DAMPAK PROGRAM SISTEM INTEGRASI TANAMAN-TERNAK TERHADAP ALOKASI WAKTU KERJA, PENDAPATAN DAN PENGELUARAN RUMAHTANGGA PETANI
DISERTASI
ATIEN PRIYANTI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
ABSTRACT ATIEN PRIYANTI. Impact of Crop Livestock System Program on the Allocation of Working Time, Income and Expenditures of Household Farmers. BONAR M. SINAGA as Chairman, YUSMAN SYAUKAT and SRI UTAMI KUNTJORO as Members of the Advisory Committee. Integrated crop livestock system program with special reference to rice field and beef cattle is a potential alternative to support the development of agriculture sector in Indonesia. The implementation on this integrated program was to enhance rice production and productivity through a system involving beef cattle with its goal on increasing farmers’ income. The impact of integrated crop livestock systems program to household economy farmers was studied in order to identify factors that tend to affect farmer’s decision into adoption of the crop livestock system program. The study also analyze factors influencing behavior of farmer’s decision-making along with its interrelation between decisions as well as with the impact of changes due to the internal and external policy options. Five districts in the province of DIY, Central Java and East Java were purposively used in the study with 274 farmers divided into two groups, farmers involved in the program and farmers does not include in the program. Logistics binary regression was used to analyze farmer’s decision of the adoption integrated program. Simultaneous equations model with 2SLS method was used to estimate the parameter, followed by the non-linear simulation analysis. The results show that beef cattle farming is tend to influence farmer’s decision to adopt the program along with the involvement of farmer’s organization. Results on the simulation show that a combination of a 10 percent increase on outputs price and production inputs price will increase most of the economy activity of the household farmer’s integrated program, hence will increase total household income. In general, farmers of non integrated program perform less than that of integrated farmers on working time allocation, income contribution and expenditures allocation. The conclusion of the study is the need for policy option on the regulation of output price combine with input price to increase farmers’income, in which household farmers behavior is more responsive to output price compare to the input price. Key words: Household economics, crop livestock systems, working time, income, expenditures
ABSTRAK ATIEN PRIYANTI. Dampak Program Sistem Integrasi Tanaman-Ternak terhadap Alokasi Waktu Kerja, Pendapatan dan Pengeluaran Rumahtangga Petani. BONAR M. SINAGA, sebagai Ketua, YUSMAN SYAUKAT dan SRI UTAMI KUNTJORO sebagai Anggota Komisi Pembimbing. Program sistem integrasi tanaman-ternak merupakan salah satu alternatif yang potensial dalam mendukung pembangunan pertanian di Indonesia. Program ini bertujuan untuk meningkatkan produktivitas dan produksi tanaman pangan (beras) nasional yang terintegrasi dengan usahaternak sapi potong serta dapat meningkatkan pendapatan petani. Suatu penelitian telah dilakukan yang bertujuan untuk mengetahui dampak ekonomi dari keluarga petani yang menerapkan program sistem integrasi tanaman ternak serta faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani dalam menerapkan program tersebut. Penelitian ini juga menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku ekonomi rumahtangga petani dan keterkaitan antar keputusan serta dampak perubahan faktor internal dan eksternal terhadap ekonomi rumahtangga petani pada sistem integrasi tanaman-ternak. Penelitian dilakukan di lima kabupaten, yakni Sleman dan Bantul, DIY; Sragen dan Grobogan, Jawa Tengah, serta Bojonegoro di Jawa Timur, terhadap 274 petani yang terbagi menjadi petani peserta program integrasi dan petani non program. Model regresi logistik dipergunakan untuk mengetahui kecenderungan faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani dalam mengadopsi program tersebut. Model persamaan simultan 2SLS dan analisis simulasi dilakukan pada studi ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa usaha ternak sapi dan keikutsertaan petani dalam organisasi pertanian cenderung merupakan faktor utama yang mempengaruhi keputusan petani untuk mengadopsi program sistem integrasi tanaman-ternak. Hasil simulasi menunjukkan bahwa kombinasi kenaikan harga output dan harga input memberikan dampak yang positif bagi alokasi waktu kerja, kontribusi pendapatan dan alokasi pengeluaran rumahtangga petani. Petani non program menunjukkan kinerja ekonomi yang lebih rendah dibandingkan dengan petani program sistem integrasi tanaman-ternak. Kebijakan pengaturan harga output dan harga input diperlukan dalam rangka meningkatkan pendapatan petani, dimana harga output lebih memberikan dampak yang lebih besar dibandingkan dengan perubahan harga input produksi. Kata Kunci: Ekonomi rumahtangga, sistem integrasi tanaman ternak, alokasi waktu kerja, pendapatan dan pengeluaran
@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2007 Hak Cipta dilindungi Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
SURAT PERNYATAAN
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam disertasi saya yang berjudul: “DAMPAK PROGRAM SISTEM INTEGRASI TANAMAN-TERNAK TERHADAP ALOKASI WAKTU KERJA, PENDAPATAN DAN PENGELUARAN RUMAHTANGGA PETANI” merupakan gagasan atau hasil penelitian disertasi saya sendiri, dengan bimbingan Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Disertasi ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain. Seluruh sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, Agustus 2007
Atien Priyanti NRP: A 546010191
DAMPAK PROGRAM SISTEM INTEGRASI TANAMAN-TERNAK TERHADAP ALOKASI WAKTU KERJA, PENDAPATAN DAN PENGELUARAN RUMAHTANGGA PETANI
ATIEN PRIYANTI
DISERTASI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
Judul Disertasi
:
DAMPAK PROGRAM SISTEM INTEGRASI TANAMAN - TERNAK TERHADAP ALOKASI WAKTU KERJA, PENDAPATAN DAN PENGELUARAN RUMAHTANGGA PETANI
Nama Nomor Pokok Program Studi
: : :
Atien Priyanti A 546010191 Ilmu Ekonomi Pertanian
Menyetujui, 1. Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA. Ketua
Dr. Ir. Yusman Syaukat, MEc. Anggota
Prof. Dr. Ir.Sri Utami Kuntjoro, MS. Anggota
Mengetahui, 2. Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian
3. Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA.
Prof. Dr.Ir. Khairil A. Notodiputro, MS.
Tanggal Ujian: 23 Agustus 2007
Tanggal Lulus:
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 27 Mei 1960 di Bogor, puteri ke empat dari delapan bersaudara dari ayah R.M. Soedaryo, B.E. (alm) dan ibu RNgt. Siti Martini. Penulis menikah pada tahun 1990 dengan Ir. Agus Suwignyo dan dikaruniai seorang putra, Wanda Tirta Suwignyo. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri Pengadilan Bogor pada tahun 1972. Pada tahun 1975 penulis menamatkan pendidikan menengah pertama di SMP Budi Mulia, Bogor, dan tahun 1979 menyeleseikan pendidikan menengah atas di SMA Stella Duce, Yogyakarta. Pada tahun 1985 penulis menyeleseikan program sarjana di Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Pada tahun 1990, melalui beasiswa dari Winrock International, penulis memiliki kesempatan untuk melanjutkan program S2 di University of Arkansas at Fayetteville, USA pada Department of Agricultural Economics. Tahun 2001, dengan biaya sendiri penulis melanjutkan studi S3 pada Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Penulis adalah peneliti pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor sejak tahun 1987. Penelitian dalam bidang ekonomi peternakan banyak dilakukan oleh penulis baik untuk komoditas tunggal maupun sistem usahatani terpadu. Penulis secara aktif terlibat pada beberapa kegiatan kerjasama dengan internasional, seperti Australian Center for International Agricultural Research (ACIAR) dan International Livestock of Research Institute (ILRI). Penulis juga tergabung dalam tim analisis kebijakan untuk komoditas peternakan.
KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena hanya atas limpahan rahmat dan hidayahNya penulis dapat menyeleseikan penulisan disertasi ini. Disertasi ini mengulas Dampak Program Sistem Integrasi Tanaman-Ternak terhadap Alokasi Waktu Kerja, Pendapatan dan Pengeluaran Rumahtangga Petani. Kajian ini menekankan pada perilaku ekonomi rumahtangga petani yang tergabung dalam program Sistem Integrasi TanamanTernak dan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi keputusan petani untuk mengadopsi program tersebut. Penulis sangat menyadari bahwa disertasi ini dapat terseleseikan dengan baik berkat arahan, bantuan dan dorongan berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggitingginya kepada: 1.
Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, M.A., selaku ketua Komisi Pembimbing yang dengan segala dedikasi dan antusiasmenya dalam memberikan semangat untuk tidak putus asa menjadi nilai tersendiri bagi penulis.
2.
Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec., sebagai anggota Komisi Pembimbing yang dengan ketelitian dan kecermatannya dapat memberikan wawasan yang lebih mendalam bagi penulis.
3.
Prof. Dr. Ir. Sri Utami Kuntjoro, M.S., sebagai anggota Komisi Pembimbing yang dengan kesabarannya memberikan suasana nyaman bagi penulis.
4.
Prof (R) Dr. Ir. Achmad Suryana, MSc., selaku Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian yang telah memberikan ijin dan dukungan moril untuk dapat menyeleseikan studi ini secepatnya.
5.
Dr. Ir. Tahlim Sudaryanto, MS., selaku Penguji Luar Komisi yang dengan tulusnya
telah
memberikan
masukan
dan
saran
bermanfaat
bagi
penyempurnaan disertasi ini, utamanya dalam aspek implikasi kebijakan bagi pembangunan pertanian sistem integrasi di masa yang akan datang. 6.
Dr. Ir. I-Wayan Rusastra, selaku Penguji Luar Komisi yang telah memberikan masukan dan saran konstruktif dalam penyempurnaan disertasi ini, utamanya dalam hal strategi ke depan untuk pembangunan pertanian, khususnya sistem integrasi tanaman-ternak.
7.
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS., selaku Penguji Luar Komisi saat Ujian Tertutup yang telah memberikan kritik serta masukan dan saran berharga demi memperoleh hasil yang lebih baik dari disertasi ini.
8.
Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Dr. Abdullah Bamualim atas dukungannya bagi penulis.
9.
Mantan Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Prof. (R) Kusuma Diwyanto dan Dr. Ismeth Inounu atas ijin dan pengertiannya bagi penulis untuk melanjutkan studi ini sehingga tidak dapat bekerja dengan optimal pada saat tersebut. Dukungan moril yang diberikan secara tulus tanpa pamrih sangat dirasakan bagi penulis dalam mendorong untuk melanjutkan studi ini sampai ke jenjang akademik yang paling tinggi.
10. Ketua Program Studi dan semua dosen pada Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan berbagai fasilitas dan kemudahan selama mengikuti kegiatan akademis.
ii
11. Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian provinsi DIY, Jawa Tengah dan Jawa Timur yang dengan segala ketulusannya membantu penulis dalam proses pengumpulan data. 12. Dr. Andi Djajanegara (alm) yang tiada henti-hentinya memberikan semangat kepada penulis untuk selalu terus berjuang meraih cita-cita dengan tetap membina jejaring kekeluargaan. 13. Minat kebersamaan dan antusiasme teman-teman yang merupakan sumber semangat yang tiada habisnya bagi penulis, khususnya bagi angkatan 2001 dan teman-teman angkatan 2000 dan 2002 pada Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian. Demikian pula halnya dengan teman-teman sejawat di kantor lingkup Puslitbang Peternakan. 14. Ir. Agus Suwignyo dan Wanda Tirta Suwignyo, suami dan ananda tercinta yang telah memberikan dukungan moril maupun materiil atas segala pengertian dan pengorbanannya bagi penulis. 15. Keluarga besar Soedaryo dan Goenawan Wignyowihardjo atas segala dukungan doa dan restunya. Kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu disini, penulis juga menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggitingginya. Karya ini merupakan upaya terbaik penulis, namun tiada gading yang tak retak, tentu masih banyak kekurangannya. Saran dan kritik yang konstruktif demi penyempurnaan disertasi ini sangat penulis harapkan, dan semoga karya ini bermanfaat bagi yang membacanya. Bogor, Agustus 2007 Atien Priyanti
iii
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL …………………………………………………
viii
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………...
x
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………
x
I. PENDAHULUAN …………………………………………………
1
1.1. Latar Belakang ………………………………………………..
1
1.2. Perumusan Masalah ……………………………………..........
4
1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ……………………………..
7
1.4. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian …………………
8
II. TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………..
11
2.1. Pengalaman Empiris ………………………………………….
11
2.2. Ekonomi Rumahtangga Petani ……………………………….
15
2.3. Studi Empiris Model Ekonomi Rumahtangga ……………….
19
2.3.1. Studi di Asia, Amerika Latin dan Afrika ……………...
19
2.3.2. Studi di Indonesia ...........................................................
24
2.3.2.1. Rumahtangga Petani Tanaman Pangan ………..
24
2.3.2.2. Rumahtangga Industri Kecil dan Menengah ….
28
2.3.2.3. Rumahtangga Nelayan …………………...........
29
III. KERANGKA TEORI ………………………………......................
31
3.1. Kerangka Konseptual …………………………………………
31
3.2. Adopsi Sistem Integrasi Tanaman-Ternak ………………........
33
3.3. Model Umum Ekonomi Rumahtangga …………………….....
34
3.4. Model Ekonomi Rumahtangga Petani Sistem Integrasi Tanaman-Ternak .......................................................................
45
3.5. Model Rekursif dan Non Rekursif ............................................
48
3.5.1. Model Rekursif ................................................................
48
3.5.2. Model Non Rekursif .......................................................
55
IV. METODOLOGI PENELITIAN........................................................
61
4.1. Lokasi Penelitian ……………………………………………...
61
4.2. Data dan Metoda Pengambilan Contoh ………………………
61
4.3. Perumusan Model …………………………………………….
62
4.3.1. Model Adopsi Sistem Integrasi Tanaman-Ternak ……..
63
4.3.2. Model Ekonomi Rumahtangga Petani Sistem Integrasi Tanaman-Ternak………………………………………..
65
4.3. 2.1. Produksi Tanaman-Ternak …………………….
66
4.3.2.2. Penggunaan dan Curahan Tenaga Kerja ……….
72
4.3.2.2.1. Penggunaan tenaga kerja …………….
72
4.3.2.2.2. Curahan tenaga kerja ………………...
74
4.3.2.3. Sarana Produksi Usahatani …………………….
75
4.3.2.4. Biaya Produksi …………………………………
80
4.3.2.5. Pendapatan Rumahtangga Petani ………………
80
4.3.2.6. Konsumsi ………………………………………
82
4.3.2.7. Surplus Pasar …………………………………..
84
4.3.2.8. Investasi ………………………………………..
84
4.3.2.9. Tabungan ............................................................
86
4.3.2.10. Kredit Usahatani ………………………………
86
V.
4.4. Identifikasi Model …………………………………………….
87
4.5. Metode Pendugaan ……………………………………………
88
4.6. Validasi Model ……………………………………………….
89
4.7. Simulasi Kebijakan ………………………………………......
92
DESKRIPSI RUMAHTANGGA PETANI SISTEM INTEGRASI TANAMAN-TERNAK ....................................................................
94
5.1. Keadaan Umum Wilayah ……………………………………..
94
5.1.1. Kabupaten Sleman …………………………………….
94
5.1.2. Kabupaten Bantul ……………………………………...
95
5.1.3. Kabupaten Sragen ……………………………………..
96
5.1.4. Kabupaten Grobogan ………………………………….
97
5.1.5. Kabupaten Bojonegoro ………………………………..
98
5.2. Karakteristik Rumahtangga Petani ……………………………
99
iv
5.3. Penguasaan Sumberdaya Pertanian …………………………...
101
5.4. Produksi ………………………….............................................
103
5.5. Penggunaan dan Curahan Tenaga Kerja …………………...
106
5.6. Biaya Sarana Produksi, Penerimaan dan Pendapatan ………...
110
5.7. Pengeluaran ...............................................................................
114
VI.
ADOPSI PROGRAM SISTEM INTEGRASI TANAMAN TERNAK ..........................................................................................
117
VII.
HASIL PENDUGAAN MODEL EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI.............................................................................................
124
7.1. Hasil Pendugaan Blok Produksi …………………………........
124
7.2. Hasil Pendugaan Blok Penggunaan dan Penawaran Tenaga Kerja …………………………..................................................
127
7.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penggunaan Input Produksi Usaha Padi ……………….........................................
131
7.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penggunaan Input Produksi Usaha Sapi ……………….........................................
135
7.5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Blok Pengeluaran ………..
137
DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI ...........................................................................................
142
8.1. Hasil Validasi Model Ekonomi Rumahtangga Petani Sistem Integrasi Tanaman-Ternak …………………............................
142
8.2. Dampak Perubahan Harga Input dan Output pada Ekonomi Rumahtangga Petani ………………………….........................
147
8.2.1. Simulasi Dasar …………………………………………
147
8.2.2. Dampak Kenaikan Harga Output dan Harga Input …….
150
8.3. Dampak Kenaikan Jumlah Kredit dan Tingkat Suku Bunga …
157
8.4. Dampak Kenaikan Jumlah Kredit dan Harga Input Produksi ...
161
8.5. Dampak Kenaikan Tingkat Suku Bunga dan Harga Output ….
165
8.6. Dampak Kenaikan Upah dan Curahan Tenaga Kerja Keluarga di Luar Usahatani …….............................................................
171
8.7. Rekapitulasi Perubahan Faktor Internal dan Eksternal terhadap Ekonomi Rumahtangga Petani ...................................
173
VIII.
v
IX.
KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................
180
9.1. Kesimpulan …………………....................................................
180
9.2. Implikasi Kebijakan ..................................................................
182
9.3. Saran Penelitian Lanjutan …………………..............................
183
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………..
186
LAMPIRAN .....................................................................................
192
vi
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Sistem Integrasi Tanaman Ternak di Asia Tenggara …………...
12
2. Nama Peubah Penjelas Model Persamaan Simultan ……………
68
3. Karakteristik Rumahtangga Petani Berdasarkan Kelompok Petani …........................................................................................
100
4. Rata-rata Penguasaan Sumberdaya Pertanian Berdasarkan Kelompok Petani ……………………………………………….
102
5. Rata-rata Produksi Pertanian Berdasarkan Kelompok Petani ….
104
6. Rata-rata Penggunaan dan Curahan Tenaga Kerja Keluarga Berdasarkan Kelompok Petani ……………………………….....
107
7. Rata-rata Biaya Sarana Produksi, Penerimaan dan Pendapatan Petani Berdasarkan Kelompok Petani...........................................
111
8. Rata-rata Pengeluaran Rumahtangga Petani Berdasarkan Kelompok Petani...........................................................................
115
9. Hasil Pendugaan Model Adopsi Program Sistem Integrasi Tanaman-Ternak ..........................................................................
119
10. Hasil Parameter Dugaan dan Elastisitas Blok Produksi ………...
126
11. Hasil Parameter Dugaan dan Elastisitas Blok Penggunaan dan Penawaran Tenaga Kerja Keluarga ………..................................
128
12. Hasil Parameter Dugaan dan Elastisitas Blok Penggunaan Input Produksi Usaha Padi ……….......................................................
132
13. Hasil Parameter Dugaan dan Elastisitas Blok Penggunaan Input Produksi Usaha Sapi ……….......................................................
136
14. Hasil Parameter Dugaan dan Elastisitas Blok Pengeluaran …….
138
15. Root Mean Squares Percent Error dan Koefisien U-Theil Model Ekonomi Rumahtangga Petani SITT dan Non SITT ……
144
16. UM, US dan UC Model Ekonomi Rumahtangga Petani SITT dan Non SITT ………..................................................................
146
17. Rata-rata Hasil Simulasi Dasar Peubah Endogen Model Ekonomi Rumahtangga Petani SITT dan Non SITT ……...........
148
vii
18. Dampak Kenaikan Harga Output dan Harga Input terhadap Ekonomi Rumahtangga Petani SITT dan Non SITT …………..
151
19. Dampak Kenaikan Jumlah Kredit dan Tingkat Suku Bunga terhadap Ekonomi Rumahtangga Petani SITT dan Non SITT …
159
20. Dampak Kenaikan Jumlah Kredit dan Harga Input Produksi terhadap Ekonomi Rumahtangga Petani SITT dan Non SITT …
163
21. Dampak Kenaikan Tingkat Suku Bunga dan Harga Output terhadap Ekonomi Rumahtangga Petani SITT dan Non SITT …
168
22. Dampak Kenaikan Upah dan Curahan Tenaga Kerja Keluarga di Luar Usahatani terhadap Ekonomi Rumahtangga Petani SITT dan Non SITT ………...................................................................
172
23. Rekapitulasi Dampak Perubahan Faktor Internal dan Eksternal terhadap Ekonomi Rumahtangga Petani SITT dan Non SITT ....
175
viii
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1.
Aliran Barang dan Jasa dalam Suatu Usahatani …………….......
17
2.
Tahapan Produksi dan Pasar Sistem Integrasi Tanaman-Ternak .
32
3.
Tingkat Kepuasan Anggota Rumahtangga ……………………..
39
4.
Hubungan Tingkat Upah dengan Efek Pendapatan dan Substitusi ......................................................................................
40
5.
Diagram Keterkaitan Antar Peubah Model Ekonomi Rumahtangga Petani Sistem Integrasi Tanaman-Ternak..............
67
ix
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Hasil Pendugaan Model Adopsi Program Sistem Integrasi Tanaman-Ternak ………………………………………………..
192
2. Program Estimasi Model Ekonomi Rumahtangga Petani SITT dengan Persamaan Simultan Metoda 2SLS ……………………
193
3. Hasil Pendugaan Model Ekonomi Rumahtangga Petani SITT dengan Persamaan Simultan Metoda 2SLS ……………………
198
4. Program Validasi Model Ekonomi Rumahtangga Petani SITT dengan Persamaan Simultan Metoda 2SLS ………….................
228
5. Program Simulasi Model Ekonomi Rumahtangga Petani SITT dengan Persamaan Simultan Metoda 2SLS ………….................
231
6. Dampak Kenaikan Harga Output terhadap Ekonomi Rumahtangga Petani SITT dan Non SITT....................................
237
7. Dampak Kenaikan Harga Input terhadap Ekonomi Rumahtangga Petani SITT dan Non SITT....................................
238
8. Dampak Kenaikan Harga Output dan Harga Input terhadap Ekonomi Rumahtangga Petani SITT dan Non SITT....................
239
9. Dampak Kenaikan Jumlah Kredit dan Harga Input Padi terhadap Ekonomi Rumahtangga Petani SITT dan Non SITT.....
240
10. Dampak Kenaikan Jumlah Kredit Usaha Sapi dan Harga Input Sapi terhadap Ekonomi Rumahtangga Petani SITT.....................
241
11. Dampak Kenaikan Kombinasi Tingkat Suku Bunga dan Harga Output terhadap Ekonomi Rumahtangga Petani SITT.................
242
12. Dampak Kenaikan Upah dan Curahan Tenaga Kerja Keluarga di Luar Usahatani terhadap Ekonomi Rumahtangga Petani SITT dan Non SITT ...............................................................................
243
x
I. PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Laju peningkatan produktivitas tanaman padi di Indonesia akhir-akhir ini
cenderung melandai, ditandai salah satunya dengan menurunnya produksi padi sekitar 0.06 persen pada tahun 2005 (BPS, 2006). Sistem intensifikasi tanaman padi yang selama ini diterapkan tidak mampu lagi meningkatkan produksi dan produktivitas. Untuk mempertahankan produktivitas tanaman padi diperlukan input produksi yang semakin tinggi dengan resiko biaya produksi yang semakin mahal. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh cara pengelolaan lahan yang kurang terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan sawah secara intensif dan terus menerus telah berlangsung bertahun-tahun yang mengakibatkan penurunan kesuburan dan sifat fisik tanah. Adiningsih (2000) menyatakan bahwa upaya untuk meningkatkan produktivitas tanaman padi selama ini lebih banyak dilakukan pada lahan subur beririgasi
melalui
peningkatan
mutu
intensifikasi,
diantaranya
dengan
meningkatkan penggunaan pupuk anorganik. Hal ini diduga dapat memberikan indikasi kecenderungan menurunnya kesuburan lahan sawah karena kurangnya bahan organik. Salah satu cara untuk mengembalikan kesuburan lahan adalah melalui perbaikan struktur tanah dan pemenuhan mikroba tanah dengan menggunakan pupuk organik. Lebih lanjut dilaporkan bahwa kebutuhan ideal bahan organik di dalam tanah adalah sekitar 2 persen, sedangkan bahan organik saat ini yang tersedia kurang dari 1 persen. Guna menjawab tantangan dan permasalahan yang dihadapi sebagian besar lahan sawah, Departemen Pertanian telah melaksanakan program
2
peningkatan produktivitas padi terpadu (P3T). Kegiatan ini diimplementasikan salah satunya dalam bentuk Sistem Integrasi Tanaman-Ternak (SITT) yang dikenal dengan Sistem Integrasi Padi Ternak (SIPT). Program P3T merupakan kegiatan pengelolaan tanaman padi secara terpadu yang dilakukan pada hamparan seluas 100 Ha. Kegiatan SITT merupakan bagian dari program P3T dilaksanakan di lokasi yang merupakan lahan sawah irigasi, dimana petani juga memelihara ternak sapi. Program ini merupakan kegiatan bersama antara Ditjen Bina Produksi Tanaman Pangan, Ditjen Bina Produksi Peternakan dan Badan Litbang Pertanian di tingkat pusat dan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian dengan Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Dinas Peternakan di tingkat provinsi. Secara keseluruhan, program ini berada dibawah koordinasi Ditjen Bina Produksi Tanaman Pangan. Tujuan pelaksanaan program adalah tercapainya sasaran peningkatan produktivitas terpadu tanaman padi dan usaha sapi yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan petani melalui pengembangan sistem dan usaha agribisnis. Introduksi ternak sapi pada kawasan lahan sawah ditujukan untuk efisiensi usahatani dan produktivitas tenaga kerja keluarga petani, serta mendorong penggunaan kompos sebagai bahan organik di lahan sawah. Program ini juga diharapkan dapat mengembangkan kesempatan kerja bagi masyarakat di perdesaan, sehingga dapat tercipta usaha agribisnis yang berkelanjutan. Pengembangan diversifikasi usaha dalam sistem integrasi tanaman-ternak dapat membantu kinerja ekonomi rumahtangga petani dalam menghadapi resiko usaha pertanian. Hal ini tercipta karena produk yang dihasilkan tidak monokultur, tetapi terdapat produk lain seperti usaha sapi, usaha kompos, usaha pakan berbasis jerami, serta produk-produk ikutan lainnya.
3
Pada tahun anggaran 2002, program ini dikembangkan di sebelas provinsi yang meliputi 20 kabupaten. Setiap kabupaten dialokasikan dana dalam bentuk proyek Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) sebesar Rp.648,75 juta yang diperuntukkan bagi (1) pengadaan ternak sapi, (2) bantuan perkandangan, (3) bantuan konsentrat, (4) bantuan bangunan untuk proses jerami, (5) bantuan bangunan untuk proses kompos, serta (6) bantuan vaksin dan obat-obatan. Tatacara penyaluran dana bantuan langsung kepada kelompok tani mengikuti Surat Edaran Dirjen Anggaran Nomor: SE-138/A/21/1098 tanggal 2 Oktober 1998 (Sudardjat, 2003). Setiap petani yang tergabung dalam suatu kelompok tani memperoleh kredit untuk pengadaan 2-3 ekor sapi dengan periode pengembalian selama 30 bulan. Sistem integrasi ini merupakan penerapan usaha terpadu melalui pendekatan low external input antara komoditas padi dan sapi, dimana jerami padi digunakan sebagai pakan ternak sapi penghasil sapi bakalan, dan kotoran ternak sebagai bahan utama pembuatan kompos dimanfaatkan untuk pupuk organik yang dapat meningkatkan kesuburan lahan. Pendekatan low external input adalah suatu cara dalam menerapkan konsep pertanian terpadu dengan mengupayakan penggunaan input yang berasal dari sistem pertanian sendiri, dan sangat minimal penggunaan input produksi dari luar sistem pertanian tersebut (Suharto, 2000). Diwyanto et al., (2002) menyatakan bahwa pelaksanaan program SIPT dapat menyebabkan: (1) petani termotivasi untuk tetap mempertahankan kesuburan lahan pertanian dengan cara memperbaiki pola budidaya dan mempertahankan kandungan bahan organik, (2) penggunaan pupuk kimia dilakukan secara benar dan diimbangi dengan penambahan pupuk organik, (3)
4
penggunaan kompos membuka peluang pasar baru dan mendorong masyarakat perdesaan untuk mengembangkan industri kompos dengan memelihara ternak (sapi), (4) teknologi pakan dalam memanfaatkan jerami padi dan limbah pertanian lainnya telah mampu mengurangi biaya pemeliharaan sapi melalui usaha kompos, (5) anak sapi (pedet) merupakan produk utama dari budidaya sapi, namun sebagian biaya pakan dapat diatasi dengan penjualan kompos, dan (6) peternakan dapat dipandang sebagai usaha investasi (tabungan) yang tidak terkena inflasi, mampu menciptakan lapangan kerja yang memang tidak tersedia di perdesaan, dan menjadi bagian integral dari sistem usahatani dan kehidupan masyarakat. Dalam prakteknya, pelaksanaan program tersebut ada yang mampu secara baik mencapai sasaran, namun ada pula yang masih jauh dari pencapaian sasaran, kemajuan yang diperoleh masih sangat variatif. Oleh karena itu, diperlukan suatu analisis yang lebih menyeluruh tentang faktor-faktor apa sebenarnya yang mempengaruhi keputusan petani dalam tingkat adopsi untuk menerapkan sistem integrasi tanaman-ternak dan faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap produksi dan pendapatan petani dalam pengembangan program sistem integrasi ini.
