PENGARUH APLIKASI Methylobacterium spp. TERHADAP VIABILITAS BENIH BUNCIS (Phaseolus vulgaris L.) SELAMA PENYIMPANAN
oleh : Aida Fitri Viva Yuningsih A34403036
PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
PENGARUH APLIKASI Methylobacterium spp. TERHADAP VIABILITAS BENIH BUNCIS (Phaseolus vulgaris L.) SELAMA PENYIMPANAN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
oleh : Aida Fitri Viva Yuningsih A34403036
PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
RINGKASAN AIDA FITRI VIVA YUNINGSIH. Pengaruh Aplikasi Methylobacterium spp. terhadap Viabilitas Benih Buncis (Phaseolus vulgaris L.) Selama Penyimpanan (Di bawah bimbingan ENY WIDAJATI dan SELLY SALMA) Penelitian
ini
bertujuan
untuk
mengetahui
pengaruh
aplikasi
Methylobacterium spp. pada teknik seed coating (pelapisan benih) terhadap viabilitas benih buncis (Phaseolus vulgaris L.) selama penyimpanan. Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Petak Terbagi. Faktor pertama sebagai petak utama adalah periode simpan, yang terdiri dari 6 taraf: 0, 4, 8, 12, 16, dan 20 minggu. Faktor kedua sebagai anak petak adalah formulasi pelapis, yang terdiri dari 9 perlakuan: tanpa pelapis, Arabic gum + media Ammonium Mineral Salt (AMS), Arabic gum + tokoferol (200 ppm), Arabic gum + asam askorbat (350 ppm), Arabic gum + inokulan TD-J2, Arabic gum + inokulan TD-J7, Arabic gum + inokulan TD-J10, Arabic gum + inokulan TD-L2, dan Arabic gum + inokulan TD-TPB3. Benih yang digunakan dalam penelitian ini adalah Varietas Kencana. Kadar air benih mengalami peningkatan yang nyata mulai dari periode simpan 4-20 minggu. Perlakuan pelapisan benih menunjukkan laju peningkatan kadar air benih yang nyata lebih lambat dibandingkan dengan benih tanpa pelapis. Hasil penelitian menunjukkan sampai dengan periode simpan 20 minggu benih buncis tidak menunjukkan penurunan viabilitas secara nyata baik pada benih tanpa pelapis maupun dengan perlakuan pelapis, dengan nilai DB rata-rata 93%, nilai PTM sebesar 98.74%, dan nilai BKK sebesar 1.67g. Perlakuan
pelapis
dengan
isolat
Methylobacterium
spp.
belum
menunjukkan pengaruh nyata terhadap vigor benih buncis, karena benih tanpa perlakuan pelapis (kontrol) masih menunjukkan vigor yang tinggi hingga periode simpan 20 minggu. Ada beberapa isolat yang mempengaruhi vigor benih buncis, isolat TD-J2 menunjukkan nilai IV tertinggi sebesar 71.33% dan isolat TD-J10 menunjukkan nilai KCT tertinggi sebesar 19.97%/etmal pada akhir penyimpanan (20 minggu).
LEMBAR PENGESAHAN Judul
: PENGARUH
APLIKASI
Methylobacterium
spp.
TERHADAP VIABILITAS BENIH BUNCIS (Phaseolus vulgaris L.) SELAMA PENYIMPANAN Nama
: Aida Fitri Viva Yuningsih
NRP
: A34403036
Menyetujui, Dosen Pembimbing Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. Ir. Eny Widajati, MS NIP. 19610106 198503 2 002
Dra. Selly Salma, MSi NIP. 19630714 1999003 2 001
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 19571222 198203 1 002
Tanggal lulus:
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Ciamis, Jawa Barat, pada tanggal 5 Juni 1984. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Daeng Sukarya dan N. Mukhlisoh. Penulis mengawali pendidikan formal di SD Negeri II Lelea Indramayu pada tahun 1991. Penulis melanjutkan pendidikan menengah pertama di SLTP Negeri 2 Sindang Indramayu dan lulus pada tahun 2000. Penulis menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMU Negeri 1 Sindang Indramayu pada tahun 2003. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Pemuliaan Tanaman dan Teknologi Benih, Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, melalui jalur Undangan Seleksi Masuk (USMI). Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah aktif sebagai anggota organisasi intrakampus, seperti LDK DKM AL Hurriyyah, LDF FKRD-A, LDD Al Falah, dan Organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA) Indramayu. Selain itu, penulis pernah aktif sebagai Senior Resident Asrama TPB IPB dari tahun 2006 sampai dengan 2008 dan menjadi Asisten Pendidikan Agama Islam selama dua semester pada tahun ajaran 2005/2006 dan 2006/2007.
KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kekuatan dan kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan menyusun karya ilmiah ini, yang berjudul Pengaruh Aplikasi Methylobacterium spp. terhadap Viabilitas Benih Buncis (Phaseolus vulgaris L.) Selama Penyimpanan. Selama menyelesaikan penelitian dan menyusun karya ilmiah ini, penulis banyak mendapatkan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan terimakasih kepada: 1.
Dr. Ir. Eny Widajati, MS dan Dra. Selly Salma, MSi selaku Dosen Pembimbing atas arahan dan bimbingan selama penelitian dan penulisan karya ilmiah ini.
2.
Dr. Ir. Faiza C. Suwarno, MS selaku Dosen Penguji atas saran dan kritik dalam penyusunan dan perbaikan karya ilmiah ini.
3.
Keluarga tercinta; kedua orang tua, pahlawan hidupku. Bayu dan Ramdhan, kedua adik yang kubanggakan, serta keluarga besar di Ciamis dan di Indramayu yang senantiasa memberikan dukungan dan doa tanpa henti.
4.
Kakek yang selalu mencintaiku, H. Mahfudz. Semoga Allah SWT mempertemukan kita kembali.
5.
Ir. Endang Sjamsudin, M.Agr sebagai Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan bimbingan dan motivasi.
6.
Seluruh staf dan laboran Departemen Agronomi dan Hortikultura yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan studi di IPB.
7.
Seluruh staf dan laboran Mikrobiologi Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian (BB BIOGEN) Cimanggu, Bogor yang telah membantu penulis selama penelitian.
8.
Seluruh dosen Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan ilmu, bimbingan, dan pengajaran berharga sebagai bekal untuk masa depan.
9.
Kepala Badan Pengelola Asrama Tingkat Persiapan Bersama (BPA-TPB), Dr. Ir. Bonny P. W. Soekarno, MS beserta seluruh staf, terimakasih atas dukungan dan kemudahan yang telah diberikan.
10. Seluruh senior resident (SR) Asrama TPB IPB, teristimewa SR angkatan 2006/2008 (Alvira, Anni, Aris, Arum, Aryo, K’Asep, Bram, K’Budi, Dedi, K’Desna, Desi, Dian, Eni, Evrin, Febri, Fherdes, Firdaus, M’Gusti, Helmi, Hesti, Icha, Ila, K’Izul, Kartika, Mala, Mukhtar, Nia, Noer, Patma, M’Rini, Sofiyan, Tiwie, Usman, Wacih, dan Zepri), terimakasih atas cinta, inspirasi, kehangatan dan semangat keluarga yang diberikan setiap saat. 11. Adik-adik terbaik; Demy, Aisyah, Irma, Listiana, Yusnia, Arifah, Leni, Heni, Rifi, Dhini, Nana, Aria, Yuli, Dhiyau, Ochie, dan Eva, terimakasih atas semangat dan pengertian yang telah diberikan. 12. Sahabat setia; Ria, Zahro, Heni, Nyimas, Ari, Dian, Tedi, dan Arya, terimakasih telah menjadi pendengar yang baik. 13. Keluarga kecilku, terimakasih atas harmoni, binaan, dan semangat hidup dalam kebaikan. 14. Adik-adik Asrama Puteri TPB IPB Angkatan 43 dan 44 atas doa-doa terbaik dan kata-kata penyemangat. 15. Teman-teman Asrama Putri dan keluarga mahasiswa Indramayu yang telah membagi keceriaan dan pengalaman. 16. Teman-teman PMTB dan AGH angkatan 40, 41, dan 42 terimakasih atas kebersamaan selama studi di IPB. 17. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan karya ilmiah ini. Akhirnya, semoga karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat yang baik bagi civitas akademika dan bagi para pembaca. Bogor, Agustus 2009
Penulis
DAFTAR ISI Halaman PENDAHULUAN Latar Belakang ………………………….…………………………... Tujuan ……………………………………….……………………… Hipotesis ………………………………….……………………........
1 1 3 3
TINJAUAN PUSTAKA ……………………………….…………………..... 4 Buncis ……………………………………………………………… 4 Kemunduran Benih Selama Penyimpanan ……………………….… 5 Pengaruh Antioksidan terhadap Viabilitas Benih ………….……...... 6 Pelapisan Benih (Seed Coating) ……………….………………........ 8 Aplikasi Mikroba dalam Teknologi Benih ………………………..... 10 BAHAN DAN METODE ………………….………………………………... Waktu dan Tempat ……………………………………………......... Bahan dan Alat ………………………….………………………...... Metode Penelitian …………………….…………………………...... Pelaksanaan Penelitian ……………………………...........................
13 13 13 14 15
HASIL DAN PEMBAHASAN ……………….…………………………….. Pengaruh Perlakuan Periode Simpan dan Formulasi Pelapis terhadap Kadar Air Benih ................................................................... Pengaruh Perlakuan Periode Simpan dan Formulasi Pelapis terhadap Viabilitas Total dengan Tolok Ukur Potensi Tumbuh Maksimum dan Berat Kering Kecambah ………….……....…...…... Pengaruh Interaksi Periode Simpan dan Formulasi Pelapis terhadap Viabilitas Potensial dengan Tolok Ukur Daya Berkecambah ....…… Pengaruh Interaksi Periode Simpan dan Formulasi Pelapis terhadap Vigor Kekuatan Tumbuh dengan Tolok Ukur Kecepatan Tumbuh dan Indeks Vigor ...……………...………………...………………...
20
KESIMPULAN ……………………………………….……………………..
31
20 22 25
27
SARAN ……………….………………………………….………………….. 31 DAFTAR PUSTAKA ……………………………….….…………………… 32 LAMPIRAN ……………………………………...………………………….
36
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman Teks
1.
Komposisi Bahan Kimia Media Kultur Bakteri untuk Volume 1 Liter ......
16
2.
Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Perlakuan Periode Simpan dan Formulasi Pelapis terhadap Viabilitas dan Vigor Benih Buncis ….……… 20
3.
Pengaruh Periode Simpan terhadap Rata-rata Kadar Air Benih Buncis ….
4.
Pengaruh Formulasi Pelapis terhadap Rata-rata Kadar Air Benih Buncis .. 22
5.
Pengaruh Periode Simpan terhadap Rata-rata Berat Kering Kecambah Buncis …………..……………….………………………………….….…. 24
6.
Pengaruh Interaksi Periode Simpan dan Formulasi Pelapis terhadap Ratarata Daya Berkecambah …...……………….………………………..…… 26
7.
Pengaruh Interaksi Periode Simpan dan Formulasi Pelapis terhadap Ratarata Kecepatan Tumbuh Benih Buncis .......…………..………...…..…….. 28
8.
Pengaruh Interaksi Periode Simpan dan Formulasi Pelapis terhadap Ratarata Indeks Vigor Benih Buncis …………………….……..……..…….… 29
21
Lampiran 1.
Sidik Ragam Pengaruh Periode Simpan dan Formulasi Pelapis terhadap Kadar Air Benih Buncis .……………………...………..………………… 37
2.
