isoflavon selama satu tahun, dilaporkan tidak terjadi perubahan jumlah total lekosit, limfosit dan monositnya. Hal ini diduga karena pengaruh defisiensi estrogen pada sistem hematopoietik pada manusia berbeda dengan pada tikus. Lagipula dosis konsumsi isoflavon pada tikus sebesar 25 mg isoflavon per kg BB, sedangkan pada manusia hanya sebesar 1,1 mg isoflavon per kg BB (Soung et al 2006). Pada penelitian ini konsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak dengan dosis 177,2 mg polifenol pada subyek dengan berat badan rata-rata 51,9 kg, yang berarti memiliki dosis minum sebesar 3,41 mg per kg BB. Suplementasi minuman tersebut selama 25 hari tidak mempengaruhi jumlah total lekosit, limfosit dan monosit, karena perubahan yang terjadi tetap pada kisaran normal. Walaupun tidak mempengaruhi jumlah, namun pada penelitian lain dilaporkan bahwa flavonoid kakao bebas lemak dapat menstimulasi proliferasi sel limfosit T dan limfosit B, yang diduga melalui stimulasi produksi sitokin, terutama IL-1, IL-2 dan IL-4 (Erniati 2007; Zairisman 2006). Mao et al (2000) melaporkan
bahwa
prosianidin
kakao
yang
telah
dimurnikan
mampu
mengakibatkan ekspresi mRNA dan sekresi sitokin (IL-1, IL-2 dan IL-4). Produksi IL-4 mengakibatkan peningkatan respon oleh sel T efektor. Sedangkan IL-1 berfungsi meningkatkan pertumbuhan dan diferensiasi sel limfosit. Selain itu IL-1 dapat merangsang produksi IL-2, interferon γ dan faktor kemotaktik. IL-2 berperan menginduksi proliferasi sel T, sel B dan sel NK, serta mengaktivasi makrofag. Proliferasi sel limfosit T mengikuti interaksi kooperatif dari CD4, CD8 dan kompleks TCR-CD3 terhadap paparan antigen asing dan dalam gabungan dengan molekul MHC yang sesuai. Sinyal proliferatif dikeluarkan oleh anggota famili protein tyrosine kinase (PTK) yang mengkatalis fosforilasi substrat seluler sehingga berubah menjadi proliferasi sel T. Flavonoid genistein dilaporkan dapat mempengaruhi aktivitas PTK yaitu menjadi inhibitor selektif bagi PTK (Middleton et al 2000). Ramiro et al (2007) melaporkan bahwa konsumsi kakao alami sebanyak 4% -10% dari asupan makanan pada tikus selama 3 minggu dapat meningkatkan kapasitas antioksidan total, aktivitas enzim antioksidan SOD dan
80
katalase di plasma dan semua jaringan terutama timus. Peningkatan sistem antioksidan di timus ternyata mempengaruhi komposisi seluler atau limfosit pada timus, di mana terjadi peningkatan persentasi timosit pada tahapan diferensiasi timosit. Platelet adalah sel dalam darah yang merupakan komponen utama pada pembekuan darah. Selain peranannya dalam hemostasis dan trombosis, platelet juga berperan dalam kejadian-kejadian inflamasi seluler. Setelah suplementasi minuman bubuk kakao bebas lemak selama 25 hari terjadi penurunan jumlah platelet pada kelompok perlakuan yang berbeda nyata antara sebelum dan sesudah studi. Namun penurunan jumlah tersebut masih dalam kisaran jumlah normal platelet darah. Di samping itu penurunan terjadi juga pada kelompok kontrol, sehingga dapat disimpulkan bahwa penurunan yang terjadi bukan disebabkan oleh pengaruh minuman bubuk kakao bebas lemak, tapi makanan yang dikonsumsi selama suplementasi diduga berkontribusi pada penurunan nilai. Penurunan jumlah platelet belum bisa disimpulkan sebagai penurunan fungsi platelet. Untuk mengetahui pengaruh konsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak terhadap fungsi platelet, perlu dilakukan pengukuran pada jumlah mean platelet volume (MPV), yang mengindikasikan adanya penurunan aktivitas platelet. Di samping itu juga perlu dilakukan analisis terhadap penanda aktivasi platelet, reaksi pelepasan ATP, pembentukan mikropartikel dan agregasi platelet primer dengan menggunakan berbagai induktor, seperti kolagen dan ADP. Data yang diperoleh dapat dipakai sebagai end point fungsi platelet, di mana penurunan pada semua end point tersebut akan memperjelas peranan flavonoid, khususnya bubuk kakao bebas lemak, dalam memodulasi fungsi platelet, sehingga dapat diberikan untuk menurunkan resiko penyakit kardiovaskular (Murphy et al 2003; Rein et al 2000b; Ding et al 2006). Flavonoid genistein dilaporkan dapat menghambat adhesi, agregasi dan sekresi platelet pada studi in vitro maupun in vivo. Efek flavonoid pada platelet dapat dihubungkan dengan penghambatan metabolisme asam arakidonat oleh CO (Middleton et al 2000). Kemungkinan juga potensinya dalam menghambat siklik AMP fosfodiesterase dapat menjelaskan sebagian kemampuannya dalam menghambat fungsi platelet. Suatu studi melibatkan 30 orang subyek sehat yang
81
diminta untuk mengkonsumsi 300 ml minuman coklat yang mengandung total 897 mg epikatekin (setara dengan 299 mg/100ml). Aktivitas platelet diukur sebagai ekspresi antigen platelet dan pembentukan mikropartikel platelet dengan menggunakan monoklonal antibodi dan flow cytometry. Hemostasis platelet primer diukur menggunakan platelet function analyzer. Setelah mengkonsumsi coklat, maka ekspresi pembentukan glikoprotein IIb-IIIa platelet yang distimulasi oleh adenosine diphosphate (ADP) pada pembentukan fibrinogen binding mengalami penurunan pada 2 dan 6 jam setelah konsumsi. Konsumsi coklat juga menurunkan ekspresi P-selectin yang diinduksi oleh ADP serta menghambat hemostasis
primer
sebagai
respon
terhadap
epinephrine.
Pembentukan
mikropartikel platelet juga menurun pada 2 dan 6 jam setelah konsumsi. Sehingga disimpulkan bahwa konsumsi coklat dapat menekan aktivasi platelet yang distimulasi oleh ADP dan pembentukan mikropartikel platelet. Konsumsi coklat memiliki efek mirip aspirin pada hemostasis primer (Rein et al 2000). Pada suatu studi double blind, sebanyak 32 orang subyek sehat diminta untuk meminum tablet yang mengandung 234 mg flavanol kakao selama 28 hari. Fungsi platelet ditentukan dengan mengukur agregasi platelet, pelepasan ATP dan ekspresi antigen platelet menggunakan flow cytometer. Setelah suplementasi, terjadi peningkatan konsentrasi epikatekin dan katekin plasma masing-masing sebanyak 81% dan 28%. Selain itu juga terjadi penurunan pada ekspresi P selectin dan agregasi yang diinduksi oleh ADP dan kolagen. Konsentrasi asam askorbat plasma juga meningkat secara nyata. Sehingga disimpulkan bahwa suplementasi flavanol kakao selama 28 hari telah meningkatkan konsentrasi epikatekin dan katekin plasma serta secara nyata menurunkan fungsi platelet (Murphy et al 2003). Bubuk kakao bebas lemak terbukti memiliki kapasitas antioksidan yang tinggi di plasma maupun eritrosit manusia (Amri 2007; Hasanah 2007). Konsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak selama 25 hari telah terbukti secara nyata mampu menurunkan kadar MDA dan meningkatkan aktivitas anti radikal bebas pada sel eritrosit dan plasma (Amri 2007; Yuliatmoko 2007). Charpentier dan Chateora (1996) menyatakan beberapa mekanisme yang dapat dilakukan oleh suatu antioksidan dalam melindungi tubuh yaitu 1) menghambat terbentuknya
82
radikal bebas, 2) menjadi perantara dalam netralisasi radikal bebas yang telah terbentuk (scavenger), 3) menurunkan kemampuan radikal bebas dalam reaksi oksidasi, dan 4) menghambat enzim oksidatif, misalnya sitokrom P-450. Flavonoid kakao bebas lemak bersifat polar, sehingga ketika dikonsumsi akan segera diserap, dan diduga langsung menginduksi aktivitas enzim -enzim fase II.
