Rangkuman Diskusi Dialog Nasional
DIALOG STRATEGIS PENGAMBILAN KEBIJAKAN UNTUK MEWUJUDKAN TARGET MILLENIUM DEVELOPMENT GOALS (MDGS) 2015 Jakarta, 15 Agustus 2011
RANGKUMAN DISKUSI DIALOG STRATEGIS PENGAMBILAN KEBIJAKAN UNTUK MEWUJUDKAN TARGET MILLENIUM DEVELOPMENT GOALS (MDGS) 2015 15 AGUSTUS 2011 Dialog Nasional yang bertema “Dialog Strategis Pengambilan Kebijakan untuk Mewujudkan Target MDGs 2015” dilaksanakan pada tanggal 15 Agustus 2011 di Hotel Sultan, Jakarta Pusat. Dialog tersebut merupakan kerja sama beberapa lembaga yang peduli pada pencapaian MDGs sebagai berikut: 1. Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat (Kemenko Kesra); 2. Ombudsman Republik Indonesia (ORI); 3. Alumni Career Support System Universitas Gadjah Mada (ACSS UGM); 4. Universitas Gadjah Mada (UGM) Kampus Jakarta; 5. Institut Leadership Indonesia (ILI); 6. Gerakan Masyarakat Transparansi Pelayanan Publik Indonesia (GEMATRAPPI); dan 7. DEFINIT. Dialog tersebut merupakan bentuk dukungan dan kepedulian bersama untuk mendukung pemerintah daerah dalam mencapai tujuan pembagunan demi meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah. Dialog tersebut bertujuan untuk memfasilitasi para pengambil keputusan kunci (key policy makers) yang berkaitan dengan pembangunan daerah dan mendorong terciptanya political will untuk memiliki visi yang searah dalam perumusan kebijakan pembangunan yang pro pencapaian target Tujuan Pembangunan Milenium (Millenium Development Goals/MDGs). Dengan demikian, komitmen global dalam MDGs dapat diterjemahkan tidak hanya menjadi komitmen nasional, namun juga menjadi komitmen lokal (daerah). Dialog Nasional tersebut dihadiri oleh para pengambil keputusan, baik dari pusat maupun daerah seperti staf ahli wakil Presiden, perwakilan dari berbagai kementerian, Kepala Daerah (Bupati dan Walikota), pimpinan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), perwakilan dari berbagai instansi daerah, dan kalangan akademisi. Berikut ini adalah uraian rangkuman hasil Dialog Nasional tersebut.
1
Sambutan Pembukaan oleh Rektor UGM, Prof. Dr. Sudjarwadi Dalam sambutannya, Prof. Dr. Sudjarwadi mengungkapkan keprihatinan akan kondisi yang saat ini terjadi di Indonesia terkait dengan proses implementasi berbagai rencana pembangunan yang telah disusun. Beliau menilai bahwa Indonesia memiliki perencanaan yang baik (smart planning), namun implementasi perencanaan tersebut belum mencapai tujuan yang telah ditargetkan. Kondisi ini juga terjadi dalam pencapaian target-target MDGs. Menurut Prof. Sudjarwadi, diskursus mengenai perencanaan dan pencapaian perencanaan pembangunan selama ini lebih banyak membahas sisi teoretis dan normatif dan cenderung belum memberikan porsi yang signifikan bagi pembahasan implementasi perencanaan. Kalangan akademisi dari berbagai universitas kemudian mengusulkan untuk mengembangkan konsep smart planning, yaitu perencanaan yang sesuai dengan kondisi, keadaan dan karakteristik dari wilayah yang bersangkutan, untuk mengoptimalkan implementasi perencanaan pembagunan di Indonesia. UGM didirikan dengan sebuah tujuan utama, yaitu mengembangkan ilmu pengetahuan bagi kemanfaatan dan keadaban manusia. Dalam semangat tersebut, UGM sangat mendukung acara Dialog Nasional ini dan Prof. Dr. Sudjarwadi berharap agar Dialog Nasional ini dapat menciptakan smart planning yang dapat dilanjutkan dengan excellent implementation. Dialog tersebut juga menghadirkan pihak-pihak yang memiliki pengalaman dalam melaksanakan pemerintahan (tacit knowledge1) dan penentu atau penyusun kebijakan (seperti staf ahli dari berbagai kementerian, Kepala Daerah, pimpinan DPD, dan DPRD). Oleh karena itu, Rektor UGM berharap agar pengalaman yang dimiliki oleh para pemilik tacit knowledge tersebut dapat ditransfer baik secara formal (melalui kurikulum akademik dan dalam forumforum dialog lainnya) maupun secara informal sehingga dapat mendukung pengembangan konsep smart planning untuk mencapai excellent implementation. Keynote Speech oleh Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat RI, Dr. H.R. Agung Laksono Dalam sambutannya, Dr. H.R. Agung Laksono menguraikan berbagai upaya yang telah ditempuh oleh Bangsa Indonesia dalam rangka mencapai target-target MDGs dan perkembangan capaian dari berbagai upaya tersebut. Salah satu keberhasilan yang saat ini