PENGARUH INTENSITAS DAN LAMA CEKAMAN PANAS TERHADAP LAJU METABOLISME DAN KONSUMSI OKSIGEN PADA AYAM BROILER PERIODE STARTER (The effect of Intencity and Duration of Heat Exposure on Metabolism Rate and Oxygen Consumption in Broiler Chicken at Starter Period) Isroli, H. Pratikno, dan R. H. Listyorini Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang
ABSTRAK Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui pengaruh intensitas dan lama cekaman panas yang berbeda terhadap laju metabolisme dan konsumsi oksigen pada ayam broiler periode starter. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2003 di Laboratorium Fisiologi dan Biokimia Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang. Materi yang digunakan adalah 60 ekor ayam broiler periode starter strain CP 707 produksi CP Prima Tengaran, Salatiga. Temperatur lingkungan yang diteliti adalah suhu kamar sebagai kontrol (T0), dan temperatur di atas suhu kamar yaitu 37 0C (T1), 39 0C (T2) dan 41 0C (T3) masing-masing diukur pada waktu 12 jam (W1), 24 jam (W2), dan 36 jam (W3) setelah mulai cekaman panas. Analisis data menggunakan rancangan acak lengkap pola faktorial (4x3) dengan 5 kali ulangan. Pengukuran laju metabolisme dan konsumsi oksigen dilakukan dengan metode ‘closed indirect calorimetry’. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh interaksi antara derajat cekaman panas dengan lama cekaman panas tidak berpengaruh nyata terhadap laju metabolisme anak ayam, namun interaksi perlakuan tersebut berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap konsumsi oksigen. Derajat cekaman panas berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap laju metabolisme, namun derajat cekaman panas tidak berpengaruh nyata pada konsumsi oksigen. Lama cekaman panas berpengaruh nyata (P<0,05) baik terhadap laju metabolisme maupun konsumsi oksigen. Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa derajat cekaman panas yang digunakan dalam penelitian ini merupakan derajat panas yang masih nyaman bagi ayam broiler periode starter, namun semakin lama waktu pencekaman semakin menurunkan laju metabolisme dan konsumsi oksigen. Kata kunci : cekaman panas, laju metabolisme, konsumsi oksigen, broiler ABSTRACT The study was aimed to clarify the effect of intencity and duration of heat exposure on metabolism rate and oxygen consumption in broiler chicken at starter period. This experiment was carried out at the Physiology and Biochemistry Laboratory, Faculty of Animal Agriculture Diponegoro University, Semarang during October 2003. Sixty broiler chicken of CP 707 strain at starter period were devided into 4 groups randomly, and were housed at the respective ambient temperatures : room temperature (T0), 37oC (T1), 39 0C (T2) and 41 0C (T3). Each group of bird was measured their metabolism rate and oxygen consumption at 12th hour (W1), 24th hour (W2), and 36th hour (W3) after the initiation of treatments. The treatments were alotted to completely randomized design with 4x3 factorial pattern. A closed indirect calorimetry method was used to measure the metabolism rate and oxygen consumption of bird. The results showed that the interactive treatment between intencity and duration of heat exposure did not affect the metabolism rate of bird significantly, but the interactive treatment affeced (P<0.05) the oxygen
The effect of Heat Exposure in Broiler Chicken at Starter Period (Isroli et al.)
161
consumption of bird significantly. The heat intencity of heat exposure influenced (P<0.05) metabolism rate of bird, but did not affect the metabolism rate of bird significantly. The intensity and duration of heat exposure affected (P<0.05) both metabolism rate and oxygen consumption of bird significantly. The heat intencity in this experiment was still in comfort temperature area for the chikens, but it could reduce the metabolism rate and oxygen consumption of birds if the duration of heat exposure was prolonged. Keywords : heat exposure, metabolism rate, oxygen consumption, broiler
PENDAHULUAN Telah lama diketahui bahwa salah satu faktor pembatas produksi ternak unggas, khususnya ayam broiler adalah beban panas yang tinggi, karena ayam broiler merupakan ayam tipe pedaging yang mempunyai lemak tubuh dalam jumlah cukup banyak apabila telah mencapai umur dewasa. Lemak tersebut menjadi penghambat pembuangan panas yang diproduksi oleh tubuh, padahal ayam memperoleh panas dari hasil metabolisme dan dari lingkungan sekitarnya (Bianca, 1968). Ayam broiler yang baru menetas (“day old chicken”) justru memerlukan pemanas (“brooder”) pada awal kehidupannya. Namun demikian, perlu diketahui pada suhu berapa dan berapa lama ayam broiler periode stater merasa nyaman dalam “brooder”. Unggas yang memperoleh beban panas cukup tinggi akan melakukan berbagai reaksi baik yang muncul secara cepat maupun lambat. Reaksi tersebut muncul karena ayam broiler termasuk ternak homeotermis yang akan menjaga agar suhu tubuhnya tetap konstan. Reaksi yang dilakukan oleh ternak akan mempengaruhi berbagai fungsi organorgan tubuh serta proses yang terjadi di dalam tubuh. Perubahan fungsi organ tubuh dan proses yang terjadi di dalam tubuh tersebut pada akhirnya bermuara pada produk/hasil dari proses yakni output untuk hemeostasis. Proses metabolisme dapat dipengaruhi oleh lingkungan sekitar ternak. Indikator perubahan tersebut antara lain berubahnya laju metabolisme, dan laju metabolisme berhubungan langsung dengan jumlah oksigen yang dikonsumsi. Indikator tersebut dapat diukur menggunakan metode direct dan indirect calorimetry (Dale, 1970; NRC, 1971; Yousep, 1985). Oleh karena itu, perlu dilakukan
162
penelitian untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan laju metabolisme dan konsumsi oksigen pada ayam broiler yang dipelihara dalam kandang dengan suhu yang berbeda-beda.