Enzim-enzim fase II melalui reaksi konjugasi akan menghasilkan
senyawa yang bersifat hidrofilik dan mudah diekskresikan ke luar tubuh. Sehingga flavonoid kakao bebas lemak tidak terakumulasi di dalam tubuh. Flavonoid yang telah diserap tubuh segera bersirkulasi di darah dan menjalankan fungsinya. Metabolisme dan penyerapan flavonoid sangat dipengaruhi juga oleh pola makan seorang. Zat gizi dan bahan tambahan makanan dilaporkan dapat memodulasi aktivitas sitokrom P-450 dan akhirnya mempengaruhi toksisitasnya. Komponen dalam bahan pangan serta kondisi yang dapat mempengaruhi sitokrom P-450 pada percobaan menggunakan hewan coba atau manusia, antara lain karbohidrat, lemak, obesitas, sedang berpuasa, vitamin larut lemak dan larut air, mineral, sulfida, isotiosianat dan sebagainya (Guengerich 1995). Suplementasi minuman bubuk kakao bebas lemak selama 25 hari dilaporkan dapat menurunkan aktivitas enzim sitokrom P-450 dan meningkatkan aktivitas enzim glutation Stransferase (GST) pada eritrosit maupun plasma subyek, yang berarti proses oksidasi di hati tidak meningkat dan tidak memicu terbentuknya radikal bebas (Hasanah 2007). Mekanisme konjugasi terhadap metabolit radikal yang reaktif yang dihasilkan dari reaksi fase I merupakan reaksi eliminasi yang cepat dan merupakan inaktivasi senyawa-senyawa yang berpotensi toksik. Toksisitas seluler merupakan suatu keseimbangan fungsi laju pembentukan metabolit radikal terhadap biotransformasinya sehingga akhirnya dapat dikeluarkan dari dalam tubuh. Penurunan aktivitas GST merupakan gejala di mana telah terjadi ketidakseimbangan pembentukan metabolit radikal terhadap reaksi eliminasinya. Hal ini disebabkan tingginya metabolit radikal yang terbentuk dan strukturnya yang tidak mampu dikonjugasikan secara sempurna oleh GST. Metabolit radikal bebas yang tidak terkonjugasikan tadi akhirnya dapat berikatan dengan makromolekul seperti protein, polipeptida, RNA dan DNA yang merupakan
83
pemicu berbagai proses toksik seperti mutagenesis, karsinogenesis, dan nekrosis seluler (Hodgson dan Levi 2000). Banyak flavonoid di alam yang diketahui mampu memodulasi sistem sitokrom P-450 (CYP450), termasuk menginduksi isozim CYP spesifik dan mengaktivasi atau menghambat enzim-enzim ini. Flavon (chrysin, baicalein, dan galangin), flavanon (naringenin) dan isoflavon (genistein dan biochanin A) menghambat aktivitas aromatase (CYP19), sehingga menurunkan biosintesis estrogen dengan memproduksi suatu efek antiestrogenik yang penting dalam kanker payudara dan prostat (Moon et al 2006). Aktivasi enzim detoksifikasi fase II seperti UDP-glucuronyl transferase, glutation Stransferase dan quinon reduktase oleh flavonoid menunjukkan adanya satu mekanisme antikarsinogen. Efek flavonoid pada enzim-enzim ini umumnya tergantung pada konsentrasi flavonoid yang ada, dan jenis flavonoid tersebut. Konsumsi bubuk kakao bebas lemak selama 25 hari dilaporkan dapat meningkatkan aktivitas enzim glutation S-transferase (Hasanah 2007). Erniati (2007) juga melaporkan bahwa konsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak selama 25 hari terhadap 9 orang subyek telah terbukti secara nyata dapat meningkatkan kadar glutation tereduksi (GSH) pada limfosit. Keberadaan enzim glutation S-tranferase dan GSH dapat melindungi sel dari bahaya elektrofilik yang reaktif, sebelum bereaksi dengan sisi nukleofilik dari sel. Glutation dalam bentuk tereduksi (GSH) merupakan substrat yang penting untuk enzim-enzim antioksidan seperti glutation S-transferase dan glutation peroksidase dalam menguraikan berbagai macam peroksida atau lipid peroksida ((Moon et al 2006). Pada
penelitian lain disebutkan bahwa ekstrak tanaman widuri yang
mengandung senyawa flavonoid jenis sylimarin terbukti mampu meningkatkan aktivitas enzim fase II yaitu glutation S-transferase dan quinone reduktase pada liver, paru-paru dan kulit tikus percobaan dengan dosis 100-200 mg/ hari (Zao dan Agrawall 1999). Pada tubuh flavonoid akan bersirkulasi dalam plasma, terdapat sebagai konjugat glukuronida, konjugat metil dan konjugat sulfat atau kombinasi dari ketiganya yang merupakan hasil reaksi enzim fase I dan fase II (Grassi et al 2006). Sejumlah laporan mengenai penyerapan dan konversi metabolik dari flavonoid memperkirakan bahwa flavonoid dapat masuk ke dalam sirkulasi darah
84
dalam bentuk yang telah terglukuronidasi kemudian tersulfatasi dalam hati serta termetilisasi dalam hati dan ginjal (Azuma et al 2002). Beberapa penelitian mengenai bioavailabilitas flavonoid menunjukkan bahwa flavonoid sangat cepat disirkulasikan dalam tubuh. Crespy et al (2002) melaporkan bahwa 24 jam setelah awal pemberian makanan, konsentrasi flavonoid phloretin turun hampir mencapai baseline, mengindikasikan bahwa komponen tersebut sangat cepat diekskresikan melalui urin. Menurut Peterson dan Dwyer (2000) epikatekin plasma telah mencapai baseline dalam waktu 6 jam setelah asupan. Katekin diserap dan muncul di plasma antara 1 sampai 2 jam setelah konsumsi. Pada penelitian ini konsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak dengan dosis 177,2 mg polifenol selama 25 hari dilaporkan dapat meningkatkan kadar katekin dalam plasma darah subyek (Yuliatmoko 2007). Katekin dan epikatekin sering dipakai sebagai marker penyerapan flavonoid kakao di dalam tubuh. Murphy et al (2003) juga melaporkan bahwa suplementasi prosianidin selama 28 hari telah meningkatkan konsentrasi epikatekin dan katekin plasma serta secara nyata. Pada manusia, bioavailabilitas flavonoid berkisar antara 1-26 % (Grassi et al 2006). Kakao diketahui mengandung serat yang cukup tinggi yaitu 27,9% terdapat pada bijinya, terdiri dari karbohidrat kompleks seperti pati, pentosan, galaktan, musin yang mengandung asam galakturonat dan selulosa. Selain itu juga mengandung karbohidrat larut seperti stachyosa, rafinosa, sukrosa, glukosa dan fruktosa (Belitz dan Grosch 1999). Pemberian minuman bubuk kakao pada subyek setelah makan diduga dapat menyebabkan adanya penghambatan penyerapan minuman ini di dalam tubuh oleh keberadaan serat kakao maupun serat makanan. Serat makanan dapat mempengaruhi ketidaktersediaan biologis (non-bioavailability) dan homeostasis beberapa mineral (Harland dan Oberleas 2001). Namun matrik yang membawa flavonoid masuk ke dalam tubuh juga menentukan mudah tidaknya proses penyerapan di dalam tubuh. Bubuk kakao bebas lemak yang dikonsumsi dalam bentuk minuman akan lebih memudahkan penyerapannya dibandingkan dalam bentuk padat seperti bentuk permen atau coklat batangan. Flavonoid dalam bubuk kakao bebas lemak sebagian besar dijumpai dalam bentuk monomernya. Bentuk monomer dilaporkan lebih mudah
85
diserap dalam sistem pencernaan tubuh (Misnawi dan Selamat 2004). Sehingga pemberian bubuk kakao bebas lemak dalam bentuk minuman dan dikonsumsi sesudah makan diduga tidak berpengaruh pada bioavailabilitasnya. Jaringan mikrosom hati dan darah perifer merupakan biomarker yang baik untuk mengetahui bioavailabilitas flavonoid di dalam tubuh. Hal ini dikarenakan hati sebagai organ utama dalam sistem biotransformasi dan metabolisme senyawa xenobiotik (Krovat et al 2000). Flavonoid dapat mengalami dekonjugasi dan terkonjugasi kembali di dalam jaringan hati. Sedangkan darah dapat mengangkut flavonoid ke seluruh jaringan dalam bentuk aglikon, di mana aglikon dapat masuk jaringan perifer secara difusi pasif atau fasilitas. Sifat yang relatif hidrofilik dari konjugat glukuronida menyebabkannya harus ditransportasikan ke jaringan perifer, karena berdifusi melalui membran sangat lambat (Williamson 2004). Flavonoid tertentu seperti rutin (quercetin-3-rhamnoglukosida), tidak dideglikosilasi oleh enzim-enzim manusia. Hal ini karena rhamnosa bukanlah substrat enzim pada manusia, dan konjugat-konjugatnya akan mencapai ileum dan usus besar dengan utuh. Sekresi bile merupakan rute utama ekskresi flavonoid, yaitu dalam bentuk konjugat glukuronida atau sulfat. Konjugat-konjugat ini juga diduga mencapai ileum dan kolon manusia dengan utuh. Sehingga flavonoid yang dikonsumsi bisa didapatkan sebagai substrat bagi mikroflora kolon dalam persentase yang tinggi, walaupun jumlah yang substansial telah bersirkulasi di seluruh tubuh (Williamson 2004). Hal ini menjadi dasar bahwa feses juga dapat dipakai sebagai biomarker bioavailabilitas flavonoid. Flavonoid dijumpai di urin dalam bentuk terkonjugasi. Secara umum ekskresi renal bukanlah jalur utama bagi flavonoid yang utuh, dan kandungan flavonoid dalam urin tidak bisa dipakai sebagai biomarker dari bioavailabilitas atau dietary intake flavonoid. Hal ini disebabkan adanya kemungkinan metabolisme dan eliminasi pada bile yang dapat mengubah jumlah yang dapat diekskresikan melalui urin, sehingga pengukuran bioavailabilitas menjadi kurang akurat (Prior 2004).
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Konsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak setiap hari selama 25 hari tidak mempengaruhi status gizi subyek. Pada kelompok perlakuan, variabel profil darah seperti hemoglobin, hematokrit, dan platelet mengalami penurunan yang berbeda nyata antara sebelum dan sesudah suplementasi (p<0,05); sedangkan MCHC, total lekosit, granulosit, limfosit dan monosit juga mengalami penurunan tapi tidak berbeda nyata antara sebelum dan sesudah suplementasi (p>0,05). Penurunan terjadi pada kelompok perlakuan maupun kelompok kontrol, dan tetap dalam kisaran nilai normal masing-masing variabel. Makanan yang dikonsumsi selama penelitian diduga berkontribusi pada penurunan jumlah variabel darah. Jumlah sel-sel imun yang tetap dalam nilai normalnya dapat memberi gambaran keamanan dan tidak adanya gangguan flavonoid kakao terhadap sel-sel imun tersebut. Selain itu penurunan jumlah platelet yang terjadi juga bisa menjadi data awal untuk mengetahui efek flavonoid dalam memodulasi fungsi platelet. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa minuman bubuk kakao bebas lemak baik dan aman untuk dikonsumsi, karena tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap profil darah subyek.
Saran Perlu penelitian lanjutan untuk mengetahui pengaruh flavonoid bubuk kakao bebas lemak pada terhadap subyek menopaus, sakit atau kondisi di luar normal. Penelitian tentang efek flavonoid bubuk kakao bebas lemak terhadap diferensiasi sel-sel darah dalam jaringan serta pembuktian kontribusinya pada mekanisme pencegahan penyakit kardiovaskular juga perlu terus dilakukan. Upaya untuk memanfaatkan bubuk kakao bebas lemak sebagai bahan makanan fungsional juga perlu terus dikembangkan.
DAFTAR PUSTAKA
[CIC] Chocolate Information Center. 2001. Polyphenol explained. Volume II. Mars Incorporated. [DJBPP]
Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan. 2004. Statistik Perkebunan Indonesia (Kakao). Jakarta.
[WHO] World Health Organization. 1990. Diet, nutrition and the prevention of chronic diseases. Tech Rep Ser No. 797. Amri E. 2007. Pengaruh konsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak terhadap sifat antioksidatif eritrosit manusia [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Azuma K, Katsunari I, Hidekazu I, Hisao H, Junji T. 2002. Combination of-lipids and emulsifiers enhances the absorbtion of orally administered quercetin in rats. J Agric Food Chem 50: 1706-1712. Belitz HD, Grosch W. 1999. Food Chemistry. Burghagen M, Jordan S, Sprinz C, Hessel P, penerjemah. Germany: Springer-Verlag Berlin Heidelberg. Terjemahan dari : Lehrbuch der Lebensmittelchemie. Bonvehi JS, Coll FV. 1997. Evaluation of purine alkaloids and diketopirazines contents in processed cocoa powder. Food Chem 60: 365 – 370. Boorman et al. 2004. Short report: Evaluation of a simple and inexpensive photometric device for measurement of hemoglobin. Am J Trop Med Hyg 71(5): 691-692. Bray GA. 2002. Anthropometric assessment: height, weight, Body Mass Index (adults). Di dalam : Berdanier CD, Feldman EB, Flatt WP, St. Jeor ST, editor. Handbook of Nutrition and Food. Boca Raton: CRC Press LLC. Cakirer MS. 2003. Color as an indicator of flavanol content in the fresh seeds of Theobroma cacao L [tesis]. Pennsylvania: The Graduate School College of Agricultural Sciences, The Pennsylvania State University. Charpentier R, Cateora H. 1996. Turmeric; Phytonutrient protection for variety of physiological stress. Di dalam: Vitamin Research Product. Carson City, Nevada. http://www.rvp .com [17 Mar 2007]. Chatel G, Gulletta M, Matteelli A, Marangoni A, Signorini L, Oladeji O, Caligaris S. 1999. Short report: Diagnosis of tick-borne relapsing fever by the quantitative buffy coat fluorescence method. Am J Trop Med Hyg 60(5): 738-739.
