www.parlemen.net
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
FRAKSI PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN GEDUNG NUSANTARA I, DPR/MPR-RI, JL. JEND. GATOT SUBROTO, JAKARTA 10270
Telp. (021) 575 5561 - 575 5562 – 5755498 -575 5487 – Fax. (021) 575 5488
Email :
[email protected] /
[email protected]
PEMANDANGAN UMUM FRAKSI PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PARTAI POLITIK DAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MPR, DPR, DPD DAN DPRD Disampaikan pada Rapat Kerja Pansus Rabu, 11 Juli 2007 oleh Juru Bicara Fraksi PPP DPR-RI : Lukman Hakiem (A-31)
Assalamu'alaikum Wr. Wb. Pimpinan Sidang Pansus yang terhormat. Menteri Dalam Negeri RI yang terhormat. Rekan-rekan Anggota Dewan yang terhormat. Dan hadirin sekalian yang berbahagia. Tiada kata yang paling indah untuk mengawali pertemuan ini selain memanjatkan rasa syukur kehadirat Ilahi Rabbi, Tuhan sekatian alam yang tak henti-hentinya metimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga pada kesempatan ini telah mempertemukan kita datam keadaan sehat wat-afiat dalam menjalankan tugas konstitusional mendengarkan Pemandangan Umum Fraksi-fraksi tehadap RUU tentang Partai Politik dan RUU tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD. Selanjutnya sholawat teriring salam marl kita sampaikan kehadirat junjungan alam Baginda Muhammad SAW dan keluarganya serta para sahabatnya. Semoga kita mampu menjadi umatnya yang setia menjalankan sunnahnya sehingga kelak mendapatkan syafa' atnya di hari kemudian. Sidang Pansus yang berbahagia. Perubahan sistem politik datam rangka penataan kembati struktur, mekanisme dan fungsi institusi supra struktur dan infra struktur politik nasional secara gradual ditakukan dengan tetah diamandemennya UndangUndang Dasar Tahun 1945 Tahun 2002. Secara mendasar Perubahan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah menggeser
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
paradigma kekuasaan pemerintahan negara ',,dari system division of power (pembagian kekuasaan) ke arah system separate of power (pemisahan kekuasaan). Pergeseran paradigma tersebut dimaksudkan untuk mewujudkan mekanisme checks and balances dalam sistem pemerintahan kekuasaan negara sebagaimana berlaku dalam negaranegara demokratis. Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 kekuasaan pemerintahan negara dipisahkan dalam tiga cabang kekuasaan berdasarkan ketentuan pasal 4 ayat 1 jo Pasal 20 ayat 1 jo Pasal 24 ayat 1 dan 2, yakni kekuasaan eksekutif (Presiden), kekuasaan legislatif (DPR) dan kekuasaan yudikatif (MA). Kekuasaan eksekutif semakian dipertegas dengan menerapkan sistem presidensiil bahwa Presiden sebagai pemegang kekuasaan eksekutif merupakan kepala pemerintahan sekaligus sebagai kepala negara yang tidak dapat dijatuhkan oleh parlemen karena kebijakan politiknya. Sedangkan kekuasaan legislatif semakin dikukuhkan berada di lembaga DPR dan kekuasaan Yudikatif berada di lembaga Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi. Penegasan terhadap kewenangan, kedudukan dan fungsi masing lembaga negara tersebut juga dimaksudkan agar sistem politik dapat bekerja secara optimal karena tidak tumpang tindih dalam menjalankan kekuasaannya. Sidang Pansus yang berbahagia. Kehidupan bangsa Indonesia tidak dapat dipisahkan dari peran partai politik. Sejak awal abad XX para pemimpin bangsa mulai menggunakan pola moderen dalam perjuangan merebut kemerdekaan. Sejarah telah mencatat peran Sarekat Dagang Islam (1905), Boedi Oetomo (1908), Partai Sarekat Islam (1911), sampai kepada Partai Nasional Indonesia (1927). Setelah kemerdekaan diproklamasikan oleh para founding fathers, diketuarkan Maklumat X Tahun 1945 yang ditanda tangani oleh Wakil Presiden Muhammad Hatta yang menjadi dasar hukum lahirnya partai-partai politik yang dipersiapkan untuk mengikuti pemilihan umum dalam rangka membentuk suatu pemerintahan yang demokratis. Namun situasi yang berkembang paska kemerdekaan seluruh pemimpin dan rakyat Indonesia dihadapkan dengan upaya mempertahankan kemerdekaan dari agresi Belanda. Setain itu, situasi datam negeri sendiri menghadapi ancaman disintegrasi dari beberapa daerah. Sehingga 10 tahun kemudian yaitu pada Tahun 1955, bangsa Indonesia baru berhasil melakukan pemilihan umum untuk pertama katinya. Pemilu Tahun 1955 tercatat sebagai pemilu yang sangat demokratis. Sayangnya ketidaksabaran sebagian pemimpin melihat proses politik yang kadangkadang terkesan bertele-tele, menyebabkan muncul pemikiran untuk mengubur partai politik. Pemikiran inilah yang kemudian melahirkan Demokrasi Terpimpin (1959-1966) dan Demokrasi Pancasila (1966-1998) yang menempatkan seluruh proses demokrasi politik di bawah cengkeraman kekuasaan yang otoriter dan monolitik. Jika sejak 1998 hingga hari ini, kehidupan kepolitikan di Tanah Air terkesan gagap dan gamang menghadapi realitas, itu tidak dapat dipisahkan dari stigma yang ditancapkan terhadap partai politik selama hampir empat dasawarwa. Setama masa itu, partai politik dianggap sebagai sumber instabititas dan kontraproduktif terhadap proses pembangunan. Tantangan kita sekarang, melalui penyempurnaan secara sistemik kehidupan politik, iatah menghapus stigma terhadap partai politik dan memberi perspektif yang jujur, benar, cerdas, dan dewasa terhadap peran dan eksistensi partai politik. Sidang Pansus yang terhormat.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
Fraksi PPP telah mempetajari secara seksama, mendalam dan komprehensif RUU Partai Politik. Kami menegaskan bahwa datam pembahasan RUU ini agar mengacu pada prinsip-prinsip sebagai berikut; Pertama, sistem kepartaian yang dibangun harus memperkokoh Negara Kesatuan Republik Indonesia. Karena itu partai politik yang dibentuk harus bersifat nasionat, artinya partai politik harus terwakili secara geografis maupun persebaran penduduknya. Namun, walaupun sistem kepartaian bersifat nasional tetap berasaskan desentralisasi. Kedua, memperkokoh kedaulatan rakyat dengan menjamin terlaksananya hak-hak politik warga negara untuk dipilih dan memilih dan meningkatnya partisipasi politik masyarakat dalam perumusan berbagai kebijakan politik baik di tingkat nasional maupun lokal. Ketiga, regulasi sistem kepartaian harus mendorong terciptanya iklim yang kondusif untuk tumbuh berkembangnya demokratisasi dan modernisasi datam pengelolaan partai politik. Sekatigus mampu mewujudkan peningkatan kinerja partai politik dalam merespon aspirasi masyarakat dan memformutasikannya dalam kebijakan. Keempat, mendorong berjatannya perkaderan dalam partai politik dan optimalisasi pendidikan politik bagi warga masyarakat. Kelima, mewujudkan terciptanya stabilitas politik yang dinamis dengan terbentuknya partai-partai potitik yang sehat, kuat, modern dan akuntabet serta mampu menciptakan terbentuknya pemerintahan yang kuat dan efektif. Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut, kami memberikan beberapa catatan penting terhadap RUU Partai Politik yaitu; 1. Dalam perumusan definisi partai politik harus secara tegas menyebutkan bahwa partai politik bersifat nasional dalam kerangka memperkokoh NKRI. Oleh karena itu, angka 75 persen kepengurusan di tingkat provinsi dari jumlah seluruh provinsi dalam syarat pendirian sebagai badan hukum dapat menjadi cerminan bahwa partai politik bersifat nasional. 2. Dalm rangka meningkatkan partisipasi politik perempuan maka keikutsertaan perempuan dalam kepengurusan partai politik harus mendapatkan prioritas datam RUU ini. Karena hingga saat ini jumlahperempuan yang terlibat langsung dalamkepengurusan partai politik masih sangat rendah, terutama kepengurusan di tingkat daerah. 3. Upaya mendorong terjadinya demokratisasi dalam internal partai politik merupakan kebutuhan bagi semua partai politik. Karena itu, berbagai ketentuan yang mengatur tentang partai politik diharapkan dapat mendorong terlaksananya fungsi-fungsi partai politik secara optimal, penajaman program partai politik dan berjalannya kaderisasi dalam partai politik. 4. Dalam rangka meningkatkan akuntabilitas ,partai politik maka pengelolaan keuangan partai politik maka seyogyanya dapat ditaporkan sesuai dengan standar keuangan yang telah direkomendasikan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Namun hendaknya prosedur pelaporan keuangan bersifat sederhana sehingga mempermudah partai politik dalam melaksanakan kewajibannya dalam melaporkan keuangan partai. 5. Kemudian terkait dengan kenaikkan jumlah sumbangan perorangan, perlu dipertimbangkan dengan seksama angka kenaikkan tersebut agar tidak terlalu besar. Pembatasan jumlah sumbangan perlu dilakukan untuk
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
