PENGARUH KANDUNGAN LISIN DAN ENERGI METABOLIS DALAM RANSUM YANG MENGANDUNG UBIKAYU FERMENTASI TERHADAP KONSUMSI RANSUM DAN LEMAK AYAM BROILER (The Effect of Lysine and Metabolizable Energy Levels in Fermented Cassava Diet on Feed Consumption and Body Fat in Broiler Chicken) S. S. Maryuni dan C. H. Wibowo Fakultas Peternakan Universitas Semarang, Semarang
ABSTRAK Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh kandungan lisin dan energi metabolis (EM) berbeda dalam ransum yang mengandung ubikayu fermentasi terhadap lemak ayam broiler. Penelitian menggunakan anak ayam berumur 4 hari sebanyak 150 ekor dengan bobot rata rata 82,03 ± 9,35 gram. Ayam secara acak dipelihara pada 30 unit kandang selama 42 hari, tiap unit diisi 5 ekor ayam. Perlakuan ransum yang diterapkan : E1L1 (kadar lisin 1,1% dan EM 2800 kkal/kg), E2L1 (kadar lisin 1,1% dan EM 3000 kkal/kg), E3L1 (kadar lisin 1,1% dan EM 3200 kkal/kg), E1L2 (kadar lisin 1,3 % dan EM 2800 kkal/kg), E2L2 (kadar lisin 1,3 % dan EM 3000 kkal/kg), dan E3L2 (kadar lisin 1,3 % dan EM 3200 kkal/kg). Perlakuan dialkoasikan sesuai rancangan acak lengkap pola faktorial 2X3 dengan 6 perlakuan dan 5 kali ulangan. Parameter yang diamati adalah konsumsi ransum, persentase lemak abdominal dan kadar lemak daging paha. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumsi ransum tergantung pada energi metabolis dan kandungan lisin, persentase lemak abdominal dan kadar lemak paha tidak tergantung pada energi metabolis dan kandungan lisin. Rerata konsumsi ransum sebesar 70,28 g/ekor/hari, persentase lemak abdominal berdasarkan kandungan lisin dan energi metabolis sebesar 2,106% dan rerata kadar lemak paha sebesar 5,58%. Kesimpulan penelitian mengindikasikan bahwa terdapat interaksi antara kandungan lisin dan energi metabolis dalam ransum yang mengandung ubikayu fermentasi terhadap konsumsi ransum, di sisi lain tidak ada interaksi antara kandungan lisin dan energi metabolis dalam ransum yang mengandung ubikayu fermentasi terhadap persentase lemak abdominal dan kadar lemak paha ayam broiler. Kata kunci : lisin, lemak badan, ubikayu fermentasi, broiler ABSTRACT The objective of the experiment was to determine the effect of lysine level and metabolizable energy (ME) level in fermented cassava diet on feed consumption and body fat in broiler chicken. The experiment used 150 chicks (4 days old, with average initial body weight of 82.03 ± 9.35 g). The chicken were randomly divided and were housed on 30 litter floor type of cages for 42 days. The dietary treatments were : E1L1 (1.1% lysine and 2800 kkal/kg ME), E2L1 (1.1% lysine and 3000 kkal/kg ME), E3L1 (1.1% lysine and 3200 kkal/kg ME), E1L2 (1.3 % lysine and 2800 kkal/kg ME), E2L2 (1.3 % lysine and 3000 kkal/kg ME), and E3L2 (1.3 % lysine and 3200 kkal/kg ME). The treatments were alloted into a completely randomized design with 2X3 factorial pattern and 5 replications in each treatment. The parameters were feed consumption, percentage of abdominal fat, and leg fat level. The result of this study showed that feed consumption was affected by metabolizable energy and lysine contents, but percentage of abdominal fat, tight fat level did not depend on metabolizable energy and lysine content. Average of feed consumption was : 70.28 g/hen/day, abdominal fat percent to lysine content and
26
J.Indon.Trop.Anim.Agric. 30 (1) March 2005