88
Cheney SL. 1999. Analysis and nutrient database. Di dalam: Knight I, editor. Chocolate and Cocoa, Health and Nutrition. USA : Blackwell Science Ltd. Hlm. 63-75. Chung YC, Milbury PE, Lapsley K, Blumberg JB. 2005. Flavonoids from almond skins are bioavailable and act synergistically with vitamins C and E to enhance hamster and human LDL resistance to oxidation. J Nutr 135: 1366-1373. Conti M, Morand PC, Levillain P, Lemonniera A. 1991. Improve fluorometric determination of malonaldehyde. J Clin Chem 37: 1273-1275. Crespy V, Christine M, Catherine B, Claudine M, Christian D, Christian R. 2002. Quercetin but not its glycosides, is absorbed from the rat stomach. J Agric Food Chem 50:618-621. Ding EL, Hutfless SM, Ding X, Girotra S. 2006. Chocolate and prevention of cardiovascular disease : a systematic review. Nutr Metab (London) 3:2. Eastwood M. 2003. Principles of Human Nutrition. Edisi ke-2. Edinburg : Blackwell Science Ltd. Engler MB, Engler MM, Chen CY, Malloy MJ, Browne A, Chiu EY, Kwak HK, Milbury P, Paul SM, Blumberg J, Mietus ML. 2004. Flavonoid rich dark chocolate improves endothelial function and increases plasma epicatechin concentration in healthy adults. J Am College Nutr 23 (3): 197-204. Erniati. 2007. Efek konsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak terhadap sifat antioksidativ dan proliferasi limfosit manusia [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Feldman EB. 2002. Cardiovascular disease risk-prevention by diet. Di dalam: Berdanier CD, Feldman EB, Flatt WP, St. Jeor ST, editor. Handbook of Nutrition and Food. Boca Raton: CRC Press LLC. Fewtrell CMS, Gomperts BD. 1977. Effect of flavone inhibitors of transport ATPases on histamine secretion from rat mast cells. Nature (London) 265: 635-636. Fisher ND, Hughes M, Gerhard-Herman M, Hollenberg NK. 2003. Flavanol-rich cocoa induces nitric-oxide dependent vasodilation in healthy humans. J Hypertension 21:2281-2286. Fraga CG, Goretta LA, Ottaviani J, Carrasquedo F, Lotito S, Lazarus S, Schmitz H, Keen CL. 2005. Regular consumption of flavanol rich chocolate can
89
improve oxidant stress in young soccer players. Clin Devl Immunol 12 (1): 11-17. Gali SJ. 1993. New concept about the mast cell [ulasan]. N Engl J Med 328:257265. Ganong WF. 1999. Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Gibson RS. 2005. Principles of Nutritional Assessment. Edisi ke-2. Oxford: Oxford University Press. Hlm. 446-462. Grassi D, Desideri D, Groce G, Pasqualetti P, Lippi C, Ferri C. 2006. Cocoa and cardiovascular health : The sweet heart protection. Agric Food Ind Hi Tech 17 (01). Guengerich FP. 1995. Influence of nutrients and other dietary materials on cytochrome P-450 enzymes. Am J Clin Nutr 61(3 suppl): 651S-658S. Halliwell B, Gutteridge JMC. 1999. Free Radical in Biology and Medicine. Edisi ke-3. Oxford: Oxford University Press. Hlm. 105-110. Harland BF, Oberleas D. 2001. Effects of dietary fiber and phytate on the homeostasis and bioavailability of minerals. Di dalam : Spiller GA, editor. CRC Handbook of Dietary Fiber in Human Nutrition. Edisi ke-3. Boca Raton: CRC Press. Hasanah F. 2007. Pengaruh konsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak terhadap aktivitas enzim antioksidan dan enzim detoksifikasi pada eritrosit dan plasma manusia [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Heiss C, Dejam A, Kleinbongard P, Schewe T, Sies H, Kelm M. 2003. Vascular effects of cocoa rich in flavan-3-Ols. J Am Med Ass 290 (8):1030-1031. Hendricks LK, Kutlar A. 2002. Anemias. Di dalam: Berdanier CD, Feldman EB, Flatt WP, St. Jeor ST, editor. Handbook of Nutrition and Food. Boca Raton : CRC Press LLC. Hodgson E, Levi PE. 2000. A Text Book of Modern Toxicology. Singapore: McGraw-Hill Higher Education. Holt
RR, Lazarus AS. 2002. Procyanidin dimer B2 (epicatechin – (4ß-8) – epicatechin) in human plasma after the consumption of a flavanol- rich cocoa. Am Soc Clin Nutr 77:798-804.
Kartono J, Lamid A. 1997. Keadaan kegemukan di kelurahan Kebon Kelapa, Bogor berdasarkan IMT. Cermin Dunia Kedokteran 120 : 5-7.
90
Keen CL. 2001. Chocolate: Food as medicine or medicine as food. J Am College Nutr . 20: 4368-4395. Kenny TP, Keen CL, Jones P, Kung HJ, Schmitz HH, Gershwin ME. 2004. Pentameric procyanidins isolated from Theobroma cacao seeds selectively downregulate ErbB2 in human aortic endothelial cells. Exp Biol Med 229:255-263. Koolman J, Röhm KH. 2000. Atlas Berwarna dan Teks Biokimia. Jakarta: Hipokrates. Krovat BC, Tracy JH, Omiecinski CJ. 2000. Finger Printing of cytochrome P-450 and microsomal epoxide hydrolase. Toxicol Sci 55: 352-360. Lehninger. 1994. Dasar-dasar Biokimia. Maggy Thenawijaya, penerjemah. Jakarta : Penerbit Airlangga. Lenth RV. 2001. Some practical guidelines for effective sample-size determination. Iowa : Department of Statistics, University of Iowa. Leung HW, Vang MJ, Mavis RD. 1981. The cooperative interaction between vitamin E and vitamin C in suppression of peroxidation of membrane phospholipids. Biochem Biophys Acta 664:266-272. Liarte DB, Mendonça IL, Luz FCO, de Abreu EAS, Mello GWS, Farias TJC, Ferreira AFB, Millington MA, Costa CHN. 2001. QBC for the diagnosis of human and canine american visceral leishmaniasis: preliminary data. Rev Soc Bras Med Trop 34 (6). Linder MC. 1992. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme dengan Pemakaian secara Klinis. Parakkasi A, penerjemah. Jakarta: Penerbit UI Press. Terjemahan dari : Nutritional Biochemistry and Metabolism. Lowe GDO. 1988. Clinical Blood Rheology. Volume II. Boca Raton: CRC Press Inc. Mao TK, Water JV, Keen CL, Schmitz HH, Gershwin EM. 2003. Cocoa flavanols and procyanidins promote transforming growth factor-β1 homeostatis in peripheral blood mononuclear cells. Exp Biol Med 228:93-99. Mathur S, Devaraj S, Grundy SM, Jialal I. 2002. Cocoa product decrease low density lipoprotein oxidative susceptibility but do not affect biomarkers of inflammation in humans. J Nutr 132 : 3663-3667. Mennen LI, Walker R, Pelissero CB, Scalbert A. 2005. Risks and safety of polyphenol consumption. Am J Clin Nutr 81(suppl): 326S-329S.
91
Middleton JR, Chitan K, Theoharis CT. 2000. The effects of plant flavonoids on mammalian cells: Implications for inflammation, heart disease, and cancer. Pharmacol Rev 52:673-751. Miean KH, Mohammed S. 2001. Flavonoid myricetin, quercetin, kaemperol content of edible tropical plants. J Agric Food Chem 49: 3106-3112. Minifie BW. 1999. Chocolate, Cocoa and Confectionery : Science and Technology. Edisi ke-3. Maryland: Aspen Publishers, Inc. Misnawi, Selamat J, Bakar J, Saari N. 2002. Oxidation of polyphenols in unfermented and partly fermented cocoa beans by cocoa polyphenol oxidase and tyrosinase. J Sci Food Agric 82: 559-566. Misnawi, Selamat J, Bakar J, Saari N. 2004. Sensory properties of cocoa liquor as affected by polyphenol concentration and duration of roasting. Food Quality and Preference 15: 403-409. Misnawi, Selamat J. 2004. Peningkatan konsentrasi monomer polifenol kakao melalui pemecahan oksidatif oligomernya dalam sistem butanol–asam. Pelita Perkebunan 20(1): 24-36. Moon YJ, Wang X, Morris ME. 2006. Dietary flavonoids: effects on xenobiotic and carcinogen metabolism. Toxicol In Vitro 20(2): 187-210. Mooney LVA, Madsen AM, Tang D, Orjuela MA, Tsai WY, Garduno ER, Perera FP. 2005. Antioxidant vitamin supplementation reduces benzo(a)pyreneDNA adducts and potential cancer risk in female smokers. Cancer Epidemiol Biomarkers Prev 14:237-242. Murphy JK, Chronopoulos AK, Singh I, Francis MA, Moriarty H, Pike MJ, Turner AH, Mann NJ, Siclair AJ. 2003. Dietary flavanols and procyanidin oligomers from cocoa (Theobroma cacao) inhibit platelet function. Am J Clin Nutr 77: 1466-1473. Nagai S, Kitani S, Hirai K, Takaishi T, Nakajima K, Kihara H, Nonomura Y, Ito K, Morita Y. 1995. Pharmacological study of stem-cell-factor-induced mast cell histamine release with kinase inhibitors. Biochem Biophys Res Commun 208: 576-581. Olivia F. 2006. Efek perlindungan ekstrak bubuk kakao bebas lemak terhadap sel darah manusia secara in vitro [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor (belum dipublikasi). Ortner MJ. 1980. The oxidation of endogenous ascorbic acid during histamine secretion by rat peritoneal mast cells. Exp Cell Res 129: 485-487.
92
Permono B, Sutaryo, Ugrasena IDG, Windiastuti E, Abdulsalam M. 2006. Buku Ajar Hematologi-Onkologi Anak. Edisi ke-2. Jakarta: Badan Penerbit IDAI. Peterson J, Dwyer J. 2000. An informatics approach to flavonoid database development. J Food Compos Anal 13:441-454. Prior RL. 2004. Absorption and metabolism of anthocyanins : Potential health effects. Di dalam: Meskin MS, Bidlack WR, Davies AJ, Lewis DS, Randolph RK, editor. Phytochemical Mechanisms and Action, Boca Raton: CRC Press LLC. Ramiro-Puig E, Urpí-Sardà M, Pérez-Cano FJ, Franch A, Castellote C, AndrésLacueva C, Izquierdo-Pulido M, Castell M. 2007. Cocoa enriched diet enhances antioxidant enzyme action and modulates lymphocyte composition in thymus from young rats. J Agric Food Chem 55(16): 6431-6438. Rein D, Lotito S, Holt RR, Keen CL, Schmitz HH, Fraga CG. 2000a. Epicatechin in human plasma: in vivo determination and effect of chocolate consumption on plasma antioxidant capacity. J Nutr 130(8): 2109S2114S. Rein D, Paglieroni TG, Wun T, Pearson DA, Schmitz HH, Gosselin R, Keen CL. 2000b. Cocoa inhibits platelet activation and function. Am J Clin Nutr 72(1): 30-35. Rice-Evans C. 2001. Flavonoid antioxidants. Curr Med Chem 8: 797-807. Rice-Evans CA, Diplock AT, Symons MCR. 1991. Technique in Free Radical Research. London : Elsevier Amsterdam. Roit LM. 2002. Essential Immunology. Hongkong: Blackwell Scientific Publications Ltd. See ES, Florentino R. 1997. Recommended dietary allowances in the SouthEast Asian region : scientific basis and future direction. Nutr Rev 56: 1S-59S. Selamat J, Misnawi. 2002. Effects of cocoa liquor roasting on polyphenol, hydrophobicity and antioxidant activity. Di dalam: Proceedings of the Symposium at the 2nd International Meeting on Free Radicals in Health and Disease : The role of oxidants and antioxidants in the regulation of chronic diseases. Istambul, Turkey, 8–12 Mei 2002. Shahidi F. 1997. Natural Antioxidant. Illionis : AOAC Press. Sies H. 1985. Oxidative Stress. London : Academic Press.
