PENGARUH LEVEL PROTEIN RANSUM SAAT PERTUMBUHAN TERHADAP EFISIENSI PENGGUNAAN PROTEIN DAN PERFORMAN AWAL PENELURAN PADA AYAM ARAB [Effect of Dietary Protein in Growing Period on Efficiency of Dietary Protein Utilisation and Performance at Onset of Lay of 'Arab' Chicken] E. Suprijatna, L. D. Mahfudz, dan H. Saputra Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang
ABSTRAK Penelitian bertujuan mengetahui efisiensi penggunaan protein ransum dan dampaknya terhadap performan saat awal peneluran akibat pemberian ransum dengan level protein berbeda saat pertumbuhan pada ayam Arab. Penelitian menggunakan 60 ekor ayam Arab betina umur 12 minggu. Ayam tersebut dipelihara sampai mencapai dewasa kelamin sekitar umur 24 minggu. Perlakuan yang diterapkan terdiri dari 3 level protein ransum, yaitu 12 %, 15 % dan 17 %. Ransum disusun iso kalori 2750 kkal/kg ME. Rancangan percobaan yang digunakan adalah acak kelompok. Sebagai kelompok adalah berat badan, terdiri dari 5 kelompok. Penelitian terdiri dari 15 unit percobaan. Tiap unit percobaan terdiri dari 4 ekor ayam. Data terkumpul diolah dengan analisis ragam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa level protein ransum berpengaruh nyata terhadap konsumsi protein (P < 0,05), tetapi tidak berpengaruh terhadap rasio efisiensi protein dan retensi nitrogen, umur saat bertelur pertama dan berat badan, berat telur, konsumsi ransum, konversi ransum dan pertambahan berat badan. Kesimpulan penelitian, taraf protein ransum yang optimal untuk ayam Arab yang sedang tumbuh (12 – 20 minggu) adalah 12 %. Kata kunci : ayam Arab, protein ransum, penggunaan protein, performans ABSTRACT An experiment was conducted to evaluate the effect of dietary protein on the efficiency of dietary protein utilisation and performance at onset of lay of 'Arab' chicken. Sixty hens of 12 weeks old were used in this experiment. The birds were housed at battery cage until sexual maturity reached around 24 weeks of age. The experiment consisted of three levels of dietary protein : 12 %; 15 % and 18 %. Ration formulated in isocalori of 2750 kcal/kg ME. Experimental design used were block randomized design. The chickens were grouped based on body weight as blocking, consisted of 15 experimental unit each of 4 hens. Data collected were analyzed by analysis of variance. The result of experiment showed that the dietary protein levels significantly effect on protein consumption (P < 0.05), but did not signifficantly effect on protein effisincy ratio and nitrogen retention, age and body weigth at onset of lay, eggs weight at onset of lay, feed consumption, body weight gain and feed convertion. The dietary protein level of 12 % was optimum for growing period of 'Arab' chicken (12 -20 weeks of age). Keywords : Arab chicken, dietary protein, protein utilisation, performance
PENDAHULUAN Pada ayam dara, umur 12 – 20 minggu merupakan periode pertumbuhan untuk mencapai dewasa, laju pertumbuhan sudah mulai menurun.
Namun pada periode tersebut organ reproduksi mulai mengalami pertumbuhan dan mencapai puncaknya saat dicapai dewasa kelamin pada umur sekitar 20 minggu. Oleh karena itu kebutuhan protein ransum perlu disesuaikan untuk mencapai
Effect of Dietary Protein in Growing Period in 'Arab' Chicken [Suprijatna et al.]
