LAPORAN AKHIR PROGRAM P2M DANA DIPA
DESA BINAAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL TRI HITA KARANA DI DESA PEMUTERANKECAMATAN GEROKGAK - BULELENG
TIM PELAKSANA
Dr. I Wayan Mudana, M.Si. (NIDN: 0031016002) Prof. Dr. Ketut Suma, M.S. (NIDN: 0001015913) Nyoman Dini Andini, S.St.Par. M.Par. (NIDN: 0006067005)
JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH-FIS UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA SINGARAJA 2015
i
i
ii
iii
DESA BINAAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL TRI HITA KARANA DI DESA PEMUTERANKECAMATAN GEROKGAK - BULELENG Oleh: I Wayan Mudana, M.Si., dkk. Jurusan Pendidikan Sejarah – Fakultas Ilmu Sosial ABSTRAK Pengabdian Kepada masyarakat ini bertujuan untuk meningkatkan wawasan aparat desa berkolaborasi dengan kelompok masyarakat ekonomi, politik dan sipil dalam mengembangkan pariwisata yang berkelanjutan, meningkatkan kemampuan ibuibu PKK di Desa Pemuteran dalam mengolah usaha simpan pinjam, meningkatkan pengetahaun dan keterampilan ibu-ibu PKK di Desa Pemuteran dalam mengemmbangkan kuliner berbasis potensi lokal, meningkatkan wawasan karang taruna tentang keorganisasian, pariwisata dan pelestarian lingkungan. Kegiatan ini dilaksanakan dengan metode ceramah, diskusi dan pelatihan. Melalui hal itu dihasilkan peningkatan pengetahuan aparat desa berkolaborasi dengan kelompok masyarakat lainnya seperti masyarakat politik, ekonomi dan sipil dalam pengembangan pariwisata berkelanjutan, peningkatan kemampuan Ibu-Ibu PKK dalam mengelola simpan pinjam dan pengembangan kuliner berbasis lokal seperti pembuatan gule ikan kelapa muda, pelecing jantung pisang, sup laub, kelepon labu kuning, kelepet ketela rambat, singkong roda pelangi, ongol-ongol labu kuning, bolu kukus ketela, karambel singkong, bronis labu, dan donat singkong. Kegiatan ini mendapat respon positif dari aparat desa, ibu-ibu PKK dan generasi muda di Desa Pemuteran, Gerokgak, Buleleng, Bali.
Kata Kunci: Desa Binaan, Kearifan Lokal, Pemuteran
iv
BAB I PENDAHULUAN
1. Analisis Situasi Desa Pemuteran merupakan salah satu Desa tua di Kecamatan Gerokgak kabupaten Buleleng.Desa Pemuteran terletak pada posisi melintang dari Barat ke Timur.Jarak Desa Pemuteran dari ibu kota Kecamatan sekitar 18 Km, jarak dari ibu kota Kabupaten sekitar 57 Km, dan jarak dari ibu kota Propinsi sekitar 160 Km. Menuju desa ini sangat mudah karena sarana dan prasarana transfortasi sangat baik.
Secara
administrative, desa ini berbatasan dengan di sebelah Utara Laut Bali, di sebelah Selatan Hutan Tanah Negara, di sebelah Timur Desa Banyupoh, di sebelah Barat Desa Sumberkima. Luas Desa ini sekitar 800 ha. Lahan seluas itu digunakan untuk perkebunan seluas 312 ha, pertanian tegalan seluas 399,75 ha, pemukiman seluas 82,50 ha, kuburan seluas 1,25 ha, fasilitas umum seluas 4,50 ha Desa ini terdiri atas 9Banjar Dinas, yaitu: Banjar Dinas Kembang Sari, Palasari, Loka Segara, Yeh Panes, Sendang Lapang, Sedang Pasir, Pengumbahan, Sari Mekar, Sumber Wangi.
(Profil Desa
Pemuteran, 2012). Penduduk di Desa Pemuteran berjumlah 9.697 orang, yang terdiri atas 4.753 laki-laki dan 4.944 perempuan dengan jumlah kepala keluarga 2.603 KK. Mata pencaharian penduduk terdiri atas petani (52,41%), buruh tani (3,26%), PNS (0,83%), nelayan (4,78%), TNI (0, 14%), polri (1,2%), pegawai swasta (13,26), pedagang (4,02 %), pertukangan ( 2,57%), belum bekerja (18,67 %). Penduduk di Desa Pemuteran sebagian besar beragama Hindu (74,65%), yang lainnya beragama Islam (25,16 %), beragama Kristen (0,13 %), dan beragama Budha (0,05%). Tingkat pendidikan penduduk di desa Pemuteran sudah tergolong baik. Penduduk yang telah menamatkan pendidikan pada jenjang Diploma sebanyak 46 orang (0,55%), Sarjana sebanyak 28 orang (0,34%), SMA sebanyak 593 orang ( 7,11%), SMP sebanyak 2.151 orang (20,80 %), SD sbanyak 5.676 orang (68,06%),Pesantren sebanyak 511 orang (6,13%), belum sekolah 202 orang (2%). Di Desa Pemuteran terdapat lembaga pendidikan formal, yaitu: 2 TK dengan jumlah pengajar 4 orang, 5SD dengan jumlah pengajar 35 orang, 1 SMA dengan jumlah pengajar 40 orang, dan 6 Ponpes dengan jumlah pengajar 30 orang (Profil Desa Pemuteran, 2012).
1
Berdasarkan observasi dabn wawancara dengan tokoh masyarakat terungkap beberapa permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat Desa Pemuteran, diantaranya terkait dengan masalah kolaborasi aparat desa dengan berbagai komponen masyarakat dalam mengembangkan pembangunan di
Desa Pemuteran terutama
terkait
dengan
pengembangan pembangunan pariwisata berkelanjutan; permasalahan terkait dengan pengembangan kuliner berbasis potensi lokal/ produk masyarakat setempat dalam penguatan diversifikasi pangan dan peningkatan kehidupan ekonomi keluarga, peningkatan wawasan manajemen keuangan keluarga dan simpan pinjam pada ibu-ibu PKK Desa Pemuteran;. permasalahan lainnya yang terkait dengan pendidikan adalah pembinaan generasi muda, khususnya anggota Karang Taruna dan seka Teruna Teruni Di Desa Pemuteran tentang keorganisasian, kepariwisataan dan pelestarian lingkungan.. Keberadaan dari organisasi akan bermakna bila mekanisme dan dinamika organisasi dipahami dengan baik, dan memiliki wawasan sosiokultural terutama terkait dengan kepariwisataan dan pelestarian lingkungan. Sehubungan dengan hal itu pembinaan organisasi, kepariwisataan dan pelestarian lingkungan pada generasi muda pemuteran penting diupayakan. Pentingnya upaya-upaya tersebut juga terkait dengan upaya masyarakat desa dalam mengembangkan kehidupan ekonomi keluarga dan masyarakat melalui pengembangan berbagai potensi lokal dan kemitraan dengan berbagai pihak. Penting upaya ini juga terkait dengan aktivitas mata pencaharian masyarakat pada sektor pertanian/nelayan, peternakan, perkebun, dan pariwisata(Profil Desa Pemuteran, 2012). Berdasarkan uraian di atas, maka pada kegiatan pengabdian masyarakat pada tahun ini difokuskan pada penanganan permasalahan tersebut diatas, seperti penguatan wawasan
berkolaborasi
pada
aparat
desa
dalam
pengembangan
pariwisata
berkelanjutan, pengembangan kuliner berbasis potensi lokal khususnya berbahan umbi ketela pohon, dan ikan serta manajemen keuangan keluarga, simpan pinjam pada ibuibu PKK, pengembangan wawasan keorganisasian, kepariwisataan dan pelestarian lingkungan pada anggota Karang Taruna dan Seka Teruna Teruni Desa Pemuteran. Pengembangan program ini dimaksudkan dalam penguatan masyarakat setempat dalam mengembangkan kemitraan yang positif, kesehatan organisasi, memenuhi kebutuhan substansi dari anggota masyarakat setempat, memenuhi kebutuhan pasar pariwisata dan tentu saja dalam meningkatkan kehidupan ekonomi masyarakat pada umumnya. . Hal
2
ini terkait dengan semakin berkembangnya pariwisata di Desa Pemuteran. Di Desa Pemuteran dalam sepuluh tahun terakhir terus berkembang menjadi desa wisata, hal ini dilihat dari semakin berkembangnya pasilitas kepariwisataan. Pengembangan kepariwisataan dan aktivitas kenelayanan, di Desa ini tentu akan berdampak terhadap kehidupan social dan kelestarian lingkungan.
Sehubungan dengan hal itu perlu
diupayakan usaha-usaha kecil masyarakat khususnya kuliner yang menunjang aktivitas keperiwisataan.
2. Identifikasi dan Perumusan Masalah Berdasarkan uraian yang disajikanpada analisis situasi di atas, dapat diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut. a. Penguatan wawsan aparat desa berkolaborasi dalam pengembangan pariwisata berkelanjutan. b. Pengolahan ikan oleh masyarakat (khususnya ibu-ibu PKK) di Desa Pemuteran masih sangat terbatas pada menu-menu tradisional. Perlu diupayakan berbagai alternative pengolahan ubi dan ikan yang dapat meningkatkan gizi dan kehidupan ekonomi serta manajeman keuangan keluarga dan simpan pinjam. c. Masyarakat/ generasi muda di Desa Pemuteran perlu diberikan wawasan kepariwisataan dan pelestarian lingkungan. Dari ke empat permasalahan di atas, pada tahun ini
akan diupayakan
penyelesaiannya melalui kegiatan P2M ini Desa Binaan. Untuk itu, rumusan masalah yang akandicarikan solusinya melalui kegiatan pengabdian pada masyarakat ini dibatasi pada aspek-aspek berikut. a. Bagaimana
meningkatkan
wawsan
aparat
desa
berkolaborasi
dalam
pengembangan pariwisata berkelanjutan ? b. Bagaimana meningkatkan wawasan dan keterampilan Ibu-ibu PKK dalam pengolahan kuliner berbahan ketela dan ikan sesuai potensi lokal masyarakat setempat ? c. Bagaimana meningkatkan wawasan dan keterampilan Ibu-ibu PKK dalam pengolahan pengelolaan keuangan dan simpan pinjam?
3
d. Bagaimana meningkatkan wawasan generasi muda yang tergabung dalam karang taruna dan teruna
Terunimengenai organisasi, kepariwisataan dan
pelestarian lingkungan ?
3. Tujuan Kegiatan Tujuan kegiatan pengabdian pada masyarakat ini adalah sebagai berikut. a. Meningkatkan wawsan aparat desa berkolaborasi dalam pengembangan pariwisata berkelanjutan. b. Meningkatkan pengetahaundan keterampilan kuliner ibu-ibu PKK di Desa Pemuteran dalam mengolah potensi lokal c. Meningkatkan wawasan dan keterampilan Ibu-ibu PKK dalam pengolahan d. Meningkatkan wawasan generasi muda yang tergabung dalam karang taruna dan teruna teruni mengenai keorganisasian, pariwisata dan pelestarian lingkungan.
4. Manfaat Kegiatan Manfaat yang diperoleh oleh peserta setelah mengikuti kegiatan P2M ini dapat dirumuskan sebagai berikut. a. Aparat
Desa
Pemuteran
mendapat
informasi
tentang
pengembangan
kemitraan/kolaborasi dalam pengembangan pembangunan khususnya pengembangan pariwisata berkelanjutan. b. Ibu-ibu PKK di Desa Pemuteran mendapatkan informasi dan keterampilan kuliner berbasis bahan sesuai dgn potensi local, dan dalam meningkatkan kehidupan ekonomi keluarga, manajemen keuangan serta simpan pinjam. c. Generasi muda memiliki wawasan manajemen organisasi karang taruna
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
1 Pariwisata Berbasis Kerakyatan. Beberapa kajian yang bersifat klasik tentang Bali telah dilakukan oleh Covarrubias (2013), Vickers (2012), Geertz (1977, 1992, 2000), Geertz dan Geertz (1975), Danadjaja (1980), dan lain-lain sebagainya, menggambarkan Bali sebagai pulau yang mempesona karena kelayaan alam dan budayanya, yang menjadi sumber inspirasi dalam mengembangkan karya seni, spiritual, dan akademik. Kenyaatan ini mendorong pemerintah Belanda menjadikan Bali sebagai daerah tujuan wisata pada tahun 1920-an. Kebijakan pengembangan Bali sebagai daerah tujuan wisata terus dikembangkan baik oleh pemerintah Belanda maupun oleh pemerintah Indonesia setelah Indonesia merdeka. Perkembangan pariwisata Bali
pada mulanya bertumpu pada pariwisata budaya.