93
Sloan R, Boran-Ragotzy R, Ackerman SJ, Drzewiecki G, Middleton E. 1991. The effect of plant flavonoids on eosinophil degranulation. J Allergy Clin Immunol 87:282. Soung DY, Patade A, Khalil DA, Lucas EA, Devareddy L, Greaves KA, Arjmandi BH. 2006. Soy protein supplementation does not cause lymphocytopenia in postmenopausal women. J Nutr 5:12. Stipanuk MH. 2000. Biochemical and Physiological Aspects of Human Nutrition. Philadelphia: WB Saunders Company. Sutedjo AY. 2006. Mengenal Penyakit Melalui Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Yogyakarta : Amara Books. Taubert D, Berkels R, Roesen R. Klaus W. 2003. Chocolate and blood pressure in elderly individuals with isolated systolic hypertension. J Am Med Ass 290: 1029-1030. Tjitrosoepomo G. 1988. Taksonomi Tumbuhan (Spermathopyta). Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Wan Y, Vinson JA, Etherton TD, Proch J, Lazarus SA, Kris-Etherton PM. 2001. Effect of cocoa powder and dark chocolate on LDL oxidative susceptibility and prostaglandin concentrations in humans. Am J Clin Nutr 74(5): 596-602. Ward PA, Warren JS, Varani J, Johnson KJ. 1991. PAF, cytokines, toxic oxygen products and cell injury. Mol Aspects Med 12: 169-174. Weiss L. 1975. The Blood Cells and Hematopoietic Tissues. Singapura : Blakiston Publication, McGraw- Hill Book Company. Williams FD. 1987. Blood Compatibility . Volume I. Florida: CRC Press,Inc. Williamson G, 2004, Common features in the pathway of absorption and metabolism of flavonoids. Di dalam : Meskin MS, Bidlack WR, Davies AJ, Lewis DS, Randolph RK, editor. Phytochemical Mechanisms and Action, Boca Raton: CRC Press LLC. Winarno FG. 2004. Keamanan Pangan. Jilid I. Bogor : M-BRIO PRESS, cetakan I. Wiradyani LAA. 2003. Effect of daily supplementation of yoghurt enriched with Lactobacillus acidophilus on lipid profile among hypercholesterolemic Indonesian adults males [tesis]. Jakarta: Program Postgraduate, Program Studi Gizi Fakultas Farmasi, Universitas Indonesia. Wollgast J, Anklam E. 2000. Polyphenols in chocolate : is there a contribution to human health. Food Res Intl 33: 449-459.
94
Yoshikawa H, Rapoport SM. 1974. Cellular and Molecular Biology Of Erythrocytes. Tokyo: University of Tokyo Press. Yuliatmoko W. 2007. Efek konsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak terhadap aktivitas antioksidan dan bioavailabilitas flavonoid plasma manusia [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Zairisman SZ. 2006. Potensi imunomodulator bubuk kakao bebas lemak sebagai produk substandar secara in vitro pada sel limfosit manusia [skripsi]. Bogor: Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Zakaria FR, Abidin Z, Pramudya SM, Sanjaya. 1996. Kadar malonaldehida dan zat gizi antioksidan plasma pada populasi remaja rentan pencemaran makanan. Bul Teknol dan Industri Pangan 7(3):56-64. Zakaria FR, Septiana AT, Sulistiyani. 2001. Ginger (Zingiber officinale Roescoe) extracts increase human LDL resistance to oxidation and prevent cholesterol accumulation in macrophage. Abstrak dipresentasikan pada the Second International Symposium on Natural Antioxidant: Molecular Mechanism and Health Effects. Beijing, China. Zao J dan Agrawall R. 1999. Tissue distribution of silibinin, the major active constituent of silymarin in mice and its association with enhancement of phase II enzyme: implication in cancer chemoprevention. J Carcino 20: 2101-2108. Zhu QY, Holt RR, Lazarus SA, Orozco TJ, Keen CL. 2002. Inhibitory effects of cocoa flavanols and procyanidin oligomers on free radical-induced erythrocyte hemolysis. Exp Biol Med 227(5): 321-329. Zhu QY, Schramm DD, Grooss HB, Holt RR, Kim SH, Yamaguchi T, KwikUribe CL, Keen CL. 2005. Influence of cocoa flavanols and procyanidins on free radical-induced human erythrocyte hemolysis. Clin Devl Immunol 12 (1): 27-34. Ziegleder G, Sandmeier D. 1983. Antioxidative effects of cocoa. Rev Chocolate, Confectionery Bakery 8: 3-6.
LAMPIRAN
95
Lampiran 1. INFORMED CONSENT PERNYATAAN KESEDIAAN MENJADI SUBYEK PENELITIAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Jenis Kelamin : Tempat/Tanggal Lahir: Pekerjaan : Alamat : Telepon : Menyatakan dalam keadaan sehat dan bersedia menjadi subyek pada penelitian konsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak untuk kesehatan dan bersedia mematuhi aturan yang diberitahukan. Kesediaan ini saya buat setelah mendapat penjelasan dari peneliti sebagai berikut : 1. Bersedia minum minuman bubuk kakao bebas lemak yang diberi sedikit gula dan sedikit susu bubuk skim setiap pagi hari selama satu bulan. 2. Bersedia diperiksa kesehatannya selama 2 kali yaitu sebelum dan setelah pelaksanaan suplementasi oleh petugas kesehatan yang berwenang. 3. Bersedia diambil darahnya selama dua kali yaitu sebelum dan sesudah pelaksanaan suplementasi oleh petugas kesehatan yang berwenang. 4. Bersedia makan menu makanan yang disediakan oleh peneliti saat sarapan pagi dan makan malam setiap hari selama satu bulan. 5. Bersedia ikut diskusi tentang kebiasaan makan, kesehatan selama suplementasi berlangsung. Semua penjelasan di atas sudah saya pahami dan mengerti sehingga saya mengerti tujuan minum minuman bubuk kakao bebas lemak untuk meningkatkan kesehatan. Dengan demikian ada kesepahaman antara subyek dan peneliti tentang manfaat minum minuman bubuk kakao bebas lemak. Demikian surat pernyataan ini saya buat, semoga dapat dipergunakan seperlunya.
Bogor, Peneliti
(
Juli 2006 Subyek,
)
(
)
96
Lampiran 2 KUISIONER KESEHATAN FISIK, POLA MAKAN DAN KEBIASAAN KONSUMSI MAKANAN JAJANAN
A. Identitas Subyek 1. Nama : 2. Jenis kelamin : 3. Tempat/tanggal lahir : 4. Alamat : B. Keadaan Sosial Ekonomi Subyek 1. Pendapatan a. Orang tua b. Beasiswa c. Lain-lain Total
: : : :
/bulan /bulan /bulan /bulan
2. Pengeluaran a. Makanan Utama b. Jajanan c. Non makanan Total
: : : :
/bulan /bulan /bulan /bulan
C. Antropometri 1.Berat badan 2.Tinggi badan 3.Lingkaran lengan atas 4.Skinfoid Tickness
:……………Kg :……………Cm :……………Cm :……………Mm
D. Pemeriksaan Klinis 1.Keadaan umum a. Pulse rate b. Respiratory rate c. Blood pressure d. Temperature
:……………kali :……………kali :……………mmhg :……………Celcius
2.Mata a. Normal b. Anemic conjunctiva c. Icteric sclera d. Conjuctivitis e. Lain-lain :…………………… 3.Telinga a. Normal b. Otitis
97
c. Ear discharge d. Lain-lain :…………………… 4.Mulut a. Normal b. Angular stomatitis c. Cheilosisi d. Tonsilitis e. Pharingitis f. Gums swallen or bleeding g. Lain-lain
:……………………
5.Gigi a. Normal b. Carries teeth c. Lain-lain :……………………… 6.Leher a. Normal b. Swolen thyroid gland c. Abnormal tissue d. Lain-lain :…………………. 7.Kulit a. Normal b. Pellagrous c. Edema d. Ulcers e. Hemorrhagia f. Infections (allergic, fungal, bacterial, scabies) g. Lain-lain :……………………….. 8.Kuku a. Normal b. Pallor of bed c. Lain-lain :……………………… 9.Abdominal exam a. Normal b. Sign off acute abdomen c. Abdominal mass d. Hepatomegaly : Grade ………. e. Splenomegaly : Grade ………. f. Ascites g. Flank pain h. Kidney mass i. Lain-lain : …………………..
98
10.Heart exam a. Normal b. Murmur c. Gallop d. Congonital e. Lain-lain : ……………….. 11.Ches exam a. Normal b. Ronchi c. Wheezing d. Slime/Mucus e. Lain-lain :……………………. 12.CNS a. Normal b. Anasthesia c. Abnormal gait d. Pathology reflexes e. Lain-lain :……………. 13.Skeleton a. Normal b. Deformity c. Bony swellings d. Sign of rickets e. Lain-lain :…………………… 14.Other a. …………… b. …………… c. …………… d. …………… 15.Conclusion a. …………… b. …………... c. …………… d. …………… E. Riwayat Kesehatan 1. Pernah sakit 1 tahun terakhir a. Pernah b. Tidak 2. Kalau pernah a. Jenis penyakit :……………… b. Kapan :………………
99
c. Berapa lama :……………… 3. Pengobatan yang dilakukan a. Dokter b. Rumah sakit /Puskesmas c. Mantri kesehatan d. Obat-obatan bebas e. Lain-lain :……………………………. 4. Saat ini menderita sakit a. Ya b. Tidak 5. kalau iya, jenis penyakit :……………………… 6. Pengobatan yang dilakukan a. Dokter praktek b. Rumah sakit / Puskesmas c. Mantri kesehatan d. Obat-obatan bebas e. Lain-lain :………………………….. F. Kebiasaan Makan 1. Frekuensi makan dalam sehari a. Sekali b. Dua kali c. Tiga kali d. Empat kali 2. Kebiasaan sarapan pagi a. Ya, setiap hari b. Kadang-kadang c. Tidak pernah 3. Bila ya atau kadang-kadang, jenisnya a. Makanan lengkap :………………. b. Makanan kecil :………………. c. Minuman :………………. d. Lain-lain :……………… 4. Kebiasaan makanan selingan a. Ya b. Kadang-kadang c. Tidak pernah
100
5. Jelaskan mengenai kebiasaan makan Anda Waktu makan Jenis makanan Asal makanan Dibuat Dibeli Diberi sendiri Pagi Tengah hari Siang Sore Malam G. Kebiasaan Konsumsi Makanan Jajanan 1. Apakah anda biasa mengkonsumsi makanan jajanan a. Ya b. Tidak 2.
Apabila ya, sebutkan frekuensinya a. Lebih dari sekali sehari b. 5 – 7 kali seminggu c. 3 – 4 kali seminggu d. 1 – 2 kali seminggu e. 1 – 2 minggu sekali
3.
Bagaimana pendapat anda mengenai jenis makanan jajanan yang baik ? (bila lebih dari satu) a. Mengenyangkan b. Bergizi c. Harganya mahal d. Rasanya enak e. Penampilan menarik f. Bersih dan aman g. Lain-lain :………………………….
4.
Bagaimana pendapat anda mengenai makanan jajanan dan minuman yang dijual di pinggir jalan, terminal, dsb? a. Tidak baik b. Baik c. Sama saja d. Tidak tahu Apakah anda membelinya? a. Tetap membeli b. Sering c. Kadang-kadang d. Tidak pernah
5.
Bagaimana pendapat anda mengenai makanan jajanan dan minuman yang disajikan tidak tertutup? a. Tidak baik b. Baik
101
c. Sama saja d. Tidak tahu Apakah anda membelinya? a. Tetap membeli b. Sering c. Kadang-kadang d. Tidak pernah 6.
