Suara Millenium Development Goals (MDGs)
Edisi No.7 Juli - September 2012
Kado Spesial
Buat Anak-anak
PEDOFIL: Ancaman pedofilia masih harus diwaspadai dapat menimpa anak-anak di Bali. Tidak semua turis asing datang dengan niat yang baik.
Indeks Berita Hal 3
Apa Kabar?
Hal 4
Forum MDGs:
- Menuju Pembangunan Berkelanjutan
Hal 10
Opini:
- Agung Wardana: MDGs di Tengah Ancaman Perubahan Iklim
Hal 13
Dialog:
- FAD, Ekspresi Hak Anak
Hal 16
Laporan Utama: - Kado Spesial di Hari Anak Nasional
Hal 23
Opini Utama:
- Luh Putu Anggreni SH: Hak Anak Dalam Adat
- Kadek Ridoi Rahayu: Pemerintah INGKAR! (Lagi)
- Prof. Luh Ketut Suryani: Kebebasan bagi Anak
- Sri Mudani Manik: Anak dan Tahun Ajaran Baru
- I Gusti Ayu Agung Mas Triadnyani: Kekerasan Mengintip Anak-anak
Hal 36
Laporan Khusus: - Menggapai Asa, Melawan Badai
Hal 38
Profil: Yuhal Wahidah
Hal 40
Resensi Buku: Horor Kemiskinan Ekstrem
Hal 43
Album
Hal 48
Cerpen: Bergantung Atas Tanah
Suara Millenium Development Goals (MDGs)
Pemimpin Umum: Luh Riniti Rahayu. Sekretariat: Suharyati. Koordinator Redaksi: Fiqi Hasan. Redaktur Khusus: Made Sukaja, Luh Anggreni. Pembantu Umum: Sri Sulandari. Desain ::FX::
[email protected]. Alamat: Jl. Pulau Serangan I No. 2. Denpasar, Bali Telp/fax: 0361 222 464, Hp: 0811 396 646 Email:
[email protected]. Website: www.balisruti.co.id
2|
Juli - September 2012
apa kabar?
Kepada Anak, Kita Berharap
H
ari Anak Nasional (HAN) sudah kita lewati tahun ini di bulan Juli lalu. Kami berusaha menampilkan catatan-catatan di seputar hari itu. Tentu dengan harapan akan menjadi dokumentasi yang bermanfaat dalam melakukan evaluasi terhadap upaya-upaya memperbaiki kondisi dunia anak. Sejujurnya saat ini terdapat keprihatinan yang meluas akan kurangnya perhatian pada diri mereka. Bukan hanya kepada anak-anak yang terpaksa hidup dalam kondisi yang mengenaskan dan terpaksa bekerja keras karenanya. Tetapi juga karena adanya anak-anak yang tersangkut dalam kasus hukum. TenLuh Riniti tu mereka membutuhkan pendekatan yang berbeda termasuk ketika mereka harus tinggal di dalam Lembaga Pemasyarakatan Masalah lain yang cukup pelik adalah bagaimana memperlakukan anak di dunia pendidikan. Ada anggapan bahwa anak harus didekati dengan pendekatan yang penuh disiplin dan ketat sehingga pertumbuhan mereka akan lebih terukur. Yakni, dari segi intelegensia maupun wawasan sosialnya. Namun pendekatan semacam itu justru bisa mengancam kreativitas dan kemandiriannya yang sangat dibutuhkan ketika dia mulai beranjak remaja. Kita bersama harus mencari jalan keluar bagi masalahmasalah itu. Anak-anak adalah harapan kita di masa depan untuk memperbaiki keadaan saat ini. Kita tentu tidak ingin meninggaln suatu generasi yang lebih buruk daripada generasi kita sekarang. Selain masalah anak, edisi kali ini juga mengangkat dinamika politisi perempuan yang mengalami pasang dan surut. Di PDI Perjuangan, dua kader perempuan memberanikan diri untuk mencalonkan diri menjadi calon wakil gubernur yang akan diusung oleh partai ini. Sayangnya, satu politisi perempuan, yakti Putu Santy Sastra, kini harus menghadapi ujian dengan adanya upaya-upaya untuk menyingkirkan dirinya dari partai yang dipatroni oleh Surya Paloh itu. Demikian pengantar ini, Selamat menyimak.
Juli - September 2012
|3
Forum MDGs
Bali Sruti/dok
SUBAK: Model pertanian subak di Bali diharapkan tetap lestari sebagai bentuk pertanian yang berkelanjutan.
Menuju Pembangunan Berkelanjutan
Memastikan Kelestarian Lingkungan Hidup telah dijadikan target Millenium Development Goals (MDG’s) yang ketujuh.
Forum MDGs Millenium Development Goals (MDGs) sudah sering diucapkan oleh banyak tokoh melalui berbagai media. Namun banyak pihak yang sejatinya belum mengetahui secara persis seluk beluk serta implikasi dari komitmen itu. Apalagi mengenai langkah-langkah riil yang harus dilakukan. Karena itu, majalah Bali Sruti pada setiap edisinya membuka forum tanya jawab yang memberi kesempatan kepada para pembaca untuk menyampaikan pertanyaan. Forum ini diasuh oleh LSM Bali Sruti, Pertanyaan bisa disampaikan melalui email ke
[email protected] atau melalui kontak ibu Titik 0811396646.
4|
Juli - September 2012
P
rinsip ini kemudian dijabarkan dalam 4 target. Yakni, memadukan prinsip pemba ngunan berkelanjutan dengan kebijakan dan program nasional serta me ngembalikan sumberdaya yang hilang (Target 7A), Mengurangi Laju Kehilangan Keanekaragaman Hayati, dan Mencapai Pengu rangan Laju Kehilangan yang Signifikan pada 2015 (Target 7B), Menurunkan Sebesar Separuh, Proporsi Penduduk Tanpa Akses Terhadap Air Minum Yang Aman dan Berkelanjutan Layak Serta Sanitasi Dasar pada 2015 (Target 7 C) dan Mencapai Peningkatan yang Signifikan dalam Kehidupan Penduduk Miskin di Permukiman Kumuh pada Tahun 2020 (Target 7 D). Pada edisi kali ini akan dibahas mengenai target 7 A sebagai disampaikan dalam Laporan Pencapaian MDG’S di Indonesia pada 2010 yang disusun oleh Bappenas. Dalam laporan itu disebutkan, Kebijakan lingkungan hidup Indonesia telah dirumuskan dengan tujuan mewujudkan pembangunan yang selaras dengan lingkungan alam sehingga dapat memberikan manfaat bagi generasi sekarang dan generasi yang akan datang. Pemanasan global yang mengarah pada perubahan
Forum MDGs iklim berdampak negatif pada lingkungan hidup, dan Indonesia sangat rentan terhadap dampak negatif perubahan iklim tersebut. Pemerintah memberikan prioritas tinggi pada program mitigasi perubahan iklim dan adaptasi terhadap dampak perubahan iklim. Hal itu merupakan mandat Undang-Undang Nomor
pertama yang mengumum kan target pengurangan emisi sebesar 26 persen dari tingkat Business as Usual (BAU) pada tahun 2020, dan target tersebut dapat ditingkatkan hingga 41 persen dengan duku ngan dunia internasional. Pada bulan Maret 2010 pemerintah meluncurkan Peta Jalan Sektoral Peruba-
Kebijakan lingkungan hidup Indonesia telah dirumuskan dengan tujuan mewujudkan pembangunan yang selaras dengan lingkungan alam sehingga dapat memberikan manfaat bagi generasi sekarang dan generasi yang akan datang. 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan. Pada tahun 2008, Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI) didirikan dalam upaya meningkatkan koordinasi kebijakan serta memperkuat posisi Indonesia di forum-forum internasional terkait dengan perubahan iklim. DNPI dipimpin oleh presiden dan beranggotakan 20 menteri anggota kabinet. Pemerintah Indonesia adalah peserta Pertemuan Kopenhagen bulan Desember 2009 danpenanda tangan United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC). Indonesia adalah negara berkembang
han Iklim Indonesia, Indonesia Climate Change Sectoral Roadmap (ICCSR), yang bertujuan mengarusutamakan perubahan iklim dalam perencanaan pembangunan nasional. ICCSR mencantumkan visi strategis yang memberikan penekanan khusus pada tanta ngan yang dihadapi bangsa ini di bidang kehutanan, energi, industri, transportasi, pertanian, daerah pesisir, sumber daya air, limbah, dan sektor kesehatan. Rasio luas kawasan tertutup pepohonan berdasarkan hasil pemotretan citra satelit dan survei foto udara terhadap luas daratan tercatat 52,43 persen pada tahun 2008, turun secara signifi Juli - September 2012
|5
Forum MDGs kan bila dibandingkan de ngan acuan dasar tahun 1990 saat kawasan tertutup pepohonan mencapai 59,97 persen. Kendati demikian, sejak tahun 2002 berbagai kebijakan dan program baru mulai membalikkan kecenderungan degradasi hutan yang telah dimulai sejak dekade 90-an. Degradasi hutan Indonesia dan penurunan keanekaragaman hayati terjadi dalam skala besar sebelum tahun 2002 sebagai akibat dari praktik pengelolaan hutan yang tidak lestari, pembalakan liar, kebaka-
menghasilkan rehabilitasi lebih dari dua juta hektar hutan pada periode tahun
Sejak tahun 2002 berbagai kebijakan dan program baru mulai membalikkan kecenderungan degradasi hutan yang telah dimulai sejak dekade 90-an. 2003 sampai dengan 2007. Kecenderungan persentase tutupan hutan di Indonesia sejak tahun 1990 hingga tahun 2008 tergambar terlihat pada Gambar 7.1. Total luas lahan tahun 2010 yang ditetapkan secara hukum oleh Pemerintah
Gambar 7.1
ran hutan, dan alih fungsi hutan untuk pemanfaatan lainnya. Upaya pelestarian dan pemulihan hutan telah ditingkatkan sejak tahun 2002. Pelaksanaan program Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (Gerhan/RHL) Departemen Kehutanan
6|
Juli - September 2012
dungi kawasan lindung dan membantu menjaga keanekaragaman hayati:
sebagai lahan hutan dan diatur oleh peraturan Menteri Kehutanan telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir menjadi 136,88 juta hektar atau sekitar 72,89 persen dari total luas daratan di Indonesia. Kedua jenis penggolongan hutan tersebut dianggap dapat melin-
• Kawasan Hutan yang Dilindungi (Kawasan Pelestarian Alam/ KPA & Kawasan SuakaAlam/KSA) mencakup wilayah yang ditujukan untuk melestarikan keanekaragaman flora, fauna, dan habitatnya. Kawasan konservasi di Indonesia meliputi cagar alam, taman buru, suaka margasatwa, taman hutan raya dan taman nasional. Pada tahun 2010 sejumlah 23,31 juta hektar telah ditetapkan sebagai Kawasan yang dilindungi oleh Kementerian Kehutanan di mana 19,88 juta hektar diantaranya (atau 85,28 persen dari kawasan itu) dipertahankan sebagai tutupan hutan. • Kawasan Lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingku ngan hidup yang mencakup sumber alam, sumber daya buatan dan nilai sejarah serta budaya bangsa guna kepentingan pembangunan berkelanjutan. Kawasan Lindung terdiri dari KPA, KSA, Taman Buru dan Hutan Lin-
Forum MDGs
Gambar 7.2
dung. Pada tahun 2010 luas kawasan lindung 55,03 juta hektar. Luas tutupan hutan di kawasan lindung mencapai 51,43 juta hektar atau sekitar 93,46 persen dari total area kawasan lindung. Dengan total area lahan di Indonesia seluas 187,78 juta hektar, rasio kawasan lindung terhadap total luas lahan di Indonesia adalah 29,31 persen pada tahun 2010. Kawasan konservasi perairan telah ditingkatkan oleh Pemerintah Indonesia dalam beberapa tahun terakhir dan total area yang dialokasikan untuk kawasan tersebut mencapai 13,53 juta hektar pada tahun 2009 atau 4,35 persen dari perairan teritorial nasional seluas 3,1 juta kilometer persegi (Gambar 7 .2) Kementerian Kelautan dan Perikanan. berencana memperluas kawasan konservasi perairan menjadi 15,5 juta hektar pada akhir 2014 atau sekitar 5 persen dari total wilayah laut na-
sional, dan menjadi 20 juta hektar pada 2020. Berbagai jenis kawasan konservasi perairan telah dibangun untuk menjaga
dalam penyerapan CO2 dari atmosfer. No Jenis kawasan konservasi perairan Jumlah kawasan Luas kawasan (juta hektar). Tabel 7.1 Gas Rumah Kaca (GRK) mencakup antara lain, karbondioksida, metana, dan hydrofl uorocarbon (HFC) yang dihasilkan oleh aktivitas manusia. Konsentrasi berlebihan bahan-bahan ini di lapisan biosfer memicu terjadinya pemanasan global dan perubahan iklim. Berbagai
Tabel 7.1
Berbagai jenis kawasan konservasi perairan telah dibangun untuk menjaga keanekaragaman hayati atau menjalankan fungsi ekologi khusus. keanekaragaman hayati atau menjalankan fungsi ekologi khusus seperti tempat ikan bertelur atau sumber makanan bagi hewan laut. Tabel 7.1 menunjukkan kawasan konservasi perairan yang telah diba ngun hingga tahun 2009. Wilayah laut, termasuk bakau, rumput laut, dan vegetasi lainnya, juga memegang peranan penting
usaha untuk mengurangi emisi gas rumah kaca telah disetujui oleh dunia internasional melalui Protokol Kyoto yang diraifikasi Indonesia melalui UndangUndang Nomor 17 Tahun 2004 tentang Ratifi kasi Protokol Kyoto. Konsumsi bahan perusak ozon (BPO) telah berkurang secara signifi kan sesuai dengan Protokol Juli - September 2012
|7
Forum MDGs
Gambar 7.4
Montreal terkait konsumsi BPO. Pemerintah Indonesia telah meratifikasi kasi Protokol Montreal dengan melarang impor lima jenis BPO, yaitu CFC, Halon, CTC, TCA, dan prape ngapalan. Berbagai upaya juga telah dilakukan untuk mencegah emisi BPO - terutama CFC - ke atmosfer. Upaya meningkatkan kesadaran publik tentang isu perlindungan ozon telah memberikan kontribusi pada keberhasilan inisiatif ini. Jumlah pemakaian energi meningkat tiga kali lipat di Indonesia antara tahun 1990 dan 2008 . Jumlah pemakaian energi pada tahun 1990 mencapai 247.975 juta SBM (Setara Barel Minyak) dan pada tahun 2008 jumlah itu mencapai 744.847 juta SBM seperti terlihat pada Gambar 7.4 Bahan bakar berbasis mi nyak merupakan kelompok
8|
Juli - September 2012
energi bahan bakar fosil yang paling banyak digunakan. Rasio penggunaan ener-
kaian energi tak terbarukan di Indonesia meningkat dua kali lipat antara tahun 1990 dan 2008. Selain menimbulkan emisi yang berpengaruh pada perubahan iklim, ketersediaan energi tak terbarukan semakin terbatas. Untuk menjaga ketahanan energi nasional, dan mengurangi ketergantungan terhadap minyak bumi, Kementerian ESDM melakukan pengembangan sumber energi baru terbarukan (renewable energy).Gambar 7.4 Untuk tangkapan ikan
Gambar 7.5
Berbagai upaya juga telah dilakukan untuk mencegah emisi BPO - terutama CFC - ke atmosfer. Upaya meningkatkan kesadaran publik tentang isu perlindungan ozon telah memberikan kontribusi pada keberhasilan inisiatif ini. gi per PDB Indonesia cenderung menurun. Hal ini menunjukkan semakin efi siennya penggunaan energi. Meski demikian, pema-
dalam batasan biologis yang aman, tangkapan maksimum lestari (maximum sustainable yield/MSY) perikanan tangkap diperki-
Forum MDGs rakan mencapai kurang lebih 6,4 juta ton per tahun. Sedangkan tangkapan total yang diizinkan atau Total Allowable Catch (TAC) adalah 80 persen dari MSY atau 5,12 juta ton per tahun. Total produksi perikanan tangkap di Indo-
CO2 dalam jumlah besar. Pembalakan liar merupakan salah satu penyebab utama berkurangnya sumber daya hutan di Indonesia. Konversi hutan guna memenuhi tuntutan masyarakat untuk budidaya merupakan salah satu
gahan dan ekosistem yang tepat. Salah satu penyebab perubahan iklim adalah tingginya kadar karbon dioksida yang dilepaskan ke atmosfer dalam menghasilkan energi. Penggunaan sumber-
Penggunaan sumber-sumber energi alternatif yang dapat menghasilkan karbon dioksida dalam kadar rendah atau tidak menimbulkan emisi karbon dioksida merupakan salah satu cara untuk menanggulangi dampak perubahan iklim. nesia meningkat dari 3,72 juta ton atau 66,08 persen dari TAC pada tahun 1998 menjadi 4,70 juta ton atau 91,8 persen dari TAC pada tahun 2008. Produksi perikanan tangkap diproyeksikan mencapai 5,12 juta ton atau setara dengan TAC pada tahun 2015, seperti terlihat pada Gambar 7.5.