1.2.
Perumusan Masalah Keragaan penerapan program sistem integrasi tanaman-ternak setelah
berjalan selama satu tahun menunjukkan hasil yang cukup beragam. Pengolahan dan pemanfaatan kotoran ternak sebagai bahan dasar pembuatan kompos baru mencapai sekitar 60 persen dan pengolahan serta pemanfaatan jerami fermentasi sebagai pakan ternak baru mencapai 55 persen (Zaini, et al., 2003). Permasalahan yang bersifat teknis maupun non teknis muncul dalam pelaksanaan program
5
integrasi tersebut. Permasalahan non teknis lebih didominasi oleh keterlambatan administrasi pencairan anggaran, sehingga tidak terjadi sinkronisasi antara musim tanam dan sistem keproyekan. Penyediaan probiotik sebagai fermentor untuk membantu proses pembuatan jerami fermentasi dan pupuk organik yang terbatas menjadi permasalahan teknis yang utama. Di beberapa lokasi juga tidak tersedia serbuk gergaji sebagai alas kandang ternak sapi yang pada akhirnya digunakan sebagai bahan campuran dalam pembuatan kompos. Kenyataan menunjukkan bahwa masih banyak petani yang belum memanfaatkan limbah pertanian dan peternakan tersebut secara optimal. Upaya mengintegrasikan usaha peternakan (sapi) dengan tanaman pangan (padi) dapat memberikan dampak budidaya, sosial dan ekonomis yang positif. Potensi yang cukup besar dari ketersediaan pakan sepanjang tahun dari limbah tanaman pangan dapat mengurangi ketergantungan sarana produksi dari luar, sehingga keberlanjutan usahaternak lebih terjamin. Alokasi penggunaan tenaga kerja keluarga dapat lebih didayagunakan untuk dapat terlaksananya program integrasi tersebut dengan baik. Penentu kebijakan dalam sistem pengelolaan sumberdaya pertanian dimulai dari tingkat yang paling rendah, yakni tingkat pengambilan keputusan dari rumahtangga petani. Hal ini juga diduga terkait dengan karakteristik rumahtangga yang spesifik dari sistem integrasi tanamanternak terhadap perilaku ekonomi rumahtangga yang dilakukan. Perilaku ekonomi rumahtangga petani pada dasarnya merupakan perilaku rasional dalam mengalokasikan sumberdaya rumahtangga yang dimiliki untuk menghasilkan barang dan jasa, serta dalam menggunakan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan rumahtangga. Perilaku rasional rumahtangga dalam
6
mengalokasikan sumberdaya dapat dikelompokkan menjadi keputusan produksi, sedangkan perilaku rasional dalam menggunakan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan rumahtangga merupakan keputusan konsumsi. Pemahaman terhadap perilaku ekonomi rumahtangga petani sangat penting untuk mengantisipasi dampak suatu kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Misalnya, apakah kebijakan pengaturan harga output gabah, sapi hidup dan kompos yang merupakan output dalam program sistem integrasi tanaman-ternak tidak mampu memberikan insentif bagi petani untuk meningkatkan produksi? Apakah kebijakan pengaturan harga input produksi padi, sapi dan kompos memberikan dampak ekonomi terhadap pendapatan rumahtangga petani? Bagaimanakah sinergisme yang terjadi pada sistem usahatani tanaman dan ternak? Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut diperlukan pengetahuan yang cukup tentang perilaku ekonomi rumahtangga petani, karena keputusan produksi sistem integrasi tanaman-ternak berada pada rumahtangga petani. Berdasarkan uraian diatas, permasalahan penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: 1. Sejauh mana perilaku ekonomi rumahtangga petani dapat menggambarkan usaha sistem integrasi tanaman-ternak. 2. Faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi keputusan petani untuk menerapkan program sistem integrasi tanaman-ternak. 3. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku ekonomi rumahtangga petani dan bagaimana keterkaitan antar keputusan tersebut pada usaha sistem integrasi tanaman-ternak.
7
4. Apakah kebijakan pengaturan harga output mampu memberikan insentif bagi petani untuk meningkatkan produksi? Sejauh mana pengaturan harga input produksi menyebabkan disinsentif bagi petani? Bagaimana pula halnya dengan kebijakan pengaturan kredit usahatani terhadap keputusan rumahtangga petani pada aspek-aspek produksi, kontribusi pendapatan dan alokasi pengeluaran.
1.3.
Tujuan dan Kegunaan Penelitian Berdasarkan permasalahan-permasalahan yang telah diuraikan, maka
tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk menganalisis perilaku ekonomi rumahtangga petani pada usaha sistem integrasi tanaman-ternak. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengkaji kondisi ekonomi rumahtangga petani pada usaha sistem integrasi tanaman-ternak, khususnya dalam produksi, alokasi penggunaan tenaga kerja, kontribusi pendapatan dan alokasi pengeluaran. 2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani dalam pelaksanaan program sistem integrasi tanaman-ternak. 3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku (keputusan) ekonomi rumahtangga petani dan mempelajari keterkaitan antar keputusan pada usaha sistem integrasi tanaman-ternak. 4. Menganalisis dampak perubahan faktor-faktor eksternal dan internal terhadap perilaku ekonomi rumahtangga petani pada usaha sistem integrasi tanaman-ternak. Penelitian ini bermanfaat kepada masyarakat petani dalam penerapan model usaha sistem integrasi tanaman-ternak, dimana petani tidak hanya berperan
8
sebagai produsen, tetapi juga sebagai konsumen. Hal ini menunjukkan bahwa petani dapat berlaku ganda dengan tujuan efisiensi usaha, yakni sebagai produsen akan menghasilkan output optimal dengan pemberian input yang minimal. Bagi para penentu kebijakan dalam membentuk suatu program pemerintah, pengaruh daripada tolok ukur variabel yang bersifat sementara dan mutlak keberadaannya harus menjadi bahan pertimbangan yang serius. Respon terhadap perubahan faktor-faktor yang mempengaruhi dapat menjadi bahan masukan maupun rekomendasi bagi para penentu kebijakan dalam merencanakan suatu program pengembangan sistem integrasi tanaman-ternak. Dengan menyadari bahwa (1) ke depan petani harus lebih mandiri, (2) lapangan kerja di perdesaan sangat terbatas, (3) kepemilikan lahan sempit, dan (4) pendapatan petani (padi) tidak mencukupi untuk menopang kebutuhan keluarga, maka pengembangan usaha sistem integrasi tanaman-ternak merupakan alternatif yang cukup menjanjikan.
1.4.
Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian Penelitian ini merupakan kasus di tiga propinsi (DIY, Jawa Tengah dan
Jawa Timur) pada lima kabupaten, yakni Sleman dan Bantul (DIY), Sragen dan Grobogan (Jawa Tengah) dan Bojonegoro (Jawa Timur). Responden merupakan petani yang tergabung dalam penerapan program sistem integrasi tanaman (padi) ternak (sapi). Responden juga dilakukan pada petani yang tidak mengikuti program inetgrasi untuk mengetahui perbedaan yang terjadi di antara kedua kelompok petani tersebut. Ruang lingkup penelitian ini meliputi analisis deskriptif, analisis regresi non linier, dan analisis ekonometrika melalui model persamaan simultan. Analisis
9
secara deskriptif dilakukan yang dikelompokkan berdasarkan kabupaten bagi petani peserta dan bukan peserta program sistem integrasi tanaman-ternak. Hal ini dilakukan untuk mengetahui kondisi ekonomi rumahtangga petani pada usaha sistem integrasi tanaman-ternak, khususnya dalam produksi, alokasi penggunaan tenaga kerja, struktur pendapatan dan distribusi pengeluaran. Analisis regresi non linier ditujukan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani dalam melaksanakan program integrasi, sedangkan model persamaan simultan dilakukan untuk menganalisis perilaku ekonomi rumahtangga petani. Data yang digunakan adalah data primer hasil wawancara dengan petani contoh dengan daftar pertanyaan yang disusun guna menjawab penelitian ini. Model ekonomi rumahtangga yang dibangun pada penelitian ini menggunakan data agregat dari seluruh kabupaten. Keterbatasan penelitian ini adalah tidak mendalamnya informasi yang dikumpulkan pada usahatani non integrasi (selain padi dan sapi), padahal dalam kenyataannya alokasi sumberdaya yang dimiliki petani tidak hanya pada usaha padi dan sapi. Penelitian ini dapat mengkuantifikasi produksi usahatani jagung, kacang tanah dan kedelai yang dilakukan petani pada musim tanam ketiga, namun biaya sarana produksi tidak dilakukan, sehingga pendapatan dari usahatani ini atas biaya tenaga kerja luar keluarga yang disewa. Hal ini disebabkan karena peneliti pada awalnya hanya ingin fokus pada usahatani integrasi, sehingga tidak mengakomodir pertanyaan-pertanyaan yang tidak terkait dalam usahatani non integrasi. Dalam perjalanannya, peubah-peubah yang terbentuk dalam model memerlukan informasi tersebut.
10
Penggunaan tenaga kerja keluarga untuk usaha kompos tidak dapat dikuantifikasikan dengan baik, sehingga peubah ini tidak diakomodir dalam model. Hal ini disebabkan karena penggunaan tenaga kerja keluarga tidak dibedakan secara spesifik antara usaha sapi dan usaha kompos, sehingga penggunaan tenaga kerja untuk kompos sudah termasuk didalam penggunaan tenaga kerja dalam keluarga untuk usaha sapi. Penelitian ini tidak mengkaji aspek kelembagaan petani pada sistem integrasi tanaman-ternak, dimana hal ini diduga turut mempengaruhi terhadap perilaku ekonomi (keputusan) petani dalam menerapkan program tersebut.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengalaman Empiris Sebagaimana halnya di negara-negara Asia Tenggara, konsep pertanian terpadu yang melibatkan pola sistem integrasi tanaman-ternak, sebenarnya sudah diterapkan oleh petani di Indonesia sejak jaman dahulu. Berbagai varian dari penerapan pola ini cukup beragam berdasarkan tingkat pemilikan petani, sebagaimana disajikan pada Tabel 1. Sistem usahatani terpadu mulai diperkenalkan pada tahun 1970-an berdasarkan hasil-hasil pengkajian dan penelitian yang dimulai oleh Lembaga Pusat Penelitian Pertanian (LP3) di Bogor dengan mengacu pada pola di IRRI (Manwan, 1989). Sejak saat itu secara bertahap muncul istilah-istilah “pola tanam” (cropping pattern), “pola usahatani” (cropping systems), sampai akhirnya muncul istilah “sistem usahatani” (farming systems), serta “sistem integrasi tanaman-ternak” yang merupakan terjemahan dari crop livestock systems (Diwyanto et al., 2002). Devendra (1993) menyatakan bahwa terdapat delapan keuntungan dari penerapan pola sistem integrasi tanaman-ternak, yaitu (1) diversifikasi penggunaan sumberdaya produksi, (2) mengurangi terjadinya resiko usaha, (3) efisiensi penggunaan tenaga kerja, (4) efisiensi penggunaan input produksi, (5) mengurangi ketergantungan energi kimia dan biologi serta masukan sumberdaya lainnya, (6) sistem ekologi lebih lestari serta tidak menimbulkan polusi sehingga ramah lingkungan, (7) meningkatkan output, dan (8) mampu mengembangkan rumahtangga petani yang berkelanjutan.
12
Tabel 1. Sistem Integrasi Tanaman-Ternak di Asia Tenggara Komoditas Ternak ruminansia: Kerbau
Tujuan produksi
Tipe tumpangsari
Tingkat kepemilikan
Tenaga kerja Daging
Padi dan palawija Padi
Tinggi Tinggi
Daging
Tinggi
Susu Tenaga kerja
Hortikultura, perkebunan, padi Hortikultura, perkebunan Padi dan palawija
Kambing
Daging Susu
Hortikultura, perkebunan Hortikultura, perkebunan
Sedang/tinggi Rendah
Domba
Daging
Hortikultura, perkebunan
Sedang/tinggi
Ternak non ruminansia: Babi
Daging
Hortikultura
Sedang/tinggi
Ayam
Daging, telur
Hortikultura dan padi
Sedang/tinggi
Bebek
Daging, telur
Hortikultura, padi dan kolam ikan
Sedang/rendah
Sapi
Tinggi Tinggi
Sumber: Devendra, 1993
Program peningkatan produktivitas padi terpadu yang dicanangkan oleh Departemen Pertanian menunjukkan bahwa introduksi teknologi pertanian terpadu tanaman-ternak setelah dua kali musim tanam berlangsung, mampu meningkatkan produktivitas padi sawah sekitar 1 ton per Ha dan pendapatan petani meningkat antara Rp.900 ribu - Rp.1 juta per Ha per musim tanam (Zaini et al., 2003). Pengelolaan tanaman dan sumberdaya terpadu merupakan suatu pendekatan inovatif dalam upaya meningkatkan efisiensi usaha padi sawah melalui penerapan komponen teknologi yang memiliki efek sinergistik.
13
Budianto (2003) menyatakan bahwa secara rataan, dari 28 lokasi di Indonesia yang menerapkan program pengelolaan tanaman terpadu, produktivitas tanaman padi meningkat rata-rata 18 persen dibandingkan dengan pola tradisional. Biaya produksi dari sistem usahatani ini adalah Rp.3.9 juta/Ha dibandingkan dengan pola tradisional yang sebesar Rp.3.6 juta/Ha. Peningkatan biaya ini disebabkan karena adanya introduksi penggunaan pupuk organik dalam bentuk padat sebesar 0.90 ton/Ha, namun rataan hasil gabah yang diperoleh 1.03 ton lebih tinggi pada program pengelolaan tanaman terpadu dibandingkan dengan pola tradisional, sehingga pendapatan petani rata-rata masih meningkat sebesar 33 persen. Peningkatan pendapatan ini salah satunya disebabkan oleh penggunaan pupuk berimbang akibat introduksi penggunaan pupuk organik, dimana jumlah pupuk urea (sumber N) dan SP-36 (sumber P) masing-masing berkurang sebesar 39 kg/Ha dan 4 kg/Ha pada program pengelolaan tanaman terpadu dibandingkan dengan pola tradisonal. Suatu penelitian di Kabupaten Majalengka, Jawa Barat menunjukkan bahwa petani padi pada sistem usahatani terpadu dengan menggunakan pupuk organik menghasilkan pendapatan Rp.1.45 juta per musim tanam lebih tinggi dibandingkan dengan petani padi yang tidak menggunakan pupuk organik (Howara, 2004). Hal ini disebabkan karena penggunaan pupuk organik menyebabkan turunnya penggunaan pupuk anorganik, sehingga biaya produksi menjadi lebih rendah. Hal senada juga telah dilaporkan oleh Syam dan Sariubang (2004) yang menyatakan bahwa penggunaan pupuk organik sebanyak 2 ton per Ha diimbangi dengan pupuk urea, Za dan KCl pada sistem usaha padi sawah di Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan, memberikan pendapatan petani sebesar
14
Rp.3 376 878 per Ha per musim tanam. Lebih lanjut dinyatakan bahwa karena harga pupuk anorganik yang semakin mahal, maka disarankan bagi petani dalam penggunaan kombinasi pupuk organik dengan pupuk anorganik secara berimbang. Pada sistem usahatani di lahan kering, respon penggunaan pupuk organik terhadap pendapatan petani juga telah dilaporkan oleh Priyanti et al., (2004). Hasil analisis ekonomi menunjukkan bahwa dengan penggunaan kompos yang dibuat oleh petani dengan proses fermentasi, penerimaan dari hasil produksi kacang tanah memberikan hasil yang paling tinggi dibandingkan dengan penggunaan kompos komersial dan kotoran ternak yang telah dikeringkan. Perbedaan tersebut untuk setiap Ha mencapai Rp.624 937 dan Rp.724 333 masing-masing untuk penggunaan kompos komersial dan kotoran ternak yang telah dikeringkan. Peningkatan gross margin pada kompos hasil fermentasi yang dilakukan oleh petani disebabkan karena relatif rendahnya biaya produksi akibat penggunaan pupuk dasar. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa biaya produksi rata-rata pembuatan bahan kompos adalah Rp.42 per kg dengan tanpa memperhitungkan biaya tenaga kerja, dimana rata-rata proporsi input terhadap output yang dihasilkan adalah sebesar 69 persen. Suatu pengkajian pola integrasi tanaman padi dan ternak sapi pada sistem usahatani telah dilakukan di Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah. Model integrasi yang dikembangkan adalah berdasarkan potensi sumberdaya lahan yang dimiliki petani, dengan kegiatan terdiri dari pengelolaan jerami padi dan pengelolaan pupuk kandang. Distribusi tenaga kerja rumahtangga petani terdiri dari kegiatan on farm, off farm dan non farm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi perubahan yang cukup signifikan pada alokasi penggunaan tenaga kerja
15
rumahtangga petani pada waktu sebelum dan sesudah mengikuti program pertanian terpadu. Kegiatan rumahtangga yang awalnya mencapai 22.4 HOK per bulan berkurang menjadi 17.3 HOK per bulan pada alokasi penggunaan tenaga kerja wanita (Prasetyo et al., 2002). Hal ini disebabkan karena kegiatan mencari air minum yang sedianya berjarak 3 km tidak lagi dilakukan karena melalui pembentukan kelompok tani-ternak, dibangun penyediaan program air bersih dengan menggunakan modal koperasi. Waktu luang tersebut diganti untuk kegiatan usahaternak dan non farm. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dan kuntungan usahatani pada pola sistem integrasi tanaman-ternak telah dianalisis oleh Suwandi (2005) yang menyatakan bahwa usahatani pola ini memberikan harapan bagi petani lahan sempit untuk meningkatkan produksi usahatani dan diperlukan insentif untuk mendorong semakin berkembangnya usaha sistem integrasi tanaman-ternak. Dibandingkan dengan petani yang tidak mengadospi pola sistem integrasi tanaman-ternak, usaha padi sawah pola ini mampu meningkatkan produksi padi sebesar 23.6 persen dengan keuntungan 14.7 persen lebih tinggi. Peningkatan penggunaan pupuk kandang sebesar satu unit dapat meningkatkan produksi padi sebesar 0.125 dengan peningkatan keuntungan usahatani sebesar 0.134. Perbaikan aplikasi pupuk kandang sesuai standar teknis ternyata mampu meningkatkan produksi dan pendapatan petani.
2.2. Ekonomi Rumahtangga Petani Sistem usahatani adalah pendekatan secara holistik dalam memanfaatkan sumberdaya pertanian untuk meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani. Suatu usahatani merupakan agro ekosistem yang unik, yang merupakan suatu
16
kombinasi sumberdaya fisik dan biologis seperti bentuk-bentuk lahan, tanah, air, tumbuhan dan hewan. Dengan mempengaruhi komponen-komponen agro ekosistem ini dan interaksinya, rumahtangga petani mendapatkan hasil atau produk seperti tanaman dan ternak (Reijntjes et al., 2003). Untuk menjaga proses produksi terus berlangsung, rumahtangga petani membutuhkan input, misalnya benih/bibit, energi, unsur hara, air, dan lain sebagainya. Input dalam adalah komponen yang diambil maupun yang dihasilkan dari usahatani sendiri, misalnya tenaga kerja keluarga, sedangkan input alami adalah input alam yang digunakan dalam proses produksi seperti energi matahari, air hujan, nitrogen yang diikat dari udara, dan lain sebagainya. Input luar adalah input yang diperoleh dari luar usahatani, seperti informasi, tenaga buruh, pupuk anorganik, dan lain-lain. Hasil usahatani digunakan untuk dikonsumsi oleh rumahtangga petani, dijual, ditukar atau diberikan. Hal ini secara rinci disajikan dalam Gambar 1 yang menerangkan aliran barang dan jasa dalam suatu sistem usahatani yang sederhana. Penjualan hasil memberikan uang tunai yang dapat dipakai untuk membeli berbagai macam barang atau jasa (misalnya pangan, sandang, pendidikan dan transportasi), dan/atau mendapatkan input pertanian. Input dapat juga diperoleh dengan pertukaran hasil pertanian secara langsung. Gambar 1 memberikan indikasi bahwa aktivitas produksi dan konsumsi dalam suatu rumahtangga sangat erat kaitannya. Rumahtangga petani dipandang sebagai pengambil keputusan dalam aktivitas produksi dan konsumsi, serta hubungannya dengan alokasi waktu dan pendapatan rumahtangga yang dianalisis secara simultan. Kegiatan produksi merupakan salah satu kegiatan terpenting dalam sistem usahatani, dimana tujuan produksi tidak semata-mata untuk
17
dipasarkan, tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan konsumsi rumahtangga. Petani lebih banyak berperilaku sebagai penerima harga input dan output, serta tidak mampu mempengaruhi harga-harga tersebut.
Masyarakat/Pasar
Input luar Input alami
Hasil (dijual/ ditukar)
Konsumsi rumahtangga
Kerugian
Input dalam
Sumberdaya usahatani Batas sistem usahatani
Sumber: Reintjes et al., 2003. Gambar 1. Aliran Barang dan Jasa dalam Suatu Usahatani
Sebagaimana diketahui bahwa sebagian besar usahatani di Indonesia dilakukan oleh petani-petani kecil dengan cara masih tradisional. Keterbatasan sumberdaya (khususnya lahan dan modal) menjadi ciri yang utama, sehingga petani berusaha untuk memilih dan memutuskan model usahatani dalam memenuhi kebutuhan keluarga melalui usaha yang beresiko rendah. Peningkatan produksi dan produktivitas dapat ditempuh dengan tetap memperhatikan distribusi produksi yang merata dari waktu ke waktu, sehingga mengamankan kebutuhan sepanjang tahun dan mendayagunakan sumber tenaga kerja yang ada. Petani akan mengalokasikan penggunaan sumberdaya usahataninya, khususnya melalui
18
penambahan jumlah dan jenis input, jika diyakini bahwa usaha tersebut akan berdampak pada peningkatan produksi dan pendapatan. Secara teoritis, perilaku petani tersebut dapat didekati dengan teori produksi, dimana fungsi produksi ini merupakan hubungan matematis antara output atau produk dengan faktor-faktor produksi atau input. Bagi keluarga petani dengan keterbatasan pemilikan lahan, keamanan produksi atau pendapatan merupakan suatu hal yang sangat penting mengingat kelangsungan hidupnya sangat tergantung akan hal ini. Sehingga, untuk menjamin kelangsungan cara hidupnya, petani juga harus mampu menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan, misalnya terhadap inovasi teknologi baru. Kemampuan untuk menyesuaikan dengan kondisi yang berubah, akhirnya menentukan keberlanjutan pertanian. Beberapa faktor penting dalam kesanggupan untuk menyesuaikan diri di tingkat usahatani adalah kemampuan untuk (Reijntjes et al., 2003): 1. Mengelola pengembangan usahatani 2. Memilih kombinasi sumberdaya genetik dan input yang tepat 3. Mengembangkan teknik/hasil inovasi teknologi baru 4. Mencocokkan hasil inovasi dalam sistem usahatani. Dalam kaitannya dengan pengembangan sistem integrasi tanaman-ternak, sebetulnya pola ini bukan merupakan hal yang baru bagi petani. Namun, dengan semakin berkembangnya jaman dan kemajuan teknologi yang ada, maka penggunaan input luar dalam sistem usahatani dapat diminimalkan untuk memberikan tambahan kontribusi terhadap pendapatan keluarga petani.
19
2.3. Studi Empiris Model Ekonomi Rumahtangga Mempelajari dan memahami perilaku usahatani di perdesaan sangat penting dalam membangun kebijakan ekonomi di negara-negara berkembang, dimana sektor pertanian memegang peranan yang cukup besar. Sama halnya dengan di Indonesia, pada umumnya konsumsi merupakan bahan pangan yang diproduksi oleh petani itu sendiri, namun pada saat pemerintah merancang kebijakan ekonomi dihadapkan pada kondisi untuk memilih antara mempengaruhi perilaku konsumsi dari petani dengan memodifikasi harga dan/atau pendapatan, maupun mempengaruhi rencana produksi. Sehingga sangat bermanfaat untuk mengestimasi konsumsi dari fungsi permintaan dan penawaran dari produkproduk pertanian dalam memberikan rekomendasi sebagai pemandu dalam keputusan-keputusan pemerintah.