Bagaimana pendapat anda mengenai tempat jualan makanan yang dekat dengan tempat sampah / kotor? a. Tidak baik b. Baik c. Sama saja d. Tidak tahu Apakah anda tetap membelinya? a. Tetap membeli b. Sering c. Kadang-kadang d. Tidak pernah
7.
Bagaimana pendapat anda mengenai peralatan makan dan minum yang tidak bersih? a. Tidak baik b. Baik c. Sama saja d. Tidak tahu Apakah anda tetap membelinya? a. Tetap membeli b. Sering c. Kadang-kadang d. Tidak pernah
8.
Bagaimana pendapat anda mengenai air pencuci peralatan makan / minum yang dipakai berkali-kali? a. Tidak baik b. Baik c. Sama saja d. Tidak tahu Apakah anda tetap membelinya/ a. Tetap membeli b. Sering c. Kadang-kadang d. Tidak pernah
9.
Bagaimana pendapat anda mengenai lap pengering / lap tangan yang sama sehingga kotor? a. Tidak baik b. Baik
102
c. Samasaja d. Tidak tahu Apakah anda tetap membelinya? a. Tetap membeli b. Sering c. Kadang-kadang d. Tidak pernah 10.
Bagaimana pendapat anda mengenai makanan jajanan yang dibungkus kertas koran / sejenisnya? a. Tidak baik b. Baik c. Sama saja d. Tidak tahu Apakah anda tetap membelinya? a. Tetap membeli b. Sering c. Kadang-kadang d. Tidak pernah
11.
Bagaimana pendapat anda mengenai makanan / minumam yang memakai zat pewarna? a. Tidak baik b. Baik c. Sama saja d. Tidak tahu
12.
Jenis-jenis makanan jajanan yang biasa dibeli
Jenis dan Nama Frekuensi Makanan/Minuman Makanan lengkap Nasi goreng telur Nasi rames Nasi uduk Nasi soto ayam/daging Indomie rebus Mie ayam Mie bakso Bubur ayam Bihun goreng Siomay Lontong sayur Kupat tahu Gado-gado Toge goreng Pecel
Tempat beli
Jenis bungkus
Jumlah
Harga
103
Lauk Pauk Daging sapi goreng Sate ayam/kambing Ayam goreng Opor ayam Ati/ampela ayam Ikan kembung goreng Ikan bakar Ayam bakar Telur ayam rebus Telur ayam goreng
Makanan kecil/Snacks Roti manis Donat Biskuit Kue pia Kue mangkok Kue nagasari Kue putu Buras Ketan urap Bubur kacang ijo Pisang goreng Pisang molen Risoles Ubi goreng Tempe goreng Tahu goreng Bakwan Kroket Batagor Comro Singkong goreng Perkedel kentang Pilus Kue tambang Kacang atom Rempeyek kacang Kerupuk Rujak Coklat manis batang Agar-agar
104
Buah-buahan Jeruk manis Salak Pisang Mangga Apel Pear Duku Minuman Es teler Es krim Es sirup Es mambo Soft drink Es cendol Juice alpukat Juice jeruk Es doger Teh manis Teh botol/kotak Sari buah kotak Kopi Bajigur Sekoteng Bir/ minuman keras
Lain-lain : …………………….. ……………………… …………………….. ……………………. Rokok Jamu gendong Jamu kemasan Catatan 1.Frekuensi a.Sekali sehari b.5-7x seminggu c.3-4x seminggu d.1-2 xseminggu e.2 minggu 1x f.Jarang g.Tidak pernah
2.tempat pembelian a.Toko besar/restoran b.Pasar tradisional c.Toko kecil/kantin d.Kios/warung e.Pedagang menetap f.Pedagang keliling g.Lain-lain:…………
3.jenis pembungkus a.Polietilen b.Kertas lapis plastik c.Daun pisang d.Kertas bekas e.Kertas koran f.Alat makan/minum
105
13.
Dasar pertimbangan yang digunakan dalam memilih jenis makanan jajanan tersebut (bisa lebih dari satu) a. Mengenyangkan b. Bergizi c. Harganya murah d. Rasanya enak e. Penampilan menarik f. Bersih dan aman g. Kebiasaan h. Lain-lain :……………………….
106
Lampiran 3 DAFTAR MENU MAKAN PAGI DAN MAKAN MALAM
TANGGAL
MAKAN PAGI
MAKAN MALAM
22 Agustus
Soto ayam
Dendeng sapi + sayur ubi
29 Agustus
Ikan sambal + sayur
Ayam bakar + lalap
30 Agustus
Dadar telur + sayur
Tumis jamur
31 Agustus
Soto ayam
Rendang daging + sayur
1 September
Tempe sambal + sayur, Jeruk Ayam geprek + sayur
2 September
Telur dadar + sayur, Melon
Sambal tongkol
3 September
Nasi uduk + tempe orek
Paru goreng + sayur
4 September
Sambal udang + sayur
Capcai
5 September
Ikan teri sambal + sayur
Ikan mas bakar + lalap
6 September
Ikan goreng + sayur
Sup daging, Jeruk
7 September
Orek tempe + sayur
Rendang daging + sayur, Pepaya
8 September
Opor ayam + sayur
Tumis jamur
9 September
Telur sambal + sayur
Sate ayam, Semangka
10 September
Nasi goreng telur
Ayam geprek + sayur
11 September
Ayam sambal + sayur
Pepes ikan mas + lalap
12 September
Gado2 + tempe, Pepaya
Sup daging
13 September
Pepes ikan teri + sayur
Cumi gulai
14 September
Nasi uduk + telur
Sate padang, Melon
15 September
Ayam semur + sayur
Ikan bakar + sayur
16 September
Telur sambal + sayur
Pecel ayam
17 September
Nasi goreng telur, Pepaya
Puyunghai
18 September
Tongkol sambal
Pecel ayam, Melon
19 September
Tahu tempe sambal + sayur, Rendang daging + sayur Jeruk
20 September
Lontong sayur
Tumis jamur
21 September
Ayam sambal
Ikan bakar + lalap
22 September
Telur sambal + sayur, Jeruk
Dendeng daging
23 September
Hati, ampela + sayur
Ayam geprek + sayur
107
Lampiran 4
Data Statistik Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov(a) Statistic .114
16
Sig. .200(*)
16
Sig. .768
air
.191
16
.123
.895
16
.068
lemak
.134
16
.200(*)
.965
16
.759
persen lemak
.188
16
.136
.944
16
.395
karbohidrat
.129
16
.200(*)
.959
16
.636
persen karbohidrat
.161
16
.200(*)
.920
16
.172
protein
.173
16
.200(*)
.930
16
.241
persen protein
.163
16
.200(*)
.964
16
.732
vit a
.281
16
.001
.740
16
.000
vit k
.177
16
.193
.927
16
.219
vit b12
.298
16
.001
.718
16
.000
vit e
.173
16
.200(*)
.941
16
.364
vit d
.286
16
.001
.750
16
.001
serat
.157
16
.200(*)
.957
16
.604
pufa
.107
16
.200(*)
.987
16
.996
kolesterol
.160
16
.200(*)
.934
16
.282
karoten
.400
16
.000
.609
16
.000
vit b6
.205
16
.070
.907
16
.103
total folat
.245
16
.011
.858
16
.018
vit c
.172
16
.200(*)
.951
16
.500
kalsium
.183
16
.158
.930
16
.240
zat besi
.305
16
.000
.711
16
.000
16
.116
.910
16
.116
energi
df
Shapiro-Wilk
zinc
.192 * This is a lower bound of the true significance. a Lilliefors Significance Correction
Statistic .966
df
Median dan persentile data tidak normal
N
Valid Missin g
Median Percentiles
zat besi 18
vit a 18
vit b12 18
7
7
vit d 18
karoten 18
7
7
7
6.0500
309.0500
1.3000
2.1500
.2500
25
93.9750
.7500
.9500
.0750
56.2000
75
1205.1500
5.6000
4.2750
2.3750
129.9750
total folat
94.7000
108
Paired Samples Statistics
Pair 1 Pair 2
pulse rate sebelum
18
Std. Deviation 6.8599
pulse rate sesudah
80.778
18
6.6911
1.5771
respiratory sebelum
22.778
18
3.4395
.8107
respiratory sesudah
N
Std. Error Mean 1.6169
Mean 78.667
21.778
18
2.4628
.5805
sistolik sebelum
100.833
18
10.1822
2.4000
sistolik sesudah
98.056
18
7.0999
1.6735
diastolik sebelum
68.333
18
5.6880
1.3407
diastolik sesudah
63.056
18
4.5822
1.0800
suhu sebelum
36.267
18
.3678
.0867
suhu sesudah
36.250
18
.3092
.0729
hematokrit sebelum
41.3706
17
2.71472
.65842
hematokrit sesudah
39.5353
17
2.75226
.66752
hemoglobin sebelum
13.4059
17
.90102
.21853
hemoglobin sesudah
12.6588
17
.82087
.19909
mchc sebelum
32.4118
17
.56112
.13609
mchc sesudah
32.0294
17
.80216
.19455
lekosit sebelum
6.7118
17
1.30522
.31656
lekosit sesudah
6.2235
17
1.23061
.29847
Pair 10
granulosit sebelum
4.4000
17
1.10114
.26706
granulosit sesudah
4.0412
17
1.02534
.24868
Pair 11
limfst+mono sebelum
2.3118
17
.56666
.13744
limfst+mono sesudah
2.1824
17
.49401
.11981
Pair 12
platelet sebelum
348.2941
17
56.80643
13.77758
platelet sesudah
323.6471
17
43.31850
10.50628
Pair 13
bmi sebelum
21.2574
18
2.45367
.57833
bmi sesudah
21.5185
18
2.43945
.57498
Pair 14
berat badan sebelum
51.9167
18
8.04811
1.89696
berat badan sesudah
52.5556
18
8.13831
1.91822
Pair 15
tinggi badan sebelum
156.0111
18
5.77030
1.36007
tinggi badan sesudah
156.0000
18
5.83347
1.37496
Pair 3 Pair 4 Pair 5 Pair 6 Pair 7 Pair 8 Pair 9
109 Paired Samples Test
Paired Differences
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
Lower
Upper
Lower
95% Confidence Interval of the Difference Upper
Lower
t
df
Sig. (2-tailed)
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
Upper
Lower
Upper
Pair 1
pulse rate sebelum pulse rate sesudah
-2.1111
8.7440
2.0610
-6.4594
2.2372
-1.024
17
.320
Pair 2
respiratory sebelum respiratory sesudah
1.0000
3.7730
.8893
-.8763
2.8763
1.124
17
.276
Pair 3
sistolik sebelum - sistolik sesudah
2.7778
11.0110
2.5953
-2.6979
8.2534
1.070
17
.299
Pair 4
diastolik sebelum diastolik sesudah
5.2778
4.6880
1.1050
2.9465
7.6091
4.776
17
.000
Pair 5
suhu sebelum - suhu sesudah
.0167
.4120
.0971
-.1882
.2215
.172
17
.866
Pair 6
hematokrit sebelum hematokrit sesudah
1.83529
2.65964
.64506
.46783
3.20275
2.845
16
.012
Pair 7
hemoglobin sebelum hemoglobin sesudah
.74706
.67279
.16318
.40114
1.09298
4.578
16
.000
Pair 8
mchc sebelum - mchc sesudah
.38235
.78600
.19063
-.02177
.78648