telah dicapai oleh Indonesia adalah meningkatnya peringkat Global Competitiveness Index2 (GCI), yaitu dari peringkat 54 pada tahun 2009/2010 menjadi peringkat 44 pada tahun 2010/2011. Berdasarkan 12 pilar komponen penilaian dalam GCI, terdapat dua pilar utama yang mendorong naiknya peringkat GCI Indonesia tersebut, yaitu pendidikan dan market size. Meskipun peringkat GCI Indonesia telah membaik, Indonesia masih menghadapi tiga permasalahan dalam GCI, yaitu lemahnya infrastruktur, kesiapan teknologi, dan kemampuan inovasi. Dr. H.R. Agung Laksono berharap agar universitas dan lembaga penelitian dapat turut serta bersama dengan pemerintah untuk menyelesaikan tiga permasalahan tersebut, khususnya permasalahan dalam kemampuan berinovasi. Pihak universitas dan lembaga penelitian diharapkan mampu mengajukan konsep atau pemikiran bagaimana menciptakan riset yang menghasilkan inovasi yang dapat diimplementasikan bagi pembangunan bangsa. Dari sisi kependudukan, kurang lebih 70 persen penduduk Indonesia berada dalam usia produktif dan tingkat ketegantungan telah semakin menurun. Apabila Indonesia mampu mengendalikan laju pertumbuhan penduduk, maka Indonesia akan memiliki kesempatan emas (golden opportunity) untuk melaksanakan pembangunan dan mencapai kemajuan bangsa. Kesempatan emas ini membawa peluang bagi Indonesia untuk mengembangkan kekuatan ekonomi. Pada saat ini, Indonesia berada pada peringkat 18 dunia dilihat dari nilai total Pendapatan Domestik Bruto secara nominal (PDB) dan memiliki potensi yang cukup baik untuk mengalami peningkatan. Prasyarat lain untuk berhasil dalam memanfaatkan kesempatan emas ini adalah ketersediaan pendidikan yang berkualitas.
Tacit knowledge adalah pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang yang diperoleh dari pengalaman sehari-hari Global Competitiveness Index memberikan gambaran yang komprehensif dari daya saing dari seluruh negara di dunia dalam semua tahap pembangunan 1 2
2
Menteri Kokesra kemudian membahas kinerja Indonesia dalam mencapai target-target MDGs. Berbagai upaya yang telah dilakukan oleh Indonesia telah membawa kemajuan pada kinerja capaian target MDGs, antara lain adalah sebagai berikut: (1) Menurunkan angka kemiskinan Pemerintah Indonesia terus memperluas berbagai program pengentasan kemiskinan, seperti (1) Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas); (2) Program Keluarga Harapan; (3) Beasiswa bagi pelajar dari keluarga kurang mampu; (4) Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM); (5) Kredit Usaha Rakyat (KUR); (6) Revitalisasi Posyandu; (7) Program Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMTAS); dan lain sebagainya. (2) Menuntaskan pendidikan sembilan tahun Pemerintah Indonesia terus berupaya untuk mencapai target untuk menuntaskan terget belajar sembilan tahun, misalnya melalui perbaikan infrastruktur pendidikan, pendanaan yang lebih berpihak pada masyarakat miskin, dan penyediaan beasiswa. Beberapa capaian Indonesia dalam mencapai target MDGs bidang pendidikan adalah Angka Partisipasi Kasar (APK) SD yang telah melampaui 100 persen dan literacy rate usia 15-24 tahun yang mencapai lebih dari 99,47 persen. (3) Menurunkan disparitas gender Kinerja Indonesia dalam menurunkan disparitas gender ditunjukkan oleh gender index ratio perempuan terhadap laki-laki yang relatif tinggi, yaitu 99,73 persen untuk level SD/MI dan 101,99 persen untuk level SMP/MTs. (4) Menurunkan angka kematian anak Upaya untuk menurunkan angka kematian anak dilakukan dengan membangun kesadaran agar perempuan tidak menikah dini. Kesadaran untuk tidak menikah dini akan memperpanjang waktu untuk bersekolah bagi perempuan. Penelitian dari UNESCO menunjukkan bahwa setiap penambahan 1 tahun masa sekolah seorang perempuan akan menurunkan mortality rate sekitar 5-10 persen. (5) Meningkatkan kesejahteraan Ibu Usaha pemerintah untuk meningkatkan kesehatan Ibu dilakukan dengan menyediakan tenaga kesehatan yang cukup. (6) Memerangi HIV dan AIDS, malaria serta penyakit lainnya Upaya untuk memerangi penyakit HIV/AIDS dan berbagai penyakit menular lainnya dilakukan melalui berbagai paket edukasi bagi berbagai kalangan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan bahaya penyakit-penyakit tersebut. Dalam bagian akhir keynote speech-nya, Dr. H.R. Agung Laksono menekankan pentingnya