TANTANGAN Berbagai faktor telah menyebabkan luas tutupan hutan di Indonesia berkurang sejak tahun 1990, antara lain: kebakaran hutan, pembalakan liar, konversi hutan, dan praktek pe ngelolaan hutan yang tidak lestari. Kebakaran dan pembukaan hutan dengan pembakaran tidak hanya mengakibatkan menipisnya potensi sumber daya hutan, tetapi juga menghasilkan
penyebab penurunan sumber daya hutan yang sulit dikendalikan. Perubahan iklim akan menghadirkan tantangan besar bagi pembangunan berkelanjutan di Indonesia. Diperlukan aksi nasional, baik untuk mitigasi perubahan iklim global maupun melaksanakan langkahlangkah yang diperlukan untuk memberdayakan masyarakat Indonesia agar dapat beradaptasi dengan dampak negatif perubahan iklim. Dalam pengelolaan laut dan pesisir pantai, guna mengurangi dampak perubahan iklim, penting untuk mewujudkan konservasi jangka panjang dan pengelolaan serta pemanfaatan sumber daya hayati laut dan habitat pesisir secara berkelanjutan melalui penerapan pendekatan pence-
sumber energi alternatif yang dapat menghasilkan karbon dioksida dalam kadar rendah atau tidak menimbulkan emisi karbon dioksida merupakan salah satu cara untuk menanggulangi dampak perubahan iklim. Meskipun Indonesia telah berhasil menghapuskan CFC, penggunaan HCFC sebagai pengganti sementara juga berdampak negatif pada lapisan ozon, walaupun ODP-nya jauh lebih kecil. Penggunaan HCFC sebagai refrigeran merupakan langkah sementara dan substansi yang diatur dalam Protokol Montreal. Pada tahap percepatan phaseout HCFC yang diadopsi dalam MOP-19, produksi dan konsumsi HCFC oleh Indonesia akan dibekukan pada tahun 2013 dan dihapuskan pada 2030 untuk industri manufaktur. Juli - September 2012
|9
Opini
MDGs di Tengah Ancaman Perubahan Iklim Oleh: Agung Wardana
Millennium Development Goals (MDGs) merupakan kesepakatan internasional yang termuat dalam Millennium Declaration tahun 2000.
K
esepakatan ini berambisi mencapai delapan tujuan pembangunan global pada 2015. Adapun 8 tujuan pembangunan millennium ini adalah: menghapuskan kemiskinan ekstrem dan kelaparan; mencapai pendidikan dasar universal; mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan; menurunkan angka kematian bayi; meningkatkan kesehatan ibu hamil dan menyusui; melawan HIV/AIDS, malaria dan penyakit lain; memastikan keberlanjutan lingkungan hidup; me ngembangkan kemitraan pembangunan global. Tiga tahun lagi target tersebut harus tercapai. Namun hingga saat ini belum terlihat kemajuan berarti dalam pencapaian tujuan pembangunan global tersebut terlebih lagi beberapa permasalahan yang ingin diintervensi terlihat sema-
10 |
kin parah. Misalnya pada program menghapusan kelaparan nampak bertambah kronis setelah terjadinya krisis pangan dan krisis ekonomi pada 2008/2009 lalu. Selanjutnya target untuk memastikan keberlanjutan lingkungan dibuat semakin kompleks akibat dampak perubahan iklim yang semakin nyata. Pada konteks terebut, tulisan ini mencoba untuk melihat hubungan antara pencapaian tujuan pembangunan global dengan perubahan iklim.
Perubahan Iklim dan MDGs Saat ini tidak ada lagi yang meragukan perubahan iklim memang benar terjadi. Apalagi Panel Antar Pemerintah Mengenai Perubahan Iklim (IPCC) telah dengan tegas menya takan bahwa suhu permukaan bumi mengalami kenaikan hingga 0,8 derajat
Juli - September 2012
celcius sejak Revolusi Industri. Hal ini diakibatkan oleh meningkatnya pelepasan emisi karbon dari aktivitas manusia yang kemudian merubah komposisi gas rumah kaca di atmosfer. Penelitian yang dilakukan secara intensif oleh IPCC menyimpulkan bahwa dampak perubahan iklim akan berpengaruh terhadap kehidupan manusia dan alam di atas bumi. Besarnya dampak perubahan iklim tersebut dipercaya akan dapat mempengaruhi pencapain MDGs. Untuk itu menjadi penting melihat keterkaitan antara dampak perubahan iklim dengan masing-masing tujuan (goal) dari MDGs. Goal 1 tentang kemiskinan ekstrem dan kelaparan dapat diperparah oleh dampak perubahan iklim karena akan terjadi penurunan akses dan ruang hidup masyarakat miskin, misalnya kesehatan, akses air, rumah dan infrastruktur.
Opini Selain itu, dampak perubahan iklim berupa cuaca ekstrem dapat menyebabkan penurunan hasil pertanian kemudian menyebabkan ketidakamanan pangan sehingga insiden kelaparan akan menjadi semakin parah. Terkait dengan Goal 2 tentang pendidikan dasar universal, insiden cuaca ekstrem dan bencana alam juga dipercaya akan semakin sering terjadi yang menyebabkan kerusakan infrastruktur publik termasuk sekolah. Sehingga hal ini dapat menghambat pencapaian pendidikan dasar universal. Selanjut nya, perubahan iklim dapat
Bali Sruti/dok
Agung Wardana
dan penyakit yang disebabkan oleh gelombang udara panas. Selain itu juga dapat meningkatkan insiden malaria, DBD dan
dengan kekurangan gizi dan makanan. Hal tersebut menghambat tercapainya Goal 4, 5, dan 6 yakni penurunan angka kematian
Di negara berkembang, perempuan terlibat secara berlebihan dengan aktivitas yang bergantung pada sumber daya alam, misalnya pertanian. meningkatkan kerentanan kaum perempuan sehingga berpengaruh pada pencapaian Goal 3 yakni kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan. Di negara berkembang, perempuan terlibat secara berlebihan dengan aktivitas yang bergantung pada sumber daya alam, misalnya pertanian, di mana biasanya merupakan sektor yang rentan dari tidak menentunya cuaca. Perubahan iklim juga meningkatkan kematian
penyakit semisal kolera dan disentri. Anak-anak dan perempuan hamil merupakan kelompok rentan terkena penyakit tersebut. Di tambah lagi penurunan kuantitas dan kualitas air minum di banyak tempat akan berpengaruh pada penyakit yang berhubu ngan dengan kekurangan air. Pasokan pangan juga diperkirakan menurun akibat cuaca ekstrem sehingga dapat memperparah pe nyakit yang berhubungan
bayi, peningkatan kesehatan ibu hamil dan menyusui; perlawanan terhadap HIV/AIDS, malaria dan penyakit utama lain. Terkait Goal 7 tentang keberlanjutan lingkungan hidup, jelas sekali goal ini sangat erat dengan perubahan iklim. Penurunan kualitas lingkungan dan produktifitas sumber daya alam, kehilangan keanekaragaman hayati dan memperparah kerusakan lingkungan hidup yang telah ada me-
Juli - September 2012
| 11
opini rupakan beberapa dampaknya. Semakin kompleksnya permasalahan global sehingga komunitas internasional harus meletak kan prioritas utama untuk diatasi. Sepertinya MDGs belum menjadi prioritas utama selama ini ketika isu ini harus diperbandingkan dengan isu global lainnya, misalnya perubahan iklim yang membutuhkan respon cepat dan dana yang besar. Tentu hal ini berpengaruh bagi pencapaian Goal 8 tentang pengembangan kemitraan global,
Pendekatan Berbasis Hak Saat ini dunia telah berada di tahun 2012, arti nya tiga tahun lagi MDGs ditargetkan untuk dicapai. Melihat kondisi ini, banyak pihak menjadi pesimistis bahwa ambisi global itu bisa tercapai apalagi di tengah ancaman perubahan iklim. Memang kemajuan MDGs dan pengurangan kerentanan terhadap perubahan iklim memiliki berhubu ngan erat, namun keduanya tidak selamanya dapat berjalan searah. Penurunan angka kemiskinan tidak secara otomatis mengurangi kerentanan masyarakat miskin dari dampak perubahan iklim. Sebaliknya, banyak proyek adaptasi perubahan
12 |
iklim tidak mendorong penurunan angka kemiskinan dan bahkan malah dapat memperparah kemiskinan yang ada. Untuk menjaga agar agenda pembangunan global dan adaptasi/mitigasi perubahan iklim, tidak saling bertentangan, sebuah pendekatan berbasis hak mutlak diperlukan. Pendekatan ini tidak hanya relevan di tataran prinsipnya dalam menjamin terpe-
iklim tidaklah memisahkan antara urusan politik dan hukum melainkan justru menggabungkannya. Hal ini menjawab sebuah realitas bahwa hukum internasional sebenarnya lahir dari perundingan politik antar negara berdaulat dan tidak hanya memiliki konsekuensi hukum tetapi juga politis. Dengan demikian hak asasi manusia dapat dijadikan alat advokasi politik “naming and sha-
Semakin kompleksnya permasalahan global sehingga komunitas internasional harus meletakkan prioritas utama untuk diatasi. nuhinya hak dasar manusia tetapi juga dapat memiliki implikasi prosedural yang konkrit. Hal ini karena pendekatan berbasis hak merupakan upaya untuk mendorong kewajiban negara dalam menjamin hak warga negaranya, misalnya hak atas pangan, hak atas kesehatan, ataupun hak atas lingkungan. Sehingga mau tidak mau sebagai penanggung jawab dalam melindungi, memenuhi hak asasi manusia, negara harus mengambil kebijakan yang mengintegrasikan MDGs dan perubahan iklim. Selanjutnya, pendekatan hak asasi manusia dalam menghubungkan MDGs dan perubahan
Juli - September 2012
ming” (dipuji dan dipermalukan) untuk menekan negara guna mengambil tanggungjawab dalam memenuhi target MDGs dan mengembangkan program mitigasi dan adaptasi perubahan iklim sekaligus. Jika setelah 2015 nanti suatu negara tidak berhasil mencapai janji dan target MDGs, maka negara tersebut harus bersiap untuk dipermalukan oleh rakyatnya sendiri dan bahkan oleh komunitas internasional. Peneliti di Fair Trade Institute, Staf Pengajar Hukum Internasional Undiknas University Denpasar Dapat dihubungi di
[email protected]
dialog
Bali Sruti/dok
DIALOG: Anak-anak harus mendapat kesempatan mengekspresikan pemikirannya. Tampak anggota FAD Bali menyampaikan aspirasi saat peringatan HAN di Karangasem.
FAD, Ekspresi Hak Anak Dalam Memperingati Hari Anak Nasional, kali ini Bali Sruti mengundang Made Pradnyaniti Candra Dewi ( Duta Anak Bali 2011/ Divisi Humas FAD Bali) sebagai narasumber dalam siaran di RRI pada hari Rabu, 18 Juli 2012.
D
iskusi ini mengambil tema Forum Anak Daerah sebagai wujud hak partisipasi anak. FAD atau Forum Anak Daerah adalah wadah untuk menyalurkan dan mensosialisasikan hak-hak anak, dalam ini hak partisipasi. FAD berada dibawah lindungan LPA (Lembaga Perlindungan Anak) Bali. Pradnyaniti menceritakan bahwa pada awalnya
FAD adalah kumpulan dari aktifis duta-duta anak Bali yang sudah selesai me ngikuti konggres, seiring
kegiatan perlindungan anak, meskipun mayoritas anggotanya adalah peserta mimbar anak Bali ( MAB) yang dari
Selain aktif dalam kegiatan yang berkaitan dengan pemenuhan hak anak (perlindungan hukum, hak partisipasi dll) kami juga mempunyai program rutin tahunan lainnya yaitu Mimbar anak Bali berjalannya waktu FAD beranggotakan teman-teman aktifis yang peduli dengan
tahun ke tahun bertambah terus. “Selain aktif dalam kegiatan yang berkaitan
Juli - September 2012
| 13
dialog dengan pemenuhan hak anak (perlindungan hukum, hak partisipasi dll) kami juga mempunyai program rutin tahunan lainnya yaitu Mimbar anak Bali” tambahnya.
MAB hanya pesertanya lebih luas (seluruh propinsi) dan dalam KAI memilih 10 Duta Anak Indonesia dan juga menyusun Suara Anak Indonesia. Tahun-tahun se-
Ia bersama teman-teman SMP/SMA se-Bali yang menjadi anggota FAD aktif melakukan kegiatan hampir di semua kabupaten se-Bali Mengenai pendanaan FAD
Seperti tahun-tahun sebelumnya kegiatan FAD masih dengan aktifitas sosial, seperti kunjungan ke Lapas Anak, Ke panti asuhan, dan bakti sosial lainnya. Kegiatan ini diawali dengan membentuk tim yang beranggotakan teman-teman FAD propinsi maupun kabupaten untuk melakukan seleksi di ting kat kabupaten (dengan standar penilaian yang sudah ditentukan). Dari seleksi dipilih 5 besar di masing- masing kabupaten untuk bisa menjadi duta kabupaten mengikuti Mimbar Anak Bali (MAB) di tingkat propinsi. Kegiatan mimbar ini adalah semacam konggres tetapi di tingkat propinsi, masing-masing peserta dibagi dalam 5 komisi Pada MAB dipilih 10 anak yang mewakili masing-masing kabupaten (masing-masing komisi 2 anak) dan menyusun suara anak Bali yang nantinya diusulkan pada konggres anak. Pada tahun 2012 Konggres Anak (KAI) dilaksanakan di Batam pada tanggl 10-14 Juli 2012. Konggres ini sama dengan
14 |
belumnya Bali selalu terpilih mendapatkan duta Anak Indonesia. Dan tahun ini mendapatkan 1 Duta anak Indonesia (komisi Kesehatan) yaitu Ressa dari Kab. Karangasem. Resa akan membacakan suara anak Indonesia pada tgl 23 Juli 2012 di Jakarta bersama dengan Duta Anak Indonesia ( dari Jambi), mereka berdua mewakili kesepuluh duta anak Indonesia. Dalam diskusi ini, adapun pertanyaan dari pendengar setia yaitu Pak erik. Dalam kesempatan ini, ia menyatakan salut dengan aktifitas anak FAD, dan bertanya bagaimana bisa tertarik pada kegiatan sosial dan bagaimana de ngan pendanaan kegiatan? Pradnyaniti mengatakan pada awalnya ia memang aktifis di sekolah, tetapi merasa perlu juga untuk terlibat dalam lingkungan yang lebih luas (di kota Denasar bahkan se propinsi Bali).
Juli - September 2012
bekerjasama baik dengan LPA, BP3A maupun dinas sosial yang mempunyai program perlindungan anak. Apa saja Program kegiatan serangkaian dengan Hari Anak Nasional di Propinsi Bali? Pradnyaniti mengatakan bahwa seperti tahun-tahun sebelumnya kegiatan FAD masih de ngan aktifitas sosial, seperti kunjungan ke Lapas Anak, Ke panti asuhan, dan bakti sosial lainnya. Untuk tahun ini hari anak akan dirayakan pada tanggal 28 Juli 20012 terpusat di Karang asem, acara ini FAD lanjutkan dengan kunjungan ke LP Anak (yang kebetulan berada di karangasem juga) Pada akhir diskusi, Pradnyaniti menceritakan mengenai pengalamannya sebagai duta. “Pada awalnya saya belum tertarik, tetapi banyak senior saya yang menjadi duta dan aktif sehingga saya ikut mendaftar menjadi duta, saya lo-
dialog
Bali Sruti/dok
KREATIF: Kreatifitas anak harus terus dipacu dengan memenuhi hak-hak dasar mereka.
los 5 besar mewakili kota Denpasar, dan saya berhak ikut Mimbar Anak Bali (MAB) di tingkat propinsi (Denpasar) kemudian saya lolos lagi 10 besar mewakili kota Denpasar dan ikut Konggres Anak Indonesia (KAI) di Bandung (2011). Acara MAB maupun KAI sangat menarik, karena prosesnya memang dari anak, oleh anak, dan untuk anak. Selama acara tersebut semua acara dirancang
oleh anak (kakak senior). Ketika saya mengikuti KAI di Bandung pengalaman menarik adalah saya bergabung dengan seluruh anak indonesia, dan kami semua dipisah-pisah, baik dalam komisi (ada 5 komisi, dan saya masuk komisi kesehatan) maupun dalam diskusi-diskusi lainnya. Pada pemilihan Duta Anak Indonesia di komisi kesehatan saya masuk 5 besar tetapi pada pemilihan
(paripurna) saya tidak lolos 2 Besar (duta anak Indonesia) tetapi saya tidak berkecil hati karena duta anak Indonesia mempunyai tanggung jawab cukup berat juga, sedangkan tanggung jawab untuk duta di propinsi Bali sudah berat, tetapi mudah-mudahan jika kita melaksanakan dengan sepenuh hati dan bersama teman yang lain. “Saya enjoy sekali,” katanya.