2.006
16
.062
Pair 9
lekosit sebelum - lekosit sesudah
.48824
1.53007
.37110
-.29845
1.27492
1.316
16
.207
Pair 10
granulosit sebelum granulosit sesudah
.35882
1.42261
.34503
-.37262
1.09026
1.040
16
.314
Pair 11
limfst+mono sebelum limfst+mono sesudah
.12941
.37377
.09065
-.06276
.32159
1.428
16
.173
Pair 12
platelet sebelum - platelet sesudah
24.64706
45.42293
11.01668
1.29274
48.00137
2.237
16
.040
Pair 13
bmi sebelum - bmi sesudah
-.26110
.38320
.09032
-.45166
-.07054
-2.891
17
.010
Pair 14
berat badan sebelum berat badan sesudah
-.63889
.74371
.17529
-1.00873
-.26905
-3.645
17
.002
Pair 15
tinggi badan sebelum tinggi badan sesudah
.01111
.51093
.12043
-.24297
.26519
.092
17
.928
110 Independent t test Group Statistics
umur
Subyek kelompok perlakuan kelompok kontrol
total uang saku
energi air lemak persen lemak karbohidrat persen karbohidrat protein persen protein vit a vit k vit b12 vit e vit d serat pufa kolesterol karoten vit b6 total folat vit c kalsium
9 9
Mean 24.48
Std. Deviation 1.323 1.644
Std. Error Mean .441
kelompok perlakuan
9
23.28 1300000.0 0 1046666.6 7 762222.22
217587.786
.548 185592.14 5 195533.45 8 72529.262
kelompok kontrol
9
728888.89
210680.116
70226.705
kelompok perlakuan
9
1190.2000
268.65409
89.55136
kelompok kontrol
9
1090.9000
351.17073
117.05691
kelompok perlakuan
9
167.6000
105.18290
35.06097
kelompok kontrol
9
103.1111
77.11902
25.70634
kelompok perlakuan
9
32.7889
11.07457
3.69152
kelompok kontrol
9
26.5778
12.84180
4.28060
kelompok perlakuan
9
22.8889
5.75423
1.91808
kelompok kontrol
9
19.7778
4.89331
1.63110
kelompok perlakuan
9
196.0667
46.97845
15.65948
kelompok kontrol
9
184.2444
58.55762
19.51921
kelompok perlakuan
9
63.7778
7.29345
2.43115
kelompok kontrol
9
66.4444
7.00198
2.33399
kelompok perlakuan
9
41.6778
13.27401
4.42467
kelompok kontrol
9
37.7778
13.67167
4.55722
kelompok perlakuan
9
13.4444
2.69774
.89925
kelompok kontrol
9
13.7778
3.52767
1.17589
kelompok perlakuan
9
917.1444
1069.98945
356.66315
kelompok kontrol
9
433.2111
501.54270
167.18090
kelompok perlakuan
9
16.5222
11.30130
3.76710
kelompok kontrol
9
11.5556
9.98225
3.32742
kelompok perlakuan
9
4.3000
5.45206
1.81735
kelompok kontrol
9
2.4222
2.22866
.74289
kelompok perlakuan
9
.6333
.34278
.11426
kelompok kontrol
9
.5667
.45277
.15092
kelompok perlakuan
9
2.4333
2.42951
.80984
kelompok kontrol
9
4.2889
4.80948
1.60316
kelompok perlakuan
9
7.4778
2.68923
.89641
kelompok kontrol
9
8.3000
3.43511
1.14504
kelompok perlakuan
9
6.8778
2.23483
.74494
kelompok kontrol
9
5.3000
2.59952
.86651
kelompok perlakuan
9
169.0444
104.53168
34.84389
kelompok kontrol
9
136.9778
79.37109
26.45703
kelompok perlakuan
9
1.8667
2.87446
.95815
kelompok kontrol
9
1.3111
2.49070
.83023
kelompok perlakuan
9
.7000
.14142
.04714
kelompok kontrol
9
.7111
.32956
.10985
kelompok perlakuan
9
99.4778
50.32340
16.77447
kelompok kontrol
9
109.8667
70.42862
23.47621
kelompok perlakuan
9
54.9556
17.88457
5.96152
kelompok kontrol
9
55.1667
21.01006
7.00335
kelompok perlakuan
9
278.2444
83.46469
27.82156
kelompok perlakuan kelompok kontrol
total belanja
N
9 9
556776.436 586600.375
111
zat besi zinc
kelompok kontrol
9
250.8556
104.23345
34.74448
kelompok perlakuan
9
9.4556
5.92117
1.97372
kelompok kontrol
9
7.4556
6.66148
2.22049
kelompok perlakuan
9
4.1778
1.08947
.36316
kelompok kontrol
9
3.8667
1.32665
.44222
112
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
umur
Equal variances assumed
F
Sig.
t
df
Sig. (2-tailed)
Mean Difference
Std. Error Difference
Lower
Upper
Lower
Upper
Lower
Upper
Lower
.031
.863
Equal variances not assumed total uang saku
Equal variances assumed
.091
.767
Equal variances not assumed total belanja
Equal variances assumed
.024
.880
Equal variances not assumed energi
Equal variances assumed
.000
.987
Equal variances not assumed air
Equal variances assumed
.807
.382
Equal variances not assumed lemak
Equal variances assumed
.027
.872
Equal variances not assumed persen lemak
Equal variances assumed Equal variances not assumed
t-test for Equality of Means
.584
.456
95% Confidence Interval of the Difference Upper
Lower
1.713
16
.106
1.205
.704
-.286
2.697
1.713
15.299
.107
1.205
.704
-.292
2.702
.940
16
.361
253333.333
269588.16
-318168.0
824834.70
.940
15.957
.361
253333.333
269588.16
-318294.3
824960.97
.330
16
.746
33333.333
100956.84
-180685.6
247352.27
.330
15.983
.746
33333.333
100956.84
-180703.7
247370.37
.674
16
.510
99.30000
147.38
-213.1381
411.73
.674
14.975
.511
99.30000
147.38
-214.8851
413.48
1.483
16
.157
64.48889
43.47513
-27.67428
156.652
1.483
14.673
.159
64.48889
43.47513
-28.35648
157.334
1.099
16
.288
6.21111
5.65251
-5.77168
18.19390
1.099
15.662
.288
6.21111
5.65251
-5.79275
18.21498
1.236
16
.234
3.11111
2.51784
-2.22647
8.44869
1.236
15.597
.235
3.11111
2.51784
-2.23769
8.45991
113 karbohidrat
Equal variances assumed
.027
.873
Equal variances not assumed persen karbohidrat
Equal variances assumed
.078
.784
Equal variances not assumed protein
Equal variances assumed
.123
.731
Equal variances not assumed persen protein
Equal variances assumed
.329
.574
Equal variances not assumed vit a
Equal variances assumed
5.417
.033
Equal variances not assumed vit k
Equal variances assumed
.271
.610
Equal variances not assumed vit b12
Equal variances assumed
7.708
.013
Equal variances not assumed vit e
Equal variances assumed
.055
.818
Equal variances not assumed vit d
Equal variances assumed Equal variances not assumed
1.880
.189
.472
16
.643
11.82222
25.02437
-41.22706
64.87151
.472
15.282
.643
11.82222
25.02437
-41.43048
65.07493
-.791
16
.440
-2.66667
3.37017
-9.81110
4.47777
-.791
15.973
.440
-2.66667
3.37017
-9.81207
4.47873
.614
16
.548
3.90000
6.35185
-9.56532
17.36532
.614
15.986
.548
3.90000
6.35185
-9.56627
17.36627
-.225
16
.825
-.33333
1.48032
-3.47148
2.80481
-.225
14.972
.825
-.33333
1.48032
-3.48907
2.82241
1.229
16
.237
483.93333
393.90107
-351.099
1318.960
1.229
11.354
.244
483.93333
393.90107
-379.754
1347.621
.988
16
.338
4.96667
5.02621
-5.68841
15.62175
.988
15.760
.338
4.96667
5.02621
-5.70163
15.63497
.956
16
.353
1.87778
1.96333
-2.28429
6.03985
.956
10.601
.360
1.87778
1.96333
-2.46341
6.21897
.352
16
.729
.06667
.18930
-.33462
.46796
.352
14.903
.730
.06667
.18930
-.33704
.47037
-1.033
16
.317
-1.85556
1.79609
-5.66311
1.95200
-1.033
11.833
.322
-1.85556
1.79609
-5.77504
2.06393
114 serat
Equal variances assumed
.011
.917
Equal variances not assumed pufa
Equal variances assumed
.008
.930
Equal variances not assumed kolesterol
Equal variances assumed
1.806
.198
Equal variances not assumed karoten
Equal variances assumed
.193
.666
Equal variances not assumed vit b6
Equal variances assumed
1.541
.232
Equal variances not assumed total folat
Equal variances assumed
.907
.355
Equal variances not assumed vit c
Equal variances assumed
.038
.848
Equal variances not assumed kalsium
Equal variances assumed
.484
.497
Equal variances not assumed zat besi
Equal variances assumed Equal variances not assumed
.138
.716
-.565
16
.580
-.82222
1.45419
-3.90496
2.26052
-.565
15.128
.580
-.82222
1.45419
-3.91946
2.27501
1.381
16
.186
1.57778
1.14270
-.84465
4.00020
1.381
15.648
.187
1.57778
1.14270
-.84908
4.00464
.733
16
.474
32.06667
43.75010
-60.67940
124.81274
.733
14.923
.475
32.06667
43.75010
-61.22621
125.35954
.438
16
.667
.55556
1.26781
-2.13208
3.24320
.438
15.682
.667
.55556
1.26781
-2.13652
3.24763
-.093
16
.927
-.01111
.11954
-.26453
.24231
-.093
10.850
.928
-.01111
.11954
-.27467
.25244
-.360
16
.724
-10.38889
28.85333
-71.55523
50.77745
-.360
14.480
.724
-10.38889
28.85333
-72.08131
51.30353
-.023
16
.982
-.21111
9.19710
-19.70810
19.28588
-.023
15.602
.982
-.21111
9.19710
-19.74858
19.32636
.615
16
.547
27.38889
44.51088
-66.96997
121.74774
.615
15.270
.547
27.38889
44.51088
-67.33784
122.11561
.673
16
.510
2.00000
2.97089
-4.29800
8.29800
.673
15.783
.511
2.00000
2.97089
-4.30505
8.30505
115 zinc
Equal variances assumed Equal variances not assumed
.238
.632
.544
16
.594
.31111
.57222
-.90195
1.52417
.544
15.417
.594
.31111
.57222
-.90568
1.52791
116 Independent t-test
pulse rate sebelum pulse rate sesudah respiratory sebelum respiratory sesudah sistolik sebelum sistolik sesudah diastolik sebelum diastolik sesudah suhu sebelum suhu sesudah hematokrit sebelum hematokrit sesudah perubahan hmt hemoglobin sebelum hemoglobin sesudah perubahan hb mchc sebelum mchc sesudah perubahan mchc lekosit sebelum lekosit sesudah perubahan lekosit granulosit sebelum granulosit sesudah