111
pertumbuhan organ reproduksi yang optimal, jangan melampaui kebutuhan karena tidak efisien (Austic dan Nesheim, 1990; Etches, 1990; Leeson dan Summers, 1991; Kwakkel et al.,1993). Untuk ayam ras petelur tipe ringan menjelang dewasa protein ransum adalah 12 % (NRC, 1984), protein ransum yang berlebihan tidak efisien. Tetapi pada ayam ras petelur modern karena telah mengalami perbaikan genetis sehingga laju pertumbuhan lebih cepat dan cepat mencapai dewasa maka dianjurkan level protein ransum untuk ayam ras petelur tipe ringan ditingkatkan tidak kurang dari 15 % (NRC, 1994). Beberapa hasil penelitian menunjukkan pada ayam ras petelur modern menjelang dewasa dianjurkan menggunakan level protein lebih tinggi dari 15 % (Hawes dan Kling, 1993; Summers dan Leeson, 1994; Suprijatna dan Natawihardja, 2004). Sementara pada ayam Buras , saat pertumbuhan sampai dewasa kelamin protein ransum 12 % telah memadai untuk pertumbuhan umur 12-20 minggu, protein yang lebih tinggi tidak efisien (suprijatna et al., 2005) Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui level protein yang optimal saat pertumbuhan pada ayam Arab dengan mengamati efisiensi penggunaan protein ransum dan dampaknya terhadap karakteristik performans pada saat mencapai dewasa kelamin, yang merupakan periode awal memasuki siklus produksi telur.
MATERI DAN METODE Penelitian ini menggunakan 60 ekor ayam Arab betina berumur 12 minggu. Ayam tersebut dikelompokkan menjadi 5 kelompok berdasarkan berat badan, yaitu kelompok I (416 0,012 g), II (476,92 0,012 g), III (523,08 0,012 g), IV (560,5
0,136 g) dan V (633,08 0,012 g). Ayam tersebut dipelihara pada kandang sangkar terbuat dari kawat, tiap kotak berisi satu ekor ayam. Ayam dipelihara selama 8 minggu sampai umur 20 minggu. Ransum yang digunakan adalah ransum percobaan yang terdiri dari 3 jenis ransum, yaitu : Ransum T1 (12 % Protein), T2 (15 %) dan T3 (18 %). Ransum tersebut disusun iso energi, yaitu 2750 kkal/kg ME. Ransum tersusun dari bahan-bahan sebagai berikut, jagung kuning, dedak halus, bungkil kedelai, bungkil kelapa dan tepung ikan. Bahanbahan tersebut dianalisis proksimat untuk mengetahui kandungan gizinya. Komposisi dan kandungan gizi Ransum percobaan tertera pada Tabel 1. Rancangan yang digunakan adalah acak kelompok. Terdiri dari 3 perlakuan dengan 5 kelompok sebagai ulangan. Tiap unit percobaan terdiri dari 5 ekor ayam. Perlakuan pada penelitian ini adalah taraf protein dalam ransum, yaitu Ransum T1 (12 %) , T2 (15 %) dan T3 (18 %). Untuk mengetahui efisiensi penggunaan
Tabel 1. Komposisi dan Kandungan Gizi Ransum Percobaan Bahan
T1 (12 %)
Jagung Kuning ( kg ) Dedak Halus (kg ) Bungkil Kedelai ( kg ) Bungkil Kelapa ( kg ) Tepung Ikan (kg ) Jumlah (kg)
Ransum Perlakuan T2 (15 %)
T3 (18 %)
58,00 32,00 1,00 5,00 4,00
54,00 22,00 8,00 10,50 5,50
47,00 16,50 18,00 12,50 6,00
100,00
100,00
100,00
Kandungan Gizi * Protein Kasar ( % ) 12,57 15,14 18,10 Lemak ( % ) 8,93 8,63 8,30 Serat Kasar ( % ) 6,72 8,89 10,80 Kalsium ( % ) 0,28 0,39 0,44 Fosfor ( % ) 0,27 0,34 0,38 Energi Metabolisme (kkal/kg) ** 2738,80 2763,66 2720,65 *) Berdasarkan perhitungan dari hasil analisis proksimat bahan. **) Dihitung berdasarkan hasil analisis proksimat menggunakan rumus Carpenter dan Clegg (Scott et al,1982)
112
J.Indon.Trop.Anim.Agric. 31 [2] June 2006