metabolizable energy was : 2.106 %. Average of leg fat rate was 5.58 %. It could be concluded that there was interactive effect between lysine contents and metabolizable energy in fermented cassava diet on feed consumption, but there was not interactive effect between lysine contents and metabolizable energy in fermented cassava diet on percentage of abdominal fat and leg fat level. Keywords : lysine, body fat, fermented cassava, broiler
PENDAHULUAN Ayam pedaging merupakan salah satu komoditas ternak penghasil daging. Ayam tersebut mempunyai daging yang empuk, tekstur kulit yang halus, harga yang relatif murah dan siklus hidup yang singkat. Upaya untuk memperoleh ayam pedaging diperlukan sistem kelola yang baik dan efisien. Harga ransum pada masa sekarang mahal, namun kenaikan harga-harga produk peternakan kurang sebanding dengan kenaikan harga ransum bahkan selama ini produk peternakan cenderung mengalami fluktuasi harga yang cukup tajam. Perlu dipikirkan pemecahannya mengingat biaya ransum dalam usaha peternakan mencapai 60-70 % dari total biaya produksi. Upaya menekan biaya ransum dan meningkatkan keuntungan dapat dilakukan antara lain adalah dengan penggunaan ubikayu sebagai alternatif salah satu bahan pakan lain. Salah satu sumber energi bahan pakan unggas adalah jagung, tetapi penggunaan jagung sebagai bahan pakan sering bersaing dengan kebutuhan manusia, harga yang relatif mahal, pada saat tertentu sulit diperoleh. Salah satu upaya untuk mengurangi ketergantungan pada jagung perlu dicari bahan pakan lain yang dapat digunakan untuk sumber energi alternatif. Ubikayu merupakan sumber energi alternatif yang dapat dipakai dalam ransum ayam. Ubikayu banyak diproduksi di Indonesia, walaupun demikian ubikayu masih belum umum dipakai didalam ransum ayam. Sebaliknya negara-negara Eropa sudah sejak lama menggunakan 10-20 % tepung ubi kayu didalam ransum unggas yang diimport dari negaranegara Asia termasuk Indonesia (Grace 1977 ; Wargiyono, 1980). Menurut beberapa hasil penelitian, kandungan gizi ubikayu hampir sama dengan jagung kecuali protein dan asam amino khususnya lisin
sangat rendah. sedangkan kandungan energinya relatif hampir sama. Usaha meningkatkan kandungan nutrisi ubikayu perlu dapat dilakukan dengan fermentasi. Hasil penelitian Hartadi et al. (1990) dan Jalaludin (1977) menunjukkan bahwa kandungan nutrisi ubikayu yang difermentasi meningkat bila dibandingkan dengan kandungan ubikayu tanpa fermentasi dalam bentuk segar dan kering. Peningkatan ini karena aktifitas kapang dalam ragi tempe yang dapat menghasilkan biomassa mikroba yang tumbuh dari proses fermentasi (Sabrina et al., 2001). Al Arif (1997) melaporkan bahwa kapang terbanyak dalam ragi tempe adalah Rhizopus oligosporus dan kapang tersebut dapat meningkatkan kandungan substrat yang difermentasi. Hermanto (1994) dan Sabrina et al. (2001) melaporkan hasil fermentasi ubikayu meningkat kadar proteinnya. Lisin merupakan asam amino kritis untuk ayam dan sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan yang sangat cepat (Han dan Baker, 1991). Oleh karena itu kiranya perlu dilakukan penelitian penggunaan ransum berbahan baku ubikayu fermentasi yang dikombinasikan dengan penambahan lisin pada ayam broiler. MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan selama 12 minggu, bertempat di Srondol Wetan Kecamatan Banyumanik Kota Semarang. Kandang yang digunakan adalah kandang lantai litter sebanyak 30 unit, tiap unit berukuran panjang 1 m, lebar 1m dan tinggi 0,75 m, dilengkapi dengan tempat pakan, tempat minum, lampu pemanas dan lampu listrik sebagai penerang. Timbangan elektrik untuk menimbang bobot badan ayam dengan kapasitas 2,6 kg dengan tingkat ketelitian 1 gram dan timbangan merk Ohauss untuk menimbang ragi tempe dan bobot lemak dengan