Namun sejak tahun 1970-an, Bali mengembangkan wisata alam antara lain dengan menggunakan pantai sebagai objek daya tarik pariwisata. Hal ini tentu saja mengakibatkan terjadinya perubahan tataguna tanah dan kehidupan masyarakat pesisir. Fenomena semacam itu dalam tataran Sanderson (1993) mengakibatkan perubahan tidak hanya dalam tataran infrastruktur material tetapi juga dalam tataran struktur sosial dan supra struktur ideologi. Dilihat dari perspektif ideologi rwa binenda fenomena tersebut tentu dapat berdampak positif dan negatif. Dalam tataran ekonomi makro hal itu memang harus diakui bahwa pengembangan pariwisata berkontribusi
positif terhadap kehidupan
ekonomi di Bali, tetapi dalam tataran ekonomi mikro hal itu hal itu telah menimbulkan dampak negatif bagi kehidupan ekonomi masyarakat, hal ini dapat dilihat dari tergusurnya aktivitas kenelayanan, terhimpit dan terpinggirkannya masyarakat pesisir dari ruang hidupnya. Karena pengembangan pariwisata membutuhkan ketersediaan pasilitas pendukung, baik dalam bentuk jalan, parkir, penginapan, bar dan restoran, toko sopenir, dan lain sebagainya sehingga memberikan kenyamanan bagi wisatawan. Terjadinya hal itu merupakan konskuwensi dari pembngunan pariwisata yang berpijak pada paradigma modernis yang kapitalistik dan kurang mengakomudir sosiokultural masyarakat tradisional dan lebih berpihak terhadap kaum pemilik modal/kapitalis
5
dibandingkan dengan masyarakat tradisiona/ masyarakat pesisir yang pada umumnya memiliki keterbatasan modal ekonomi. Hal itu tentu saja terkait dengan pemaknaan pariwisata sebagai suatu unit usaha idustri jasa. Karena pariwisata adalah keseluruhan fenomena dan hubungan-hubungan yang timbul dari interaksi wisatawan, pemasok bisnis, pemerintah, dan masyarakat penerima dalam proses penciptaan daya tarik dan upaya menjamu para wisatawan dan pengunjung lainnya (McIntosh and Goelner, 1986: 4). Konsepsi itu dimaknai lebih memposisikan kepentingan pengusaha dan wisatawan dibandingkan sebagai aktivitas pelayanan
terhadap
peningkatan
kesejahteraan
masyarakat
setempat.
Padahal
seharusnya ada sinergis yang berkeadilan antara tiga pilah kehidupan masyarakat, yaitu antara masyarakat setempat (dimensi budaya), pengusaha/industri pariwisata (dimensi ekonomi), dan pemerintah (dimensi politik). Pemahaman semacam itu tentu merupakan bias dari pemaknaan pembangunan di sektor pariwisata yang ideologinya juga memposiskan keterpenuhan kepentingan masyarakat. Karena pada peristiwa pariwisata selayaknya terjadi pertukaran yang seimbang dan berkeadilan dalam artian masyarakat lokal Bali memberikan wisatawan layanan estetik, pada saat yang sama si wisatawan memberikan kepuasan ekonomi kepada masyarakat Bali selaku tuan rumah (Surbakti, 2006: 83). Fenomena tersebut seharus tidak terjadi bila pengembangan pariwisata dikemas berdasarkan paradigma ekopopulis yang emansipatoris (Fakih, 2003:34). Paradigma pembangunan pariwisata semacam ini sejalan dengan perspektif baru dalam pembangunan (Gardner dan Lewis,2005). Sehingga masyarakat merasakan nikmatnya pengembangan pariwisata. Hal semacam itu sangat dimungkinkan untuk melibatkan masyarakat setempat dalam peristiwa pariwisata, sebagaimana diungkapkan oleh Ardika dalam kajinnya tentang Gastronomi dalam Pariwisata Budaya (Ardika, 2011: 17). Dalam kajiannya diungkapkan tentang makanan lokal sebagai daya tarik wisatawan. Dalam pengembangan makanan lokal sebagai daya tari wisata dapat melibatkan masyarakat sekitar, sehingga tidak saja menampilkan keunikan tetapi juga melibatkan, dan mensejahterakan masyarakat setempat. Fenomenan semacam ini juga tampak dari hasil penelitian Mudana (2012) di Desa Pemuteran, Gerokgak, Bali. Pengembangan pariwisata di desa ini sangat berkontribusi terhadap masyarakat setempat baik melalui sumbangan finansial yang diberikan pengusaha pariwisata kepada masyarakat setempat maupun
melalui
pelibatan
masyarakat
6
setempat
dalam
berbagai
aktivitas
kepariwisataan.
Sehingga
mungkin
pengembangan
pariwisata
di
Desa
tidak
berlebihan
Pemuteran
dapat
bila
dikatakan
dikatakan
bahwa
merupakan
pengembangan pariwisata yang mensejahterkan dan melestarikan (Mudana, 2012). Pengembangan pariwisata semacam ini sejalan dengan tiga prinsip pembangunan pariwisata berkelanjutan yang dikembangkan oleh WTO yaitu: 1. Kelangsungan ekologis; 2. Kelangsungan sosial budaya; dan 3. Kelangsungan ekonomi, baik untuk generasi sekarang maupun generasi akan datang (Anom, 2010: 5). Dalam rangka pengembangan pariwisata semacam itu perlu diupayakan terpenuhinya syarat-syarat sebagai berikut: ekologis, yaitu pembangunan pariwisata yang melindungi sumber daya alam; sosial dapat diterima oleh masyarakat setempat dan memperhatikan kemampuan penduduk setempat; budaya, melestarikan potensi budaya setempat dan masyarakat mampu beradaptasi dengan budaya masyarakat wisatawan; dan ekonomi memberikan keuntungan dan mensejahterakan berbagai komponen masyarakat,
khususnya
masyarakat setempat. Pengembangan pariwisata semacam ini sejalan dengan pandangan Suwena
(2010). Hal itu menyiratkan adanya kesejalanan antara pariwisata
berkelanjutan dengan pariwisata kerakyatan. Sebagaimana diungkapkan Parining, et al (2001) Studi tentang Implementasi Konsep Pariwisata Kerakyatan di Bali antara lain mengungkapkan bahwa pengembangan pariwisata kerakyatan perlu memberdayakan masyarakat lokal, pengutamaan potensi ecotourism yang dimiliki masyarakat setempat, ramah lingkungan.
Pariwisata kerakyatan semacam itu sejalan dengan ideologi yang
diemban oleh paradigma postmodernisme yang membela komunitas dan narasi kehidupan yang tersingkirkan melalui penelanjangan terhadap dominasi kapitalisme, dan penguasa. Untuk itu masyarakat diberdayakan sehingga masyarakat tidak hanya sebagai penonton pembangunan pariwisata, melainkan diberikan ruang untuk menggali potensi dan kreativitas yang mensejahterakan. Pengembangan pariwisata kerakyatan yang mensejahterkan tentu mendekatkan harapan
ideologi tri hita karana, yang mengedepankan keharmonisan dan
kesejahtteraan berbagai komponen masyarakat. Pengembangan pariwisata kerakyatan yang mensejahterakan juga sejalan dengan kode etik pariwisata dunia, diantaranya menyatakan bahwa kepariwisataan untuk membangun saling pengertian dan menghormati antar penduduk dan masyarakat; kepariwisataan untuk memenuhi kebutuhan peningkatan kualitas hidup; kepariwisataan sebagai faktor pembangunan
7
berkelanjutan; kepariwisataan sebagai pemakai dan penyumbang pelestarian budaya; kepariwisataan adalah kegiatan yang menguntungkan bagi negara, dan masyarakat (Ardika, dalam harian Bali Nusa, Minggu 14 Februari 2009). Untuk itulah dalam pengembangan keparisataan diperlukan adanya sinergi dalam masyarakat ekonomi, politik dan sipil.
2. Kolaborasi Masyarakat Ekonomi, Politik dan Sipil dalam Pengembangan Pariwisata Yang Sustainability Lingkungan Alam dan Sosiokultural Menurut kamus Inggris Indonesia collaboration merupakan kata benda, yang artinya kerja sama (Echols dan Shadily, 2000: 124), sedangka menurut kamus besar bahasa Indonesia, kata kolaborasi artinya kerjasama dengan musuh, perbuatan kerjasama dengan musuh (1995:512). Dengan demikian, kolaborasi dalam penelitian ini dimaksudkan kerjasama atara kelompok masyarakat yang memiliki kepentingan yang berbeda, yaitu antara masyarakat ekonomi, politik dan sipil yang ada pada desa-desa pesisir di Bali yang berpotensi mengembangkan pariwisata bahari.Hal itu sejalan dengan pandangan Gramsci yang dengan tegas mengidentifikasi tiga kelompok masyarakat yaitu masyarakat ekonomi, politik dan sipil. Ketiga kelompok masyarakat tersebut memiliki orientasi yang berbeda (Bocock, 2007: 27). Keberadaan ketiga pilar masyarakat itu juga diakui oleh Robert Wunthow yang antra lain mengemukakan bahwa seluruh masyarakat itu dibagi menjadi tiga pilar, yaitu swasta atau pasar (masyarakat ekonomi/ business), negara atau masyarakat politik (masyarakat politik, goverment) dan voluntir yang disebut juga pilar/sektor ketiga (masyarakat sipil, civil society) (Sujatmiko, 2003: 45). Gramsci, dalam kajiannya tentang hegemoni, dengan tegas mengidentifikasi tiga bidang yang berbeda dalam suatu masyarakat, yaitu perekonomian (masyarakat ekonomi), negara (masyarakat politik), dan masyarakat sipil (Bocock, 2007: 27; Korten, 1993: 156). Ketiga kelompok masyarakat tersebut memiliki orientasi yang berbeda dan sangat esensial bagi berfungsinya masyarakat.
Dengan demikian, keberadaan
masyarakat ekonomi sangat penting adanya dalam dinamika suatu masyarakat. Masyarkat ekonomi” adalah istilah yang digunakan untuk mendefinisikan bentuk dominan dalam suatu wilayah pada suatu waktu yang di dalamnya terdiri dari sarana teknis produksi dan hubungan-hubungan sosial produksi yang dibangun berdasarkan
8
suatu pembedaan yang di dalamnya kelas-kelas dikaitkan dengan kepentingan kepemilikan sarana produksi, baik sebagai pemilik substansial atau sebagai bukan pemilik yang dipekerjakan dalam organisasi yang dikaitkan dengan produksi. Pilar utama sektor ini (masyarakat ekonomi) adalah perusahan-perusahan, termasuk bankbank. Nilai utama sektor swasta adalah mekanisme pasar untuk mendapatkan keuntungan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa masyarakat ekonomi adalah suatu sistem sosial yang di dalamnya tercakup berbagai subsistem yang berfungsi memproduksi dan memasarkan barang atau jasa melalui mekanisme pasar untuk mendapatkan keuntungan. Dalam penelitian ini, masyarakat ekonomi mencakup masyarakat pengusaha pariwisata/perhotelan, pengusaha atraksi wisata bahari dan masyarakat pengusaha perikanan/kelautan yang beraktivitas dalam pengembangan pariwisata bahari di Bali. Dalam dinamika usahanya masyarakat ekonomi selalu berusaha bekerja sama atau berselingkuh utamanya dengan masyarakat politik, namun tidak tertutup kemungkinan dengan masyarakat sipil sebagaimana terjadi di Desa Pemuteran (Mudana, 2012). Keberadaan suatu masyarakat tidak bisa dilepaskan dari proses perkembangan masyarakat itu sendiri. Sir Thomas Hobbes membagi tahapan perkembangan masyarakat menjadi tiga, yaitu natural society, political society, dan civil society (Budiman, 1990: 3). Natural Society adalah tatanan masyarakat yang berbasis pada supremasi naturalistik. Masyarakat alami adalah masyarakat yang belum mengenal sistem maupun hukum sehingga merupakan masyarakat anarki (Setiawan, 1996: 50). Dalam masyarakat semacam ini, yang lebih banyak berperan bukanlah tatanan sosial (social order) yang didasarkan kepada konsensus sosial, tetapi wibawa naturalistik orang-orang tertentu dalam satu masyarakat. Pola hubungan sosial yang dijalankan tidak tergantung kepada mekanisme yang disepakati bersama, melainkan berdasarkan kehendak penguasa suku. Keteraturan sosial yang diinginkan dalam masyarakat natural ini sulit dicapai, kalaupun tercapai cendrung bersifat semu. Ketika tujuan mencapai tatanan sosial tidak tercapai, muncullah tatanan sosial masyarakat yang disebut political society ( Effendy, 2002: 3-6). Political society adalah masyarakat yang mulai mengenal arti politik sebagai otoritas sehingga tercipta aturan dan hukum, serta cenderung menjadi satu tatanan sosial yang berbasis pada adanya supremasi kekerasan. Jika dalam masyarakat natural
9
kekuasaan tidak pernah diorganisir dan dilembagakan, maka dalam masyarakat politik, kekuasaan itu mulai dilembagakan dalam suatu organisasi yang kemudian disebut dengan negara. Negara atau masyarakat politik terdiri atas sarana kekerasan (polisi dan militer) dan suatu wilayah tertentu, bersama dengan pelbagai birokrasi yang didanai oleh negara (pamong praja/lembaga pemerintah, pelbagai lermbaga hukum, kesejahtraan dan pendidikan) (Bocock,2007: 34-35; Patria dan Andi Arief, 2003: 133137). Pilar-pilar utama sektor negara (masyarakat politik) adalah lembaga–lembaga kenegaraan seperti parlemen, pemerintah, dan lembaga pengadilan. Di sektor negara berlaku prinsip kekuasaan yang memaksa. Bahkan oleh Louis Althusser (2006: 14), negara dipandang sebagai suatu kekuatan eksekusi dan intervensi represif, untuk kepentingan kelas penguasa. Karena kemampuannya yang khas untuk menerapkan ancaman yang sah atau paksaan, masyarakat politik memiliki keunggulan yang wajar di atara ketiga sektor dalam menjaga ketertiban umum, keamanan, dan kesejahtraan masyarakatnya
(Korten,
1993:
159).
