EF EK EKSTRAK BUNCIS ( Phaseulus vulgaris L) TERHADAP PERUBAHAN MORFOLOGlS PANKREAS TIKUS
PENDAHULUAN
Sejurnlah
peneliti mefaporkan
bahwa
peruhahan
morfofogis
pufau
Langertrans pankreas terjadi pada sehagian besar kasus diabetes melitus.
Penrbahan pulau ini dapat terpdi baik secara kuantitatif seperti pengurangan
jumlah atau penrbahan ukuran, maupun secara kualiatif seperti tejadinya insuiitis, fibrosis atau amyloidosis.
lnfihtrasi limfosit atau insulitis pulau Langerhans pankreas rnerupakan kefainan yang =ring dijurnpai pada sebagian besar penderita diabetes tipe-1 yang mengalami defrsiensi insulin abdut sebagai akibat rusaknya sel-sel p karena reaksi doimun (-0.
1984). Sejumlah fteratur rnenyebutkan bahwa
penyebab insuktis anfara lain virus seperti virus Cocksakie dan Rubella, bahanbahan kimia atau introduksi transgenik pada s e F d fi pankreas. Sedangkan pada pendita diabetes tipe2, patdogi karakteristik yang sering dijumpai adalah amyloidosis pulau Langemns (Westermark, 1994).
Aloksan mrupakan safah satu zat diabetogenik yang bersifat toksik terutama pa& &sel
fl pankreas dan menyekbkan insumis pada hewan made4 seperti
yang dikarakterisasi pada penderita diabetes tipe-l. Rusaknya sd-set
p pankreas
penghasil insulin menyebabkan War glukosa darah meningkat.
Sampai saat ini bporan tentang efek tumbuhan obat terhadap regenerasi set sel f3 pankreas masih sangat te*.
Salah satu tumbuhan berkhasiaf
hipglikernik, Momotrka cbranlia, diduga
rnernpunyai efek terhadap
regenerasi sel-sd @ pankreas atau berpotensi menjaga seCsel fl pankreas dari kerusakan yang lebih parah (Sitasawad et a/., 2000).
Dalam penelhian ini dilakukan uji efek ekstrak bunas terhadap penrbahan rnorfologis pulau Langerhans pankreas untuk mengetahui
secara k u a l i i f
potensi buncis terhadap daya regenerag sebsel P pankreas @a fikus diabetes. Pengaruh aloksan terbdap perubahan morfobgis pulau langehans juga
dipelajari.
BAHAN DAN METOOE Pembuatan preparai histologis dilakukan di Laboratonurn Patologi Balai Peditian Veteriner Bwor dan pengamatan rnorfdogis pankreas rnenggunakan mikroskop cahaya difakukan di Laboratonurn Histdogi FKH IPS.
Penyiapan Ekstmk dan Hewan Percotasan Penyiapan ekstrak alkohd dan fraksi buncis diuraikan pada halaman 36.
Dosis ekstrak dan metformin yang digunakan-masing-masing300 mglkg BB dan 200 mglkg BB. lnduksi diabetes (ip) dilakukan dengan aloksan dasis 125 mglkg
BE3 untuk menghasilkan tikus diabetes secfang dan dosis 175 mglkg BB untuk menghasilkan tikus diabetes parah (halaman 52). Tikus dipilih secara amk dan dikelornpdckan seperti pada Tabel 23.
Tabel 23.Pengdmpokan tikus untuk pengujiin histologi
Kdompok Tikus
Pedakuan
Nwmal (n=15)
Hiperglikemik Diabetes sesaat (n- 15 ) . sedang (n= 15)
Sdin
NS
-
Ekstrak buncis
NA
HA
-
-
Metformin Freksi A-6
Fraksi A-4
1
DS DA
-
Diabetes parah (n=5) DS
-
DM
-
A-6 A-4
Pembuatan Pmparat Histopatomi Organ pankreas diambil secepat mungkin setelah tikus dibunuh dan difiksasi
dalam larutan Bouin &ma
24 jam (Cardinal, Alhn dan Cameron Cardinal,
1998). Sam@ ditanam
dalam paraplas clan dipotong menggunakan mikmtom
-
5 mikrometer. Prosedur penyiapan sampel jaringan
dengan ketebhn 3
selenglcapnya diuraikan pa& Lampiran 2. Selanjutnya sarnpel jaringan diwamai dengan met&
pewamaan Hematoksilin Eosin dan pewamaan dengan
Krmium Hernatoksilin Floksin (Gomori, 1943 Oakm Humason, 1972) yang dimodfikasi (Lampiran 3). Pengukuran Kadar Glukosa Metode enzimatik glukosa oksidase-peroltsidase (Kil glukosa, Human,
derman) digunalran untuk menentukan kadar glukosa darah. Absotbansi sampel diukur =ra
spektrofotOMetri pada panjang gelambang 546 nrn (halaman 53)
HASIL Morfologis Pankreas Tikus Normal Pubu Langerbans merupalran suatu dusters dafl kelenjar endokrin yang
tersebar di sepanjang kelenjar eksokrin pankreas dan banyak dilalui oleh kapder-kapiler darah. Dabm pewamam HE maupun Gomori pulau Langehns tampak lebih p u d dibanding keienpr eksdrrin disekefilingnya. Pada tikus
normal yang mendapat salin terlihat bahwa jumbh pulau relatrf lebih banyak
(Gambar 29A) dibanding tikus diabetes (Gambar 30-31). Karena dalam satu lapang pandang pada pankreas tikus normal rnasih diiemukan lebih dari dua pulau, sedangkan dalam pankreas tikus diabetes kadang-kadang tidak satupun pulau yang dapal diiernukan.