Sidik ragam Pengaruh Periode Simpan dan Formulasi Pelapis terhadap Tolok Ukur Potensi Tumbuh Maksimum Benih Buncis ……………...….. 37
3.
Sidik Ragam Pengaruh Periode Simpan dan Formulasi Pelapis terhadap Tolok Ukur Berat Kering Kecambah Buncis ...………………...………… 37
4.
Sidik Ragam Pengaruh Pereiode Simpan dan Formulasi Pelapis terhadap Tolok Ukur Daya Berkecambah Benih Buncis ….…………………...…... 38
5.
Sidik Ragam Pengaruh Periode simpan dan Formulasi Pelapis terhadap Tolok Ukur Kecepatan Tumbuh Benih Buncis ….…………………...…... 38
6.
Sidik Ragam Pengaruh Periode Simpan dan Formulasi Pelapis terhadap Tolok Ukur Indeks Vigor Benih Buncis …..…………………..…………. 38
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman Teks
1.
Koloni Methylobacterium sp. ……………………………………..…... 11
2.
Benih Buncis Varietas Kencana …………………...…..……………… 13
3.
Bagan Pelaksanaan Penelitian ……………………..…..……………… 15
4.
Benih Lapis (Coated Seed) ………………………...……..…………… 17
5.
Pengaruh Periode Simpan terhadap Rata-rata Potensi Tumbuh Maksimum Benih Buncis ………………..…...……………………….. 23
6.
Pengaruh Formulasi Pelapis terhadap Rata-rata Potensi Tumbuh Maksimun Benih Buncis ………..…………...….……………………. 23
7.
Pengaruh Formulasi Pelapis terhadap Rata-rata Berat Kering Kecambah Buncis ……………………...……………..……………….. 25 Lampiran
1.
Inokulan Methylobacterium spp. pada Media Padat dan Media Cair …
39
2.
Suspensi Arabic Gum + Inokulan Methylobacterium spp. ..............…... 39
3.
Benih dalam Kemasan Plastik Polyethylene …..………………………
40
4.
Kecambah Normal Buncis ……….……………...…………………….
40
5.
Kecambah Abnormal Buncis ……….…………………………………
40
PENDAHULUAN Latar Belakang Tanaman buncis (Phaseolus vulgaris L.) adalah tanaman hortikultura yang dikenal sebagai sayuran buah. Buncis biasanya dikonsumsi dalam bentuk polong segar, biji kering, kecambah, dan daun mudanya. Kandungan gizi dalam buncis terdiri dari protein, karbohidrat, lemak, serat, vitamin, dan beberapa mineral yang penting. Produksi buncis nasional mengalami fluktuasi selama lima tahun terakhir. Tahun 2002 sampai dengan 2005 terjadi peningkatan produksi dari 230.020 ton menjadi 283.689 ton. Namun pada tahun 2006 produktivitas buncis menurun menjadi 269.532 ton dan kembali menurun menjadi 266.790 ton pada tahun 2007 (www.bps.go.id, 2008). Sedangkan nilai kebutuhan konsumsi buncis mengalami peningkatan, buncis telah dijadikan sebagai produk pertanian yang bernilai ekonomis karena diproduksi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, buncis juga dijadikan sebagai komoditas ekspor. Konsumsi perkapita buncis tiga tahun terakhir (2003-2006) mencapai 0.94 kg/tahun, sedangkan volume ekspor komoditas buncis mengalami peningkatan selama dua tahun terakhir mencapai 518.343
kg
pada
tahun
2005
dan
1.357.607
kg
pada
tahun
2006
(www.hortikultura.deptan.go.id, 2008). Budidaya produk pertanian akan selalu terkait dengan ketersediaan benih, baik dalam hal kualitas, kuantitas, maupun kontinuitasnya. Benih tanaman budidaya memerlukan penyimpanan yang baik dari saat panen sampai masa tanam berikutnya. Penyimpanan benih perlu dilakukan untuk mempertahankan mutu benih dan menekan laju kemunduran benih. Permasalahan terbesar dalam penanganan benih buncis adalah cepatnya penurunan viabilitas benih selama penyimpanan. Benih buncis cenderung tidak tahan disimpan lama karena kandungan asam lemak tak jenuhnya tinggi. Setiap 100g buncis mengandung 0.2% lemak, 6.2% protein, dan 63% karbohidrat (Duke, 1983). Menurut Priestley (1986) dalam Lumbanraja (2006) penurunan viabilitas benih selama penyimpanan kemungkinan disebabkan adanya oksidasi lemak yang menghasilkan radikal bebas yang dapat memperpendek masa simpan benih.
Peningkatan kualitas benih perlu dilakukan untuk mempertahankan benih dari laju kemunduran, salah satunya dengan memberikan perlakuan sebelum simpan. Pelapisan benih atau seed coating sebagai teknik peningkatan performa benih dinilai sangat efektif, karena tidak hanya dapat memperbaiki penampilan benih, juga dapat meningkatkan daya simpan, mengurangi resiko tertular penyakit dari benih di sekitar lingkungannya, dan dapat digunakan sebagai pembawa zat aditif, seperti antioksidan, antimikroba, mikroba antagonis, zat pengatur tumbuh, dan zat dengan potensial osmotik (Ilyas, 2003). Berdasarkan penelitian Setiawan (2005) penggunaan pelapis dengan formulasi Arabic gum, zat pewarna dan fungisida dapat meningkatkan viabilitas benih cabai merah. Pertanian masa depan adalah pertanian yang berbasis organik, yaitu mengandalkan berbagai bahan alami dan menghindari masukan bahan sintetik. Namun, kendala yang sering terjadi adalah rendahnya hasil produksi dan rentan terhadap serangan patogen. Menurut Isroi (2005) masalah tersebut dapat teratasi dengan memanfaatkan teknologi berbasis mikroba yang diambil dari sumbersumber kekayaan hayati. Beberapa penelitian telah membuktikan ada sebagian mikroba memiliki peranan yang menguntungkan bagi pertanian, salah satunya adalah Methylobacterium spp., yang diklasifikasikan sebagai PPFM (Pink Pigmented Facultative Methylotropic). He et al. (2003) menyatakan bahwa Methylobacterium spp. diduga mampu menghasilkan pyrroloquinolinequinon (PQQ), yang memiliki karakteristik sebagai vitamin dan antioksidan. PQQ adalah molekul organik yang ditemukan pada bakteri sebagai kofaktor redoks. Diduga keberadaan PQQ dapat menghambat proses kemunduran benih. Kemunduran yang disebabkan oksidasi lemak dapat dicegah dengan pemberian substrat penangkap radikal bebas secara eksogen seperti tokoferol maupun antioksidan lainnya (Bewley dan Black, 1986). Penelitian Suherman (2005) pada bunga matahari yang telah disimpan, dengan memberikan perlakuan antioksidan asam askorbat 250 ppm dan tokoferol 150 ppm dapat meningkatkan kembali viabilitasnya. Hasil penelitian Yullianida (2005) pada jenis benih yang sama, dengan perlakuan matriconditioning + kurkumin 4.17% terbukti mampu mempertahankan viabilitas benih hingga dua bulan. Perendaman asam askorbat
350 ppm dan curcuma 150 ppm pada benih pepaya dapat mempertahankan viabilitas dan vigor benih sampai dengan 9 minggu periode simpan (Lumbanraja, 2006). Dengan adanya informasi mengenai pemberian antioksidan yang dapat memperlambat terjadinya proses kemunduran memberikan suatu kemungkinan untuk mengatasi rendahnya daya simpan. Bertitik tolak dari permasalahan di atas dan hasil penelitian sebelumnya, maka perlu dilakukan penelitian perlakuan Methylobacterium spp. sebelum masa simpan pada teknik seed coating sebagai upaya untuk menghambat proses deteriorasi benih buncis selama penyimpanan. . Tujuan Penelitian Penelitian
ini
bertujuan
untuk
mengetahui
pengaruh
aplikasi
Methylobacterium spp. sebelum simpan yang diinkoorporasikan pada teknik pelapisan benih (seed coating) terhadap viabilitas benih buncis (Phaseolus vulgaris L.). Hipotesis 1. Terdapat keragaman pengaruh dari isolat bakteri terhadap viabilitas benih buncis. 2. Terdapat pengaruh periode simpan terhadap viabilitas benih buncis. 3. Terdapat pengaruh interaksi jenis isolat bakteri dan periode simpan terhadap viabilitas benih buncis.
TINJAUAN PUSTAKA Buncis Buncis (Phaseolus vulgaris L.) diketahui sebagai tanaman introduksi. Plasma nutfah buncis berasal dari Mexico-Guatemala bagian barat. Kultivar ini kemudian menyebar luas ke sebagian wilayah tropis, subtropis dan beriklim sedang. Buncis merupakan produk pangan polong-polongan yang paling penting diseluruh Amerika Latin dan sebagian wilayah Afrika (Kay, 1979). Tanaman buncis termasuk tanaman semusim yang dibedakan atas dua tipe pertumbuhan, yaitu tipe merambat dan tipe tegak. Benih buncis yang ada saat ini menunjukkan variasi yang beragam dalam hal bentuk, ukuran, dan warna. Bentuk benih buncis seringkali oblong, lonjong, dan menyerupai ginjal. Perbandingan antara panjang, lebar, dan ketebalan benih buncis juga beragam. Variasi warna benih buncis, diantaranya putih, kuning tua, coklat, putih gading, ungu gelap, hitam, abu-abu, varigata dan kuning pucat. Hilum benih buncis berbentuk oblong dan elips, dengan panjang 2-3.5 mm, umumnya berwarna putih dan kadang ditemukan lingkaran menyerupai cincin yang berwarna gelap. Bobot seratus butir benih buncis kira-kira 20-60 g (Kay, 1979). Benih buncis termasuk benih ortodoks, yaitu kelompok benih yang dapat mempertahankan diri dan tahan disimpan pada kadar air yang rendah. Menurut Ells dan Bass (2007) benih buncis dapat disimpan sampai jangka waktu tiga tahun dengan minimum perkecambahan 70%, pada kondisi ruang simpan yang kering, yaitu dengan kelembaban udara di bawah 8% dan suhu di bawah 40oF (4.44oC), serta pada kondisi kadar air benih rata-rata di bawah 8%. Buncis diperbanyak secara generatif. Perkecambahan benih buncis termasuk tipe epigeal, yaitu apabila kotiledon yang berfungsi menyuplai nutrisi untuk pertumbuhan, bergerak naik menembus permukaan tanah. Suhu optimum untuk perkecambahan benih buncis adalah 25-30oC, apabila suhu kurang dari 10oC dan di atas 35oC tidak memungkinkan terjadinya perkecambahan. Pada kondisi yang baik, kemunculan kecambah dapat berlangsung dalam 7-12 hari (Sentra IPTEK, 2007).