Tabel 2. Efisiensi Penggunaan Protein Ransum pada Ayam Arab Akibat Pemberian Ransum Berbeda Level Protein Perlakuan Parameter T1 (12 %) T2 (15 %) T3 (18 %) Rasio Efisiensi Protein Retensi Nitrogen (g/ekor/hari) Kebutuhan Protein (g/ekor/hari) Ekskresi Nitrogen (g/ekor/hari)
protein ransum pengamatan dilakukan terhadap rasio efisiensi protein (REP) dan retensi nitrogen (RN) serta kebutuhan protein harian untuk pertumbuhan. Perhitungan parameter tersebut menggunakan rumus yang dikemukakan Scott et al. (1982). Pengamatan untuk menghitung N ekskreta dilakukan pengumpulan ekskreta selama 3 hari pada saat ayam berumur 20 minggu dengan menggunakan indikator Cr2O3. Untuk mengetahui dampak perlakuan terhadap performan saat dewasa kelamin (awal peneluran) dilakukan pengamatan terhadap umur awal bertelur, berat badan saat awal beterlur dan kualitas telur pertama (berat telur, tebal kerabang dan Haugh Unit). Data yang terkumpul diolah dengan analisis ragam dan jika terdapat pengaruh perlakuan dilanjutkan dengan uji wilayah berganda Duncan. HASIL DAN PEMBAHASAN Efisiensi Penggunaan Protein Ransum Pada penelitian ini penggunaan ransum dengan level protein berkisar dari 12 – 18 % dan kandungan energi 2750 kkal/kg ME tidak berpengaruh terhadap efisiensi penggunaan protein ransum Hal ini dapat dilihat dari beberapa parameter yang diamati meliputi Rasio Efisiensi Protein dan Retensi Nitrogen yang menunjukkan perbedaan tidak nyata (P > 0,05).
0,92 1,22 4,13 0,86
0,77 1,30 4,45 1,04
0,68 1,45 4,64 1,26
Pada Tabel 3 tampak bahwa konsumsi protein meningkat nyata (P < 0,05) sejalan dengan meningkatnya level protein ransum, tetapi hasil perhitungan mengenai kebutuhan protein untuk pertumbuhan menunjukkan perbedaan tidak nyata. Hal ini menunjukkan bahwa level protein ransum yang meningkat dari 12 – 18 % telah mengakibatkan terjadinya kelebihan konsumsi protein. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya ekskresi nitrogen. Pada penelitian ini ekskresi nitrogen menunjukkan peningkatan dengan meningkatnya level protein ransum, yaitu 1,16 g (protein 12 %) , 1,24 g (protein 15 %) dan 1,36 g (protein 18 %). Kelebihan konsumsi protein yang melebihi kebutuhan akan diekskresikan dalam bentuk ekskresi nitrogen melalui ekskreta (Scott et al, 1982). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Summers dan Leeson (1994), bahwa pada periode pertumbuhan menjelang dewasa kelamin laju pertumbuhan semakin menurun sehingga peningkatan level protein menjadi tidak efisien, ditandai dengan meningkatnya ekskresi nitrogen. Pada penelitian ini terjadinya kelebihan konsumsi protein ransum akibat peningkatan level protein ransum ditunjukkan pula oleh adanya retensi nitrogen yang tidak berbeda (P > 0,05). Hal ini disebabkan pada umur 12 – 20 minggu telah terjadi laju pertumbuhan yang semakin menurun menjelang tercapainya dewasa kelamin sehingga deposisi protein dalam tubuh menunjukkan penurunan (Kwakkel et al, 1994). Dengan demikian
Tabel 3. Performans Pertumbuhan Ayam Arab umur 12 – 20 minggu Akibat Perbedaan Level Protein Ransum. Ransum Perlakuan Parameter T1 (12 %) T2 (15 %) Konsumsi ransum (g) 51,22 b 53,06 b Konsumsi protein (g) 6,44 c 8,03 b Pertambahan berat badan (g) 5,92 a 6,17 a Konversi ransum 8,65 a 8,60 a Nilai dengan hurup berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan nyata (P < 0,05). Effect of Dietary Protein in Growing Period in 'Arab' Chicken [Suprijatna et al.]