2.3.1. Studi di Asia, Amerika Latin dan Afrika Singh dan Janakiran dalam Singh et al., (1986) menggunakan data rumahtangga petani dari Korea dan Nigeria untuk menggambarkan model rumahtangga petani pada beberapa komoditas pertanian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di Korea, produksi yang dihasilkan oleh usahatani keluarga sangat terintegrasi terhadap aspek pasar, meskipun tidak seluruhnya komersial, namun pada umumnya petani berusaha dengan orientasi pasar. Beberapa komoditas pertanian ditanam dengan kondisi irigasi yang dapat dikontrol secara baik. Disamping itu, keluarga petani juga memiliki berbagai sumber pendapatan diluar usahatani yang dapat dipergunakan sebagai input bagi produksi pertanian. Sebaliknya, petani di Nigeria bagian utara lebih terisolasi dari aspek pasar, dimana usaha pertanian yang dilakukan lebih diutamakan untuk memenuhi kebutuhan
20
keluarga. Meskipun usahatani ini bersifat semi komersial sehingga juga berhubungan terhadap faktor dan produk pasar, namun hanya sedikit yang mempunyai peluang terhadap pekerjaan diluar usahatani. Hal ini memang terkait dengan keadaan geografis wilayah yang semi-arid, sehingga faktor ketidakpastian terhadap output yang diharapkan sangat dipengaruhi oleh iklim dan cuaca. Muller dalam Caillavet et al., (1994) menyatakan bahwa 95 persen masyarakat di Rwanda sangat tergantung pada sektor pertanian, dimana pendapatan mereka sebagian besar berasal dari hasil produk-produk pertanian. Melalui metoda linear expenditure system diperoleh hasil bahwa faktor produksi utama yang sangat penting adalah tenaga kerja dan tanah dengan konsumsi pangan terdiri dari hasil pertanian yang diproduksi sendiri. Lebih lanjut dilaporkan bahwa keputusan produksi harus dipertimbangkan saat membuat estimasi sistem permintaan dalam model yang simultan. Variabel endogen dari produksi dan keputusan sistem penawaran tenaga kerja secara simultan menerangkan bahwa kepentingan trade off pasar pada konsumsi ternyata kurang nyata. Hal ini disebabkan karena parameter pada reduced form persamaan permintaan produksi tidak berpengaruh dan terjadi spasial korelasi untuk barang-barang yang dikonsumsi sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa pemahaman perilaku usahatani memerlukan data dan informasi secara berkala yang lebih akurat, sehingga penentu kebijakan dapat mengindikasikan bagaimana pengaruh kebijakan terhadap
konsumsi
rumahtangga
petani
dan
konsekuensinya
terhadap
kesejahteraan masyarakat. Sadoulet (1995) menggunakan model ekonomi rumahtangga yang non separable dengan tiga aspek dikaji secara simultan, yakni produksi (tanaman
21
pangan), faktor input (tenaga kerja dan pupuk) serta konsumsi meliputi pangan, barang yang dibeli di pasar dan waktu santai. Studi ini mengamati perilaku petani di Maroko yang tidak memberikan respon positif terhadap insentif harga pemerintah dalam kegiatan produksi tanaman pangan. Petani lebih memilih untuk menyesuaikan penggunaan tenaga kerja atau mengurangi konsumsi pangannya. Kontradiksi ini didekati dengan memasukkan variabel kegagalan pasar dalam model ekonomi rumahtangga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kondisi dimana tidak terjadi kegagalan pasar, peningkatan harga output tanaman pangan sebesar 10 persen, mengakibatkan rumahtangga petani meningkatkan penggunaan faktor input produksi sampai 5.4 persen dan pendapatan meningkat hingga 9.9 persen. Alokasi waktu dan curahan tenaga kerja yang digunakan untuk berproduksi meningkat, sehingga terjadi peningkatan upah tenaga kerja sampai 6.1 persen. Akibat lebih sedikit output tanaman pangan yang diproduksi dibandingkan dengan yang dikonsumsi, maka permintaan produk tersebut di pasar meningkat 7.9 persen. Pada kondisi dimana terjadi kegagalan pasar, respons elastisitas produksi cash crops turun dari 0.99 sampai 0.18, karena ketidakmampuan petani untuk mengurangi produksinya dalam memenuhi kebutuhan konsumsi dan rendahnya penggunaan tenaga kerja keluarga untuk meningkatkan produksi. Semakin tinggi pendapatan yang diterima, maka semakin besar pula konsumsi waktu santai. Model ekonomi rumahtangga terus berkembang sesuai dengan perubahan lingkungan strategis yang terjadi mengikuti perubahan ekonomi secara global. Key et al., (2000) memasukkan biaya transaksi, seperti biaya proporsional dan biaya tetap kedalam model umum ekonomi rumahtangga yang dibangun oleh
22
Singh et al., (1986). Model tersebut dibangun untuk mengestimasi respon produksi rumahtangga petani jagung di Meksiko dan elastisitas fungsi produksi secara agregat. Partisipasi dari aspek pasar menjadi variabel yang sangat penting dalam model ini, dimana selain jumlah barang yang dikonsumsi, diproduksi dan digunakan sebagai input rumahtangga, ditentukan pula seberapa banyak barang yang masuk ke pasar (jika nilainya positif dapat dijual, sedangkan jika nilainya negatif harus membeli). Model ekonomi rumahtangga yang digunakan adalah memaksimumkan keuntungan dengan kendala pendapatan, keseimbangan sumberdaya dan teknologi produksi. Sebanyak 382 petani jagung yang terdiri dari 190 pedagang, 69 pembeli, dan 123 produsen mandiri, dipergunakan sebagai responden dalam studi tersebut. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa kenaikan harga output sebesar 60 persen disebabkan oleh masuknya para produsen ke pasar, dimana 40 persen sisanya memang sudah berada di pasar. Hal ini membuktikan bahwa keputusan memasukkan variabel untuk partisipasi pasar harus dipertimbangkan dengan baik, sehingga keberadaan jenis dan biaya transaksi memiliki implikasi yang kuat dalam kaitannya dengan spesifikasi dan estimasi respon fungsi produksi. Jika biaya transaksi merupakan biaya tetap, akan terjadi discontinuities dalam merespon insentif yang terjadi di pasar. Kebijakan untuk menurunkan biaya transaksi sangat berarti bagi kebijakan harga yang akan mempengaruhi terhadap respon produksi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa menurunkan biaya transaksi melalui perbaikan transportasi dan sarana promosi dapat meningkatkan output.
23
Uji global separability yang pada umumnya digunakan untuk memisahkan keputusan produksi dan konsumsi dalam model ekonomi rumahtangga dianggap tidak tepat secara teori, dimana faktor kegagalan pasar dapat mengakibatkan terjadinya non separability, meskipun tidak untuk semua rumahtangga petani. Carter dan Yao (2002) mengkaji hal tersebut dengan menggunakan data panel hasil survei yang diterbitkan oleh Biro Pusat Statistik di delapan propinsi di China pada periode 1988 dan 1993. Metoda analisis Maximum Likelihood Estimation digunakan dalam penelitian ini dengan input lahan dan alokasi tenaga kerja sebagai faktor utama dalam fungsi produksi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hak-hak pemindahan atas lahan memiliki efisiensi yang sangat nyata, sehingga perlu adanya pilihan lain dalam mengatasi kasus reformasi lahan bagi pemerintahan di China. Debat tentang reformasi hak-hak atas pemilikan lahan menjadi salah satu penyebab terjadinya trade off antara investasi yang tidak berinsentif yang diciptakan oleh tuan-tuan tanah versus terciptanya fungsi jaring pengaman sosial. Hasil analisis menyarankan suatu resolusi parsial, dimana berkurangnya hak-hak pemindahan atas lahan dapat memberikan dampak pertumbuhan ekonomi yang signifikan tanpa mengorbankan jaring pengaman sosial yang sudah berlaku dalam sistem pengaturan pemilikan lahan saat ini. Taylor dan Adelman (2003) mengulas tentang evolusi dan perkembangan penggunaan model ekonomi rumahtangga pada 196 petani di Michoacan, Meksiko. Metoda estimasi yang digunakan adalah General Algebraic Modeling System (GAMS) untuk mengetahui dampak penerapan kebijakan NAFTA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa efek pendapatan karena perubahan kebijakan tidak didistribusikan secara merata diantara rumahtangga petani di perdesaan. Transfer
24
pendapatan pada keluarga petani subsisten di wilayah perdesaan Meksiko memberikan hasil terbaik dan berpotensi dalam menggerakkan pertumbuhan ekonomi. Hal ini disebabkan karena pola pengeluaran dari rumahtangga tersebut lebih menyukai produk yang dihasilkan di wilayahnya, sehingga kebijakan perubahan harga jagung yang rendah dalam konsensus NAFTA tidak menjadi stimulus untuk terjadinya migrasi dari Meksiko ke USA.
2.3.2. Studi di Indonesia 2.3.2.1. Rumahtangga Petani Tanaman Pangan Telah cukup banyak studi dengan topik model ekonomi rumahtangga petani di Indonesia. Sawit (1993) menggunakan model ekonomi rumahtangga petani di Jawa Barat untuk menganalisis dampak dari berbagai kebijakan pemerintah, utamanya harga input dan output, terhadap pendapatan petani dan penyerapan tenaga kerja. Model ekonomi yang digunakan untuk menduga perilaku produksi keluarga petani adalah melalui pendekatan fungsi translog keuntungan, sedangkan untuk perilaku konsumsi dilakukan dengan model almost ideal demand system (AIDS) dan linear approximation dari AIDS (LA/AIDS). Sejumlah 241 keluarga petani digunakan sebagai responden dalam studi ini yang diseleksi berdasarkan multi stage stratified random sampling mulai dari kecamatan, desa, kampung dan rumahtangga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak dapat dipungkiri jika perilaku keluarga petani adalah memaksimumkan keuntungannya. Hasil estimasi model LA/AIDS pada lima komoditas usahatani menunjukkan bahwa kenaikan harga beras akan mengakibatkan (1) meningkatnya pendapatan keluarga melalui keuntungan yang diperoleh, (2) meningkatnya penyerapan tenaga kerja pada
25
sektor pertanian melalui meningkatnya permintaan tenaga kerja, dan (3) meningkatnya jumlah beras yang dijual di pasar. Khusus untuk aspek tenaga kerja dinyatakan bahwa penawaran tenaga kerja laki-laki dan perempuan dalam usaha padi di Jawa Barat adalah elastis terhadap upahnya sendiri, sedangkan hal tersebut pada usaha non pertanian adalah mendekati nol. Model ekonomi rumahtangga pertanian juga telah digunakan oleh Heatubun (2001) dalam studinya untuk mengevaluasi keberhasilan program pemberdayaan petani multikomoditi di Propinsi Maluku. Penelitian ini menggunakan 152 petani contoh berdasarkan metoda stratified random sampling. Model analisis yang digunakan adalah model persamaan simultan dengan metode two stage least squares (2SLS). Hasil analisis secara deskriptif menunjukkan bahwa program pemberdayaan petani multikomoditi dinyatakan berhasil dari sisi tepat sasaran, sesuai agro ekosistem setempat, menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan produksi dan pendapatan petani. Skala usaha, produksi dan marketable surplus masing-masing usaha inelastis terhadap peubah harga. Usaha tanaman pangan kurang berorientasi pasar dan lebih bersifat subsisten, sedangkan pada usaha tanaman perkebunan meskipun sudah berorientasi pasar namun marketable surplusnya bersifat inelastis terhadap harga. Lebih lanjut dinyatakan bahwa untuk meningkatkan produksi, penggunaan tenaga kerja, marketable surplus, konsumsi dan dispossible income, maka skenario yang terbaik adalah kombinasi antara variabel-variabel kenaikan harga produk, upah dan pendapatan non usahatani. Penelitian terdahulu yang mengkaji masalah perilaku rumahtangga petani padi dalam kegiatan ekonomi di Jawa Barat menunjukkan bahwa produksi padi
26
sangat dipengaruhi oleh luas sawah garapan, pendapatan bersih usaha padi dan curahan tenaga kerja baik laki-laki maupun perempuan (Andriati, 2003). Data sekunder panel petani nasional Jawa Barat dipergunakan dalam studi ini dengan menggunakan model ekonometrika yang dianalisis secara simultan, sedangkan analisis dampak perubahan harga input dan output usahatani dilakukan dengan metode simulasi. Produksi usahatani di wilayah hulu daerah aliran sungai (DAS) Jratunseluna, Jawa Tengah juga telah diduga dengan menggunakan bentuk umum agricultural household model, dimana produksi ditentukan oleh tingkat penggunaan variabel input, tingkat penggunaan tenaga kerja dan karakteristik proses produksi (Basit, 1996). Sejumlah 459 petani digunakan sebagai responden dan model penelitian menggunakan persamaan simultan dengan metoda pendugaan 3SLS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keputusan petani untuk mengadopsi teknologi sangat ditentukan oleh luas lahan yang dikuasai, tenaga kerja, status penguasaan lahan, frekuensi penyuluhan dan keikutsertaan petani dalam program tersebut. Petani berlahan sempit lebih responsif terhadap teknologi usahatani yang diterapkan dibandingkan dengan petani dengan lahan lebih luas. Semakin besar jumlah tenaga kerja yang terlibat, semakin kuat status penguasaan lahan dan semakin tinggi frekuensi penyuluhan berdampak pada semakin besarnya peluang petani untuk mengadopsi teknologi. Keragaan usahatani ditentukan oleh kualitas penerapan teknologi, pendapatan non usahatani, harga output dan upah tenaga kerja. Kualitas penerapan teknologi merupakan faktor terpenting yang berpengaruh terhadap keragaan usahatani, khususnya terhadap
27
produksi dan pendapatan, dimana kualitas penerapan teknologi sangat ditentukan oleh intensitas penyuluhan dan ketersediaan modal. Kebijakan harga yang dilakukan melalui mekanisme pasar tidak banyak dirasakan manfaatnya oleh petani. Kebijakan yang diperlukan adalah kebijakan yang sifatnya langsung, seperti peningkatan intensitas dan kualitas penyuluhan, bantuan penyediaan modal (subsidi dan kredit) serta pengembangan kelembagaan usahatani. Kebijakan yang sifatnya tidak langsung dapat ditempuh melalui pembangunan perdesaan, yang antara lain mencakup pembangunan sarana dan prasarana, lembaga keuangan perdesaan dan peningkatan kualitas sumberdaya manusia di perdesaan. Kusnadi (2005) mengintegrasikan harga bayangan input atau faktor produksi maupun harga output ke dalam model ekonomi rumahtangga petani dalam kondisi pasar persaingan tidak sempurna. Hasil simulasi menunjukkan bahwa rumahtangga petani pada kondisi pasar persaingan tidak sempurna responsif terhadap perubahan harga output usahatani, sehingga perbaikan harga output secara efektif dapat menggerakan ekonomi rumahtangga petani. Sebaliknya, pada kondisi ini, rumahtangga petani tidak responsif terhadap perubahan harga pupuk dan upah tenaga kerja usahatani dan upah tenaga kerja di luar usahatani. Dengan demikian, pada kondisi pasar persaingan tidak sempurna, disinsentif ekonomi yang ditimbulkan oleh kenaikan harga input tidak terlalu banyak merugikan rumahtangga petani. Model ekonomi rumahtangga petani dengan menggunakan model simultan pada komoditas tanaman pangan dan perkebunan di provinsi Lampung juga telah dilakukan oleh Asmarantaka (2007). Hasil penelitian menunjukkan bahwa
28
kenaikan harga output mempunyai dampak positif terhadap produksi dan penggunaan input, terutama di desa pangan. Kenaikan harga input berdampak negatif terhadap produksi, terutama di desa pangan padi. Hal yang sama, kenaikan penggunaan tenaga kerja keluarga yang diiringi dengan kenaikan harga input dan output mempunyai dampak positif terhadap produktivitas usahatani dan pendapatan rumahtangga petani terutama di desa pangan padi. Di desa kebun, kenaikan investasi alat-alat pertanian berdampak positif terhadap produksi kebun dan pendapatan total.
2.3.2.2. Rumahtangga Industri Kecil dan Menengah Pakasi dan Sinaga (1999) juga telah melakukan studi aktivitas ekonomi rumahtangga industri kecil alkohol di Kabupaten Minahasa dalam kaitannya dengan dampak kebijakan harga input dan output. Penelitian dilakukan dengan metode survei terhadap 50 rumahtangga di empat desa yang telah ditetapkan secara purposive. Model ekonomi rumahtangga diestimasi menggunakan metode 2SLS karena semua persamaan-persamaan terindikasi sebagai over identified. Analisis simulasi yang diterapkan merupakan simulasi kebijakan peningkatan harga bahan baku, kenaikan upah, kenaikan harga BBM, kenaikan harga bahan lain dan kenaikan harga alkohol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat keterkaitan yang erat antara aspek produksi, pendapatan dan konsumsi rumahtangga industri kecil alkohol nira aren. Kenaikan jumlah produksi berdampak terhadap meningkatnya pendapatan yang pada akhirnya akan meningkatkan dispossible income dan konsumsi. Peningkatan harga input (biaya) yang diiringi oleh kenakan harga output (penerimaan) dalam proporsi tertentu
29
masih meningkatkan produksi, pendapatan dan konsumsi serta kesejahteraan rumahtangga industri kecil alkohol nira aren.
2.3.2.3. Rumahtangga Nelayan Pada komoditas perikanan, Muhammad (2002) telah melakukan studi ekonomi rumahtangga nelayan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan di Jawa Timur yang disertai dengan suatu analisis simulasi kebijakan. Sebanyak 120 contoh unit armada penangkapan ikan dipergunakan sebagai responden dengan metoda estimasi 2SLS. Simulasi perubahan kebijakan dan non kebijakan meliputi perubahan harga BBM, pengembangan teknologi, perubahan harga ikan dan curahan kerja non melaut, pengaturan bagi hasil, pengembangan usaha dan industri perikanan ZEE 200 mil, dan perubahan daerah penangkapan ikan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan produksi sangat ditentukan oleh ukuran asset kapal, daerah penangkapan ikan, frekuensi melaut serta produktivitas wilayah penangkapan ikan. Harga BBM dan peluang kerja non perikanan berhubungan negatif dengan produksi ikan, sedangkan status sumberdaya, teknologi, pelabuhan, ukuran kapal, kegiatan agro industri, kredit dan mutu sumberdaya manusia berhubungan positif dengan produksi ikan dan pendapatan nelayan. Pendapatan rumahtangga nelayan terutama ditentukan oleh jumlah hasil tangkapan melaut, dimana pengaruh perubahan harga ikan dan status sumberdaya terhadap penerimaan nelayan cukup rendah. Dampak kebijakan kenaikan harga BBM menunjukkan penurunan produksi ikan dan pendapatan nelayan. Peningkatan pendapatan nelayan dalam menghadapi kenaikan harga BBM memerlukan kombinasi kebijakan yang terpadu, diantaranya penyediaan kredit, peningkatan ketrampilan, peningkatan ukuran kapal, pengembangan
30
teknologi ramah lingkungan, pelayanan pelabuhan, peningkatan pendapatan non melaut, perbaikan harga ikan dan perluasan daerah penangkapan ikan. Penelitian yang diajukan kali ini mempunyai keunikan tersendiri karena model ekonomi rumahtangga petani yang terintegrasi antara tanaman pangan (padi) dan usaha peternakan belum pernah dilakukan. Bentuk-bentuk usaha sistem integrasi ini sudah banyak dilakukan oleh petani di Indonesia, namun keterkaitan antara penggunaan satu output menjadi input dari usahatani yang lain masih belum banyak dilakukan analisis ekonominya. Hal ini sangat penting mengingat salah satu keluaran dari kegiatan ini adalah suatu model ekonomi rumahtangga petani padi dan sapi dalam suatu pendekatan kesisteman. Kebijakan yang akan diterapkan harus mempertimbangkan faktor-faktor yang akan mempengaruhi kesejahteraan masyarakat, utamanya adalah petani padi dan sapi.
III. KERANGKA TEORI
3.1. Kerangka Konseptual Integrasi usaha sapi pada kawasan persawahan bertujuan untuk memanfaatkan potensi sumberdaya wilayah dalam rangka mempertahankan kesuburan lahan melalui siklus dari sawah, jerami, sapi, pupuk organik dan kembali ke sawah lagi (Haryanto et al., 1999). Hal ini berkaitan dengan adanya jerami padi yang berlimpah setiap kali musim panen dan dapat digunakan sebagai sumber pakan sapi. Untuk memanfaatkan potensi pakan berserat tersebut, perlu dikembangkan inovasi teknologi peningkatan kualitas nutrisi jerami padi. Sapi berfungsi sebagai alat penghasil bahan dasar pupuk organik yang akan dipergunakan untuk menjaga kelestarian kesuburan lahan persawahan. Dengan demikian pada satu kawasan persawahan dapat menghasilkan padi sebagai produk utama, susu atau daging sebagai hasil usaha peternakan, dan pupuk organik sebagai hasil samping usaha peternakan. Hal tersebut dalam suatu sistem usahatani secara rinci disajikan pada Gambar 2. Produksi jerami padi dapat mencapai 6-8 ton per hektar per panen, meskipun bervariasi tergantung pada lokasi dan jenis varietas tanaman padi yang digunakan. Jerami padi yang dihasilkan ini dapat digunakan sebagai pakan sapi dewasa sebanyak 2-3 ekor sepanjang tahun. Wilayah yang mampu panen 2 kali setahun dapat menunjang kebutuhan pakan berserat untuk 4-6 ekor sapi. Disamping jerami padi, dapat pula digunakan dedak padi sebagai salah satu komponen bahan pakan untuk menyusun ransum (Haryanto et al., 2002).
32
Jerami Padi Ternak
Pasar Input dan Output
Kompos
Padi
Gambar 2. Tahapan Produksi dan Pasar Sistem Integrasi Tanaman-Ternak Untuk meningkatkan kualitas nutrisi jerami padi perlu dilakukan proses fermentasi terbuka selama 21 hari. Hal ini dilakukan dengan menggunakan probiotik sebagai pemacu proses degradasi komponen serat dalam jerami padi sehingga akan lebih mudah dicerna oleh ternak. Proses fermentasi terbuka ini dilakukan pada tempat yang terlindung dari hujan maupun sinar matahari langsung. Pemanfaatan jerami padi dapat dilakukan sepanjang tahun dan lebih efisien dalam pemanfaatan waktu dan tenaga kerja (Haryanto et al., 2002). Dari sisi pemanfaatan kotoran ternak sebagai bahan pupuk organik, seekor sapi dapat menghasilkan kotoran sebanyak 8-10 kg setiap hari. Apabila kotoran sapi ini diproses menjadi pupuk organik diharapkan dapat menghasilkan 4-5 kg per hari. Dengan demikian, pada luasan sawah satu hektar diharapkan mampu
33
menghasilkan sekitar 7.3 sampai dengan 11 ton pupuk organik per tahun. Sementara itu, penggunaan pupuk organik pada lahan persawahan adalah 2 ton per hektar untuk setiap kali tanam, sehingga potensi pupuk organik yang ada dapat menunjang kebutuhan pupuk organik untuk 1.8 sampai dengan 2.7 Ha dengan dua kali tanam setahun (Haryanto et al., 2002).
3.2. Adopsi Sistem Integrasi Tanaman-Ternak Pelaksanaan kegiatan sistem integrasi tanaman-ternak menerapkan suatu pendekatan sistem dalam satu kesatuan daur produksi. Hal ini berupa siklus produksi dimana padi memerlukan kotoran sapi sebagai bahan pupuk organik, limbah padi berupa jerami dimanfaatkan sebagai pakan sapi dan sapi menghasilkan kotoran ternak. Penerapan introduksi sistem ini tentunya tidak sama untuk semua petani dengan berbagai keterbatasan yang dimiliki. Suatu introduksi baru dapat diterapkan oleh petani apabila sangat relevan dengan kebutuhan utamanya. Keberadaan dan kecepatan mengadopsi suatu hal yang baru merupakan salah satu indikator dari keberhasilan inovasi tersebut melalui penerapannya yang sangat luas. Beberapa inovasi yang diintroduksikan kepada petani oleh lembagalembaga penelitian dan pengembangan banyak yang telah dilaksanakan dengan baik, namun ada pula yang tidak terlaksana sesuai dengan yang diharapkan. Phenomena ini menunjukkan bahwa penerapan inovasi baru tidak dapat digeneralisir pelaksanaannya, dimana hal ini memerlukan pengetahuan dan kemampuan yang sangat mendalam terhadap interaksi lingkungan (petani, lahan, kultur masyarakat dan teknologi). Implikasinya adalah penerapan suatu inovasi harus spesifik lokasi (Francis and Hildebrand, 1989 dalam Noman and Douglas, 1994).
34
Mengapa suatu inovasi dapat diadopsi oleh petani dan di pihak lain ditolak dapat menjadi suatu rujukan dalam membangun suatu inovasi untuk petani. Hal ini terkait dengan pendekatan usahatani yang tepat di lapang disamping kesadaran bagi para peneliti untuk mengetahui dengan pasti komunitas petani yang akan menjadi target sasaran. Berbagai faktor yang dapat diidentifikasi sebagai kemungkinan penyebab hal ini adalah: (1) kelayakan ekonomi dan penerimaan sosial dari inovasi yang diintroduksi, (2) derajat kepentingan pada sistem produksi, (3) kemudahan akses input akibat inovasi tersebut, (4) ketersediaan sarana waktu dan tenaga, serta (5) tingkat perbedaan sebelum dan sesudah penggunaan inovasi dari sisi permintaan (Soedjana and Kristjanson, 2001).
3.3. Model Umum Ekonomi Rumahtangga Rumahtangga dapat dipandang sebagai unit ekonomi yang mempunyai tujuan yang ingin dicapai dengan memanfaatkan sumberdaya yang dimiliki. Pengambilan keputusan di dalam rumahtangga petani tentang tujuan yang ingin dipenuhi dan cara mencapainya dengan sumberdaya yang tersedia menjadi salah satu variabel utama dalam sistem usahatani. Perilaku rasional dapat dipelajari jika rumahtangga sebagai satu unit ekonomi mempunyai tujuan yang ingin dicapai berdasarkan sumberdaya yang terbatas. Pada dasarnya, tujuan yang ingin dicapai oleh suatu rumahtangga adalah memaksimumkan fungsi kepuasan atau fungsi utilitas dengan memanfaatkan sejumlah sumberdaya yang tersedia dalam rumahtangga. Becker (1965) mengembangkan teori yang mempelajari tentang perilaku rumahtangga dan merupakan dasar dari New Household Economics. Rumahtangga dipandang sebagai pengambil keputusan dalam kegiatan produksi dan konsumsi,
35
serta hubungan alokasi waktu dan pendapatan rumahtangga yang dianalisis secara simultan. Asumsi yang digunakan adalah bahwa dalam mengkonsumsi, kepuasan rumahtangga bukan hanya ditentukan oleh barang yang dapat dibeli, tetapi juga dari berbagai komoditas yang dihasilkan oleh rumahtangga. Beberapa asumsi lain yang dipakai dalam model tersebut adalah (1) waktu dan barang merupakan suatu unsur kepuasan, (2) waktu dan barang dapat dipergunakan sebagai faktor produksi dalam fungsi produksi, dan (3) rumahtangga bertindak sebagai produsen dan konsumen. Formulasi ini menyatakan bahwa terdapat dua proses dalam perilaku rumahtangga, yakni proses produksi yang digambarkan oleh fungsi produksi dan proses konsumsi unuk memilih barang dan waktu santai yang dikonsumsi. Rumahtangga diasumsikan akan mengkombinasikan waktu dengan sejumlah barang untuk menghasilkan suatu produk, yakni barang yang siap dikonsumsi (Z). Bentuk fungsi kepuasan rumahtangga dalam teori ekonomi rumahtangga menurut Becker (1965) adalah: U = u (Z1, Z2, …Zn)
(3.1.)
dimana: Zi = produk yang siap dikonsumsi (i = 1,2,…, n). Dalam memaksimumkan kepuasan, rumahtangga dibatasi oleh kendala produksi, waktu dan pendapatan. Setiap komoditas (Zi) tersebut secara langsung akan menghasilkan utilitas tertentu. Sehingga fungsi utilitas yang akan dimaksimumkan rumahtangga adalah mengkombinasikan berbagai barang Zi yang dapat dirumuskan sebagai berikut: Zi = z (Xi, Ti)
(3.2)
m
∑ pi.Xi = I = w.Tw + V i=1
(3.3)
36
m
∑ Ti = Tc = T – Tw
(3.4)
i=1
dimana: Xi
: barang ke-i yang dibeli di pasar
Ti
: jumlah waktu yang dipakai untuk memproduksi barang Z ke-i
pi
: harga barang X ke-i yang dibeli
Tw
: waktu yang dipakai untuk bekerja
w
: upah per unit Tw
Tc
: jumlah waktu yang digunakan untuk kegiatan rumahtangga
T
: jumlah waktu yang tersedia
I
: pendapatan total rumahtangga
V
: pendapatan bukan dari bekerja atau selain upah
Secara lebih praktis, memaksimumkan fungsi tujuan U = (X1, X2, ... Xn, T1, T2, ... Tn) ) dibatasi dengan kendala anggaran untuk pembelian barang dan kendala waktu yang tersedia dalam rumahtangga. Nilai pembelian barang dapat dirumuskan dengan Σ pi Xi, yang nilainya harus sama dengan nilai penerimaan rumahtangga yang diperoleh dari aktivitas kerja (w x Tw) dan pendapatan bukan dari bekerja atau selain upah (V). Sehingga, ∑ pi.Xi = I = w.Tw + V, dimana I adalah besaran nilai barang yang sama dengan nilai penerimaan uang rumahtangga, atau dalam hal ini dapat disebut sebagai pendapatan total rumahtangga. Kendala waktu dinyatakan dengan ∑ Ti = Tc = T – Tw, dimana jumlah waktu yang digunakan untuk kegiatan dalam rumahtangga adalah selisih antara total waktu yang tersedia dalam rumahtangga dan waktu bekerja untuk memperoleh pendapatan.