pendidikan. Kunci keberhasilan pencapaian 8 sasaran MDGs berada pada pilar pendidikan yang berkualitas. Pendidikan yang berkualitas akan mampu mengatasi masalah kemiskinan dan kelaparan, kesehatan, dan mendorong pembangunan ekonomi yang berkelanjutan. Peningkatan kualitas pendidikan tersebut juga diharapkan untuk menjamin keberlanjutan lingkungan (environment sustainability). Sesi Dialog Acara Dialog Nasional menghadirkan 4 (empat) panelis sebagai narasumber yang peduli terhadap masalah penanggulangan kemiskinan dan kesejahteraan masyarakat, yaitu: 1. Prof. Dr. Haryono Suyono, M.A (Ketua Dewan Nasional Indonesia untuk Kesejahteraan Sosial (DNIKS)); 2. Dr. Ir. Siswono Yudho Husodo (Anggota DPR RI periode 2009-2014); 3
3. Drs. Lutfi Andy Muty, M.Si (Staff Ahli Wakil Presiden Bidang Desentralisasi dan Otonomi Daerah); dan 4. Prof. Dr. Gunawan Sumodiningrat, M.Ec (Ketua ACSS UGM). Acara dialog dan diskusi dipandu oleh Ketua Ombudsman RI, Bapak Danang Girindrawardana. Sebelum sesi dialog dimulai, masing-masing panelis memberikan paparan singkat sebagai inputan dialog. Berikut ini adalah ringkasan pemaparan para panelis tersebut di atas. Panelis 1: Prof. Dr. Haryono Suyono, M.A (Ketua Dewan Nasional Indonesia untuk Kesejahteraan Sosial (DNIKS)) Program MDGs pertama kali diperkenalkan pada tahun 2000 dengan ditandatanganinya Deklarasi Milenium oleh 189 negara. Pada tahun yang sama, Indonesia mulai mensosialisasikan program-program MDGs tersebut. Setelah beberapa tahun, banyak negara belum dapat mencapai target MDGs dengan baik. Oleh karena itu, pada tahun 2004, PBB mengundang para kepala negara untuk merevisi target MDGs. Pada tahun 2006, Presiden Indonesia mengundang Bupati dan Walikota untuk kembali mensosialisasikan revisi target MDGs tersebut. Setelah lima tahun kemudian, ternyata masih banyak daerah di Indonesia yang mengalami kesulitan untuk mengimplementasikan konsep MDGs dan mencapai target-target yang telah ditentukan. Oleh karena itu, pada tahun 2010 Presiden kembali mengundang Bupati dan Walikota untuk meningkatkan sosialisasi dan pemahaman daerah mengenai pentingnya pencapaian MDGs. Pada tahun yang sama, tepatnya pada bulan April, Presiden kemudian menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 3 Tahun 2010 tentang Program Pembangunan yang Berkeadilan. Tujuan Inpres Nomor 3 Tahun 2010 adalah untuk memberikan instruksi kepada pihak-pihak terkait agar lebih memfokuskan pelaksanaan pembangunan yang berkeadilan, penajaman Prioritas Pembangunan Nasional, dan menekankan pentingnya implementasi konsep dan pencapaian target-target MDGs. Inpres Nomor 3 Tahun 2010 berisi program-program pembangunan yang berkeadilan, yang secara spesifik berisikan tiga hal, yaitu: 1. Program pembangunan yang pro rakyat, yaitu program penanggulangan kemiskinan berbasis keluarga, pemberdayaan masyarakat, dan pemberdayaan Usaha Kecil dan Mikro (UKM); 2. Program pembangunan yang adil untuk semua, yaitu program keadilan yang memprioritaskan anak-anak, perempuan, keluarga miskin, dan orang terpinggirkan, keadilan di bidang ketenagakerjaan, bantuan hukum, dan reformasi hukum dan peradilan; dan 3. Program pembangunan untuk mencapai 8 target MDGs, dimana indikator MDGs dijadikan sebagai indikator keberhasilan pembangunan. Prof. Dr. Haryono Suyono mengungkapkan bahwa saat ini Indonesia telah berhasil mencapai 8 target MDGs, namun masih terdapat beberapa masalah yang masih masih perlu mendapat perhatian serius. Beliau juga mengingatkan peserta Dialog Nasional bahwa target-target MDGs tahun 2011-2015 merupakan target-target yang lebih sulit untuk dicapai dibandingkan dengan target-target MDGs tahun 2000-2010. Oleh karena itu, diperlukan upaya dari seluruh komponen pemerintah dan masyarakat Indonesia secara bersama-sama untuk dapat mencapai target MDGs 20112015. Inpres Nomor 3 Tahun 2010 diharapkan dapat digunakan oleh pihak-pihak pengambil penentu atau penyusun keputusan (baik di pusat maupun di daerah) untuk mendukung pencapaian target MDGs 2015. Panelis 2: Dr. Ir. Siswono Yudo Husodo (Anggota DPR RI periode 2009-2014) Dalam uraiannya, Dr. Ir. Siwono Yudo Husodo membahas mengenai politik pangan dan strategi ketahanan pangan Indonesia. Politik pangan adalah kebijakan mendasar yang berlaku untuk jangka panjang dan menjadi acuan bagi sektor yang lainnya untuk mencapai tujuan-tujuan yang dimaksudkan dalam pangan (ketahanan pangan). Ketahanan pangan tersebut berkaitan erat dan berimplikasi pada aspek-aspek yang hendak dicapai oleh program MDGs (8 target MDGs). Dalam beberapa tahun terakhir Indonesia secara kontinyu menghadapi permasalahan pangan yang belum dapat diselesaikan secara menyeluruh. Menurut Dr. Ir. Siswono Yudo Husodo, permasalahan pangan di Indonesia bukan 4