The Lysine and Metabolizable Energy Levels in the Diet of Broiler (Maryuni and Wibowo)
27
Tabel 1. Susunan Ransum Penelitian dan Kandungan Nutrisi Periode Starter Bahan % Jagung (%) Bkl kedelai (%) Ubikayu Fermentasi (%) Tepung ikan (%) Bkl kelapa (%) Minyak (%) Lisin (%) Premix (%) Bekatul (%) Protein (%) Energi (kkal/kg) Lisin (%) Arginin (%) Methionim (%)
Perlakuan E1L1 17 20 20 10 9 0,1 0 0,5 23,5 20,37 2887 1,21 1,19 0,33
E2L1 20 20 20 10 5 1 0 0,5 23,5 20,10 3026 1,16 1,1 0,33
E3L1 23 21 20 10 3 4 0 0,5 18,5 19,90 3210 1,14 1,07 0,32
E1L2 19 21 20 10 9,1 0,1 0,3 0,5 20 20,86 2889 1,52 1,2 0,34
E2L2 20 20 20 10 4,7 2 0,3 0,5 22,5 20,23 3054 1,42 1,10 0,32
E2L3 20 20 20 10 5 5 0,3 0,5 19,2 19,84 3209 1,44 1,09 0,32
E1L2 20 14 20 10 9,6 0,1 0,3 0,5 25,5 18,49 2896 1,38 1,09 0,32
E2L1 25,5 14,7 20 10 5 4 0,3 0,5 20 17,94 3194 1,36 1,04 0,31
E3L1 20 16 20 10 5 5 0,3 0,5 23,2 18,51 3213 1,36 1,02 0,31
Tabel 2. Susunan Ransum Penelitian dan Kandungan Nutrisi Periode Grower Bahan % Jagung (%) Bkl kedelai (%) Ubikayu Fermentasi (%) Tepung ikan (%) Bkl kelapa (%) Minyak (%) Lisin (%) Premix(%) Bekatul (%) Protein (%) Energi metabolis (kkal/kg) Lisin (%) Arginin (%) Methionin (%)
Perlakuan E1L1 20 15 20 10 10,6 0,1 0 0,5 23,8 18,56 2891 1,11 1,12 0,32
E2L1 22 16 20 10 5 4 0 0,5 22,5 18,28 3182 1,06 1,02 0,31
tingkat ketelitian 0,01 gram dengan kapasitas 310 gram. Pisau tajam, gunting dan scalpel digunakan untuk memotong ayam maupun menyayat lemak, serta peralatan lain yang digunakan adalah mangkok plastik kecil dan nampan plastik serta blender. Bibit ayam yang digunakan adalah anak ayam umur 4 hari unsexed CP 707 sebanyak 150 ekor produksi PT Charoen Pophand dengan bobot awal rata rata 82,03 ± 9,35 g. Metode penelitian dibagi beberapa tahap, yaitu tahap persiapan, penyusunan ransum, pemeliharaan, pemotongan dan pemisahan lemak
28
E3L1 20,5 16 20 10 5 5 0 0,5 23 18,22 3225 1,06 1,02 0,31
kemudian dianalisis di laboratorium. Tahap persiapan, persiapan kandang dilakukan sebelum anak ayam datang. meliputi pembersihan kandang dan lingkungan, mencuci hamakan kandang, memasang lampu listrik, meratakan litter, pengapuran, menyiapkan tempat pakan dan minum.pembuatan ubikayu fermentasi. Tahap pemeliharaan, dilakukan selama 42 hari yang meliputi pemberian pakan/minum dan vaksinasi. Ransum pada dasarnya diberikan ad libitum,setiap pagi dan sore hari ransum yang tercecer dan sisa ransum ditimbang. Juga tempat pakan dan minum dibersihkan. Penimbangan ayam
J.Indon.Trop.Anim.Agric. 30 (1) March 2005
dilakukan seminggu sekali. Tahap pemotongan dan pemisahan lemak, sebelum dipotong dipuasakan tidak diberi pakan selama semalam, namun untuk air minum tetap diberikan. Ayam dipotong pada umur 42 hari yang sebelumnya ditimbang terlebih dahulu dan dipotong. Ayam setelah dipotong dibersihkan bulunya, shank dan alat alat dalam (organ jeroan), kepala dan leher tinggal sayap, punggung dan dada (karkas). Karkas tersebut diambil lemak abdominalnya khususnya yang melingkupi sekitar bursal fabricus dan kloaka. Ransum terdiri dari bahan pakan antara lain tepung ubikayu fermentasi, bekatul jagung kuning, bungkil kedelai, bungkil kelapa, tepung ikan, minyak curah , lisin dan premix, selanjutnya disusun sebagai ransum penelitian dengan komposisi seperti pada Tabel 1. Parameter yang diamati di dalam penelitian ini adalah konsumsi ransum, persentase lemak abdominal dan kadar lemak paha. Data yang terkumpul selanjutnya diolah secara statistik dengan analisis ragam (uji F), dan