Namun,
bagi
Gramsci,
negara
dalam
memperjuangkan legitimasi kekuasaannya dari massa tidak harus selalu melalui paksaan. Untuk itu, kelompok berkuasa harus mampu membuat kelompok atau massa lain menerima dan menginternalisasi prinsip-prinsip, ide-ide dan norma/ nilai sebagai milik mereka juga. Pendek kata, hegemoni itu harus diraih melalui upaya politis, kultural, dan intelektual (Sugiono, 1999: 40-41; Fashri, 2007: 4-5). Dengan demikian, masyarakat politik yang dimaksud dalam penelitian ini adalah masyarakat yang memposisikan politik sebagai otoritas pengambil kebijakan sehingga tercipta aturan dan hukum, serta sebagai suatu tatanan sosial yang berbasis pada adanya supremasi hukum yang terdiri atas sarana pelbagai birokrasi yang didanai oleh negara (pamong praja/lembaga pemerintah, pelbagai lermbaga penegak hukum, militer, kesejahtraan dan pendidikan). Dalam konteks penelitian ini, masyarakat politik meliputi Pemerintah Kabupaten dengan berbagai jajarannya yang terkait dengan pengembangan pariwisata bahari pada desa-desa pesisir di Bali. Masyarakat sipil merupakan pilar ketiga yang di dalamnya mencakup LSM, atau lembaga gerakan masyarakat baru. Pada masyarakat sipil, berlaku nilai-nilai kesukarelaan, dengan
modal sosial sebagai elemen dasarnya. Civil society adalah
bentuk masyarakat yang merupakan gugatan terhadap superioritas dari negara, dalam rangka menghormati dan melindungi hak-hak dasar/hak asasi manusia (Effendy, 2002:
10
3-7; Setiawan, 1996: 51). Sehubungan dengan hal itulah, dinyatakan bahwa masyarakat sipil merupakan jaringan yang kuat di antara
lembaga-lembaga, seperti agama,
keluarga, klab, bengkel kerja, asosiasi, dan komunitas yang berada di antara negara dan individu, dan pada saat yang bersamaan menghubungkan individu dengan otoritas, serta menjaga individu dari kontrol politik yang bersifat total (Tunner, 2006: 62). Rajesh Tandon menyatakan masyarakat sipil terdiri dari tiga unsur. Pertama, ada basis material sumber daya untuk pemanfaatan produktif. Kedua, ada basis institusional dari kelompok-kelompok atau asosiasi, serta inisiatif untuk mengelola masyarakat sipil. Ketiga, ada basis idiologis dari nilai, norma dan ideal yang menyediakan legitimasi dari govermant (Setiawan, 1996: 51). Dalam konteks interaksi antara ketiga unsur itulah pembahasan masyarakat sipil menjadi sangat penting, karena, pada saat yang sama, masyarakat sipil harus berhadapan dengan dua entitas lainnya, yakni realitas masyarakat ekonomi/pasar, pengusaha, dan masyarakat politik/negara ( Giddens, 2002:90-92). Ketiga pilar tersebut secara ideal mesti tumbuh dalam sebuah kekuatan yang saling mengimbangi, saling mengontrol, saling memberi, saling menopang, dan pada akhirnya memberikan sinergi untuk memajukan keadaban. Kondisi ideal semacam itu sering dalam kenyataannya tidak seindah dalam guratan teks. Bahkan tidak jarang dalam kondisi masyarakat sipil yang lemah, negara yang otoritarian berkomplot dengan mekanisme pasar. Hal ini tentu akan mengakibatkan relasi tiga pilar menjadi timpang (Wiratmoko, 2005: xxv). Dalam kondisi semacam itu, kekerasan fisik, simbolik, dominasi dan hegemoni dipermainkan oleh negara untuk menekan masyarakat sipil. Oleh karena itulah, menurut Paine, perlu dibatasi campur tangan kekuasaan negara ke dalam wilayah masyarakat sipil, agar setiap individu di dalam masyarakat
saling
berinteraksi secara kompetitif dan membangun solidaritas berdasarkan kepentingan timbal-balik serta tujuan bersama. Legitimasi kekuasaan negara
didasarkan pada
keinginan masyarakat untuk mencapai kepentingan bersama (Keane, 1988). Dalam konteks inilah, pembedaan dengan menggunakan teori semiotika, dekontruksi, etnografi dan geneologis sangat penting artinya karena kolaborasi di antara tiga pilar yang memiliki karakter dan kepentingan yang berbeda cenderung melakukan proses produksi, manipulasi teks untuk menyelubungi berbagai hawa nafsu dan kepentingannya.
11
Perkembangan masyarakat sipil tergantung pada beberapa faktor dinamik. Yang pertama adalah berkembangnya kelas menengah. Perkembangan kelas menengah ini mengentaskan masyarakat dari kemiskinan dan mengurangi konsentrasi dan sentralisasi kekayaan di kalangan elit. Di samping itu, berkembangnya kelas menengah ini akan menimbulkan sikap yang independen dari otoritas kekuasaan sehingga memperkuat sektor sosial atau keswadayaan masyarakat. Yang kedua adalah berkembangnya tanggung-jawab sosial perusahaan dengan penerapan etika bisnis dan etika manajemen. Yang ketiga adalah tumbuhnya modal sosial, modal intelektual, modal kultural dan modal spiritual yang terpadu dalam modal manusia atau sumberdaya manusia. Modal sosial tersebut akan melandasi proses demokratisasi maupun marketisasi. Masyarakat sipil bekerja berdasarkan mutu populasi dan SDM yang memiliki nilai-nilai budaya dan norma-norma yang diyakini bersama. Yang keempatmasyarakat sipil akan mengalami pemberdayaan melalui penegakan hak-hak asasi manusia. Yang kelima penyediaan barang-barang/ fasilitas umum yang memadai, terutama yang terkait dengan keselamatan dan keamanan,
akan mendorong tumbuhnya modal sosial (Rahardjo,
2007: 1-5). Dengan demikian, dalam konteks penelitian ini, masyarakat sipil yang dimaksud adalah suatu sistem sosial yang wilayah kehidupan sosialnya terletak di antara negara dan komunitas lokal untuk memepertahankan kebebasan, keanekaragaman, serta kemandirian masyarakat terhadap kekuasaan negara dan pemerintah melalui pengembangan modal kultural, modal sosial dan modal intelektual yang dimilikinya. Dalam penelitian ini, masyarakat sipil meliputi
kelembagaan swadaya masyarakat
lokal, dan LSM yang ada pada desa-desa pesisir yang mengembangan pariwisata bahari diBali. Dalam setiap komunitas, selalu akan dijumpai keberadaan masyarakat ekonomi, politik dan sipil. Ketiga kelompok masyarakat tersebut mempermainkan berbagai modal yang ada dalam suatu komunitas untuk memenuhi kebutuhan dan kepentingnannya. Modal yang dipermainkan pada berbagai arena sosial mencakup modal ekonomi, modal sumber daya manusia, modal natural, modal politik, bahkan tidak tertutup kemungkinan modal tubuh yang dimilikinya. Dalam setiap permainan, penguasaan modal akan menentukan posisi atau keberadaan dari masing-masing kelompok masyarakat. Di samping itu, menurut Bourdieu, posisi sesesorang atau sekelompok orang juga akan
12
ditentukan oleh “kemelek-hurufan budaya” (cultural literacy), yaitu pengetahuan akan sistem-sistem makna dan kemampuaannya untuk menegoisasikan sistem-sistem itu dalam berbagai konteks budaya (Aryani, 2003). Sehubungan dengan hal itulah dalam setiap permainan, akan terjadi dominasi dan kolaborasi. Dominasi akan terjadi bila mana penguasaan modal terkonsentrasi pada kelompok masyarakat tertentu. Karena setiap masyarakat pada dasarnya tidak mengendaki terdominasi, setiap kelompok akan berusaha mempertahankan modal yang dimilikinya. Hal inilah yang tidak jarang menjadi peluang bagi terjadinya konflik dalam masyarakat. Untuk menghindari terjadinya konflik antarkelompok masyatrakat, maka setiap masyarakat mengupayakan penginvestasian modal social pengembangan model kontrol sosial alternatif dalam
meredam konflik (Atmadja,
sebagai suatu
2007; Rai, 2006; Mudana, 2010)
karenamodal sosial pada dasarnya merupakan segala hal yang berkaitan dengan kerja sama dalam masyarakat untuk mencapai kualitas hidup yang lebih baik, dan ditopang oleh nilai-nilai dan norma yang menjadi unsur-unsur utamanya (Fukuyama, 2005: 239 ; Hasbullah, 2006: 37 ; Coleman, 2008: 415 ; Field, 2010: 100 ). Sehubungan dengan hal itu penguatan modal sosial budaya suatu masyarakat menjadi sangat penting. Sikap optimistis dan keniscayaan ini penting karena setiap masyarakat, termasuk dalam hal ini masyarakat pesisir di Bali memiliki nilai-nilai positif yang perlu terus diperkuat kapasitasnya, seperti kerjasama, saling mempercayai, resiprositas, tolong-menolong, solidaritas sosial, dan kesadaran religious yang cukup tinggi. Demikian pula berbagai bentuk kontrol sosial yang dikembangkan oleh masyarakat pesisir perlu terus dikembangkan untuk mengendalikan penyimpangan dan konflik sosial yang terjadi dalam pengembangan pariwisata bahari di kawasan pesisir. Kolaborasi antara masyarakat ekonomi, politik dan sipil dalam pengembangan pariwisata bahari untuk pengentasan kemiskinan atau yang mensejahterakan dipengaruhi oleh berbagai faktor yang berkontribusi bagi terwujudnya kepentingan bersama maupun kepentingan bagi kelompok masyarakat tertentu. Hal yang harus terus disadari bahwa masing-masing kelompok masyarakat tidak dapat bekerja sendiri-sendiri dalam melaksanakan pembangunan termasuk dalam mengembangkan pariwisata bahari yang mensejahterakan, melaikan harus saling berinteraksi, berdialog, dan bekerjasama. Idealnya ketiga pilar tersebut tumbuh dalam sebuah kekuatan yang saling mengimbangi,
13
saling mengontrol, saling menopang, dan pada akhirnya bersinergi untuk memajukan keadaban. Kondisi ideal semacam itu sering sulit diwujudkan dalam kehidupan masyarakat. Bahkan tidak jarang dalam kondisi masyarakat sipil yang lemah, negara yang otoritarian berkomplot dengan masyarakat ekonomi dalam pengembangan pariwisata bahari melalui mekanisme pasar. Hal mana tentu akan mengakibatkan relasi tiga pilar menjadi timpang ( Wiratmoko, 2005: xxv). Persengkongkolan antara masyarakat politik dan ekonomi dalam pengembangan pariwisata bahari semacam itu tidak saja dapat menimbulkan pengesampingan dan kekerasan terhadap masyarakat pesisir tetapi juga dapat menimbulkan kekerasan dan kerusakan terhadap lingkungan. Model kolaborasi antara masyarakat ekonomi, politik dan sipil dalam pengembangan pariwisata yang mensejahterakan dapat digambarkan pada bagan 1 berikut:
MASYARAKAT EKONOMI (MODAL EKO)
DESA PAKRAMAN/ DINAS DI PESISIR
JARINGAN KEMITRAAAN Akses sd kapital, tek, informasi, pasar, kebijakan, dan SDM DIVERSIFIKASI USAHA TIGA KEBIJAKAN STRATEGIS k. pemb eko., sdm, sda. dan lingkungan
MASYARAKAT SIPIL (MODAL SSOSIAL)
MASYARAKAT POLITIK (MODAL POLITIK
PARIWISATA YANG SUSTAINABILITY
PERGURUAN TINGGI MEMBERDAYAKAN
KESEJAHTERAAN/PEN GENTASAN KEMISKINAN
14
KEPENTINGAN EKO,SOS,POL DAN LINGK
(Dimodifikasi dari Kusnadi, 2001, Mudana, 2009, Mudana, 2012)
3. Pengembangan Pengolahan Potensi Lokal (Ikan dan Ubi Ketela Pohon/Jalar) Dari
segi
geografis
Desa
Pemuteran
memiliki
wilayah
nyegara
gunung.Keberadaan wilayah seperti itu mewarnai karakteristik potensi kewilayahan yang dimiliki yaitu berupa hasil dari laut dan pegunungan, diantaranya ikan dan ketela pohon.Sehubungan dengan hal itu dalam rangka ketahanan pangan dan penganeka ragaman produk pangan diupayakan pengembangan pengolahan ikan dan ubi ketela pohon/jalar.Pengolahan ikan dan ubi ketela pohon/jalar dimaksudkan untuk dapat meningkatkan ketahanan pangan keluarga, mengurangi ketergantungan keluarga pada pasar, meningkatkan gizi anggota keluarga dan meningkatkan kesejahteraan dari masing-masing keluarga.Melalui kegiatan ini juga dimaksudkan sebagai alternative pengembangan divesrsifikasi usaha produktif yang dapat dikembangkan oleh masyarakat setempat bukan saja dalam memenuhi kebutuhan konsumsi keluarga tetapi juga untuk mengembangkan usaha produk kuliner yang bernilai ekonomis dalam masyarakat pariwisata. Pengembangan kuliner berbasis produk lokal masyarakat setempat tentu saja tidak saja meningkatkan nilai produk petani dan perikanan setempat tetapi juga akan dapat memberikan variasi-variasi produk kuliner yang dapat menunjang ketahanan pangan, ekonomi dan sosiokultural masyarakat setempat. Dalam konteks inilah makan dan makanan tidak saja memiliki dimensi biologis dan ekonomis tetapi juga memiliki dimensi ekologis dan sosiokultural.Peningkatan kehidupan ekonomi juga sangat ditentukan oleh manajemen keuangan keluarga dan mengembangkan budaya simpan pinjam yang kondusif dan produktif.Hal ini terkait demngan keberadaan keluarga sebagai unit sosiokultural dan unit ekonomi/produksi.