Kemunduran Benih Selama Penyimpanan Penyimpanan benih bertujuan untuk mempertahankan viabilitas benih dalam periode simpan sepanjang mungkin sampai benih tersebut ditanam kembali. Menurut Justice dan Bass (2002) umur simpan benih dipengaruhi oleh sifat benih, kondisi lingkungan dan perlakuan manusia. Sedangkan daya simpan individu benih dipengaruhi beberapa faktor, yaitu: pengaruh genetik, kondisi sebelum panen, struktur dan komposisi kimia benih, benih keras, ukuran benih, dormansi benih, kadar air benih, kerusakan mekanik, dan vigor benih. Selama penyimpanan, benih akan mengalami kemunduran (deteriorasi). Sadjad (1993) menyatakan bahwa proses kemunduran benih selama periode simpan terjadi secara alami dan berkaitan dengan waktu, sedangkan kemunduran fisiologis disebabkan oleh faktor lingkungan. Hal ini berarti bahwa semakin lama benih disimpan, maka benih akan mengalami kemunduran dan dapat dipercepat laju kemundurannya oleh kondisi lingkungan penyimpanan. Proses kemunduran benih tidak dapat dihindari tetapi dapat diperlambat laju kemundurannya. Lama penyimpanan sangat berpengaruh terhadap viabilitas dan vigor benih. Viabilitas adalah kemampuan benih untuk hidup, yang ditunjukkan oleh gejala pertumbuhan atau gejala metabolismenya (Mugnisjah et al.,1994). Menurut Sadjad (1993) penurunan viabilitas benih merupakan gejala mundurnya mutu fisiologi benih yang menimbulkan perubahan dalam benih secara fisiologis, sitologis, dan biokimia benih. Indikasi kemunduran benih dapat diketahui secara biokimia dan fisiologi. Menurut Justice dan Bass (2002) indikasi fisiologis kemunduran benih dicirikan dengan penurunan laju pertumbuhan perkecambahan dan dihasilkannya kecambah-kecambah yang lemah, berakar kecil dan abnormal. Sedangkan indikasi biokimiawi, kemunduran benih ditunjukkan dengan terjadinya penurunan cadangan makanan, peningkatan kandungan asam lemak, berkurangnya aktivitas enzim, terjadi kerusakan membran, dan meningkatnya nilai konduktivitas. Sundari (2005) melaporkan hasil penelitiannya pada benih buncis Varietas Lokal Bogor yang disimpan dengan jenis kemasan dan tingkat kemasakan yang berbeda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa benih buncis yang disimpan dalam ruang simpan kamar (T=28oC, RH=56-84%) dengan kombinasi perlakuan jenis
kemasan aluminium foil dan benih yang dipanen pada 34 hsb mengalami peningkatan viabilitas sampai periode simpan empat bulan dengan nilai daya berkecambah tertinggi mencapai 99%, keserempakan tumbuh sebesar 61.92%, dan kecepatan tumbuh sebesar 31.34%/etmal. Viabilitas benih cenderung menurun setelah enam bulan masa simpan, tetapi masih menunjukkan nilai daya berkecambah yang tinggi, yaitu rata-rata 80%. Hasil penelitian Dewi (2005) menunjukkan bahwa benih buncis yang dipanen dari tanaman yang dipupuk dengan perlakuan kombinasi pupuk kandang dan NPK pada percobaan lapang, kemudian disimpan sampai dengan empat bulan belum mengalami penurunan viabilitas dengan nilai rata-rata daya berkecambah 97.94%, keserempakan tumbuh 59.93%, dan kecepatan tumbuh 26.36%. Pengaruh Antioksidan terhadap Viabilitas Benih Benih berkadar lemak tinggi cenderung tidak tahan disimpan lama, terutama bila kandungan asam lemak tak jenuhnya juga tinggi. Kerusakan lemak ditandai dengan timbulnya bau dan tengik karena adanya degradasi asam lemak tidak jenuh akibat proses autooksidasi (Winarno, 1989). Proses oksidasi yang terjadi selama penyimpanan dapat memutuskan ikatan rangkap asam lemak tak jenuh sehingga menghasilkan radikal-radikal bebas yang dapat bereaksi dengan lipida lainnya, sehingga menyebabkan rusaknya struktur membran sel (Justice dan Bass, 2002). Akumulasi radikal bebas menyebabkan kerusakan membran yang mengakibatkan terjadinya kebocoran elektrolit, sehingga berpotensi menurunkan viabilitas benih (Bewley dan Black, 1986). Pembentukan radikal bebas bisa terjadi karena adanya cahaya, panas, peroksida lemak, maupun hidroperoksida (Winarno, 1989). Daya tahan benih terhadap laju kemunduran, selain dipengaruhi oleh kondisi penyimpanan juga dipengaruhi oleh aktivitas enzim antioksidan. Secara fisiologi, timbulnya senyawa radikal akan diimbangi oleh mekanisme pertahanan endogen dengan menggunakan zat atau senyawa yang mempunyai kemampuan sebagai anti radikal bebas atau yang disebut juga antioksidan (Muchtadi, 2001). Hsu dan Sung (1997) dalam Lumbanraja (2006) melaporkan bahwa benih semangka yang mengalami kemunduran akibat terbentuknya peroksida asam
lemak tak jenuh dapat menurunkan aktivitas enzim antioksidan dalam benih dan menurunkan viabilitasnya. Penelitian Bailly et al. (2000) pada benih matahari dengan memberikan perlakuan osmopriming polyethylene glicol solution (PEG) 8000 dapat meningkatkan aktivitas enzim antioksidan superoksida dismutase (SOD), catalase (CAT) dan glutathione reductase (GR) yang dapat menghambat terjadinya
oksidasi
selama
perkecambahan
dan
mempercepat
periode
perkecambahan sebesar 60% dibanding perkecambahan benih tanpa perlakuan. Mekanisme kerja antioksidan terkait dengan struktur molekulnya yang dapat memberikan elektronnya secara cuma-cuma kepada molekul radikal bebas tanpa terganggu, sehingga dapat memutus reaksi berantai dari radikal bebas. Pemberian antioksidan pada perlakuan benih telah membuktikan bahwa terdapat antioksidan eksogen yang mampu meningkatkan kemampuan benih untuk menghambat proses kemunduran dan meningkatkan viabilitas serta vigor benih. Penelitian Yullianida (2005) dengan perlakuan antioksidan kurkumin (4.17%) pada teknik matriconditioning membuktikan bahwa perlakuan tersebut dapat mempertahankan viabilitas benih bunga matahari hingga periode simpan dua bulan. Penelitian Suherman (2005) dengan memberikan perlakuan asam askorbat 250 ppm pada benih bunga matahari dapat meningkatkan persentasi perkecambahannya. Penelitian Sulistiyorini (2005) dengan memberikan perlakuan α-tokoferol 200 ppm terbukti dapat meningkatkan vigor benih kapas. Hasil penelitian Lumbanraja (2006) menunjukkan pengaruh perendaman dengan asam askorbat 350 ppm dapat mempertahankan viabilitas dan vigor benih pepaya selama 9 minggu periode simpan. Menurut Muchtadi (2000) terdapat dua macam antioksidan, yaitu: antioksidan enzim dan antioksidan vitamin. Antioksidan enzim meliputi superoksida dismutase (SOD), katalase dan glutation peroksidase (GSH.Prx). Antioksidan vitamin mencakup α-tokoferol (vitamin E), beta karoten dan asam askorbat (vitamin C). α-tokoferol (vitamin E) merupakan antioksidan larut lemak yang berperan mencegah lipid peroksidasi dari asam lemak tak jenuh dalam membran sel. Adanya ikatan tak jenuh pada tokoferol menyebabkan senyawa ini mudah teroksidasi, sehingga dapat mereduksi radikal bebas lipidik lebih cepat daripada oksigen. Asam askorbat (vitamin C) adalah antioksidan larut dalam air,
berperan sebagai penangkap radikal bebas, regenerasi antioksidan larut minyak (vitamin E radikal), membantu metabolisme asam amino dan kalsium serta mereduksi produk oksidasi yang tidak diinginkan. Aktivitas asam askorbat menjadi lebih efektif jika dikombinasikan dengan α-tokoferol. Pelapisan Benih (Seed Coating) Pelapisan benih merupakan proses pembungkusan benih dengan zat tertentu yang bertujuan sebagai berikut: (1) meningkatkan kinerja benih selama perkecambahan, (2) melindungi benih dari gangguan atau pengaruh kondisi lingkungan, (3) mempertahankan kadar air benih, (4) menyeragamkan ukuran benih, (5) memudahkan penyimpanan benih dan mengurangi dampak kondisi ruang penyimpanan, (6) memperpanjang daya simpan benih (Kuswanto, 2003). Menurut Copeland dan McDonald (2001) ada dua tipe pelapisan benih yang telah dikomersialkan, yaitu seed coating dan seed pelleting. Perbedaan utama dari keduanya adalah ukuran, bentuk, bobot dan ketebalan lapisan yang dihasilkan. Ilyas (2003) menyatakan bahwa coating memungkinkan untuk menggunakan bahan yang lebih sedikit dan bentuk asli benih masih terlihat serta bobot benih hanya meningkat 0.1-2 kali. Sedangkan pelleting dapat mengubah bentuk benih yang tidak seragam menjadi bulat halus dan seragam serta dapat meningkatkan bobot benih hingga 2-50 kali. Pelapisan benih umumnya dilakukan dengan menggunakan alat berbentuk silinder (drum) yang diputar dengan kecepatan tertentu. Kecepatannya bervariasi tergantung pada diameter drum, yaitu antara 10-35 rpm. Benih dilapisi dengan campuran kombinasi binder (bahan perekat) dan filler (polimer, pestisida, agen biologi, zat pewarna, dan bahan aditif lainnya), sehingga pelapis bersifat erat, kuat, dan dapat mengaktifkan fungsi filler sebagai bahan tambahan penting (Taylor et al., 1998). Industri benih memutahirkan penggunaan teknologi pelapisan benih tradisional dengan teknologi rotary coating, untuk memperoleh tingkat efisiensi yang lebih tinggi dalam proses pelapisan, yaitu dengan meningkatkan kecepatan melapisi benih dan kehomogenan pelapis yang dihasilkan. Rotary coater dilengkapi dengan rotor yang berputar dengan kecepatan 25-150 rpm dan spinning disc yang berputar dengan kecepatan 1500-
6000 rpm, sehingga menciptakan aliran spiral partikel pelapis yang bergerak melapisi benih dengan sangat cepat (Incotec Co., 2008). Bahan pelapis yang digunakan untuk melapisi benih harus memenuhi persyaratan, antara lain; dapat mempertahankan kadar air benih selama penyimpanan, dapat menghambat laju respirasi, tidak bersifat toksik terhadap benih, bersifat mudah pecah dan larut apabila terkena air, bersifat porous, tidak mudah mencair, higroskopis, tidak bereaksi dengan pestisida yang digunakan dalam perawatan benih, bersifat sebagai perambat dan penyimpan panas yang rendah, harga relatif lebih murah sehingga dapat menekan harga benih (Kuswanto, 2003). Rushing (1988) dalam Copeland dan McDonald (2001) menyatakan bahwa polimer untuk pelapis benih idealnya memiliki karakter sebagai berikut: (1) larut dalam air, (2) memiliki nilai viskositas yang rendah, (3) memiliki konsentrasi yang tinggi pada kondisi padat, (4) memiliki pengaturan keseimbangan hidrofilik dan hidrofobik, dan (5) dapat membentuk lapisan tipis keras setelah dikeringkan. Desai et al. (1997) menyatakan bahwa bahan polimer untuk coating harus memiliki sifat adhesi yang baik, misalnya Arabic gum, dextran, methylcellulose, dan parafin. Menurut Copeland dan McDonald (2001) bahan pelapis yang digunakan harus kompatibel dengan benih, sehingga kualitas benih tetap terjaga dan proses perkecambahan tidak terganggu. Bahan kimia lain seringkali ditambahkan pada formulasi pelapis dengan tujuan meningkatkan performansi benih di lapangan, contoh bahan kimia tersebut yaitu; zat pengatur tumbuh atau hormon sintetik, zat hara mikro, mikroba, dan fungisida. Penelitian Dae Panie (2005) menunjukkan bahwa penambahan zat pewarna hijau dan GA3 pada formula coating Arabic gum dapat memberikan performansi fisik benih yang lebih baik dan dapat meningkatkan viabilitas benih cabai. Arabic gum sebagai pelapis benih Arabic gum atau gum Arab berasal dari getah atau eksudat yang dihasilkan tanaman akasia (Acacia sp.) sebagai respon karena adanya pelukaan pada tanaman tersebut yang disebut dengan gummosis (Chaplin, 2007). Pada zaman Mesir kuno Arabic gum digunakan untuk pengawetan mayat dan sebagai bahan campuran pelekat tinta. Arabic gum juga dikenal sebagai sumber serat dan berfungsi sebagai prebiotik (http://www.ticgums.com, 2007). Dalam industri benih, Arabic gum