Gambar29. h&w%b@pmZHsusnMpeda ~ ~ ~ r r ~~) dm 1214 x(B, HE), Pukw lm@wbmbervmm bbih (L;)clibgndirrgrn@*-,-cr.()dan*
P lm-
(
A
i
,
Gambar 30. Tanda
menunjukan sel mengalami amyloidosis (A.1214 x) dan
sel-sel fl yang piknasis (B, 2428 x) pada pulau Langerhans tikus diabetes sedang dengan pewamaan HE.
Gambar 31. Pmtmhm molfokylii pPrIau bm&ms Ukus d i i parah. Tanda panah (I)merrunjukan set yang meng4smi b-rsulitisparah (A, 1214x, C;iornorl ), neheis sekel p (B, 1214x, HE) dan wakuolfsasi @&plasma(C, 2 4 2 8 ~HE).
Pada tikus diabetes parah dengan kadar gluksa 2 400 mgldL, jurnlah pubu yang dapat ditemukan sangat terbatas dan sebagian besar seCsel
daiam puku
mengalami beragam kerusakan. lnfrArasi limfosis (insulitis) tejadi pada tikus
dengan kadar giukosa 425 mglkg BB (Garnbar 31A). pecahnya sejurnlah inti sel fl(kafyoreksis) dan nekKlsis tedihat pada tikus dengan War glukosa 706 mgkg 66 (Gambar 3jBj dan tiegranuiasi yang menghasiikan vakuoiisasi sitopbsma
terlihat pada tikus dengan M a r glukosa 800 mgkg BB (Garnbar 31 C).
Dari hasil ini juga diketahui bahwa pada diabetes parah harnpir tidak dapat ditemukan danya seCsel
P yang masih normal tetapi sejumlah sel-sel a masih
dtemukan temtama pa& bagian perrfer pubu Langehans.
Efek Ekstrak Buncis Terhadap Perubaham Morfologis Pankms Elrstrak bunas dengan dosis 300 mglkg BB yang diberikan pada tikus normal
maupun tikus hiperglikemik induksi giukosa secara umum #ak menyebaMtan kelainan s w t k pada morfologis pubu Langerhans pankreas (Garnbar 32/44). SeCsel di dalam putau Langerhans relatif padat dan rdatif tidak berbeda dengan
garnbamn histologis tikus normal salin (Gambar 29). Efek ekstrak bunds terhadap penrbahan mwbkgis paokreas pada tikus
diabetes sedang lebih baik dibanding salin maupun mefformin. SeCsd di dalam
pufau LangeFhans terlihat kbih padat (Gambar 33A) dibanding tikus diabetes
salin {Garnbar 30) atau metformin (Gambar 338). Tetapi sejurnlah sel yang mengalami nekrosis dan inflamasi pada tikus yang rn-
eksfrak bunas
masih ditemukan meskipun relatif kedl dibanding tikus yang tdah diberi
meffomin 200 mgkg 00. Secara kualibtif hal ini menggambarkan danya peningkatan jumlah sd yang lebih banyak terutama sel-set
0.
Ketika ekstrak bunus diujikan pada tikus
Gambar 32. Penrbahan monOlogL puiau Langerbm patfa t&jls normal yang men&@ &&ak bunds (A,t2$4x) dan pada tikw h i l b m i k (8,7214~)denga pewamaan HE.