MATERI DAN METODE Penelitian mengenai pengaruh intensitas dan lama cekaman panas terhadap laju metabolisme dan konsumsi oksigen pada ayam broiler periode sarter dilaksanakan pada bulan Oktober 2003 di Laboratorium Fisiologi dan Biokimia Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro Semarang. Ayam yang digunakan adalah ayam broiler umur 1 hari (DOC) periode starter strain CP 707 sebanyak 60 ekor yang diperoleh dari CP Prima Tengaran Salatiga. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari kandang untuk tempat pemeliharaan ayam (yang dilengkapi tempat pakan, tempat minum, termostat dan higrometer), instrumen kalorimeter (yang dilengkapi dengan termometer, manometer, barometer, spuit, kaustik soda dan kawat kasa), termometer badan, dan timbangan elektrik. Ayam dibagi menjadi 4 kelompok secara acak, masing-masing dipelihara dalam kadang yang suhunya berbeda-beda yakni : T0 (dipelihara dalam kandang suhu kamar), T1 (suhu kandang 370C) T2 (suhu kandang 390C) dan T3 (suhu kandang 410C) yang diatur menggunakan termostat. Pengukuran laju metabolisme dan konsumsi oksigen dilakukan masing-masing setelah ayam dicekam panas selama 12 jam (W1), 24 jam (W2), dan 36 jam (W3), sehingga keseluruhan terdapat 12 kombinasi perlakuan yakni T0W1, T0W2, T0W3, T1W1, T1W2, T1W3, T2W1, T2W2 T2W3, T3W1, T3W2, dan T3W3.
J.Indon.Trop.Anim.Agric.29 (3) September 2004
Pengukuran laju metabolisme dan konsumsi oksigen dilakukan menggunakan metode ‘closed indirect calorimetry’ (Dale, 1970). Kalorimetri diletakkan dalam satu ruang dengan kandang. Suhu kalorimetri diatur sesuai dengan suhu kandang pemeliharaan. Apabila terdapat sedikit perubahan (ketidak sesuaian) suhu, dapat diabaikan karena pengukuran hanya memerlukan waktu 1-2 menit, sehingga ayam belum terpengaruh oleh suhu kalorimeter tersebut. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap pola faktorial 4x3 yakni 4 macam suhu kandang (T0, T1, T2, dan T3) dan 3 macam lama cekaman panas (W1, W2, dan W3) dengan 5 kali ulangan, setiap unit percobaan terdiri atas 5 ekor ayam sehingga keseluruhan berjumlah 100 ekor ayam. Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis ragam. Apabila terdapat pengaruh perlakuan dilanjutkan dengan uji wilayah ganda Duncan (Steel dan Torrie, 1987). HASIL DAN PEMBAHASAN Laju Metabolisme Rata-rata laju metabolisme karena pengaruh dari perlakuan yang diberikan disajikan pada Tabel 1. Hasil analisis ragam terhadap laju metabolisme menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi antara intensitas cekaman dengan lama cekaman suhu kandang, namun faktor intensitas cekaman dan lama cekaman masing-masing berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap laju metabolisme. Rata-rata laju metabolisme tertinggi sampai yang terendah berturut-turut pada ayam yang dipelihara pada suhu kandang 410C (1324.30 kal/kg0,75/ hr), 370C (1291.37 kal/kg0,75/jam), 390C (1171.68 kal/ kg0,75/jam) dan suhu kamar 29-310C (866.64 kal/kg0,75/