Juli - September 2012
| 15
laporan utama
Bali Sruti/dok
SPESIAL: Anggota DPRD Karangasem memberikan bingkisan kepada anak-anak yang terpaksa menjadi penghuni Lapas Karangasem.
Kado Spesial di Hari Anak Nasional Perayaan Hari Anak digelar di Lapas Anak Karangasem. Upaya mengingatkan hak anak, bahkan bagi yang sedang bermasalah.
S 16 |
ederhana tapi meriah. Jauh dari kesan seremonial belaka.
Anak-anak seperti dikembalikan ke hakekatnya. Dengan kejujuran dan ke-
Juli - September 2012
ceriaannya. Padahal mereka sedang menghadapi masalah dan terpaksa tinggal
laporan utama di tempat yang tidak seharusnya. Begitulah kesan yang muncul dari peringatan Hari Anak Nasional (HAN) yang tahun ini sengaja digelar Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Bali bersama Forum Anak Daerah (FAD) Bali di La-
nuhan, pelecehan seksual, dan pencurian. “Kami sangat gembira mendapat perhatian di hari anak ini,” kata Artha. Dalam pembinaan harian yang diterapkan oleh Lapas sendiri, menurut Artha, pihaknya menerapkan rasa kekeluargaan seperti
Denpasar pada tanggal 1315 April 2012 lalu. Satu lagi adalah Maliastra yang menggondol mendali perak. Ketua Lembaga Perlindungan Anak, Ni Nyoman Masni menyatakan kegembiraan dengan langkah yang diambil LP anak. “Ini
Peringatan Hari Anak Nasional, menurut Puspayoga, menjadi momentum memberikan yang terbaik bagi anak dan menjamin semaksimal mungkin kelangsungan hidup dan perkembangan anak serta menghargai hak-hak mereka. pas Anak Karangasem. Tepatnya pada 27 Juli lalu. 16 orang anak binaan berbaur bersama para aktivis FAD dan bergembira bersama dalam berbagai lomba dan permainan. Antara lain perlombaan balap karung, lempar bola air, dan me ngikuti pertandingan persahabatan. Acara diakhiri dengan penyerahan bingkisan. “Dalam perayaan kali ini, kami juga menyalurkan bantuan biaya bagi tiga anak Lapas Karangasem untuk melanjutkan ke SMP dan SMA yang bersumber dari dana Kementerian Sosial,” ucap kata Titik S Hariadi dari LPA. Adapun di lapas yang dipimpin oleh Ketut Artha, SH. MH itu terdapat seba nyak 16 orang anak binaan. Mereka tersangkut perkara hukum dari kasus pembu-
layaknya anak dan orang tua. Rasa trauma terkait kasus hukum yang meng akibatkan mereka berada di balik jeruji besi sedikit demi sedikit diharpkan bisa hilang. Mereka diberikan kebebasan berekpresi sesuai dengan bakat dan kemampuan mereka. “Hak setiap anak untuk berekspresi dan mendapatkan pendidikan yang layak sama seperti anak lainnya,” tegasnya. Bila ada kesempatan untuk berprestasi, maka sia anak pun diberikan kesempatan. Seperti dua orang anak binaan mereka mampu meraih prestasi di olahraga Taekwondo. Yakni, I Gusti Ngurah Arianto yang berhasil meraih medali perak pada kejuaraan black balt community di cabang takwondo, yang digelar di
kali pertama ada peringatan HAN yang digelar di Lapas Anak,” ujarnya. Dia berharap pola pembinaan anak seperti yang dilakukan oleh Lapas ini bisa menjadi contoh bagi Lapas anak lainnya. Anak-anak yang terkena kasus hukum hingga masuk penjara, menurutnya, akan menyisakan trauma yang cukup berat. Bahkan sejak masuk ke proses hukum, menurutnya, para penegak hukum harus member perlakukan layaknya sebuah keluarga.“Kami minta kepada polisi atau penyidik, dalam memeriksa seorang anak yang tersangkut kasus hukum, agar menghilang kan kesan menyeramkan, apalagi berlaku keras,” pintanya. Begitu juga dalam proses pidana anak di pengadilan,
Juli - September 2012
| 17
laporan utama pihaknya meminta agar pe ngadilan terhadap anak harus bernuansa anak, karena selama ini menurutnya hampir sebagian besar jaksa dan hakim, masih menyidangkan anak seperti layaknya sidang dengan terdakwa orang dewasa. Pengadilan mestinya bisa membuat suasana ruang sidang yang bernuansa anak, seperti hakim dan jaksa tidak mengenakan toga.
Perayaan di Taman Ujung Sementara itu perayaan HAN se Bali dipusatkan di
mungkin kelangsungan hidup dan perkembangan anak serta menghargai hakhak mereka. Dalam kesempatan berdialog, I Gede Arya, seorang perwakilan anakanak, sempat menanyakan komitmen pemerintah dalam menerapkan Perda No 10 tahun 2011 tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR). “Jangan sampai aturan itu hanya menjadi macan ompong tetapi bagaimana bisa melindungi anak dari zat adiktif,“ ujar Arya. Mendengar pertanyaan tersebut Wagub Puspayoga
Dalam pembinaan harian yang diterapkan oleh Lapas sendiri, menurut Artha, pihaknya menerapkan rasa kekeluargaan seperti layaknya anak dan orang tua. Taman Sukasadha Ujung, Karangasem. Dalam kesempatan tersebut Wagub AA Puspayoga berdialog dengan anak-anak dan menyerahkan bantuan. Puspayoga dalam sambutannya menggugah kesadaran berbagai komponen masyarakat untuk menjamin dan menghormati hak anak dengan tidak berperilaku diskriminatif. Peringa tan Hari Anak Nasional, menurut Puspayoga, menjadi momentum memberikan yang terbaik bagi anak dan menjamin semaksimal
18 |
menegaskan bahwa Perda KTR sudah disahkan di provinsi sehingga kini tinggal mengimplementasikan di daerah atau kabupaten. Sementara Bupati Karangasem Wayan Geredeg mengungkapkan aturan tersebut segera diimplementasikan di daerahnya.” Kami sekarang masih gencar mensosialisasikan di masyaraakat desa adat,” imbuh Geredeg. Tidak hanya itu lanjut Geredeg, beberapa desa adat di Karangasem sudah memiliki awig awig atau
Juli - September 2012
aturan desa adat. “Ada beberapa desa adat yang melarang upacara adat perkawinan dan lainnya menggunakan rokok sebagai ucapan selamat datang,” imbuh Geredeg. Acara juga diwarnai de ngan penyerahan secara simbolis bantuan jaminan sosial kepada anak-anak difabel di Pulau Dewata. “Dari 1.026 anak penyandang cacat berat (difabel) di daerah kita, pemerintah pada tahun ini membantu sekitar 600 orang. Bantuannya secara simbolis kami serahkan pada hari ini,” kata Kepala Dinas Sosial Pemprov Bali Ketut Susrama, di Amlapura, Karangsem. Bantunan berupa jaminan sosial secara berkelanjutan kepada anak pe nyandang cacat tersebut, ucap dia, bersumber dari dana Kementerian Sosial. “Per anak setiap bulan mendapat Rp300 ribu untuk selama setahun. Nanti akhir tahun kami evaluasi, dan lanjutkan usulannya ke Kementerian Sosial,” ucapnya. Mekanisme penyalurannya, setiap anak akan dibuka rekening, kemudian dari Kementerian Sosial bekerja sama dengan PT Pos Indonesia mentransfer sampai ke alamat anak penerima bantuan. ran
laporan utama
Bali Sruti/dok
KRIMINAL: Anak-anak pelaku tindak kriminal harus dilindungi masa depannya.
Kabut Gelap Kriminalitas Anak Oleh Safrudin Yusuf Anak-anak bak ‘permata’ yang harus dirawat dan diperhatikan. Tapi banyak diantara mereka harus menanggung masalah.
D
ata kasus kekerasan terhadap anak yang diterima Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Propinsi Bali menyebutkan, tahun 2009 kurang lebih 84 anak terlibat sebagai pelaku criminal. Sedangkan 69 orang ditetapkan statusnya oleh aparat kepolisian sebagai korban. Ironisnya, pada tiga tahun itu, 28 anak menjadi korban pelecehan seksual. Setahun kemudian, tepatnya pada 2010, se
banyak57 orang ditetapkan sebagai tersangka atas tuduhan yang sama. Ironisnya, jumlah anak yang menjadi korban mening kat menjadi 105 orang. Bahkan, kasus pelecehan seksual yang dialami bocah dibawah umur naik seratus persen menjadi 56 kasus. Jumlah ini terus meningkat di tahun 2011. LPA yang hingga kini terus konsisten mendampingi anak-anak, hanya mampu menuntaskan 20 kasus di
tahun 2011. Hingga awal Juli tahun ini, setidaknya 26 kasus yang melibatkan anak telah berhasil dita ngani. Namun, jumlah itu tak sebanding dengan angka kasusnya. Lagipula, kasus yang ditangani LPA hanyalah beberapa diantara kejadian criminal yang secara resmi dilaporkan kepada Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang dulu bernama Komisi Perlindungan Anak (KPA) tersebut.
Juli - September 2012
| 19
laporan utama Diduga, banyak kasus yang melibatkan anakanak yang tidak terdeteksi LPA. Kekurangan itu diakui Sekretaris LPA, Titik S. Haradi. “Korban maupun tersangka yang minta pendampingan ke LPA masih belum begitu banyak. Umumnya, para orang tua enggan dan malu untuk meminta bantuan kami,” ujar wanita asal Jombang, Jawa Timur ini. Akibatnya, banyak kasus yang melibatkan anak
anak dibawah umur ratarata dilakukan atas dasar suka sama suka. Kita sering meminta kepada aparat kepolisian, kejaksaan maupun pengadilan agar mempertimbangkan nasib si anak, baik pelaku maupun korban,” tukasnya. Dia berpendapat, pasal dalam KUHP maupun Undang-Undang Perlindungan Anak (UPA) belum total melindungi kepenti ngan anak. “Umpama yang ditetapkan selaku tersangka
Umpama yang ditetapkan selaku tersangka adalah orang dewasa, dua aturan itu tidak jadi masalah. tak terdampingi. Padahal, mereka sangat butuh perlindungan hukum untuk menjaga kelangsungan hidupnya ke depan. “Tersangka maupun korban sama-sama kita dampingi. Sebab, para remaja merupakan aset bangsa,” ketusnya. Terlebih lagi bagi anak korban pelecehan seksual. LPA akan berjuang keras agar pelaku yang melibatkan orang dewasa dihukum seberat-berat nya. Apabila tersangkanya sama-sama anak dibawah umur, maka vonis ringan dan penempatan hukuman yang pas menjadi prioritas. “Saat ini, pelanggaran seksual yang melibatkan
20 |
adalah orang dewasa, dua aturan itu tidak jadi masalah. Persoalannya, apabila pelaku dan korban samasama anak dibawah umur dan melakukan pelanggaran seksual atas dasar suka sama suka, tentu menjadi polemic. Mestinya hukum yang dikedepankan adalah mediasi,” ungkapnya. Titik berdalih, korban banyak yang tidak terima kekasihnya dihukum. Meskipun, perbuatan pelaku telah menodainya. “Mestinya jalan damai yang harus ditempuh. Kedua orang tua pelaku maupun korban didatangkan untuk diajak duduk bersama. Kecuali, apabila kasus kekerasan
Juli - September 2012
seksual itu terjadi karena paksaan,” paparnya. Persoalan lainnya, anak yang terlibat kasus criminal menempati rumah tahanan yang sama dengan orang dewasa. Kondisi ini, lanjut penyiar RRI Pro II Denpasar, kurang aman bagi perkembangan anak. “Vonis bersalah memang tidak bisa dielakkan, selama bocah itu terbukti melakukan pelanggaran hukum. Tapi tolong, pemerintah mestinya tidak menempatkan tahanan anak menjadi satu dengan tahanan dewasa. Kejiwaan anak harus diperhatikan,” tegasnya. Selama ini, LPA kerap mendapat aduan mengenai kasus kekerasan seksual yang menimpa anak-anak di penjara. Padahal, yang bersangkutan divonis hakim bersalah bukan atas tuduhan asusila. “Inikan bahaya. Banyak laporan yang menyatakan tahanan anak-anak menjadi korban sodomi. Bahkan ada sebuah kasus yang mengakibatkan salah satu tahanan anak-anak harus menjalani opname lantaran disodomi sesama napi,” paparnya. Lebih membahayakan lagi, tranformasi ilmu kejahatan yang diajarkan napi dewasa terhadap napi anak. “Ada anak yang dipenjara karena tersangkut perkara penganiayaan. Se-
laporan utama telah keluar malah pandai mencuri. Setelah kita selediki, ternyata mereka mendapat ilmu criminal selama tinggal di lapas,” jlentreh nya lagi. Pemerintah mestinya mulai mengambil sikap dengan membuat tahanan khusus anak. Tahanan itu tidak perlu mirip seperti lapas. Pemangku kebijakan hanya perlu membuat sebuah bangunan permanen yang dianggap aman agar mereka tidak kabur. “Semua lembaga hukum harus
ikut mengawasi. Sehingga anak-anak tidak merasa dihukum, tapi serasa dididik,” cetus wanita berkulit bersih itu. Berulangkali, LPA telah mengajukan gagasan itu kepada lembaga terkait. Sialnya, ide itu hingga kini belum juga terealisasi. Padahal, kasus kekerasan seksual terhadap anak di penjara merata di seluruh Indonesia. “Setiap kami melakukan kunjungan ke LPA di luar daerah, laporan yang kami terima sama.
Banyak tahanan anak-anak yang disodomi napi dewasa,” tuturnya saat ditemui Koran ini di Kantor LPA, di Jalan Kunti No. 03 Denpasar. Sialnya, pihak pengadilan maupun kejaksaan yang diajak bicara soal ini seolah tutup telinga. Tiap kali diundang diskusi untuk menuntaskan kasus perlindungan anak, jarang yang hadir. “Kita sampai capek. Yang diundang pimpinan nya, kok yang datang cuma stafnya,” sindirnya.
Bali Sruti/dok
TERPAKSA: Anak-anak tukang suun terpaksa tidak dapat merayakan HAN karena pekerjaannya.
Tak Ada HAN di Pasar Badung Datanglah ke Pasar Badung saat peringatan HAN 23 Juli 2012 lalu. Sama sekali tak ada suasana yang berbeda.
A
nak-anak yang bekerja sengan kuli sun (tukang
angkut barang) dan penjaja makanan keliling di pasar tradisional itu bekerja ke-
ras seperti biasa. Mereka mengaku tidak tahu, apa itu HAN.
Juli - September 2012
| 21
laporan utama Gede Agus Suartika (12), sebagai contoh. Bocah asal Monang-Maning itu baru saja lulus dari SDN 4 Denpasar. Namun nasibnya kurang beruntung. Disaat teman sebayanya tengah mengikuti masa orientasi siswa (MOS) di sekolah lanjutan tingkat pertama, dia harus berkeliling sambil menyangga jajanan naik turun tangga pasar yang berlokasi di Jalan Sulawesi. Dia mengaku, kedua orang tuanya tak mampu menyediakan biaya untuk melanjutkan ke sekolah SMP. Kondisi itu pula
Tahu saja tidak,” cetusnya. Baginya, HAN hanya diperuntukkan bagi anak mampu saja. Sementara, anak-anak yang kurang beruntung seperti dirinya, hanya dipandang sebelah mata. “Kami belum pernah sekalipun diundang untuk mengikuti peringatan itu. Saat di bangku SD juga tidak pernah,” akunya sambil menyangga dagangan di atas kepala. Bahkan, sampai ia tidak melanjutkan sekolah saat ini, tidak satupun perwakilan pemerintah yang datang memberikan bantuan dengan mengatasnaman-
Kami belum pernah sekalipun diundang untuk mengikuti peringatan itu. Saat di bangku SD juga tidak pernah. Ngapain mikirin HAN. Acaranya gimana juga tidak pernah tahu. Mending mikirin bagaimana caranya jualan bisa laku yang kemudian memaksanya berjualan jagung dan kedelai rebus berkeliling kampung sampai pasar. Padahal, jarak tempuhnya lumayan cukup jauh dari kediamannya. Diusianya yang masih kanak-kanak, Agus bahkan tak bisa meluangkan waktu lebih banyak untuk bermain. Sehari-hari dia harus membantu ekonomi kedua orang tuanya. “Jangankan berpikir tentang HAN.