disebabkan karena ketidaktersediaan pangan, tetapi disebabkan oleh enam hal berikut, yaitu (1) rendahnya daya beli masyarakat dan meningkatnya harga pangan; (2) meningkatnya ketergantungan terhadap pangan impor; (3) kualitas pangan Indonesia yang relatif rendah dibandingkan dengan kualitas pangan negara-negara lain; (4) teknologi pertanian belum dimanfaatkan secara luas untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi pangan; (5) Indonesia belum memiliki politik pangan yang mantap untuk dijadikan sebagai acuan untuk kebijakan pangan jangka panjang; dan (6) aspek kuliner bangsa belum dikembangkan secara maksimal sebagai salah satu pendorong aktivitas ekonomi. Dr. Ir. Siswono Yudo Husodo kemudian memberikan pandangannya berkaitan dengan kenaikan harga pangan yang terjadi secara global. Menurut Beliau, kenaikan harga pangan seharusnya dapat dimanfaatkan untuk mendorong sektor pertanian menjadi penggerak kebangkitan perekonomian nasional dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Beliau juga menggarisbawahi beberapa hal yang perlu segera dilakukan untuk dapat mencapai hal tersebut, yaitu (1) menghentikan proses penyempitan lahan pertanian per Kepala Keluarga (KK); (2) perluasan lahan pertanian di luar area perkebunan; dan (3) menyusun dan mengimplementasikan UU perlindungan dan pemberdayaan petani, dan peraturanperaturan lainnya yang berkaitan dengan petani. Panelis 3: Drs. Lutfi Andy Muty, M.Si (Staf Ahli Wakil Presiden Bidang Desentralisasi dan Otonomi Daerah) Drs. Lutfi Andy Mutty, M.Si menyebutkan peningkatan pencapaian MDGs secara nasional memang menggembirakan, namun menghadapi tantangan yang cukup berat di tingkat daerah. Di bidang pendidikan, capaian Angka Partisipasi Murni (APM) Indonesia untuk SD meningkat dari 94,7 persen pada tahun 2007 menjadi 95,53 persen pada tahun 2009. Sementara itu, APM untuk SMP/MTs meningkat dari 67 persen pada tahun 2007; dan menjadi 74 persen pada tahun 2009. Angka melek huruf meningkat dari 96,70 pada tahun 1994 menjadi 99,40 pada tahun 2009. Meskipun mengalami peningkatan, namun hasil capaian APM tersebut belum sepenuhnya mencapai target. Target capain APM bidang pendidikan untuk SD/MI adalah 99,6 persen dan untuk tingkat SMP sebesar 98 persen. Selain itu, masih terdapat disparitas pencapaian antarwilayah. Terdapat 9 provinsi yang tingkat pencapaian APM jauh di bawah rata-rata nasional, dimana 8 dari daerah tersebut berada di Indonesia bagian timur (Papua, Papua Barat, Maluku, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, dan Gorontalo) dan 1 daerah berada di Indonesia Bagian Barat (NAD). Pemerintah terus berupaya untuk meningkatkan pencapaian target MDGs. Salah satu program pemerintah yang sudah dimulai sejak tahun 2007 adalah Program Keluarga Harapan (PKH). PKH adalah program untuk percepatan penanggulangan kemiskinan sekaligus pengembangan kebijakan di bidang perlindungan sosial. Dalam PKH, Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM) akan menerima bantuan, yaitu memiliki akses yang lebih baik untuk memanfaatkan pelayanan sosial dasar (seperti kesehatan, pendidikan, pangan dan gizi). PKH diharapkan mampu menghilangkan kesenjangan sosial, ketidakberdayaan dan keterasingan sosial yang selama ini melekat pada warga miskin. PKH akan memberi manfaat baik dalam jangka pendek dan panjang. Dalam jangka pendek, PKH akan memberikan income effect kepada RTSM melalui pengurangan beban pengeluaran rumah tangga. Dalam jangka panjang, PKH diharapkan dapat memutus rantai kemiskinan antar generasi melalui peningkatan kualitas kesehatan/nutrisi, pendidikan dan kapasitas pendapatan anak di masa depan (price effect anak keluarga miskin), serta memberikan kepastian kepada anak akan masa depannya (insurance effect). Dalam penutupnya, Staf Ahli Wakil Presiden Bidang Desentralisasi dan Otonomi Daerah tersebut berpesan kepada Kepala Daerah untuk ikut serta mengawal pelaksanaan PKH di daerah masingmasing sehingga program tersebut dapat mencapai tujuan dan sasaran sesuai dengan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Panelis 4: Prof. Dr. Gunawan Sumodiningrat, M.Ec (Ketua ACSS UGM) Dalam uraiannya, Prof. Dr. Gunawan Sumodiningrat menyampaikan tentang pentingnya peran keluarga dan pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan. Pembangunan harus dilaksanakan secara bersama-sama, bukan hanya oleh pemerintah. Proses pembangunan sekarang ini terlihat bagus akan tetapi menurut Prof. Dr. Gunawan 5