apabila ditemukan perbedaan yang nyata, maka dilanjutkan dengan uji wilayah Ganda Duncan (Steel and Torrie, 1993) HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ransum Hasil penelitian menunjukkan bahwa rataan konsumsi ransum perlakuan adalah 70,28 g/ekor/hari (Tabel 3). Tingkat konsumsi ransum bahan pakan terfermentasi ini lebih tinggi dari beberapa penelitian lain. Kompiang et al. (2001) melaporkan bahwa tingkat konsumsi ransum sagu terfermentasi adalah 62,08 g/ekor/hari. Agustiningsih (2001) mencatat bahwa tingkat konsumsi ransum bungkil biji karet fermentasi adalah 53,32 g/ekor/hari. Namun hasil penelitian dari Soediarto (2000) melaporkan bahwa tingkat konsumsi ransum protein sel tunggal adalah 87,74 g/ekor/hari. Di lain pihak Jalaludin (1978) melaporkan bahwa tingkat konsumsi ransum ubi kayu sebesar 68 g/ekor/hari. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa tingkat pemberian energi metabolis dan lisin pada ransum ubi kayu fermentasi menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0,05) terhadap tingkat konsumsi ransum.
Tabel 3. Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Pakan pada Ayam (g/hari/ekor) Energi Metabolis (kkal/kg) Lisin (%) 2800 3000 3200 Rerata 1,1 1,3 Rerata
70,52 abc 66,74 c 68,63
75,30 a 66,64 c 70,97
74,54 ab 67,95 bc 71,24
73,45 67,11 70,28
Huruf superskrip yang berbeda menunjukkan perbedaan (P<0,05)
Dari data di atas terlihat bahwa kandungan lisin dapat menyebabkan angka konsumsi ransum yang menurun, hal ini sesuai dengan yang diperoleh Han dan Baker (1993) yang menyatakan bahwa setelah mencapai konsumsi ransum yang tinggi jika ditambahkan lisin akan mengakibatkan penurunan konsumsi ransum. Hal tersebut juga dilaporkan oleh Mc Donald dan Bruce (1976) bahwa penambahan lisin pada ayam petelur menyebabkan turunnya konumsi ransum. Selain itu Piao et al. (1998) melaporkan bahwa terdapat sesuatu hal yang belum diketahui dengan penambahan lisin yang disertai perbedaan kandungan energi tidak mutlak menentukan perbedaan konsumsi ransum. Pada penelitian ini terlihat bahwa kandungan lisin pada ransum akan memberikan konsumsi ransum yang lebih rendah. Kandungan energi ransum menentukan besarnya konsumsi ransum karena ayam merupakan ternak yang mengkonsumsi ransum untuk memenuhi kebutuhan energi (Wahju, 1988; Anggorodi, 1990). Namun Widyani et al. (2001) melaporkan bahwa pemberian berbagai tingkat energi dan protein ransum akan memberikan interaksi yang mempengaruhi konsumsi ransum yang berbeda nyata, dan jika dilihat energi secara mandiri tidak memberikan perbedaan konsumsi ransum. Hal ini dimungkinkan seperti diutarakan Kompiang dan Supriyati (2001) yang mengutip beberapa hasil penelitian Denbow (2000) bahwa adanya kemampuan unggas memilih pakan berdasarkan kandungan protein dan atau kandungan asam aminonya. Persentase Lemak Abdominal Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi antara perlakuan kandungan lisin dengan perlakuan energi metabolis tidak berberda nyata (P>0,05) sehingga pengaruh kandungan lisin terhadap persentase lemak abdominal tidak tergantung dengan
The Lysine and Metabolizable Energy Levels in the Diet of Broiler (Maryuni and Wibowo)
29
Tabel 4. Pengaruh Perlakuan terhadap Persentase Lemak Abdominal pada Ayam Energi Metabolis (kkal/kg) Lisin (%) 2800 3000 3200 Rerata -----------------% ---------------1,1 2,28 2,28 2,38 2,36 1,3 1,11 1,11 2,26 1,85 Rerata 1,695 1,695 2,32 2,11