Group Statistics
Subyek kelompok perlakuan
N
Std. Deviation 6.8638
Std. Error Mean 2.2879
9
Mean 76.889
kelompok kontrol
9
80.444
6.7659
2.2553
kelompok perlakuan
9
80.889
7.4237
2.4746
kelompok kontrol
9
80.667
6.3246
2.1082
kelompok perlakuan
9
21.556
3.2830
1.0943
kelompok kontrol
9
24.000
3.3166
1.1055
kelompok perlakuan
9
21.778
2.3333
.7778
kelompok kontrol
9
21.778
2.7285
.9095
kelompok perlakuan
9
106.111
8.9365
2.9788
kelompok kontrol
9
95.556
8.8192
2.9397
kelompok perlakuan
9
98.333
7.9057
2.6352
kelompok kontrol
9
97.778
6.6667
2.2222
kelompok perlakuan
9
70.000
4.3301
1.4434
kelompok kontrol
9
66.667
6.6144
2.2048
kelompok perlakuan
9
62.778
4.4096
1.4699
kelompok kontrol
9
63.333
5.0000
1.6667
kelompok perlakuan
9
36.278
.4324
.1441
kelompok kontrol
9
36.256
.3167
.1056
kelompok perlakuan
9
36.411
.3140
.1047
kelompok kontrol
9
36.089
.2147
.0716
kelompok perlakuan
9
41.8333
2.74682
.91561
kelompok kontrol
8
40.8500
2.76354
.97706
kelompok perlakuan
9
39.3222
2.95287
.98429
kelompok kontrol
8
39.7750
2.68794
.95033
kelompok perlakuan
9
2.5111
2.17224
.72408
kelompok kontrol
8
1.0750
3.08672
1.09132
kelompok perlakuan
9
13.6667
.89722
.29907
kelompok kontrol
8
13.1125
.86592
.30615
kelompok perlakuan
9
12.6889
.85065
.28355
kelompok kontrol
8
12.6250
.84304
.29806
kelompok perlakuan
9
.9778
.52148
.17383
kelompok kontrol
8
.4875
.76052
.26888
kelompok perlakuan
9
32.6778
.48419
.16140
kelompok kontrol
8
32.1125
.50832
.17972
kelompok perlakuan
9
32.2778
.92436
.30812
kelompok kontrol
8
31.7500
.57071
.20178
kelompok perlakuan
9
.4000
.88741
.29580
kelompok kontrol
8
.3625
.71502
.25280
kelompok perlakuan
9
6.6333
1.63860
.54620
kelompok kontrol
8
6.8000
.89921
.31792
kelompok perlakuan
9
6.0333
1.01735
.33912
kelompok kontrol
8
6.4375
1.47642
.52199
kelompok perlakuan
9
.6000
1.70514
.56838
kelompok kontrol
8
.3625
1.41213
.49926
kelompok perlakuan
9
4.4778
1.49313
.49771
kelompok kontrol
8
4.3125
.45493
.16084
kelompok perlakuan
9
3.8889
.84476
.28159
kelompok kontrol
8
4.2125
1.23455
.43648
117 perubahan granulosit
kelompok perlakuan
9
.5889
1.60035
.53345
kelompok kontrol
8
.1000
1.24671
.44078
kelompok perlakuan
9
2.1556
.31269
.10423
kelompok kontrol
8
2.4875
.74534
.26352
kelompok perlakuan
9
2.1444
.30046
.10015
kelompok kontrol
8
2.2250
.67135
.23736
perubahan limfst+monosit
kelompok perlakuan
9
.0111
.23154
.07718
kelompok kontrol
8
.2625
.46885
.16576
platelet sebelum
kelompok perlakuan
9
353.1111
60.16528
20.05509
kelompok kontrol
8
342.8750
56.35205
19.92346
kelompok perlakuan
9
329.7778
37.49259
12.49753
kelompok kontrol
8
316.7500
50.79300
17.95804
kelompok perlakuan
9
23.3333
56.23166
18.74389
kelompok kontrol
8
26.1250
33.12935
11.71299
kelompok perlakuan
9
56.6111
8.06915
2.68972
kelompok kontrol
9
47.2222
4.79004
1.59668
kelompok perlakuan
9
57.2222
8.14751
2.71584
kelompok kontrol
9
47.8889
5.03598
1.67866
kelompok perlakuan
9
160.2333
3.18669
1.06223
kelompok kontrol
9
151.7889
4.52643
1.50881
kelompok perlakuan
9
160.3889
2.99768
.99923
kelompok kontrol
9
151.6111
4.47058
1.49019
kelompok perlakuan
9
22.0240
2.85462
.95154
kelompok kontrol
9
20.4908
1.82275
.60758
kelompok perlakuan
9
22.2124
2.82042
.94014
kelompok kontrol
9
20.8246
1.89937
.63312
kelompok perlakuan
9
-.1884
.15872
.05291
kelompok kontrol
9
-.3338
.52435
.17478
limfst+mono sebelum limfst+mono sesudah
platelet sesudah perubahan platelet berat badan sebelum berat badan sesudah tinggi badan sebelum tinggi badan sesudah bmi sebelum bmi sesudah perubahan bmi
118 Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
pulse rate sebelum
Equal variances assumed
F
Sig.
t
df
Sig. (2-tailed)
Mean Difference
Std. Error Difference
Lower
Upper
Lower
Upper
Lower
Upper
Lower
.110
.744
Equal variances not assumed pulse rate sesudah
Equal variances assumed
.029
.867
Equal variances not assumed respiratory sebelum
Equal variances assumed
.004
.953
Equal variances not assumed respiratory sesudah
Equal variances assumed
.831
.375
Equal variances not assumed sistolik sebelum
Equal variances assumed
.000
1.000
Equal variances not assumed sistolik sesudah
Equal variances assumed
.346
.565
Equal variances not assumed diastolik sebelum
Equal variances assumed Equal variances not assumed
t-test for Equality of Means
1.562
.229
95% Confidence Interval of the Difference Upper
Lower
-1.107
16
.285
-3.5556
3.2126
-10.3660
3.2549
-1.107
15.997
.285
-3.5556
3.2126
-10.3661
3.2550
.068
16
.946
.2222
3.2508
-6.6692
7.1137
.068
15.606
.946
.2222
3.2508
-6.6834
7.1278
-1.571
16
.136
-2.4444
1.5556
-5.7421
.8532
-1.571
15.998
.136
-2.4444
1.5556
-5.7421
.8532
.000
16
1.000
.0000
1.1967
-2.5369
2.5369
.000
15.624
1.000
.0000
1.1967
-2.5419
2.5419
2.522
16
.023
10.5556
4.1851
1.6834
19.4277
2.522
15.997
.023
10.5556
4.1851
1.6833
19.4278
.161
16
.874
.5556
3.4471
-6.7520
7.8631
.161
15.557
.874
.5556
3.4471
-6.7690
7.8801
1.265
16
.224
3.3333
2.6352
-2.2531
8.9198
1.265
13.793
.227
3.3333
2.6352
-2.3266
8.9933
119 diastolik sesudah
Equal variances assumed
.727
.406
Equal variances not assumed suhu sebelum
Equal variances assumed
2.555
.129
Equal variances not assumed suhu sesudah
Equal variances assumed
.458
.508
Equal variances not assumed hematokrit sebelum
Equal variances assumed
.259
.618
Equal variances not assumed hematokrit sesudah
Equal variances assumed
.209
.654
Equal variances not assumed perubahan hmt
Equal variances assumed
1.602
.225
Equal variances not assumed hemoglobin sebelum
Equal variances assumed
.273
.609
Equal variances not assumed hemoglobin sesudah
Equal variances assumed
.044
.836
Equal variances not assumed perubahan hb
Equal variances assumed Equal variances not assumed
1.473
.244
-.250
16
.806
-.5556
2.2222
-5.2665
4.1553
-.250
15.754
.806
-.5556
2.2222
-5.2724
4.1613
.124
16
.903
.0222
.1786
-.3565
.4009
.124
14.665
.903
.0222
.1786
-.3593
.4038
2.541
16
.022
.3222
.1268
.0534
.5910
2.541
14.139
.023
.3222
.1268
.0505
.5939
.735
15
.474
.98333
1.33851
-1.86963
3.83630
.734
14.744
.474
.98333
1.33902
-1.87505
3.84171
-.329
15
.747
-.45278
1.37626
-3.38621
2.48065
-.331
14.985
.745
-.45278
1.36819
-3.36927
2.46371
1.120
15
.280
1.43611
1.28220
-1.29682
4.16905
1.097
12.414
.294
1.43611
1.30968
-1.40691
4.27914
1.292
15
.216
.55417
.42894
-.36010
1.46843
1.295
14.879
.215
.55417
.42799
-.35871
1.46705
.155
15
.879
.06389
.41162
-.81346
.94124
.155
14.798
.879
.06389
.41139
-.81401
.94179
1.566
15
.138
.49028
.31301
-.17689
1.15744
1.531
12.208
.151
.49028
.32018
-.20602
1.18657
120 mchc sebelum
Equal variances assumed
.006
.940
Equal variances not assumed mchc sesudah
Equal variances assumed
1.178
.295
Equal variances not assumed perubahan mchc
Equal variances assumed
.142
.711
Equal variances not assumed lekosit sebelum
Equal variances assumed
5.041
.040
Equal variances not assumed lekosit sesudah
Equal variances assumed
1.488
.241
Equal variances not assumed perubahan lekosit
Equal variances assumed
.381
.546
Equal variances not assumed granulosit sebelum
Equal variances assumed
12.897
.003
Equal variances not assumed granulosit sesudah
Equal variances assumed
.245
.628
Equal variances not assumed perubahan granulosit
Equal variances assumed Equal variances not assumed
.286
.600
2.347
15
.033
.56528
.24082
.05198
1.07857
2.340
14.558
.034
.56528
.24155
.04905
1.08150
1.393
15
.184
.52778
.37879
-.27960
1.33516
1.433
13.496
.175
.52778
.36831
-.26494
1.32050
.095
15
.925
.03750
.39433
-.80300
.87800
.096
14.881
.925
.03750
.38911
-.79244
.86744
-.255
15
.802
-.16667
.65361
-1.55980
1.22647
-.264
12.676
.796
-.16667
.63198
-1.53554
1.20221
-.664
15
.517
-.40417
.60870
-1.70158
.89325
-.649
12.247
.528
-.40417
.62248
-1.75740
.94907
.310
15
.761
.23750
.76541
-1.39393
1.86893
.314
14.942
.758
.23750
.75652
-1.37553
1.85053
.300
15
.768
.16528
.55095
-1.00905
1.33961
.316
9.638
.759
.16528
.52306
-1.00612
1.33668
-.637
15
.533
-.32361
.50774
-1.40583
.75860
-.623
12.191
.545
-.32361
.51943
-1.45338
.80615
.696
15
.497
.48889
.70269
-1.00885
1.98663
.706
14.780
.491
.48889
.69199
-.98798
1.96575
121 limfst+mono sebelum
Equal variances assumed
4.670
.047
Equal variances not assumed limfst+mono sesudah
Equal variances assumed