37
Evenson (1976) menyatakan bahwa model yang disusun oleh Becker (1965) secara mendasar melihat perilaku konsumsi rumahtangga sebagai proses dalam dua tahapan, yakni (1) tahap pertama, menjelaskan perilaku rumahtangga yang menghadapi fungsi produksi rumahtangga, dimana waktu dan modal yang tersedia dalam rumahtangga digunakan untuk memproduksi barang dan jasa yang dapat dikonsumsi, dan (2) tingkat kedua, menjelaskan proses keputusan pilihan konsumsi dengan anggota rumahtangga berperilaku sebagai perilaku individu konsumen, dimana aksioma perilaku konsumen konvensional dapat diaplikasikan. Ciri utama yang membedakan perilaku individu dan rumahtangga sebagai konsumen adalah bahwa pada ekonomi rumahtangga pada saat yang sama anggota rumahtangga juga sebagai produsen sebagaimana suatu perusahaan. Dengan demikian, rumahtangga dalam memaksimumkan kepuasannya dibatasi oleh kendala produksi, waktu dan pendapatan, dimana pendapatan seluruhnya dibelanjakan untuk konsumsi. Formulasi Becker tersebut tidak memasukkan variabel waktu santai, sehingga Gronau (1977) mengembangkan model ekonomi rumahtangga dengan membedakan secara eksplisit antara waktu santai dengan waktu bekerja dalam rumahtangga. Dengan asumsi bahwa perilaku rumahtangga untuk melaksanakan kegiatan rumahtangga dan waktu santai bereaksi sama terhadap perubahan lingkungan, Gronau berpendapat bahwa tidak adanya variabel waktu santai dalam formulasi Becker disebabkan oleh kesulitan dalam membedakan antara pekerjaan rumahtangga dan waktu santai. Sehingga, model ekonomi rumahtangga menjadi : Z = z (X, Xs) dimana :
(3.5)
38
Z
: rumahtangga memaksimumkan kepuasan
X
: total konsumsi barang
Xs
: konsumsi waktu santai
Total konsumsi barang terdiri dari konsumsi barang-barang yang dibeli (Xm) dan konsumsi barang-barang yang diproduksi di rumahtangga (Xh). Karena berfungsi sebagai konsumen dan produsen sekaligus, maka Xh yang dihasilkan dari bekerja di rumah (H) adalah sebagai berikut : Xh = f (H)
(3.6)
X = Xm + X h
(3.7)
Dalam memaksimumkan kepuasannya (Z), rumahtangga dibatasi oleh kendala anggaran, yakni: Xm = w N + V
(3.8)
dimana persamaan ini menunjukkan bahwa konsumsi barang yang dibeli di pasar (Xm) sama dengan tingkat upah (w) dikalikan dengan waktu bekerja di pasar (N) dan ditambah penghasilan dari sumber lain (V). Kendala lain yang membatasi kepuasan maksimum adalah kendala waktu, yaitu : T=S+H+N
(3.9)
dimana persamaan ini menunjukkan bahwa total waktu yang tersedia (T) sama dengan waktu santai (S) ditambah dengan waktu untuk bekerja dalam rumahtangga (H) dan waktu untuk bekerja di pasar (N). Anggota rumahtangga bersikap rasional dalam mengalokasikan jam kerja dengan memaksimalkan utilitasnya. Maksimisasi utilitas rumahtangga dilakukan dengan
mengkombinasikan
waktu
santai
dan
barang
konsumsi
dalam
memaksimumkan kepuasan. Mangkuprawira (1985) menyatakan bahwa setiap
39
angkatan kerja anggota rumahtangga dihadapkan pada pilihan bekerja dan tidak bekerja, dimana pilihan bekerja akan memberikan nilai guna pendapatan yang lebih tinggi dan akan lebih mencurahkan waktunya bagi pencapaian kebutuhan konsumsi. Sebaliknya, pilihan tidak bekerja, maka waktu santai akan mempunyai nilai guna lebih tinggi daripada pendapatan yang diperoleh. Kedua pilihan tersebut akan menghasilkan berbagai kombinasi dalam mencapai kepuasan yang maksimum sebagaimana disajikan dalam Gambar 3. Anggota rumahtangga akan mengkonsumsi X0 dan S0 untuk mendapatkan tingkat kepuasan U0. Jika semakin banyak X dan S yang dikonsumsi, akan semakin tinggi tingkat kepuasan U yang dicapai. Barang konsumsi
X2 X1 U2 X0
U1 U0
0
S0
S1
S2
Waktu santai
Gambar 3. Tingkat Kepuasan Anggota Rumahtangga Agar diperoleh kombinasi yang optimum antara jumlah barang yang dikonsumsi dengan waktu santai untuk memperoleh tingkat kepuasan maksimum, maka anggota rumahtangga akan dihadapkan pada kendala anggaran. Hal ini
40
meliputi kendala waktu (24 jam sehari) dan jumlah anggota rumahtangga dalam menawarkan jumlah jam kerja di pasar sehingga tidak akan mempengaruhi tingkat upah yang berlaku. Kombinasi optimum terletak pada garis anggaran yang menyinggung kurva indifference. Seseorang cenderung meningkatkan konsumsi barang dan waktu santai lebih banyak, yang berarti terjadi pengurangan jam kerja, sehingga terjadi efek pendapatan. Kenaikan tingkat upah menunjukkan harga waktu santai menjadi mahal dan mendorong anggota rumahtangga mensubstitusi waktu santai lebih banyak bekerja untuk meningkatkan konsumsi barang, sehingga terjadi efek substitusi (Gambar 4). Upah
W1
W’
E2
W0 U1 E0 E1 B’ U0
O
S2
S0
S1
Waktu santai
Gambar 4. Hubungan Tingkat Upah dengan Efek Pendapatan dan Substitusi
B S
41
Apabila tingkat upah naik, maka garis anggaran berubah dari yang semula BW0 menjadi BW1 sehingga pendapatan meningkat menjadi B’W’ yang sejajar dengan BW0. Peningkatan pendapatan ini merupakan efek pendapatan yang mendorong anggota rumahtangga untuk mengurangi jumlah jam kerja dari SS0 (titik E0) menjadi SS1 (titik E1). Kenaikan tingkat upah menunjukkan perubahan harga
waktu
menjadi
lebih
mahal,
sehingga
mendorong
rumahtangga
mensubstitusi waktu santainya untuk bekerja lebih banyak guna dapat mengkonsumsi barang. Penambahan waktu bekerja ini merupakan efek substitusi yang ditunjukkan dengan peningkatan jumlah jam kerja dari SS1 (titik E1) ke SS2 (titik E2). Efek total dari perubahan tingkat upah adalah selisih dari efek pendapatan dengan efek substitusi. Sebaliknya, kenaikan tingkat upah akan mengakibatkan pengurangan waktu bekerja jika efek substitusi lebih kecil dari efek pendapatan. Pada mulanya anggota rumahtangga akan bekerja lebih lama pada saat tingkat upah naik, namun sekali tingkat pendapatan mencapai jumlah yang dirasa cukup untuk membiayai kebutuhan hidupnya, maka jam kerja akan dikurangi sehingga waktu santai akan bertambah. Kondisi seperti ini akan menghasilkan kurva penawaran tenaga kerja bersudut negatif, atau backward bending supply curve (Nicholson, 2001). Fungsi Lagrangian G ditunjukkan pada persamaan (3.10) yang dapat menurunkan persamaan kepuasan marjinal dari waktu dan pendapatan sebagaimana berturut-turut disajikan pada persamaan (3.11) dan (3.12). Marjinal produk bekerja di rumah sama dengan tingkat marjinal substitusi antara konsumsi barang serta konsumsi waktu, dan sama dengan harga bayangan (w*) seperti pada persamaan (3.11). Sedangkan apabila seseorang bekerja di pasar (N>0), maka w*
42
sama dengan tingkat upah riil (w) seperti pada persamaan (3.12), dimana µ dan λ masing-masing adalah kepuasan marjinal dari waktu dan pendapatan. G = Z{[Xm + f(h)]L]} + λ(WN + V-Xm) + µ(T-S-H-N)
(3.10)
∂Z/∂L = f΄= µ = w* ∂Z/∂X λ
(3.11)
∂Z/∂L = f΄= w = w* ∂Z/∂X
(3.12)
Singh et al., (1986) mengembangkan formulasi tersebut dengan model bahwa rumahtangga adalah pengambil keputusan dalam kegiatan produksi dan konsumsi dalam hubungannya dengan alokasi waktu. Dalam model tersebut, kepuasan rumahtangga (U) adalah fungsi dari konsumsi barang yang dihasilkan oleh rumahtangga (Xa), konsumsi barang yang dibeli di pasar (Xm) dan konsumsi waktu santai (Xs). Sehingga, model dasar rumahtangga dalam memaksimumkan kepuasan melalui konsumsi barang dan waktu menjadi : U = u (Xa, Xm, Xs)
(3.13)
Kendala yang dihadapi dalam memaksimumkan kepuasan tersebut tetap kendala produksi, waktu dan pendapatan sebagaimana disajikan berturut-turut dalam persamaan (3.14), (3.15) dan (3.16), yakni: Kendala produksi : Q = Q (L, A)
(3.14)
Kendala waktu : T = Xl + F
(3.15)
Kendala pendapatan : Pm Xm = Pa (Q-Xa) – w (L-F) dimana:
(3.16)
43
Q
: jumlah produksi rumahtangga
A
: faktor produksi tetap dalam rumahtangga (lahan)
(Q-Xa)
: surplus produksi untuk dijual di pasar
Pm
: harga barang yang dihasilkan di pasar
Pa
: harga barang yang dihasilkan oleh rumahtangga
w
: upah di tingkat pasar
L
: penggunaan total tenaga kerja
F
: penggunaan tenaga kerja rumahtangga
w (L-F)
: pengeluaran upah untuk tenaga kerja luar rumahtangga
Jika (L-F) positif berarti terdapat tenaga kerja luar rumahtangga yang diupah, sedangkan jika negatif terdapat penawaran tenaga kerja keluarga untuk bekerja diluar pertanian. Kendala-kendala tersebut dapat digabung dengan mensubstitusi kendala produksi dan waktu kedalam kendala pendapatan, sehingga menjadi bentuk persamaan kendala tunggal, yakni : P m X m + P a Xa + w X l = w T + π
(3.17)
dimana π adalah keuntungan yang ditunjukkan sebagai berikut: π = Pa Q (L, A) – w L
(3.18)
Sisi kiri persamaan (3.17) merupakan pengeluaran total rumahtangga untuk barang yang dibeli di pasar dan yang diproduksi rumahtangga (Xm dan Xa) serta waktu Xs yang dikonsumsi. Sisi kanan merupakan pengembangan dari konsep pendapatan penuh model Becker dengan nilai waktu yang tersedia disajikan secara eksplisit. Pengembangan lainnya adalah memasukkan pengukuran keuntungan dengan tenaga kerja dihitung berdasarkan tingkat upah di pasar.
44
Rumahtangga dalam memaksimumkan kepuasannya memilih tingkat konsumsi dari barang yang dibeli (Xm), barang yang diproduksi rumahtangga (Xh) dan waktu yang dikonsumsi rumahtangga (Xl) serta tenaga kerja (L) yang digunakan
dalam
kegiatan
produksi.
Kondisi
turunan
pertama
untuk
mengoptimalkan penggunaan tenaga kerja adalah: Pa ( ∂Q ) = w ∂L
(3.19)
Rumahtangga akan menyamakan penerimaan marjinal produksi dari tenaga kerja dengan upah pasar. Dari persamaan tersebut dapat diturunkan penggunaan input L sebagai fungsi dari w dan Pa, sebagai berikut: L* = L* (w, Pa)
(3.20)
Persamaan (3.17) menunjukkan bahwa sisi kiri merupakan konsumsi komoditas yang dibeli di pasar (PmXm), komoditas pertanian yang diproduksi rumahtangga (PaXa) dan konsumsi waktu santai dalam rumahtangga (wXl). Sedangkan sisi kanan persamaan tersebut menunjukkan pendapatan yang diperoleh dari waktu bekerja dalam bentuk upah (wT) serta keuntungan produksi (π) yang merupakan total pendapatan rumahtangga. Maka untuk selanjutnya akan diperoleh persamaan sebagai berikut: Pm Xm + Pa Xa + w Xs = Y*
(3.21)
dimana Y* adalah pendapatan penuh (potensial). Kondisi turunan pertama dalam memaksimumkan kepuasan dengan kendala persamaan (3.21) akan dapat diperoleh fungsi permintaan konsumsi barang dan waktu santai. Memaksimumkan kepuasan rumahtangga dengan fungsi Lagrangian akan diperoleh : Max U = u (Xm, Xa, Xs) – λ (Pm Xm - Pa Xa - w Xs - Y*)
(3.22)
45
dimana λ adalah pengganda Lagrangian. Dari persamaan (3.22) dapat diturunkan persamaan permintaan konsumsi barang yang dibeli (Xm), barang pertanian yang diproduksi rumahtangga (Xa) dan konsumsi waktu santai (Xs) berdasarkan kondisi turunan pertamanya, yaitu : ∂U = λ Pm ∂Xm
(3.23a)
∂U = λ Pa ∂Xa
(3.23b)
∂U = λ w ∂Xs
(3.23c)
Pm Xm - Pa Xa - w Xs = Y*
(3.23d)
Berdasarkan persamaan tersebut, fungsi permintaan konsumsi barang yang dibeli di pasar (Xm), barang pertanian yang diproduksi rumahtangga (Xa) dan konsumsi waktu santai (Xs) adalah sebagai berikut : Xm = Xm (Pm, Pa, w, Y*)
(3.24a)
Xa = Xa (Pa, Pm, w, Y*)
(3.24b)
Xs = Xs (w, Pa, Pm, Y*)
(3.24c)
3.4. Model Ekonomi Rumahtangga Petani Sistem Integrasi Tanaman-Ternak Singh et al., (1986) memformulasikan sebuah model tentang perilaku rumahtangga petani yang bersifat dinamis. Secara teoritis, perilaku petani dapat didekati dengan teori produksi dimana fungsi produksi diasumsikan sebagai hubungan antara produksi dan faktor produksi secara kontinyu. Dalam Agricultural Household Model, Singh and Janakiram (1986); Barnum and Squire (1979); dan Bagi and Singh (1974) menganalis aspek produksi rumahtangga petani dengan model simultan dan parsial.
46
Dalam penelitian ini keputusan produksi merupakan jumlah produksi pertanian kotor (Q) adalah fungsi dari penggunaan lahan dan ternak (A), persediaan modal usaha (K), tenaga kerja keluarga (Nf), tenaga kerja luar keluarga (No), dan teknologi (Tek). Dalam kaitannya dengan pengembangan sistem integrasi tanaman-ternak, kegiatan produksi meliputi kegiatan produksi usaha padi (QP) dan usaha sapi (QS), sehingga masing-masing fungsi produksi dapat dirumuskan sebagai: QP = f (A, K, Nf, No, Tek)
(3.25)
QS = f (A, K, Nf, No, Tek)
(3.26)
Fungsi produksi usahatani yang dibuat merupakan penjabaran bentuk umum fungsi produksi dalam Agricultural Household Model, dimana produksi tergantung pada tingkat penggunaan input tetap, penggunaan tenaga kerja dan karakteristik proses produksi. Penggunaan input tetap dapat berupa luas lahan dan modal usaha, sedangkan karakteristik produksi meliputi penggunaan teknologi dan kebutuhan kredit. Penggunaan input merupakan fungsi turunan dari fungsi kepuasan maksimum dengan kendala produksi, ketersediaan tenaga kerja dan pendapatan. Nilai optimal penggunaan faktor-faktor input ini merupakan permintaan dari rumahtangga terhadap faktor-faktor input tersebut, yang besarnya tergantung dari harga input dan tingkat produksinya. Dengan demikian fungsi permintaan faktorfaktor input adalah fungsi dari harga input dan tingkat produksi yang dapat dinyatakan sebagai (Nicholson, 2001) X*i = X*i (w1, …, wn, Q)
(3.27)
47
Dengan asumsi Q, A, K dan N pada persamaan (3.25) dan (3.26) diperjual-belikan pada pasar persaingan sempurna dengan harga masing-masing P, r, v dan w, maka pada kondisi penerapan teknologi tertentu, untuk memperoleh keuntungan maksimum dari masing-masing faktor input perlu menurunkan first order condition dari fungsi Lagrangian dalam memaksimumkan keuntungan. Kondisi syarat minimum yang harus dipenuhi dari faktor input tersebut menjadi: ∂π = r – λ ∂f = r - MPA = 0 ∂A ∂A
(3.28a)
∂π = v – λ ∂f = v - MPK = 0 ∂K ∂K
(3.28b)
∂π = w – λ ∂f = w - MPNf = 0 ∂Nf ∂Nf
(3.28c)
∂π = w – λ ∂f = w - MPNo = 0 ∂No ∂No
(3.28d)
Karena persamaan tersebut dapat diinterpretasikan sebagai biaya marjinal, maka persamaan diatas dapat diubah menjadi: r – MC. MPA = 0
(3.29a)
v – MC. MPK = 0
(3.29b)
w – MC. MPNf = 0
(3.29c)
w – MC. MPNo = 0
(3.29d)
Berdasarkan tujuan rumahtangga yang ingin memaksimumkan keuntungan, maka harus dipenuhi syarat dimana P = MC, sehingga diperoleh: r – P. MPA = 0 atau r = P. MPA
(3.30a)
v – P. MPK = 0 atau v = P. MPK
(3.30b)
w – P. MPNf = 0 atau w = P. MPNf
(3.30c)
w – P. MPNo = 0 atau w = P. MPNo
(3.30d)
48
Hal ini menunjukkan bahwa rumahtangga harus menggunakan faktor-faktor produksinya hingga batas saat mana nilai produktivitas marjinal faktor yang bersangkutan sama dengan tingkat harga satu unit faktor tersebut di pasar.
3.4. MODEL REKURSIF DAN NON REKURSIF Secara teoritis, saling ketergantungan antara proses produksi dan konsumsi menimbulkan dua pendekatan yang berbeda, yakni model rekursif dan non rekursif. Model rekursif berlaku atas dasar asumsi bahwa antara keputusan produksi dan konsumsi terjadi ketergantungan secara sekuensial, dimana keputusan konsumsi dipengaruhi oleh keputusan produksi, bukan sebaliknya (Singh et al., 1986; Coyle, 1994). Asumsi ini berlaku pada kondisi (1) pasar input dan pasar output bersaing, (2) tidak terdapat biaya transaksi dan pertukaran, (3) terjadi substitusi sempurna dalam kegiatan produksi antara tenaga kerja sewa dengan tenaga kerja keluarga, (4) terdapat substitusi sempurna antara penggunaan tenaga kerja keluarga dalam usahatani dan luar usahatani, dan (5) produktivitas usahatani tidak tergantung pada konsumsi usahatani. Jika asumsi tersebut tidak dapat dipenuhi, maka model yang digunakan termasuk dalam kelompok model non rekursif.
3.4.1. Model Rekursif Seandainya diumpamakan rumahtangga petani mengkonsumsi produk usahatani, Xa, produk dibeli di pasar, Xm, dan waktu santai, S, maka rumahtangga diasumsikan mempunyai fungsi utilitas dengan turunan parsial positif. U = u (Xa, Xm, S)
(3.31)
49
Dengan
kendala
anggaran
sebagai
faktor
pembatas,
dalam
memaksimumkan fungsi utilitasnya, maka jumlah pengeluaran rumahtangga untuk membeli barang Xm pada harga Pm akan memerlukan anggaran sebesar Xm x Pm, dimana besarnya harus sama dengan seluruh pendapatan tunai rumahtangga dari berbagai sumber. Persamaan fungsi anggaran menjadi: Pm Xm = Pa(Qa-Xa) + Pc Qc – Pv V– w (L-F) + n N + E
(3.32)
dmana: PmXm : total anggaran yang tersedia Qa, Qc : komoditas pertanian yang diproduksi sendiri Pa, Pc : harga komoditas pertanian Qa dan Qc Pv
: harga input variabel V
L
: tenaga kerja dalam dan luar keluarga pada usahatani
F
: tenaga kerja keluarga yang bekerja di sektor pertanian
N
: tenaga kerja keluarga yang bekerja diluar pertanian
w
: tingkat upah tenaga kerja di sektor pertanian
n
: tingkat upah tenaga kerja diluar sektor pertanian
E
: pendapatan keluarga diluar upah (sewa, bunga, dll).
Selisih antara L dan F merupakan keseimbangan penggunaan tenaga kerja keluarga di sektor pertanian dengan tenaga kerja pada usahatani sendiri. Jika nilai ini positif, maka penggunaan tenaga kerja pada usahatani sendiri, termasuk tenaga kerja dalam dan luar keluarga, lebih besar daripada penggunaan tenaga kerja keluarga pada sektor pertanian. Hal ini menunjukkan bahwa pada usahatani sendiri terdapat pengeluaran upah sewa tenaga kerja. Apabila nilai ini negatif, berarti penggunaan tenaga kerja keluarga di sektor pertanian lebih besar daripada
50
penggunaan tenaga kerja keluarga pada usahatani sendiri, sehingga terdapat penerimaan upah tenaga kerja yang diterima keluarga dari sektor pertanian. Ketersediaan tenaga kerja keluarga juga menjadi salah satu kendala bagi rumahtangga
petani
dalam
memaksimumkan
fungsi
utilitasnya,
yang
direpresentasikan oleh: T = F + N + S atau F = T – N – S
(3.33)
dimana: T : jumlah tenaga kerja potensial yang tersedia pada keluarga F : jumlah tenaga kerja keluarga yang bekerja di sektor pertanian N : jumlah tenaga kerja keluarga yang bekerja di luar pertanian S : jumlah tenaga kerja potensial untuk bersantai Apabila kendala tenaga kerja ini disubstitusikan dengan kendala anggaran, maka akan diperoleh: Pm Xm = Pa(Qa-Xa) + Pc Qc – Pv V– w{L-(T-N-S)} + n N + E
(3.34)
atau: Pm Xm = Pa Qa - Pa Xa + Pc Qc – Pv V– w L + w T– w N – w S + n N + E Dalam bentuk keseimbangan hal tersebut menjadi: Pm Xm + Pa Xa + w S = Y = (PaQa + PcQc – Pv V– w L) + (n – w) N + w T +E
(3.35)
Sisi kiri persamaan tersebut menunjukkan nilai konsumsi produk yang dibeli di pasar, nilai produk pertanian hasil usahatani sendiri dan nilai waktu santai yang diukur dengan tingkat upah tenaga kerja di sektor pertanian. Sedangkan sisi kanan persamaan merupakan pendapatan petani sesuai konsep Becker (1965) yang terdiri dari nilai produksi dikurangi komponen biaya
51
usahatani. Selisih nilai penggunaan tenaga kerja keluarga diluar pertanian diukur dengan tingkat upah sektor pertanian dan non pertanian. Sumberdaya waktu keluarga dinilai dengan tingkat upah sektor pertanian, sehingga jika tingkat upah diluar pertanian lebih besar daripada sektor pertanian akan menambah besarnya pendapatan petani, vice versa. Komponen input dan output dapat dihubungkan dengan suatu fungsi produksi sebagai berikut: G (Qa, Qc, L, V, K ) = 0
(3.36)
dimana K adalah suatu input tetap. Persamaan ini merupakan bentuk fungsi produksi yang bersifat umum, sehingga memungkinkan untuk memisahkan fungsi produksi bagi output yang berbeda maupun yang sama. Dalam
memaksimumkan
utilitas,
rumah
tangga
petani
akan
memaksimumkan pendapatan dengan kendala fungsi produksi, namun secara simultan juga dapat memaksimumkan utilitas dengan kendala pendapatan. Sehingga,
untuk
memaksimumkan
pendapatan
akan
sama
dengan
memaksimumkan nilai output dikurangi input atau keuntungan. Fungsi Lagrange untuk memaksimumkan fungsi utilitas ini menjadi: Π = U (Xa, S, M) + λ {(Pa Qa + Pc Qc – Pv V – w L) + (n – w) N + w T + E – Pm M – Pa Xa – w S} + µ G (Qa, Qc, L, V, K)
(3.37)
Syarat pertama yang harus dipenuhi agar fungsi Lagrangian maksimum adalah turunan pertama fungsi tersebut harus sama dengan nol, sehingga fungsi turunan parsialnya adalah: ∂π = U Xa – λ Pa = 0 ∂Xa
(3.38a)
52
∂π = U S – λ w = 0 ∂S
(3.38b)
∂π = U M – λ Pm = 0 ∂M
(3.38c)
∂π = (PaQa + PcQc – Pv V – w L) + (n-w) N + w T + E - Pm M – PaXa ∂λ –wS =0 (3.38d) ∂π = λ Pa + µ Ga = 0 ∂Qa
(3.38e)
Penyelesaian secara simultan persamaan tersebut akan diperoleh fungsi permintaan rumahtangga terhadap barang konsumsi dan waktu santai. Fungsi permintaan rumahtangga terhadap barang konsumsi dan waktu santai merupakan fungsi dari tingkat upah yang dapat dirumuskan sebagai berikut: Di = Di (Pa, Pc, w, Pv, Y)
(3.39)
dimana i = Xa, Xc, S dan M. Dengan diketahuinya fungsi permintaan sebagaimana persamaan (3.39), maka dapat dirumuskan fungsi penawaran tenaga kerja rumahtangga baik didalam maupun diluar usahatani. Penawaran tenaga kerja rumahtangga merupakan total tenaga kerja keluarga dikurangi waktu santai, dimana fungsi ini juga merupakan fungsi dari faktor-faktor yang sama dengan fungsi permintaan waktu santai seperti berikut: Sj = Sj (Pa, Pc, w, Pv, Y)
(3.40)
dimana j = P, w. Turunan parsial persamaan tersebut akan diperoleh fungsi penawaran produk dan fungsi permintaan input usahatani, yang juga merupakan fungsi dari
53
harga output dan harga input. Fungsi penawaran produk usahatani yang tidak dikonsumsi keluarga dapat dirumuskan sebagai berikut : Qc = Qc (Pa, Pc, w, Pv)
(3.41)
Fungsi penawaran produk yang sebagian dikonsumsi keluarga (Qa) merupakan marketed surplus, yang dapat dirumuskan sebagai berikut : Ms = Ms (Pa, Pc, w, Pv, Y)
(3.42)
Sedangkan fungsi permintaan input usahatani dirumuskan sebagai : Uk = Uk (Pa, Pc, w, Pv, Y)
(3.43)
dimana k = L, V. Efek pendapatan dapat berakibat postif maupun negatif, dimana jika Xa barang normal, maka kenaikan pendapatan akan meningkatkan konsumsi Xa. Jika terdapat bagian produk yang dijual, sehingga (Qa – Xa) positif, maka efek pendapatan menjadi positif, sebaliknya jika sebagian besar produk dikonsumsi, dimana (Qa – Xa) negatif, maka efek pendapatan menjadi negatif. Efek pendapatan dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan seperti : (d Xa) ψ = (∂Xa) ψ – Xa (∂Xa) ∂Pa ∂Y d Pa
(3.44)
d Xa = (∂Xa) ψ – Xa (∂Xa) + (∂π ) (∂Xa) ∂Y ∂Pa ∂Y d Pa ∂Pa
(3.45)
atau:
Persamaan ini menunjukkan adanya efek total perubahan harga Pa terhadap konsumsi Xa pada kondisi keuntungan yang konstan, dimana terdapat kontribusi tertentu dari efek pendapatan. Persamaan ini merupakan persamaan Slutsky yang biasa diturunkan pada teori permintaan rumahtangga, dimana efek pendapatan sangat tergantung dari jenis barang yang dikonsumsi (Koutsoyiannis, 1982).
54
Efek total perubahan harga Pa terhadap konsumsi barang Xa pada model ekonomi rumahtangga pertanian dapat dibedakan menjadi efek substitusi, efek pendapatan dan efek keuntungan. Efek keuntungan yang ada pada persamaan Slutsky terjadi karena kenaikan harga Pa, sehingga petani lebih banyak menjual Qa dan berakibat pada peningkatan keuntungan usahatani. Keuntungan ini merupakan komponen pendapatan pada model Becker, dimana kenaikan harga Pa dapat menyebabkan konsumsi Xa meningkat, meskipun Xa merupakan barang normal. Perilaku
rumahtangga
dalam
mengkonsumsi
waktu
santai
dapat
dirumuskan sebagai berikut : (d S) = (∂S) ψ + (T – N – L – S) (∂S) dw ∂w ∂Y
(3.46)
Efek total perubahan upah tenaga kerja di sektor pertanian terhadap konsumsi waktu santai terdiri dari efek substitusi dan efek pendapatan. Efek substitusi bertanda negatif, sedangkan efek pendapatan dibobot dengan (T – N – L – S) yang merupakan selisih penawaran tenaga kerja dengan permintaannya, atau yang disebut dengan marketed surplus of labor (Strauss, 1986). Perilaku permintaan rumahtangga terhadap komoditas yang dibeli di pasar dapat dirumuskan sebagai berikut: (d M) = (∂M) ψ + M (∂M) ∂Pm ∂Y d Pm
(3.47)
Karena komoditas M tidak dihasilkan sendiri oleh rumahtangga petani, perubahan konsumsi barang yang dibeli di pasar akibat perubahan harga sendiri identik dengan perilaku konsumsi waktu santai. Efek substitusi bertanda negatif, dan jika M adalah barang normal, maka efek pendapatan bertanda positif. Efek total akan tergantung pada besaran dari efek substitusi dan efek pendapatan.