energi metabolis (Tabel 4). Demikian juga sebaliknya interaksi antara perlakuan energi metabolis dengan perlakuan kandungan lisin tidak berbeda nyata (P>0,05) sehingga pengaruh energi metabolis terhadap persentase lemak abdominal tidak tergantung pada kandungan lisin. Rerata persentase lemak abdominal berdasarkan kandungan lisin L1 dan L2 sebesar 2,360% dan 1,853%, sedangkan rerata persentase lemak abdominal berdasarkan energi metabolis E1, E2 dan E3 masing masing sebesar 1,695%, 2,305% dan 2,320% (Tabel 4). Hasil penelitian ini lebih tinggi dari penelitian Agustiningsih (2002) yaitu sebesar 1,745 %. Hal tersebut karena ayam broiler yang digunakan dalam penelitian ini sebagian besar berjenis kelamin betina. Kubena et al (1974) menyatakan bahwa persentase lemak abdominal ayam jantan lebih rendah (1,44%) dari pada ayam betina (1,93%) Penimbunan lemak abdominal ini terjadi pada rongga tubuh yang terdapat pada rongga dada dan alat pencernaan bawah (Leeson dan Summer, 1979). Deaton et al. (1972) menyebutkan bahwa berat lemak abdominal cenderung meningkat dengan bertambahnya umur. Pada periode pertumbuhan awal lemak yang disimpan dalam tubuh jumlahnya sedikit namun pada pertumbuhan akhir proses penimbunan lemak berlangsung cepat dan lemak akan disimpan di bawah kulit, disekitar organ dalam antara lain empedal, usus dan otot. Hal tersebut didukung oleh pernyataan Scott et al. (1982) dan Wahju (1997), apabila ayam mengkonsumsi energi yang berlebihan maka ayam akan menimbun kelebihan energi tersebut dalam bentuk lemak. Selain hal tersebut di atas penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang diakibatkan oleh pemberian lisin dan perbedaan energi ransum. Ransum yang diberikan dalam
30
penelitian ini paling rendah energi metabolisnya 2800 kkal/kg dan tertinggi 3200kkal/kg, namun kandungan protein sama antar perlakuan (Tabel 2). Seharusnya ransum yang berenergi tinggi harus disertai dengan protein yang tinggi agar mempunyai efisiensi yang tinggi pula (Suharsono,1976). Dijelaslan oleh Leclerecq dan Whitehead (1998) bahwa pertumbuhan dan penimbunan lemak dipengaruhi oleh komposisi ransum terutama tingkat energi dalam ransum, perbandingan energi protein dan kadar lemak ransum. Lemak dalam ransum berpengaruh terhadap penimbunan lemak ayam pedaging. Pernyataan diatas didukung oleh Nelson (1980) yang dikutip oleh Wilson et al. (1982), salah satu faktor nutrisi yang mempengaruhi timbunan lemak abdominal ayam pedaging adalah lemak dalam ransum. Lemak dalam ransum berpengaruh terhadap pembentukan lemak pada unggas (Rosebrough et al,. 1999). Ransum berlemak akan menurunkan penggabungan asetat pada asam lemak hepatik secara in vitro. Pemberian ransum berlemak akan menurunkan jumlah koenzim A yang mendukung deposisi asam lemak de novo. Penurunan koenzim A menurunkan proses katalitik yang potensial pada asil koenzim A dan sintesis asam lemak yang diatur oleh enzim melalui lemak rantai panjang turunnya asetil koenzim (Rosebrough et al,. 1999). Pengaruh lemak dalam ransum terhadap penimbunan lemak abdominal diduga karena ayam pedaging belum mencapai taraf yang berbeda nyata. Di lain pihak penambahan lisin dalam ransum juga tidak berpengaruh nyata terhadap berat abdominal. Penyebab dari fenomena tersebut antara lain karena penambahan lisin dalam ransum masih dalam kisaran normal. Penggunaan lisin dalam penelitian ini masih dibawah tingkat yang dianjurkan oleh NRC (1984) yaitu 1,10 %; sedangkan NRC (1994) menganjurkan pada tingkat pemberian sebesar 1.20%. Pada penelitian Widyani et al.(1998), tingkat pemberian lisin adalah 1,44 %. Kadar Lemak Paha Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi antara perlakuan kandungan lisin dengan perlakuan energi metabolis tidak berpengaruh nyata (P>0,05) sehingga pengaruh kandungan lisin terhadap kadar lemak paha tidak tergantung dengan energi metabolis (Tabel 5). Demikian juga sebaliknya