15
BAB III METODA PELAKSANAAN
1. Khalayak Sasaran Strategis Khalayak yang dijadikan sasaran pada kegiatan P2M ini adalah aparat desa, masyarakat desa/generasi muda dan Ibu-ibu PKK di Desa Pemuteran .
2. Metode Pelaksanaan a.Kerangka Pemecahan Masalah Metoda Pelaksanaan Khalayak Sasaran Strategis Khalayak yang dijadikan sasaran pada kegiatan P2M ini adalah aparat desa, masyarakat desa, khususnya Ibu-ibu PKK di Desa Pemuteran . Metode Pelaksanaan a.
Kerangka Pemecahan Masalah Masalah pokok yang akan dipecahkan dalam P2M ini berkaitan dengan perlunya
pemantapan pemahaman aparat desa dalam menejeman komunikasi khususnya dalam kolaborasi dengan masyarakat ekonomi, politik, dan sipil dalam pengembangan pariwisata berkelanjutan,
perlunya pemantapan pahaman generasi muda
terhadap
pengembangan organisasi, kepariwisataan dan pelestarian lingkungan. Dan perlunya pemantapan wawasan simpan pinjam dan pengembangan kuliner berbasis produk lokal pada ibu-ibu PKK di Desa Pemuteran.Berbagai alternatif untuk memecahkan permasalahan tersebut disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Alternatif Pemecahan Masalah No. 1.
Permasalahan
Akar Masalah
Aternatif Pemecahan Masalah
Aparat Desa belum
Kurangnya informasi
1. Penyebaran informasi
mantap dalam
dan pengetahuan
2. Pemberian ceramah dan
berkolaborasi dengan
tentang berkolaborasi
klp masyarakat eko,
dengan klp masyarakat
pol, dan sipil, serta
eko, pol, dan sipil,
pengembangan
serta pengembangan
16
diskusi
2.
pariwisata
pariwisata
berkelanjutan
berkelanjutan
Ibu-ibu PKK di Desa
Kurangnya informasi
1. Penyebaran informasi
Pemuteran kurang
dan keterampilan
2. Pemberian ceramah dan
mantap wawasannya
tentang pembuatan
dalam pengembangan
kuliner berbasis produk 3. Pemberian pelatihan
kuliner berbasis
lokal
diskusi
produk lokal 3.
Generasi Muda
Kurang informasi
1. Penyebaran informasi
(Karang Taruna dan
tentang berorganisasi,
2. Pemberian ceramah dan
Teruna Teruni) kurang pariwisata dan memiliki pemahaman
diskusi
pelestarian lingkungan
3. Pemberian pelatihan
berorganisasi, pariwisata dan pelestarian lingkungan
b.Metode Pelaksanaan Kegiatan Metode yang digunakan untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan di depan adalah metode ceramah, diskusi, dan pelatihan. Gabungan metode tersebut diharapkan mampu:1)
meningkatkan
wawasan
aparat
Desa
Pemuteran
berkolaborasi/
mengembangkan kemitraan. 2) meningkatkan pengetahuan dan keterampilan ibu-ibu PKK di Desa Pemuteran
dalam membuat berbagai jenis kuliner.2) meningkatkan
wawasan anggota karang taruna dan teruna teruni mengenai keorganisasian, pariwisata dan pelestarian lingkungan.
3.Keterkaitan Keterkaitan antara tujuan dan metode yang digunakan untuk mencapai tujuan P2M ini disajikan pada Tabel 2.
17
Tabel 2. Keterkaitan Tujuan dan Metode Kegiatan No.
Tujuan
Metode
1.
Meningkatkan pemhamanaparat desa tentang berkolaborasi Meningkatkan pemahaman ibu-ibu PKK di Desa Pemuteran dalam membuat kuliner Meningkatkan keterampilanibu-ibu PKK di Desa Pemuteran dalam menejemen keuangan keluarga dan simpan pinjam yang produktif Meningkatkan wawasan keorganisasian, pariwisata dan pelestarian lingkungan pada generasai muda, anggota karangtaruna dan teruna teruni
Ceramah dan Diskusi Ceramah dan diskusi Ceramah dan diskusi
2. 2.
3.
Ceramah, dandiskusi
Bentuk Kegiatan Dialog Dialog Dialog
Dialog
4.Rencana Evaluasi Evaluasi kegiatan ini dilakukan terhadap proses dan produk kegiatan. Pada ceramah dan diskusi penguatan wawasan aparat desa, eveluasi prosesnya adalah wawasanaparat desa tetang berkolaborasi , dalam mengikuti diskusi.Padaceramah dan pelatihan pengembangan wawasan
keorganisasian, pariwisata dan
pelestarian
lingkungan pada anggota karangtaruna dan teruna teruni , eveluasi prosesnya adalah aktivitas peserta/keterlibatannya dalam mengikuti ceramah dan diskusi, sedangkan evaluasi produknya berupa peningkatan wawasan dan sikap. Sementara itu, pada ceramah , diskusi, dan pelatihan pembuatan kuliner, evaluasi prosesnya berkaitan dengan partisipasi ibu-ibu PKK dalam diskusi (mengajukan pertanyaan) dan semangatibu-ibu PKK mengikuti kegiatan, sedangkanevaluasi produknya dilakukan terhadap kualitas produk kulinernya dari ibu-ibu PKK.
18
BAB IV HASIOL DAN PEMBAHASAN Kegiatan ini dilakukan di Desa Pemuteran dalam 3 tahapan utama yaitu: 1) tahap penjajagan, 2) tahapan pelaksanaan kegiatan pembinaan pengembangan kuliner berbasis lokal pada ibu-ibu PKK,
3) tahapan pelaksanaan pembinaan kegiatan
menejemen pengelolaan keuangan keluarga dan simpan pinjam 4) tahapan pelaksanaan pemnbinaan teruna teruni dan karang taruna mengenai masalah keorganisasian, kepariwisataan dan pelestarian lingkungan, 5 ) kegiatan pembinaan aparat Desa mengenai tentang pengembangan wawasan kemitraan/ kolaborasi dengan berbagai keelompok masyarakat.
4.1 Pembinaan Pengembngan Wawasan Aparat Desa Kegiatan ini ditujukan kepada aparat desa Pemuteran Kecamatan Gerokgak yang dilaksanakan pada tanggal 13-14 Mei 2015 di Kantor Desa setempat Kegiatan ini dihadiri oleh 25 orang meliputi kepala desa, staf pemerintahan desa, dan kelian banjar adat. 4.1. Tabel Aparat Desa Pemuteran Dalam Kegiatan P2M
No.
Nama
No.
Nama
1.
Gede Mudita
14. I Wayan Suwartha
2.
I Made Sulendra
15. Mustakim
3.
I Wayan Suhartha
16. Bibit Sugiantho
4.
Ketut Mahardika
17. I Putu Prapta
5.
Sugianto At
18. Ketut Mudarsana
6.
Luh Sumartini
19. I Wayan radiasa
7.
Ketut Ari Setiawati
20. Made Sumajaya
8.
Ketut Suwitra
21. Ketut Jaya
9.
Made Mastra
22, I Kadek Artika
10. I Putu Sudarsa
23. Ketut Dana
11. I Nyoman Madra
24. Nyoman Regreg
19
12. Nyoman Duduk
25. Jro Mangku Wayan Sumartha
13. I Ketut Sukariawan
26.
Dalam kegiatan ini dipaparkan tentang wawasan tentang wawasan Desa Pakraman, Desa Dinas, dan pentingnya berkolaborasi/ bekerjasama dengan kelompok masyarakat lainnya. Dalam kegiatan ini juga dibagikan Kitab Suci Bhagawad Gita bagi staf desa yang beragama Hindu. Kegitana ini berlangsung sangat interaktif dan lancar. Peserta menunjukkan antusianisme yang cukup tinggi, hal ini dapat dilihat dari perhatian dan adanya beberapa pertanyaan yang diajukan oleh peserta. Pertanyaan peserta meliputi permasalahan yang diadapi dalam kaitannya dengan kondisi kualitas sumber daya manusia dan upaya untuk peningkatannya, permasalahan yang terkait dengan mekanisme pengembangan kolaborasi, upaya kelembagaan yang bersifat sistemik dan terstruktur dalam berkolaborasi, upaya – upaya terstruktur dalam mempertahankan kepercayaan dan kesadaran
masyarakat
dalam
mendukung
program
pembangunan
pariwisata
berkelanjutan. Berpijak dari pertanyaan dan tanggapan-tanggapan yang disampiakan diindikasikan peserta pelatihan ini telah mengalami peningkatan wawasan dalam kaitannya dengan pentingnya berkolaborasi, pengembangan pariwisata berkelanjutan. Dari wawancara yang dilakukan terhadap beberapa orang peserta kegiatan ini dapat diungkapkan bahwa responnya sangat positif, bahkan tokoh aparat desa mengharapkan agar kegitan ini terus dilajutkan pada tahun-tahun berikutnya.
4.2 Pelatihan Kuliner dan menejemen keuanagan keluarga Pelatihan kuliner dan manajemen keluarga diikuti oleh Ibu-ibu anggota PKK Desa Pemuteran. Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 15 - 16 Mei 2015 di Balai Desa Pemuteran. Kegiatan P2M ini dihadiri oleh 45 orang ibu-ibu PKK dari jumlah keseluruhan 50 orang yang diundang (Daftar hadir peserta disajikan pada lampiran 1a). Anggota PKK yang hadir dalam kegiatan pelatihan ini disajikan dalam Tabel 4.1
20
Tabel 4.2 Anggota PKK Desa Pemuteran yang Hadir dalam Pelatihan Kuliner dan Manajemen Keuangan Keluargha
No
Nama
No
Nama
1.
Putu Artini
26. Siti Maslian
2.
Nengah Merta
27. Sumiati
3.
Komang Ayu
28. Milan
4.
Ketut Warki
29. Misnaya
5.
Komang Satriani
30. Sri Rahayu
6.
Luh Sri Budiasih
31. Nym Kartina
7.
Marwiyani
32. Km Yuliasih
8.
Hanisa
33. Luh Putu Indrayani
9.
Rohana
34. Kt Sudarmi
10. Nur Latifa
35. Luh Kartini
11. Halimatus Saqdia
36. Kt Asrini
12. Luh Kompyang R
37. Luh Warki
13. Rusmiati
38. Luh Mawati
14. Nuraena
39. Luh Sari
15. Luh Sumartini
40. Luh Ani
16. Komang Suardeni
41. Luh Kerti Asri
17. Kadek Narwi
42. Kadek sariani
18. Luh Sukerti
43. Ketut Daesni
19. Kadek Asih
44. Km Susilawati
20. Erlina
45. Km Suastini
21. Marhani
46.
22. Luh Suriyani
47.
23. Kadek Riska
48.
24. Kadek Parmi
49.
25. Kadek Susianti
50.