T3 (18 %) 57,32 a 10,38 a 7,09 a 8,08 a
113
konsumsi protein yang meningkat tersebut tidak disintesis menjadi jaringan tubuh, karena telah melebihi kebutuhan. Oleh katrena itu tidak mengakibatkan terjadinya pertambahan berat badan yang nyata. Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan beberapa penelitian terdahulu bahwa penggunaan level protein tinggi pada ayam tipe petelur dan ayam Buras pada saat menjelang dewasa tidak efisien untuk pertumbuhan (Douglas et al., 1985; Keshavars dan Jackson, 1992; Suprijatna et al, 2005). Efisiensi Penggunaan Protein Ransum Pada penelitian ini ayam Arab mencapai dewasa kelamin yang ditandai dengan bertelur pertama pada umur 166,30 hari (protein 12 %), 169,17 hari (protein 15 %) dan 162,67 hari (protein 18 %). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peningkatan level protein ransum walaupun cenderung mengakibatkan tercapainya umur dewasa kelamin yang lebih pendek, tetapi secara
jika dibandingkan dengan ayam Ras petelur tipe ringan, yaitu sekitar 140 hari dengan berat badan 1350 g (North dan Bell, 1990; Leeson dan Summers, 1991; Ensminger, 1992) Tetapi jika dibandingkan dengan ayam lokal Indonesia, tidak jauh berbeda, yaitu sekitar 138-170 hari (Suprijatna, 1988; Suprijatna et al, 2005). Hal ini menunjukkan bahwa ayam Arab memiliki karakteristik sebagai ayam lokal. Lebih lanjut hasil penelitian ini menunjukkan perbedaan dengan yang terjadi pada ayam Ras petelur bahwa peningkatan level protein ransum 12 – 18 % mengakibatkan umur dewasa kelamin yang lebih cepat (Leeson dan Summers, 1991; Suprijatna dan Natawihardja, 2004). Hal ini menunjukkan bahwa pada saat periode pertumbuhan umur 12 – 20 minggu, ayam Arab kurang responsif terhadap peningkatan level protein ransum jika dibandingkan dengan ayam Ras. Umur awal bertelur dan besar telur adalah bersifat menurun dan dapat diperbaiki melalui perbaikan mutu genetis (Etches, 1990). Ayam Ras lebih
Tabel 4. Performan Saat Awal Peneluran (Dewasa Kelamin) Perlakuan Parameter
T1 (12 %)
Umur bertelur pertama (hari) Berat badan saat bertelur pertama (g)
T2 (15 %)
T3 (18 %)
166,30
169,17
162,67
1110,70
1197,68
1158,90
30,30
30,72
30,90
0,41
0,40
0,41
92,94
94,82
92,73
Kualitas telur pertama - Berat telur (g) - Tebal kerabang (mm) - Haugh unit
statistik tidak mengakibatkan perbedaan yang nyata. Demikian pula berat badan saat tercapai dewasa kelamin walaupun cenderung meningkat dengan meningkatnya level protein ransum, 1110,70 g (protein 12 %), 1197,68 g (protein 15 %) dan 1158,90 g (protein 18 %), tetapi secara statistik tidak mengakibatkan perbedaan yang nyata. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa walaupun ayam Arab dapat digolongkan sebagai ayam tipe petelur ringan tetapi mencapai pubertas lebih lambat dengan berat badan yang lebih ringan
114
responsif karena telah mengalami perbaikan mutu genetis untuk mencapai dewasa kelamin yang lebih cepat. Sementara ayam Arab belum mengalami perbaikan mutu genetis, bahkan cenderung semakin tidak murni karena banyak perkawinan yang tidak terarah. Hal ini berdampak kepada rendahnya responsibilitas terhadap perbaikan kualitas ransum. Peningkatan level protein ransum di atas 12 % tidak mengakibatkan adanya percepatan pertumbuhan untuk mencapai umur dewasa kelamin.