22 |
kan HAN. “Ngapain mikirin HAN. Acaranya gimana juga tidak pernah tahu. Mending mikirin bagaimana caranya jualan bisa laku,” ungkapnya kecewa. Pengakuan serupa juga dilontarkan Komang Indah (12). Mestinya, bocah manis asal Blah Batu, Gianyar ini sudah tamat SD. Sayangnya, factor ekonomi menghambat angannya untuk meraih pendidikan itu. Indah yang lepas balita
Juli - September 2012
sudah menjadi kuli sun di Pasar Badung ini mengaku, menjalani rutinitasnya selama 13 jam perhari. Rutinitas itu dia kerjakan sejak pukul 09.00-22.00 wita. Sekali bawa, beban di kepalanya bisa mencapai 2-5 kilogram. Barang itu harus dibawa turun dari lantai 3 menuju lantai dasar, atau sebalik nya. Kegiatan itu harus dilakukan berulangkali selama ada pengunjung pasar yang bersedia menggunakan jasanya. “Sekali ang kut kadang cuma dikasih Rp 3000. Umpama mujur, sehari bisa dapat Rp 15 ribu-20 ribu,” ujarnya. Ironisnya, hasil yang dia dapat dari kerja kerasnya itu habis untuk membantu kebutuhan ekonomi orangtuanya yang kini kos di Jl Gunung Agung. Dulu, dirinya sempat beberapa minggu mengenyam pendidikan di kelas 1 SD. Sayang, nikmatnya belajar itu harus pupus di tengah jalan lantaran biaya. Sampai umurnya yang sekarang, Indah mengaku tidak mengerti soal HAN. Keberadaan HAN yang diperingati setiap tahun oleh pemerintah seolah tak ada gunanya. Faktanya, bocah dari kalangan seperti diri nya tidak pernah tersentuh kegiatan itu. “Tidak pernah tahu,” ucapnya pendek. *
opini utama
Hak Anak Dalam Adat Oleh : Luh Putu Anggreni SH Menulis mengenai hak anak di Bali yang dilekatkan dengan hukum adat,membuat terbayang kembali kenangan satu demi satu saat melakukan pendampingan kasus-kasus anak di Bali.Saat itu berbicara tentang anak , ternyata tidak bisa dipisahkan dengan pengorbanan seorang ibu.
M
ungkin dari beberapa kisah nyata yang penulis kisahkan disini bisa menjadi pegangan kita bersama, sebenarnya anak-anak kita di Bali apakah sudah terpenuhi hak-haknya sebagai seorang anak, ataukah hanya dibebankan atas kewajiban / sekedar penjaga budaya/ adat ? Saat itu UU Perlindu ngan anak belum tersosialisasikan, belum ada tren kasus perebutan hak asuh anak.Akan tetapi pengaduan-demi pengaduan yang penulis terima adalah selalu datang dari kesedihan hati seorang perempuan Bali dan sebagai seorang ibu yang harus rela dipisahkan dengan buah hatinya karena alasan adat/ purusa.
dok pribadi
Salah satu kasus dimana penulis harus mendatangi sebuah desa di Kabupaten yang dikenal sangat kuat ikatan pertalian adatnya.Penulis merasa berkepentingan untuk mohon ijin dulu kepada Kepala Desa dan Klian adat Banjar setempat.Selain untuk etika,sekaligus jaga-jaga agar tidak terjadi hal-hal diluar kendali sebagai aktivis HAM.Masih terbayang wajah sedih seorang ibu yang datang mengadu dan sangat ingin menjenguk putrinya yang berumur 4 tahun dan sangat berharap dapat ikut tinggal bersamanya. Suaminya meninggal karena sakit-sakitan dan tinggalkan dirinya bersama dua orang anak dalam ketiadaan ekonomi.
Malu menggantungkan diri sama keluarga suami yang kondisi ekonomi paspasan,segala pekerjaan dia ambil demi anak-anaknya. Kesalahannya hanyalah karena dia bersedia menikah dengan seorang pemuda yang sangat peduli dan ingin membahagiakan dirinya bersama anak-anaknya. Sayang sekali pihak keluarga suami sangat keberatan anak-anak diajak oleh mereka.Seorang ibu yang menikah lagi tidak berhak mengasuh anak, karena anak adalah hak milik keluarga purusa.Kesalahan itu pula yang diungkapkan oleh Klian Adat /pemimpin adat di Banjar tersebut kepada penulis.Seorang ibu yang cinta anak tidak mungkin “kegatelan” ce-
Juli - September 2012
| 23
opini utama pat-cepat menikah, seharusnya seorang ibu harus setia menjaga anak-anaknya sampai dewasa, begitulah ungkapan seorang pemimpin adat.Akan tetapi Pak klian tidak mampu bersikap tegas ketika anak sulung laki-laki sang ibu yang berusia 8 tahun berontak dan tetap ingin bersama ibunya.awalnya anak ini selalu memilih untuk tidur di Balai Banjar ketika terpaksa harus terpisah dengan ibunya.Kakek dan paman yang berusaha membujuk tidaklah mampu meluluhkan hatinya yang selalu kangen dan ingin bersama ibunya.Akhirnya dibuatlah sebuah kesepakatan yang mesti ditandatangani pihak ibu dan keluarga almarhum suaminya,disaksikan Klian adat bahwa saat anak ini berusia 15 tahun harus menjalankan kewajiban adatnya didesa dan harus dikembalikan kepada keluarga ayahnya. Sayangnya sibungsu, perempuan mungil usia 4 tahun yang harus terpisah dengan kakak dan ibunya tidaklah kuasa untuk melawan dan harus patuh pada kakek dan bibinya.Anak seusia dia ternyata sangat diandalkan kakek dan bibinya,untuk wara wiri belanja kewarung, sekedar bersih-bersih rumah dsb. Sayangnya kakek , paman
24 |
dan bibi anak ini tidak pernah mampu dan terketuk hatinya melihat betapa pedih hati anak ini saat menangis terisak-isak ingin ikut kakak dan ibunya saat kami mendatanginya Kami berupaya menghiburnya dan menjanjikan kepastian bahwa ibunya akan sering menengoknya dan akan selalu sayang kepadanya. Ijin mengajak beberapa hari tinggalpun karena kakaknya sedang libur kenaikan kelas tidak didapat. Saat itu penulis hanya bisa mengelus dada dan meyakinkan keluarga tersebut, bahwa yang terbaik bagi anak ini adalah berkumpul kembali sebagai keluarga yang utuh.Perkawinan sang ibu dengan ayah tiri yang baik dan peduli ,tentunya akan mengembalikan lagi kelengkapan daripada figur seorang ayah dalam kenangan mereka.Penulis hanya bisa meyakinkan agar sang ibu selalu menjaga komunikasinya dengan sibungsu. Satu kisah lagi , yang baru saja penulis terima pengaduannya dari seorang ibu. Saat ini UU Perlindu ngan Anak No.23 Tahun 2002 sedang gencar-gencarnya dikumandangkan pemerintah Indonesia, LSM , aktivis perempuan dan anak. UU ini mewajibkan peran orang tua,
Juli - September 2012
keluarga, pemerintah dan Negara wajib mengedepankan kepentingan anak yang harus diutamakan. Sang ibu datang bersama 2 buah hatinya yang mulai menginjak usia pra remaja.muka cemas lebih tampak pada si anak, yang tengah kawatir menanti putusan cerai ayah ibunya di sebuah Pengadilan Negeri di Bali.Si ibu sebenarnya sangat siap kalau perceraian ini membuat hak asuh anak akan beralih kepada bapaknya,sebagaimana tuntutan adat di Bali.Apalagi dia sangat sadar dirinya berasal dari budaya yang berbeda dengan suaminya. Akan tetapi menunggu detik-detik putusan perceraian, dirinya tidak tega melihat anak-anaknya yang begitu kawatir,sangat ketakutan akan berpisah dengan ibunya. Karena hanya sang ibulah yang selalu membela serta menyelamatkan mereka dari tindak kekerasan sang ayah yang membuat anak-anak ini trauma berkepanjangan. Buktibukti kekerasan sang ayah terhadap anak sudah ditangan Majelis Hakim, namun yang terpenting ketika anak diminta kehadirannya didepan hakim,dengan sangat memelas anak-anak ini meminta jangan mereka dipisahkan dengan ibu nya.Sayangnya hati nurani
opini utama
Bali Sruti/dok
HUKUM: Keceriaan anak-anak tidak boleh dikurangi walau tersangkut kasus hukum.
majelis hakim tampaknya sedang bimbang, karena ada permintaan khusus dari keluarga suami yang pernah berkuasa di Pengadilan bahwa Majelis Hakim harus mengedepankan Hukum Adat Bali/ Purusa. Akibatnya Sudah dua bulan keputusan Majelis Hakim selalu tertunda dengan alasan yang tidak jelas. Apakah nantinya akan ada eksekusi putusan terhadap seorang anak apabila Majelis Hakim lebih me ngedepankan hukum adat Bali sebagai tameng kepentingan daripada mengedepankan hak anak? Padahal si ibu sejak awal tidak
pernah berniat memisahkan anak dari budaya dan adat leluhur ayahnya, mengasuhpun bukanlah berarti menguasai seorang anak. Apalagi sejalan dengan Adanya Putusan Pesamuhan Agung ke III, tgl 15 Oktober 2010, Majelis Utama Desa Pekraman (MUDP) ,yang memayungi segala persoalan adat di Bali, secara tegas menyatakan bahwa seorang ibu dapat mengasuh anak asalkan tidak memutuskan hubungan anak tersebut dengan purusanya/ ayahnya. Dan ayah berkewajiban untuk tetap memberikan nafkah terhadap anak-anaknya tersebut
tanpa terkecuali. Berkaca dari kedua kasus ini, yang semuanya berkedok atas nama hukum adat kemudian merampas hak anak-anak akan kasih sayang. Begitu juga atas nama purusa dan persiapan pewarisan budaya, merenggut kebahagiaan seorang bocah, alangkah mengenaskan. Semoga Penafsiran hukum adat Balikedepan lebih manusiawi dan lebih melindungi hakhak anak, sehingga tidak ada lagi kasus-kasus saling berebut anak dengan alasan Purusa / adat Bali, akan tetapi tetap mengedepankan hak-hak anak..
Juli - September 2012
| 25
opini utama
Pemerintah INGKAR! (Lagi) Kadek Ridoi Rahayu Aktivis Hak Anak Hah! jika menulis dengan judul yang sama lagi nanti saya takut dikira saingan sama Ahmad Dhani bikin lagu cinta mati sampai 3 seri. Atau jika lebih, saya takut malah dikira menyaingi sinetron Tersanjung yang episodenya tumbuh menemani saya dari masuk sekolah dasar hingga tamat. Tapi ya apa mau dikata, seperti inilah perasaan saya, kenapa pemerintah ingkar lagi. Kenapa?
I
ni menyangkut perayaan hari anak nasional setiap tahunnya. Sebenarnya sejak tahun 2006 lalu saya sudah mulai dongkol tak karuan. Saya adalah salah satu delegasi anak yang beruntung pada tahun 2005 dikirim untuk mewakili Bali dalam Kongres Anak Indonesia (acara rutin dari Komnas PA untuk apresiasi hak anak yang biasanya diselenggarakan pada bulan Juli). Sebelum ikut kegiatan ini, jujur saja saya belum tahu dan bahkan belum ‘ngeh’ bagaimana keadaan anak Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Namun akhirnya saya sadar bahwa ternyata memang ada yang harus diperjuangkan agar
26 |
anak-anak bisa hidup lebih layak lagi.
Pembacaan Suara Anak Indonesia tahun 2012 Salah satu agenda rutin dalam KAI ini adalah membacakan hasil suara anak yang dirumuskan berdasarkan hasil sidang anak-anak dalam seminggu. Permasalahan yang diangkat mereka kaji dan temukan sendiri di daerah, sehingga dalam skala nasional akan dicari persamaan lagi. Apakah masalah tersebut memang menjadi permasalahan tiap daerah atau ada permasalahan khusus daerah yang memang pantas untuk di-
Juli - September 2012
dok pribadi
tindaklanjuti segera. Kami menyebut hasil tersebut dengan ‘Suara Anak Indonesia’. Jika ingin tahu lebih lanjut, silakan baca beberapa hasilnya. Kalau tidak salah tahun 2006 saya mendengarkan desas desus bahwa suara anak Indonesia dinilai terlalu keras, sehingga ada pihak yang merasa tersinggung. Ah…. cemen! Waktu itu saya merasa lucu, gimana kok orang dewasa takut di gertak sama anak-anak. Tapi ya karena mengikuti aturan yang ada, akhirnya tahun-tahun berikutnya deklarasi Suara Anak Indonesia ini pembacaanya mengikuti peraturan yang dibuat. Mulai dari aturan yang njlimet hingga
opini utama pemindahan pembacaan (biasanya di deklarasikan di depan presiden tapi kemudian menjadi di depan DPR/ MPR) Entahlah, katanya negara kita melindungi setiap orang yang mau berpendapat, tapi..ah….sangat lemah implementasinya. Hanya sebatas wacana dan aturan! Puncak kedongkolan saya, atau mungkin beberapa Duta Anak Nasional yang sempat berada dalam posisi sebagai Anak Indonesia adalah ketika kongres tahun 2011 tahun lalu. Menurut informasi yang saya dapatkan dari rekanrekan yang mengikuti KAI ataupun dari media massa menyebutkan bahwa semula, pembacaan Suara Anak Indonesia masuk daftar acara yang akan dihadiri Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan pejabat tinggi negara lainnya di Ancol pada 23 Juli 2011. Namun, Sekretaris Panitia Hari Anak Nasional mencoretnya dari agenda acara. Alasannya adalah “karena keterbatasan waktu Presiden” WAH, SIBUK BENAR! sampai-sampai hanya mendengar 5 menit saja tidak punya waktu. Ini hanya setahun sekali, mendengarkan anak berbicara di depan umum dengan harapan mereka (yang mungkin tidak didengar atau bahkan
Bali Sruti/dok
DEKLARASI: Setiap tahun deklarasi hak anak dibacakan kembali.
dikabulkan) Gregetan! Masihkah kita bisa menyebut negara kita memberi kebebasan untuk berpendapat? Indonesia telah memiliki Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, disana juga terdapat hak anak untuk berpartisipasi. Selain itu dalam Konvensi PBB tentang Hak Anak juga menyatakan bahwa setiap anak berhak untuk menyatakan dan didengar pendapatnya. Lagi-lagi Pemerintah INGKAR! Belum sembuh luka terdahulu, muncul lah luka baru. Sekiranya perayaan hari anak yang akan diselenggarakan setiap tanggal 23 Juli DITUNDA! alasannya klasik : PRESIDEN SIBUK!. okesip! sebagai warga negara yang baik saya ‘Prihatin’ atas kesibu-
kan yang ada, tapi hal ini tidak membuat rasa kecewa kami terobati. Selalu berputar di kepala saya, apakah pemerintah serius untuk menangani permasalahan anak yang ada, atau perayaan hari anak ini hanya dianggap sebuah seremoni belaka. Semoga penundaan ini tak berujung pada pembatalan. Bosan sudah janji-janji palsu. Namun jika diendapkan dan batal begitu saja maka pemerintah telah mengabaikan lagi Kepres RI No 44 Tahun 1984 menge nai Hari Anak Nasional. Walaupun dari segi usia saya bukan lagi seorang anak-anak, tapi saya ikut merasakan bagaimana mereka menanti hari yang begitu spesial dengan harap-harap cemas. Semoga ini tak mengurangi makna perjuangan kalian adik-adik dan teman-teman semua.*
Juli - September 2012
| 27
opini utama
Kebebasan bagi Anak Prof. Luh Ketut Suryani Psikiater Kebebasan harus diberikan kepada anak saat melewati masa kecilnya. Dengan begitu, anak-anak mendapatkan kegembiraan sekaligus keceriaan tanpa harus dibatasi. Saat bersamaan, kreatifitas dalam diri anak juga akan terbangun dengan sendirinya.