digunakan sebagai bahan pelekat (binder) pada teknik pelapisan benih untuk mengeraskan permukaan pelapis/pellet, sehingga dapat mengurangi residu pada saat pengolahan selanjutnya. Arabic gum adalah senyawa komplek yang terdiri dari senyawa arabinogalaktan, oligosakarida, dan polisakarida. Keunggulan Arabic gum adalah dapat larut dalam air dingin, kelarutannya dalam air cukup tinggi (>50%), pengemulsi yang baik dan dapat menstabilkan emulsi, berviskositas rendah pada konsentrasi tinggi, dan memiliki pH berkisar antara 4.0-4.8 (Fennema, 1996). Aplikasi Mikroba dalam Teknologi Benih Penggunaan mikroorganisme dalam teknologi benih berkontribusi dalam peningkatan mutu benih. Keuntungan yang diperoleh yaitu untuk mengurangi pemakaian bahan-bahan kimia sintetik sehingga meminimalkan dampak kerusakan lingkungan. Selain itu, menurut Copeland dan McDonald (2001) perlakuan benih dengan menggunakan mikroba dapat melindungi tanaman tidak hanya pada tahap pembibitan atau persemaian, tetapi selama siklus hidup tanaman tersebut. Penelitian Kumalasari (2005) menunjukkan bahwa perlakuan invigorasi dengan agen biologi Bacillus polymixa dan Pseudomonas fluorescens mampu menekan pertumbuhan Colletotrichum capsici pada benih cabai. Jawson et al. (1989) dalam Copeland dan McDonald (2001) menyatakan bahwa bakteri Rhizobia yang digunakan dalam seed coating dapat meningkatkan nodulasi akar dan fiksasi biologi nitrogen. Hal ini memungkinkan penggunaan mikroba dalam teknologi benih, terutama perlakuan pasca panen untuk meningkatkan daya berkecambah dan daya tumbuh kecambah yang diperoleh dari benih yang kuat. Green (1999) dalam Gallego et al. (2005) menyatakan bahwa genus Methylobacterium termasuk kelompok bakteri tanah aerob, artinya selama pertumbuhannya dipengaruhi dan membutuhkan oksigen. Karakter lain dari bakteria ini, antara lain; bersifat Gram negatif, berbentuk batang, dan memiliki pigmen merah muda (pink), serta dapat hidup secara fakultatif di lingkungan metilotropik. Oleh karena itu, Methylobacterium sp. dikenal sebagai pinkpigmented facultative methylotrophic (PPFM) (Gambar 1). Menurut Pelczar dan Chan (1986) perbedaan antara bakteri Gram negatif dengan bakteri Gram positif
terletak pada kandungan lipid dan ketebalan dinding sel. Pada bakteri Gram negatif kandungan lipidnya lebih tinggi dan dinding selnya lebih tipis dibandingkan bakteri Gram positif. Perbedaan-perbedaan tersebut menyebabkan kedua kelompok bakteri ini memberikan respon yang berbeda terhadap perlakuan seperti pewarnaan dan tingkat resistensi terhadap antibiotik. Gallego et al. (2005) mempublikasikan bahwa sampai saat ini terdapat 18 spesies Methylobacterium.
Gambar 1. Koloni Methylobacterium sp. (Sumber: Kunkel, 2004) Salma et al. (2005) dalam Santoso (2007) menyatakan bahwa PPFM merupakan mikrobiota normal pada filosfer hampir semua jenis tanaman, lumut, dan paku-pakuan. PPFM memiliki kemampuan untuk mengkolonisasi di permukaan daun, karena bakteria ini dapat memanfaatkan senyawa karbon beratom tunggal seperti metanol yang diemisikan oleh stomata, melakukan fiksasi CO2 pada siklus karbon di alam, menambat N2 tanpa bersimbiosis atau berasosiasi dengan tanaman tertentu serta sebagai pelaku biodegradasi senyawa aromatik. Menurut Lidstrom dan Chistoserdova (2002) Methylobacterium sp. dapat menstimulasi perkecambahan benih dan pertumbuhan tanaman dengan cara memproduksi fitohormon. Ivanova et al. (2000) dalam Lidstrom dan Chistoserdova (2002) menyatakan bahwa PPFM menginduksi produksi hormon trans-zeatin atau sitokonin zeatin yang dapat menstimulasi pembelahan sel, meningkatkan perkecambahan dan perkembangan tumbuhan. Polacco (2002) menyatakan PPFM dapat dimanfaatkan untuk program preservasi, peremajaan benih-benih tua, meningkatkan mutu dan produktivitas, melindungi tanaman dari patogen, dan mampu menyediakan metabolit penting bagi benih.
Lee et al. (2006) mengemukakan bahwa benih padi yang diberi perlakuan Methylobacterium sp. menunjukkan peningkatan perkecambahan, meningkatkan nilai indeks vigor perkecambahan, dan bobot kecambah karena adanya akumulasi hormon viz trans-zeatin riboside, isopentenyladenosine, dan indole-3-acetic acid. Penelitian
Madhaiyan
(2006)
menunjukkan
bahwa
perlakuan
inokulasi
Methylobacterium sp. + Rhizobium sp. + Aspergillus niger/Sclerotium rolfsii pada benih kacang tanah secara signifikan meningkatkan persentase perkecambahan, vigor perkecambahan, dan meningkatkan kadar phenylalanine ammonia lyase (PAL) β-1,3-glucanase dan aktivitas peroxidase (PO). Pada penelitian tersebut ditemukan lima isozymes polyphenol oxidase dan PO pada Methylobacterium sp., yang dapat menginduksi aktivitas sistem resistensi terhadap patogen pembusuk. Respon ini memperkuat dugaan bahwa PPFM dapat dimanfaatkan sebagai agen biologi dalam teknik seed enhancements. He et al. (2003) menyatakan bahwa Methylobacterium spp. diduga mampu menghasilkan pyrroloquinolinequinon (PQQ), yang memiliki karakteristik sebagai vitamin dan antioksidan. PQQ efektif dalam melindungi mitokondria dari kerusakan akibat stres-oksidatif, yang dapat menginduksi peroksida lemak, pembentukan protein karbonil, dan menonaktifkan fungsi mitokondria. Ohwada et al. (2007) melaporkan bahwa PQQ berpotensial dan efektif dalam mencegah neurodegeneration yang disebabkan oleh stres-oksidatif. PQQ adalah molekul organik yang ditemukan pada bakteri sebagai kofaktor redoks.
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2008 sampai dengan Januari 2009 di Laboratorium Mikrobiologi Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian (BB BIOGEN) Cimanggu dan Bagian Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB Darmaga, Bogor. Bahan dan Alat Benih buncis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Varietas Kencana (Gambar 2) kelas benih sebar. Bahan pelapis yang digunakan adalah Arabic gum dengan konsentrasi 0.25 g/ml. Mikroba yang diinkorporasikan adalah Methylobacterium spp., yang terdiri dari lima isolat; TD-J2, TD-J7, TD-J10, TDL2, dan TD-TPB3. Media kultur bakteri yang digunakan adalah formulasi Ammonium Mineral Salt (AMS). Antioksidan yang digunakan adalah tokoferol dengan konsentrasi 200 ppm dan asam askorbat dengan konsentrasi 350 ppm. Bahan lain yang digunakan, antara lain: metanol, alkohol 95%, aseton, plastik polyethylene dan kertas merang sebagai media pengecambah. Alat yang digunakan antara lain cawan petri, pinset, bunsen, gelas ukur handsprayer, tabung erlenmeyer, beakerglass, tabung reaksi, rak tabung, autoklaf, mikropipet, ose, gunting, laminar air flow, kertas label, timbangan analitik, sealer, oven, desikator, alat pengepres kertas, alat pengecambah benih (APB) IPB 72-1, pengaduk, alat penyaring, aluminium foil, tissue dan alat tulis.
Gambar 2. Benih Buncis Varietas Kencana
Metode Penelitian Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Petak Terbagi (Split Plot Design) yang diacak secara lengkap. Faktor pertama adalah periode simpan sebagai petak utama dan faktor kedua adalah formulasi pelapis sebagai anak petak. Faktor pertama terdiri dari enam taraf, antara lain: 1.
P0
= 0 minggu
4.
P3
= 12 minggu
2.
P1
= 4 minggu
5.
P4
= 16 minggu
3.
P2
= 8 minggu
6.
P5
= 20 minggu
Faktor kedua terdiri dari sembilan taraf, antara lain: 1.
M1
= Tanpa pelapis (Kontrol)
2.
M2
= Arabic gum + media kultur Ammonium Mineral Salt (AMS)
3.
M3
= Arabic gum + tokoferol
4.
M4
= Arabic gum + asam askorbat
5.
M5
= Arabic gum + inokulan TD-J2
6.
M6
= Arabic gum + inokulan TD-J7
7.
M7
= Arabic gum + inokulan TD-J10
8.
M8
= Arabic gum + inokulan TD-L2
9.
M9
= Arabic gum + inokulan TD-TPB3
Penelitian ini terdiri dari 54 kombinasi perlakuan dengan ulangan sebanyak tiga kali, sehingga secara keseluruhan terdapat 162 unit satuan percobaan. Model statistik rancangan percobaan yang digunakan adalah: Yijk = μ + Pi + ηij+ Mj + (PF)ij + εijk Keterangan: Yijk
= Nilai pengamatan pada perlakuan periode simpan ke-i (1, 2, 3, 4, 5, 6), perlakuan formulasi pelapis ke-j (1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9) dan ulangan ke-k
Μ
= Nilai rataan umum
Pi
= Pengaruh perlakuan periode simpan ke-i
ηij
= Galat a
Mj
= Pengaruh formulasi pelapis ke-j
(PM)ij
= Pengaruh interaksi perlakuan periode simpan ke-i dan formulasi pelapis ke-j
εijk
= Galat b Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji-F pada taraf 5%.
Apabila didapatkan hasil yang berbeda nyata, maka dilakukan uji lanjut dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%. Analisis data ini dilakukan dengan bantuan program Statistical Analysis System (SAS) 6.12. Pelaksanaan Penelitian Pelaksanaan penelitian terdiri dari empat tahap, yang diilustrasikan dalam Gambar 3.
Gambar 3. Bagan Pelaksanaan Penelitian A. Rejuvenasi Isolat Bakteri Rejuvenasi isolat bakteri adalah peremajaan kembali dan perbanyakan isolat-isolat bakteri yang telah didormankan sebelumnya. Alat-alat yang digunakan dalam rejuvenasi isolat disterilisasi terlebih dahulu untuk menghindari terjadinya kontaminasi. Sterilisasi dilakukan dengan metode pencucian di bawah air mengalir dan peng-autoklafan selama 30 menit.
