BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Kesehatan ibu dan anak merupakan masalah yang serius dan menjadi indikator dalam pencapaian Millenium Development Goals (MDGs).
Pada tahun
2011 jumlah anak-anak di dunia yang meninggal pada usia di bawah lima tahun sebanyak 6,9 juta (WHO, 2012). Jumlah bayi di Indonesia yang mengalami gizi buruk berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010 sebanyak 17,9% yang terdiri dari 4,9% gizi buruk dan 13,0% gizi kurang. Angka ini sudah mengalami penurunan 0,5% dari Riskesdas tahun 2007 sebesar 18,4%, namun peningkatan status kesehatan pada bayi membutuhkan perhatian dan kerjasama dari berbagai pihak baik tenaga kesehatan, pemerintah maupun keluarga. Masalah kematian dan gizi buruk pada balita dapat ditanggulangi apabila bayi mendapatkan asupan makanan yang cukup dan gizi yang baik melalui pemberian ASI. Bayi yang diberikan ASI pada awal tahun kehidupannya mampu menurunkan risiko terjadinya penyakit infeksi, seperti diare, penyakit pernafasan, infeksi telinga, penyakit alergi, serta kemungkinan obesitas (The American Academy Pediatrics, 2012). Hal yang sama juga disampaikan beberapa organisasi seperti American College of Obstetrician and Gynecologists (ACOG), Assosiation of Women's Health, Obstetric and Neonatal Nurses (AWHONN) yang menyatakan bahwa ASI mempunyai keuntungan dalam hal perkembangan, nutrisi dan imunologi.
13
Pemberian Air Susu Ibu (ASI) secara eksklusif kepada bayi dapat memberikan sumber gizi yang baik sehingga dapat meningkatkan stasus kesehatan bayi. Menyusui dapat meningkatkan kesehatan ibu dan anak, menguatkan ikatan ibu dan anak, mengurangi risiko penyakit pencernaan dan pernafasan, mengurangi alergi dan penyakit infeksi, serta meningkatkan perkembangan visual, bicara dan kognitif (Walker, 2011). Air susu ibu merupakan makanan terbaik untuk bayi yang tidak perlu disangsikan lagi. Di samping zat-zat nutrisi yang terkandung di dalamnya, pemberian ASI juga mempunyai beberapa keuntungan yaitu steril dan aman dari pencemaran kuman, produksi disesuaikan dengan kebutuhan bayi, mengandung zat antibodi yang dapat menghambat pertumbuhan atau membunuh kuman juga virus, serta bahaya alergi pun tidak ada. Manfaat ASI bagi ibu antara lain untuk membantu dalam involusi uterus, mengurangi jumlah darah yang hilang setelah proses melahirkan, mempercepat pengembalian berat badan ke semula sebelum hamil, bermanfaat untuk memperlambat kesuburan, serta mengurangi risiko osteoporosis saat menopause (DiFrisco, et al, 2011). Pada minggu-minggu awal postpartum sering terjadi masalah dalam pemberian ASI. Masalah yang sering terjadi di masa laktasi antara lain puting susu lecet,
payudara bengkak,
air susu tersumbat, pengeluaran ASI tidak lancar.
Keberhasilan pemberian ASI di awal pospartum akan mempengaruhi praktik ibu dalam pemberian ASI eksklusif (DiFrisco, et al, 2011). Sebaliknya ibu yang tidak dapat mengatasi masalah dalam menyusui pada minggu-minggu awal postpartum 14
akan
cenderung
melakukan penghentian
dini menyusui.