55
Perubahan konsumsi M dapat juga terjadi akibat perubahan harga komoditas yang dihasilkan oleh usahatani Pa atau Pc, sehingga dapat dirumuskan sebagai berikut : (d M) = (∂S) ψ + (Qa – Xa) (∂M) ∂Pa ∂Y d Pa
(3.48)
(d M) = Qc (∂M) ∂Y d Pc
(3.49)
Efek total perubahan harga Pa terhadap konsumsi barang M terdiri dari efek substitusi dan efek pendapatan yang dibobot dengan marketed surplus komoditas Qa. Efek substitusi silang dapat bertanda positif maupun negatif, dimana jika barang M dan Qa merupakan komoditas substitusi, maka efek substitusi silang bertanda positif. Sebaliknya, jika kedua barang tersebut merupakan komoditas komplemen, maka efek substitusi silang bertanda negatif. Jika barang M adalah barang normal, maka efek pendapatan akan bertanda positif.
3.4.2. Model Non Rekursif Pada model non rekursif terdapat saling ketergantungan antara aspek produksi dan konsumsi, dimana keputusan produksi mempengaruhi pendapatan rumahtangga, sebaliknya keputusan konsumsi juga mempengaruhi keputusan produksi. Pengaruh keputusan produksi terhadap konsumsi terjadi melalui perubahan pendapatan rumahtangga, dimana rumahtangga dapat menentukan komposisi barang dan jasa yang dikonsumsi. Sebaliknya, pengaruh keputusan konsumsi terhadap produksi terjadi melalui perubahan peubah eksternal yang menyebabkan rumahtangga merealokasi komposisi barang dan jasa atau waktu santai. Hal ini dapat menyebabkan perubahan pada penggunaan tenaga kerja di sisi produksi, dimana terjadi pada rumahtangga yang tidak menggunakan tenaga
56
kerja upah, atau rumahtangga yang mempunyai preferensi berbeda dalam penggunaan tenaga kerja keluarga dan tenaga kerja upah. Alokasi tenaga kerja keluarga tidak didasarkan pada tingkat upah yang berlaku di pasar, tetapi pada keseimbangan antara penawaran dan permintaan tenaga kerja didalam rumahtangga. Hal ini tercermin pada tingkat upah internal atau harga bayangan tenaga kerja (shadow wage). Jika diumpamakan rumahtangga petani mempunyai fungsi utilitas dengan mengkonsumsi barang yang dihasilkan dari usahatani (Xa), barang yang dibeli di pasar (M) dan waktu santai (S). Kendala yang dihadapi petani adalah anggaran, ketersediaan tenaga kerja dan produksi usahatani. Jika tenaga kerja (Ti), tidak dibedakan atas tenaga kerja terampil maupun tidak terampil, dengan tingkat upah Ni dan tenaga kerja upah (Hi) dengan tingkat upah wi, maka fungsi utilitas dapat dirumuskan sebagai: U = U (Xa, M, Ti – Fi – Ni)
(3.50)
Jika tenaga kerja keluarga dialokasikan untuk kegiatan dalam usahatani sendiri (Fi), kegiatan diluar usahatani (Ni) dan waktu santai (Si), maka alokasi tenaga kerja menjadi : Ti = Fi + Ni + Si
(3.51)
dimana i = p, w. Kendala anggaran meliputi : P m M + P a Xa ≤ Y
(3.52)
Y ≡ π + Σ ni N i + E
(3.53)
π ≡ Pa Qa – Pv V – Σ wi Hi
(3.54)
Kendala fungsi produksi adalah :
57
Qa = G (Fi, Hi, V, K)
(3.55)
dimana Xa < Qa Kendala non negatif adalah : Nj, Fj, Sj = Tj – Nj – Fj, Hi
(3.56)
dimana i = p, w dan j = u, s. Fungsi Lagrangian untuk memaksimumkan fungsi utilitas dengan kendala yang ada dirumuskan sebagai berikut: π = U (Xa, M, Ti - Fi - Ni) + λ {Pa G(Fi, Hi, V, K) – Pv V - Σ wi Hi + Σ ni Ni + E - Pm M – Pa Xa} + ΣΣ ηj Nj + ΣΣ µj Fj + Σ φi Hi + ΣΣ θj (Tj - Nj - Fj)
(3.57)
dimana i = p,w dan j = s, u. λ, η, φ, µ dan θ merupakan pengganda Lagrange dan peubah slack untuk masing-masing kendala non negatif, sehingga syarat Kuhn-Tucker untuk memaksimumkan fungsi tersebut menjadi: ∂π = ∂U – λ Pa ≤ 0 ∂Xa ∂Xa
(3.58a)
∂π = ∂U – λ Pm ≤ 0 ∂M ∂M
(3.58b)
∂π = - ∂U – λ Pa ∂G(*) + µi - θi ≤ 0 ∂Si ∂Fi ∂Fi
(3.58c)
∂π = - ∂U + λ Ni + ηi - θi ≤ 0 ∂Ni ∂Ni
(3.58d)
∂π = λ Pa ∂G(*) - λ wi + θi ≤ 0 ∂Hi ∂Hi
(3.58e)
∂π = {Pa G(Fi,Hi,V,K) - Pv V- Σ wi Hi + Σ ni Ni ∂λ + E - Pm M - Pa Xa} ≥ 0
(3.58f)
58
Penyelesaian
simultan
terhadap
sistem
persamaan
tersebut
akan
menghasilkan fungsi permintaan rumahtangga terhadap Xa, M, S dan fungsi penawaran tenaga kerja keluarga dalam dan luar usahatani, F dan N. Dapat juga diturunkan fungsi penawaran produk usahatani Qa, dan permintaan input usahatani dengan input variabel V serta tenaga kerja F dan H. Fungsi penawaran maupun permintaan merupakan fungsi dari harga input dan output serta beberapa peubah lainnya dalam model. Dalam model ekonomi rumahtangga non rekursif, terdapat peubah harga bayangan upah tenaga kerja yang bersifat endogen dan diasumsikan terdapat solusi interior pada persamaan tersebut. Hasil yang akan diperoleh adalah : Pa ∂G (*) = ni* - µi (3.59) ∂Fi λ dimana ni*= ni + µi merupakan harga bayangan tenaga kerja keluarga yang bekerλ ja di usahatani sendiri. Jika tenaga kerja keluarga bekerja dalam usahatani (µi = 0), tetapi tidak bekerja diluar usahatani, maka nilai produk marjinal penggunaan tenaga kerja keluarga dalam usahatani sama dengan harga bayangan ni*, dimana ni* > ni. Hal ini berarti bahwa upah tenaga kerja diluar usahatani menurut harga pasar tenaga kerja lebih rendah dari opportunity cost tenaga kerja keluarga dalam usahatani. Keseimbangan yang diperoleh ditunjukkan dengan persamaan : Pa (∂U / ∂Si) = ni* = Pa ∂G (*) ∂Fi (∂U / ∂Xa)
(3.60)
Persamaan (3.60) menunjukkan bahwa substitusi marjinal waktu santai terhadap komoditas Xa sama dengan nilai produk marjinal penggunaan tenaga kerja keluarga dalam usahatani, dimana sama dengan harga bayangan tenaga kerja keluarga.
59
Keputusan penggunaan tenaga kerja upah dalam usahatani dapat diturunkan dengan mengasumsikan adanya solusi interior sesuai kaidah slack komplementer pada penggunaan tenaga kerja upah. Keseimbangan yang diperoleh ditunjukkan dengan persamaan : Pa ∂G (*) = wi (3.61) ∂Hi Tenaga kerja upah dalam usahatani digunakan sampai terjadi keseimbangan antara nilai produk marjinal tenaga kerja upah dan tingkat upah yang dibayarkan. Adanya perbedaan tingkat upah yang berlaku, yakni ni > wi, atau wi > ni, dengan menggunakan solusi interior, akan diperoleh hubungan sebagai berikut: µi = λ (ni – wi) + ηi + φi
(3.62)
Jika tingkat upah tenaga kerja diluar usahatani lebih besar dari tingkat upah tenaga kerja yang dibayarkan rumah tangga, ni > wi, maka tandanya menjadi positif (µi = 0) dan Fi = 0. Hal ini menunjukkan bahwa pada tingkat upah yang berlaku, tenaga kerja keluarga tidak pernah bekerja dalam usahatani sendiri. Jika tenaga kerja keluarga dapat disubstitusi sempurna oleh tenaga kerja upah, maka tenaga kerja keluarga tidak perlu bekerja diluar usahatani. Berdasarkan kaidah slack komplementer, jika Hi > 0 maka φi = 0, dan jika tenaga kerja keluarga dapat disubstitusi sempurna oleh tenaga kerja upah, maka akan berlaku: ∂G (*) = ∂G (*) ∂Hi ∂Fi
(3.63)
Jika persamaan (3.63) disubstitusikan kedalam (3.61), akan diperoleh ηi = λ (Wi – ni) + µi > 0, yang berarti Ni = 0, dimana menunjukkan bahwa tidak ada tenaga kerja keluarga yang bekerja diluar usahatani. Apabila terdapat tenaga kerja yang bekerja diluar usahatani, maka rumahtangga pertanian tidak akan mempekerjakan
60
tenaga kerja upah. Artinya jika Ni > 0, maka ηi = 0, dan bila disubstitusikan akan diperoleh hasil φi = λ (wi – ni) + µi > 0, yang berarti Hi = 0. Kondisi ini berlaku jika tenaga kerja keluarga dapat disubstitusi sempurna dengan tenaga kerja upah.
IV. METODOLOGI PENELITIAN
4.1. Lokasi Penelitian Program sistem integrasi tanaman-ternak mulai dikembangkan di sebelas propinsi yang meliputi 20 kabupaten pada tahun 2002. Propinsi tersebut adalah Sumatera Barat, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat dan Sulawesi Selatan. Penentuan propinsi dan kabupaten dalam penelitian ini dilakukan secara purposive, meliputi tiga propinsi yaitu Jawa Tengah, DI Yogyakarta dan Jawa Timur, yang merupakan daerah sentra produksi padi sekaligus memiliki populasi sapi potong yang besar di Indonesia. Propinsi DI Yogyakarta diwakili oleh kabupaten Sleman dan Bantul, propinsi Jawa Tengah oleh kabupaten Sragen dan Grobogan, serta kabupaten Bojonegoro yang mewakili propinsi Jawa Timur. Hal ini dilakukan sesuai dengan kabupaten yang telah melaksanakan program sistem integrasi tanaman-ternak.
4.2. Data dan Metoda Pengambilan Contoh Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2005 sampai dengan Pebruari 2006. Jenis data penelitian merupakan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh langsung dari rumahtangga petani melalui teknik wawancara dengan menggunakan daftar pertanyaan terstruktur yang telah dipersiapkan. Data sekunder diperoleh dari masing-masing kantor kecamatan yang merupakan kompilasi dari data desa terpilih untuk mengetahui kondisi agroekosistem setempat, seperti curah hujan, jenis dan struktur tanah, ketinggian wilayah, populasi ternak sapi, dan lain sebagainya.
62
Masing-masing sejumlah 193 petani dan 81 petani yang dipilih secara acak telah diwawancara sebagai responden pada kelompok peserta dan bukan peserta program sistem integrasi tanaman-ternak. Wawancara dilakukan terhadap dua kelompok petani, yakni (1) petani peserta program sistem integrasi padi ternak, dan (2) petani yang bukan peserta program, namun memiliki dan mengusahakan sawah maupun usaha sapi sapi potong. Daftar pertanyaan meliputi (1) karakteristik rumahtangga petani, (2) penguasaan lahan dan ternak sapi serta masing-masing produksinya, (3) penggunaan tenaga kerja keluarga untuk usaha padi dan sapi, (4) penggunaan tenaga kerja luar keluarga untuk usaha padi, (5) alokasi curahan tenaga kerja keluarga pada usaha diluar usahatani sendiri yang meliputi buruh tani dan buruh non pertanian, (6) penggunaan sarana produksi, (7) komponen biaya produksi, (8) struktur pengeluaran rumahtangga petani meliputi konsumsi dan investasi, serta (9) tabungan dan cicilan untuk membayar kredit usahatani.
4.3. Perumusan Model Model ekonomi dibentuk dalam upaya membuat suatu permasalahan menjadi sederhana melalui pendekatan kuantitatif. Tujuan utamanya adalah dapat menentukan implikasi dari teori ekonomi yang dapat diterapkan pada usaha pertanian, utamanya dalam pengembangan sistem integrasi tanaman-ternak di Indonesia. Dalam kondisi yang cukup, teori-teori ini dapat menerangkan aspekaspek yang berhubungan antara peubah-peubah yang dispesifikasikan ke dalam model ekonomi seperti aspek produksi, konsumsi, tenaga kerja, input produksi, pendapatan, pengeluaran, cicilan untuk membayar kredit dan tabungan dari perilaku ekonomi rumahtangga petani.
63
4.3.1. Model Adopsi Sistem Integrasi Tanaman-Ternak Adopsi sistem integrasi tanaman-ternak merupakan kejadian biner yang bernilai 0 dan 1, dimana kegiatan adopsi ini dianggap sebagai peubah boneka. Petani yang mengadopsi sistem tersebut diberi nilai 1 dan yang belum menerapkan program tersebut diberi nilai 0. Model regresi linier biasa tidak dapat diterapkan pada kondisi tersebut, sebab respon kualitatif untuk mengetahui pengaruh peubah bebas dapat berada diluar kisaran 0 dan 1. Oleh karena itu, digunakan model fungsi logit untuk menduga model tersebut dengan bentuk umum sebagai berikut (Pyndick dan Rubenfeld, 1998; Hosmer, 1989): P=
1 - (α + βi Xi) 1+e
(4.1)
dimana: P : peluang petani untuk menerapkan program sistem integrasi tanamanternak (nilai antara 0 dan 1) Xi : peubah bebas α : intersep βi : parameter fungsi logit e : bilangan natural (= 2.7182) Modifikasi persamaan (4.1) dapat dilakukan sebagai berikut: e e
- (α + βi Xi) (α + βi Xi)
ln e
(α + βi Xi)
=
1-P P
=
1-P P
= ln (1 – P) p
64
p* = ln ( P ) = α + βi Xi 1-P
(4.2)
Pada kegiatan penelitian ini model adopsi teknologi yang akan diduga dengan fungsi logit terdiri atas lima kelompok peubah, yakni (1) karakteristik petani, meliputi pendidikan dan pekerjaan kepala keluarga, (2) kondisi usahatani, meliputi jumlah sapi yang dimiliki dan jumlah penggunaan kompos, (3) ketersediaan tenaga kerja keluarga, meliputi alokasi penggunaan tenaga kerja kepala keluarga pada usaha padi dan penggunaan tenaga kerja kepala keluarga dan istri pada usaha sapi, (4) pendapatan usaha sapi dan (5) akses terhadap informasi teknologi, meliputi keikutsertaan anggota rumahtangga dalam organisasi tani dan frekuensi mengikuti program penyuluhan. Pemilihan peubah-peubah penjelas dalam model pendugaan fungsi logit berdasarkan atas relevansi terhadap kebutuhan utama petani, dalam hal ini adalah penerapan program sistem integrasi tanaman-ternak. Studi terdahulu yang dilakukan oleh Basit (1996), Bulu et al., (2004) dan Usman (2006) terhadap peubah-peubah penjelas pada pendugaan model untuk adopsi teknologi juga menjadi inspirasi penulis dalam memasukkan peubah-peubah tersebut dalam model penelitian ini. Sehingga, model adopsi program sistem integrasi tanamanternak yang akan diduga dengan fungsi logit sebagaimana dalam persamaan (4.2) adalah: P = f (KPj, KUk, TKl, PDm, ITn) untuk: j = 1, 2 (kelompok karakteristik petani) k = 1, 2 (kondisi usaha padi dan sapi) l = 1, 2, 3 ( kelompok tenaga kerja keluarga)
(4.3)
65
m = 1 (kelompok pendapatan) n = 1, 2 (kelompok informasi teknologi) dimana: KP1
: pendidikan kepala keluarga (tahun)
KP2
: pekerjaan kepala keluarga
KU1
: jumlah sapi yang dimiliki (ekor)
KU2
: penggunaan kompos (kg)
TK1
: alokasi penggunaan TK kepala keluarga pada usaha padi (HOK)
TK2
: alokasi penggunaan TK kepala keluarga pada usaha sapi (HOK)
TK3
: alokasi penggunaan TK istri pada usaha sapi (HOK)
PD1
: pendapatan usaha sapi (Rp/tahun)
IT1
: keikutsertaan dalam organisasi tani (buah)
IT2
: frekuensi mengikuti penyuluhan
Pendugaan model logit dilakukan dengan bantuan komputer program Minitab versi 14.
4.3.2. Model Ekonomi Rumahtangga Petani Sistem Integrasi TanamanTernak Berbagai hubungan keterkaitan antara berbagai peubah yang tercakup dalam rumahtangga petani pada sistem integrasi tanaman-ternak dianalisis pada bagian ini. Model yang digunakan dalam rancangan penelitian ini model ekonomi rumahtangga pertanian (Singh et al., 1986) dan dirumuskan dalam suatu sistem persamaan simultan yang terdiri dari persamaan struktural dan persamaan identitas. Model yang baik harus memenuhi kriteria ekonomi baik dalam arah dan
66
besaran parameter, uji statistik dan matematis maupun kelayakan asumsi-asumsi ekonomi yang digunakan (Sinaga, 2003). Dalam prosedur analisis, model dirumuskan dalam bentuk persamaan linear additive. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku petani pada pengembangan sistem integrasi tanaman-ternak dalam kegiatan produksi dan konsumsi dianalisis sesuai pada Gambar 5. Peubah-peubah utama yang menjadi tekanan dalam model tersebut adalah peubah produksi, tenaga kerja, penggunaan input, biaya produksi, pendapatan, pengeluaran, tabungan dan cicilan membayar kredit usahatani. Nama peubah endogen dan eksogen disajikan secara rinci pada Tabel 2. Dengan mensimulasi hubungan-hubungan keterkaitan antar peubah, maka dapat pula dibuat berbagai analisis kebijakan yang terkait dengan pengembangan sistem integrasi tanaman-ternak, seperti kebijakan harga input termasuk upah tenaga kerja dan output usahatani, tingkat suku bunga kredit, jumlah kredit usahatani, pendapatan di luar usahatani, dan lain sebagainya.
4.3.2.1. Produksi Tanaman-Ternak Produksi usahatani yang diusahakan dikelompokkan atas usaha tanaman padi dan usaha peternakan sapi potong serta produksi kompos. Produksi padi merupakan fungsi dari harga gabah dan luas areal panen, dimana luas areal panen padi dipengaruhi oleh jumlah penggunaan input produksi dan penggunaan tenaga kerja keluarga. Keragaman luas areal panen padi terutama disebabkan oleh adanya keragaman intensitas pertanaman padi dalam setahun. Penggunaan input produksi meliputi jumlah benih padi, jumlah pupuk urea, jumlah obat/pestisida dan jumlah kompos.
67
PUT
BSP
PROP
LAP
JB P
HBP
PLU
BSK
HK
JP U
HPU
HG
PDP
PDUT
PUL
PDTS
PDK
PROK
BSS
HKTR
JK T R
HPR
JO
HO
HBS
JB S
JP R
H JF N
JF N
HSG
JS G
HKO
JK O
HKA
JK A
HOS
JO S
JK KO NSP JT KP
JT K L P
JT K D S
UM
ED
JK R E T
Keterangan:
SBT
KP
KNP
IN V
KT
EXP
IS
IP
TAB
JK R E S KRES
JA S
SPP
JC K KRET
JA K
PROS
JP K
HPK
UTK
PDS
JP S
HPS
JT K D P
HSH
PDT
SBS
: Peubah eksogen : Peubah endogen
Gambar 5. Diagram Keterkaitan Antar Peubah Model Ekonomi Rumahtangga Petani Sistem Integrasi Tanaman-Ternak
68
Tabel 2. Daftar Nama Peubah pada Model Ekonomi Rumahtangga Petani Sistem Integrasi Tanaman-Ternak No Peubah Peubah Endogen 1 LAP 2 PROP 3 PROK 4 PROS 5 JTKDP 6
JTKLP
7
JTKDS
8
JCK
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38
JBP JPU JPS JPK JO JK JBS JFN JKO JOS BSP BSS PUT PDP PDK PDS PDUT PLU PDT SPP KP KNP KT KONSP IS IP INV TAB KRET KRES
Keterangan Luas areal panen padi (m2) Produksi padi (kg) Produksi kompos (kg) Produksi sapi (kg) Penggunaan tenaga kerja keluarga pada usaha padi (jam/tahun) Penggunaan tenaga kerja luar keluarga pada usaha padi (jam/tahun) Penggunaan tenaga kerja keluarga pada usaha sapi (jam/tahun) Curahan tenaga kerja keluarga pada usaha buruh tani dan non pertanian (jam/tahun) Jumlah benih padi (kg) Jumlah pupuk urea (kg) Jumlah pupuk SP-36 (kg) Jumlah pupuk KCl (kg) Jumlah obat/pestisida (kg) Jumlah kompos (kg) Jumlah bakalan sapi (kg) Jumlah jerami non fermentasi/segar (kg) Jumlah konsentrat (kg) Jumlah obat sapi (kg) Biaya sarana padi (Rp) Biaya sarana sapi (Rp) Penerimaan usahatani (Rp) Pendapatan usaha padi (Rp) Pendapatan usaha kompos (Rp) Pendapatan usaha sapi (Rp) Pendapatan dari usahatani (Rp) Pendapatan di luar usahatani (Rp) Pendapatan total rumahtangga petani (Rp) Surplus padi (kg) Konsumsi pangan (Rp) Konsumsi non pangan (Rp) Konsumsi total (Rp) Konsumsi gabah (kg) Investasi sumberdaya (Rp) Investasi produksi (Rp) Investasi total (Rp) Tabungan Biaya untuk membayar cicilan usaha padi (Rp) Biaya untuk membayar cicilan usaha sapi (Rp)
69
Peubah Eksogen 1 HG 2 HK 3 HSH 4 HBP 5 HPU 6 HPS 7 HPK 8 HO 9 HBS 10 HJFN 11 HKO 12 HOS 13 HJG 14 HKT 15 HKD 16 PROJG 17 PROKT 18 PROKD 19 HKTR 20 HPR 21 HSG 22 HKA 23 JKTR 24 JPR 25 JSG 26 JKA 27 PUL1 28 PUL2 29 UTK 30 JKRET 31 JKRES 32 SBT 33 SBS 34 UM 35 ED 36 JAK 37 JAS
Harga gabah (Rp/kg) Harga kompos (Rp/kg) Harga sapi hidup (Rp/kg) Harga benih padi (Rp/kg) Harga pupuk urea (Rp/kg) Harga pupuk SP-36 (Rp/kg) Harga pupuk KCl (Rp/kg) Harga obat/pestisida (Rp/l) Harga bakalan sapi (Rp/kg) Harga jerami non fermentasi/segar (Rp/kg) Harga konsentrat (Rp/kg) Harga obat sapi (Rp/l) Harga jagung (Rp/kg) Harga kacang tanah (Rp/kg) Harga kedelai (Rp/kg) Produksi jagung (kg) Produksi kacang tanah (kg) Produksi kedelai (kg) Harga kotoran sapi (Rp/kg) Harga probion (Rp/kg) Harga serbuk gergaji (Rp/kg) Harga kapur (Rp/kg) Jumlah kotoran sapi (kg) Jumlah probion (kg) Jumlah serbuk gergaji (kg) Jumlah kapur (kg) Pendapatan diluar usaha pertanian dari KK (Rp) Pendapatan diluar usaha pertanian dari istri (Rp) Upah tenaga kerja (Rp/hari) Jumlah kredit usaha padi yang diterima petani (Rp) Jumlah kredit usaha sapi yang diterima petani (Rp) Tingkat suku bunga kredit usaha padi (%) Tingkat suku bunga kredit usaha sapi (%) Umur KK (tahun) Pendidikan KK (tahun) Jumlah anggota keluarga (orang) Jumlah anak sekolah (orang)
Fungsi luas areal panen padi dirumuskan menjadi : LAPi = a (JBP, JPU, JO, JK, JTKDP) Persamaan luas areal panen padi menjadi : LAPi = a0 + a1 JBP + a2 JPU + a3 JO + a4 JK + a5 JTKDP + U1
(4.4)
70
dimana: LAP
: luas areal panen (m2)
JBP
: jumlah benih padi (kg)
JPU
: jumlah pupuk urea (kg)
JO
: jumlah obat/pestisida (kg)
JK
: jumlah kompos (kg)
JTKDP: penggunaan tenaga kerja keluarga usaha padi (jam) U1
: merupakan peubah pengganggu.
Nilai koefisien regresi yang diharapkan adalah a1, a2, a3, a4, dan a5 > 0. Produksi padi dipengaruhi oleh harga gabah dan luas areal panen padi. Fungsi produksi padi dirumuskan menjadi : PROPi = b (HG, LAP) Persamaan produksi padi menjadi: PROPi = b0 + b1 HG + b2 LAP + U2
(4.5)
dimana: PROP : produksi padi (kg) HG
: harga gabah (Rp/kg)
U2
: merupakan peubah pengganggu.
Nilai koefisien regresi yang diharapkan adalah b2 > 0 dan b1 <0. Fungsi produksi kompos dipengaruhi oleh faktor penggunaan input produksi kompos, tenaga kerja keluarga untuk usaha sapi dan pendapatan usahatani. Fungsi produksi kompos dirumuskan menjadi: PROKi = c (JKTR, JPR, JTKDS, PDUT)
71
Persamaan produksi kompos menjadi: PROKi = c0 + c1 JKTRi + c2 JPR + c3 JTKDS + c4 PDUT + U3
(4.6)
dimana: PROK : produksi kompos (kg) JKTR : jumlah kotoran ternak (kg) JPR
: jumlah probion (kg)
JTKDS: penggunaan tenaga kerja keluarga pada usahatani sapi (jam) PDUT: pendapatan usahatani (Rp) Nilai koefisien regresi yang diharapkan adalah c1, c2, c3, c4 dan c5 > 0. Fungsi produksi sapi dipengaruhi oleh harga sapi hidup dan penggunaan fakor input produksi sapi seperti jumlah jerami segar, jumlah bakalan sapi, jumlah konsentrat dan jumlah obat sapi. Fungsi produksi sapi dirumuskan menjadi: PROSi = d (HSH, JFN, JBS, JKO, JOS) Persamaan produksi sapi menjadi: PROSi = d0 + d1 HSHi + d2 JFN + d3 JBS + d4 JKO + d5 JOS + U4 (4.7) dimana HSH : harga sapi hidup (Rp/kg) JFN
: jumlah jerami segar (kg)
JBS
: jumlah bakalan sapi (kg)
JKO
: jumlah konsentrat (kg)
JOS
: jumlah obat sapi (l)
U4
: merupakan peubah pengganggu.
Nilai koefisien regresi yang diharapkan adalah d1, d2, d3, d4 dan d5 > 0.