Sumodiningrat sudah mulai kehilangan ruhnya. Ruh pembangunan bangsa adalah Bhineka Tunggal Ika, Pancasila, UUD 1945, dan NKRI. Tujuan pembangunan adalah: 1. Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. 2. Memajukan kesejahteraan umum 3. Mencerdaskan kehidupan bangsa. 4. Ikut melaksanakan ketertiban dunia. Esensi tujuan pembangunan Indonesia sama dengan tujuan MDGs. Dengan demikian, pencapaian tujuan MDGs selaras dengan melaksanakan tujuan pembangunan Indonesia. Menurut Prof. Dr. Gunawan Sumodiningrat, salah satu akar permasalahan pembangunan di Indonesia adalah pemikiran atau pandangan bahwa pembangunan hanya dilakukan oleh pemerintah. Prof. Dr. Gunawan Sumodiningrat mengingatkan kepada semua peserta bahwa pembangunan sebaiknya jangan hanya tergantung pada pemerintah, akan tetapi berasal dari masyarakat, oleh masyarakat, dan untuk masyarakat. Perlu adanya proses penyadaran kepada semua masyarakat bahwa setiap orang harus mampu memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri. Menurut Prof. Dr. Gunawan Sumodiningrat, orang yang menikmati adalah orang yang menghasilkan dan orang yang menghasilkan harus bisa menikmati. Prof. Dr. Gunawan Sumodiningrat juga menyebutkan perlunya penciptaan lapangan kerja pada semua sektor secara bersama-sama oleh seluruh komponen kehidupan berbangsa, baik pemerintah maupun masyarakat. Berikut ini adalah beberapa poin yang didiskusikan oleh peserta Dialog Nasional: (1) Optimalisasi fungsi Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan efisiensi belanja pegawai untuk pencapaian MDGs Optimalisasi belanja pegawai berkaitan dengan kebijakan penganggaran yang pro-pencapaian target MDGs. Pegawai Negeri Sipil (PNS) merupakan pelaku utama penyediaan pelayaan publik dan ujung tombak penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Dari segi kuantitas, jumlah PNS di kebanyakan daerah saat ini telah melebihi kebutuhan, sehingga sebaiknya perlu dilakukan optimalisasi peran PNS dalam menyediakan pelayanan publik untuk mempercepat pencapaian MDGs. Dari segi biaya, untuk meningkatkan fleksibilitas dan memperluas ruang gerak fiskal pemerintah daerah untuk melakukan pengeluaran publik yang lebih pro pencapaian MDGs, maka efisiensi belanja recurrent (baik belanja pegawai maupun belanja barang) pemerintah perlu menjadi prioritas. Beban anggaran pemerintah daerah untuk pos belanja recurrent dapat diusahakan untuk dikurangi secara sistematis untuk memudahkan pemerintah daerah untuk melakukan perencanaan anggaran yang lebih berpihak pada penyediaan infrastruktur dan layanan pendidikan dan kesehatan yang lebih luas dan berkualitas. Secara singkat, pemerintah daerah dipandang perlu melakukan manajemen PNS baik dari segi kuantitas, kualitas, maupun biaya untuk memberikan fleksibilitas dan ruang gerak yang lebih besar dalam melakukan pencapaian MDGs di daerah. Wacana yang dikembangkan pada saat ini sebagai salah solusi permasalahan struktur anggaran tersebut adalah proses penerimaan PNS yang lebih selektif. Selain itu, menurut Bapak Wiharto, Deputi Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan dan RB), kebijakan pengangkatan PNS atau penataan formasi PNS perlu mempertimbangkan kondisi dan kebutuhan riil masing-masing daerah. Pemerintah juga perlu melakukan evaluasi pada setiap daerah untuk dapat menentukan kebijakan yang tepat bagi daerah tersebut berkaitan dengan upaya optimalisasi fungsi PNS dan efisiensi belanja pegawai. Menurut Bapak Zulkarnain (Walikota Pangkalpinang), pemerintah daerah cenderung akan mengalami kenaikan belanja pegawai setiap tahun. Oleh karena itu, pemerintah daerah perlu memikirkan agar kenaikan belanja pegawai tersebut dapat dibarengi oleh peningkatan sumber-sumber pendapatan daerah dan peningkatan kuantitas dan kualitas pelayanan publik.