Media kultur bakteri yang digunakan adalah media dengan formulasi Ammonium Mineral Salt (Tabel 1) dengan pH=7. Media yang telah larut, kemudian di-autoklaf selama 30 menit. Penambahan metanol ke dalam media dilakukan ketika suhu media telah menjadi lebih rendah. Media cair dipadatkan dalam cawan petri pada suhu ruangan sebelum digunakan sebagai media
kultur.
Media
padat
digunakan
untuk
menumbuhkan
dan
memperbanyak isolat bakteri sebanyak yang dibutuhkan sebelum dikulturkan kembali pada media cair. Inokulasi bakteri pada media padat dilakukan dengan metode penggoresan. Setiap media dalam cawan petri digores sebanyak satu ose. Penginkubasian dilakukan selama 4 x 24 jam pada suhu kamar. Tabel 1. Komposisi Bahan Kimia Media Kultur Bakteri untuk Volume 1 Liter Bahan Kimia Jumlah Pemakaian K2HPO4 1.74 g NaH2POH2O 1.38 g (NH4)2SO4 0.50 g MgSO4.7H2O 0.20 g CaCl2.2H2 0.025 mg FeSO4.7H2O 4.80 mg Trace element 0.5 ml Metanol 1% Bacto agar 20 g Inokulasi isolat bakteri pada media cair dilakukan dengan menambahkan inokulan dari media padat (Gambar Lampiran 1.a) sebanyak satu ose. Untuk menjaga aerasi, media cair yang telah diinokulasi diinkubasi pada rotary incubator dengan kecepatan 125 rpm selama 5-7 hari dan pada suhu kamar, yang ditandai dengan perubahan warna media kultur menjadi berwarna merah muda (Gambar Lampiran 1.b), hal ini menunjukkan bahwa isolat telah berhasil ditumbuhkan. B. Pelapisan Benih Bahan pelapis benih yang digunakan adalah Arabic gum dengan konsentrasi sebesar 0.25 g/ml. Suspensi pelapis (Gambar Lampiran 2) dibuat dengan melarutkan Arabic gum (binder) dalam larutan filler sesuai dengan
perlakuan. Tokoferol adalah senyawa yang tidak larut air, maka terlebih dahulu dilarutkan dengan aseton. Perbandingan antara aseton dan air adalah 1:14. Sedangkan asam askorbat mudah larut dalam air. Pelapisan benih dilakukan dengan menggunakan alat pelapisan benih dengan prinsip rotary coating milik PT East West Seed Indonesia, Purwakarta. Alat tersebut dikalibrasi pada 15ml/100g, artinya setiap 15 ml suspensi dapat melapisi 100g butir benih. Hal ini disesuaikan dengan volume suspensi terhadap bobot benih per satuan ulangan dalam satu perlakuan. Tujuan penggunaan alat coating ini adalah agar pelapis yang terbentuk memiliki tampilan fisik yang baik dan memiliki ketebalan yang seragam. Benih yang telah dilapisi atau benih lapis (coated seed) (Gambar 4) dikeringkan dalam ruang air dryer selama 2 x 24 jam atau sampai pelapis mengeras dan tidak lengket.
Gambar 4. Benih Lapis (Coated Seed) C. Penyimpanan Benih Benih lapis dikemas dalam plastik polyethylene dan kemudian di-seal (Gambar Lampiran 3). Selanjutnya benih disimpan dalam ruang penyimpanan pada suhu kamar antara 27-31oC dan kelembaban nisbi udara sekitar 80-90% selama periode simpan 0, 4, 8, 12, 16, dan 20 minggu. D. Pengamatan Parameter yang diamati pada penelitian ini adalah untuk mengukur daya simpan benih buncis (Phaseolus vulgaris L.). Pengecambahan benih dilakukan dengan metode Uji Kertas Digulung didirikan dalam plastik (UKDdp) dan diamati setiap akhir periode simpan. Setiap perlakuan terdiri dari tiga ulangan
dengan masing-masing ulangan sebanyak 100 butir benih. Setiap gulungan terdiri dari 25 butir benih. Benih dikecambahkan dengan alat pengecambah benih (APB) IPB 72-1 sampai periode pengamatan terakhir (hari ke-7). Pengamatan yang dilakukan meliputi pengamatan terhadap beberapa tolok ukur mutu fisiologi benih sebagai berikut: 1. Kadar Air (KA) Kadar air benih diukur setiap periode simpan. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan 10 butir benih dari masing-masing perlakuan. Kemudian dioven pada suhu 105oC selama ±17 jam. Kadar air dihitung dengan rumus:
2. Daya Berkecambah (DB) Daya
berkecambah
(DB)
merupakan
tolok
ukur
yang
mengindikasikan viabilitas potensial (VP). Penghitungan DB berdasarkan persentase kecambah normal (KN) pada pengamatan I (hari ke-5) dan pengamatan II (hari ke-7). Kriteria kecambah normal dan abnormal dapat dilihat pada Gambar Lampiran 4-5. Rumus penghitungannya:
Dimana :
P1 = jumlah kecambah normal pada first count P2 = jumlah kecambah normal pada final count
3. Berat Kering Kecambah (BKK) Berat kering kecambah (BKK) merupakan tolok ukur yang mengindikasikan viabilitas total (VT) yang menggambarkan laju pertumbuhan kecambah. Produksi berat kering dari pertumbuhan kecambah akan merefleksikan kondisi fisiologis benih. BKK diamati pada hari pengamatan pertama (hari ke-5) dengan mengeringkan seluruh kecambah yang telah dipotong kotiledonnya dalam oven pada suhu 60oC selama 3x24 jam. Sebelum ditimbang kecambah dimasukkan ke dalam desikator selama ± 30 menit untuk menghilangkan uap air yang tersisa.
4. Potensial Tumbuh Maksimum (PTM) Potensial tumbuh maksimum (PTM) merupakan tolok ukur yang mengindikasikan viabilitas total (VT). Penghitungan PTM berdasarkan benih yang tumbuh (berkecambah) sampai hari ke-7 setelah tanam. Rumus untuk menghitung PTM adalah:
Dimana :
jumlah kecambah normal dan kecambah abnormal sampai akhir pengamatan
5. Kecepatan Tumbuh (KCT) Kecepatan
tumbuh
(KCT)
merupakan
tolok
ukur
yang
mengindikasikan vigor kekuatan tumbuh (VKT). KCT dihitung berdasarkan nilai pertambahan (perkecambahan persentase kecambah normal) setiap hari pada kurun waktu perkecambahan pada kondisi optimum. KCT dihitung dengan rumus:
KN ke-2 : Jumlah kecambah normal pada hari ke-2 setelah tanam KN ke-n : Jumlah kecambah normal pada hari pengamatan terakhir 6. Indeks Vigor (IV) Indeks vigor (IV) merupakan tolok ukur yang mengindikasikan vigor kekuatan tumbuh (VKT). IV adalah nilai dari perkecambahan benih yang dihitung berdasarkan persentase jumlah benih yang berkecambah normal pada hitungan pertama (hari ke-5) terhadap jumlah seluruh benih yang ditanam. IV dihitung dengan rumus:
HASIL DAN PEMBAHASAN Rekapitulasi sidik ragam pengaruh perlakuan periode simpan dan formulasi pelapis yang tercantum pada Tabel Lampiran 1-6 dapat dilihat pada Tabel 2. Faktor tunggal periode simpan berpengaruh sangat nyata terhadap kadar air (KA) benih, berat kering kecambah (BKK), dan vigor kekuatan tumbuh dengan tolok ukur indeks vigor (IV), kecepatan tumbuh (KCT). Faktor tunggal formulasi pelapis berpengaruh sangat nyata terhadap KA benih. Interaksi perlakuan periode simpan dan formulasi pelapis berpengaruh sangat nyata terhadap viabilitas dan vigor benih dengan tolok ukur daya berkecambah (DB), IV, dan KCT. Tabel 2. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Perlakuan Periode Simpan dan Formulasi Pelapis terhadap Viabilitas dan Vigor Benih Buncis Tolok Ukur
Periode simpan ** tn tn ** ** **
Perlakuan Formulasi Pelapis ** tn tn tn tn tn
KA DB PTM BKK KCT IV Keterangan : tn = tidak berpengaruh nyata ** = berpengaruh sangat nyata pada taraf 1%
Interaksi tn ** tn tn ** **
Pengaruh Perlakuan Periode Simpan dan Formulasi Pelapis terhadap Kadar Air Benih Kadar air merupakan faktor penting yang mempengaruhi viabilitas benih selama penyimpanan. Pada penelitian ini benih buncis disimpan selama 20 minggu dengan suhu pada kisaran 27-31oC dan RH 80-90%. Sebelum disimpan, benih mendapat perlakuan pelapisan benih (seed coating) sebagai salah satu teknik untuk mengintegrasikan isolat Methylobacterium spp. ke dalam benih. Benih buncis termasuk benih ortodoks, yaitu benih yang dapat disimpan pada kadar air rendah.
Tabel 3 menunjukkan bahwa selama penyimpanan kadar air benih meningkat. Hal ini mengindikasikan kadar air benih dipengaruhi oleh lingkungan. Menurut Justice dan Bass (2002) benih bersifat higroskopis, artinya benih akan selalu mengadakan keseimbangan kadar air dengan udara di sekitarnya, keseimbangan tersebut akan tercapai jika tidak ada lagi uap air yang bergerak dari udara ke dalam benih atau sebaliknya dari benih ke udara. Tabel 3. Pengaruh Periode Simpan terhadap Rata-rata Kadar Air Benih Buncis Kadar Air (%) Periode simpan (minggu) 6.74d 0 7.45c 4 7.15c 8 9.51a 12 8.73b 16 8.48b 20 Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% berdasarkan uji DMRT Benih legum merupakan sumber protein kedua yang paling penting setelah serealia (Bewley dan Black, 1986) dan kacang buncis (Phaseolus vulgaris) mengandung protein sebesar 20-28% (Laing et al., 1996). Menurut Harrington (1972) benih yang mengandung protein dan zat tepung yang tinggi akan memiliki kadar air benih yang tinggi, karena protein adalah komponen kimia benih yang paling higroskopis, sehingga mudah menyerap uap air dari lingkungan. Dengan demikian, kondisi ruang simpan akan sangat mempengaruhi kadar air benih buncis. Berdasarkan Tabel 4 benih tanpa pelapis menunjukkan kadar air yang lebih tinggi dibandingkan dengan benih yang mendapatkan perlakuan pelapisan (coated seed). Diduga pelapis benih mampu melindungi benih dari pengaruh kelembaban udara ruang simpan. Menurut Subba Rao et al. (1971) Arabic gum lebih kuat, keras dan erat serta memiliki daya adhesi yang baik sebagai pelapis benih, sehingga dapat melindungi benih dari pengaruh lingkungan.