menghindari akumulasi dana hanya untuk sekelompok kecit partai politik yang memiliki akses dan jaringan yang luas terhadap sumber-sumber keuangan. Dengan dilakukannya regulasi kembali terhadap sistem kepartaian menjelang pemilu 2009, menjadi harapan bersama bahwa partai politik peserta pemilu yang akan datang menjadi lokomotif dalam pembangunan demokrasi dan pembentukan pemerintahan yang kuat, efisien dan efektif. Selanjutnya kami sampaikan pokok-pokok pikiran Fraksi PPP terhadap RUU Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD dan D'PRD. Sidang Pansus yang berbahagia. Penyempurnaan dengan merevisi UU Nomor' 22 Tahun 2003 tentang RUU Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD menjadi bahagian integral dalam rangka memperkokoh demokratisasi dan peningkatan kinerja sistem politik nasional. Bersamasama dengan pemerintah, lembaga perwakilan menyelenggarakan pemerintahan negara sesuai dengan tugas dan kewenangannya untuk mewujudkan cita-cita kemerdekaan yang termaktub dalam Mukaddimah Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sebagai lembaga perwakitan, MPR, DPR, DPD dan DPRD memiliki peranan yang sangat penting karena merupakan cerminan kedaulatan rakyat yang harus termanisfestasi metalui kinerjanya dalam merespon aspirasi dan tuntutan warga masyarakat, dan memperjuangkannya menjadi sebuah kebijakan yang berpihak pada keinginan rakyat. Perubahan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah menetapkan bahwa MPR bukan lagi menjadi lembaga tinggi negara yang menjadi penjelmaan kedaulatan rakyat yang memiliki kekuasaan tidak tak terbatas. Kewenangan MPR adalah mengubah dan menetapkan Undang Undang Dasar, melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden dan memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut Undang-Undang Dasar (Pasal 3). Dengan kewenangan yang terbatas tersebut maka MPR diharapkan dapat mengefektifkan persidangan. Berdasarkan Perubahan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 kekuasaan legislasi berada ditangan DPR (Pasal 20 ayat 1) dan secara terbatas kekuasaan legislasi diberikan'kepada DPD (Pasat 22D [ayatl, ayat 2 dan ayat 3]). Dengan adanya DPI akan semakin meningkatkan keterwakilan di lembaga legislatif, dimana DPR mewakili populasi dan DPD mewakili ruang . Sidang Pansus yang terhormat. Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa kinerja lembaga legistatif dirasakan betum optimal. Dengan konstruksi sistem multi partai yang bertaku saat ini sangat sulit menghasilkan suara mayoritas di parlemen yang akan lebih efektif dalam menyelesaikan pembahasan atas RUU. Disamping itu, betum optimalnya pengawasan terhadap kinerja anggota DPR juga menjadi bahagian yang tidak dapat dipisahkan terhadap lemahnya produktivitas DPR dalam menjalankan tugas legislasi. Karena itu, peningkatan terhadap disiplin, integritas dan akuntabititas juga harus mendapatkan perhatian datam RUU ini. Terkait dengan betum optimalnya kinerja lembaga DPD, Fraksi PPP berpendapat bahwa kewenangan DPD tersebut harus tetap mengacu pada Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Upaya peningkatan kinerja DPD dapat ditakukan dengan memperbaiki mekanisme hubungan DPD dengan DPR.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
Datam upaya meningkatkan kinerja lembaga DPRD, RUU ini harus meletakan kedudukan DPRD sebagai lembaga legislatif daerah dan mendudukan anggota DPRD pejabat politik di daerah. Oleh karena itu pengaturan mengenai hak dan kewajiban Anggota DPRD tidak boteh direduksi sedemikian rupa menjadi bahagian dari aparat birokrasi pemerintah pusat sehingga diatur dengan peraturan perundang-undangan dibawah Peraturan Pemerintah (PP). Kalaupun dibuat dalam bentuk PP maka materi muatannya harus dikonsuttasikan dengan DPR metalui Komisi terkait. Hat ini perlu kami sampaikan agar Anggota DPRD dapat bekerja dengan baik dan optimal karena memperoleh kepastian hukum dalam menjatankan tugas dan kewenangannya. Selanjutnya secara tebih rinci Fraksi PPP akan menanggapi RUU Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD dalam Rapat Pansus yang dijadwalkan untuk membahas RUU ini. Pimpinan Pansus yang terhormat. Menteri Dalam Negeri yang terhormat. Anggota Pansus yang terhormat. Dan hadirin yang berbahagia. Berdasarkan pokok-pokok pikiran yang kami sampaikan di atas, Fraksi Partai Persatuan Pembangunan menyatakan kesiapannya untuk membahas lebih lanjut kedua RUU ini yaitu; RUU tentang Partai Potitik dan RUU tentang RUU Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD da,n DPRD. Kami berharap dengan waktu yang sangat terbatas ini, kita mampu mengakomodir berbagai aspirasi yang berkembang baik di dalam ruangan ini maupun aspirasi yang berkembang di luar parlemen. Demikianlah Pemandangan Umum Fraksi PPP disampaikan terhadap kedua RUU ini, ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Pimpinan Pansus, rekan-rekan Anggota Dewan, Menteri Dalam Negeri, rekan pers dan hadirin sekalian atas kesbarannya mendengarkan uraian kami. Billahitaufiq Walhidayah, Wassalamu'alaikum Wr,Wb.
Jakarta, 11 Juli 2007 FRAKSI PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
Lukman Haki'em Juru Bicara Fraksi PPP DPR RI Nomor Anggota (A-31)
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net