6
(2) Mengurangi tingkat ketergantungan terhadap impor dan mengembangkan semangat wirausaha Ketika Indonesia menghadapi kesulitan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, maka pemerintah cenderung melakukan impor. Menurut Bapak Sofyan Said, Ketua Badan Penelitian dan Pengembangan Dewan Pengurus Pusat Barisan Massa Demokrat (DPP BMD), jumlah dan jenis produk dalam negeri yang digunakan dalam kehidupan seharihari sangat terbatas. Bapak Dr. Ir. Siswono Yudo Husodo kemudian menambahkan dengan memberikan contoh tingginya ketergantungan bangsa Indonesia terhadap impor. Dalam hal konsumsi garam, saat ini 90 persen dari total garam yang dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia merupakan garam impor. Salah satu solusi yang diusulkan oleh Bapak Wawan H. Purnanto (Staf Ahli Wakil Presiden) untuk mengurangi ketergantungan terhadap impor adalah dengan mengembangkan jiwa kewirausahaan (entrepreneurship). Jiwa entrepreneurship telah meningkatkan kemakmuran daerah-daerah seperti Kabupaten Kutai Timur, Kota Sawahlunto, Kabupaten Probolinggo, dan Kota Pangkalpinang. Kepala Daerah pada daerah-daerah tersebut telah secara nyata berhasil melakukan inovasi yang sesuai dengan kebutuhan masing-masing daerah sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Oleh karena itu, pengembangan jiwa kepemimpinan dengan semangat entrepreneurship perlu mendapatkan perhatian yang serius dari pemerintah. Semangat entrepreneurship tersebut akan mendorong adanya pemberdayaan masyarakat (community empowerment). Masyarakat yang berdaya akan memiliki semangat untuk bekerja keras dan semangat untuk mendapatkan hasil yang bermanfaat akan mendorong pembangunan dan kemajuan pembangunan di daerah. (3) Sosialisasi UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik secara lebih luas Wacana MDGs secara internasional telah mulai dicanangkan sejak tahun 2000. Target-target program MDGs merupakan bentuk-bentuk pelayanan dasar yang berhak diterima oleh masyarakat. Di tingkat nasional, Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik yang mengatur secara tegas tentang hak dan kewajiban para penyelenggara pelayanan publik dan para pengguna pelayanan publik. Beberapa tujuan diundangkannya UU Nomor 25 Tahun 2009 tersebut adalah (1) membangun kepercayaan masyarakat atas pelayanan publik yang dilakukan oleh para penyelenggara negara; (2) sebagai upaya untuk mempertegas hak dan kewajiban setiap warga negara; (3) terwujudnya tanggung jawab penyelenggara negara dalam menyelenggarakan pelayanan publik; (4) meningkatkan kualitas dan menjamin penyediaan pelayanan publik; dan (5) memberikan jaminan dan perlindungan bagi setiap warga negara dari penyalahgunaan wewenang dalam penyelenggaraan pelayanan publik Meskipun pencapaian MDGs telah menjadi komitmen nasional, namun menurut Bapak Alit Merthayasa, Direktur Eksekutif Yayasan Reksa Krida Abdi Bangsa, masih banyak daerah di Indonesia yang mengalami kesulitan untuk mengimplementasikan konsep MDGs dan mencapai target-target yang telah ditentukan dalam MDGs. Menurut Deputi Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan dan RB), Bapak Wiharto, salah satu penyebabnya adalah belum optimalnya sosialisasi mengenai tujuan MDGs di daerah dan integrasi pencapaian MDGs dalam perencanaan pembangunan di daerah. Masih banyak masyarakat yang belum mengetahui mengenai UU Nomor 25 Tahun 2009 tersebut. Selain itu, produk hukum penjelas UU Nomor 25 Tahun 2009 dalam bentuk Peraturan Pemerintah masih banyak yang masih dalam proses penyusunan. Oleh karena itu, pemerintah perlu meningkatkan usaha sosialisasi pencapaian target MDGs secara lebih intensif kepada daerah dan menyusun peraturan pendukung yang pro pencapaian target MDGs. (4) Smart planning and excellent implementations Baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah telah menyusun berbagai kebijakan untuk mengatasi permasalahanpermasalahan dalam pemerintahan dan tantangan pembangunan. Namun demikian, implementasi kebijakan tersebut sering mengalami berbagai kendala sehingga belum mencapai tujuan yang optimal. Agenda pemerintah ke depan perlu mengedepankan proses implementasi kebijakan yang lebih terarah dan berorientasi pada hasil (excellent implementation). 7