J.Indon.Trop.Anim.Agric. 30 (1) March 2005
Tabel 5. Pengaruh Perlakuan terhadap Kadar Lemak Paha Energi Metabolis (kkal/kg) Lisin (%) 2800 3000 3200 -----------------% ---------------1,1 5,49 5,67 4,93 1,3 5,65 5,54 6,23 Rerata 5,57 5,60 5,58
Rerata 5,36 5,81 5,59
interaksi antara perlakuan kandungan lisin dengan perlakuan energi metabolis tidak berpengaruh nyata (P>0,05) sehingga pengaruh energi metabolis terhadap kadar lemak paha tidak tergantung pada kandungan lisin. Rerata kadar lemak paha berdasarkan kandungan lisin L1 dan L2 sebesar 5,339% dan 5,808%, sedangkan rerata persentase lemak abdominal berdasarkan energi metabolis E1, E2 dan E3 masing masing sebesar 5,570%, 5,603% dan 5,682% (Tabel 5). Hasil penelitian ini lebih rendah dari penelitian Agustiningsih (2002) yaitu sebesar 6,450%. Oleh karena semakin tinggi energi pakan yang dikonsumsi menyebabkan kandungan lemak daging tinggi, apabila ayam mengkonsumsi energi berlebihan maka ayam akan menimbun kelebihan energi tersebut dalam bentuk lemak Scott et al., 1982 dan Wahju, 1997). Energi pakan merupakan faktor penting yang mempengaruhi komposisi karkas, terutama pada proporsi kadar lemak, pakan dengan energi tinggi menghasilkan proporsi kadar lemak karkas tinggi hal ini terjadi sebagai akibat dari sintesis lemak dari karbohidrat (Soeparno, 1994). Lisin merupakan asam amino esensial yang terkait dengan pertumbuhan ayam broiler. Wahju (1985) menyatakan bahwa apabila ransum kekurangan protein atau bagian asam amino esensial akan menyebabkan penurunan produksi dan ayam akan kehilangan berat badan. Sebaliknya kelebihan protein atau asam amino esensial dalam ransum dapat menyebabkan penurunan pertumbuhan serta kandungan lemak dan asam urat darah. Bahan baku ransum dalam penelitian ini berupa ubikayu telah difermentasi dengan menggunakan mikroba Rhizopus oligosporus dalam rangka memperbaiki nilai nutrisi bahan pakan, menurunkan lemak dan serat kasar. Chach et al. (1975) menyebutkan bahwa kultur
mikroba dapat mempengaruhi metabolisme lemak pada Ayam broiler, namun faktor utama penyebab turunnya akumulasi lemak oleh mikroba masih belum jelas. Danielson et al. (1989), dan Imaizumi et al. (1992) menyebutkan bahwa penggunaan mikroba dapat menurunkan lemak karkas. Selain hal tersebut di atas penelitian ini menunjukkan tidak ada pengaruh perlakuan terhadap kadar lemak paha, karena tingkat energi antar perlakuan. Ransum yang diberikan dalam penelitian ini paling randah energi metabolisnya 2800 kkal/kg dan tertinggi 3200 kkal/kg, namun kandungan protein sama antar perlakuan (Tabel 2). Seharusnya ransum yang berenergi tinggi harus disertai dengan protein yang tinggi agar mempunyai efisiensi yang tinggi pula (Suharsono,1976). Menurut Soeparno (1998), jenis komposisi kimia dan komposisi pakan mempunyai pengaruh yang besar terhadap pertumbuhan. Komposisi protein dan energi yang lebih tinggi akan menghasilkan laju pertumbuhan yang lebih cepat pada ternak, hal ini dapat dimanipulasi dengan perlakuan nutrisi yang berbeda. Elsweyk (1993) menyatakan bahwa untuk menurunkan kadar lemak ayam broiler dapat dilakukan dengan cara memanipulasi pakan, salah satu sumber bahan pakan yang dapat mempengaruhi komposisi daging ayam broiler adalah lemak nabati. Ransum berlemak menurunkan penggabungan asetat pada asam lemak hepatik secara in vitro. Disamping itu pemberian