Pelatihan ini diawali dengan melakukan penjajagan dan pemberian bantuan dana usaha dalam pengembangan kuliner masing-masing mendapatkan bantuan sebesar Rp. 21
100.000,-. Dana itu digunakan untuk membeli bahan-bahan yang diperlukan. Dalam konteks usaha kecil hal ini merupakan modal usaha, dari modal usaha sebesar itu ibuibu diharapkan mampu mengelola keuangannya dan membuat perhitungan rugi laba berdasarkan analisis modal, produksi, pemasaran , selanjutnya memperhitungkan rugi laba dari usahanya. Peserta kegiatan ini sangat antusias dalam mengerjakan usahanya secara berkelompok, serta mampu menghasilkan produk olahan kuliner yang cukup baik. Ibu-ibu PKK menunjukkan keseriusannya mengikuti kegiatan ini. Adapun menu makanan yang dimbengkan dalam pelatihan kuliner ini sepenuhnya berbasis potensi lokal, sebagai mana dapat dilihat dalam table 4.3 berikut ini.
4.3 Tabel Menu Makanan yang Duikembangkan Oleh Ibu-ibu PKK Desa Pemuteran No 1.
Nama Bahan
Cara Membuat
BUGIS UBI JALAR Bahan : 1000 gr ubi jalar kupas , kukus haluskan 300 gr tepung kanji ½ sdt garam Unti Daun pisang untuk pembungkus
Cara membuat adonan bugis:
1. Campur jadi satu ubi jalar yang sudah di 2. 3.
Bahan untuk unti : 1 butir kelapa setengah tua 250 gr gula pasir ¼ sdt garam 2 helai daun pandan
4.
kukus dan dihaluskan bersama tepung kanji dan garam , aduk hingga tercampur rata. Ambil 1 sendok makan adonan bugis isi dengan unti yang sudah di bentuk bulat sebesar bola bekel. Bungkus dengan daun pisang yang sudah di oles dengan minyak goring Kukus hingga matang.
Cara membuat unti:
1. Campur jadi satu kelapa ang sudah di kupas 2. 3. 4.
kuit arinya dan diparut dengan gula , garam, dan daun pandan Lalu sangria dalam wajah hingga berubah warna dan matang Lalu angkat Biarkan dingin dan bentuk bulat-bulat sebesar bola bekel.
5. 2.
Cara membuat : 1. Mixer telur bersama gula pasir dan sp hingga mengembang 2. Masukan albu dan coklat mixer dengan kecepatan rendah. 3. Tambahkan vanili, minyak dan air secara bergantian mixer dengan cepat 4. Masukkan dalam Loyang yang sudah dioles dengan minyak goring 5. Kukus hingga matang
BROWNIS LABU Bahan : 8 btr telur 400 gr gula pasir 150 gr labu ,kupas, kukus, haluskan 100 gr coklat bubuk 150 cc minyak goring 150 cc air 1 sdm sp 1 bks vanili bubuk
3.
SINGKONG RODA PELANGI
22
Cara membuat : 1. Campur jadi satu singkong parut, gula dan
4
4.
Bahan : 1000 gr singkong kupas , lalu parut 100 gr gula pasir 3 buah pisang raja matang ¼ btr kelapa parut ¼ sdt garam Pewarna merah, kuning , hijau Daun pisang secukupnya
garam aduk hingga tercampur rata 2. Bagi adonan menjadi 3 bagian.. Masingmasing diberi pewarna merah, kuning, hijau 3. Bungkus pisang dengan adonan singkong yang sudah diberi pewarna secara berselang –seling hingga pisang tertutup adonan 4. Bungkus daun dengan pisang hingga menyerupai lontong 5. Kukus hingga matang 6. Angkat, biarkan hingga agak dingin lalu potong-potong 7. Sajikan bersama kelapa parut yang sudah dibubuhi sedikit garam.
KUE ONGOL-ONGOL Bahan – bahan 1. ¼ kilo labu kuning , potong-potong, kukus, kemudian dihaluskan 2. 1 gelas tepung terigu 3. 1 bks agar-agar bubuk warna kuning 4. Kelapa yang setengah tua , kupas dan parut kasar (taburkan) 5. 1 gelas santan kental 6. ½ gelas gula pasir 7. 1/5 sdk garam untuk adonan
Cara membuat 1. Campur labu kuning , tepung beras , agaragar, santan, dan garam , aduk untuk membuat adonan 2. Tuangkan adonan kedalam cetakan yang sebelumnya sudah diolesi minyak kukus kira-kira selama 25 menit 3. Tambahkan garam pada parutan kelapa , kemudian kukus selama 10 menit lalu angkat 4. Ongol-ongol di potong-potong kemudian di guling-gulingkan ke daam wadah yang berisi taburan parutan kelapa 5. Sajikan.
KUE LABU KUKUS
Cara membuat 1. Kocok telur , gula, dan vaneli hingga mengembang 2. Kecilkan kecepatan mixser masukkan labu kukus halus kocok merata 3. Masukkan maizena an terigu aduk sampai rata 4. Tuang susu dan santan , seteah itu mentega cair aduk merata 5. Tuang dalam Loyang beroes margarine 6. Tabur keju 7. Kukus selama 45 menit sampai matang 8. Selagi menunggu kue labu kukus matang , kita menyiapkan agar-agar buat seperti biasa masak dengan air dan gula sampai mendidih 9. Tunggu hingga adonan agar-agar dingin ,lalu siap dihidangkan
Bahan-bahan 1. 1 gelas santan dan 1 saset susu 2. 2 gelas gula pasir 3. 1 gelas labu kuning kukus yang di haluskan 4. 1 bks tepung maizena 5. 1 gelas tepung terigu 6. 1 pcs vanilla bubuk 7. 3 butir telor 8. 2 sdm mentega cair 9. 1 bungkus agaragar bening
5.
KUE CARAMEL SINGKONG
Cara membuat 1. Gosongkan gula pasir tuang air sedikitsedikit sambil diaduk sampai larut angkat 2. Masukkan singkong , blender , halus tambahkan minyak goring aduk rata 3. Tuang sedikit-sedikitke campuran tepung terigu dan tepung maizena yang sudah diayak dan diaduk perlahan 4. Tambahkan gula pasir sedikit-sedikit sambil dikocok sampai mengembang 5. Tuang kecampuran singkong sedikit-sedikit
Bahan-bahan 1. 1 gelas gula apsir 2. 1 gelas air 3. 5 sdm singkong kukus dihaluskan 4. 2 sdm minyak goring 5. 1 ½ tepung terigu 6. 40 gram tepung maizena 7. 5 kuning telur 8. 5 putih telur 23
9. ¼ sendok the garam 10. ½ sendok soda kue 11. 1 ½ gelas gula pasir
6.
sambil diaduk perlahan 6. Tuang di Loyang langsung panggang 7. Setelah matang di dinginkan lalu di keluarkan
SUMPING LABU Bahan-bahan 1. Labu 1 biji 2. Tepung beras ½ kg 3. Gula pasir ¼ kg 4. Kelapa ½ biji (diparut) 5. Garam secukupnya
Cara membuat 1. Labu diparut, kemudian dicampur secara merata dengan tepung beras dan semua bahan , diuleni sampai adonan sedikit encer 2. Langkah kedua bungkus adonan kemudian kukus 3. Angkat saat air dalam bungkusan kue mulai mongering Cara Membuat : 1. Campur semua bahan menjadi adonan potong tipis –tipis ubi jalarnya 2. Masukkan potongan ubi jalar dalam adonan kemudian digoreng
GORENGAN UBI JALAR
7. Bahan 1. 2. 3. 4.
Ubi jalar Tepung beras ¼ kg Gula pasir ½ glas Garam secukupnya
8.
Cara Membuat : 1. Campur semua bahan menjadi adonan potong tipis –tipis ubi jalarnya 2. Masukkan potongan ubi jalar dalam adonan kemudian digoreng
9.
KUE URAP TIRTIR SINGKONG Bahan-bahan 1. Singkong yang sudah di parut 2. Kelapa 3. Gula merah dihaluskan 4. Daun
KUE SUMPING SINGKONG
10.
Cara membuat 1. Campurkan singkong dan kelapa 2. Bungkus dengan daun lalu di kukus 3. Kue sumping singkong siap disajikan.
Bahan-bahan 1. Singkong yang sudah di parut 2. Kelapa yang sudah di parut 3. Daun
11.
KUE JAMBLENG / KELEPON Bahan : 1. Singkong 2. Kelapa 3. Gula merah 4. Minyak goreng
KUE KESELE/KETELA
12. Bahan: 1. 2. 3. 4. 5.
Cara membuat Singkong diparut , sedikit diperas untuk menguras kadar airnya , campur singkong dengan kelapa parut . Bentuk bola-bola kemudian isi ditengahnya dengan gula-gula merah , kemudian dioreng , angkat , sajikan Cara membuat 1. Campurkan singkong ,kelapa , dan gula merah 2. Bungkus dengan daun lalu di kukus 3. Setelah di kukus , iris, alu taburkan kelapa yang sudah di parut , lalu taburkan gula merah yang sudah di cairkan
Cara Membuat 1. Singkong di parut 2. Campurkan gula merah dengan kelapa yang sudah diparut daun singkong yang sudah di parut 3. Adonan di bulatkan lalu digoreng 4. Kue jambleng / kelepon siap disajikan Cara Membuat 1. Iris kesele / ketela tipis-tipis 2. Buat adonan tepung beras ,campurka sedikit gula pasir ,dan sedikit garam 3. Celupkan irisan kesele/ketela ke dalam adonan tepung beras lalu digoreng 4. Kue kesele / ketela siap disajikan
Kesele/ ketela Tepung beras Gula pasir Garam Minyak goreng
24
13.
KELEPON LABU KUNING
Cara membuat 1. Labu yang sudah di bersihkan dan dipotong –potong dikukus 2. Gula merah di iris halus , kelapa muda diparut 3. Labu yang sudah dikukus , dihaluskan kemudian di campur dengan tepung ketan dan garam secukupnya sampai tercampur rata dan kalis ( tidak lengket di tangan) 4. Ambil adonan kurang lebih 1 sendok makan lalu bulatkan , lubangi sedikit kemudian beri sedikit irisan gula , tutup kembali lakukan sampai adonan habis 5. Didihkan air, lalu masukkan adonan yang telah dibulatkan tadi. Rebus hingga matang dan mengapung di air angkat dan tiriskan 6. Sajikan klepon labu dengan taburan
Bahan-bahan 1. 1 kg labu kuning 2. ½ kg tepung ketan 3. ½ kg gula merah 4. 1 butir kelapa 5. Garam secukupnya
14.
LEPET KETELA RAMBAT Bahan-bahan 1. 1 kg ketela rambat 2. ½ kg tepung kanji 3. ½ kg gula merah 4. 2 butir kelapa 5. Garam secukupnya 6. Daun pisang
Cara membuat 1. Bersihkan ketela rambat dan kupas alu di potong-potong menjadi kecil , kemudian di kukus 2. Kelapa dikupas lalu di parut . Pisahkan menjadi 2 bagian . Satu bagian di buat santan . Sati bagian lagi di campur dengan gula merah yang sudah di iris tipis . Campur sampai rata untuk isian kue 3. Ketela rambat yang sudah matang di tumbuk sampai halus dan kemudian dicampur dengan tepung kanji dan garam secukupnya , campur sampai rata. 4. Masukkan santan sedikit demi sedikit sambil dicampur sampai kalis , siapkan daun masukkan adonan ke dalam daun lalu isi dengan irisan gula merah yang sudah di campur dengan kelapa tadi. Kemudian ditutup dengan adonan lalu dibungkus , kukus sampai matang . Angkat dan sajikan.
15.
OLEN-OLEN KETELA POHON Bahan-bahan 1. 1 kg ketela pohon 2. ¼ kg tepung kanji 3. ½ KG gula merah 4. 1 butir kelapa 5. Garam secukupnya 6. Pewarna makanan
Cara membuat 1. Bersihkan daun kupas ketela pohn lalu di parut 2. Peras ketela yang telah di parut. Air perasan tersebut didiamkan beberapa menit sampai mengendap . Buang airnya sedikit demi sedikit sampai endaan ketela pohon yang seperti tepung terlihat kemudian sisihkan. 3. Kelapa dikupas dan di parut . Gula merah dicairkan 4. Ampas dari perasan ketela pohon ditumbuk sampai halus . Kemudian campurkan dengan endapan tadi, tepung ketan dan garam secukunya , lalu dicampur sampai rata dan lembut. 5. Pisahkan adonan menjadi tiga
25
6.
7.
Bahan Pelecing Jantung Pisang
16. Bahan : 1. 2. 3. 4. 5.
17.