Sehingga akan
mempengaruhi dalam masa menyusui khususnya dalam program ASI eksklusif (Huang et al, 2011; Soetjiningsih, 2002). Saat ini pemberian ASI eksklusif di Indonesia masih rendah. Data Riskesdas tahun 2010 menunjukkan, bayi yang mendapatkan ASI eksklusif di Indonesia hanya 15,3%. Jumlah cakupan ASI eksklusif di Kota Semarang juga masih rendah yaitu sebesar 24,2%, yang terendah adalah di wilayah Kecamatan Candi Lama sebesar 5,1%. Faktor yang mempengaruhi ibu dalam praktik pemberian ASI eksklusif antara lain adanya persepsi ibu tentang ketidakcukupan ASI. Produksi ASI merupakan aktivitas biologi yang dipengaruhi oleh reflek menghisap bayi. Ketidakcukupan ASI sebenarnya hanya pada kasus patologi abnormalitas atau kurangnya stimulasi pada payudara. Persepsi ibu tentang ketidakcukupan ASI yang diproduksinya dapat menyebabkan seorang ibu menghentikan pemberian ASI pada bayinya. Pengenalan awal tentang makanan tambahan selain ASI serta pemberian susu formula juga dapat menyebabkan gagalnya program ASI eksklusif (Afiyanti, 2012; Huang, et al 2009). Hasil penelitian Abdullah (2012) dan Tan (2011) menunjukkan bahwa pemberian ASI eksklusif meningkat pada ibu dengan pengetahuan baik, ibu multipara, tidak bekerja serta mendapat dukungan dari suami. Sedangkan, hasil penelitian Afiyanti (2012) menunjukkan bahwa faktor utama penyebab ibu menyapih anaknya adalah karena persepsi ibu yang menganggap bahwa produksi ASInya tidak memenuhi kebutuhan bayi, sehingga akhirnya memberikan susu formula. Selain itu, faktor eksternal yang berhubungan dengan praktik menyusui adalah dukungan 15
keluarga, pengaruh media iklan tentang susu formula, ditinggal ibu bekerja, serta dukungan tenaga kesehatan tempat ibu melahirkan. Keluarga terdekat ibu, terutama suami dan nenek sangat berperan dalam meneruskan ASI atau menyapih bayi sebelum usia 6 bulan yang dipengaruhi oleh budaya dan pengalaman nenek sebelumnya (Grassley, et al, 2008). Saat ini, telah banyak penelitian yang dilakukan untuk menganalisa faktorfaktor yang berhubungan dengan pemberian ASI eksklusif, baik dari pihak internal maupun eksternal ibu. Namun, sebagian besar menilai tentang faktor internal mengenai pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif, sedangkan hasil penelitian menunjukkan bahwa yang paling berhubungan dengan pemberian ASI eksklusif adalah sikap tentang ASI. Sikap ibu tentang pemberian ASI dipengaruhi oleh bagaimana persepsi ibu tentang kecukupan produksi ASInya (Abdullah, 2012; Afiyanti, 2012). Penelitian terdahulu pernah dilakukan di Semarang oleh Rubinem (2012), tetapi tidak ada variabel yang mengukur mengenai bagaimana persepsi ibu tentang kecukupan ASI, subjek tidak dilakukan random serta hanya menilai pada satu puskesmas saja. Penelitian saat ini, salah satu variabelnya untuk mengukur persepsi ibu tentang kecukupan ASI, dilakukan random serta menggunakan dua puskesmas sebagai sampel, sehingga diharapkan hasilnya dapat lebih mewakili mengenai faktorfaktor yang berhubungan dengan pemberian ASI eksklusif di kota Semarang. Selain itu, faktor eksternal yang berhubungan dengan pemberian ASI eksklusif adalah dukungan tenaga kesehatan tempat ibu melahirkan. Saat ini banyak fenomena dimana persalinan dilakukan dengan operasi sesar, serta banyaknya 16
dilakukan rawat pisah, sehingga menyulitkan untuk dilakukan pemberian ASI eksklusif.
Tenaga kesehatan sangat berperan untuk menunjang berhasilnya
pemberian ASI eksklusif. Maka dari itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui apakah faktor persepsi tentang kecukupan ASI serta faktor eksternal lain (dukungan keluarga dan dukungan tenaga kesehatan) mempunyai hubungan dengan pemberian ASI eksklusif.
B. Perumusan Masalah
1.
Banyaknya kasus kematian dan gisi buruk pada balita di Indonesia saat ini merupakan masalah yang perlu mendapat perhatian bagi tenaga kesehatan.
2.