ransum berlemak akan menurunkan jumlah koenzim-A yang mendukung deposisi asam lemak de novo. Turunnya koenzim-A akan menurunkan katalitik yang potensial pada asetil koenzim-A dan sintesis asam lemak, yang diatur oleh enzim, melalui lemak rantai panjang turunan asil koenziem-A (Rosebrough et al.,1999). Penelitian Widhiharti dan Kamal (1998), menunjukan bahwa penurunan tingkat energi ransum dari 3300 kkal/kg menjadi dengan 2700 kkal/kg dengan kombinasi meningkatkan protein dari 18% menjadi 22 % serta memperpendek masa pemeliharaan akan menurunkan kandungan lemak badan. Pada penelitian ini kemungkinan pengaruh lemak dalam ransum terhadap penimbunan lemak ayam pedaging belum sampai taraf yang berbeda nyata. Menurut Penelitian Mahfudz et al.(1998), dengan perlakuan temperatur 26-33° C dan energi
The Lysine and Metabolizable Energy Levels in the Diet of Broiler (Maryuni and Wibowo)
31
metabolis 3300 kkal/kg menghasilkan kadar lemak karkas 0,72%; 0,95% dan 0,98%; sedangkan penelitian Baziz et al. (1996) menghasilkan kadar lemak karkas 2,85%; 1,86% dan 3,28% pada perlakuan dengan temperatur 22-23 ° C. KESIMPULAN Hasil penelitian yang telah diuraikan di depan dapat disimpulkan bahwa: 1. Terdapat interaksi antara kandungan lisin dan energi metabolis dalam ransum terhadap konsumsi ransum, di sisi lain tidak terdapat interaksi kandungan lisin dan energi metabolis dalam ransum terhadap persentase lemak abdominal dan kadar lemak paha. 2. Kadar lisin dan energi metabolis dalam ransum yang berbeda menyebabkan perbedaan konsumsi ransum, tetapi tidak menyebabkan perbedaan persentase lemak abdominal dan kadar lemak paha.
and C.W. Hesseltine. 1975. Growth-promoting effects of fermented soybean for broilers. Poultry Sci. 54 : 600-609 Danielson, A.,d E.P. Peo Jr., K. M. Shahani , A.J. Lewis, P.J. Whalen and M.A. Amer. 1989. Anticholsrteremic property of Lactobacillus acidophilus Yogurt fed to mature boars. J. Anim. Sci. 67: 966-974. Deaton,.J.W. and B.D. Lott. 1985. Age and dietary energy effect on broiler abdominal deposition. Poultry Sci. 64 :2161-2164. Denbow.D.M. 2000. Gastrointestinal Anatomy dan Physiologi Dalam Sturkie’s Avian Physiologi, 5th Ed., Editor G.C. Whittonw. Academic Press, San Diego. Elswyk, M.E.V. 1993. “Designer Food Manipulating the Fatty Acid Composition of Meat and Eggs for the Health Conscious Consumer” Nutritional Today, March/April.
DAFTAR PUSTAKA Agustiningsih, D. 2002. Pengaruh penggunaan bungkil biji karet fermentasi dengan inokulum tempe dan oncom dalan ransum terhadap performans ayam broiler. Tesis Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro, Semarang Anggorodi.H.R. 1995. Nutrisi Aneka Ternak Unggas. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.. Al Arif, M..A. 1997. Nilai Kecernaan bahan kering dan protein beberapa sumber karbohidrat yang difermentasi. Media Kedokteran Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan 13 (2) : 96-102.
Han Y. and D.H. Baker. 1993. Effect of sex , heat stress body weight and genetic strain on the lysine requirement of broiler chick. Poultry Sci. 72: 701- 708. Hartadi, H; S. Reksodiprodjo, A.D. Tillman, (1990). Tabel Komposisi Pakan untuk Indonesia. Gadjah Mada University Press. Hermanto. 1994. Meningkatkan kadar protein singkong dengan Candida tropicalis Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian RI, Bogor XVI (1) 1 –2
Baziz, H.A. Geraert. J.C.F. Padilha and S. Guillamin. 1996. Choironic heat exposure enhances fat deposition and modifies muscle and fat partition in broiler carcasses. Poultry Sci 75 : 505513.