Tabel 4. Pengaruh Formulasi Pelapis terhadap Rata-rata Kadar Air Benih Buncis Kadar air (%) Formulasi Pelapis 9.06a Kontrol 8.23b Media AMS 7.41d Tokoferol 7.63cd Asam Askorbat 7.90bcd TD-J2 7.94bcd TD-J7 7.99bc TD-J10 7.64cd TD-L2 8.30b TD-TPB3 Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% berdasarkan uji DMRT
Konsentrasi Arabic gum yang digunakan adalah 0.25 g/ml, hal ini disesuaikan dengan tingkat kekentalan suspensi dan kecepatan perputaran coater, sehingga menghasilkan lapisan yang merata dan homogen, serta agar memudahkan proses pembersihan alat. Penggunaan Arabic gum sebagai pelapis pada penelitian ini menunjukkan pengaruh yang positif, karena dapat menghasilkan lapisan yang tipis, keras, dan kuat, sehingga dapat mempertahankan kadar air benih selama penyimpanan. Menurut Fennema (2006) Arabic gum memiliki viskositas (daya rekat) yang tinggi pada konsentrasi yang rendah. Pengaruh Perlakuan Periode Simpan dan Formulasi Pelapis terhadap Viabilitas Total dengan Tolok Ukur Potensi Tumbuh Maksimum dan Berat Kering Kecambah Tolok ukur potensi tumbuh maksimum (PTM) merupakan parameter uji daya tumbuh benih yang didasarkan pada kecambah yang muncul ke atas substrat pengujian (Mugnisjah et al., 1994). Perkecambahan benih merupakan salah satu kriteria penilaian kualitas suatu individu atau lot benih yang dipergunakan secara luas dalam pengujian fisiologi benih. Rekapitulasi sidik ragam pada Tabel 2, menunjukkan perlakuan faktor tunggal maupun interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap PTM.
Gambar 5 menunjukkan nilai rata-rata PTM benih buncis yang dipengaruhi oleh periode simpan. Sampai dengan periode simpan 20 minggu nilai PTM masih tinggi, yaitu sebesar 98.74%. Hal ini memberikan informasi bahwa benih buncis masih memiliki kekuatan untuk memunculkan kecambah pada kondisi yang optimum, sehingga diperoleh kesimpulan bahwa periode simpan tidak berpengaruh terhadap viabilitas total benih buncis sampai dengan lama simpan 20 minggu.
Gambar 5. Pengaruh Periode Simpan terhadap Rata-rata Potensi Tumbuh Maksimum Benih Buncis Gambar 6 menunjukkan nilai rata-rata potensi tumbuh maksimum benih buncis yang dipengaruhi oleh formulasi pelapis.
Gambar 6. Pengaruh Formulasi Pelapis terhadap Rata-rata Potensi Tumbuh Maksimum Benih Buncis
Perlakuan formulasi pelapis dengan isolat TD-J2 dan TD-J7 menunjukkan nilai PTM yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan isolat lainnya walaupun secara statistik tidak berbeda nyata. Berat Kering Kecambah (BKK) merupakan uji viabilitas yang menggambarkan kemampuan benih dalam menggunakan cadangan makanannya untuk tumbuh menjadi kecambah. Dengan demikian kemampuan berkecambah suatu benih berhubungan dengan cadangan makanan yang dikandungnya. Produksi berat kering dari pertumbuhan kecambah akan merefleksikan kondisi fisiologis benih dan aktivitas metabolisme di dalam benih. Tabel 2 menunjukkan faktor tunggal periode simpan berpengaruh sangat nyata terhadap berat kering kecambah, sedangkan faktor tungggal formulasi pelapis dan interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata. Berdasarkan Tabel 5 diketahui nilai BKK pada periode simpan 0 dan 4 minggu tidak berbeda nyata dan mengalami penurunan yang sangat nyata pada periode berikutnya (8 dan 12 minggu). Namun pada periode simpan 16 dan 20 minggu nilai BKK mengalami peningkatan. Hal ini menunjukkan bahwa vigor benih telah mencapai tingkatan maksimum waktu mencapai masak fisiologis pada awal periode simpan. Sadjad et al. (1999) menyatakan benih yang memiliki vigor awal tinggi yang tercapai saat masak fisiologis dan dapat dipertahankan selama proses pengolahan selanjutnya akan memiliki daya simpan yang tinggi. Tabel 5. Pengaruh Periode Simpan terhadap Rata-rata Berat Kering Kecambah Buncis BKK (g) Periode simpan (minggu) 1.08c 0 1.14c 4 0.96d 8 0.97d 12 1.35b 16 1.67a 20 Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% berdasarkan uji DMRT Harrington (1972) menyatakan bahwa suhu dan kadar air yang tinggi merupakan faktor penyebab menurunnya daya berkecambah dan vigor. Penurunan
nilai BKK pada periode simpan 8 dan 12 minggu, diduga karena pengaruh kadar air benih yang mengalami peningkatan. Gambar 7 menunjukkan nilai rata-rata berat kering kecambah buncis yang dipengaruhi oleh formulasi pelapis.
Gambar 7. Pengaruh Formulasi Pelapis terhadap Rata-rata Berat Kering Kecambah Buncis Perlakuan formulasi pelapis dengan media AMS menunjukkan pengaruh yang positif terhadap nilai BKK, walaupun tidak signifikan dibandingkan perlakuan lainnya. Diduga ada pengaruh hara mineral essensial yang terkandung pada larutan media AMS, bersesuaian dengan penelitian Sitorus (2003) bahwa perlakuan invigorasi dengan Shiimarocks (hara mineral) dapat meningkatkan berat kering kecambah normal benih kacang tanah. Perlakuan formulasi pelapis dengan isolat TD-J10 menunjukkan nilai BKK yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan formulasi pelapis isolat lainnya, walaupun secara statistik tidak menunjukkan beda nyata. Pengaruh Interaksi Periode Simpan dan Formulasi Pelapis terhadap Viabilitas Potensial dengan Tolok Ukur Daya Berkecambah Daya berkecambah (DB) adalah tolok ukur viabilitas potensial dengan melihat kenormalan pertumbuhan kecambah dalam keadaan yang optimum (Sadjad et al., 1999). Tujuan pengujian daya berkecambah adalah untuk
memperoleh informasi terkait dengan keragaan pertanaman suatu benih di lapang yang diketahui melalui indikasi langsung dari gejala pertumbuhannya. Daya berkecambah dapat mengindikasikan kualitas suatu benih yang mengalami penurunan karena adanya proses kemunduran atau penuaan. Berdasarkan Tabel 6 diketahui baik benih tanpa pelapis dan benih lapis (coated seed) menunjukkan nilai DB yang masih tinggi sampai dengan periode simpan 20 minggu. Hal ini menunjukkan bahwa periode simpan tidak berpengaruh terhadap viabilitas potensial. Diduga benih buncis belum mengalami kemunduran selama penyimpanan. Sundari (2005) melaporkan hasil penelitiannya pada benih buncis Varietas Lokal Bogor yang disimpan dalam ruang simpan kamar (T=28oC, RH=56-84%) selama enam bulan (24 minggu), viabilitas benih cenderung menurun, tetapi masih menunjukkan nilai daya berkecambah yang tinggi, dengan rata-rata 80%. Tabel 6. Pengaruh Interaksi Periode Simpan dan Formulasi Pelapis terhadap Ratarata Daya Berkecambah Benih Buncis Formulasi Pelapis Tanpa Pelapis
Periode Simpan (minggu) 8 12 d-h 87.33 89.33b-h 95.33a-d 92.00a-h
AMS
0 96.00a-c 90.67a-h
4 95. 33a-d 88.00c-h
16 92.00a-h 86.67e-h
20 91.33a-h 94.67a-e
Tokoferol
94.00a-f
92.00a-h
95.33a-d
84.00h
90.00b-h
90.00b-h
Askorbat
94.67a-e
96.67ab
95.33a-d
85.33gh
92.00a-h
96.67ab
TD-J2
85.33gh
97.33ab
94.00a-f
90.67a-h
96.00a-c
96.00a-c
TD-J7
94.67a-e
96.67ab
90.67a-h
95.33a-d
95.33a-d
95.33a-d
TD-J10
93.33a-g
96.67ab
93.33a-g
92.67a-h
94.00a-f
92.00a-h
TD-L2
98.67a
97.33ab
85.33gh
94.67a-e
89.33b-h
94.00a-f
TD-TPB3
98.67a
96.00a-c
86.00f-h
94.67a-e
92.67a-h
94.00a-f
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% berdasarkan uji DMRT Benih buncis mampu mempertahankan nilai DB rata-rata 93% hingga akhir penyimpanan. Sehingga dapat dikatakan bahwa benih buncis masih memiliki viabilitas yang baik, walaupun telah melewati masa simpan selama 20 minggu. Diduga karena kadar air benih sampai dengan lama simpan 20 minggu masih termasuk kadar air benih yang baik untuk penyimpanan benih buncis dengan nilai KA rata-rata 8%, sehingga viabilitas benih tetap terjaga. Kadar air
benih erat kaitannya dengan kemunduran benih, benih dengan KA yang tinggi akan menyebabkan laju kemunduran benih berlangsung cepat, sedangkan benih dengan KA yang konstan selama penyimpanan akan mampu mempertahankan viabilitas benih. Pada periode simpan 20 minggu nilai DB tertinggi mencapai 96.67% dengan perlakuan formulasi pelapis asam askorbat, diduga asam askorbat yang diberikan secara eksogenus pada benih sebelum simpan dapat mempertahankan viabilitas benih selama periode simpan. Pelapis benih dengan formulasi isolat TDJ7 menunjukkan pengaruh yang positif dalam mempertahankan nilai DB stabil sampai dengan periode simpan 20 minggu. Pengaruh Interaksi Periode Simpan dan Formulasi Pelapis terhadap Vigor Kekuatan Tumbuh dengan Tolok Ukur Kecepatan Tumbuh dan Indeks Vigor Kecepatan tumbuh (KCT) dan Indeks vigor (IV) merupakan peubah yang berhubungan dengan parameter kekuatan tumbuh karena benih yang cepat tumbuh lebih mampu menghadapi kondisi lapang yang suboptimum. KCT diperhitungkan sebagai akumulasi kecepatan tumbuh setiap hari dalam unit tolok ukur persentase per hari (Sadjad et al., 1999). Nilai KCT yang tinggi mencerminkan vigor benih yang tinggi, sesuai dengan pernyataan Heydecker (1972) dalam Desai et al. (1997) salah satu ciri benih yang memiliki vigor tinggi adalah dapat berkecambah dengan cepat dan seragam. Berdasarkan Tabel 7 diketahui bahwa sampai akhir penyimpanan nilai KCT benih tanpa pelapis tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan dengan benih lapis. Hal ini memberikan informasi bahwa perlakuan formulasi pelapis belum menunjukkan pengaruh yang nyata dalam meningkatkan vigor benih buncis setelah disimpan selama 20 minggu. Diduga terdapat pengaruh Methylobacterium indigenous pada benih buncis. Bakteri Methylobacterium spp. yang dikenal sebagai Pink Pigmented Facultative Methylotroph (PPFM) merupakan mikrobiota normal pada filosfer hampir semua jenis tanaman, lumut, dan paku-pakuan (Salma et al., 2005 dalam Santoso, 2007).