72
4.3.2.2. Penggunaan dan Curahan Tenaga Kerja Pada bagian ini dirumuskan penggunaan tenaga kerja keluarga untuk kegiatan usahatani, permintaan tenaga kerja luar keluarga dan penawaran tenaga kerja keluarga pada usaha buruh baik buruh tani maupun non tani. Pada model ekonomi rumahtangga petani, tenaga kerja keluarga dapat dilihat sebagai curahan kerja keluarga pada usahatani atau penggunaan tenaga kerja keluarga pada usahatani. Secara teori, curahan kerja keluarga merupakan penawaran tenaga kerja keluarga pada kegiatan usahatani sendiri, sedangkan penggunaan tenaga kerja dipandang sebagai permintaan usahatani sendiri terhadap tenaga kerja keluarga. Penggunaan tenaga kerja luar keluarga pada usahatani sendiri dapat dinyatakan sebagai permintaan rumahtangga terhadap tenaga kerja luar keluarga. Demikian pula halnya dengan tenaga kerja keluarga yang bekerja di luar usahatani dapat dinyatakan sebagai penawaran tenaga kerja rumahtangga di luar usahatani.
4.3.2.2.1. Penggunaan Tenaga Kerja Penggunaan tenaga kerja dalam sistem usahatani dibagi dalam dua kelompok, yakni tenaga kerja keluarga dan dari luar keluarga. Pada sisi permintaan, dari dalam usahatani sendiri, maka penggunaan tenaga kerja keluarga dibagi menjadi penggunaan tenaga kerja keluarga untuk usaha padi dan sapi. Penggunaan tenaga kerja luar keluarga hanya dipergunakan bagi usaha padi, karena tidak ada petani yang menggunakan tenaga kerja dari luar keluarga untuk usaha sapi. Penggunaan tenaga kerja keluarga juga dialokasikan pada usaha buruh baik buruh tani maupun non tani. Penggunaan tenaga kerja keluarga untuk usaha padi dipengaruhi oleh penggunaan tenaga kerja keluarga untuk usaha sapi, curahan tenaga kerja keluarga untuk usaha buruh, upah tenaga kerja dan
73
pengeluaran yang merupakan komponen dari konsumsi dan investasi. Fungsi penggunaan tenaga kerja keluarga untuk usaha padi adalah : JTKDPi = e (JTKDSi, JCKi, UTKi, EXPi) Persamaan penggunaan tenaga kerja keluarga untuk usaha padi menjadi: JTKDPi = e0 + e1 JTKDSi + e2 JCKi + e3 UTKi + e4 EXPi + U5
(4.8)
dimana: JCK
: curahan tenaga kerja keluarga pada usaha buruh (jam)
UTK : upah tenaga kerja (Rp) EXP
: pengeluaran (Rp)
U5
: merupakan peubah pengganggu.
Nilai koefisien regresi yang diharapkan adalah e1, e2, e3 < 0 dan e4 > 0. Penggunaan tenaga kerja luar keluarga pada usaha padi dipengaruhi oleh penggunaan tenaga kerja keluarga unttuk usaha sapi, curahan tenaga kerja keluarga pada usaha buruh, upah tenaga kerja dan penerimaan usahatani. Fungsi penggunaan tenaga kerja luar keluarga untuk usaha padi adalah: JTKLPi = f (JTKDSi, JCKi, UTKi, PUTi) Persamaan penggunaan tenaga kerja luar keluarga untuk usaha padi menjadi: JTKLPi = f0 + f1 JTKDSi + f2 JCKi + f3 UTKi + f4 PUTi + U6 dimana: JTKLP : tenaga kerja luar keluarga pada usaha padi (jam) PUT
: penerimaan usaha tani (Rp)
U6
: peubah pengganggu.
Nilai koefisien regresi yang diharapkan adalah f1, f2, f3 < 0 dan f4 > 0.
(4.9)
74
Penggunaan tenaga kerja keluarga untuk usahatani sapi dipengaruhi oleh penggunaan tenaga kerja keluarga pada usaha padi, curahan tenaga kerja keluarga untuk usaha buruh, umur petani dan pengeluaran. Fungsi penggunaan tenaga kerja keluarga untuk usahatani sapi adalah : JTKDSi = g (JTKDPi, JCKi, UMi, EXPi) Persamaan penggunaan tenaga kerja keluarga untuk usahatani sapi menjadi: JTKDSi = g0 + g1 JTKDPi + g2 JCKi + g3 UMi + g4 EXP + U7
(4.10)
dimana: UM
: umur kepala keluarga (tahun)
U7
: merupakan peubah pengganggu.
Nilai koefisien regresi yang diharapkan adalah g1, g2 < 0 dan g3, g4 > 0. 4.3.2.2.2. Curahan Tenaga Kerja Curahan tenaga kerja keluarga pada usaha buruh terdiri dari curahan tenaga kerja keluarga untuk buruh tani dan non buruh tani. Curahan tenaga kerja keluarga untuk usaha buruh dipengaruhi oleh penggunaan tenaga kerja keluarga untuk usaha padi dan usaha sapi, pendidikan, pendapatan luar usahatani dan upah tenaga kerja. Fungsi curahan tenaga kerja keluarga pada usaha lain adalah : JCKi = h (JTKDPi, JTKDSi, EDi, UTKi) Persamaan curahan tenaga kerja keluarga pada usaha lain menjadi: JCKi = h0 + h1 JTKDPi + h2 JTKDSi + h3 EDi + h4 UTK + U8
(4.11)
dimana: ED
: pendidikan kepala keluarga (tahun)
U8
: peubah pengganggu.
Nilai koefisien regresi yang diharapkan adalah h1, h2, < 0 dan h3, h4, h5 > 0.
75
4.3.2.3. Sarana Produksi Usahatani Penggunaan input produksi usahatani terdiri dari sarana input produksi padi dan sapi, yang pada umumnya merupakan fungsi dari harga sendiri, harga input lain, harga produk, upah tenaga kerja dan karakteristik usahatani. Input produksi usaha padi terdiri dari jumlah benih padi, jumlah pupuk yang digunakan, jumlah obat/pestisida, dan jumlah kompos. Permintaan pupuk yang dimaksud disini meliputi penggunaan pupuk urea, SP-36 dan KCl. Penggunaan benih padi dipengaruhi oleh pendapatan usahatani, jumlah kredit usahatani dan penggunaan tenaga kerja dalam dan luar keluarga untuk usaha padi. Sehingga, fungsi jumlah penggunaan input produksi untuk benih padi menjadi : JBPi = i (PDUTi, JKRET, JTKP) Persamaan jumlah penggunaan input produksi untuk benih padi menjadi: JBPi = i0 + i1 PDUTi+ i2 JKRETi + i3 JTKPi + U9
(4.12)
dimana: JKRET: jumlah kredit yang diterima untuk usaha padi (Rp) JTKP : penggunaan tenaga kerja total pada usaha padi (jam) U9
: merupakan peubah pengganggu.
Nilai koefisien regresi yang diharapkan adalah i1, i2 dan i3 > 0. Jumlah penggunaan input produksi untuk pupuk urea dipengaruhi oleh pendapatan usahatani, penggunaan tenaga kerja keluarga pada usaha padi, jumlah kredit yang diterima pada usaha padi dan jumlah kompos. Sehingga, fungsi jumlah penggunaan input produksi untuk pupuk urea menjadi : JPUi = j (PDUTi, JTKDPi, JKRETi, JKi)
76
Persamaan jumlah penggunaan input produksi untuk pupuk urea menjadi: JPUi = j0 + j1 PDUTi + j2 JTKDPi + j3 JKRETi + j4JKi + U10
(4.13)
dimana U10 merupakan peubah pengganggu. Nilai koefisien regresi yang diharapkan adalah j1, j2, j3 > 0 dan j4 < 0. Jumlah penggunaan input produksi untuk pupuk SP-36 dipengaruhi oleh harga pupuk SP-36, penerimaan usahatani dan penggunaan tenaga kerja keluarga pada usaha padi. Sehingga, fungsi jumlah penggunaan input produksi untuk pupuk SP-36 menjadi : JPSi = k (HPSi, PUTi, JTKDPi) Persamaan jumlah penggunaan input produksi untuk pupuk SP-36 menjadi: JPSi = k0 + k1 HPSi + k2 PUTi + k3 JTKDPi + U11
(4.14)
dimana: HPS
: harga pupuk SP-36 (Rp/kg)
U10
: peubah pengganggu
Nilai koefisien regresi yang diharapkan adalah k1 < 0 dan k2, k3 > 0. Jumlah penggunaan input produksi untuk pupuk KCl dipengaruhi oleh harga pupuk KCl, penerimaan usahatani, penggunaan tenaga kerja keluarga pada usaha padi, jumlah kredit usahatani yang diterima dan jumlah kompos. Sehingga, fungsi jumlah penggunaan input produksi untuk pupuk KCl menjadi : JPKi = l (HPKi, PUTi, JTKDPi, JKRETi) Persamaan jumlah penggunaan input produksi untuk pupuk KCl menjadi: JPKi = l0 + l1 HPKi + l2 PUTi + l3 JTKDPi + l4 JKRETi + l5 JKi + U12(4.15) dimana: HPK : harga pupuk KCl (Rp/kg)
77
U12
: peubah pengganggu
Nilai koefisien regresi yang diharapkan adalah l1 < 0 dan k2, k3, k4 > 0. Jumlah penggunaan input produksi untuk obat/pestisida dipengaruhi oleh harga obat/pestisida, penerimaan usahatani, jumlah kredit usahatani yang diterima dan penggunaan tenaga kerja keluarga pada usaha padi. Sehingga, fungsi jumlah penggunaan input produksi untuk obat/pestisida menjadi : JOi = m (HOi, PUTi, JKRETi, JTKDPi) Persamaan jumlah penggunaan input produksi untuk obat/pestisida menjadi: JOi = m0 + m1 HOi + m2 PUTi + m3 JKRETi + m4 JTKDPi + U13
(4.16)
dimana: HO
: harga obat/pestisida (Rp/l)
U13
: peubah pengganggu
Nilai koefisien regresi yang diharapkan adalah m1 < 0 dan m2, m3, m4 > 0. Input produksi kompos dipengaruhi oleh harga kompos, penerimaan usahatani dan penggunaan tenaga kerja keluarga untuk usaha sapi. Fungsi jumlah penggunaan input produksi untuk kompos menjadi : JKi = n (HKi, PUTi, JTKDSi) Persamaan jumlah penggunaan input produksi untuk kompos menjadi: JKi = n0 + n1 HKi + n2 PUTi + n3 JTKDSi + U14 dimana: HK
: harga kompos (Rp/kg)
U14
: peubah pengganggu
Nilai koefisien regresi yang diharapkan adalah n1 < 0 dan n2, n3 > 0.
(4.17)
78
Input produksi usaha sapi terdiri dari penggunaan bakalan sapi, jumlah jerami segar diberikan, jumlah konsentrat dan jumlah obat. Penggunaan input produksi untuk bakalan sapi dipengaruhi oleh harga bakalan sapi, penerimaan usahatani, penggunaan tenaga kerja keluarga pada usaha sapi dan jumlah kredit usaha sapi yang diterima. Sehingga, fungsi jumlah penggunaan input produksi untuk bakalan sapi menjadi : JBSi = o (HBSi, PUTi, JTKDSi, JKRESi) Persamaan jumlah penggunaan input produksi untuk bakalan sapi menjadi: JBSi = o0 + o1 HBSi + o2 PUTi + o3 JTKDSi + o4 JKRESi + U15
(4.18)
dimana: HBS
: harga bakalan sapi (Rp/kg)
U15
: peubah pengganggu
Nilai koefisien regresi yang diharapkan adalah o1 < 0 dan o2, o3, o4 > 0. Jumlah penggunaan input produksi untuk jerami segar dipengaruhi oleh harga jerami segar, penerimaan usahatani dan jumlah kredit sapi yang diterima. Sehingga, fungsi jumlah penggunaan input produksi untuk jerami segar menjadi : JFNi = p (HJFNi, PUTi, JTKDSi) Persamaan jumlah penggunaan input produksi untuk jerami segar menjadi: JFNi = p0 + p1 HJFNi + p2 PUTi + p3 JTKDSi + U16 dimana: HJFN : harga jerami segar (Rp/kg) U16
: merupakan peubah pengganggu
Nilai koefisien regresi yang diharapkan adalah p1 < 0 dan p2, p3 > 0.
(4.21)
79
Jumlah penggunaan input produksi untuk konsentrat dipengaruhi oleh harga konsentrat, penerimaan usahatani, jumlah kredit sapi yang diterima dan penggunaan tenaga kerja keluarga untuk usaha sapi. Sehingga, fungsi jumlah penggunaan input produksi untuk konsentrat menjadi : JKOi = q (HKOi, PUTi, JKRESi, JTKDSi) Persamaan jumlah penggunaan input produksi untuk konsentrat menjadi: JKOi = q0 + q1 HKOi + q2 PUTi + q3 JKRESi + q4 JTKDSi + U17
(4.22)
dimana: HKO : harga konsentrat (Rp/kg) U17
: merupakan peubah pengganggu
Nilai koefisien regresi yang diharapkan adalah q1 < 0 dan q2, q3, q4 > 0. Jumlah penggunaan input produksi untuk obat sapi dipengaruhi oleh harga obat sapi, penerimaan usahatani, jumlah kredit sapi yang diterima dan penggunaan tenaga kerja keluarga pada usaha sapi. Sehingga, fungsi jumlah penggunaan input produksi untuk obat sapi menjadi : JOSi = r (HOSi, PUTi, JKRESi, JTKDSi) Persamaan jumlah penggunaan input produksi untuk obat sapi menjadi: JOSi = r0 + r1 HOSi + r2 PUTi + r3 JKRESi + r4 JTKDSi + U18 dimana: HOS : harga obat sapi (Rp/l) U18
: peubah pengganggu
Nilai koefisien regresi yang diharapkan adalah r1 < 0 dan r2, r3, r4 > 0.
(4.23)
80
4.3.2.4. Biaya Produksi Nilai total penggunaan sarana produksi usahatani merupakan penjumlahan dari masing-masing komoditas usaha padi dan usaha sapi, yang dirumuskan sebagai berikut: BSP = Σ (JBP*HBP + JPU*HPU + JPS*HPS + JPK*HPK + JO*HO + JK* HK)
(4.24)
BSK = Σ (JKTR*HKTR + JSG*HSG + JKA* HKA + JPR*HPR) (4.25) BSS = Σ (JBS*HBS + JFN*HJFN + JKO*HKO + JOS*HOS)
(4.26)
dimana: BSP
: biaya sarana produksi usaha padi
BSK
: biaya sarana produksi kompos
BSS
: biaya sarana produksi usaha sapi
4.3.2.5. Pendapatan Rumahtangga Petani Pendapatan rumahtangga petani dikelompokkan berasal dari usahatani sendiri dan luar usahatani. Pendapatan dari usahatani sendiri terdiri dari pendapatan usaha padi, usaha kompos dan usaha sapi, serta usaha non integrasi meliputi pendapatan dari usaha jagung, kacang tanah dan kedelai. Masing-masing pendapatan ini diperoleh dari masing-masing penerimaan usaha komoditas tersebut dikurangi dengan biaya sarana produksi dan tenaga kerja. Penerimaan usahatani merupakan penjumlahan dari masing-masing penerimaan usaha padi, usaha kompos, usaha sapi dan usaha non integrasi. Sehingga, persamaan penerimaan usahatani menjadi : PUTi = Σ (PROPi*HG) + (PROKi*HK) + (PROSi*HSH) + (PROJGi*HJG) + (PROKTi*HKT) + (PROKDi*HKD)
(4.27)
81
dimana : PROJG: produksi jagung (kg) HJG
: harga jagung (Rp/kg)
PROKT: produksi kacang tanah (kg) HKT : harga kacang tanah (Rp/kg) PROKD: produksi kedelai (kg) HKD : harga kedelai (Rp/kg) Pendapatan usaha padi merupakan selisih antara penerimaan usaha padi dengan biaya sarana padi, biaya tenaga kerja luar keluarga dan biaya lain (sewa alat mesin pertanian). Sehingga, persamaan pendapatan usaha padi menjadi: PDP = (PROPi*HG) – BSP – (TKLP*UTK) – BL
(4.28)
dimana: TKLP : tenaga kerja luar keluarga pada usaha padi (HOK) UTK : upah tenaga kerja BL
: biaya-biaya lain
Pendapatan usaha kompos merupakan selisih antara penerimaan usaha kompos dengan biaya sarana produksinya. Sehingga, persamaan pendapatan usaha kompos menjadi: PDK = (PROKi*HK) – BSK
(4.29)
Pendapatan usaha sapi merupakan selisih antara penerimaan usaha sapi dengan biaya sarana input produksi sapi. Sehingga, persamaan pendapatan usaha sapi menjadi: PDS = (PROSi*HSH) – BSS
(4.30)
82
Pendapatan usahatani dirumuskan sebagai berikut : PDUT = Σ (PDP2 + PDK2 + PDS2) + (PROJGi*HJG) + (PROKTi*HKT) + (PROKDi*HKD) – (TKLJG*UTK) – (TKLKT*UTK) – (TKLKD*UTK)
(4.31)
dimana : TKLJG: tenaga kerja luar keluarga pada usaha jagung (HOK) TKLKT: tenaga kerja luar keluarga pada usaha kacang tanah (HOK) TKLKD: tenaga kerja luar keluarga pada usaha kedelai (HOK) Pendapatan luar usahatani merupakan penjumlahan dari pennerimaan tetap (PUL) dan upah diluar usahatani dikalikan dengan jumlah curahan jam kerja anggota rumahtangga petani. Pendapatan luar usahatani dirumuskan menjadi : PLU = (JCK*UTK/8) + PUL
(4.32)
dimana : PUL
: pendapatan tetap dari kepala keluarga dan istri (Rp)
Pendapatan rumahtangga petani adalah penjumlahan dari pendapatan usahatani dengan pendapatan dari luar usahatani dirumuskan menjadi: PDT = PDUT + PLU
(4.33)
4.3.2.6. Konsumsi Konsumsi rumahtangga petani dikelompokkan dalam konsumsi pangan dan konsumsi non pangan. Konsumsi pangan meliputi konsumsi pangan yang dihasilkan sendiri dan yang dibeli dari pasar. Konsumsi pangan dipengaruhi oleh pendapatan rumahtangga petani, surplus padi dan jumlah anggota keluarga. Sehingga, fungsi konsumsi pangan dirumuskan menjadi: KPi = s (PDTi, SPPi, JAKi)
83
Persamaan konsumsi pangan menjadi: KPi = s0 + s1 PDTi + s2 SPPi + s3 JAKi + U19
(4.34)
dimana : PDT
: pendapatan total rumahtangga petani (Rp)
SPP
: surplus padi (Rp)
JAK
: jumlah anggota keluarga (Rp)
U19
: peubah pengganggu
Nilai koefisien regresi yang diharapkan adalah s1, s2, s3 > 0. Searah dengan konsumsi pangan, konsumsi non pangan juga dipengaruhi oleh pendapatan total rumahtangga petani, surplus padi dan jumlah anggota keluarga. Sehingga, fungsi konsumsi non pangan dirumuskan menjadi: KNPi = t (PDTi, SPPi, JAKi) Persamaan konsumsi non pangan menjadi: KNPi = t0 + t1 PDTi + t2 SPPi + t3 JAKi + U20
(4.35)
dimana U20 merupakan peubah pengganggu. Nilai koefisien regresi yang diharapkan adalah t1, t2, t3 > 0. Konsumsi total merupakan penjumlahan dari konsumsi pangan dan konsumsi non pangan, yang dirumuskan sebagai berikut : KTi = KPi + KNPi
(4.36)
Konsumsi padi dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti harga gabah, pendapatan total rumahtangga petani dan jumlah anggota keluarga. Sehingga, fungsi konsumsi padi dirumuskan menjadi : KONSPi = u ( HGi, PDTi, JAKi)
84
Persamaan konsumsi padi menjadi: KONSPi = u0 + u1 HGi + u2 PDTi + u3 JAKi + U21
(4.37)
dimana U21 merupakan peubah pengganggu. Nilai koefisien regresi yang diharapkan adalah u1 < 0 dan u2, u3 > 0.
4.3.2.7. Surplus Pasar (Marketable Surplus) Surplus pasar merupakan bagian dari produk usahatani yang dijual, dimana merupakan jumlah produk total dikurangi bagian yang dikonsumsi. Surplus pasar padi adalah selisih antara produksi padi dengan konsumsi padi. Sehingga, persamaan surplus pasar padi dirumuskan sebagai berikut : SPPi = PROPi – KONSPi
(4.38)
Komoditas sapi merupakan usaha komersial, sehingga seluruh hasil produksi dijual ke pasar. Sebaliknya, komoditas kompos merupakan usaha subsisten karena seluruh hasil produksi digunakan untuk memenuhi kebutuhan pemupukan pada lahan pertanian yang dimiliki petani.
4.3.2.8. Investasi Investasi merupakan pengeluaran rumahtangga yang dibagi dalam dua kelompok, yakni investasi sumberdaya dan investasi produksi. Investasi sumberdaya rumahtangga petani merupakan penjumlahan dari investasi pendidikan dan investasi kesehatan. Pengeluaran investasi pendidikan merupakan komponen biaya sekolah yang diberikan kepada anggota keluarga, sedangkan hal tersebut untuk investasi kesehatan adalah biaya yang dikeluarkan untuk keperluan kesehatan keluarga meliputi pengeluaran untuk pengobatan, pemeliharaan lingkungan serta kebutuhan kesehatan lainnya. Investasi sumberdaya dipengaruhi
85
oleh pendapatan total rumahtangga petani, tabungan dan jumlah anak sekolah. Fungsi investasi sumberdaya dirumuskan sebagai berikut : ISi = v (PDTi, TABi, JASi) Persamaan investasi sumberdaya menjadi : ISi = v0 + v1 PDTi + v2 TABi + v3 JASi + U22
(4.39)
dimana : TAB : tabungan (Rp) JAS
: jumlah anak sekolah (orang)
U22
: peubah pengganggu
Nilai koefisien regresi yang diharapkan adalah v2 < 0 dan v1, v3 > 0. Investasi produksi usahatani merupakan pengeluaran usahatani dalam bentuk pembelian alat-alat pertanian, perbaikan lahan dan pembuatan bangunan kandang. Hal ini akan menambah jumlah asset tetap dan merupakan sumber pembentukan modal usahatani. Pengeluaran investasi produksi usahatani dipengaruhi oleh pendapatan usahatani dan pendapatan luar usahatani. Sehingga, fungsi investasi produksi usahatani dirumuskan sebagai berikut : IPi = w (PDUTi, PLUi) Persamaan investasi produksi usahatani menjadi: IPi = w0 + w1 PDUTi + w2 PLUi + U23 dimana : PDUT : pendapatan usahatani (Rp) PLU
: pendapatan luar usahatani (Rp)
U23
: merupakan peubah pengganggu
Nilai koefisien regresi yang diharapkan adalah w1, w2 > 0.
(4.40)
86
Investasi total merupakan penjumlahan dari investasi sumberdaya dan investasi produksi, dimana dapat dirumuskan sebagai berikut : INVi = ISi + IPi
(4.41)
4.3.2.9. Tabungan Tabungan rumahtangga adalah berbagai bentuk simpanan uang tunai, yang disimpan dalam bentuk tabungan di bank atau di rumah, dan dalam bentuk arisan. Tabungan dipengaruhi oleh pendapatan usahatani, pendapatan dari luar usaha pertanian, surplus padi dan investasi total. Fungsi tabungan dirumuskan sebagai berikut : TABi = x (PDUTi, PLUi, SPPi, INVi) Persamaan tabungan menjadi: TABi = x0 + x1 PDUTi + x2 PLUi + x3 SPPi + x4 INVi + U24
(4.42)
dimana U24 merupakan peubah pengganggu. Nilai koefisien regresi yang diharapkan adalah x4 < 0 dan x1, x2, x3 > 0.
4.3.2.10. Kredit Usahatani Kredit usahatani merupakan jumlah pinjaman rumahtangga kepada kreditur yang berupa uang yang bersumber dari lembaga formal maupun lembaga informal. Sumber kredit formal adalah kredit yang berasal dari lembaga formal seperti bank atau lembaga keuangan formal sejenisnya. Sumber kredit informal adalah kredit yang berupa pinjaman dari keluarga, saudara maupun kerabat, pedagang, atau pihak-pihak lain yang memberikan pinjaman tanpa dilandasi prosedur formal. Dalam penelitian ini sumber kredit yang dimaksud adalah dari bank, dimana terdapat dua jenis kredit usahatani yakni kredit untuk usaha padi dan
87
kredit untuk usaha sapi. Besarnya cicilan untuk membayar kredit usaha padi dipengaruhi oleh surplus padi dan tingkat suku bunga kredit usahatani. Fungsi cicilan kredit usaha padi dirumuskan sebagai berikut : KRETi = y (SPPi, SBTi) Persamaan cicilan kredit usaha padi menjadi: KRETi = y0 + y1 SPPi + y2 SBTi + U25
(4.43)
dimana: SBT
: tingkat suku bunga kredit usaha padi (%p)
U25
: peubah pengganggu
Nilai koefisien regresi yang diharapkan adalah y1, y2 > 0. Besarnya cicilan untuk membayar kredit usaha sapi dipengaruhi oleh pendapatan usahatani dan tingkat suku bunga kredit usaha sapi. Fungsi cicilan kredit usahatani sapi dirumuskan sebagai berikut : KRESi = z (PDUTi, SBSi) Persamaan cicilan kredit usaha sapi menjadi: KRESi = z0 + z1 PDUTi + z2 SBSi + U26
(4.44)
dimana: SBS
: tingkat suku bunga kredit usaha sapi (%)
U26
: peubah pengganggu
Nilai koefisien regresi yang diharapkan adalah z1, z2 > 0. 4.4. Identifikasi Model Proses identifikasi model dilakukan dengan tujuan untuk mempelajari apakah sistem persamaan yang dibangun secara matematik dapat menduga parameter yang ada pada setiap persamaan struktural dalam sistem tersebut. Salah
88
satu syarat dalam proses identifikasi adalah syarat keharusan (necessary conditions). Syarat keharusan disebut juga syarat ordo (order conditions) yang diperoleh dengan menghitung peubah yang ada dalam satu persamaan tertentu dengan prosedur sebagai berikut (Koutsoyiannis, 1977): Underidentified
: (K – M ) < ( G – 1)
Exactly identified
: (K – M ) = (G – 1)
Overidentified
: (K – M) > (G – 1)
dimana: K : jumlah peubah dalam model M : jumlah peubah yang masuk dalam persamaan G : jumlah persamaan di dalam model atau jumlah peubah endogen. Syarat ordo terkait dengan ukuran matriks (G-1) x (G-1) yang berunsur parameter dugaan dalam sistem persamaan simultan. Suatu sistem persamaan simultan dapat diselesaikan secara matematik jika (K – M) ≥ (G – 1). Dalam studi ini terdapat 38 peubah endogen terdiri dari 25 persamaan struktural dan 13 persamaan identitas. Menurut rumus identifikasi diatas, dapat diketahui bahwa K = 86 dan G = 38. Jika M diambil dari jumlah maksimum peubah yang menyusun suatu persamaan, maka M = 5. Sehingga, menurut syarat ordo seluruh persamaan simultan yang dibangun termasuk kriteria over identified.
4.5. Metoda Pendugaan Spesifikasi model dalam studi ini adalah dinamis dengan sistem persamaan simultan, dimana peubah endogen ditentukan secara simultan dan interdependen. Sistem persamaan simultan yang dirumuskan tersebut diatas akan diselesaikan
89
melalui metode pendugaan model 2SLS. Penggunaan metode 2SLS dapat menghindari terjadinya simultaneous equation bias, yang pada dasarnya menduga sistem persamaan simultan dengan menduga setiap persamaan struktural secara parsial (Koutsoyiannis, 1977). Metode ini dimulai dengan menduga bentuk terreduksi (reduced form) setiap persamaan struktural dengan menggunakan metode ordinary least squaress (OLS). Bentuk terreduksi persamaan struktural diperoleh dengan manipulasi matematik sehingga setiap peubah endogen diregresikan hanya dengan peubah eksogen, sehingga diperoleh nilai dugaan terhadap peubah endogen. Selanjutnya, setiap persamaan struktural yang sebenarnya diduga dengan metode OLS dimana setiap peubah endogen yang menjadi peubah penduga diganti dengan nilai dugaan peubah tersebut hasil dari proses pertama. Hasil pendugaan ini akan diperoleh parameter dugaan untuk masing-masing persamaan struktural. Penyelesaian metode ini menggunakan bantuan komputer dengan program Statistical Analysis Sistem (SAS) versi 8.02.