Masih rendahnya jumlah ibu yang memberikan ASI eksklusif di Indonesia. Masalah dalam pemberian ASI sering terjadi di hari-hari awal
postpartum,
dimana ibu terutama ibu primipara belum keluar ASInya, sehingga akhirnya memberikan susu formula karena menganggap bahwa ASInya tidak mencukupi kebutuhan bayinya. Meskipun, saat ini pelayanan kesehatan telah melarang pemberian susu formula sebagai pengganti ASI sebelum keluar. 3.
Masih rendahnya pengetahuan serta kesadaran ibu beserta keluarga tentang manfaat ASI menyebabkan pemberian susu formula saat kembali ke rumah.
4.
Kurangnya pemahaman ibu bekerja tentang cara penyimpanan ASI, dan belum tersedianya pojok ASI serta tempat penitipan anak di setiap tempat bekerja
17
merupakan beberapa hal yang diduga dapat mempengaruhi kegagalan dalam pemberian ASI eksklusif. 5.
Banyak ibu yang memberikan makanan tambahan secara dini agar bayi tidak rewel selama ditinggal bekerja.
6.
Masih adanya anggapan dari suami bahwa dengan menyusui dapat menyebabkan payudara tidak indah lagi. Adanya perilaku yang kurang tepat dari orang tua jaman dahulu yaitu membuang kolustrum serta pantangan makan yang amis-amis saat ibu menyusui
7.
Kenyataan yang terjadi pada ibu postpartum primipara di Kota Semarang, didapatkan data bahwa bayi telah mendapat tambahan makanan selain ASI baik berupa susu formula, air tajin, pisang dan nasi yang diulek pada minggu awal usia bayi, dengan alasan bayi rewel (sering menangis) sehingga berasumsi bahwa bayi masih lapar.
Dari uraian tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan pemberian ASI eksklusif pada bayi.
18
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan pemberian ASI ekslusif di Kota Semarang. 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui hubungan karakteristik demografi ibu (usia, paritas, pendidikan dan pekerjaan) dengan pemberian ASI eksklusif. b. Untuk mengetahui hubungan persepsi ibu tentang kecukupan ASI dengan pemberian ASI eksklusif. c. Untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan pemberian ASI eksklusif. d. Untuk mengetahui hubungan dukungan tenaga kesehatan dengan pemberian ASI eksklusif. e. Untuk mengetahui faktor yang paling dominan dalam pemberian ASI eksklusif.
19
D. Manfaat Penelitian 1.
Bagi institusi pelayanan kesehatan penelitian ini dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam meningkatkan program ASI eksklusif.
2.
Bagi tenaga kesehatan penelitian ini dapat menambah pengetahuan/wawasan dan keterampilan bagi perawat terutama sebagai educator (pendidik) untuk memberikan pendidikan kesehatan dalam meningkatkan program ASI eksklusif di masyarakat.
3.
Penelitian ini dapat dijadikan referensi bagi penelitian berikutnya.
E. Keaslian Penelitian 1. Exclusive breastfeeding practice in Indonesia oleh Afiyanti dan Juliastuti tahun 2012 dalam jurnal British Jurnal of Midwifery Juli 2012. Desain penelitian kualitatif dengan pendekatan grounded theory. Hasil kepercayaan ibu tentang produksi ASInya dapat menyebabkan ibu menyapih anaknya. Perbedaan dengan penelitian saat ini, dalam penelitian saat ini jenis penelitian yang digunakan
adalah kuantitatif dengan desain cross sectional dan
korelasional mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan praktik ibu dalam pemberian ASI. 2. Factors influencing the practice of exclusive breastfeeding among Hong Kong Chinese women: a questionnaire survey oleh Ku & Chow tahun 2010 dalam jurnal The Journal of Clinical Nursing. Jenis penelitian kuantitatif dengan 20
desain cross sectional dan korelasional. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan tentang menyusui, self-efficacy dan demografi dengan pola menyusui pada ibu primipara di Hongkong. Hasilnya dukungan sosial terutama dari keluarga dan self-efficacy sangat berperan dalam melanjutkan menyusui pada ibu primipara. Perbedaan dengan penelitian saat ini adalah pada variabel bebasnya yaitu karakteristik ibu (usia, paritas dan pekerjaan), persepsi tentang kecukupan ASI dan dukungan keluarga. 3. Factors associated with exclusive breastfeeding among infants under six months of age in peninsular malaysia, oleh Tan (2011) dalam International Breastfeeding Journal. Tujuan penelitian untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan ASI eksklusif di Peninsular Malaysia, dengan desain penelitian cross sectional. Hasil prevalensi ASI eksklusif pada anak usia antara 1-6 bulan sebesar 43,1%. Dalam analisa multivariat didapatkan yang berhubungan positif dengan ASI eksklusif adalah daerah pedesaaan, ibu asli Malaysia, ibu tidak bekerja dan tidak merokok, multipara, mendapat dukungan suami, serta rawat gabung. Perbedaan dengan penelitian saat ini adalah pada variabel bebasnya yaitu karakteristik ibu (usia, paritas dan pekerjaan), persepsi tentang kecukupan ASI dan dukungan keluarga. Serta pada objek penelitian, pada penelitian dahulu adalah bayi di bawah usia 6 bulan, sedangkan penelitian sekarang 6-12 bulan.