jam). Secara statistik, laju metabolisme pada T0 berbeda nyata (P<0,05) dengan data yang lain (T1, T2, dan T3). Laju metabolisme rata-rata mengalami kenaikan dari T0 ke T1 sebesar 32,89 %, sedangkan dari T1 ke T2 mengalami penurunan 10,22 % dan dari T2 ke T3 mengalami kenaikan sebesar 11,52 %, namun secara statistik hanya T0 yang berbeda secara nyata, dan perlakuan T1, T2, dan T3 masing-masing secara statistik tidak berbeda secara nyata. Tidak adanya perbedaan yang nyata pada T1, T2, dan T3 diduga karena kisaran suhu masingmasing perlakuan sangat pendek, yaitu masingmasing sebesar 20C. Selain itu, suhu kandang tersebut diduga masih berada pada kisaran suhu toleransi bagi unggas periode starter, walaupun menurut Esmay (1982) bahwa zona termoneutral untuk unggas umur 0 – 1 minggu adalah 34 – 36 0C. Ayam broiler periode starter lebih tahan terhadap suhu yang lebih tinggi daripada periode sesudahnya. Data diatas menunjukkan bahwa pada suhu kamar laju metabolismenya paling rendah. Hal in berarti bahwa suhu optimal untuk broiler periode starter adalah diatas suhu kamar, sehingga ayam broiler periode starter masih membutuhkan “brooder” (pemanas). Kebutuhan suhu optimal bagi ayam broiler periode starter di atas suhu kamar tersebut juga karena pada periode starter pertumbuhan bulunya belum sempurna sehingga ayam broiler periode starter lebih tahan panas daripada periode sesudahnya. Oleh karena itu, umur merupakan faktor yang mempengaruhi laju metabolisme basal (Blem, 2000), pada hewan yang baru lahir laju metabolismenya lebih tinggi dari yang dewasa. Peningkatan laju metabolisme pada kelompok ayam yang diberi cekaman di atas suhu kamar
Tabel 1. Rata-rata Laju Metabolisme Ayam Broiler Periode Starter Lama Cekaman Panas Rata-rata W1 W2 W3 ……………………kal/kg0,75/jam……………………. TO 1072,43 767,21 760,28 866,64a Intensitas T1 1354,12 1300,13 1219,85 1291,37b Panas T2 1420,41 948,79 1145,84 1171,68b T3 1570,56 1305,32 1097,02 1324,30b a b b Rata-rata 1354,38 1080,36 1055,75 ab
Huruf kecil superskrip yang berada pada kolom yang sama dan pada baris yang sama menunjukkan ada perbedaan nyata (P<0,05).
The effect of Heat Exposure in Broiler Chicken at Starter Period (Isroli et al.)
163
dikarenakan peningkatan produksi panas untuk menjaga agar suhu tubuh tetap konstan (Dale, 1970). Disamping itu, hal tersebut juga disebabkan oleh rata-rata suhu tubuh ayam lebih tinggi dibanding mamalia, sehingga ayam lebih mampu beradaptasi terhadap panas (Esmay, 1982). Dijelaskan lebih lanjut bahwa suhu tubuh ayam rata-rata 41,9 0C. Lama cekaman berpengaruh terhadap laju metabolisme ayam broiler periode starter, dimana ratarata laju metabolisme ayam broiler yang diberi cekaman dengan lama W1 (12 jam) lebih tinggi (P<0,05), dibandingkan W2 (24 jam) dan W3 (36 jam). Berbeda dengan intensitas panas, faktor lama cekaman menurunkan laju metabolisme. Ayam yang dicekam terus menerus, terpaksa menurunkan laju metabolismenya setelah dicekam selama 36 jam. Hal ini berarti bahwa “brooder” bagi ayam broiler periode sarter, mutlak diperlukan, tetapi pemanasannya harus diturunkan secara bertahap seiring dengan bertambahnya umur ayam. Konsumsi Oksigen Rata-rata konsumsi oksigen tercantum pada Tabel 2. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa interaksi antara faktor intensitas cekaman dengan lama cekaman panas secara bersama-sama berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap konsumsi oksigen, dan secara tunggal faktor lama cekaman juga berpengaruh nyata (P<0,05), namun faktor intensitas cekaman panas tidak berpengaruh secara nyata terhadap konsumsi oksigen tersebut. Perlakuan W 1 menunjukkan rata-rata konsumsi oksigen tertinggi, yaitu sebesar 10,81 l/hr. Konsumsi oksigen turun pada perlakuan dan W2 W3, Pada pemanasan 12 jam semua intensitas pemanasan tidak berpengaruh terhadap konsumsi oksigen. Pada pemanasan 24 jam dan 36 jam intensitas pemanasan T1 sampai T 3 meningkatkan konsumsi oksigen. Apabila dilihat dari pengaruh lama cekaman panas, terlihat bahwa walaupun lama cekaman 12 jam (W1) saja konsumsi oksigen tertinggi, namun apabila dilihat dari pengaruh intensitas panas, pada kelompok ayam yang dipelihara pada suhu kamar (T0) konsumsi oksigen menurun pada lama cekaman 24 jam dan 36 jam. Hal ini berarti bahwa ayam broiler justru menurunkan konsumsi oksigen apabila tidak dipanaskan suhu kandangnya, sehingga