4.6. Validasi Model Validasi model dimaksudkan untuk mengukur sejauhmana model yang dibangun mampu menjelaskan fenomena yang sebenarnya. Jika model persamaan simultan yang dibangun pada penelitian ini dianggap sah (valid), maka terhadap model tersebut dapat dilakukan berbagai macam peramalan dan simulasi. Pada penelitian ini, perilaku ekonomi rumahtangga petani pada sistem integrasi tanaman-ternak akan banyak dijelaskan melalui simulasi. Validasi model pada penelitian ini menggunakan beberapa kriteria. Secara umum, validasi pada dasarnya membandingkan antara data aktual dengan nilai dugaan yang diperoleh. Semakin dekat hasil dugaan dengan data aktual
90
menunjukkan model yang dibangun valid. Koutsoyiannis (1977) dalam validasi model menggunakan kriteria statistik root mean squares error (RMSE), root mean squares percent error (RMSPE), koefisien determinasi (R2), dan Theil’s inequality coefficient (U). Masing-masing dirumuskan sebagai berikut: RMSE = √ (1/n) * Σ (Pi – Ai)2
RMSPE = 100 * √ (1/n) * Σ {(Pi – Ai)/Ai}2
U= dimana:
√ (1/n) * Σ (Pi – Ai)2 √ (1/n) * Σ (Pi )2
+ √ (1/n) * Σ (Ai )2
n : jumlah observasi Pi : nilai prediksi pada persamaan model Ai : nilai aktual pengamatan contoh Semakin kecil nilai RMSE, RMSPE dan U akan semakin baik penduga model yang digunakan. Nilai U berada di antara 0 dan 1, dimana jika nilai U sama dengan nol, maka pendugaan model sangat sempurna, sedangkan jika nilai U sama dengan satu berarti naïf. Sedangkan validasi model dengan menggunakan koefisien determinasi menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai R2 semakin besar variasi perubahan peubah endogen yang dapat dijelaskan oleh peubah eksogen. Koefisien determinasi yang disesuaikan (adjusted R2) akan baik jika mendekati nilai R2.
91
Koefisien U didekomposisi menjadi tiga bagian, yakni proporsi bias (UM), proporsi varian (US) dan proporsi kovarian (UC), dimana UM + US + UC = 1. Masing-masing proporsi secara matematik dirumuskan sebagai berikut: UM = (Yrd – Yra)2 / MSE US = (σd – σa)2 / MSE UC = 2 (1- ρ) σd σa / MSE n MSE = 1/n Σ (Yjd – Yja)2 j=1 ρ = Cov (Ya, Yd) / σd σa dimana: ρ
: koefisien korelasi
σa
: standard
deviasi nilai aktual
σd
: standard
deviasi nilai dugaan
Proporsi bias UM mengandung selisih antara rata-rata data aktual dengan nilai simulasi. UM mengindikasikan adanya bias dalam bentuk kesalahan yang sistematis. Model yang baik diharapkan menghasilkan nilai UM mendekati nol. Proporsi US berisi selisih standar deviasi data aktual dan dan nilai hasil simulasi. Apabila variasi data aktual dapat diikuti persis oleh variasi data simulasi, maka selisih kedua nilai standar deviasi tersebut akan menjadi nol. Proporsi US menggambarkan kemampuan model dalam mengikuti variasi data aktual. Proporsi UC digunakan untuk menangkap adanya kesalahan yang tidak sistematis, atau adanya kesalahan sisa kesalahan setelah kesalahan sistematis diketahui. Model yang baik akan menangkap sekecil mungkin proporsi kesalahan sistematis dan menangkap proporsi kesalahan yang tidak sistematis sebesar mungkin. Pindyck
92
dan Rubenfeld (1985) menyatakan bahwa validasi yang baik idealnya menghasilkan UM = US = 0 dan UC = 1.
4.7. Simulasi Kebijakan Simulasi model persamaan simultan dilakukan untuk mengetahui dampak perubahan beberapa peubah yang dianggap relevan dengan penerapan suatu kebijakan pemerintah, atau sebagai peubah yang dianggap penting diketahui dampaknya terhadap perilaku ekonomi rumahtangga petani. Peubah-peubah tersebut dapat berupa peubah eksogen maupun peubah endogen yang diubah menjadi peubah eksogen. Salah satu kebijakan yang sering dilakukan pemerintah adalah mengintervensi pasar dengan menentukan harga output dan harga input produksi usahatani. Dampak dari kenaikan harga output dan harga input produksi serta kombinasi keduanya ingin diketahui pada penelitian ini. Demikian pula halnya dengan instrumen kebijakan lain, seperti peningkatan jumlah kredit dan suku bunga usahatani serta kombinasi keduanya dengan peningkatan harga output dan harga input produksi. Oleh karena itu, pada penelitian ini akan dilakukan simulasi pada berbagai skenario, yakni: I. Dampak kenaikan harga output dan harga input produksi: 1. Kenaikan harga gabah, sapi hidup dan kompos naik 10 persen 2. Kombinasi harga input padi (HBP, HPU, HPS, HPK. HO dan HK), harga input sapi (HBS, HKO, HJFN, dan HOS) dan harga input kompos (HKTR, HPR, HSG dan HKA) serta upah tenaga kerja (UTK) naik 10 persen 3. Kombinasi (1) dan (2)
93
II. Dampak kenaikan jumlah kredit dan tingkat suku bunga usahatani: 4. Jumlah kredit usaha padi (JKRET) dan usaha sapi (JKRES) naik 10 persen 5. Tingkat suku bunga usaha padi (SBT) dan usaha sapi (SBS) naik 10 persen III. Dampak kombinasi kenaikan jumlah kredit dan harga inpiut produksi: 6. JKRET naik 75 persen dan harga input padi naik 5 persen 7. JKRES naik 75 persen dan harga input sapi naik 5 persen 8. Kombinasi (6) dan (7) IV. Dampak kombinasi kenaikan tingkat suku bunga dan harga output : 9. SBT dan harga output padi masing-masing naik 10 persen 10. SBS dan harga output sapi masing-masing naik 10 persen 11. Kombinasi (9) dan (10) V. Dampak kenaikan upah dan curahan tenaga kerja keluarga dari luar usahatani: 12. Upah dan curahan tenaga kerja keluarga di luar usahatani masing-masing naik 10 persen
V. DESKRIPSI RUMAHTANGGA PETANI SISTEM INTEGRASI TANAMAN-TERNAK
Deskripsi statistik rumahtangga petani dilakukan pada peubah-peubah yang digunakan dalam model ekonometrika, sehingga dapat memberikan gambaran umum perilaku ekonomi rumahtangga petani di wilayah penelitian. Peubahpeubah tersebut dikelompokkan dalam 7 (tujuh) aspek, yakni: kondisi umum wilayah, karakteristik petani, penguasaan sumberdaya pertanian, produksi, alokasi penggunaan tenaga kerja keluarga, biaya sarana produksi, penerimaan dan kontribusi pendapatan serta alokasi pengeluaran. Seluruh deskripsi ini dibedakan menurut kelompok petani peserta program sistem integrasi tanaman-ternak (SITT) dan petani yang tidak tergabung dalam program tersebut (Non SITT). Keadaan umum wilayah terbagi dalam 5 (lima) kabupaten penelitian, yaitu Sleman dan Bantul (Daerah Istimewa Yogyakarta), Sragen dan Grobogan (Jawa Tengah) serta Bojonegoro.
5.1. Keadaan Umum Wilayah 5.1.1. Kabupaten Sleman Desa Tegaltirto berada dalam wilayah kecamatan Berbah, kabupaten Sleman, propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang membujur dari utara ke selatan dengan luas wilayah 524.945 ha (Desa Tegaltirto, 2005). Jarak desa Tegaltirto dari ibukota kecamatan sekitar 0,5 km serta masing-masing sekitar 23 km dan 13 km untuk mencapai ibukota kabupaten dan propinsi. Secara administratif desa ini terbagi kedalam 13 dusun, dimana dusun Semoyo, Karangwetan, Kuncen, Pendem dan Kuton merupakan sentral pengembangan ternak sapi potong.
95
Rata-rata jumlah curah hujan tahunan di desa Tegaltirto sebesar 2000 – 3000 mm, dengan suhu udara berkisar antara 23 – 330 C dan terletak 150 – 220 m dari permukaan laut, sehingga secara topografi tergolong sebagai dataran rendah. Terdapat saluran irigasi sepanjang 42 705 m dan enam buah waduk seluas 184.504 ha. Penggunaan lahan sebagian besar diperuntukkan bagi usaha pertanian dengan komoditas utama padi. Pola tanam yang dilakukan adalah padi-padipalawija (jagung, kacang tanah, singkong dan ubi). Penggunaan lahan untuk sawah irigasi sebesar 289.5 ha, sehingga tingginya penggunaan lahan untuk pertanian merupakan peluang yang cukup besar bagi usaha peternakan sapi potong karena limbah pertanian dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak.
5.1.2. Kabupaten Bantul Desa Canden yang terletak di kecamatan Jetis kabupaten Bantul, propinsi DIY berjarak 5 km ke ibukota kecataman, 7 km ke ibukota kabupaten dan 15 km ke ibukota propinsi. Desa ini memiliki 309.634 ha sawah yang sebagian besar merupakan sawah pengairan setengah teknis (Desa Canden, 2005). Topografi lahan berupa dataran dengan tinggi tempat dari permukaan laut berkisar antara 2527 m. Rata-rata curah hujan per tahun adalah 1500-2000 mm dengan suhu udara berkisar 23-300 C. Prasarana irigasi yang dimiliki berupa bendungan/dam dan beberapa saluran baik primer, sekunder dan tersier. Jumlah penduduk seluruhnya sekitar 10 275 jiwa atau 3334 KK, dimana hamper 40 persen adalah petani. Hasil pertanian utama adalah padi sawah dengan palawija seperti jagung, kacang tanah dan kedelai. Komoditas peternakan yang banyak dimiliki oleh petani adalah sapi potong dan unggas lokal (itik dan ayam lokal). Hasil limbah pertanian, utamanya jerami padi dimanfaatkan sebagai pakan
96
ternak sapi. Petani pada umumnya menyimpan jerami padi pascapanen, sehingga dapat digunakan pada musim kemarau dan tersedia sepanjang tahun.
5.1.3. Kabupaten Sragen Desa Tenggak yang terletak di kecamatan Sidoharjo kabupaten Sragen, propinsi Jawa Tengah memiliki wilayah seluas 326.275 ha, dimana hampir 75 persen lahan ini merupakan tanah sawah irigasi teknis (Desa Tenggak, 2005). Jarak desa menuju ibukota kecamatan adalah 4 km, sedangkan untuk mencapai ibukota kabupaten sekitar 20 km. Topografi desa adalah 98 persen datar dengan ketinggian berkisar antara 86 – 95 m dari permukaan laut. Jenis tanah pada umumnya adalah alluvial dan grumosol yang ditandai dengan adanya lapisan olah tanah (solum tanah) yang tipis, sehingga pupuk organik sangat diperlukan dalam upaya memperbaiki struktur dan tekstur tanah. Iklim di desa ini terdiri atas bulan basah, bulan lembab dan bulan kering, berturut-turut selama 6 bulan, 2 bulan dan 4 bulan. Rata-rata jumlah curah hujan tahunan di desa Tenggak adalah sebesar 2460 mm yang bervariasi dari 1900 mm – 3200 mm selama 10 tahun terakhir, dengan suhu udara berkisar antara 27 – 300 C. Usaha padi merupakan mata pencaharian utama petani di desa Tenggak, dimana 65 persen dari jumlah penduduk adalah petani. Sebagian besar petani adalah pemilik penggarap (55 persen), dan sisanya merupakan pemilik tidak menggarap, petani penggarap/penyewa dan buruh tani. Pola tanam yang dilakukan adalah padi-padi-padi sehingga usaha padi sangat intensif di wilayah ini. Usaha sapi potong diarahkan sebagai usaha dengan pola intensif melalui pemanfaatan limbah tanaman pangan sebagai sumber pakan. Pemanfaatan kotoran ternak sebagai bahan pembuatan pupuk organik menjadi program andalan di kawasan ini,
97
karena pemerintah daerah setempat mengharapkan kawasan ini menjadi wilayah sentra produksi padi organik.
5.1.4. Kabupaten Grobogan Berdasarkan peta agroekosistem zone, desa Pilangpayung kecamatan Toroh kabupaten Grobogan, propinsi Jawa Tengah terletak pada ketinggian 40 m dari permukaan laut dengan kemiringan lahan 0 – 2 persen. Suhu udara berkisar antara 20 – 360C dengan rata-rata curah hujan tahunan sekitar 2203 mm. Prasetyo (2004) menyatakan bahwa tanah di wilayah ini mengandung P2O5 dan K2O yang cukup tinggi, masing-masing adalah 141.3 mg dan 51 mg/100 gr tanah. Hal ini menunjukkan bahwa untuk usaha padi tidak lagi memerlukan pupuk P dan K, dimana pH tanah dan nisbah C/N berturut-turut adalah 8.1 dan 8.38. Usahatani dominan di wilayah ini adalah usaha padi dan jagung dengan pola tanam padi-padi-jagung. Musim tanam I (MH I) jatuh pada bulan Oktober sampai Januari, sedangkan musim tanam II (MH II) yaitu pada bulan Pebruari sampai Mei. Pada musim kemarau, bulan Juni sampai September, petani mengusahakan tanaman jagung pada lahan sawah. Usaha sapi dengan bangsa Peranakan Ongole (PO) menjadi usaha yang strategis di wilayah ini karena sebagian besar pakan utama berasal dari jerami padi dan jerami jagung. Tujuan usahaternak adalah untuk menghasilkan anak sapi (bakalan), sehingga berorientasi lebih ke arah pembibitan daripada usaha penggemukan. Sapi bibit biasanya berasal dari petani lain baik di lingkungan kabupaten maupun antar propinsi, seperti DIY dan Jawa Timur. Pada pertengahan musim hujan, sapi biasa diberikan rumput alam yang cukup di kawasan ini. Pakan
98
konsentrat, seperti dedak padi dan jagung telah biasa diberikan, terutama saat-saat musim panen.
5.1.5. Kabupaten Bojonegoro Desa Sidobandung dan desa Kemamang kecamatan Balen, kabupaten Bojonegoro, propinsi Jawa Timur terpilih menjadi wilayah penelitian ini. Kedua desa ini pada awalnya merupakan satu desa dan mengalami pemekaran sejak setahun terakhir, sehingga secara topografi kedua desa ini tidak banyak berbeda. Wilayah ini berada sekitar 14 m dari permukaan laut dengan tipe iklim D2 dengan bulan kering lebih dari empat bulan dalam setahun (Suwono, et al., 2003). Karakteristik curah hujan pada musim kering relatif lebih tinggi dibandingkan lima tahun terakhir, dengan rata-rata curah hujan tahunan adalah 1713 mm yang bervariasi antara 1675 – 1750 mm. Curah hujan pada bulan Nopember sebagai awal musim hujan dan bulan Desember sebagai tutup tanam untuk musim tanam pertama cukup tinggi. Bulan Pebruari dan Maret merupakan bulan dengan curah hujan tertinggi. Luas areal sawah di kedua desa tersebut sekitar 315 ha dengan jenis tanah vertisol dan tingkat kesuburan cukup. Wilayah ini merupakan hamparan lahan sawah yang datar, berpengairan teknis yang berasal dari Waduk Pacal di desa Temayang. Pada kondisi normal atau tidak terjadi kemarau panjang, Waduk Pacal dapat mengairi areal sawah di kawasan ini sepanjang tahun. Pola pertanaman dilaksanakan secara serempak dengan pergiliran tanaman berlangsung secara ketat dan seragam. Indeks pertanaman mencapai 300 persen dengan pola tanam umum adalah padi-padi-palawija/hortikultura dan hanya sebagian kecil yang menerapkan pola tanam padi-padi-padi.
99
Usaha sapi potong lokal jenis Peranakan Ongole menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dari sistem usaha padi di wilayah ini. Pemberian pupuk kandang sudah biasa dilakukan oleh petani padi dengan tetap memberikan pupuk anorganik secara berimbang. Jerami padi, jerami jagung dan limbah tanaman kacang-kacangan merupakan pakan alternatif yang potensial saat rumput alam kurang tersedia, utamanya adalah pada musim kemarau.
5.2. Karakteristik Rumahtangga Petani Secara umum dinyatakan bahwa rata-rata umur istri dan suami rumahtangga petani SITT maupun Non SITT berada dalam usia produktif yang berkisar masing-masing antara 40 tahun sampai 42 tahun dan 48 tahun sampai 49 tahun (Tabel 3). Rata-rata pendidikan istri dan suami yang diukur berdasarkan lama tahun pendidikan yang dijalani relatif hampir sama masing-masing adalah 6.9 tahun dan 6.7 tahun bagi petani SITT serta 6.3 tahun dan 6.1 tahun bagi petani Non SITT. Hal ini menunjukkan bahwa hampir di semua kabupaten, baik suami maupun istrinya berpendidikan setara dengan lulus SD. Namun hal ini tidak menghasilkan perbedaan yang berarti karena memang tidak ada hipotesis apriori yang mengharuskan adanya perbedaan pendidikan antara suami dan istrinya. Tabel 3 juga menyajikan komposisi jumlah anggota keluarga, jumlah angkatan kerja keluarga dan jumlah anak yang masih menjadi tanggungan sekolah. Rata-rata jumlah anggota keluarga bagi petani SITT adalah 3.9 orang dan 3.75 orang bagi petani Non SITT. Sedangkan untuk rata-rata angkatan kerja masing-masing adalah 3.3 orang dan 3.1 orang per rumahtangga petani. Angkatan kerja keluarga diukur dengan jumlah anggota keluarga yang berumur sama dengan atau lebih dari 15 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat
100
kecenderungan semakin tinggi jumlah anggota keluarga yang dimiliki, akan semakin besar pula jumlah angkatan kerja keluarga yang ada. Ukuran keluarga dapat dilihat dari dua sisi, yakni sebagai potensi ketersediaan tenaga kerja yang dimiliki oleh rumahtangga petani dan di sisi lain adalah sebagai beban tanggungan keluarga. Rata-rata jumlah anak sekolah relatif sangat kecil, yakni 0.75 dengan variasi antara 0.8 orang bagi petani SITT dan 0.7 orang bagi petani Non SITT. Hasil pengamatan ini menunjukkan bahwa rata-rata anak sekolah yang menjadi beban tanggungan adalah setingkat SD dan maksimum adalah SMP.
Tabel 3. Karakateristik Rumahtangga Petani Berdasarkan Kelompok Petani Uraian Jumlah responden (orang) Umur suami (tahun) Umur istri (tahun) Pendidikan suami (tahun) Pendidikan istri (tahun) Jumlah anggota keluarga (orang) Angk kerja keluarga (orang) Jumlah anak sekolah (orang)
Petani SITT 193 48.15 40.30 6.92 6.68 3.91 3.27 0.78
Petani Non SITT 81 49.38 41.60 6.32 6.11 3.75 3.14 0.68
Secara umum dapat dinyatakan bahwa karakteristik rumahtangga petani SITT relatif lebih tinggi dibandingkan dengan hal tersebut pada petani Non SITT, kecuali pada umur baik SUAMI maupun istri. Hal ini memberikan indikasi bahwa petani SITT memiliki nilai diatas nilai rata-rata total, sehingga diduga ciri-ciri karakteristik ini akan memberikan pengaruh terhadap aspek lainnya seperti produksi, penggunaan tenaga kerja keluarga dan alokasi pengeluaran.
101
5.3. Penguasaan Sumberdaya Pertanian Usaha pertanian dengan sistem integrasi tanaman-ternak sudah merupakan bagian dari bentuk budaya petani hampir di lima kabupaten wilayah penelitian. Keberadaan ternak dalam sistem usahatani merupakan usaha rumahtangga petani dengan segala keterbatasannya. Salah satu keterbatasan yang dihadapi petani adalah penguasaan sumberdaya pertanian yang diukur melalui pemilikan lahan, jumlah sapi yang dipelihara dan ketrampilan petani. Penguasaan sumberdaya lahan yang dimiliki oleh petani diukur dengan peubah luas areal panen padi (Ha), dengan rataan untuk seluruh kabupaten sebesar 0.38 Ha. Luas areal panen padi bagi petani Non SITT relatif lebih tinggi dibandingkan dengan petani SITT, yakni masing-masing sebesar 0.5 Ha dan 0.33 Ha (Tabel 4). Hal ini menunjukkan bahwa program pemerintah dalam memberikan bantuan lebih ditujukan kepada petani kecil dengan luas areal panen padi dibawah 0.5 Ha. Di sisi lain, petani SITT memiliki jumlah sapi yang relatif lebih banyak dibandingkan dengan petani Non SITT. Apabila berbicara wilayah, maka provinsi Jawa Tengah yang diwakili oleh kabupaten Sragen dan Grobogan, memiliki areal panen padi yang paling luas, masing-masing adalah sebesar 0.58 Ha dan 0.4 Ha. Sebaliknya, provinsi DIY yang diwakili oleh kabupaten Sleman dan Bantul menunjukkan bahwa pemilikan sapi adalah yang terbanyak dibandingkan dengan wilayah lain, dimana rata-rata untuk seluruh kabupaten adalah 1.27 ekor per rumahtangga petani. Ukuran sapi disetarakan dengan satuan unit ternak dewasa, dimana satu ekor sapi dewasa setara dengan sapi seberat 300 kg (Sutaryono dan Partridge, 2002). Hal ini menunjukkan bahwa usaha sapi potong di kabupaten Sleman dan Bantul telah menjadi usaha sehari-hari yang
102
dilakukan petani dengan tujuan utama sebagai tabungan yang mempunyai nilai/asset ekonomi.
Tabel 4.
Rata-rata Penguasaan Sumberdaya Pertanian berdasarkan Kelompok Petani
Uraian Luas areal panen padi (Ha) Jumlah sapi (ekor) Pengalaman bertani (tahun) Pengalaman beternak (tahun)
Petani SITT 0.33 1.53 19.19 8.26
Petani Non SITT 0.50 0.90 19.35 12.25
Berdasarkan luas areal panen padi yang dimiliki petani SITT menunjukkan bahwa diperoleh 1.7 – 2.7 ton jerami padi yang dapat dipergunakan sebagai pakan ternak. Hal ini mampu memenuhi kebutuhan pakan sapi sejumlah 0.66 – 1 ekor sapi dewasa untuk setiap musim tanam, sehingga dalam setahun dapat memenuhi kebutuhan pakan sapi sebanyak 1.32 – 2 ekor sapi dewasa. Hal ini menunjukkan bahwa petani SITT masih mempunyai peluang untuk meningkatkan jumlah ternak sapi yang dimiliki, karena saat ini rata-rata pemilikan ternak hanya 1.53 ekor sapi dewasa. Bagi petani Non SITT, masih mempunyai peluang yang sangat besar untuk pengembangan usaha sapi dengan mempertimbangkan potensi luas areal panen padi yang ada, dimana relatif lebih luas dibandingkan dengan petani SITT. Haryanto (2003) menyataan bahwa produksi jerami padi dapat mencapai 5–8 ton per ha, bervariasi tergantung pada lokasi dan jenis varietas padi yang digunakan. Jerami ini dapat digunakan sebagai pakan ternak sapi sebanyak 2-3 ekor sapi dewasa sepanjang tahun, sehingga jika pada wilayah dengan musim panen dua kali dalam setahun akan dapat menunjang kebutuhan pakan sapi sebanyak 4-6 ekor sapi.
103
Keterampilan petani diterjemahkan dalam konsep sederhana yang direfleksikan dengan tatacara pengelolaan usahatani dan pemeliharaan ternak sapi sehari-hari. Hal ini diukur dengan peubah pengalaman petani dalam usahatani dan usahaternak, dimana secara umum dinyatakan bahwa pengalaman petani dalam usahatani relatif lebih lama dibandingkan dengan usaha sapi. Rata-rata pengalaman petani dalam usahatani relatif hampir sama antara petani SITT dan Non SITT, yakni sekitar 19 tahun. Fenomena yang menarik adalah bagi petani Non SITT pengalaman dalam usaha sapi relatif lebih lama dibandingkan dengan petani SITT, namun tidak terkena program pemerintah dalam pelaksanaan program integrasi tersebut. Dapat dinyatakan bahwa hampir separuh dari hidupnya para petani telah mengusahakan usaha padi dan usaha sapi.
5.4. Produksi Produksi sistem usahatani tanaman ternak terdiri dari produksi padi, produksi tanaman pangan lain, produksi kompos dan produksi sapi dalam satu tahun. Pola tanam yang biasa dilakukan petani adalah padi-padi-palawija, kecuali petani di kabupaten Sragen yang melaksanakan pola tanam padi-padi-padi. Produksi tanaman pangan lain yang dominan adalah jagung, kacang tanah dan kedelai sesuai dengan kondisi di wilayah masing-masing. Tabel 5 menunjukkan bahwa rata-rata produksi gabah bagi petani SITT sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan petani Non SITT, masing-masing sebesar 14.70 ton/Ha dan 14.51 ton/Ha dalam setahun. Hal ini menunjukkan bahwa produktivitas padi petani SITT relatif lebih tinggi dibandingkan dengan petani Non SITT, meskipun rata-rata luas areal panen padi petani SITT relatif lebih rendah dibandingkan dengan petani Non SITT.
104
Komoditas jagung hampir ditanam di seluruh kabupaten pada musim tanam ketiga, kecuali di kabupaten Bojonegoro, yang mengusahakan kedelai pada musim ini. Rata-rata produksi jagung bagi petani SITT adalah 4.54 ton/Ha, sedangkan untuk petani Non SITT sebesar 1.24 ton/Ha. Petani Non SITT lebih banyak mengusahakan kedelai dan kacang tanah pada musim tanam ketiga, dengan rata-rata produksi masing-masing sebesar 0.57 ton/Ha dan 0.38 ton/Ha.
Tabel 5. Rata-rata Produksi Pertanian Berdasarkan Kelompok Petani Uraian Luas areal panen padi (Ha) Produksi gabah (ton/Ha) Produksi jagung (ton/Ha) Produksi kacang tanah (ton/Ha) Produksi kedelai (ton/Ha) Produksi kompos (ton) Produksi sapi (kg)
Petani SITT 0.33 14.70 4.54 0.16 0.55 1.35 677.59
Petani Non SITT 0.50 14.51 1.24 0.38 0.57 0.94 369.32
Produksi kompos dihasilkan dari kotoran ternak sapi melalui sistem penampungan dari kandang. Guna memudahkan pengumpulan kotoran ternak, ternak dipelihara dengan sistem dikandangkan (kereman), dimana lantai kandang ditaburi dengan serbuk gergaji sebagai alas kandang. Kotoran ternak (feses dan urine) tidak dikeluarkan dari dalam kandang selama 3-4 minggu, kemudian dipindahkan ke tempat pembuatan kompos. Rata-rata produksi kompos untuk petani SITT relatif lebih banyak dibandingkan dengan petani Non SITT, masingmasing sebesar 1.35 ton dan 0.94 ton. Hal ini sangat terkait dengan rata-rata jumlah pemilikan ternak sapi yang ada, dimana petani Non SITT hanya memiliki 0.9 ekor sapi setara dewasa. Pemanfaatan kompos yang dimaksud bagi petani Non SITT adalah penggunaan kotoran ternak tanpa melalui proses fermentasi, sehingga hanya
105
dikeringkan dalam waktu 3 bulan. Sebagian besar komponen untuk menghasilkan kompos adalah kotoran ternak, sehingga dalam hal ini dapat disebutkan bahwa ternak sapi adalah sebagai mesin penghasil kompos. Berdasarkan luas areal panen padi yang tersedia dan potensi pemeliharaan ternak sapi dapat dinyatakan bahwa rumahtangga petani di wilayah penelitian masih belum memanfaatkan penggunaan kotoran ternak sebagai bahan dasar pupuk organik dengan optimal. Pada saat ini, kompos yang dihasilkan oleh petani dipergunakan langsung untuk menyuburkan lahan pertanian, sehingga bersifat subsisten. Bagi petani SITT dengan rata-rata luas areal panen padi sebesar 0.33 Ha, seharusnya dapat memelihara ternak sebanyak 1.32 – 2 ekor sapi dewasa, yang dapat menghasilkan kompos dalam setahun sebesar 2.4 – 3.7 ton. Hal ini memberikan indikasi bahwa peluang untuk memanfaatkan kompos masih sangat besar, bahkan petani dapat didorong untuk menjual kompos tersebut sehingga dapat berorientasi komersial, sebagaimana yang diharapkan bahwa usaha kompos dapat menjadi salah satu usaha diversifikasi rumahtangga petani. Produksi sapi merupakan hasil pertambahan fisik yang dihasilkan dari jumlah ternak sapi yang saat ini dimiliki dalam setahun. Rata-rata produksi sapi untuk seluruh kabupaten adalah 586 kg. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata dalam satu tahun petani dapat menjual hampir dua ekor ternak sapi dewasa. Petani SITT menghasilkan produksi sapi yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan petani Non SITT karena hal ini erat kaitannya dengan jumlah ternak yang dimiliki oleh petani tersebut.