(5) Keanekaragaman budaya dan adat istiadat Peserta dialog mengungkapkan bahwa daerah sering mengalami kesulitan dan menghadapi berbagai kendala ketika melaksanakan program-program yang disusun oleh pemerintah pusat. Menurut Ibu Yuni (Wakil Bupati Kabupaten Ponorogo), sebagian besar program tersebut bersifat nasional dan umum dan sering sulit diterjemahkan menjadi program daerah karena setiap daerah memiliki karakteristik, keanekaragaman budaya, adat-istiadat, dan kondisi yang berbeda-beda. Dengan demikian, penyusunan kebijakan dan program pemerintah di masa depan diharapkan dapat pula mengakomodasi karakteristik daerah yang berbeda-beda tersebut. Rangkuman Best Practices Pencapaian Target MDGs Beberapa Daerah Dialog Nasional tersebut juga menghadirkan pihak-pihak yang memiliki pengalaman dalam melaksanakan pemerintahan dan penentu kebijakan di daerah untuk dapat membagikan informasi atau pengalaman pelaksanaan pembangunan dan pencapaian target MDGs di daerahnya yang dapat dicontoh dan direplikasi oleh daerah lain (best practices). Berikut ini adalah rangkuman dari pemaparan pengalaman best practices tersebut. (1) Pengalaman Kabupaten Kutai Timur oleh Ir. H. Isran Noor, M.Si (Bupati Kutai Timur) Inovasi yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Kutai Timur berkaitan dengan pengurangan angka kemiskinan. Sebagai salah satu upaya untuk mengurangi angka kemiskinan, Pemerintah Daerah Kabupaten Kutai Timur menggerakkan perekonomian dengan cara mengembangkan sektor agribisnis (khususnya melalui sektor perkebunan). Sampai saat ini, Pemerintah Daerah Kabupaten Kutai Timur telah membuka lahan seluas 300.000 hektar untuk perkebunan. Lahan tersebut dikerjakan oleh 100.000 orang. Secara rata-rata, setiap orang pekerja mengerjakan lahan seluas tiga hektar. Berdasarkan pemaparan Bapak Isran Nur, upaya tersebut dapat dinilai berhasil meningkatkan pendapatan masyarakat dan mengurangi tingkat kemiskinan di Kabupaten Kutai Timur. (2) Pengalaman Kota Sawahlunto oleh Ir. H. Amran Nur (Walikota Sawahlunto) Inovasi Pemerintah Kota Sawahlunto dilakukan di beberapa bidang seperti bidang pertanian dan perkebunan, usaha simpan pinjam, dan peternakan. Dalam bidang pertanian, Pemerintah Kota Sawahlunto menyusun kebijakan dengan menerapkan sistem “Padi Tanam Sabatang”. Sistem tersebut telah berhasil meningkatkan produksi padi di Kota Sawahlunto. Rata-rata Gabah Kering Panen (GKP) yang dihasilkan meningkat dari 4 ton/ha (pada tahun 2003-2005) menjadi 6,5 ton/ha (pada tahun 2010-2011). Pemerintah Kota Sawahlunto juga memiliki program pemberian bibit tanaman (seperti kakao, karet, dan serai wangi) dan bibit dari jenis tanaman lainnya yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Tujuannya adalah agar masyarakat yang belum memanfaatkan lahan pekarangan dan ladangnya dapat memanfaatkan lahan tersebut dengan cara menanam berbagai tanaman yang bibitnya telah disediakan oleh Pemerintah Kota Sawahlunto. Tujuan program Pemerintah Kota Sawahlunto di bidang usaha simpan pinjam adalah untuk menyediakan dana bagi masyarakat secara mudah, ringan, dan cepat, dan menghilangkan praktek ijon di tengah masyarakat. Usaha simpan pinjam yang dimaksudkan dalam hal ini adalah usaha simpan pinjam yang dikelola oleh Usaha Ekonomi Masyarakat Simpan Pinjam (UEM-SP). Pemerintah Kota Sawahlunto secara konsisten melakukan pembinaan UEM-SP tersebut dengan diharapkan bahwa UEM-SP dapat meningkatkan aktivitasnya usaha masyarakat Kota Sawahlunto. Dalam bidang peternakan, peternak diberikan bantuan berupa satu ekor sapi dengan pengelolaan sistem Kelompok Usaha Bersama (KUBE). Pemerintah Daerah juga mendirikan PT. Lembu Betina Subur (LBS), yang bertujuan untuk meningkatkan mutu genetik sapi, tempat untuk belajar bagi para peternak dalam pengembangan dan penggemukan sapi, dan memenuhi kebutuhan pengembangan ternak sapi bagi peternak.