K
dok pribadi
ebanyakan orangtua mempersempit ruang gerak anak mereka di masa kecil. Bahkan tak jarang, anakanak juga diperlakukan kasar. Berkelahi tidak boleh, bercanda tidak boleh, anak-anak bersantai juga tidak boleh. Terlalu banyak dampak buruk yang akan dirasakan oleh para orangtua jika semasa kecil anak mereka dikekang. Saat besar nanti, mereka baru mengekspresikan kegembiraannya. Jika masa kecilnya dibatasi, maka saat besar nanti anakanak akan mencari kebebasan. Dia juga bisa saja melawan dan memperlakukan orangtuanya dengan kasar. Ini yang harus diwaspadai. Anak yang dikekang
28 |
semasa kecil, memberikan pengaruh yang besar. Apalagi jika dia mengalami trauma. Saat remaja, dia akan mengeluarkan seluruh kemampuannya karena itu tidak didapatkannya semasa kecil. Bukan tidak mungkin ia mencari alkohol, obat-obatan terlarang, hingga bapak-bapak atau ibu-ibu. Sebab ia mencari kedamaian dan kebebasan yang tidak pernah dirasakannya. Karena itu, ia mendorong para orangtua agar memperlakukan anakanaknya secara wajar dan normal saat mereka kecil. Jangan saat anak memecahkan piring, langsung disalahkan atau bahkan dipukul. Itu bukan cara yang benar. Yang harus dilaku-
Juli - September 2012
kan adalah memberikan pemahaman bahwa anak harus lebih hati-hati. Apabila anak diberikan keleluasaan di masa kecilnya. Mereka mampu sejak dini mengenal lingkungan, belajar sendiri tentang hal yang baik atau buruk, serta memacu kreatifitasnya tentang hal-hal yang ingin diketahuinya. Di sisi lain, saat ini, kurikulum pendidikan dari pemerintah sangat tidak berpihak pada anak, terutama untuk anak-anak di jenjang Taman Kanak-kanak (TK) dan Sekolah Dasar (SD). Sebab kurikulum terkesan memaksakan kemampuan anak tanpa memikirkan psikologi anakanak. Ini sangat ironis, karena anak-anak dipaksa-
opini utama
Apabila anak diberikan keleluasaan di masa kecilnya. Mereka mampu sejak dini mengenal lingkungan, belajar sendiri tentang hal yang baik atau buruk, serta memacu kreatifitasnya tentang hal-hal yang ingin diketahuinya. kan untuk memahami halhal yang di luar jangkauan pemahamannya, padahal ia baru ke luar dari lingku ngan keluarga. Tentu akan sulit bagi anak-anak untuk menghadapi lingkungan baru di luar keluarga, jika kurikulum pendidikan tetap seperti saat ini. Anak-anak di bangku TK sudah dipaksakan untuk bisa membaca juga menghitung. Itu tidak benar karena sudah memaksakan kemampuan anak. Mestinya untuk anak-
anak TK, yang menjadi prioritas adalah anak-anak didorong untuk berani bergaul dengan teman-temannya, berani menyanyi. Untuk sampai memberikan pemahaman kepada anak-anak TK, kata dia, maka yang harus dilakukan adalah dengan bercerita. Dengan bercerita, maka anak-anak akan mampu menangkap pesan yang ingin disampaikan. Sayangnya, saat ini hal tersebut sangat sulit dilakukan. Sebab kurikulum
justru sudah memaksakan anak-anak TK untuk memahami agama hingga menghitung. Pemaksaan terhadap kemampuan anak ini, juga dilanjutkan ketika mereka masuk jenjang SD. Coba saja perhatikan di sekolahsekolah. Sekarang kalau mau masuk SD, syaratnya anak harus sudah bisa menghitung dan membaca. Itu mestinya tidak boleh, karena sangat memaksakan anak. Sebab idealnya, anak-anak baru bisa belajar membaca, menulis dan menghitung itu ketika usianya menginjak 6 tahun. *Disarikan dari wawancara saat peringatan Hari Anak Nasional 2012 di Wantilan Gedung DPRD Bali, Senin (23/7).
Juli - September 2012
| 29
opini utama
Anak dan Tahun Ajaran Baru Sri Mudani Manik Wakil Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Bali Aktifis Perempuan Bali Sruti Dalam sebuah keluarga, orang tua akan menaruh banyak harapan pada anak-anaknya. Pun dalam sebuah Negara, anak adalah asset masa depan dari sebuah negara.
O
dok pribadi
rang tua berharap kelak semua anakanaknya dapat menjadi anak yang sukses, berbakti pada orang tua, keluarga dan masyarakat tentunya. Hal ini sering di lakukan oleh pasangan suami istri mulai dari janin yang tumbuh di dalam kandungan hingga si cabang bayi lahir ke muka bumi, maka segala upaya akan ditempuh untuk memberikan asupan nutrisi yang sehat dan tepat bagi seorang istri yang sedang mengandung. Begitu si cabang bayi lahir, maka pantaslah setelah mereka tumbuh menjadi remaja dan dewasa , sering masyarakat memberinya label sebagai generasi penerus bangsa, penerima tongkat estapet
30 |
kepemimpinan,bahkan sederet label dan harapan yang ditaruh pada pundak mereka. Namun dibalik semua label itu ,ada sebuah usaha dan perjuangan yang dilakukan oleh sebuah keluarga, agar anak- anak mereka tumbuh menjadi anak yang sehat, cerdas sehingga berhasil guna tidak saja bagi orang tua dan keluarganya, tapi juga untuk masyarakat. Maka, peran seorang ibu tidak dapat diabaikan begitu saja, karena ibu adalah pengasuh pertama dan utama di dalam keluarga, untuk mengantarkan anak-anak mereka menjadi anak yang berdaya guna. Begitu banyak harapan yang di taruh pada pundak mereka, apa yang bisa kita
Juli - September 2012
lakukan untuk mendapat kan anak-anak yang cerdas, bertanggungjawab, berbudi pekerti yang santun, serta taat akan keyakinannya , sehingga siap menjadi generasi penerus ? Pertanyaan ini akan menjadi jelas apabila masing-masing diantara kita baik ayah maupun ibu menyadari akan peran yang dipikul. Ayah sebagai kepala keluarga harus mampu memberikan rasa aman dan nyaman bagi seluruh anggota keluarganya dalam artian luas. Pun sebaliknya, ibu sebagai kepala rumah tangga harus mampu mengatur seluruh tatalaksana rumah tangganya. Di samping peran ayah ibu selaku orang tua, peran lingkungan yang juga tidak
opini utama dapat di abaikan. Lingkungan sangat besar berkontribusi di dalam mempengaruhi prilaku anak ataupun remaja, yang secara kasatmata juga akan memberi pengaruh di dalam menghasilkan generasi yang sehat dan cerdas tidak saja secara fisik tapi juga sacara psikis, hal ini terkait dengan tumbuh kembangnya . Dan yang ketiga adalah pemerintah. Sudahkah pemerintah berperan secara optimal di dalam menyiapkan generasi masa depan sebuah bangsa? Dan dari mana harapan ini akan terwujud ? Jawaban yang pasti, diawali dari dunia pendidikan. Di tengah-tengah wacana pendidikan dasar yang dicanangkan pemerintah, masih ada di antara anak-anak bangsa yang putus sekolah ,bahkan tidak mengecam pendidikan formal sama sekali. Lihatlah anak-anak yang menggepeng dan anak-anak buruh sun yang ada di sekeliling kita, sebagian besar dari mereka tidak mengenyam pendidikan. Di usianya yang sangat belia, mereka berjibaku mencari nafkah untuk ikut menopang kebutuhan keluarganya. Kenyataan ini tentu berbanding terbalik dengan mereka yang punya uang. Pemerintah tentu tak boleh tutup mata dengan
realita yang ada , karena mereka adalah bagian dari anak negeri ini, yang perlu mendapat perhatian khusus dalam mendapatkan keadilan di dalam menge nyam pendidikan baik formal maupun non formal. Selain itu , dengar dan tengoklah setiap sudut –sudut sekolah yang di serbu para orang tua disetiap menjelang tahun ajaran baru.
mati pendidikan gratis seperti apa yang di wacanakan pemerintah selama ini ? Pemerintah berkewajiban untuk memberikan sebuah jaminan pendidikan gratis bagi siswa yang kurang mampu melalui subsidi silang atau beasiswa misalnya. Ternyata setiap tahun ajaran baru, yang bertepatan dengan hari anak
Sudahkah pemerintah berperan secara optimal di dalam menyiapkan generasi masa depan sebuah bangsa? Selalu yang menjadi topic utamanya adalah biaya pendidikan . Sebagian dari orang tua harus rela merogoh kocek jutaan rupiah hanya untuk mendapatkan sekolah negeri favorite bagi putra – putrinya . Bahkan tidak jarang di antara mereka memanfaatkan relasi melalui surat sakti. Begitu mahalnya harga sebuah meja dan bangku yang harus dibayar ,belum lagi biaya lain semisal; uang SPP yang selalu naik setiap tahunnya, harga buku yang harus dibeli melalui pihak sekolah, sumbangan ini itulah yang mengikutinya. Lantas, bagaimana de ngan mereka yang kurang mampu? Adakah diantara mereka yang bisa menik-
yang jatuh setiap Bulan Juli, menjadi kado pahit bagi anak-anak bangsa ini. Program pendidikan gratis yang di gagas oleh pemerintah selama ini, sangat jauh dari harapan . Karenanya , peran semua pihak sangat di butuhkan. Terutama peran orang tua untuk tidak mendorong putra – putrinya menempuh jalan pintas demi gengsi semata di dalam menyiapkan pendidikan mereka. Karenanya, peran orang tua , lingkungan, pihak swasta dan pemerintah harus saling bahu membahu di dalam mewujudkan generasi masa depan yang cerdas dan bertanggung jawab. Karena dari pendidikan yang bersih akan melahirkan generasi yang bersih pula.*
Juli - September 2012
| 31
opini utama
Menyambut Hari Anak Nasional, 23 Juli
Kekerasan Mengintip Anak-anak Oleh I Gusti Ayu Agung Mas Triadnyani (Dosen FS.Unud, sedang menempuh Pasca Sarjana UI) Anakku menangis minta tas Barbie/yang sama dengan milik temannya//Si kakak cemberut menuntut Blackberry/seperti kepunyaan teman satu sekolahan.//Si adik datang bermulut manyun/bekalnya tak sama dengan kawan sebangkunya.//Ibu terlihat sewot melihat rambut teman arisannya/sama dengan rambut merahnya//Ayah tampak menahan jengkel tahu/rekan sekantornya bermobil sama dengan dirinya.//Tante bersungut-sungut melihat dapur tetangganya/mirip dengan dapur rumahnya.//Paman gigit jari mendapati bajunya/persis sama dengan iparnya.//Nenek kelihatan muram melihat kuburan kakek/sama dengan kuburan besannya.//Si mbok makin mangkel/ tahu gajinya beda-beda tipis dari si mbak.//Mereka bukan menjadi diri sendiri/Tapi menjadi orang lain.//Dan, ketika ia merasa disamai/kepada marah/ dan serapah ia lemparkan/kepada frustasi dan depresi ia jatuh/Ia tak dapat menerima dirinya sama/ Ia benci karena yang lain sama dengan dirinya//Pada titik-titik inilah bibit-bibit kekerasan disemaikan.
S
ajak “Berbeda itu Indah” di atas lahir karena didorong rasa keprihatinan mendalam terhadap situasi yang menimpa negeri ini. Kekerasan demi kekerasan beraksi di depan mata, layaknya tontonan di televisi-televisi yang membuat mual dan pening kepala. Kita dibuat tak berdaya menghadapi peristiwa yang berlangsung sedemikian cepat dan beragam. Kehidupan yang keras tampaknya menjadi penyebab kebalnya diri kita pada masalah-masalah sosial
32 |
yang datang silih berganti. Banyak di antara mereka tidak peduli dengan kondisi yang mengerikan ini. Perlahan tapi pasti hal ini akan menggerogoti diri kita sendiri. Belum lama, seorang teman menuliskan statusnya, mempertanyakan mengapa orang yang melakukan ibadah mesti dihalang-halangi hingga menimbulkan korban. Tapi, tak satu pun mampu menjawab pertanyaan itu secara memuaskan. Tidak akan ada jawaban memuaskan jika kita tidak pernah berusaha mencari
Juli - September 2012
akar permasalahannya. Titik keprihatinan utamanya diarahkan pada anak-anak. Bayangkan, sejak kanak-kanak, bibitbibit kekerasan telah disemaikan kepada mereka. Betapa tidak, nyawa mereka setiap kali terancam oleh kekerasan yang menyusup diam-diam ke dalam kehidupan mereka sendiri, seperti virus yang mengkontaminasi sel-sel dalam tubuh. Bahkan para orang tua tidak banyak yang mengetahui atau belum sadar sepenuhnya terhadap masalah ini. Anak-anak adalah
opini utama pribadi yang labil. Mereka masih membutuhkan bimbingan untuk dapat berdiri kelak di atas jalannya sendiri. Mereka adalah sumber daya yang sangat potensial untuk melanjutkan kehidupan bangsa ini. Oleh sebab itu penanganan yang hatihati perlu dilakukan terhadap anak-anak. Tulisan ini hanya ingin mengetuk kesadaran para orang tua agar lebih memahami anak-anak. Juga mengajak mereka untuk mengenali bibit-bibit kekerasan yang tumbuh di sekitar. Harapan ini tidaklah terlalu muluk. Asalkan setiap orang bersedia kembali kepada keaslian diri mereka, niscaya tidak ada yang tidak dapat dicapai.
Kekerasan Istilah kekerasan secara umum diartikan sebagai tindakan seseorang menya kiti orang lain. Penulis seperti Alanweiner, Zahn dan Sagi mencoba merumuskan unsur-unsur kekerasan sebagai berikut: “… the threat, attempt, or use of physical force by one or more persons that results in physical or nonphysical harm to one or more other persons…” Rumusan yang diberikan oleh penulis di atas cenderung untuk memberikan titik berat pada
Bali Sruti/dok
TRAUMA: Anak-anak harus dihindarkan dari trauma kekerasan.
kekerasan fisik. Sementara, muncul pendapat lain yang mengatakan bahwa kekerasan terutama terhadap perempuan dan anakanak tidak hanya dibatasi pada kekerasan fisik, akan tetapi juga kekerasan nonfisik, misalnya tekanan psikologis, yang dampaknya jauh lebih berat daripada efek yang diakibatkan oleh kekerasan fisik. Kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak sebagian besar terjadi di dalam masyarakat perkotaan. Salah satu yang diduga menjadi biang keladinya adalah suasana kekerabatan yang mulai mencair. Hubungan antaranggota keluarga cenderung kurang akrab. Masing-masing memiliki kesibukan sendiri. Ayah pergi bekerja sampai larut malam, ibu juga bekerja hingga petang.
Sementara anak-anak dari pagi bersekolah, dilanjut kan mengikuti beragam les yang amat melelahkan. Akibatnya, mereka jarang bertemu. Kuantitas pertemuan memang bukan jaminan untuk menjadi penyebab renggangnya hubungan antaranggota keluarga, namun setidaknya kondisi ini turut mempengaruhi mutu komunikasi di antara mereka. Tidak ada tempat untuk saling mencurahkan isi hati setelah mereka melakukan serangkaian aktivitas sehari penuh. Tekanan (stress) yang diakibatkan pikiran dan beban pekerjaan terus menumpuk, sebagian akan direpresi, sebagian lagi muncul dalam bentuk sakit fisik, seperti sakit kepala, jantung berdebar, atau sakit perut. Secara psikis orang akan menjadi mudah ma-
Juli - September 2012
| 33
opini utama rah dan jika ia tidak dapat mengontrol kesadarannya dapat melakukan tindakan kekerasan, seperti yang kerap terjadi dan menjadi santapan koran-koran dan media elektronik. Suami menganiaya istri, bapak memukul anak, ibu menyiksa anak, atau kakak memaksa adiknya, bahkan cucu membunuh kakeknya. Tindakan kekerasan terjadi sebagian besar diakibat kan tingkat stress yang melampaui batas normal. Penyebab utama dari stres ini secara kasar biasanya ditimpakan pada tekanan ekonomi.
Hasrat Segitiga Gambaran sepintas di atas memperlihatkan kekerasan yang dapat kita amati secara kasat mata. Namun demikian, ada satu hal yang barangkali luput dari pengamatan kita. Persoalan ini hampir tidak terdeteksi oleh indra manusia, sebab jauh berada di bawah batas kesadaran kritis manusia. Kekerasan metafisik. Apakah itu? Bukan rahasia umum bahwa hasrat orang modern adalah tiru-meniru. Rene Girard (2006) secara cerdas menunjukkan fenomena ini melanda ma syarakat di mana pun. Bagaimana tidak, orang rela
34 |
mencat rambutnya yang hitam dengan warna merah supaya mirip dengan artis Mulan Jamela, misalnya. Bukan hanya rambutnya yang ditiru, namun juga caranya berpakaian, cara berbicara, termasuk gaya hidupnya. Banyak contoh lain. Yang mau ditekankan Girard adalah konsep penting bernama hasrat segitiga. Hubungan subjek dan objek tidak berlangsung secara linear. Subjek untuk bisa mendapatkan objek memerlukan mediator. Orang agar dapat tampil cantik memerlukan mediator. Mediator inilah yang menentukan dan memilihkan objek-objek bagi hasrat subjek. Pada kasus Mulan Jamela, ia adalah mediator hasrat. Penirunya menyerahkan hak-hak secara penuh pada Mulan untuk mendikte dirinya. Hal ini berlangsung tanpa disadari penirunya. Ia bersedia melakukan apa saja supaya mirip dengan sang mediator, meski tidak ada uang sepeser pun di kantongnya. Hasrat segitiga adalah sistem metafisik karena merupakan struktur dasar pengalaman manusia. Sistem ini menentukan tindakan dan pola hubungan manusia secara individual. Sesungguhnya pola ini sudah ada sejak zaman dulu.