J.Indon.Trop.Anim.Agric. 31 [2] June 2006
Ayam akan mecapai dewasa kelamin jika telah mencapai bobot badan optimal. Peningkatan level protein ransum mengakibatkan konsumsi protein yang meningkat. Konsumsi protein akan menentukan laju pertumbuhan dan selanjutnya ayam akan cepat mencapai berat badan untuk tercapai dewasa kelamin (Suprijatna dan Natawihardja, 2004). Pada penelitian ini peningkatan level protein walaupun mengakibatkan konsumsi protein meningkat, tetapi tidak mengakibatkan terjadinya peningkatan berat badan, karena keterbatasan potensi genetis, maka kelebihan protein tersebut belum mampu dimanfaatkan untuk perkembangan organ reproduksi, sehingga mengakibatkan umur dewasa kelamin yang tidak berbeda, namun sudah menunjukkan adanya kecenderungan menjadi lebih dini pada level protein ransum yang tinggi. Level Protein Ransum dan Kualitas Telur Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap kualitas telur. Peningkatan level protein ransum dari 12 – 18 %, tidak mengakibatkan adanya perbedaan yang nyata terhadap berat telur, tebal kerabang dan Haugh Unit. Hasil penelitian ini berbeda dengan beberapa penelitian terdahulu pada ayam Ras petelur, bahwa peningkatan level protein ransum saat periode pertumbuhan mengakibatkan terjadinya peningkatan kualitas telur saat dewasa kelamin (Gardner dan Young, 1972; Kling et al.,1985; Leeson dan Caston, 1997; Suprijatna dan Natawihardja, 2004). Tetapi hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan yang terjadi pada ayam Buras (Suprijatna et al, 2005), bahwa level protein ransum yang meningkat dari 12-18 % tidak berpengaruh terhadap kualitas telur saat awal peneluran. Faktor yang mempengaruhi kualitas telur antara lain adalah berat badan dan umur. Berat badan yang meningkat dan bertambah umur dewasa kelamin akan mengakibatkan telur bertambah besar dan albumen yang lebih encer. Sementara konsumsi kalsium jika berlebihan akan ditimbun dalam tulang meduler sebagai cadangan bagi pembentukan kerabang pada awal peneluran (Leeson dan Summers, 1991). Pada penelitian ini kualitas telur yang tidak berbeda pada saat dewasa kelamin adalah karena peningkatan level protein tidak mengakibatkan
terjadinya peningkatan berat badan dan percepatan umur dewasa kelamin. Walaupun konsumsi protein meningkat, karena keterbatasan genetis maka protein yang dikonsumsi tidak mampu disintesis jadi jaringan tubuh dan material untuk pembentukkan telur, tetapi diekskresikan dalam ekreta. Dengan demikian hasil penelitan ini menunjukkan bahwa level proten ransum periode pertumbuhan 12 % telah mencukupi untuk pebentukkan telur pada awal peneluran. Penggunaan level protein yang lebih tinggi tidak mengakibatkan kualitas yang meningkat. Hal ini sesuai dengan pendapat Scott et al. (1982) dan NRC (1984) bahwa kebutuhan protein untuk ayam petelur tipe ringan yang sedang tumbuh menjelang dewasa adalah 12 % Tidak lebih dari 13 % (Kim dan McGinis, 1976). Penggunaan level protein yang lebih tinggi tidak berdampak terhadap peningkatan performan produksi saat memasuki periode produksi. KESIMPULAN Untuk pertumbuhan ayam Arab umur 12 – 20 minggu, penggunaan ransum dengan level protein lebih dari 12 % pada kandungan energi metabolisme 2750 kkal/kg tidak efisien. Konsumsi protein yang meningkat tidak mengakibatkan terjadinya peningkatan laju pertumbuhan dan percepatan dewasa kelamin, tetapi mengakibatkan terjadinya peningkatan ekskesi nitrogen, sehingga tidak berdampak nyata terhadap performan saat awal peneluran. Level protein 12 % merupakan level protein ransum yang optimal untuk pertumbuhan mencapai dewasa kelamin. DAFTAR PUSTAKA Austic, R.E. and M.C. Nesheim. 1990. Poultry Production. Thirteenth Edition. Lea and Febiger. Philadelphia. Douglas, C.R., D.M. Welch and R.H. Harms. 1985. A step-down protein program for commercial pullets. Poultry Sci. 64: 1137-1142. Ensminger, M.E. 1992. Poultry Science. 3rd Ed. Interstate Publisher, Inc. Denville.