1 jantung pisang sedang 5 biji Lombok besar 10 biji Lombok kecil 2 siung bawang putih Tersai , garam, viksin, gula, jeruk, limo dan minyak goring secukupnya
Pepes Ikan Kembong Bahan : 1. 5 ekor ikan kembong 2. 6 lombok besar 3. 10 lombok kecil 4. Asam , daun pisang secukupnya 5. Kunyit secukupnya 6. Ahe 1 ruas jari 7. Terasi ,garam, viksin , dan gula merah secukupnya
18. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
19.
Cara membuat 1. Ikan dibersihkan lalu di potong-potong menurut selera 2. Semua bumbu di ulek sampai halus lalu dicampur jadi satu sama ikan setelah rata dibungkus dengan daun pisang 3. Siap dipanggang atau direbus 4. Siap dihidangkan
Cara Membuat 1. Semua bumbu diulek sampai halus kecil kecuali daun seledri , bawang perai diiris menurut selera 2. Labu di potong-potong seperti dadu 3. Bumbu yang telah di haluskan ditumis sampai harus . Lalu labu dimasukkan ditambah air untuk kuah dan terakhir dimasukkan daun prtai dan seledri. 4. Sop labu siap dihidangkan.
NASI UBI JALAR
Cara Membuat 1. Cuci beras sampai bersih lalu dikukus 2. Aru beras bersamaan dengan bi jalar 3. Kukus beras dan ubi jalar bersamaan sampai matang 4. Lalu siap disajikan
1.
½ kg beras punel
2.
½ kg ubi jalar
Opor Ayam
Cara Membuat Bumbu halus : Bumbu dihaluskan terlebih lalu digoreng sampai harum masukan serai yang sudah di memarkan , setelah itu masukkan santan tunggu sampai mendidih lalu masukkan ayam yang sudah di suir.
Bahan yang digunakan 1. 2. 3.
Cara Membuat Jantung pisang di bakar /direbus sampai matang. Semua bumbu diulek dihaluskan kecuali jeruk limo diambil airnya Hangatkan minyak goring siramkan ke bumbu yang sdah dihaluskan dan siap di sajikan.
Sup Labu Bahan : ¼ labu sayur /waluh Merica secukupnya 5 siung bawang merah 5 siung bawang putih Seledri secukupnya Daun pree secukupnya Garam, miwin, dan minyak secukupnya
Bahan-bahan :
20.
Tambahkan pewarna makanan yang berbeda-beda sesuai selera Ambil adonan sedikit demi sedikit lalu digulung memanjang menggunakan tangan. Rebus hingga matang dan mengapung dan tiriskan Sajikan oleh-oleh ketela pohon dengan ditaburi kelapa parut dan gula merah yamng sudah di cairkan.
Bawang merah Bawang putih Jahe
26
4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.
Kencur Kunyit Daging ayam Cambah Santan Garam Penyedap rasa Serai Cabe rawit Cabai merah besar Kemiri Terasi GULE IKAN KELAPA MUDA
21.
Cara Membuat: Haluskan semua bumbu terlebih dahulu lalu goring sampai keluar bau harus masukkan air kelapa muda beserta isinya langsung masukkan ikan kakap yang sudah digoreng terebih dahulu tunggu sampai bumbu meresap lalu siap disajikan.
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.
Bahan yang digunakan Bawang merah Bawang putih Jahe Kencur Kunyit Garam Terasi Cabai rawit Cabai merah besar Serai Kemiri Penyedap rasa Kelapa muda Ikan kakap
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
URAB DAUN BELIMBING DAN KACANG MERAH Daun belimbing Kacang merah Bawang putih Kencur Kunyit Lengkuas Jeruk lemo Kelapa parut Penyedap rasa
Cara Membuat Haluskan semua bumbu lalu di goring hingga harum titiskan , lalu didihkan sebentar kelapa yang sudah di parut masukkan sedikit air lalu tiriskan campurkan semua bahan yang sudah matang lalu siap disajikan.
KUE DONAT SINGKONG
Cara Membuat Haluskan singkng yang sudah di kukus sampai benar- benar halus dan campur dengan telur , ferifan, susu , garam, adonkan bahan tadi semua sampai rata. Lalu adonan tadi dibentuk bulat serta buatkan lubang di tegah-tengah. Diamkan kira-kira selama 30 menit .Setelah adonan mengembang lalu di goring sampai berwarna coklat keemasan ,serta hiasi kue dengan mentega dan ceres
22.
23. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
500 gr singkong yang sudah di kukus 100 gr tepung terigu 1 bungkus fermifan 40 gr susu fullcream 1 butir telur Air , garam, mentega secukupnya Ceres (bahan hiasan)
27
KUE APEM KENTANG PEPAYA
24. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
25.
Bahan : 300 gr kentang dikukus 150 gr terigu 250 gr gula pasir 2 butir telur 800 ml santan ½ sdt vanili 200 gr margarine yang sudah encer Sehelai papaya Garam secukupnya
KUE MAGASARI PEPAYA 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Cara Membuat Kocok telur , gula, vanili ,garam sampai tercampur rata kira-kira 15 menit . Masukkan kentang yang sudah dikukus dan yang sudah dihaluskan sambil diaduk sampai rata . Masukan tepung terigu sedikit demi sedikit kedalam adonan kentang aduk lagi sampai rata lalu siapkan alat cetakan dan tuangkan adonan secukupnya kedalam cetakan yang sudah diolesi mentega tambahkan sehelai papaya yang sudah diparut diatasnya lalu di kukus. Cara Membuat Campurkan gula, tepung beras , garam sedikit dan santan yang sudah direbus. Adonkan sampai lembut , masukkan parutan papaya lalu campur sampai rata bungkus adonan kue dengan daun pisang lalu dikukus sampai matang kira-kira 45 menit , siap untuk disajkan.
Bahan : 500 gr papaya diparut 250 gr tepung beras 3 gelas santan yang sudah direbus 400 gr gula pasir Garam secukupnya Daun pisang
Ibu-ibu PKK di Desa Pemuteran merasa sangat senang mendapatkan ceramah dan pelatihan tentang kuliner. Karena kegiatan ini tidak saja
memeperluas luas
wawasannya tentang kuliner, tetapi juga telah mengembangkan keterampilan dalam memanfaatkan berbagai potensi lokal untuk pemertahanan pangan dalam bentuk olahan yang sangat bervariasi. Di samping itu kegiatan ini juga memeberikan kontribusi bagi peningkatan kehidupan ekonomi keluarga, paling tidak mengurangi beban ekonomi keluarga. Karena produk dari kegiatan ini seperti gule ikan kelapa muda, pelecing jantung pisang, sup labu, kelepon labu kuning, kelepet ketela rambat, singkong roda pelangi, ongol-ongol labu kuning, bolu kukus ketela, karambel singkong, bronis labu, dan donat singkong. merupakan makanan-makanan yang bahannya mudah didapat dan sangat disukai oleh anggota keluarga., terutama bagi anak-anak dan remaja. Di samping itu keterampilan yang diperoleh juga akan dapat dikontribusikan secara tidak langsung untuk meningkatkan kehidupan ekonomi, gizi dan kesehatan keluarga. Karena produk yang dihasilakan terbuat dari bahan-bahan dan alat-alat yang memenuhi standar gizi dan kesehatan. Keunggulan lainnya dari produk ini adalah berbasis produk lokal/ekologis, karena bahan yang digunakan sesuai dengan potensi lokal baik yang berasal dari lingkungan pesisir ( ikan) maupun yang berasal dari hasil perkebunan setempat ( ketela 28
pohon). Dalam kontek ekonomi dalam kegiatan ini juga disinggung pentingnya pengembangan ekonomi keluarga, manejeman keungan dan kelembagaan simpan pinjam. Hal ini sangat diperlukan dalam kaitannya dengan keberadaan Desa Pemuteran sebagai Desa yang mengembangkan Pariwisata Berkelanjutan. Kegiatan ini mendapatkan sambutan yang antusias hal ini dapat dilihat dari kehadiran sebagian besar undangan dan semangat peserta dalam mengikuti program ini. Sambutan yang positif juga dapat dilihat dari
keberlangsungan kegiatan ini yang
sangat semarak dan penuh dengan nuansa kekeluargaan diantara anggota masyarakat yang memiliki perbedaan etnik dan kultural. Hal ini dapat dilihat dari adanya kerjasama dan saling tukar pengelaman dalam memasak serta saling mencicipi/merasakan produk masakan masing-masing. Hal semacam ini penting untuk terus dikembangkan. Karena arena-arena semacam ini tidak saja dapat dijadikan sebagai ruang pengembangan ketahanan pangan dan kehidupan ekonomi keluarga/ masyarakat, tetapi juga dapat menjadi ruang dialog dalam memperkuat rasa persaudaraan, kekeluargaan dan integrasi masyarakat setempat. Dengan kata lain arena semacam ini dapat dijadikan ajang peredam konflik dan penguatan integrasi masyarakat multikultur. Hal ini juga diakui oleh Bapak Kepala Desa Pemuteran. Sehubungan dengan hal itulah maka diharapkan kegiatan semacam ini terus berlanjut.
4.3. Ceramah tentang Organisasi, Kepariwisataan dan Pelestarian Lingkungan Kegiatan ini berlangsung selama dua hari yaitu pada tanggal 1-2 Juni 2015 di balai desa setempat. Peserta kegiatan ini sejumlah 30 orang yang merupakan anggota Karang Taruan dan Seke Teruna Teruni Desa Pemuteran, sebagaimana terlihat dalam table 4.4 berikut: 4.4 Tabel Anggota Teruna Teruni dan Karang Taruna
No.
Nama
No.
Nama
1.
I Pt Miday Suantara
16. Kd Surantini
2.
I Kd Arsana Putra
17. Kd Septani Dewi
3.
Gd Riki Mainaki
18. Kd Sriastuti
4.
Pt Suastana
19. Kd Dwi
5.
Komang Yasa
20. Agus Plengos
29
6.
Km Budayasa
21. Pt Edi Sumanara
7.
Ni Kt Lina Astutui
22. Eka Ermawan
8.
I Kd Sukanata
23. Ngr Darmin
9.
Ni Kd Rika Dwiyani
24. Md Astawa
10. Kd Sutiawan
25. Kt Suar
11. I Kd Sudar
26. Kd Arini
12. Agus Tirta
27. Km Suartini
13. I Kd Suartawan
28. Nova Antara
14. Nova Wardana
29. Pt Sunarda
15. Astuti
30. Suandeni
16. Kd Arminui
31.
Kegiatan ini berlangsung dalam suasana kekeluargaan dan penuh canda diantara anggota. Kondisi semacam ini membuat kegiatan tidak terasa melelahkan namun tidak keluar dari tuijuan utama program ini untuk memingkatkan wawasan keorganisasian, kepariwisataan dan pelestarian lingkungan. Dalam dialog terungkap beberapa pertanyaan menarik baik dalam kaitannya dengan kepariwisataan maupun yang terkait dengan organisasi, lingkungan dan sosiokultural masyarakat setempat. Dalam kesempatan itu juga disinggung tentang pentingnya mengembangkan toleransi antar anggota masyarakat berbasis sosiokultural masyarakat setempat. Hal itu sangat penting guna mengindari konflik dan sekaligus memperkuat integrasi dan keharmonisan kehidupan masyarakat. Upaya semacam ini penting dilakukan pada setiap insane masyarakat desa, khususnya pada generasai muda. Karena masa depan masyarakat sangat tergantung pada sikap mental dari generasi muda setempat. Peserta sangat merasakan kebermanfaatan pengembangan wawasan semacam ini, sehubungan dengan hal itu p-eserta kegiatan ini mengucapkan terima kasih dan berharap agar kegiatan serupa terus dilaksanakan.
30
BAB V PENUTUP
5.1 Simpulan Berdasarkan atas hasil dan pembahasan di atas maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Kegiatan P2M desa binaan dapat meningkatkan pengetahuan aparat desa dalam mengembangkan kolaborasi dengan kelompok masyarakat lainnya seperti masyarakat politik, ekonomi dan sipil. 2. Kegiatan P2M desa binaan
dapat meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan Ibu-Ibu PKK dalam pengembangan kuliner dan menejeman keuangan/simpan pinjam. 3. Kegiatan P2M desa binaan dapat meningkatkan wawasan pemuda pemudi dalam pengembangan organisasi, Kepariwisatan dan pelestarian lingkungan 5.2. Saran 1. Aparat desa perlu terus meningkatkan wawasannya melalui keterlibatan dalam berbagai acara pembinaan yang terkait dengan tugas-tugas yang diemban. 2. Ibu-ibu PKK desa Pemuteran diharapkan terus meningkatkan wawasannya dalam pengembangan kuliner bnerbasis potensi lokal 3. Teruna-teruni
Desa Pemuteran perlu terus mengembangkan wawsan
keorganisasian, kepariwisataan dan pelestarian lingkungan 4. Perlu adanya keterlibatan berbagai pihak seperti masyarakat politik, ekonomi dan sipil dalam mengembangkan wawasan masyarakat dalam berbagai dimensi kehidupannya. 5. Perguruan tinggi diharapkan agar terus secara berkelanjutan melaksanakan pembinaan 6. Pemerintah perlu memperhatikan potensi lokal, baik sumber daya alamnya, ekonomi, dan manusia, maupun sosiokulturalnya..