21
4. Factors associated with exclusive breastfeeding 2 to 4 weeks following discharge from a large, urban, academic medical center striving for babyfriendly designation, oleh DiFrisco, et al tahun 2011 dalam The Journal of Perinatal Education. Tujuan penelitian untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan pemberian ASI eksklusif pada bayi usia 2-4 minggu setelah pulang dari rumah sakit yang mencanangkan sayang bayi, dengan desain diskriptif survei. Hasilnya mengindikasikan bahwa ibu yang memberikan ASI pada jam-jam pertama (61%) berhubungan signifikan untuk memberikan ASI eksklusif selama 2-4 minggu setelah pulang dari RS. Perbedaan dengan penelitian saat ini adalah pada variabel bebasnya yaitu karakteristik ibu (usia, paritas dan pekerjaan), persepsi tentang kecukupan ASI dan dukungan keluarga. Serta pada objek penelitian, pada penelitian dahulu adalah bayi usia 2-4 minggu, sedangkan penelitian sekarang 6-12 bulan. 5. Influence
of
socialdemographic
and
psychosocial
characteristics
on
breastfeeding duration of mothers attending breastfeeding support groups oleh Bosnjak, et al (2009) dalam Journal Perinatal Medical. Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh faktor karakteristik psikososial dan sosio demografi dengan lama menyusui pada ibu yang diberikan dukungan kelompok, dengan menggunakan kuesioner. Hasilnya ibu yang diberikan dukungan kelompok yang memberikan ASI sampai akhir usia 6 bulan sebanyak 83,8% sedangkan yang tidak diberikan sebanyak 48,1%. Faktor yang berhubungan positif dengan lama pemberian ASI antara lain pertama kali 22
memutuskan untuk menyusui, berniat untuk memberikan ASI eksklusif serta pendapatan suami. Perbedaan dengan penelitian saat ini adalah pada variabel bebasnya yaitu karakteristik ibu (usia, paritas dan pekerjaan), persepsi tentang kecukupan ASI dan dukungan keluarga. 6. Determinan pemberian ASI eksklusif pada ibu bekerja di Kementrian Kesehatan RI
oleh Abdullah (2012). Tujuan penelitian untuk mengetahui
faktor yang berhubungan
dengan pemberian ASI eksklusif di lembaga
pemerintah yang bertanggungjawab menyukseskan program ASI eksklusif di Indonesia, dengan desain penelitian cross sectional. Hasilnya alasan responden berhenti menyusui bukan karena bekerja, tetapi karena ASI sedikit. Faktor yang berhubungan dengan pemberian ASI eksklusif adalah sikap, ketersediaan fasilitas dan dukungan pengasuh. Perbedaan dengan penelitian saat ini adalah pada variabel bebasnya yaitu karakteristik ibu (usia, paritas dan pekerjaan), persepsi tentang kecukupan ASI dan dukungan keluarga, serta subjek dalam penelitian terdahulu adalah ibu bekerja.
23