Pada periode simpan 8 minggu perlakuan formulasi pelapis dengan isolat TD-J10 menunjukkan nilai KCT yang beda nyata dengan benih tanpa pelapis sebesar 18.97%/etmal dan pada periode simpan 20 minggu mencapai nilai KCT tertinggi sebesar 19.96%/etmal. Hal ini membuka peluang dugaan bahwa isolat TD-J10 dapat meningkatkan jumlah dan mempercepat kecambah normal yang muncul per harinya walaupun benih telah melewati periode simpan. Tabel 7. Pengaruh Interaksi Periode Simpan dan Formulasi Pelapis terhadap Ratarata Kecepatan Tumbuh Benih Buncis Formulasi Pelapis
Periode simpan (minggu) 8 12 g-i 16.22 18.18a-g
Tanpa Pelapis
0 17.04d-i
4 19.49a-e
16 18.36a-i
20 18.72a-h
AMS
19.29a-e
19.33a-e
19.78a-c
17.46c-i
19.06a-f
18.11a-i
Tokoferol
18.56a-h
20.07a-c
20.13ab
18.54a-h
18.41a-h
17.61b-i
Askorbat
17.79a-i
19.51a-e
19.22a-e
15.85i
18.55a-h
18.50a-h
TD-J2
16.54e-i
19.58a-d
18.24a-i
18.76a-h
18.71a-h
18.06a-i
TD-J7
16.61f-i
19.84a-c
18.66a-h
19.47a-e
18.46a-h
19.26a-e
TD-J10
16.19hi
19.41a-e
18.97a-f
20.28a
18.56a-h
19.96a-c
TD-L2
18.54a-h
19.05a-f
17.82a-i
20.12ab
19.24a-e
18.12a-i
TD-TPB3
19.41a-e
19.67a-c
16.94e-i
19.30a-e
19.63a-d
18.77a-h
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% berdasarkan uji DMRT Tolok ukur indeks vigor (IV) adalah perbandingan antara jumlah kecambah normal pada hitungan pertama dengan jumlah seluruh benih yang ditanam. Kolasinska et al. (2000) menyatakan bahwa persentase kecambah normal pada pengamatan pertama berhubungan erat dengan kemampuan benih berkecambah di lapang dibandingkan dengan persentase kecambah pada akhir pengamatan. Pengujian vigor umum digunakan untuk mengukur kemunduran benih. IV dapat memonitor kondisi membran sebenarnya, perkecambahan yang rendah mengindikasikan terjadinya kerusakan membran pada benih yang telah melewati masa simpan. Dengan demikian pengujian indeks vigor lebih peka dan dapat mencerminkan atau menginformasikan secara akurat potensi pertumbuhan di lapangan dibandingkan dengan pengujian daya berkecambah. Tabel 8 menunjukkan nilai IV benih buncis cenderung semakin menurun, walaupun pada akhir penyimpanan terjadi peningkatan. Diduga menurunnya nilai
IV pada benih tanpa pelapis berkaitan dengan kemunduran benih, yang berpengaruh pada turunnya kualitas dan vitalitas benih yang mengakibatkan rendahnya vigor. Tabel 8. Pengaruh Interaksi Periode Simpan dan Formulasi Pelapis terhadap Ratarata Indeks Vigor Benih Buncis Periode simpan (minggu) Formulasi 0 4 8 12 16 20 Pelapis Tanpa 60.67b-l 58.00b-m 46.67f-o 43.33j-o 36.67m-o 66.00a-i Pelapis 78.67ab 56.00c-n 62.67a-k 46.67f-o 45.33h-o 68.00a-f AMS 76.7a-c 66.00a-i 67.33a-g 44.67h-o 43.3j-o 62.67a-k Tokoferol 71.33a-e 74.00a-d 65. 33a-i 36.0no 52.00e-n 68.00a-f Askorbat 46.00f-o 66.67a-h 58.67b-l 57.3b-n 50.67e-n 71.33a-e TD-J2 57.33b-n 58.67b-l 52.67d-n 56.00c-n 40.00l-o 66.67a-h TD-J7 56.67b-n 70.67a-e 60.67b-l 52.67d-n 42.67k-o 63.33a-k TD-J10 84.00a 70.33a-e 64.67a-j 52.00e-n 29.33o 70.00a-e TD-L2 84.00a 74.00a-d 42.67k-o 46.00g-n 40.00l-o 64.00a-k TD-TPB3 Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama berbeda nyata pada taraf 5% berdasarkan uji DMRT Perlakuan formulasi pelapis dengan isolat TD-J2 menunjukkan pengaruh yang positif dalam mempertahankan nilai IV cukup stabil selama penyimpanan, dan mencapai nilai tertinggi pada akhir periode simpan sebesar 71.33%. Hal ini memberikan
peluang
dugaan
bahwa
pemberian
isolat
TD-J2
mampu
mempertahankan struktur dan permeabilitas membran benih dari kerusakan dan kebocoran metabolit akibat radikal bebas yang terbentuk selama penyimpanan, sehingga dapat menekan laju kemunduran benih. Diduga karena pengaruh hormon sitokinin yang diproduksi oleh Methylobacterium spp. Leshem (1988) dalam Salisbury dan Ross (1995) melaporkan bahwa sitokinin mampu melindungi membran dari kerusakan, sitokinin berperan dalam mencegah oksidasi asam lemak tak jenuh pada membran, karena sitokinin menghambat pembentukan dan mempercepat penguraian radikal bebas, seperti superoksida (O2-) dan radikal hidroksi (OH-), bila pembentukan radikal bebas tidak dicegah akan mengoksidasi lipid membran.
Berdasarkan Tabel 8 diketahui bahwa pada minggu ke-8 isolat TD-TPB3 menunjukkan nilai IV yang terendah, dan .pada periode simpan berikutnya (minggu ke-12 dan ke-16) menunjukkan nilai yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan isolat lainnya. Rendahnya nilai IV disebabkan meningkatnya jumlah kecambah abnormal (kecambah berbatang tinggi, tetapi berakar pendek) pada hitungan pertama. Hal ini diduga karena pengaruh nisbah sitokinin-auksin yang besar, sehingga menstimulasi perkembangan batang. Salisbury dan Ross (1995) menyatakan bahwa nisbah sitokinin-auksin diperbesar akan memacu pembentukan dan perkembangan kuncup, batang, dan daun. Sedangkan nisbah sitokinin-auksin diperkecil akan memacu pembentukan akar. Perlakuan pelapis dengan isolat TD-L2 dan TD-TPB3 menunjukkan nilai IV yang beda nyata dengan benih tanpa pelapis pada awal periode simpan sebesar 84%. Diduga pemberian isolat mampu meningkatkan perkecambahan benih, karena adanya pengaruh fitohormon yang dihasilkan oleh Methylobacterium spp. yang dapat menstimulasi perkecambahan benih. Perlakuan formulasi pelapis dengan isolat TD-L2 pada periode simpan 16 minggu mengalami penurunan nilai IV yang curam, hal ini disebabkan pertumbuhan cendawan yang mengakibatkan meningkatnya jumlah kecambah abnormal dan akhirnya mati. Perlakuan AMS (Ammonium Mineral Salt) menunjukkan respon yang positif terhadap nilai IV, walaupun tidak signifikan berbeda dengan benih tanpa pelapis. Hal ini diduga karena adanya pengaruh hara essensial yang terkandung dalam media AMS, yang terdiri dari beberapa mineral garam anorganik yang penting bagi pertumbuhan tanaman. Seperti yang dilaporkan oleh Junisusanti (2003) bahwa perlakuan perendaman benih dengan Shiimarocks (hara mineral) dapat meningkatkan viabilitas potensial dan vigor benih.
KESIMPULAN Benih buncis Varietas Kencana tidak menunjukkan penurunan viabilitas secara nyata baik pada benih tanpa pelapis dan benih dengan perlakuan formulasi pelapis (benih lapis) sampai dengan periode simpan 20 minggu, dengan nilai daya berkecambah (DB) rata-rata 93%, nilai PTM sebesar 98.74%, dan nilai BKK sebesar 1.67g. Hal ini menunjukkan periode simpan belum mempengaruhi viabilitas benih buncis. Perlakuan
pelapis
dengan
isolat
Methylobacterium
spp
belum
menunjukkan pengaruh dalam meningkatkan vigor benih, karena sampai dengan periode simpan 20 minggu benih tanpa perlakuan pelapis (kontrol) masih menunjukkan vigor yang tinggi. Hasil penelitian menunjukkan terdapat isolat bakteri Methylobacterium spp.
yang
mempengaruhi
vigor
benih
buncis.
Isolat
TD-J10
mampu
mempertahankan nilai kecepatan tumbuh (KCT) lebih tinggi (18.97%/etmal) dibandingkan benih tanpa pelapis (16.22%/etmal) pada minggu ke-8, dan sampai dengan periode simpan 20 minggu mencapai nilai KCT tertinggi sebesar 19.96%/etmal. Isolat TD-J2 menunjukkan nilai indeks vigor (IV) yang stabil selama penyimpanan, dan mencapai nilai tertinggi pada minggu ke-20 sebesar 71.33%.
SARAN Penggunaan isolat Methylobacterium spp. sebagai perlakuan benih sebelum simpan perlu diteliti lebih lanjut pada variasi benih lain yang memiliki daya simpan yang lebih pendek dan melakukan analisa aktivitas bakteri untuk mengetahui keberlangsungan hidup isolat Methylobacterium spp. selama penyimpanan.
DAFTAR PUSTAKA Anonim.
2007. Pioneers of new sources http://www.ticgums.com/html. (6 Juli 2007).
of
arabic
gum.
Badan Pusat Statistik. 2007. Production of vegetables in Indonesia 1997-2007. http://www.bps.go.id/html. (18 November 2008). Bailly, C., A. Benamar, F. Corbineau, and D. Come. 2000. Antioxidant systems in sunflower (Helianthus annuus L.) seeds as affected by priming. Seed Science Research (10):35-42. Bewley, J. D. and M. Black. 1986. Seeds, Phsyiology of Development and Germination. Plenum Press. New York. 365p. Dit. Jend. Hortikultura Deptan. 2007. Konsumsi perkapita sayuran di Indonesia periode 2003-2006. http://www.hortikultura.deptan.go.id. (9 Desember 2008). Duke, J. A. 1983. Handbook of Energy. http://www.hortpurdue.edu. (20 Februari 2009) Chaplin, M. 2007. Gum Arabic. http://www.lsbu.ac.uk. (16 April 2007). Copeland, L. O. and M. B. McDonald. 2001. Seed Science and Technology 4th edition. Kluwer Academic Publisher. London. 425p. Dae Panie, J. M. 2005. Pengaruh formula coating dan GA3 terhadap viabilitas benih cabai merah (Capsicum annuum L.) varietas TT super. Skripsi. Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB. Bogor. Desai, B. B., P. M. Kotecha, dan D. K. Salunkhe. 1997. Seed Handsbook. Marcel Dekker,Inc. 627 hal. Dewi, E. S. 2005. Pengaruh kombinasi pupuk kandang dengan NPK dan lama penyimpanan terhadap viabilitas benih buncis (Phaseolus vulgaris L.). Skripsi. Departemen Agronomi dan Hortikultura. Fakultas Pertanian. Bogor. Ells, J. E. and L. N. Bass. 2007. Storing Vegetable and Flowering Seeds. Colorado State University. http://www.ext.colostate.edu. (12 Agustus 2008) Fennemaa, O. R. 1996. Gum Arabic. http://food.oregonstate.edu/html. (6 Juli 2007). Gallego, V., M. Teresa, and A. Ventosa. 2005. Methylobacterium variable so. Nov., a methylotrophic bacterium isolated from an aquatic environment. J Syst. Evol. Microbiol. 55: 1429-1433.
Harrington, J. F. 1972. Seed storage and longevity. p.145-246. In T. T. Kozlowski, (Ed). Seed Biology Vol. III. Academic Press. New York. He, K., H. Nukada, T. Urakami, and M. Murphy. 2003. Antioxidant and pro-oxidant of Pyrroloquinoline Quinon (PQQ) : Implication for Its Function in Biological Systems. Biochem. Pharmacol. 65:67-74. Ilyas, S. 2003. Teknologi Pelapisan Benih. Makalah Seminar Benih Pellet. Departemen Budidaya Pertanian, Faperta IPB. 16 hal. Incotec Co. 2007. Principle of rotary coating. http://www.incotec.com. (8 November 2007). Isroi.