8
(3) Pengalaman Kabupaten Ponorogo oleh Ibu Yuni Widyaningsih, SH (Wakil Bupati Ponorogo) Salah satu inovasi yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Ponorogo adalah sertifikasi Usaha Kecil dan Menengah (UKM), yaitu penyediaan akta tanah bagi pelaku usaha secara gratis. Hal ini dilatarbelakangi oleh masalah lama yang dihadapi oleh pelaku usaha, yaitu kesulitan dalam mengakses kredit atau pinjaman dari lembaga keuangan karena tidak memiliki bukti formal kepemilikan property yang dapat dijadikan agunan atau jaminan pinjaman. Fasilitas sertifikasi tanah tersebut juga diberikan kepada para petani. Hal ini dilakukan karena 80 persen penduduk Kabupaten Ponorogo bermatapencaharian sebagai petani. Sertifikasi tanah secara massal tersebut dilakukan melaui kerjasama antara Pemerintah Kabupaten, Badan Pertanahan Nasional (BPN), Bank Jatim, dan Pemerintah Desa. Sertifikat tanah tersebut kemudian dapat digunakan oleh pelaku UKM sebagai agunan untuk melakukan pinjaman kepada bank atau lembaga keuangan lainnya. Pengajuan kredit dapat dilakukan secara individual maupun melalui kelompok tani. Sampai dengan tahun 2011, jumlah penduduk Kabupaten Ponorogo yang telah mendapatkan sertifikat tanah melalui program ini telah mencapai kurang lebih 16.000 penduduk. (4) Pengalaman Kota Pangkalpinang oleh Drs. H. Zulkarnain Karim, MM (Walikota Pangkalpinang) Inovasi yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Pangkalpinang dalam bidang pendidikan mengusung tema “pendidikan untuk semua”. Upaya tersebut telah membuahkan hasil, misalnya Angka Partisipasi Kasar (APK) SD yang telah berhasil dituntaskan pada tahun 2004. Pada tahun 2006, Kota Pangkalpinang telah berhasil menuntaskan target pendidikan wajib belajar 9 tahun. Kemudian pada tahun 2011, Kota Pangkalpinang dicanangkan (oleh Wakil Menteri Pendidikan Nasional, Prof. Dr. Fasli Jalal, Ph.D, Sp.GK) untuk mencapai wajib belajar 15 Tahun. Pencapaian Kota Pangkalpinang dalam pendidikan tersebut juga tidak terlepas dari kebijakan anggaran yang pro-pencapaian target MDGs yang diterapkan oleh Pemerintah Kota Pangkalpinang. Upaya mencapai target pendidikan untuk semua ini juga merupakan bagian dari upaya Pemerintah Kota Pangkalpinang dalam mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan. Pemerintah Kota Pangkalpinang juga menyadari bahwa ketergantungan Indonesia terhadap impor dari luar negeri cukup tinggi, misalnya impor barang elektronik. Salah satu bentuk upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Pangkalpinang untuk mengatasi ketergantungan tersebut adalah melalui pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Pendidikan SMK akan membekali siswanya dengan berbagai ketrampilan sehingga dapat menciptakan kemandirian bagi siswa setelah menamatkan pendidikan SMK. Adapun rasio siswa SMK dan sekolah umum di Kota Pangkapinang adalah 60-40 persen. Keberhasilan Kota Pangkalpinang dalam menciptakan kemandirian bagi siswa SMK dapat dilihat dari kemampuan siswa-siswi SMK di kota tersebut untuk merakit komputer dan dijual ke pasaran. Di bidang kesehatan, Kota Pangkalpinang juga berupaya untuk menyediakan air bersih dan sanitasi yang baik bagi masyarakat, yaitu melalui pendalaman rawa-rawa. Dialog Nasional ini diharapkan dapat meningkatkan semangat berbagai kalangan, baik pemerintah, akademisi, maupun masyarakat untuk merumuskan kebijakan yang lebih pro pencapaian MDGs, yang diharapkan dapat mempercepat pencapaian cita-cita pembangunan nasional. Peningkatan pencapaian MDGs Indonesia akan secara efektif meningkatkan kualitas hidup masyarakat Indonesia.
9