4.304
.056
Equal variances not assumed perubahan limfst+monosit
Equal variances assumed
2.708
.121
Equal variances not assumed platelet sebelum
Equal variances assumed
.004
.948
Equal variances not assumed platelet sesudah
Equal variances assumed
.439
.518
Equal variances not assumed perubahan platelet
Equal variances assumed
1.050
.322
Equal variances not assumed berat badan sebelum
Equal variances assumed
2.834
.112
Equal variances not assumed berat badan sesudah
Equal variances assumed
2.253
.153
Equal variances not assumed tinggi badan sebelum
Equal variances assumed Equal variances not assumed
2.001
.176
-1.224
15
.240
-.33194
.27115
-.90990
.24601
-1.171
9.165
.271
-.33194
.28338
-.97124
.30735
-.326
15
.749
-.08056
.24704
-.60712
.44600
-.313
9.452
.761
-.08056
.25762
-.65912
.49801
-1.428
15
.174
-.25139
.17599
-.62650
.12372
-1.375
9.955
.199
-.25139
.18285
-.65906
.15628
.361
15
.723
10.23611
28.38544
-50.26603
70.73825
.362
14.946
.722
10.23611
28.26926
-50.03742
70.50964
.607
15
.553
13.02778
21.47751
-32.75044
58.80600
.595
12.796
.562
13.02778
21.87874
-34.31505
60.37061
-.123
15
.904
-2.79167
22.78403
-51.35467
45.77134
-.126
13.172
.901
-2.79167
22.10266
-50.47815
44.89482
3.002
16
.008
9.38889
3.12793
2.75797
16.01981
3.002
13.015
.010
9.38889
3.12793
2.63222
16.14556
2.923
16
.010
9.33333
3.19275
2.56500
16.10167
2.923
13.334
.012
9.33333
3.19275
2.45334
16.21333
4.576
16
.000
8.44444
1.84522
4.53275
12.35614
4.576
14.366
.000
8.44444
1.84522
4.49628
12.39261
122 tinggi badan sesudah
Equal variances assumed
1.627
.220
Equal variances not assumed bmi sebelum
Equal variances assumed
2.171
.160
Equal variances not assumed bmi sesudah
Equal variances assumed
1.621
.221
Equal variances not assumed perubahan bmi
Equal variances assumed Equal variances not assumed
2.393
.141
4.892
16
.000
8.77778
1.79420
4.97425
12.58130
4.892
13.984
.000
8.77778
1.79420
4.92920
12.62635
1.358
16
.193
1.53321
1.12897
-.86011
3.92652
1.358
13.594
.197
1.53321
1.12897
-.89501
3.96142
1.224
16
.239
1.38776
1.13345
-1.01505
3.79056
1.224
14.018
.241
1.38776
1.13345
-1.04295
3.81847
.796
16
.437
.14545
.18262
-.24168
.53258
.796
9.454
.445
.14545
.18262
-.26465
.55555
Lampiran 5 Data asupan zat gizi dan energi DATA ASUPAN ZAT GIZI DAN ENERGI SUBYEK KELOMPOK PERLAKUAN Plan Energy consumption energy (kcal) water ( g) protein ( g) % fat ( g) % carbohydr. ( g) % dietary fiber ( g) alcohol ( g) % PUFA ( g) cholesterol (mg) Vit. A (µg) carotene (mg) Vit. E (mg) Vit. B1 (mg) Vit. B2 (mg) Vit. B6 (mg) tot. fol.acid (µg) Vit. C (mg) sodium (mg) potassium (mg) calcium (mg) magnesium (mg) phosphorus (mg) iron (mg) zinc (mg)
P1-ffq.epl P2-ffq.epl P3-ffq.epl P4-ffq.epl P5-ffq.epl P6-ffq.epl P7-ffq.epl P8-ffq.epl P9-ffq.epl rata-rata 1,997.19 735.99 157.14 23.35 13.00 12.75 15.00 133.27 72.00 3.77 2.59 34.91 65.73 1.88 0.60 0.30 0.25 0.57 40.62 46.40 257.48 1,218.00 164.97 141.76 341.97 6.59 2.72
1,997.19 1,317.54 272.92 55.49 16.00 41.61 26.00 207.37 59.00 9.78 7.18 324.00 2,254.38 5.67 0.47 0.69 1.07 0.84 180.94 46.39 1,321.01 899.30 345.66 143.19 740.13 19.44 5.14
1,997.19 1,368.79 106.77 55.08 16.00 44.25 28.00 195.45 56.00 11.55 7.88 296.62 1,550.26 0.26 1.11 0.63 0.78 0.99 182.22 86.17 1,413.89 1,304.65 384.77 161.66 763.63 8.40 5.46
1,997.19 1,018.16 375.02 33.64 13.00 29.58 24.00 164.94 63.00 5.38 8.35 146.44 261.68 0.38 1.17 0.37 0.54 0.61 91.80 63.88 1,258.62 1,368.54 308.56 159.03 538.96 5.97 3.48
1,997.19 974.32 76.75 31.87 13.00 28.40 26.00 147.38 61.00 4.51 5.97 90.20 204.65 0.09 0.24 0.28 0.35 0.58 45.97 43.70 393.46 1,257.22 174.64 162.81 412.18 3.57 3.67
1,997.19 1,579.33 67.78 47.33 12.00 28.56 16.00 283.20 72.00 10.41 6.62 281.30 470.45 0.06 0.84 0.43 0.66 0.77 107.06 40.75 678.32 1,062.89 370.53 193.06 711.62 6.52 5.37
1,997.19 1,065.10 148.21 29.07 10.00 24.89 18.00 218.97 72.00 12.29 5.31 58.26 185.34 6.78 0.39 0.60 0.31 0.65 61.86 145.32 499.04 1,804.16 435.90 192.84 554.69 19.86 2.82
1,997.19 1,550.04 214.29 43.15 11.00 48.88 26.00 252.14 63.00 9.12 10.15 125.37 488.41 0.48 0.59 0.58 0.55 0.83 99.76 79.80 682.16 1,891.54 361.61 222.15 667.51 7.68 4.33
1,997.19 1,236.86 88.04 59.55 18.00 42.61 28.00 177.88 54.00 6.20 8.83 257.21 3,018.88 0.12 0.27 0.58 1.04 0.65 193.80 34.09 698.78 867.17 200.21 133.99 772.56 8.69 5.11
1,205.13 167.44 42.06 13.56 33.50 23.00 197.84 63.56 8.11 6.99 179.37 944.42 1.75 0.63 0.50 0.62 0.72 111.56 65.17 800.31 1,297.05 305.21 167.83 611.47 9.64 4.23
DATA ASUPAN ZAT GIZI DAN ENERGI SUBYEK KELOMPOK KONTROL Plan Energy consumption energy (kcal) water ( g) protein ( g) % fat ( g) % carbohydr. ( g) % dietary fiber ( g) alcohol ( g) % PUFA ( g) cholesterol (mg) Vit. A (µg) carotene (mg) Vit. E (mg) Vit. B1 (mg) Vit. B2 (mg) Vit. B6 (mg) tot. fol.acid (µg) Vit. C (mg) sodium (mg) potassium (mg) calcium (mg) magnesium (mg) phosphorus (mg) iron (mg) zinc (mg)
K1-ffq.epl K2-ffq.epl K3-ffq.epl K4-ffq.epl K5-ffq.epl K6-ffq.epl k7-ffq.epl k8-ffq.epl k9-ffq.epl rata-rata 1,997.19 1,063.64 25.14 56.86 21.00 28.77 23.00 156.87 57.00 7.12 5.34 137.98 58.43 0.02 0.09 0.65 0.39 0.77 53.45 62.96 360.10 1,504.93 176.69 159.52 774.87 4.26 3.76
1,997.19 786.16 10.09 32.56 16.00 22.62 24.00 121.34 60.00 7.21 4.73 89.35 330.78 0.05 0.43 0.25 0.51 105.91 76.96 374.90 978.90 313.11 98.23 544.85 3.88 2.68
1,997.19 904.05 59.47 22.31 10.00 17.30 16.00 174.83 74.00 6.71 4.17 89.81 1,164.19 0.01 0.33 0.32 0.55 0.52 226.45 72.90 664.37 828.87 258.35 202.61 364.08 5.76 3.75
1,997.19 1,200.87 158.47 35.63 12.00 32.26 23.00 195.74 65.00 9.78 6.25 55.27 540.43 0.25 0.77 0.48 0.46 0.81 98.40 70.50 867.39 1,644.98 272.93 200.16 508.15 5.47 4.26
1,997.19 1,053.00 72.65 38.97 15.00 29.38 25.00 156.67 60.00 6.04 6.83 164.85 214.35 0.18 0.47 0.32 0.45 0.53 57.16 31.17 679.66 1,281.51 192.65 169.00 518.55 3.79 3.79
1,997.19 1,216.52 158.79 44.73 13.00 34.07 22.00 214.01 64.00 11.06 4.93 169.25 252.27 7.07 0.52 0.70 0.49 0.75 115.75 64.48 2,008.37 1,009.64 504.74 145.54 692.73 21.40 3.96
1,997.19 1,114.93 88.89 32.69 12.00 21.56 17.00 198.96 71.00 9.08 3.83 155.91 272.58 0.41 0.56 0.31 0.44 0.64 79.44 46.49 957.18 661.35 216.26 125.30 465.42 4.07 3.73
1,997.19 739.97 108.73 20.85 12.00 8.15 10.00 140.67 78.00 4.86 1.59 88.74 94.52 0.11 0.65 0.25 0.23 0.42 45.21 31.27 242.00 1,162.08 150.20 147.54 363.59 2.27 2.33
1,997.19 2,001.88 262.36 60.67 12.00 62.93 26.00 320.15 62.00 16.15 10.86 324.49 2,039.68 3.80 1.62 0.83 1.05 1.43 208.20 95.18 2,256.57 1,922.75 481.10 233.90 915.26 17.25 7.00
1,120.11 104.95 38.36 13.67 28.56 20.67 186.58 65.67 8.67 5.39 141.74 551.91 1.32 0.56 0.48 0.48 0.71 110.00 61.32 934.50 1,221.67 285.11 164.64 571.94 7.57 3.92
DATA RATA-RATA PER MINGGU ZAT GIZI DAN ENERGI PADA MENU SELAMA SUPLEMENTASI Plan Energy consumption energy (kcal) water ( g) protein ( g) % fat ( g) % carbohydr. ( g) % dietary fiber ( g) alcohol ( g) % PUFA ( g) cholesterol (mg) Vit. A (µg) carotene (mg) Vit. E (mg) Vit. B1 (mg) Vit. B2 (mg) Vit. B6 (mg) tot. fol.acid (µg) Vit. C (mg) sodium (mg) potassium (mg) calcium (mg) magnesium (mg) phosphorus (mg) iron (mg) zinc (mg)
minggu 1 minggu 2 minggu 3 rata-rata 1,997.19 598.05 29.01 27.05 18.00 20.96 30.00 78.90 52.00 4.08 2.42 86.63 507.40 0.06 0.04 0.22 0.31 0.48 51.29 20.83 950.93 563.50 84.14 78.86 326.75 3.76 3.31
1,997.19 589.78 37.80 27.20 19.00 19.83 30.00 75.80 52.00 5.39 3.44 120.44 610.24 0.27 0.24 0.27 0.31 0.52 62.09 28.91 907.77 664.50 86.70 84.20 369.86 3.70 3.12
1,997.19 590.64 53.27 23.35 16.00 21.20 31.00 80.69 54.00 4.84 2.38 102.91 604.69 0.21 0.35 0.22 0.28 0.43 55.35 31.28 722.80 551.63 70.88 71.34 309.35 3.03 2.68
592.82 40.03 25.87 17.67 20.66 30.33 78.46 52.67 4.77 2.75 103.33 574.11 0.18 0.21 0.24 0.30 0.48 56.24 27.01 860.50 593.21 80.57 78.13 335.32 3.50 3.04
125
Lampiran 6 Frekuensi makan sehari-hari subyek
Makan dalam sehari
Valid
Percent 33.3
Valid Percent 33.3
Cumulative Percent 33.3 100.0
dua kali
Frequency 6
tiga kali
12
66.7
66.7
Total
18
100.0
100.0
Konsumsi Sarapan
Valid
ya, setiap hari kadang-kadang Total
Frequency 12
Percent 66.7
Valid Percent 66.7
Cumulative Percent 66.7 100.0
6
33.3
33.3
18
100.0
100.0
Konsumsi makan selingan
Valid
ya kadang-kadang tidak pernah Total
Cumulative Percent 11.1
Frequency 2
Percent 11.1
Valid Percent 11.1
15
83.3
83.3
94.4
1
5.6
5.6
100.0
18
100.0
100.0