2005. Bioteknologi mikroba untuk http://www.kompas.com. (22 Mei 2007).
pertanian
Indonesia.
Junisusanti, R. 2003. Pengaruh perlakuan invigorasi terhadap viabilitas benih kangkung (Ipomea reptans L.), kacang panjang (Vigna sinensis L.), dan buncis (Phaseolus vulgaris L.) pada beberapa periode simpan. Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Justice, O. L. dan L. N. Bass. 2002. Prinsip dan Praktek Penyimpanan Benih. R. Roesli (Terjemah). Principles snd Practices of Seed Storage. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. 446 hal. Kolasinska, K., J. Szyrmer, and S. Dul. 2000. Relationship between laboratory seed quality test and field emergence of common bean seed. Crop Sci. 40: 470475. Kay, E. D. 1979. Food Legumes. Tropical Products Institutes. London. 435 p. Kumalasari, V. 2005. Pengaruh agen biokontrol terhadap pertumbuhan Colletotrichum capsici (Syd.) Butl. Et Bisby secara in vitro dan mutu benih cabai (Capsicum annuum L.). Skripsi. Departemen Agronomi dan Hortikultura. Fakultas Pertanian IPB. Bogor. Kunkel, D. 2004. Koloni Methylobacterium sp. http://www.denniskunkel.com. (25 Agustus 2009). Kuswanto, H. 2003. Teknologi Pemrosesan, Pengemasan, dan Penyimpanan. Kanisius. Yogyakarta. 127 hal. Laing, D.R., P. G. Jones, dan J.H.C. Davis. 1996. Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik. Tohari (Penerjemah). Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. The Physiology of Tropical Field Crops. Lidstorm, M. E., and L. Chistoserdova. 2002. Plants in the pink: cytokinin production by Methylobacterium. Journal of Bacterioloy 184:1818.
Lee, H. S., M. Madhaiyan, C. W. Kim, S. J. Choi, K.Y. Chung, and T. M. Sa. 2006. Physiological enhancement of early growth of rice seedlings (Oryza sativa L.) by production of phytohormone N2-fixing methylotrophic isolates. Journal Biology and Fertility of Soils 42: 402-408. Lumbanraja, S. S. O. 2006. Pengaruh pemberian antioksidan sebelum simpan terhadap viabilitas dan vigor benih papaya (Carica papaya L.). Skripsi. Departemen Agronomi dan Hortikultura. Fakultas Pertanian IPB. Bogor. Madhaiyan, M., B. V. Suresh Reddy, R. Anandham, M. Senthilkumar, S. Poonguuzhali, S. P. Sundaram, and T. Sa. 2006. Plant growth-promoting Methylobacterium induces defense response in groundnut (Arachis hypogaea L.) compared with rot pathogens. Journal Current Microbiology 53: 270-276. Muchtadi, D. 2000. Sayur-sayuran, Sumber Serat, dan Antioksidan: Mencegah Penyakit Degeneratif. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Bogor. 102 hal. ___________. 2001. Kajian terhadap Serat Makanan dan Antioksidan dalam Berbagai Jenis Sayuran untuk Pencegahan Penyakit Degeneratif. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Bogor. Mugnisjah, W. M., A. Setiawan, Suwarto, dan S. Cecep. 1994. Panduan Praktikum dan Penelitian Bidang Ilmu dan Teknologi Benih. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. 263 hal. Ohwada, K., H. Takeda, M. Yamazaki, H. Isogai, M. Nakano, M. Shimomura, K. Fukui, S. Urano. 2007. Pyrroloquinoline Quinone (PQQ) prevents cognitive deficit caused by oxidative stress in rats. J Clin Biochem Nutr. 42(1): 29– 34. Pelczar, M. P. dan E. C. S. Chan. 1986. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jilid ke-1. Universitas Indonesia Press. Jakarta. 443 hal. Polacco, J. C. 2002. Endangered plants may have unlikely champion bacteria. http://www.missouri.edu/~news/ppfm.html. Sadjad, S. 1993. Dari Benih Kepada Benih. PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta. 144 hal. Sadjad, S., E. Murniati, dan S. Ilyas. 1999. Parameter Pengujian Vigor Benih dari Komparatif ke Simulatif. PT Grasindo. Jakarta. 185 hal. Salisbury, F. B. and C. W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid III. ITB. Bandung. 343 hal. Santoso, I. 2007. Aplikasi bakteri Methylobacterium sp. terhadap pertumbuhan dan perakaran tunas gaharu (Aquilaria malaccensis Lamk.) hasil in-vitro. Skripsi. Departemen Konservasi Hutan. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.
Sentra IPTEK. 2007. Buncis. http://www.iptek.net. (4 Desember 2007). Setiawan, W. 2005. Pengaruh formula coating dan fungisida terhadap viabilitas benih cabai (Capsium annuum L.) varietas TIT Super. Skripsi. Departemen Agronomi dan Hortikultura. Fakultas Pertanian IPB. Bogor. Sitorus, S. 2003. Pengaruh perlakuan invigorasi terhadap viabilitas benih kacang hijau (Phaseolus radiatus L.), kacang tanah (Arachis hypogea L.), dan kedelai (Glycine max L.) pada beberapa periode simpan. Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian IPB. Bogor. Subba Rao, N. S., S. P. Maga, and K. S. B. Sarma. 1971. The effect of gum arabic on infection and nodulation of cluster clover by Rhizobium. Archives of Microbiology 77: 96-98. Sundari, S. D. 2005. Pengaruh periode simpan, jenis kemasan dan tingkat kemasakan terhadap viabilitas benih buncis (Phaseolus vulgaris L.). Skripsi. Departemen Agronomi dan Hortikultura. Fakultas Pertanian. Bogor. Suherman, V. E. 2004. Penggunaan antioksidan pada beberapa lot benih yang berbeda vigornya untuk meningkatkan viabilitas benih bunga matahari (Helianthus annuus L.). Skripsi. Departemen Agronomi dan Hortikultura. Fakultas Pertanian IPB. Bogor. Sulistiyorini, I. 2005. Penggunaan antioksidan untuk invigorasi benih kapas (Gossypium hirsutum L.). Skripsi. Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB. Bogor. Taylor, A. G., P. S. Allen, M. A. Bennet, K. J. Bradford, J. S. Burris, and M. K. Misra. 1998. Seed enhancements. Seed Science Research 8: 245-256. Winarno, F. G. 1989. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia. Jakarta. 83 hal. Yullianida. 2004. Pengaruh antioksidan sebagai perlakuan invigorasi benih sebelum simpan terhadap daya simpan benih bunga matahari (Helianthus annuus L.). Skripsi. Departemen Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian IPB. Bogor.
LAMPIRAN
Tabel Lampiran 1. Sidik Ragam Pengaruh Periode Simpan dan Formulasi Pelapis terhadap Kadar Air Benih Buncis Sumber Keragaman db JK KT Pr>F Periode Simpan (P) 5 153.08 30.62 63.61** Galat a 12 5.78 0.48 0.92 Formulasi Pelapis (M) 8 33.88 4.23 8.05** PxM 40 26.32 0.66 1.25tn Galat b 96 50.47 0.53 Total Koreksi 161 269.52 Koefisien keragaman = 9.05% Keterangan : tn = tidak berpengaruh nyata ** = berpengaruh sangat nyata pada taraf 1%
Tabel Lampiran 2. Sidik Ragam Pengaruh Periode Simpan dan Formulasi Pelapis terhadap Tolok Ukur Potensi Tumbuh Maksimum Benih Buncis Sumber Keragaman Db JK KT Pr>F Periode Simpan (P) 5 18.38 3.67 0.63tn Galat a 12 70.52 5.88 1.43 Formulasi Pelapis (M) 8 55.11 6.89 1.68tn PxM 40 110.52 2.76 0.67tn Galat b 96 393.48 4.10 Total Koreksi 161 648.00 Koefisien keragaman = 2.06% Keterangan : tn = tidak berpengaruh nyata ** = berpengaruh sangat nyata pada taraf 1%
Tabel Lampiran 3. Sidik Ragam Pengaruh Periode Simpan dan Formulasi Pelapis terhadap Tolok Ukur Bobot Kering Kecambah Buncis Sumber Keragaman Db JK KT Pr>F Periode Simpan (P) 5 10.19 2.02 130.59** Galat a 12 0.19 0.02 0.91 Formulasi Pelapis (M) 8 0.05 0.01 0.39tn PxM 40 0.75 0.02 1.10tn Galat b 96 1.65 0.02 Total Koreksi 161 12.84 Koefisien keragaman = 11.00% Keterangan : tn = tidak berpengaruh nyata ** = berpengaruh sangat nyata pada taraf 1%
Tabel Lampiran 4. Sidik Ragam Pengaruh Periode Simpan dan Formulasi Pelapis terhadap Tolok Ukur Daya Berkecambah Benih Buncis Sumber Keragaman Db JK KT Pr>F Periode Simpan (P) 5 368.72 73.74 1.79tn Galat a 12 493.04 41.09 2.44 Formulasi Pelpapis (M) 8 228.20 28.52 1.69tn PxM 40 1565.28 39.13 2.32** Galat b 96 1616.30 16.84 Total Koreksi 161 4271.53 Koefisien keragaman = 4.42% Keterangan : tn = tidak berpengaruh nyata ** = berpengaruh sangat nyata pada taraf 1%
Tabel Lampiran 5. Sidik Ragam Pengaruh Periode Simpan dan Formulasi Pelapis terhadap Tolok Ukur Kecepatan Tumbuh Benih Buncis Sumber Keragaman db JK KT Pr>F Periode Simpan (P) 5 44.46 8.89 6.23** Galat a 12 17.13 1.43 0.87 Formulasi Pelapis (M) 8 15.33 1.92 1.17tn PxM 40 124.82 3.12 1.91** Galat b 96 156.77 1.63 Total Koreksi 161 358.51 Koefisien keragaman = 6.86% Keterangan : tn = tidak berpengaruh nyata ** = berpengaruh sangat nyata pada taraf 1%
Tabel Lampiran 6. Sidik Ragam Pengaruh Periode Simpan dan Formulasi Pelapis terhadap Tolok Ukur Indeks Vigor Benih Buncis Sumber Keragaman Db JK KT Pr>F Periode Simpan (P) 5 15929.22 3185.84 17.76** Galat a 12 2152.07 179.34 1.59 Formulasi Pelapis (M) 8 1356.12 169.52 1.50tn PxM 40 8576.62 214.42 1.90** Galat b 96 10848.59 113.01 Total Koreksi 161 38862.62 Koefisien keragaman = 18.25% Keterangan : tn = tidak berpengaruh nyata ** = berpengaruh sangat nyata pada taraf 1%
a. Media Padat
b. Media Cair
Gambar Lampiran 1. Inokulan Methylobacterium spp. pada Media Padat dan Media Cair
a
b
d c Gambar Lampiran 2. Suspensi Arabic gum + Inokulan Methylobacterium spp. Keterangan: a) Suspensi Arabic gum + Inokulan TD-J2 b) Suspensi Arabic gum + Inokulan TD-TPB3 c) Suspensi Arabic gum + Inokulan TD-J7 d) Suspensi Arabic gum + Inokulan TD-J10
Gambar Lampiran 3. Benih dalam Kemasan Plastik Polyethylene
Gambar Lampiran 4. Kecambah Normal Buncis
Gambar Lampiran 5. Kecambah Abnormal Buncis