164
berdasarkan indikasi ini menguatkan bahwa brooder sangat penting bagi ayam-ayam tersebut. Perlakuan W3 (36 jam), konsumsi oksigennya meningkat menjadi 9,22 l/hr. Lama cekaman 12 jam tidak menurunkan konsumsi oksigen pada semua intensitas pemanasan, namun lama cekaman 24 jam dan 36 jam meningkatkan konsumsi oksigen pada intensitas pemanasan T1 sampai T3. Ayam merasa paling stres pada lama cekaman panas 24 jam namun ayam mulai mampu menyesuaikan diri lagi setelah 36 jam. Menurut Siegel (1968), peningkatan konsumsi oksigen setelah penetasan (periode starter) adalah untuk meningkatan produksi panas yang dibutuhkan oleh tubuh. Lama pemanasan akan mengakumulasikan panas pada tubuh, namun pada kaondisi panas dimana hewan mampu bertoleransi, laju konsumsi oksigen lebih tinggi pada ruang bertemparatur tinggi daripada yang bertempatur rendah (Nielsen, 1994), sehingga semakin lama dicekam, justru semakin tinggi konsumsi oksigen.
KESIMPULAN 1.
2.
Interaksi dari faktor derajat dan lama cekaman panas tidak berpengaruh pada laju metabolisme, namun berpengaruh pada konsumsi oksigen. Intensitas panas yang digunakan dalam penelitian ini masih merupakan derajat panas yang nyaman bagi ayam broiler periode starter, namun semakin lama waktu pencekaman semakin menurunkan laju metabolisme dan konsumsi oksigen.
DAFTAR PUSTAKA Bianca, W. 1968. Thermoregulation. In : Hafez E.S.E. (Ed). Adaptation of Domestic Animals. Lea and Febiger, Philadelphia. Blem, C. E. 2000. Energy Balance. In : Whittow,G.C. (Ed). Sturkie’s Avian Physiology. 5th Ed. Academic Press, San Diego.
J.Indon.Trop.Anim.Agric.29 (3) September 2004
Tabel 2. Rata-rata Konsumsi Oksigen Ayam Broiler Periode Starter Lama Cekaman Rata-rata W1 W2 W3 ………………………l/jam …………………………. TO 8,72ab 6,65c 7,52b 7,63 a a Intensitas T1 11,00 9,59 10,52a 10,37 Panas T2 11,19a 7,35bc 9,38a 9,31 a T3 12,33 9,64a 9,47a 10,48 Rata-rata 10,81a 8,31b 9,22b abc
Huruf kecil superskrip yang berbeda baris dan kolom yang sama, menunjukkan adanya perbedaan nyata (P<0,05).
Dale, H. E. 1970. Energy Metabolism. In : Swenson, M.J. (Ed). Dukes’ Physiology of Domestic Animals. Cornel University Press, Ithaca.
Siegel, H.S. 1968. Adaptation of Poultry. In : Hafez, E.S.E. (Ed). Adaptation of Domestic Animals. Lea and Febiger, Philadelphia
Esmay, M.L. 1982. Principles of Animal Environment. Avi Publishing Co. Connecticut.
Steel, R.G.D. and. J.H. . Torrie. 1987. Principles and Procedures of Statistics, A Biometrical Approach. 2nd Ed. McGraw-Hill Co., New York.
Nielsen, K.S. 1994. Animal Physiology : Adaptation and Environment. Cambridge University Press, Cambridge. Nationel Research Council. 1971. A Guide to Environmental Research On Animals. National Academic of Science, Washington.
Yousep, M.K. 1985. Measurement of Heat Production and Heat Loss. In : Yousef, M.K. (Ed). Stress Physiology in Livestock Vol I. CRC Press, Florida.
The effect of Heat Exposure in Broiler Chicken at Starter Period (Isroli et al.)
165