Imaizumi, K., K. Hirata, M. Zommara, M. Sugano and Y. Suzuki. 1992. Effectof cultured milk product by Lactobacillus and Bifidobacterium species on the secretion of bile acids in hepatocytes and rats. J. Nutr. Sci Vitaminol. 38 :343351.
Chach, C.C.,C.W. Carlson, G. Semeniuk, I.S. Palmer
Jalaludin,S. 1978. Cassava as Feedingtuffs for
32
J.Indon.Trop.Anim.Agric. 30 (1) March 2005
Livestocks in Feedingstuffs for Livestock in Southeast Asia dalam: C. Devendra dan R.I. Hutagalung (Editor). Malaysian Soc. of Anim. Prod. Kamal, M. 1995 Pakan Ternak Non-Ruminansia (unggas). Jurusan Nutrisi Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada,Yogyakarta. Kompiang, I.P. dan Supriyati. 2001. Pengaruh cara pemberian pakan dengan ampas sagu terfermentasi terhadap kinerja ayam pedaging. J. Ilmu Ternak and Veteriner. 6(1), 14-183. Leeson, S and A.K. Zubair. 1997 Nutrition of the broiler chicken around the period of compensatory growth. Poultry Sci. 76 :992-999. Leclercq, B and C.C. Whitehead. 1998. Leannes in Domestic Birds. Butterworth dan Co. LtdINRA. Mahfudz, L.D., B.Srigandono, W. Sarengat, F.S.Lingganingrum, dan A. Widayati. 1998. Pengaruh Beragam Zona Temperatur dan Rasio Energi-Protein terhadap Penampilan Ayam Pedaging. Jurnal Pengembangan Peternakan Tropis, 24 (3); 98-104 Mc Donald, M.W. and I.J. Bruce . 1976 Effec of methionin and lysine supplementation of diets for laying hens on production and feed intake. Austr. J. Agric Res. 27(5); 739-748. NRC. 1994. Nutrien Requirement of Poultry. 9th edition, National Academy Science, Washington. Piao, X.S. Y.K., S.H. Bae, H.Lee and K.Han 1998. Evaluation of cell mass from lysine fermentation as an alternative protein sourse in broiler diets. Asian – Austr. J. Anim Sci. 11(5) : 550558. Rosebrough, R.W., J.P. Murtry and R. VasilatosYounken. 1999. Dietary fat and protein inter-
actions in the broiler. Poultry Sci. 78 : 992-998 Sabrina, Harnentis,Y. Harnandi dan T. Aisjiah. 2001. Biokorversi kulit ubikayu dengan Rhizopus oligosporus sebagai Pakan Ternak. J. Pet dan Lingkungan 7(1) ; 27-34 Scott, M.L., M.C Nesheim and R.J. Young .1982. Nutrition of Chicken 3-rd Ed. Scottan Association Inc.West Port, Connecticut. Steel, R.G.D. dan J.H. Torrie.1993. Prinsip dan Prosedur Statistik Suatu Pendekatan Biometrik. Cetakan ketiga. Penerbit P.T. Gramedia Pustaka Utama (Diterjemahkan oleh : B .Sumantri) Soeparno, 1992. Ilmu dan Teknologi Daging . Gadjah Mada University Press,Yogyakarta. Wahju, J. 1992. Ilmu Nutrisi Unggas. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Wargiyono dan J.D.M. Barret. 1987. Budidaya Ubikayu. Yayasan Obor Indonesia dan PT Gramedia Jakarta. Widiyani, Rr. R., S. Prawirokusumo, Nasrudin dan Zuprizal 2001 . Pengaruh peningkatan aras energi dan protein terhadap kinerja ayam pedaging. Bull. Peternakan 25(3) : 109-119. Wilson, H.R., M.A. Boone, A.S. Arafa and D.M. Janky. 1982. Abdominal fat padreduction in broiler with thyroactive iodinated casein. Poultry Sci. 69 : 811-818. Widhiarti, S. dan Kamal, 1998. Pengaruh Aras Energi dan Aras Protein Terhadap Karkas dan Lemak Abdominal pada beberapa tingka umur Ayam broiler. Berkala Penelitian Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. Widyani, R., S. Prawirokusumo, Nasroedin, dan Zuprizal. 1998. Amino Acid Requrements of Broiler Chick. Bull. Anim. Sci., Suppl. Ed.
The Lysine and Metabolizable Energy Levels in the Diet of Broiler (Maryuni and Wibowo)
33