Effect of Dietary Protein in Growing Period in 'Arab' Chicken [Suprijatna et al.]
115
Etches, R.J. 1996. Reproduction in Poultry. University Press. Cambridge.
tional Academi of Science. Washington. D.C.
Forbes, J.M. and F. Shariatmadari. 1994. Diet selection by poultry. World’s Poultry Sci.J. 50:7-24.
National Research Council. 1994. Nutrient Requirement of Poultry.. 9th. Rev. Ed. National Academi of Science. Washington. D.C.
Gardner F.A.and L.C. Young. 1972..The influence of dietary protein and energy levels on the protein and lipid content of the Hens egg. Poultry Sci. 49: 1687-1692.
North, M.O. and D.D. Bell. 1990. . Commercial Chicken Production Manual. Avi Publishing Company, Inc. Wesport. Connecticut.
Hawes, R.O. and L.J. Kling. 1993. The Efficacy of using prelay and early lay ration for Brownegg pullet. Poultry Sci. 72:1641-1649.
Scott, M.L., M.C. Nesheim and R.J. Young. 1982. Nutrition of the Chicken. M.L. Scott and Associate. Ithaca. New York.
Keshavardz, K. and M.E. Jackson. 1992. Performance of growing pullet and laying hens fed low-protein, amino acid supplemented diets. Poultry Sci. 71: 905-918.
Summers, J.D and S. Leeson, 1994. Laying hens performance as influence by protein intake to sixteen weeks of age and body weight at point of lay. Poultry Sci. 73: 495-501.
Kim, S.M. and J. McGinnis. 1976. Effect of level and sources of dietary protein in pullet grower diet on subsequent performance. Poultry Sci. 55:895-905.
Suprijatna, E. 1998. Performans Reproduktif Ayam Kampung Pada Pemberian Pakan Campuran Pakan Komersial dan Dedak Halus. Jurnal Pengembangan Peternakan Tropis 23 (1) : 1-6.
Kling, L.J., R.O. Hawes and R.W. Gerry. 1985. Effects of early maturation, layer protein level and methionin concentration on production performance of Brown –Egg type pullets. Poultry Sci. 64: 640-645. Kwakkel, R.P., B.J. Ducro and W.J. Coops. 1993. Multiphasic analysis of growth of the body and its chemical component in White Leghorn pullets. Poultry Sci. 59: 11-15 Leeson, S. and J.D. Summers. 1991. Commercial Poultry Nutrition. University Books. Guelph. Ontario. Leeson, S. and L.J. Caston. 1997. A problem with characteristics of the thin albumen in laying hens. Poultry Sci. 76: 1332-1336.
Suprijatna, E dan D. Natawihardja. 2004. Pengaruh Taraf Protein Dalam Ransum pada Periode Pertumbuhan Terhadap Performans Ayam Ras Petelur Tipe Medium Saat Awal Peneluran. Jurnal Pengembangan Peternakan Tropis. 29(1) : 33-38. Suprijatna, E., W. Sarengat dan S. Kismiati. 2005. Pertumbuhan Organ Reproduksi dan Dampaknya Terhadap Performans Produksi Telur Ayam Buras yang Memperoleh pakan Dengan Taraf Protein Berbeda Saat Periode Pertumbuhan. Prosiding Seminar Nasional Revitalisasi Bidang Kesehatan Hewan Dan Manajemen Peternakan Menuju Ekonomi Global, Dies Natalis XXXIII Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga, Surabaya. Halaman 45-54.
National Research Council. 1984. Nutrient Requirement of Poultry.. 8th. Rev. Ed. Na-
116
J.Indon.Trop.Anim.Agric. 31 [2] June 2006