31
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Taufik, l979, Tesis Weber dan Islam di Indonesia, dalam Taufik Abdullah (ed), Agama, Etos Kerja dan Perkembangan Ekonomi, Halaman 1 39,Jakarta: LP3ES. Agger,Ben,2005, Teori Sosial Kritis, Yogyakarta: Kreasi Wacana. Alatas,1988,Mitos Pribumi Malas,Jakarta: LP3ES. Andreski, Stanislav, 1989, Max Weber: Kapitalisme, Birokrasi dan Agama, Yogyakarta: Tiara wacana. Asmawi, l986, Sosialisasi Anak Nelayan Studi Tentang Pengasuhan Anak dan Pewarisan Budaya di Pulau Kodingareng, dalam Lontara, No. 31/86, Ujung Pandang : Universitas Hasanuddin. Astika, Ketut Sudana, dkk., l986, Peranan Banjar Pada Masyarakat Bali, Jakarta: Depdikbud. ______________, l988, Sistem Ekonomi Tradisional Sebagai Perwujudan Tanggapan Masyarakat Terhadap Lingkungannya, Denpasar: Depdikbud. ______________, 1994, Dinamika Kelembagaan Seka dalam Kehidupan Masyarakat Bali. Ardika, I Wayan, Laut dan Orientasi Dalam Kebudayaan Bali, Makalah, Denpasar: Universitas Udayana. Arif, Sritua, dan Adi Sasono, 1981,Indonesia: Ketergantungan dan Keterbelakangan, Jakarta: Lembaga Studi Pembangunan. _______________, l981a, Ketergantungan dan Keterbelakangan, Jakarta: Sinar Harapan. Atmadja, Nengah Bawa, l988, Dana dan Bhakti Sebagai Konsep Manunggaling Kaula Gusti Dalam Perspektif Sejarah Bali, (Makalah), Singaraja: Universitas Panji Sakti. ______________, 1998, Komunitas Pantai Dalam Perspektif Sosiokultural, Makalah Seminar Nasional, Denpasar: Fakultas Sastra Universitas Udayana. ______________, 2006, Bali Pada Era Globalisasi, Singaraja: IKIP N Singaraja ______________, 2006, Pemulihan Krisis Kebangsaan dan Multikulturalisme dalam Perspektif Kajian Budaya, makalah, Singaraja: Undiksha. Badaruddin, 2005, Modal Sosial (Sosial Capital) dan Pemberdayaan Komunitas Nelayan, dalam Isu-isu Kelautan Dari Kemiskinan Hingga Bajak Laut, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Bagus, I Gusti Ngurah, 1981, Ikhitisar Etnografi Bali Utara, (Sebuah Laporan Penelitian), Denpasar: Jurusan Antropologi, Faksas, Universitas Udayana. ______________, 1998, Di Tengah Pergulatan Mencapai Keunggulan, , Makalah Arahan dalam Seminar Kebaharian Nasdional, Denpasara : Universitas Udayana. ______________, 1999, Mengoptimalkan sasaran Potensi Kelautan Sebagai Isu Pasca Pemilu 1999, Makalah, Denpasar: Universitas Udayana. Barker,Chris,2005, Cultural Studies, Teori dan Praktik, Yogyakarta: Bentang Baudrillard, Jean,2000, Berahi, Yogyakarta: Bentang.
32
BaumGarther,M.P, l994, Sosial Control From Bellow, dalam Donald Black (ed), Toward a General Theory of Sosial Control, Halaman 303-339, Orlando: Academic. Beilharz, Peter,2002,Teori-teori Sosial,Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Bell, Daniel, l984, Masyarakat Post-Industri Mendatang: Suatu Upaya Ke Arah Peramalan Sosial, dalam Margaret M. Poloma (ed), Sosiologi Kontenporer, Halaman 380-402,Jakarta: Rajawali. Bellamy, Richard, 1990, Teori Sosial Modern Perspektif Itali, Jakarta: LP3ES. Blumer, Herbert, l984, Interaksionis Simbolis Perspektif: Manusia dan Makna, dalam Margaret M Poloma (ed), Sosiologi Kontemporer,Halaman 259-282, Jakarta: Rajawali. Boeke, J. H., D.H. Burger, l973, Ekonomi Dualistis Dialog Antara Boeke dan Burger,Jakarta: Bhratara. Boeke, J.H.,l983,Prakapitalisme Di Asia, Jakarta: Sinar Harapan. Boelaars, Y, l984, Kepribadian Indonesia Modern, Suatu Penelitian antropologi Budaya, Jakarta: Gramedia. Brannen, Julia,l997,Memadu Metode Penelitian, Kualitatif & Kuantitatif, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Budiman, Arief,l996, Teori Pembangunan Dunia Ketiga, Jakarta: Gramedia. Budiman, Hikmat, l997, Pembunuhan Yang Selalu Gagal Modernisme dan Krisis Rasionalitas Menurut Daniel Bell,Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Campbell, Tom, l994, Tujuh Teori Sosial, Sketsa, Penilaian, Perbandingan, Yogyakarta: Kanisius. Capra, Fritjoe, l997, Titik Balik Perdaban Sains Masyarakat dan Kebangkitan Kebudayaan, Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya. Chambers, Robert, l993, Pembangunan Desa Mulai Dari Belakang, Jakarta: LP3ES. Chresty, F.T., J.R, l987, Hak Penggunaan Wilayah pada Perikanan Laut: Definisi dan Kondisi, dalam Firial Marahudun dan Ian R. Smith (ed), Ekonomi Perikanan Dari Pengelolaan Ke Permasalahan Praktis, Halaman 141-163,Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Cristomy, T dan Untung Yuwono, 2004, Semiotika Budaya (ed), Jakarta: UI Collier, William L, l987, Budidaya Ikan dan Perikanan Rakyat, dalam Firial Marahudin dan Ian R. Smith (ed), Ekonomi Perikanan Dari Pengelolaan Ke Permasalahan Praktis, Halaman 281-307Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Craib, Ian, l984, Teori-Teori Sosial Modern Dari Parsons Sampai Habermas, Jakarta: Rajawali. Crutchfield, James A., l987, Implikasi Ekonomi dan Sosial dari Beberapa Alternatif Kebijaksanaan Utama untuk Pengawasan Penangkapan Ikan, dalam Firial Marahudin dan Ian R. Smith (ed), Ekonomi Perikanan Dari Pengelolaan ke Permasalahan Praktis, Halaman 3-25,Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Dahrendorf, Ralf, l984, Strukturalisme Konflik: Suatu Usul Bagi Penjelasan Struktur Sosial, dalam Margaret M. Poloma (ed), Sosiologi Kontemporer,Halaman 130-145, Jakarta: Rajawali. _____________, l986, Konflik dan Konflik dalam Masyarakat Industri, Jakarta: Rajawali.
33
Danandjaja, James l980, Kebudayaan Petani Desa Trunyan di Bali, Jakarta: Pustaka Jaya. Depdikbud, l977, Adat Istiadat Daerah Bali,Jakarta: Depdikbud. Dietz,Ton, 1998, Hak Atas Sumber Daya Alam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Djalal,Abdoel, l992, Prospek dan Kendala Industri Pengolaan Ikan Tradisional di Pantai Utara Jawa, dalam Andal No.13/92,Jakarta: SKREEP. Dove, Michael R, l985, Pendahuluan, dalam Michael R. Dove (ed), Peranan Kebudayaan Tradisional Indonesia, Halaman xv, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. ______________, l994, Kata Pengantar, dalam Paulus Florus (ed), Kebudayaan Dayak Aktualisasi dan Transformasi,Halaman xxiii - xiii, Jakarta: Grasindo. Eko, Sutoro, 2004, Modal Sosial, Desentralisasi dan Demokrasi Lokal, dalam Jurnal Analisis CSIS, Vol.33,No.3, Sept 2004, Jakarta: CSIS Etzioni, Amitai, 1985, Organisasi-Organisasi Modern, Jakarta: Universitas Indonesia. Fakih,Mansour,2003,Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi,Yogyakarta: Imssit Press Foucault, Michel, l997, Disiplin Tubuh, Bengkel Individu Moder,Yogyakarta: LKiS. ______________,1997, Seks dan Kekuasaan, Jakarta: Gramedia. Fukuyama, 2005, Guncangan Besar Kodrat Manusia dan tata Sosial Baru, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Gandhi, Leela, 2006, Teori Poskolonial Upaya Meruntuhkan Hegemoni Barat, Yogyakarta: Qalam Gautama, Yaury, dan Putra Titan El, 1999, Melawan Dominasi, Sketsa Perlawanan Nelayan Cilacap 1998, dalam Jurnal Ilmu Sosial transformatif Wacana Edisi 4 Tahun 1999, Yogyakarta: INSIST. Geertz, C, l976, Involusi Pertanian Proses Perubahan Ekologi di Indonesia, Jakarta: Bhratara. Geertz, H,l98l, Aneka Budaya Dan Komunitas Di Indonesia, Jakarta: YIIS-FIS UI. Gellner, Ernest, l995, Membangun Masyarakat Sipil Prasyarat Menuju Kebebasan, Bandung: MIZAN. Gidden, Anthony, l985, Kapitalisme dan Teori Sosial Modern, Jakarta: Universitas Indonesia. ______________, 2003, Masyarakat Post-Tradisional (Penterjemah: Ali Noer Zaman), Yogyakarta: IRCiSod. ______________, 2005, Konskuensi-Konskuensi Modernitas, (Penterjemah: Nurhadi), Yogyakarta: Kreasi Wacana Glaser,Barney dan Anselm L. Strauss, l985, Penemuan Teori Grounded, Beberapa Strategi Penelitian Kualitatif, Surabaya: Usaha Nasional. Griya, Wayan, l976, Desa Sanur dan Pariwisata ( Skrepsi Sarjana pada Jurusan Antropologi - UI). Habermas, Jurgen, l990, Ilmu dan Teknologi Sebagai Idiologi, Jakarta: LP3ES. Hardiman, Farancisco Budi, l990, Kritik Idiologi Pertautan Pengetahuan dan Kepentingan, Yogyakarta: Kanisius. Hardiman, Francisco Budi, 1990, Kritik Ideologi Pertautan Pengetahuan dan Kepentingan, Yogyakarta: Kanisius. ______________, 1996, Menuju Masyarakat Komunikatif, Ilmu, Masyarakat, Politik dan Postmodernisme menurut Jurgen Habermas, Yogyakarta: Kanisius.
34
Hasbullah, Jousairi,2006, Sosial Capital, Menuju Keunggulan Budaya Manusia Indonesia, Jakarta: MR-United Press. Hermawanti dan Hesti Rinandari, 2002, Penguatan dan Pengembangan Modal Sosial Masyarakat Ada, dalam Copyright @ 2003 Institute For Research and Empowerment. Hoorwittz, Allan V, l994, Therafy and Sosial Solidarity, dalam Donald Black (ed), Toward a General Theory of Sosial Control, Halaman 340-388 Orlando: Academik. Kaplan, David, dan Albert A. Manners1999, Teori Budaya, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Khanizar, 2010, Membaca Seni Pertunjukan Wacana Teks Hingga Pembingkaian Kesadaran Budaya, dlm Jurnal Kajian Budaya, No.14, 2010. Denpasar: UNUD Kleden, Ignas, 2006, Cultural Studies dan Masalah Kebudayaan di Indonesia, Makalah¸ Denpasar: UNUD Koentjaraningrat, l986, Asas-Asas Ritu, Upacara, dan Religi, dalam Koentjaraningrat (ed), Ritus Peralihan di Indonesia, Halaman 11-48,Jakarta: Balai Pustaka. Korten, David C., l993, Menuju Abad Ke 21: Tindakan Sukarela dan Agenda Global,Jakarta: Sinar Harapan. Kratz, Ulrich, l974, Bahasa, Komunikasi dan Kontrol Sosial, dalam Prisma, No.3/74, Jakarta: LP3ES. Krisnu, Tjokerda Raka, l991, Upacara nangluk Merana, Denpasar: Depag. Kuntowijoyo, l987, Budaya dan Masyarakat, Yogyakarta: Tiara Wacana. _______________, l993, Radikalisasi Petani, Yogyakarta: Bentang. Kusnadi, l997, Diversifikasi Pekerjaan di Kalangan Nelayan, dalam Prisma, No.7/97, Jakarta: LP3ES. ______________, 1999, Redifinisi Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Laut Di Perairan Selat Madura, Perspektif dari Situbondo, Jawa Timur, Makalah, Denpasar: Universitas Udayana. ______________, 2002, Konflik Sosial Nelayan Kemiskinan dan Perubahan Sumber daya perikanan , Yogyakarta: LKiS ______________, 2003, Akar Kemiskinan Nelayan, Yogyakarta: LKiS. Kusumaatmadja, Sarwono, 2000, Wisata Bahari Sebagai Andalan Pembangunan Nasional, Makalah , Denpasar: Universitas Udayana. Lawson, Rowena, l987, Ketidak sesuaian dan Pertentangan pada Perencanaan perikanan di Asia Tenggara, dalam Firial Marahudin dan Ian R Smith (ed), Ekonomi Perikanan dari Pengelolaan ke Permasalahan Praktis, Halaman 215-252, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Legg, Keith R., l983, Tuan, Hamba dan Politisi, Jakarta: Sinar Harapan. Loomba, Ania,2000, Kolonialisme/Pancakolonialisme,Yogyakarta: Bentang Lombard, Denys, l996, Nusa Jawa: Silang Budaya Warisan Kerajaan-Kerajaan Konsentris, Jakarta: Gramedia. Lury, Celia, l998, Budaya Konsumen, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Macdonell,2005, Teori-teori Diskursus,Kematian Strukturalisme & Kelahiran Posstrukturalisme Dari Althusser hingga Foucault, Jakarta: Teraju Malinowski, Bronislaw, l988, Tertib Hukum dalam Masyarakat Terasing, Jakarta: Erlangga.