Juli - September 2012
Ada kemiripan pada pola tingkah laku dalam setiap masyarakat. Semuanya bersumber pada sistem metafisik yang sama yaitu hasrat segitiga. Kita selalu rindu menjadi ‘orang lain’. Padahal itu semua adalah palsu. Hasrat segitiga menyimpan rivalitas. Mulan, sang mediator yang semula adalah modelnya, lama-lama berubah menjadi rival yang menghalangi hasrat si peniru. Ketika ia mengetahui bahwa dirinya gagal menyamai sang mediator, ia membenci dirinya sendiri. Kebencian ini tidak dapat dilemparkan kepada sang mediator, karena ia telah menyangga hidup si peniru. Ia tampak seperti malaikat. Lalu, kepada siapa perasaan dengki itu dilepaskan? Ia akan menyimpannya sebagai rahasia (dendam) pribadi sampai saatnya datang kambing hitam. Akan selalu ada binatang jenis ini untuk dijadikan korban. Tinggal menunggu waktu yang tepat. Jika mediator (Mulan) diganti dengan teman, tetangga atau bos, apa yang terjadi? …Dalam puisi di atas digambarkan persaingan (rivalitas) bisa terjadi di dalam keluarga (adik, kakak, ibu, bapak), antarkeluarga (sepupu, keponakan, mantu, ipar), dan di dalam masyarakat (bos-
opini utama bawahan, antartetangga, antarinstitusi, dll), bahkan menjangkau wilayah yang lebih luas… (dipotong juga jika puisi di atas dipotong) Emosi-emosi modern (iri, benci, dengki, tak berdaya) adalah hasil ilusi kita. Lantas, kita terjebak pada khayalan snobis. Orang-orang menganggap kebangsawanan, uang, reputasi, dan kekuasaan sebagai objek konkret yang sungguh-sungguh ada, karena itu mereka merasa perlu mengejarnya dan memilikinya. Apa pun resikonya. Mulai dari hal kecil seperti berbohong, menipu, mencuri, bahkan sampai perkara besar: membunuh. Maka, tidak mengherankan setelah rezim orde lama berganti menjadi orde baru, lanjut ke era reformasi, dan entah apalagi namanya, tidak akan membuahkan apaapa. Siapa pun pemimpin negeri ini juga tidak dapat berbuat banyak. Berhentilah mengeluh! Saya kulitnya hitam, dia kok putih. Hp saya kok bukan Black Berry. Dia kok punya Innova. Rumahnya lebih bagus dari saya. Bunga-bunga di pekarangannya kok lebih cantik. Dia kok anaknya banyak, saya satu pun tak punya. Orang harus terbebas dari snobisme sehingga mediator bukan lagi menjadi ancaman. Kembalilah
kepada keaslian diri. Menjadi pribadi apa adanya. Sanggupkah?
Jangan Takut Berbeda Barangkali saya terlalu menyederhanakan persoalan yang sesungguhnya amat rumit dan saling berkelindan. Akan tetapi, toh kita harus mencoba untuk memulainya, meski titik-titiknya masih buram. Lantas, bagaimana kaitannya konteks pembicaraan di atas dengan persoalan anak-anak? Berikan anakanak pengertian tentang apa itu berbeda. Bagaimana rasanya menjadi berbeda. Jangan takut menjadi berbeda! Jangan biarkan anak-anak merengek minta ini dan itu hanya karena teman atau saudaranya atau tetangganya. Sebab, sekali ia menikmati kepalsuan itu, selanjutnya ia tidak akan pernah bisa berhenti. Ia akan selalu meniru dan meniru kembali. Hanya mengulangi kebodohan! Kegagalan dalam peniruan inilah yang kelak dapat menjadi bumerang. Kegagalan menerbitkan kebencian, bibit-bibit kekerasan dalam dirinya, dalam usia yang masih sangat muda. Jika muncul pertanyaan, mengapa saya harus makan nasi beras merah, misalnya,
sementara teman-temannya tak satu pun yang makan nasi seperti itu, jelaskan dengan penuh cinta. Dari hari ke hari anak-anak akan menjadi terbiasa. Protes memang akan mewarnai hari-hari keluarga yang demikian. Belikan anak-anak sepatu Bata, misalnya, daripada sepatu Reebook. Dan, ini bukan hanya menyangkut benda-benda/ materi, tapi yang jauh lebih penting adalah spiritualitas. Tanamkan rasa spiritualitas yang adil. Bahwa perbedaan ada di mana-mana. Barangkali semua ini harus dilakukan sedini mungkin. Sebab jika sudah terlanjur remaja akan sulit. Meskipun demikian tidak ada kata terlambat. Semua harus dimulai. Lingkungan memang berperan membentuk perilaku anak-anak. Akan tetapi lingkungan keluarga masih memiliki peran yang lebih besar. Mudah-mudahan anakanak akan memiliki watak yang kuat dan berjiwa besar. Mereka tidak cemberut lagi gara-gara handphone, tidak manyun lagi karena bekalnya berbeda, tidak menangis lagi karena tidak memiliki tas Barbie. Mereka tidak akan mudah terombangambing oleh budaya global yang semakin deras. Meskipun globalisasi menghantam, kita telah siap dengan senjata keaslian diri.*
Juli - September 2012
| 35
laporan khusus
Bali Sruti/dok
MENDAFTAR: Dua kader perempuan PDIP mendaftar sebagai calon wakil gubernur Bali.
Politisi Perempuan
Menggapai Asa, Melawan Badai
D
Oleh : San Edison
inamika politisi perempuan ditandai dua fenomena, Di Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), dua orang mendaftar sebagai calon wakil Gubernur. Di Partai Nasdem, Putu Santy Sastra didepak dari organisasi perempuannya. Mengenakan baju merah menyala, dua srikandi PDIP, Ni Made Sumiati dan Ida Ayu Indra Kondi, akhirnya melakukan pengembalian formulir pendaftaran sebagai calon wakil gubernur ke Kantor DPD PDIP Bali, awal Agustus lalu. Mereka sengaja datang bersamaan untuk menyatakan dukungan
36 |
diantara keduanya. Sumiati berharap, salah satu dari keduanya nanti akan direkomendasikan untuk menjadi calon wakil gubernur pada Pilgub Bali 2013. ”Harapan kita memang seperti itu. Tetapi semua sangat tergantung pada keputusan partai. Kita coba ikuti dulu mekanisme yang ada ini. Apapun keputusan partai nantinya, kami harus terima,” kata Sumiati, yang juga anggota Fraksi PDIP DPRD Bali. Tentang adanya sinyalemen PDIP akan berkoalisi dengan partai lain, Sumiati berharap, hal tersebut tidak akan dilakukan. Politisi asal Karangasem ini berar-
Juli - September 2012
gumen, sebagai partai besar dan pemenang di Bali, PDIP idealnya mengusung sendiri calon untuk Pilgub Bali 2013 tanpa harus berkoalisi. Dengan tidak berkoalisi, maka kesempatan bagi kader-kader potensial PDIP akan semakin terbuka untuk tampil sebagai calon gubernur dan wakil gubernur. Menyinggung pilihan untuk menjadi calon wakil gubernur dan tidak merebut posisi calon gubernur lantaran kader perempuan tidak mampu bersaing, Sumiati dengan tegas membantahnya. ”Saya sangat percaya diri. Tetapi kan harus realistis. Harus tetap
laporan khusus mengintip peluang. Karena peluang untuk nomor 1 agak sulit, makanya saya putuskan memilih nomor 2,” papar Sumiati, yang juga mantan anggota KPU Karangasem.
Santy Sastra Melawan
Sementara itu, politisi perempuan lainnya, Putu Suprapti Santy Sastra justru sedang menuai masalah dengan Partai Nasdem (Nasional Demokrat), tempatnya berkiprah. Semua itu gara-gara, dia disingkirkan dari organisasi Garda Malahayati, underbouw Nasdem. ”Saya merasa sudah diperlakukan secara tidak adil oleh Nasdem,” ungkapnya. Ia kemudian menjelaskan awal mula dirinya bergabung dengan ormas Nasdem, hingga akhirnya ada upaya untuk menyingkirkannya dari partai baru itu. ”Sebelum ormas ini dibentuk di Bali tahun 2011, saya termasuk deklarator ormas Nasdem. Boleh dibilang, saya termasuk satusatunya perempuan yang pada waktu itu menonjol,” ucapnya. Dalam perjalanan ormas Nasdem, ada gerakan untuk membentuk Partai Nasdem. Sekitar April 2011, Santy Sastra diperca-
Bali Sruti/dok
Putu Santy Sastra
yakan untuk menjadi Ketua DPD Partai Nasdem Kota Denpasar, dengan Surat Keputusan (SK) yang sah. ”Saya pun langsung bergerak, dan membentuk kepengurusan sampai ke tingkat kecamatan. Saya juga mengumpulkan 2.000 KTA bersama pengurus yang saya bentuk,” jelasnya. Selanjutnya pada Mei 2011, Santy Sastra mendapatkan mandat untuk membentuk Garda Wanita (Garnita) Malahayati Nasdem Bali. Ia kemudian didaulat untuk duduk sebagai Ketua DPW Garnita Malahayati Nasdem Bali dan dilantik secara resmi oleh Ketua Umum Garnita Malahayati Nasdem Irma S Chaniago, pada 30 Oktober 2011. Selanjutnya Juli 2012, kata Santy Sastra, Sekretaris DPW Partai Nasdem
Bali Adi Saputra menjanjikannya untuk bergabung dalam kepengurusan Partai Nasdem Bali. ”Tetapi saya diberi syarat, yakni harus meletakkan jabatan sebagai Ketua DPW Garnita Malahayati Nasdem. Saya berpikir, keledai saja tidak mau jatuh kedua kalinya. Orang bodoh juga pasti akan mengerti bahwa ada permainan di sini,” tandasnya. Santy Sastra merasa kecewa, karena ia menilai ada intervensi, campur tangan dan arogansi partai terhadap organisasi sayap di Nasdem. Ia juga menyayangkan pihak-pihak yang menyebut bahwa dirinya telah mundur dari Nasdem. ”Jadi tidak benar kalau dibilang saya mundur. Justru mereka yang meminta saya untuk melepas jabatan. Saya tidak butuh Nasdem. Tetapi saya tidak mau dibengkokin. Lebih baik patah daripada bengkok. Harga diri masalahnya,” pungkasnya. Namun Ketua DPW Partai Nasdem Bali IB Oka Gunastawa, menegaskan, masalah reposisi sesungguhnya bukan merupakan hal yang luar biasa dalam tubuh Nasdem. Reposisi biasa dilakukan dalam rangka penguatan kerja organisasi, baik di partai maupun ormas. ***
Juli - September 2012
| 37
profil
Yuhal Wahidah
Mengandalkan Investasi Sosial Menjadi politisi tak selalu identik dengan mengeluarkan banyak uang. Setidaknya begitulah pengalaman Yuhal Wahidah, Anggota Legistatif DPRD Jembrana. Pengabdian sosial yang sudah lama ditekuninya menjadi investasi sosial yang membekali langkahnya di panggung politik.
W
anita kelahiran Tuwed/Jembrana, 2 Agustus 1966 ini, bergabung secara formal dengan Partai Persatuan Pembangunan pada tahun 2008. Tetapi sebenarnya sejak kecil terbiasa dengan politik karena ayahnya HM Imron adalah aktivits politik meski di belakang layar. Tahun 2008 menjadi momentum karena saat itu didengungkan quota 30 % bagi perempuan. Namun secara pribadi, Wahidah sebenarnya tidak memiliki target apa-apa. ”Saya melakukan kampanye tidak seperti kampanye saja. Yakni dengan kegiatan sehari-hari seperti mengasuh pondok, ceramah di ibu-ibu pengajian dll). Bedanyam setiap kegiatan selalu ditemani oelh Caleg-caleg satu partai dari Provinsi dan DPR yang berkampanye. Pada PILEG 2009, Wahidah terpilih di dengan suara terbanyak. Meski sudah menjadi Aleg, Wahidah merasa menjadi politisi karena tidak sengaja. “Saya hanya berpikir semakin banyak organisasi yang kita ikuti saya akan mempunyai banyak teman,“ ujarnya. Dia mengaku menjalani kehidupan mengalir saja dan politik menjadi jalan hidupnya saat ini. Bagi mantan aktivis Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) ini, politik adalah mekanisme kehidupan bersama yang harus dijalani. Perempuan penting
38 |
Juli - September 2012
dan harus ada di politik karena perempuan lebih ikhlas dalam melaksanakan perannya dan juga lebih aspiratif. Untuk memelihara jaringan politik, dia tidak melakukan strategi khusus. Tetapi hanya mengandalkan kelompok-kelompok pengajian ibu-ibu cukup banyak, selain pondok pesantren yang dibinanya. Jaringan sudah lama terbangun dan menjadi sarana yang efektif untuk kegiatan politiknya. Dengan pihak media, Wahidah cende-
profil rung tertutup. Meskipun dia mengakui perlunya membangun jaringan yang sehat dengan media. “Jika Aleg perempuan kurang terkspose oleh media karena mungkin politisi perempuan yang pintar minim dan juga posisinya,” ujarnya. Sampai saat ini masih jarang perempuan yang menjadi ketua komisi,fraksi,pansus dan posisi lainnya.Dia juga menggunakan media untuk menyerap informasi selain berdiskusi langsung de ngan masyarakat. Untuk mendapatkan pengakuan dari kalangan partai, Wahidah tidak merasa kesulitan karena sebagian besar maih terhitung sebagai keluarga. Karena itu pula, Wahidah merasa tidak memiliki lawan di dunia politik. Wahidah merasa, termotivasi aktif di politik karena mengemban tugas dari masyarakat. Dia mengaku tidak memiliki kesulitan karena terbiasa sejak kecil dalam perbedaan. “Saya biasa saja, saya menganggapsemua teman toh masyarakat juga yang akan menilai siapa kita yang sebenarnya,” ujarnya. Dia juga menganggap tidak ada saingan dengan perempuan selama kampanye. „Mungkin basis massa sudah jelas, jadi tidak ada sa-
ling menganggu,“ ujarnya. Eksistensinya di politik tak lepas dari dukungan keluarga. Untuk mengatur benturna kepentingan keluarga dengan kegiatannya, dia mengatur waktu dengan disiplin tetapi tugas domestic harus beres dulu dan baru berangkat kekantor. “Tetapi jika saya harus keluar kota saya persiapkan dahulu dirumah,” ujarnya. Warga yang ada di sekitarnyam awalnya merasa khawatir ketika Wahidah mulai berpolitk. Tetapi sekarang mereka sangat mendukung. ”Karena meskipun saya sudah di DPRD saya tetap tidakmeninggalkan
mereka,” jelasnya.Mengenai sikap politisi laki-laki, menurutnya, masih cukup wajar. Meskipun ada juga yang bersikap sinis. Bagi Wahidah, dunia politik sangat khas karena halal dan haramnya tidak ada perbedaan. Sedang di bidang sosial keagaman sangat jeas dan tegas batasannya. Namun Wahidah merasa bangga karean berkesempatan menyampaikan aspirasi masyarakat dengan lebih mudah de ngan akses yang lebih luas. Cita-cita yang masih diperjuangkannya adalah peningkatan kualitas perem puan melalui program di tiap-tiap SKPD. ***
Biodata
Nama : Yuhal Wahidah Tempat/Tgl Lahir : Tuwed/Jembrana, 2 – 8 - 1966 Alamat : Munduk Bayur, Tuwed – Melaya, Jembrana Telp/Hp : Hp 08164716363 Pendidikan Terakhir : Jurusan : Syariah Universitas : IAIN Lulus tahun : 2000 Hobby : Baca, masak Pengalaman Organisasi : PMII Pengalaman Kerja : Pimpinan Pondok Pesantren Riyadus Sholihin Nama Partai : Partai Persatuan Pembangunan Tahun Bergabung : 1980 Jabatan di partai : Anggota Legislator : DPRD Kabupaten Jembrana Juli - September 2012
| 39
resensi buku
Horor Kemiskinan Ekstrem
Judul: MDGS Sebentar Lagi, Sanggupkah Kita Menghapus Kemiskinan di Dunia? No. ISBN 9789797095024 Penulis: Budi Sulistyo, Jodie Perdanakusuma, Ninok Leksono Penerbit: Kompas
K