Gambar 33. Pembahan mwbkagts pulau Cangmhms pada tihs diabetes rPedansyang~pert-buncfs(A)~metfwmin(B). Tmda panah (#) mmunjukkan seJ nekmais(Aj clan insurtt'is @I. Pawamam Oomofl pada pmbesam 12.14~
hipersekresi yang mengakibatkan terjadi perubahan morfotogis pada pulau Langehans seperti insulitis, degrandasi dan lisis (Gambar 31) sehingga hampir
tidak dapat ditemukan seCsel
yang masih nampak normal. Perubahan seperti
ini juga banyak ditemukan pada pankreas penderita diabetes tip-1 , o k h karena
itu tikus diabetes parah sangat relevan untuk dlgunakan sebagai modd diabetes tipe-I . Sernentara pada tikus diabetes sedang tingkat kerusakan yang teqadi pada
pulau Langerhans relatif kbih ringan dibanding kondisi tikus diabetes parah, karena masih ditemukan sejumlah sel-sel $ dalam pulau Langerhans yang tetap
nampak normal (Gambar 30). Gambaran secara histdogis menunjukkan bahwa amyloldosis dan prknosis merupakan kelainan yang dijumpai pada pulau
Langerhans tikus diabetes sedang. Amylold pada pulau Langerhans merupakan
ciri patogenesis yang ditemukan pada penderita diabetes t i p 2 (Hoppener, 2000). Bedasarkan hasil ini dimungkinkan untuk menggunakan tikus diabetes
sedang sebagai modd diabetes ti-2.
Efek ekstrak buncis terhadap perubahan morfologis pankreas pada tikus diabetes parah berbeda dibanding pa& tikus diabetes sedang. Ekstrak buncis dengan dosis 300 mgkg BB yang diberikan pada tikus diabetes parah
nampaknya tidak menghasilkan phaikan yang cukup signifikan terhadap kerusakan sel-sel f3 pankreas karena sebagian besar sel tetap mengalami
nekrosis dan karyoreksis (Gambar 34).
Dalam kondisi ini dimana sebagian besar sel-sel p telah wsak maka kemungkinan tejadinya regenerasi seCsel p pankreas sangatlah kecil. Kandungan bahan aktif dalam ekstrak yang digunakan dipetkirakan tidak
mampu menahan kerusakan seFsel pulau hngerhans pankreas yang bersifat progresif.
Pada tikus diabetes sedang efek ekstrak buncis tedihat lebih baik dibanding
tikus diabetes salin karena seCsel di dabm pulau Langebns terlihat bbih padat (Gamhar 33).
Fakta ini memben'kan beberap kemungkinan tentang peranan buncis
p pulau Langehms, diintaranya :
terhadap perbaikan &sel
1. MerMmulad rpgemmsi seJ-sel
panhms Tikus diaktes sedarrg masih
memiliki sejumbh sel-sel p y m g tetap normal sehingga memungkinkan tejadinya regenerasi sel-sel
fl yang masti acfa melalui proses mitosis atau
rneIalui pembentukkarr pubu baru dengan cara pdiferasi dan differensiasi endokrin dari seCsel dudaldan oWWar. Menurut Watkins (981) I proses ini sangat jarang tetjadi k d i ada stimulator yang cukup kust unfuk memicu
Buncis kemungkinan berperan sebagai salah safu
tejadinya regen-.
stimulator.
2. M-muasi
ihwhh. Bun& menstimuhsi seCsel $ yang masih
sek&
berfungsi untuk mensekresi insulin kbih banyak, tetapl sekresi yang berlebihan akan menghasilkan keadam hpertrofi pada polau Lange-s. 3.
Mmgf?ambatprases kemakan s e l - d 19. Buncis dipskimkm menghambat proses kerusakan sel-sel fl sehingga sel f3 yang tersisa mash tetap berfungsi.
4. E M su'm~$antam
sebd B dan bahan
buncis. Aksi sinergi antara
bahan akM yang terkandmg dalam bun& dan set& diduga
dapat
menghasdkan perbaikan p -t
p yang masih ada morfdogis pubu
Langerhans pankreas.
Sahh satu tumbuhan yang telah d i j a w berpatensi menirogkatkan jumlah s e w @ pan-
adalah pare
&am& yang diujikan pada tikus
I-.
,a
...-,--.
rwwan
UUI IUJ II 1-11
rerapl Jumlannya Elaln
i ~ G L U uiie~ ~ II U W I ~
lebih kecil dibanding tikus diabetes d i n .
Metformin sebagai obat pembanding tidak menunjukkan ketahanan secara betarti terhadap kemsakan sel karena insulitis parah tetap terlihai walaupun
tikus tebh mendapat d o r m i n dosis 200 mglkg BB. Hal ini tejadi karena mekanisme keja metfmin bukan melalui stimulasi seI-sel
P pankreas
mebinkan berpengamh temadap keja insulin dan menufunkan produksi glukosa hati.
KESIMPULAN Perubahan m o w i s pulau Langerhans pada tikus diaktes pamh antara
kin benrpa insulifis, karyoreksis. degranufasi dan vakudisasi sitopfasma. Sedangkan pada tikus diabetes sedang kehinan puhu yang dijumpai berupa
amyloidosis dan piknosis.
rnorfdogis pulau Lange-ns
tikus diabetes parah reW kecil dibanding
pengaruh buncis pada fikus diabefes saelang. Seam histdogis kepadafan seC
sel dahm pulau yang mendapat eksfrak buncis kbih baik dibanding metformin