35
Mallinckrodt, J., l974, Gerakan Nyuli di Kalangan Suku Dayak Lawangan, Jakarta: Bhratara. Mariyah, Emiliana, 2006, Kekinian Kajian Budaya di Bali, dalam Jurnal Kajian Budaya Volume 3 No.6 Juli 2006, Denpasar: Kajian Budaya Marr, John C., l987, Sumber Daya Perikanan Laut dan Perikanan di Asia Tenggara, dalam Firial Marahudin dan Ian R Smith (ed), Ekonomi Perikanan dari Pengelolaan ke Permasalahan Praktis,Halaman 167214,Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Marten, Gerald G., dkk., l987, Evaluasi Kerjasama Internasional dengan Cara Analisis Tujuan: Studi Kasus Mengenai Perikanan Tuna di Laut Banda, dalam Firial Marahudin dan Ian R Smith (ed), Ekonomi Perikanan dari Pengelolan ke Permasalahan Praktis,Halaman 308-337, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Mariyah, Emiliana, 2006, Kajian Budaya, Local Genius dan Pemberdayaan Masyarakat, Pidato, Denpasar: UNUD. Mauss, Marcel, l992, Pemberian Bentuk dan Fungsi di Masyarakat Kuno, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. McKean, Philip Frick, l975, Pengaruh-Pengaruh Asing Terhadap Kebudayaan Bali: Hubungan Hippies dan Pemuda Internasional dengan Masyarakat Bali Masa Kini, dalam I Gusti Ngurah Bagus (ed), Bali dalam Sentuhan Pariwisata, Denpasar: UNUD. Miles, Matthew B. Dan A. Michael Huberman, l992, Analisis Data Kualitatif, Jakarta: Universitas Indonesia. Moleong, Lexy, l989, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remadja Karja. Mubyarto, Loekman Soetrisno, dan Michael Dove, l984, Nelayan dan Kemiskinan Studi Ekonomi Antropologi di Dua Desa Pantai, Jakarta: Rajawali. Mudana, I Wayan,.1998, Terhimpit Dibalik Lipatan Dolar ( Kajian Antropologi Terhadap Kehidupan Nelayan Pada Kawasan Pemukiman Wisata di Pantai Bali Utara), Singaraja: STKIP. ______________, 2001, Kredit Sosial dan Kredit Ekonomi pada Masyarakat Nelayan di Desa Kubutambahan, Tesis S2 Kajian Budaya, Denpasar: UNUD ______________, 2003, Kekuatan Religius Magis Dalam Proses Eksploitasi Sumber Daya Kelautan Pada Masyarakat Nelayan di Bali Utara, Singaraja: IKIP Negeri Singaraja. Panayotou, Theodore, l987, Kondisi Ekonomi dan Prospek Nelayan Kecil di Muangthai, dalam Firial Marahudin dan Ian R. Smith (ed), Ekonomi Perikanan dari Pengelolaan ke permasalahan Praktis, Halaman 268-280,Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Pitana, l998, Transformasi Desa Adat, Makalah , Singaraja: STIE. Pilliang, Yasraf Amir, 1998, Dunia Yang Dilipat Realitas kebudayaan Menjelang Milenium Ketiga dan Matinya Posmodernisme, Bandung: Mizan. ______________, 1999, Hiper-Realitas Kebudayaan, Yogyakarta: LKiS. ______________, 2006, “Cultural Studies” dan Posmodernisme: Isyu,Teori, dan Metode, dalam Jurnal Kajian Budaya Volume 3 No.6 Juli 2006, Denpasar: Kajian Budaya Poerwanto, Hari,2000. Kebudayaan dan Lingkungan, Yogyakarta:Pustaka Pelajar Popkin, Samuel, 1989, Memahami Petani Secara Rasional, dalam Prisma No.9/1989, Jakarta: LP3ES.
36
Polanyi, Karl, l988, Perkembangangan Ekonomi Pasar, dalam Hans-Dieter Evers (ed), Teori Masyarakat, Proses Peradaban dalam Sistem Dunia Modern,Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Pollnac, Richard, l985, Karakteristik Sosial Budaya dalam Pengembangan Perikanan Bersekala Kecil, dalam Michael M. Cernea (ed), Mengutamakan Manusia di Dalam Pembangunan Variabel-Variabel Sosiologi di Dalam Pembangunan Pedesaan, Halaman 234-284, Jakarta: Universitas Indonesia. Rachbini, Didik J., l990, Petani, Pertanian Subsisten dan Kelembagaan Tradisional Suatu Tinjauan Teoritis, dalam Prisma No. 2/90, Jakarta: LP3ES. Rahardjo, Dawam, 2003, Pemahaman dan Pemberdayaan Masyarakat Madani,http://www.kongresbud.budpar.go.id/dawam-rahardjo.htm. _______________,2002, Puasa Sumber Reproduksi Modal Sosial, dalam design By KCM Copyright, Harian Kompas. Ratna,Kutha Nyoman, 2006, Metodologi Kajian Budaya, dalam Jurnal Kajian Budaya Volume 3 No.6 Juli 2006, Denpasar: Kajian Budaya. _______________,2006, Kolonialisme, Orientalisme, dan Postkolonialisme, Makalah, Denpasar: Fakultas Sasatra UNUD Redfield, Robert, l982, Masyarakat Petani dan Kebudayaan, Jakarta: Rajawali. Ritzer, George, 2003, Teori Sosial Postmodern,YogyakartaKreasi Wacana. Ruhulessin, Hermanus, l992, Efektivitas Hukum Sasi dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam di Maluku, dalam Jurnal Andal, No.13/92,Jakarta: SKREPP. Safa’at, Rachmat, l992, Perlindungan Hukum Hak Adat Kelautan ( Studi Kasus Desa Nelayan Kedung Cowek Jatim) , dalam Jurnal Andal No. 13/92,Jakarta: SKREPP. Said, Edward d, 1985, Orientalisme,Bandung: Pustaka. ______________,1995, Kebudayaan dan Kekuasaan, Membongkar Mitos Hegemoni Barat, Bandung: Mizan. ______________,2003,Kekuasaan,Politik dan Kebudayaan,Promethea. Salim, Emil, l983, Manusia dan Lingkungan Hidup, dalam M. Soerjani dan Bahrin Samad (ed), Manusia dalam Keserasian Lingkungan, Jakarta: Universitas Indonesia. Sanderson, Stephen K., l993, Sosiologi Makro, Jakarta: Rajawali. Scott, James C., l98l, Moral Ekonomi Petani Pergolakan dan Subsistensi di Asia Tenggara,Jakarta: LP3ES. Scott, Anthony, l987, Pengembangan Teori Ekonomi tentang Pengaturan Perikanan, dalam Firial Marahudin dan Ian R. Smith (ed), Ekonomi Perikanan dari Pengelolaan ke Permasalahan Praktis,Halaman 26-80,Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Sembiring, Sudarman, l993, Orang Laut di Wilayah Kepulauan Riau-Lingga, dalam Koentjaraningrat (ed), Masyarakat Terasing di Indonesia, Halaman 322-343, Jakarta: Gramedia. Shiva, Vandana, 1997, Bebas dari Pembangunan, Perempuan, Ekologi, dan Perjuangan Hidup di India, jakarta: yayasan Obor Indonesia. Siregar, Ashadi, 1997, Budaya Massa , dalam Ecstasy Gaya Hidup, Idi Subandy Ibrahim (ed), Bandung: Mizan. Smith, Ian R., l987, Peningkatan Pendapatan Perikanan pada Sumber Daya yang Sudah Lebih Lengkap, dalam Firial Marahudin dan Ian R. Smith (ed),
37
EkonomimPerikanan dari Pengelolaan ke Permasalahan Praktis, Halaman 252-267, Jakarta: Yayasan Obor Indonesoia. Sparadley, J.P., l972, Culture and Cognition Rules, Maps, and Plants.San Francisco: Chandler Publishing Company. Stokes, Robert L., l987, Pembatasan Upaya Penangkapan Ikan, dalam Firial Marahudin dan Ian R. Smith (ed), Ekonomi Perikanan dari Pengelolaan ke Permasalahan Praktis,Halaman 11-140, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Subayo, Wisnu, l997, Budaya Kerja Nelayan Indonesia di Jawa Timur, Kasus Desa Nelayan Jatirejo, Kecamatan Lekok, Kabupaten Pasuruan, Jakarta: Depdikbud. Sudharta, Tjok Rai, l993, Manusia Hindu Dari Kandungan Sampai Perkawinan, Jakarta: Yayasan Dharma Naradha. Sudrajat, Ajat, l994, Etika Protestan dan Kapitalisme Barat Relevansinya dengan Islam Indonesia, Jakarta: Bumi Aksara. Sugesti, D.A.A, l990, Dampak Modernisasi Perikanan Pada Masyarakat nelayan Desa Kedungrejo Banyuwangi,Skrepsi Sarjana Fakultas Sastra Universitas Udayanan, Denpasar. Sugiono, Muhadi, 1999, Kritik Antonio Grmsci Terhadap Pembangunan Dunia Ketiga, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Sukadana, A Adi, l983, Antropologi-Ekologi, Surabaya:Airlangga. Suparlan, Parsudi, l983, Kata Pengantar, dalam C.geertz, Abangan, Santri, Priyayi dalam Masyarakat Jawa, Jakarta: Pustaka Jaya. ______________, l992, Kata Pengantar, dalam Marcel Mauss, Pemberian Bentuk dan Fungsi Pertukaran di Masyarakat Kuno,Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Sutrisno dan Hendar Putranto, 2004, Hermeneutika Pascakolonial Soal Identitas, Yogyakarta; Kanisius Sutriawan,Komang Ria, 2010. Refleksi Pemikiran Postrukturalisme dan Posmodernisme dalam Diskursus Kajian Budaya, dalam Jurnal Kajian Budaya. No.13, 2010. Denpasar: UNUD. Suwena, Inyoman, l993, Pengaruh Modernisasi Perikanan terhadap Perkembangan Kehidupan NelayanTradisional Desa Kuta (l969-l990),Skrepsi Sarjana Fakultas Sastra Universitas Udayana, Denpasar. Tuanaya, A. Malik M, l984, Kehidupan Sosial Ekonomi Muge Eungkot di Aceh Utara dan Aceh Tengah , Banda Aceh: Darussalam. Tule, Philipus, 1999, Perilaku Nelayan NTT dan Pelestarian Kawasan Lautnya, Sebuah Tinjauan Antropo-Teologis, Makalah, Denpasar: Unversitas Udayana. Ufford, Philip Quarles, l988, Kebijakan untuk Mandiri di Dalam Greja Jawa, dalam Philip Quarles van Ufford (ed), Kepemimpinan Lokal dan Implementasi Program,Halaman 54-78, Jakarta: Gramedia. Wahyuningsih, l997, Budaya Kerja Nelayan Indonesia di Jawa Tengah, Jakarta: Depdikbud. Weber, Max, l979, Sekte-sekte Protestan dan Semangat Kapitalisme, dalam Taufik Abdullah (ed), Agama, Etos Kerja dan Perkembangan Ekonomi, Halaman 41-78, Jakarta: LP3ES.
38
Widiarsono, l993, Teknologi dan Sains, Sebagai Ideologi, dalam Diskursus Kemasyarakatan dan Kemanusiaan, Jakarta: Gramedia.
39
Lokasi Daerah Sasaran Kegiatan P2M ini dilaksanakan bagi guru-guru SD, Generasi Muda dan ibu-ibu PKK di Desa Pemuteran sebagaimana tampak pada gambar berikut. Gambar 4.1 Peta Desa Pemuteran
(Sumber: Mudana, 2012)
40
Lampiran Foto Kegitan P2M Gambar 1 Pembukaan P2M Desa Binaan Berbasis Kearifan Lokal di Desa Pemuteran
41
42
43
44
45