emiskinan adalah hukuman atas kesalahan yang tidak pernah dilakukan. Hukuman itu datang datang dari kemaruk orang-orang kaya. Karena sama sekali, bukan orang miskin yang membabat hutan sampai gundul, menguras energi habis-habisan; mempro-
40 |
duksi sampah sebesar gunung; melahirkan polusi nan pekat; dan melahap dana publik tanpa ampun Tapi di garis terdepan yang menadah aneka akibat mengerikan dari semua itu, selalu saja orang miskin. Karena mereka tinggal dan hidup di wilayah rentan bencana. Dan kerap tidak
Juli - September 2012
berdaya menghadapi aneka kerusakan (lingkungan) ataupun disharmoni sosial. Beberapa riset juga menunjukkan, bahwa orang miskin juga membayar lebih mahal harga beli sesuatu tinimbang orang kaya. Contoh untuk ini, salah satunya, adalah air bersih. Mereka antre mengular
resensi buku untuk segalon air bersih —dan membawa dengan jarak yang cukup jauh. Ongkos beli dan pengangkutan jelas tinggi. Sementara orang kaya bahkan memandikan koleksi mobil mewah, mengganti isi kolam renang, atau sekedar menyirami taman, dengan air bersih yang biaya bayarnya lebih rendah. Pun dalam soal penggunaan energi. Subsidi untuk orang miskin, lebih banyak disedot oleh orang kaya —dalam hal pemakaian BBM, misalnya. Potret inilah yang melahirkan apa yang disebut dengan kemiskinan ekstrim. Sebuah kondisi fatal. Diwarrnai kelaparan massif dan epidemi penyakit —juga ketertutupan akses ekonomi. Secara struktural, mereka dipinggirkan oleh pemerintah, oleh hukum, oleh para pemodal. Daya juang dan potensi kebangkitan kaum dhuafa ini digunting habis oleh aktoraktor yang barusan disebut. Mereka seperti kaum paria dalam sistem kasta Hindu —golongan najis tak tersentuh. Proses ini berlangsung sekian lama. Hingga membuka mata dunia, dan melahirkan aneka upaya penanggulangan. Salah satu yang paling menonjol adalah: Millenium Develop-
ment Goals atau biasa disebut MDGs. MDGs adalah sebuah komitmen global (via PBB) yang lahir tahun 2010 di New York untuk
pengingatan keras. Juga membeber fakta-fakta ilmiah akademik bahwa Indonesia terancam gagal dalam memenuhi target
Sementara orang kaya bahkan memandikan koleksi mobil mewah, mengganti isi kolam renang, atau sekedar menyirami taman, dengan air bersih yang biaya bayarnya lebih rendah. mengatasi berbagai isu penting, dan ditargetkan tercapai pada 2015. Beberapa isu pokok, yang disebutkan oleh Sekjen PBB, Ban Ki Moon, adalah: (1) mengakhiri kemiskinan dan kelaparan; (2) pendidikan universal; (3) kesetaraan gender; (4) kesehatan anak; (5) kesehatan ibu yang hamil; (6) penanggulangan HIV/AIDS; (7) keberlanjutan lingkungan; dan (8) kemitraan global. Kini, waktu tersisa hanya tiga tahun lebih. Sanggupkah kita mengatai horor kelaparan ekstrem di tanah air? Atau melulu bersikutat pada angka pertumbuhan ekonomi yang mengasyikan tapi tak bermanfaat di rakyat bawah? Atau hanya menjadikan agenda MDGs sebagai retorika politik, dan kemudian abai pada sejumlah fakta bahwa hari ini ada tiga hal yang nyata-nyata gagal teratasi? Buku ini hadir sebagai
MDGs. Buku berjudul lengkap MDGs Sebentar Lagi, Sanggupkah Kita Menghapus Kemiskinan di Dunia, ini lahir dari tangan-tangan yang memiliki kompetensi tinggi —di bidang masingmasing. Mereka adalah para Alumni ITB Angkatan 1975, rata-rata adalah Profesor dan Guru Besar, yang mengurai aneka problem kemiskinan di Indonesia. Telaah yang kaya ini hadir dengan beragam aspek. Mulai dari masalah pendidikan, isu gender, penggunaan teknologi ramah lingkungan, pemberdayaan ekonomi rakyat, pemanfaatan sampah, hingga ke soal bioteknologi. Setiap bab yang ditulis punya bobot tersendiri. Namun ada beberapa yang mengungkap fakta menarik seraya menggugah kesadaran kita —tentang lemahnya komitmen dalam pencapaian MDGs. Misalnya bagian yang membahas masalah posisi
Juli - September 2012
| 41
resensi buku Indonesia yang sangat rentan dalam mengatasi kemiskinan. Tersebutlah beberapa laporan dari lembaga internasional (seperti ADB dan UNDP) yang men-
atas setiap permasalahan. Melainkan hanya mendorong agar lahir upaya lebih serius dalam mengejar target MDGs. Namun bukan berarti
Disadari bahwa pendidikan adalah modal utama dalam mengatasi kemiskinan, namun harus disertai dengan desain yang tepat. yebut tingkat kerentanan Indonesia yang mengkhawatirkan (lihat halaman xvii), setara dengan posisi dari negara-negara terbelakang lain, seperti Nepal, Bangladesh, Papua Nugini, dan Filipina. Anehnya, status peringatan keras itu ditanggapi dingin. Menurut buku ini, pemerintah dan seluruh komponen bangsa, masih bersikap bussines as usual (biasa-biasa saja). Gugatan langsung dari buku ini juga menyeruak kepada pilihan (atau strategi) pembangunan nasional, yang masih bertumpu pada aksioma pertumbuhan ekonomi. Padahal, menurut pemenang Nobel Ekonomi, Joseph Stiglitz, pertumbuhan ekonomi terkadang membantu orang miskin, tetapi terkadang juga tidak (halaman xxi). Meski demikian, dari sebelas pakar yang menulis di buku ini, memang tidak membuat klaim melakukan exit strategy (jalan ke luar)
42 |
isi buku ini hampa. Sebab di sejumlah pemikiran dan gagasan, sebenarnya menyeruak wacana penting. Semisal proyeksi masa depan pendidikan nasional. Disadari bahwa pendidikan adalah modal utama dalam mengatasi kemiskinan, namun harus disertai dengan desain yang tepat. Menurut Dadang Ahmad Suriamihardja, salah satu kontributor buku ini, proyeksi pendidikan di Indoensia ke depan nanti, harus bersifat pembelajaran kolaboratif (halaman 8), yaitu menggabungkan semua metode belajar untuk mengatasi semua permasalahan. Hal ini guna mencegah metode penyelesaian masalah yang parsial (hanya dari satu sisi). Di bagian lain, terpapar tentang potensi Indonesia untuk ikut serta dalam upaya pengentasan kemiskinan dan penyelesaian masalahmasalah global. Melalui eksplorasi dan eksploitasi
Juli - September 2012
terukur dalam bidang energi alternatif. Karena bumi, air, udara di nusantara ini begitu kaya dengan potensi energi non pulutan. Seperti tenaga surya, tenaga angin, geotermal, dan lain-lain. Menurut Satryo Soemantri Brodjonegoro, penyumbang tulisan di buku ini, Indonesia harus melakukan upaya swasembada energi (lihat halaman 31). Sebenarnya masih banyak artikel menarik dalam buku ini. Termasuk soalsoal yang selama ini tak terlalu serius dipikirkan bersama, yaitu upaya pemanfaatan sampah, sebagai barang yang memiliki potensi ekonomi tinggi, melibatkan banyak tenaga kerja, padat modal, serta mampu mengatasi kemiskinan secara langsung. Catatan akhir dari buku ini adalah: tidak ada konsistensi tema, atau tepatnya tema pembahasan tidak diselaraskan dengan Agenda MDGs, melainkan dibuat acak. Jika saja itu dilakukan, maka akan lebih memudahkan para pembaca. Bahkan ada isu penting dari MDGs,yaitu masalah penanggulangan HIV/AIDS yang tidak dibahas secara khusus. Namun secara keseluruhan, buku ini cukup bermutu. Selamat membaca. Sumber: http://endibiaro.blogdetik.com/?p=396
album
Razia Perda KTR Mulai Digelar DENPASAR - Petugas Satpol PP merazia sejumlah kantor pemerintahan guna mencari pegawai yang merokok. Namun, yang didapati puluhan bungkus rokok dijual bebas di Kantor Dinas Pekerjaan Umum (PU) Provinsi Bali. Tim yustisi yang dimotori Satpol PP Provinsi Bali dan Dinas Kesehatan Bali bergerak ke beberapa kantor pemerintahan. Diantara kantor yang disasar seperti Dinas Koperasi dan UKM, Dinas Perikanan dan Kelautan dan Dinas Pertanian serta Dinas PU. Saat merazia Dinas Pertanian di Jalan Supratman Denpasar misalnya, meski tidak memergoki pegawai yang merokok namun petugas menemukan asbak tempat rokok dan display rokok di kantin. “Kami temukan juga seorang tamu merokok di areal kawasan tanpa rokok (KTR) sehingga kami proses karena telah melanggar Perda No. 10 tahun 2011 tentang KTR,” kata Kasi Penegakan Hukum Satpol PP Bali, Ketut Pongres Language, di sela operasi, Senin (16/7/2012). Petugas juga memintai keterangan pemilik kantin. Kemudian menyita display
Bali Sruti/dok
RAZIA: Penegakan perda KTR dilakukan dengan razia kantor pemerintah di Bali.
rokok yang masih terpajang. Untuk ruangan yang menyediakan asbak rokok maka pimpinan SKPD akan dipanggil guna diberi teguran. Saat operasi dilanjutkan ke Dinas PU Proivinsi di Jalan Bintan Denpasar petugas memang tidak menemukan pegawai merokok sehingga razia dialihkan ke ruang koperasi. Di koperasi karyawan, ditemukan puluhan slop rokok yang terpajang di rak kaca. Petugas langsung menyita rokok berbagai merek sebagai barang bukti. Pegawai koperasi, Sis Gunarta yang juga PNS asal Kebumen Banjar Tega, Batubulan, Gianyar, berkilah hanya menjual rokok untuk menghabiskan stok.
”Saya tahu ada Perda KTR saya dukung meski belum ada sosialisasi ke sini. Saya hanya menghabiskan stok rokok agar tidak rugi dan saya sudah seminggu ini tidak belanja rokok lagi,” imbuhnya. Selama ini, koperasi tersebut menjual rokok untuk melayani pegawai Dinas PU dan masyarakat umum. Atas temuan itu, kata Pongres, pihaknya akan terus melakukan razia dengan prioritas lingkungan Pemprov Bali. Meski belum ada Pergub KTR, namun bagi petugas sudah cukup dengan aturan Perda KTR untuk menjerat perokok, penjual atau yang mempromosikan rokok di areal KTR seperti kantor pemerintahan.
Juli - September 2012
| 43
album
Bali Sruti/dok
SERIUS: Soal kematian ibu dan anak dibahas serius dalam dialog rutin di RRI.
Kematian Ibu dan Anak Masih Memprihatinkan
R
RI bekerjasama dengan Bali Sruti dan Kemitraan mengadakan Forum Diskusi on air dengan tema Mengurangi Tingkat Kematian Bayi dan Anak. Dengan narasumber Dr. Made Darmayasa, SPOG (POGI Denpasar), Dr. Laksmi (Kabid Pelayanan Kesehatan, Dinkes Bali) dan Ni Ketut Adyarini (Ketua IBI Bali). Dr. Laksmi mengatakan dari 8 tujuan MDG’s, berdasarkan tujuan MDG’s nomer 4 yaitu menurunkan tingkat kematian anak diharapkan tergetnya bisa tercapai di tahun 2015.
44 |
Terdapat 18/1000 kelahiran hidup di 2010, dan target di Bali 2012 adalah 5/1000 kelahiran hidup. Ini Sudah mencapai target MDG’S secara nasional. Diharapkan agar angkanya stabil dan tidak naik turun. Terjadi kematian bayi umumnya pertama di bali karena BBLR (Bayi Berat Lahir Rendah), lalu karena Pneumonia, dan infeksi lain. Angka kematian anak yang tertinggi se-Bali yaitu di Kabupaten Gianyar (32), Tabanan (10), Karangasem (8), Buleleng (7), Bangli (4) dan Klungkung (3), data diambil
Juli - September 2012
dari 6 bulan terakhir. Dari kondisi ibu setelah melahirkan, data kunjungan sudah 98% dari paramedis. Jika terjadi resiko, biasanya oleh dokter dipilih ibu lebih dulu diselamatkan. Yang tertinggi resikonya adalah bayi meninggal di usia 0-7 hari. Namun berusaha diantisipasi dengan cara persalinan ibu ditangani semaksimal mungkin oleh tenaga medis (sudah 97%). Juga kondisi anak, dirawat oleh dokter anak. Saat ini sudah ada 3 kabupaten yang memiliki RS Ponek (Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emer-
album gency Komprehensif). Ibu Adyarini mengatakan ada banyak faktor yang menyebabkan naik turunnya angka kematian bayi. Bidan merupakan ujung tombak bagi kelahiran bayi karena 60% ibu melahirkan di bidan. Untuk menurunkan angka kematian bayi baru lahir, bidan harus meningkatkan kemampuan dan selalu belajar sebagai SDM serta dalam pelaya-
tempat praktek bidan, harus dirujuk ke RS. Minimal berat bayi minimal saat lahir 2500 gram. Jika kurang dari itu harus dirawat khusus. Di praktek bidan harus ada alat penghangat bayi juga untuk kasus BBLR. Dan bidan sudah tahu kapan saat harus merujuk ke dokter atau RS. Ada program Jampersal, tapi minimal harus
Bidan memiliki wewenang mengambil ibu hamil, bersalin, nifas atau bayi beru lahir dalam keadaan normal, ketika keadaanya sudah tidak normal atau kelainan, bidan harus berkolaborasi dengan dokter spesialis kandungan atau anak. nannya. Salah satu caranya adalah bidan harus meningkatkan tingkat pendidikannya, di 2015 harus minimal D3 baru bisa praktek. Bidan juga harus bekerjasama juga dengan dokter spesialis kandungan. Bidan memiliki wewenang mengambil ibu hamil, bersalin, nifas atau bayi beru lahir dalam keadaan normal, ketika keadaanya sudah tidak normal atau kelainan, bidan harus berkolaborasi dengan dokter spesialis kandungan atau anak. Untuk mencegah asfiksia, ada alat deteksinya. Jika terjadi, di
datang periksa sebanyak 4x selama hamil, dan nanti akan dibebaskan biaya selama persalinan. Dr. Darmayasa mengatakan kematian pada bayi, tidak terlepas dari kondisi selama hamil, juga selama dan setelah persalinan. Bidan atau paramedis, harus sudah melihat resiko dari ibu hamil yang ditangani. Screening harus dilakukan sejak kehamilan. Lalu diinventarisir faktor resiko yang bisa terjadi pada saat hamil, dan melahirkan. Untuk itu akan ada program seluruh rumah sakit di Bali memiliki data terkoneksi. SDM paramedis, ruangan,
alat sudah siap jika terjadi masalah saat kelahiran. Pada saat kehamilan ibu masuk 40 minggu harus dicek tindakan apa yg dilakukan, tidak boleh hamil terlalu lama. Bayi yang meninggal, terjadi 2/3 di jam pertama, lalu pada 1 hari pertama dan 1 minggu pertama, itu terkait dengan masalah saat persalinan, namun selepas itu berarti meninggal karena faktor penyakit atau lainnya. Umumnya 1 hari pertama yg sangat riskan bagi si bayi baru lahir. Diupayakan mencegah resiko yang terjadi pada ibu hamil yang akan melahirkan (dibawah umur kehamilan 34 minggu). Diupayakan bagi si ibu agar tidak melahirkan lebih awal. Jika terjadi ketuban yg pecah agar langsung ke rumah sakit, meski tanpa sakit. Bagaimana jika untuk penanganan pasien miskin? Yang memakai program Jampersal, bisa lewat praktek swasta juga. Tidak harus ke RS Sanglah semua, cukup ke puskesmas atau RS Kabupaten juga bisa. Karena saat ini sudah banyak bidan yang bekerjasama dengan program Jampersal ini. Di bidan, apabila terjadi kelahiran bayi dengan berat lahir rendah, akan dirujuk ke RS, karena bidan tidak memilki wewenang untuk itu.
Juli - September 2012
| 45
album
Anggaran Pendidikan Belum Ideal
W
akil Ketua Komisi IV DPRD Bali, Ketut Kariyasa Adnyana, tidak menampik jika hingga saat ini alokasi anggaran pendidikan masih jauh dari ideal. Hal tersebut sangat ironis, karena undang-undang sesungguhnya telah tegas mengamanatkan bahwa anggaran pendidikan harus minimal 20 persen. ”Saya amati, anggaran pendidikan kita masih 15,9 persen. Ini tentu masih jauh dari ideal,” ungkapnya, di Gedung DPRD Bali, Jumat (3/8). Karena itu, ia mendesak agar Pemprov Bali dalam hal ini Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga, lebih proporsional dalam mengalokasikan anggaran pendidikan pada APBD 2013 mendatang. Anggota Fraksi PDIP ini, bahkan sangat menyesalkan gembar-gembor tentang anggaran pendidikan di Bali yang diklaim sudah lebih dari 20 persen. Menurut Kariyasa, anggaran pendidikan memang menginjak angka tersebut karena menyertakan kegiatan di luar Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga. ”Kalau riil anggaran untuk pendidikan itu belum ideal sesungguhnya. Jika
46 |
Bali Sruti/dok
FASILITAS: Anak-anak memerlukan fasilitas yang lebih baik untuk meningkatkan prestasinya.
memang melebihi angka 20 persen, itu karena program lain semisal pasraman agama, penyuluhan pertanian dan lainnya masuk sebagai program pendidikan. Ini kan tidak benar,” tandas politisi PDIP asal Busungbiu, Buleleng itu. Ia menambahkan, jika setiap kegiatan dihubunghubungkan dengan pendidikan di luar pendidikan formal, maka bisa saja kegiatan gubernur atau pejabat yang hanya memberikan ceramah dimasukkan sebagai program pendidikan. ”Padahal yang kita inginkan, anggaran sebesar 20 persen itu murni untuk pendidikan, bukan setelah ditambah program lain nya,” cetus Kariyasa. Untuk meluruskan hal ini, pihaknya akan meminta penjelasan pemerintah
Juli - September 2012
menjelaskan. Harapannya, masyarakat juga akan mengetahui dengan persis anggaran pendidikan yang dialokasikan. ”ini penting, karena selama ini paradigma masyarakat adalah pendidikan gratis. Namun faktanya, ketika mau sekolahkan anak di TK, mereka sudah bayar sampai jutaan. Pendidikan macam apa ini? Inilah yang perlu dijelaskan pemerintah,” tegas Kariyasa. Ia bahkan menduga, tidak semua kabupaten di Bali mampu menyelenggarakan pendidikan dengan anggaran 20 persen seperti yang dicanangkan pemerintah pusat. ”Bisa saja daerah dengan APBD yang kecil, anggaran pendidikannya tidak mencapai 20 persen. Kalaupun bisa 20% persen, itu bisa dipaksakan,” ujarnya. ist
puisi
Senin yang Cerah Oleh : Lukman Hakim Aku terbangun Udara pagi ini sangat sejuk Jendela kamarku berkilau terang Cahaya matahari memberikan sinar penyemangatku Kuncup bunga bermekaran Daun-daun meneteskan embunnya Oh..indah sekali Hari ini hari awal memulai sekolah Aku tak sabar melihat mereka semua Teman-teman, bapak Ibu guru dan penjaga sekolah Senyum, canda, serta ucapan mereka ku rindukan selalu Selamat pagi ayah, selamat pagi ibu Kalianlah penyuntik semangatku Selalu ku ingat nasihatmu Jadilah tunas yang subur kelak menyinari dunia ini
Sahabat Sejati Karya: Aisya Diandra Putri (Aisya) Sahabat sejati……… Kau menghiburku di saat sedih Kau membantuku di saat susah Kau menemaniku di saat aku sendiri Sahabat sejati……… Kau sangat berharga bagiku Aku ingin selalu di dekatmu teman Aku butuh kau dimana pun aku berada Sahabat sejati…… Aku ingin berteman denganmu selamanya Aku ingin juga membantumu , menghiburmu Aku akan berjuang demi kamu, sahabat Sahabat sejati…….. Aku ingin membantumu dimanapun Aku akan membalas kebaikanmu teman Kamu seperti bintang di hadapanku Sahabat sejati……. Kau adalah sahabat sejati yang baik bagiku, sahabat Waktu demi waktu.. Hari demi hari..Bulan demi bulan… Aku seperti dihipnotis waktu………… Juli - September 2012
| 47
cerpen
Bergantung Atas Tanah Oleh: I Made Iwan Darmawan
P
ekak mulanya menjual tanah. Sepetak di desa seberang, dari dua puluh satu petak yang dikerjakan Pan Sukri. Tanah itu melayang seketika setelah si Merah, ayam jantan yang dirawat pekak dengan cermat—bahkan begitu serius—tewas di ujung taji si Putih, ayam milik Dombolan, bebotoh sukses yang namanya begitu ditakuti di semua desa. Kabarnya pertarungan kedua ayam tersebut meningkatkan taruhan dari sabungan sebelumnya. Pertarungan terjadi dalam jarak dekat. Si Merah yang sangat agresif berhasil mematuk kepala si Putih pada serangan pertama. Sedangkan si Putih yang tampak lebih tenang, lebih banyak menunggu serangan. Walau sempat terdesak dan mundur serta menjadi bahan cemooh beberapa bebotoh, pada saat tepat, si Putih tiba-tiba menyerang dengan cepat. Taji yang diikat kuat di kaki menikam dada lawannya, membuat robekan besar. Darah si Merah, merah, muncrat deras. Semua bebotoh menahan nafas.
48 |
Si Merah masih kokoh berdiri. Kepalanya tegak menyombongkan diri, matanya redup. Masih mengawasi musuh; sedangkan si Putih terus memutari dengan anggun, sekali dua kali mengepakan sayap: seperti tahu beberapa saat lagi lawan terjungkal. Semua bebotoh terpana, arena tajen hening; bebotoh yang menjagoi si Merah meremas lipatan uang taruhan. Si Merah akhirnya terkulai. Keheningan segera luntur jadi riuh rendah setelah sebuah gong kecil dipukul saya komong sebagai tanda pertandingan usai dan si Putih dinyatakan menang. Uang kemudian berpindah dari tangan pecundang ke pemenang taruhan. Tidak ada protes. Mereka kemudian secara sporadis menyebar ke beberapa pedagang makanan yang sebagian besar menggelar dagangannya di lantai beralaskan tikar. Di antaranya ada yang memesan secangkir arak sebagai penghilang haus setelah berteriak-teriak saat negosiasi jumlah taruhan dengan bebotoh lainnya secara terbuka. Sedangkan lainnya sambil
Juli - September 2012
duduk bersila, memesan sepiring nasi berlauk babi guling dan lawar sambil tak habis-habisnya bercerita bagaimana dahsyatnya pertandingan si Putih melawan si Merah. Mereka semua menunggu partai berikutnya dimulai. Sementara Pekak yang terlibat dalam pertaruhan utama hanya tersenyum pahit, saat menyerahkan surat tanah pada Dombolan. “Kita kan masih kerabat,” ujar Dombolan, tanpa bisa menutupi rasa gembira, “Tidak apa-apa, kalau kau tetap mau kelola tanah itu,’’ tambahnya menyenangkan hati pekak yang tidak merasakan apa-apa ketika pundaknya ditepuk. Namun ucapan itu ternyata basa-basi, lewat anak buahnya, lelaki yang beristri tiga itu segera minta pekak tidak lagi berurusan dengan tanah tersebut. Bagai telah digariskan, petak demi petak tanah hilang percuma, walau dalam kurun waktu tertentu pekak masih sempat menang besar, memperoleh kembali beberapa petak tanah. Namun secepat waktu, pekak malah kalah lebih besar— tidak hanya kehilangan
cerpen
tanah, kehilangan nama besar, tapi juga kehilangan nyawa. Dadong menjelaskan apa yang terjadi dibalik kematian pekak secara tragis pada bapa, wa serta bibi, “Bapa kalian bunuh diri bukan karena takut! Bukan takut pada orang lain, juga bukan pada bebotoh yang akan menuntut piutangnya. Lima kali lipat pun kita masih mampu membayar. Bapa cuma takut pada leluhur yang menitipkan tanah-tanah ini untuk keturunan setelah kami, setelah kalian, setelah anak dan cucu keturunan kalian.” Penjelasan dadong ternyata tidak manjur dalam waktu lama. Sehari setelah beliau meninggal, keluarga telah memutuskan untuk menjual beberapa petak
sawah untuk membiayai upacara ngaben secara besar-besaran. Seperti yang dulu pernah dilakukan untuk pekak. Sesungguhnya keputusan itu bukan sesuatu yang mudah saat dirundingkan. Perdebatan memanas sejak awal, silang pendapat tentang perlu tidaknya membuat upacara ngaben dalam tingkatan utama terus bergulir. Untuk menengahinya Bibi Rai Sokasti mengingatkan kembali petuah dadong selama ini, “Jangankan menjual, menggadaikan tanah pun tidak diinginkan meme.” Pendapat Bibi Rai di atas angin, semua keluarga yang berada dalam diskusi tersebut hampir sepakat untuk tidak mengutak-atik tanah dan bersedia membiayai upacara dari uang
masing-masing, semampunya. Diskusi perlahan melembut, lalu bergeser pada nostalgia keluarga bersama almarhum. Wa Gede, figur tertua dari sebelas orang keluarga bapa, yang membentuk dan menjaga wibawanya dengan sedikit bicara, sedikit tersenyum tetapi banyak mengambil keputusan keras dan otoriter, memuncratkan marahnya, “Kalian tidak pernah berpikir! Bahwa keluarga ini menjadi besar karena melakukan hal-hal besar. Martabat keluarga harus terus dijaga dengan menunjukan bahwa kita bukan keluarga sembarangan, bukan keluarga kebanyakan.” “Tapi Beli, keadaan keluarga kita sekarang kan...”
Juli - September 2012
| 49
cerpen Belum sempat Bibi Rai, yang beberapa putranya tengah menuntut ilmu di seberang pulau, menyelesaikan ucapannya, keburu Wa Gede mendampratnya. “Kamu lagi Rai!” Wa Gede berdiri, tubuhnya yang tinggi besar begitu menonjol di antara peserta diskusi. Walau bukan peminum seperti Wa Alit, sorot matanya merah dan berbinar-binar seperti pemabuk yang telah meneguk sebotol arak, ’’Apa kamu lupa ?’’ Suaranya sedikit merendah, namun pandangan matanya masih tajam dan kini bergerilya; dari satu wajah ke wajah lainnya--yang segera menundukan kepala--sekilas setelah mata merah itu membunuh tatapan mereka. Lalu pandangan Wa Gede kembali pada sosok Bibi Rai yang banyak disebut mewarisi kecantikan dan kelembutan dadong, “Kau masih ingat, bagaimana keluarga suamimu memperlakukan bapa-nya?!” “Tapi..!” Teriak Bibi Rai sengit—jauh dari kesan lembut. «Apa..? Kau ingin mengatakan bahwa keluarga suamimu lebih kaya, lebih sejahtera dan lebih makmur..?» Suara Wa Gede sempat mengecil saat tahu suami Bibi Rai berjalan keluar dari ruangan terse-
50 |
but dan membesar kembali begitu iparnya benar-benar berada di luar. Wa Gede begitu menikmati ketakutan-ketakutan yang dia ciptakan, “Kalau mereka bisa membuat bade tumpang pitu. Kenapa kita tidak buat yang lebih tinggi, bade tumpang solas misalnya. Kalau perlu mengundang pejabat…” Wa Gede berhenti sebentar bicara, dia tidak melakukan apa-apa, namun tak satu orang pun berani menyela, “Selain itu kita juga harus menyediakan banyak makanan, karena semua warga desa yang berada di bawah keluarga kita pasti datang!” Seperti semua hal-hal yang bernada otoriter, kemenangan hampir selalu berpihak padanya. Upacara pitra yadnya itu kemudian menjadi yang terbesar di desa kami, membuat semua orang terkagum-kagum pada kemeriahannya. Sementara itu di belakang keluarga, bisik-bisik miring tidak bisa dicegah lagi, isu yang tersebar mengatakan keutamaan dari yadnya besar itu bukan untuk kebaikan yang meninggal, tapi hanya demi gengsi keluarga. *** Kemegahan upacara itu cepat dilupakan orang, kehidupan kami pun kembali normal, cuma yang
Juli - September 2012
berubah adalah kebiasaan kami untuk datang ke rumah tua—di mana semua keluarga kami berasal— semakin jarang. Kalau pun datang, itu hanya dalam beberapa kegiatan upacara keagamaan yang harus kami ikuti. Hanya satu, dua orang wa masih secara berkesinambungan mampir, itu pun dengan harapan tidak bertemu langsung dengan Wa Gede, yang karena kelahirannya pertama berhak menguasai rumah itu. Setahun setelah upacara ngaben itu, tanah warisan secara resmi dibagikan pada yang berhak. Tidak terjadi sengketa maupun perang pengacara, seperti keluarga lainnya, yang tanahnya malah habis untuk membiayai sidang pengadilan memperebutkan bagian yang lebih besar. Namun kebiasaan menjual tanah tampaknya tak pergi jauh, masing-masing wa punya alasan untuk melepas petak demi petak tanah warisannya. Tidak terkecuali Wa Ketut Adi, yang bertekad untuk terus menjadi petani. Sayang tekad wa yang pernah mengenyam pendidikan menengah pertanian ini, musti kandas. Walau mampu bertahan dari godaan pola konsumsi dan mendidik keras keluarga kecilnya, untuk tidak terla-
cerpen lu merengek dan cengeng. Wa Ketut tetap manusia biasa, manusia kecil yang tidak mampu menahan tekanan dan teror. Setelah beberapa kali berurusan dengan investor yang akan membangun hotel dan restoran besar di atas tanahnya. Bahkan terakhir, wa harus pulang dengan babak belur dihajar preman karena dianggap bandel. Akhirnya Wa Ketut menyerah dan sakit hati. Lain lagi Wa Gede, secara berturut-turut menjual tanah warisannya; saat anak tertuanya lulus kuliah dan harus diwisuda, sepetak tanah melayang. Gelar kesarjanaan ternyata bukan jaminan untuk mendapat pekerjaan, akibatnya Wa Gede kembali menjual tanah untuk menyuap kepala kantor sebuah instansi pemerintah. Walau gaji yang diterima kemudian tidak begitu besar dibandingkan uang suap. Lucunya istri Wa Gede masih membela anaknya dari cibiran usil para tetangga, “Bukan uangnya yang utama, jadi pegawai itu meningkatkan martabat. Siapa sih di banjar ini yang jadi pegawai? Palingpaling cuma Pan Kacong, itu pun cuma pesuruh di kelurahan. Dan lagi: kalau pangkatnya sudah tinggi, semua yang kita keluarkan pasti kembali.” *** Dari pagi, bapa gelisah menunggu beberapa orang yang akan membeli petak terakhir dari semua sisa tanah warisan yang menjadi haknya. Uang dari penjualan tanah sebelumnya sudah habis untuk memperbaiki rumah dan modal membuka kios kecil di pasar seni yang dibangun desa adat. Berkali-kali terlihat bapa keluar masuk rumah, sampai tiga orang datang dan menyerahkan segepok uang. Tak lama kemudian terdengar namaku dipanggil berulang kali, membuat aku meninggalkan televisi, keluar dari ruang tengah menuju
ruang tamu. Bukan main terkejutnya aku, saat bapa menyodorkan sebagian uangnya, wajahnya sudah jauh dari kesan bingung, malah kini sedikit tersenyum. Bapa berkata pelan, “Dengan uang ini, seminggu lagi kau mulai bisa masuk SMA unggulan. Makanya prestasimu harus bagus. Nilai ujian akhir harus tinggi, jangan seperti sekarang. Bapa tidak tahu lagi tanah mana yang bisa dijual setelah kamu lulus nanti?” Aku cuma nyengir dan kembali ke kamar dengan uang yang begitu banyak. Cuma sebentar lagi, seperti kata meme kemari, harus diserahkan pada Pak Hendra, salah satu guru dari sekolah di mana seminggu lagi akan jadi tempatku menuntut ilmu.
Terjemahan bahasa, istilah Bali-Indonesia Arak
: minuman beralkohol tinggi, hasil fermentasi beras ketan Bade : menara untuk membawa jenasah ke kuburan Bade tumpang pitu : bade tingkat tujuh Bade tumpang solas : bade tingkat sebelas Banjar : pemerintahan tradisional di bawah desa adat di Bali Bapa : ayah Beli : kakak Bibi : bibi Bebotoh : penjudi tajen Dadong : nenek Lawar : masakan tradisional bali, terbuat dari sayur dicampur daging babi/ ayam Meme : ibu Pan : pangilan untuk bapak, seperti ‘Pak Anu’ Ngaben : upacara pembakaran jenasah umat Hindu di Bali Pekak : kakek Pitra yadnya : upacara korban suci untuk para leluhur Tajen : sabung ayam Taji : pisau kecil yang dipasang di pangkal kaki ayam aduan Saya komong : wasit sabungan ayam/tukang pukul gong tanda pertandingan Wa : paman Yadnya : upacara korban suci Juli - September 2012
| 51
8 Tujuan Millenium Development Goals (MDGs) di Indonesia
1
Memberantas Kemiskinan dan Kelaparan Ekstrim
Dengan usaha yang lebih keras, Indonesia akan dapat mengurangi kemiskinan dan kelaparan hingga setengahnya pada 2015
ERADICATE EXTREME POVERTY AND HUNGER
2
Mencapai Pendidikan Dasar untuk semua
Semua anak Indonesia, baik laki-laki maupun perempuan, akan dapat menyelesaikan pendidikan dasar
achieve universal primary education
3
Mendukung Kesetaraan Gender dan Memberdayakan Perempuan Indonesia telah mencapai banyak kemajuan dalam mengatasi persoalan kesenjangan antara laki-laki dan perempuan
PROMOTE GENDER EQUALITY AND EMPOWER WOMEN
Mengurangi Tingkat Kematian Anak
4
Program Nasional Anak Indonesia menjadikan issue kematian bayi dan balita sebagai salah satu bagian terpenting
reduce child mortality
5
Meningkatkan Kesehatan Ibu
Yang sangat diperlukan oleh ibu adalah peningkatan akses terhadap pelayanan kesehatan berkualitas untuk ibu dan anak
IMPROVE MATERNAL HEALTH
Memerangi HIV/AIDS dan penyakit menular lainnya Kesadaran dan pengetahuan yang benarmengenai HIV dan AIDS juga masih merupakan persoalan besar di Indonesia
6 combat hiv/aids, malaria and other disease
7
Memastikan Kelestarian Lingkungan
Mengintegritasikan prinsip pembangunan berkelanjutan kedalam kebijakan dan program pemerintah Indonesia
ensure environmental sustainability
Mengembangkan Kemitraan Global untuk Pembangunan Mengembangkan Kemitraan lebih lanjut yang terbuka, berdasarkan aturan, prediksi, non-diskriminatif perdagangan dan sistem keuangan
8 develop a global partnership for development