106
5.5. Penggunaan dan Curahan Tenaga Kerja Penggunaan tenaga kerja keluarga dialokasikan untuk usaha padi, usaha sapi, usaha tanaman selain padi, curahan untuk usahatani milik orang lain, dan usaha di luar pertanian. Penggunaan tenaga kerja keluarga untuk usaha kompos tidak dapat dikuantifikasikan dengan baik, sehingga dalam penelitian ini termasuk dalam perhitungan untuk tenaga kerja keluarga pada usaha sapi. Permintaan tenaga kerja luar keluarga dilaksanakan untuk usaha padi dan usaha tanaman selain padi. Penggunaan tenaga kerja keluarga ini masing-masing dibedakan menurut tenaga kerja laki-laki, perempuan dan anak-anak dengan perhitungan jumlah hari kerja dalam setahun. Tabel 6 menunjukkan bahwa rata-rata penggunaan tenaga kerja keluarga bagi petani Non SITT relatif lebih tinggi dibandingkan dengan petani SITT pada usaha padi. Hal ini diduga berkaitan dengan semakin luas areal panen padi yang dimiliki oleh keluarga petani di wilayah tersebut. Rata-rata penggunaan tenaga kerja keluarga dalam setahun pada usaha padi untuk petani SITT adalah 604.4, 70.3 dan 2.9 jam masing-masing untuk suami, istri dan anak. Kecenderungan serupa juga terjadi pada penggunaan tenaga kerja keluarga untuk usaha sapi, dimana petani SITT menggunakan tenaga kerja keluarga yang relatif lebih besar dibandingkan dengan wilayah yang lain. Rata-rata penggunaan tenaga kerja keluarga dalam setahun pada usaha sapi bagi petani SITT adalah 296.2, 60.5 dan 6.8 jam masing-masing untuk suami, istri dan anak.
107
Tabel 6. Rata-rata Penggunaan dan Curahan Tenaga Kerja Keluarga berdasarkan Kelompok Petani (jam/tahun) Uraian Petani SITT Petani Non SITT Penggunaan TK kel usaha padi: - Suami 604.35 (37%) 742.62 (51%) - Istri 70.28 (16%) 52.04 (11%) - Anak 2.85 (4%) 11.26 (11%) Penggunaan TK kel usaha sapi: - Suami 296.15 (18%) 207.82 (14%) - Istri 60.51 (14%) 15.25 (3%) - Anak 6.79 (9%) 16.96 (16%) Penggunaan TK keluarga tanaman lain: - Suami 101.50 (6%) 61.22 (4%) - Istri 67.66 (15%) 40.81 (9%) Curahan TK kel luar usahatani: - Suami 618.68 (38%) 454.09 (31%) - Istri 246.46 (55%) 364.53 (77%) - Anak 68.88 (88%) 74.75 (73%) Total penggunaan TK kel: - Suami 1 620.68 (100%) 1 465.75 (100%) - Istri 444.91 (100%) 472.63 (100%) - Anak 78.52 (100%) 102.97 (100%) Penggunaan TK luar kel usaha padi: - Laki-laki 252.14 308.65 - Perempuan 108.06 132.28 Penggunaan TK luar tan lain: - Laki-laki 36.6 44.18 - Perempuan 24.4 19.45
Penggunaan tenaga kerja keluarga juga diperlukan pada usaha tanaman selain padi, yakni pada usahatani tanaman jagung, kacang tanah dan kedelai yang dimiliki oleh petani. Pada umumnya suami memenuhi permintaan tenaga kerja pada usaha ini, bahkan anak-anak tidak ada yang terlibat. Rata-rata penggunaan tenaga kerja keluarga pada usaha non integrasi dalam setahun untuk petani SITT adalah 101.5 jam untuk KK dan 67.7 jam untuk istri. Hal ini menunjukkan bahwa
108
permintaan terhadap tenaga kerja keluarga pada usahatani non integrasi tidak terlalu besar. Penggunaan tenaga kerja dalam keluarga untuk seluruh kegiatan menunjukkan potensi yang masih dapat ditingkatkan karena baru menyerap sekitar 75 persen alokasi waktu bekerja dengan asumsi 40 jam per minggu. Penggunaan tenaga kerja luar keluarga untuk kegiatan usahatani sendiri merupakan permintaan rumahtangga petani terhadap tenaga kerja luar keluarga. Hal ini meliputi usaha padi dan usahatani non integrasi. Rata-rata penggunaan tenaga kerja luar keluarga untuk usaha padi dalam setahun adalah 268.8 jam untuk tenaga kerja laki-laki dan 115.2 jam untuk tenaga perempuan. Permintaan tenaga kerja luar keluarga bagi suami petani SITT menunjukkan kebutuhan yang paling tinggi dibandingkan dengan petani Non SITT. Curahan tenaga kerja keluarga dari suami untuk usaha buruh bagi petani SITT relatif lebih tinggi dibandingkan dengan hal tersebut pada petani Non SITT, namun bagi istri hal tersebut justru lebih tinggi pada petani Non SITT. Hal ini menunjukkan adanya realokasi penggunaan tenaga kerja keluarga untuk usaha lain, dimana pada saat penggunaan tenaga kerja dari KK lebih tinggi, maka penggunaan tenaga kerja tersebut dari istri maupun anak menjadi berkurang. Penggunaan tenaga kerja luar keluarga untuk usahatani non integrasi juga tidak terlalu besar, karena rata-rata untuk seluruh kabupaten dalam setahun sekitar 45.9 jam untuk tenaga kerja laki-laki dan 19.7 jam untuk tenaga kerja perempuan. Kegiatan rumahtangga petani di luar usahatani sendiri merupakan suatu penawaran tenaga kerja keluarga, dimana hal ini terdiri atas kegiatan bekerja pada usahatani orang lain maupun kegiatan di luar pertanian atau non usahatani. Peubah ini diukur dengan jumlah curahan jam kerja dalam setahun dari anggota
109
keluarga baik KK, istri maupun anak. Rata-rata curahan tenaga kerja keluarga untuk bekerja sebagai buruh baik pada usahatani maupun non usahatani berturutturut adalah sebesar 570.1, 281.4 dan 70.6 jam. Peranan tenaga kerja keluarga dari istri petani di kabupaten Sragen sebagai usaha buruh non pertanian cukup besar, dimana pekerjaan yang umumnya dilakukan adalah buruh industri, pembantu rumahtangga dan buruh mencuci pakaian. Teori ekonomi menunjukkan bahwa jumlah jam kerja yang dicurahkan rumahtangga dipengaruhi oleh besarnya upah tenaga kerja yang diterima. Semakin tinggi tingkat upah yang dibayar per jam kerja, akan mendorong rumahtangga untuk bekerja lebih lama, sehingga pendapatannya meningkat. Jumlah jam kerja yang dicurahkan sesorang pada suatu produksi juga dipengaruhi oleh produktivitasnya, sehingga semakin tinggi produktivitas seseorang, semakin sedikit waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu proses produksi. Berdasarkan perhitungan pendapatan total rumahtangga petani, maka produktivitas total tenaga kerja keluarga dalam setahun memberikan nilai masingmasing sebesar Rp.8 930 dan Rp.8 575 per jam bagi petani SITT dan Non SITT. Rata-rata produktivitas tenaga kerja keluarga petani SITT dalam setahun pada usaha padi, sapi dan kompos memberikan nilai yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan petani Non SITT, yakni masing-masing sebesar Rp.12 134 dan Rp.10 303 per jam. Hal ini menunjukkan bahwa program SITT dapat memberikan pendapatan usaha yang cukup besar, sehingga dapat menghasilkan produktivitas tenaga kerja keluarga yang relatif cukup tinggi.
110
5.6. Biaya Sarana Produksi, Penerimaan dan Pendapatan Biaya sarana produksi terdiri atas biaya sarana penggunaan input produksi dan tenaga kerja. Usaha dimaksud adalah usaha padi, sapi dan kompos yang dikategorikan sebagai biaya sarana usahatani integrasi. Usahatani lain seperti usahatani jagung, kacang tanah dan kedelai disebut sebagai usahatani non integrasi, dimana untuk usaha ini hanya biaya tenaga kerja luar keluarga yang dimaksud dengan biaya sarana. Penerimaan usaha merupakan jumlah penerimaan yang diterima oleh petani dari masing-masing volume usahatani yang dihasilkan dengan harga output. Selisih antara masing-masing penerimaan usaha dan biaya sarana produksi merupakan pendapatan petani untuk usahataninya. Penerimaan dari usaha buruh tani maupun buruh non pertanian, disamping penerimaan petani dari usaha luar pertanian dan usaha tetap lainnya juga merupakan pendapatan total rumahtangga petani. Rata-rata biaya sarana produksi padi untuk petani Non SITT relatif lebih tinggi dibandingkan dengan petani SITT. Sebaliknya, rata-rata biaya sarana produksi sapi bagi petani SITT relatif lebih tinggi dibandingkan dengan petani SITT. Hal ini sejalan dengan luas areal panen padi yang dimiliki oleh petani Non SITT yang lebih luas, dan jumlah pemilikan ternak sapi yang lebih banyak bagi petani SITT (Tabel 7). Semakin luas areal panen padi yang dimiliki, semakin banyak tenaga kerja yang diperlukan, sehingga untuk petani Non SITT menghasilkan biaya tenaga kerja yang disewa lebih banyak dibandingkan dengan petani SITT untuk usaha padi. Usahatani lain seperti jagung, kacang tanah dan kedelai yang ditanam pada
111
musim tanam ketiga juga memerlukan tenaga kerja dari luar keluarga, namun jumlahnya tidak terlalu besar, masing-masing sebesar Rp.151 196 dan Rp.174 100 untuk petani SITT dan petani Non SITT.
Tabel 7. Rata-rata Biaya Sarana Produksi, Penerimaan dan Pendapatan Rumahtangga Petani Berdasarkan Kelompok Petani (Rp/tahun/luas areal panen) Uraian Petani SITT Petani Non SITT Biaya produksi: - Padi 1 373 539 2 032 355 - Padi (Rp/Ha) 4 162 240 4 064 710 - Kompos 236 039 130 374 - Sapi 3 955 198 2 460 671 Biaya TK: - Padi 955 769 1 514 285 - Padi (Rp/Ha) 2 896 270 3 028 570 - Usaha tanaman lain 151 196 174 100 Total biaya produksi : - Padi, sapi dan kompos 6 520 545 6 137 685 - Usaha tanaman lain 151 196 174 100 Penerimaan usaha: - Padi 8 309 645 11 754 694 - Sapi 10 849 812 5 767 214 - Kompos 376 526 238 210 - Usahatani lain 1 593 371 1 691 667 - Buruh 2 423 914 2 144 229 - Luar pertanian (tetap) 2 670 587 2 040 718 Pendapatan: 8 385 726 (47.9%) 5 815 678 (30.4%) - Usaha padi 16 771 451.72 17 623 265.5 - Usaha padi (Rp/Ha) 107 836 (0.6%) 140 489 (0.8%) - Usaha kompos 3 306 542 (18.9%) 6 652 682 (34.7%) - Usaha sapi 1 517 567 (8.7%) 1 442 175 (7.5%) - Usaha tanaman lain 2 144 229 (12.3%) 2 423 914 (12.7%) - Buruh 2 040 718 (11.7%) 2 670 587 (13.9%) - Luar pertanian (tetap) 17 502 618 (100%) 19 145 524 (100%) Total Pendapatan :
Tabel 7 menunjukkan bahwa rata-rata penerimaan usahatani integrasi yang terdiri dari usaha padi, kompos dan sapi bagi petani SITT mencapai nilai relatif lebih tinggi dibandingkan dengan petani Non SITT yakni masing-masing sebesar
112
Rp.19 535 986 dan Rp.17 760 118. Penerimaan usaha tanaman selain padi tidak terlalu besar dibandingkan dengan usaha padi, sapi dan kompos, hanya mencapai sekitar 8 persen. Rata-rata penerimaan usaha buruh dari keluarga petani SITT dan Non SITT relatif hampir sama, masing-masing sebesar Rp.2 423 914 dan Rp.2 144 229. Rata-rata penerimaan usaha buruh yang diperoleh petani di kabupaten Sragen memberikan nilai yang relatif tinggi, padahal luas areal panen padi di wilayah ini adalah paling tinggi, sehingga petani cenderung untuk menyewa tenaga kerja dari luar keluarga dalam mengusahakan usahataninya. Hal ini juga diindikasikan oleh tingginya jumlah permintaan tenaga kerja dari luar keluarga, sehingga biaya sarana tenaga kerja juga terbesar dibandingkan dengan wilayah lain. Kabupaten Sragen juga memiliki potensi lokasi strategis karena wilayahnya yang berbatasan dengan kota Solo yang memiliki banyak perusahaan pakaian jadi (garment) dan industri tekstil lain. Penerimaan dari usaha di luar sektor pertanian lebih didominasi dari usaha tetap sebagai pegawai negeri, guru dan usaha warung. Secara agregat, kontribusi penerimaan usaha buruh dan usaha di luar pertanian terhadap pendapatan total rumahtangga petani mencapai sekitar 26 persen. Rata-rata pendapatan usaha padi petani Non SITT mencapai nilai yang relatif lebih besar dibandingkan dengan petani Non SITT, yakni masing-masing sebesar Rp.8 385 726 dan Rp.5 815 678. Hal ini erat terkait dengan luas areal panen padi, disamping produktivitas padi yang dihasilkan. Pendapatan usaha kompos belum memberikan hasil yang baik dan relatif sangat kecil dibandingkan dengan pendapatan total rumahtangga petani. Hal ini disebabkan karena produksi kompos belum diusahakan secara komersial dan masih bersifat subsisten, dalam
113
arti dipergunakan untuk lahan pertaniannya sendiri. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi terlaksananya program sistem integrasi tanaman-ternak, karena produki kompos diharapkan menjadi salah satu kunci sukses berhasilnya program ini. Rata-rata pendapatan usaha sapi bagi petani SITT mencapai nilai yang relatif lebih besar dibandingkan dengan petani Non SITT, yakni masing-masing sebesar Rp.6 652 682 dan Rp.3 306 542. Petani Non SITT memiliki rata-rata jumlah sapi yang relatif lebih sedikit dibandingkan dengan petani SITT, sehingga pendapatan dari usaha sapi juga relatif lebih kecil. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata petani SITT dapat menjual ternak selama satu tahun sebesar 1.7 ekor ternak setara dewasa. Petani di kabupaten Sleman dan Bantul sudah terbiasa dengan usaha sapi, bahkan usaha ini dianggap menjadi andalan usaha pertanian. Rata-rata kontribusi usaha pertanian yang dilakukan oleh keluarga petani terhadap total pendapatan petani adalah sebesar 67 persen, yang sebagian besar berasal dari usaha padi dan usaha sapi. Kontribusi usaha sapi terhadap total pendapatan rumahtangga petani rata-rata mencapai 30 persen, sedangkan di kabupaten Sleman dan Bantul masing-masing mencapai 44 persen dan 42 persen. Hal ini menunjukkan bahwa sistem integrasi usaha tanaman pangan dan usaha peternakan mempunyai arti ekonomi yang cukup penting bagi keluarga petani di perdesaan. Kenyataan bahwa usaha kompos belum memberikan nilai tambah yang positif dalam sistem usaha ini, perlu dikaji lebih lanjut komponen teknologi yang diterapkan dengan mempertimbangkan harga dan ketersediaan input yang terjangkau oleh petani. Rata-rata pendapatan total rumahtangga petani SITT dalam sebulan adalah Rp. 1 595 460, relatif lebih tinggi dibandingkan dengan petani Non SITT yang
114
sebesar Rp.1 458 500. Apabila dibandingkan dengan standar garis kemiskinan berdasarkan pendapatan rumahtangga per KK sebesar Rp.129 000 per bulan (BPS, 2004), maka dapat dinyatakan bahwa petani di wilayah penelitian tidak termasuk dalam kategori petani miskin karena masih berada diatas garis kemiskinan tersebut. Sangat menarik untuk dicermati adalah pendapatan usaha padi petani Non SITT lebih tinggi dibandingkan dengan petani SITT, namun pendapatan total menunjukkan bahwa petani SITT relatif lebih tinggi dibandingkan dengan petani Non SITT. Hal ini disebabkan karena kontribusi usaha sapi yang cukup besar bagi petani SITT mencapai sekitar 35 persen. Secara umum dapat dinyatakan bahwa peran usaha integrasi cukup besar terhadap pendapatan total rumahtangga petani, masing-masing sebesar 77 persen dan 64 persen bagi petani SITT dan Non SITT.
5.7. Pengeluaran Struktur pengeluaran rumahtangga petani terdiri atas alokasi pengeluaran rutin yang harus dibayar untuk konsumsi pangan dan non pangan, pengeluaran pendidikan dan kesehatan sebagai investasi sumberdaya, investasi produksi, tabungan dan cicilan kredit untuk usahatani dan usahaternak. Pengeluaran rutin terbesar yang harus dibayarkan oleh rumahtangga petani adalah konsumsi pangan, masing-masing sebesar 65 persen dan 68 persen bagi petani SITT dan petani Non SITT. Hal ini adalah setara dengan rata-rata 89.5 persen dan 91 persen pengeluaran rumahtangga petani dibayarkan untuk total konsumsi (Tabel 8). Sebagian besar pengeluaran untuk pangan dibeli dari pasar, hanya sebagian kecil disediakan dari usahataninya. Petani Non SITT membayarkan rata-rata pengeluaran untuk konsumsi pangan dalam setahun relatif lebih tinggi
115
dibandingkan dengan petani SITT. Namun, secara total pengeluaran untuk konsumsi tidak banyak berbeda antara petani SITT dan Non SITT.
Tabel 8. Rata-rata Pengeluaran Kelompok Petani Uraian Konsumsi (Rp): - Pangan - Non pangan - Total Investasi (Rp): - Sumberdaya - Produksi - Total Total Pengeluaran (Rp) Tabungan (Rp): Cicilan kredit (Rp): - Usaha padi - Usaha sapi
Rumahtangga
Petani SITT
Petani
Berdasarkan
Petani Non SITT
4 751 854.92 (65%) 1 781 564.77 (24%) 6 533 419.69 (89.5%)
4 917 592.59 (68%) 1 671 000.00 (23%) 6 588 592.59 (91%)
541 788.60 (7.4%) 223 506.53 (3.1%) 765 295.13 (10.5%) 7 298 714.82 (100%) 70 901.56
405 872.35 (5.6%) 208 273.36 (3%) 614 145.70 (8.5%) 7 202 738.29 (100%) 51 817.28
164 348.72 241 932.64
199 736.41 -
Pengeluaran rumahtangga petani untuk biaya pendidikan dan kesehatan dikategorikan sebagai komponen investasi sumberdaya karena hal ini mempunyai arti penting di masa yang akan datang. Secara umum, rata-rata pengeluaran untuk biaya ini dalam setahun adalah Rp. 765 295 bagi petani SITT dan Rp.614 145 bagi petani Non SITT. Investasi produksi merupakan proksi dari nilai alat mesin pertanian yang dimiliki petani setara perhitungan satu tahun. Hal ini meliputi alatalat seperti hand sprayer, alat bajak, mesin perontok padi dan alat lain yang berumur lebih dari satu tahun. Investasi total bagi petani SITT relatif lebih tinggi tinggi dibandingkan dengan petani Non SITT, masing-masing sebesar Rp.765 295 dan Rp.614 817. Tabungan yang dibayarkan oleh petani pada umumnya berupa tabungan tunai yang disimpan dalam organisasi kelompok tani, maupun keikutsertaan
116
keluarga dalam kegiatan arisan. Proporsi pengeluaran ini juga relatif kecil, dimana dalam setahun rata-rata pengeluaran untuk tabungan adalah sebesar Rp. 70 901 dan Rp.51 817 masing-masing bagi petani SITT dan petani Non SITT. Pengeluaran kredit terdiri atas jumlah atau cicilan yang harus dibayar oleh petani untuk usaha padi dan usaha sapi dalam setahun. Rata-rata pengeluaran untuk membayar cicilan kredit pada usaha padi adalah Rp. 164 349 dan Rp.199 736 bagi petani SITT dan petani Non SITT. Usaha sapi memiliki rata-rata cicilan kredit yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan pada usaha padi karena tingkat suku bunga yang lebih rendah, yakni sekitar 6 persen per tahun. Program sistem integrasi tanaman-ternak merupakan salah satu program yang menerapkan subsidi suku bunga dari pemerintah. Petani Non SITT tidak menerima kredit usaha sapi, sehingga tidak ada biaya untuk membayar cicilan kredit tersebut. Lain halnya dengan petani SITT, jumlah biaya untuk membayar cicilan kredit usaha sapi relatif lebih tinggi dibandingkan dengan biaya untuk membayar cicilan usaha padi. Hal ini justru pada petani Non SITT relatif lebih tinggi, yang diduga disebabkan karena sasaran kredit memang ditujukan bagi petani SITT.
VI. ADOPSI PROGRAM SISTEM INTEGRASI TANAMANTERNAK Penerapan program sistem integrasi tanaman-ternak yang dilakukan secara partisipatif di lahan petani diharapkan dapat membawa dampak terhadap peningkatan produksi dan pendapatan petani. Pada kenyataannya, adopsi penerapan program ini masih belum dilaksanakan secara seimbang oleh sebagian besar petani. Di sisi lain, terdapat harapan bagi petani yang tidak terlibat dalam program sistem integrasi tanaman-ternak juga memperoleh dampak dari kegiatan dimaksud. Hal ini dapat diperoleh selain langsung dari petani juga berasal dari pihak lain seperti penyuluh, petugas dinas, peneliti/pengkaji, dan lain sebagainya. Bagian ini akan menyajikan faktor-faktor apa sebenarnya yang berpengaruh terhadap keputusan petani untuk menerapkan program sistem integrasi tanaman-ternak tersebut. Dengan diketahuinya faktor-faktor yang berpengaruh terhadap adopsi program sistem integrasi tanaman-ternak, maka diharapkan dapat dijadikan landasan dalam upaya lebih memperluas tingkat adopsi program tersebut. Terdapat lima kelompok yang digunakan dalam analisis ini, yaitu kelompok
karakteristik
rumahtangga
petani,
kondisi
usahatani,
alokasi
penggunaan tenaga kerja keluarga, kontribusi pendapatan usaha dan informasi teknologi.
Peubah-peubah
yang
dipergunakan
untuk
merepresentasikan
karakteristik rumahtangga petani adalah pendidikan suami (ED) dan pekerjaan suami (PEK). Peubah-peubah yang dipergunakan untuk menggambarkan profil kondisi usahatani adalah jumlah sapi yang dipelihara saat ini (JS) dan penggunaan kompos (JK). Alokasi penggunaan tenaga kerja keluarga dari suami untuk usaha padi (TKDP1) dan alokasi penggunaan tenaga kerja keluarga dari suami (TKDS1)
118
dan istri (TKDS2) pada usaha sapi merupakan peubah-peubah yang dianggap dapat merepresentasikan profil ketersediaan tenaga kerja keluarga dalam penelitian ini. Pendapatan rumahtangga petani dari usaha sapi (PDS) dianggap relevan untuk dapat menggambarkan profil pendapatan rumahtangga petani yang dapat mempengaruhi terhadap keputusan petani untuk mengadopsi program sistem integrasi tanaman-ternak. Faktor informasi untuk menerapkan program sistem integrasi tanaman-ternak diwakili oleh peubah keikutsertaan anggota keluarga dalam organisasi pertanian (ORG) dan frekuensi kontak dengan petugas penyuluh (PNL). Petugas ini dapat berasal dari berbagai instansi baik pemerintah daerah, pusat maupun swasta atau perorangan. Kelompok faktor informasi ini sudah merupakan kegiatan rutin yang ada sebelum program SITT ini berlangsung. Sebagai contoh, petani memang sudah ada yang terlibat dalam kelompokkelompok maupun organisasi tani sebelum tahun 2002. Demikian pula halnya dengan kegiatan penyuluhan yang secara umum memang sudah dilaksanakan kepada seluruh petani yang ada di desa tersebut, tanpa dibedakan apakah petani tersebut terlibat atau tidak ikut dalam program SITT. Hasil pendugaan pada Tabel 9 memperoleh nilai p sebesar 0.001 dan uji goodness of fit untuk berbagai metoda memberikan nilai p yang sangat signifikan. Hal ini berarti model tersebut cukup baik dalam mengidentifikasi faktor-faktor karakteristik dan kondisi ekonomi rumahtangga petani yang relevan terhadap keputusan mengadopsi program sistem integrasi tanaman-ternak. Berdasarkan total output yang diperoleh terdapat 15633 pasangan, dimana nilai concordant mencapai hampir 97 persen yang berarti bahwa peluang petani untuk mengadopsi
119
program integrasi lebih besar dibandingkan dengan peluang petani untuk tidak mengadopsi program tersebut. Tabel 9 menunjukkan bahwa pada taraf nyata 10 persen, pendidikan dan pekerjaan suami cenderung tidak berpengaruh terhadap keputusan petani dalam menerapkan program sistem integrasi tanaman-ternak. Hal ini tidak berarti bahwa karakteristik rumahtangga petani tidak berpengaruh terhadap keputusan petani dalam proses adopsi program integrasi, namun kesadaran petani untuk menuju pada proses adopsi masih memerlukan upaya khusus.
Tabel 9.
Hasil Pendugaan Model Adopsi Program Sistem Integrasi Tanaman-Ternak
Peubah
Koefisien Penduga - 11.583 0.02368 0.8752 0.1361 0.018953 0.003531
Konstanta Pendidikan suami (ED) Pekerjaan suami (PEK) Jumlah sapi (JS) Penggunaan kompos (JK) TK keluarga usaha padi (suami) (TKDP1) TK keluarga usaha sapi 0.018184 (suami) (TKDS1) TK keluarga usaha sapi (istri) 0.021077 (TKDS2) Pendapatan usaha sapi (PDS) 0.00013215 Keikutsertaan organisasi tani 3.0151 (ORG) Frekuensi kontak penyuluh 0.03516 (PNL) Log-likelihood = - 53.621 G = 225.453 df = 10 p-value = 0.000
Nilai p
Odds ratio
0.000 0.773 0.302 0.737 0.017 0.601
1.02 2.40 1.15 1.02 1.00
0.001
1.02
0.010
1.02
0.078 0.000
1.00 20.39
0.396
1.00
Hasil serupa disampaikan oleh Basit (1996) yang menyatakan bahwa pengalaman berusahatani, umur dan pendidikan petani tidak berpengaruh terhadap
120
adopsi teknologi usahatani konservasi di wilayah hulu DAS Jratunseluna. Namun, hal ini belum dapat menyimpulkan bahwa faktor-faktor tersebut tidak akan mempengaruhi kesadaran petani untuk
mengadopsi teknologi usahatani
konservasi, tetapi ada kemungkinan bahwa faktor-faktor tersebut belum mengarah untuk menimbulkan kesadaran petani tentang pentingnya upaya konservasi lahan kering. Sedangkan Bulu et al., (2004) melaporkan bahwa karakteristik petani meliputi pendidikan, umur dan pengalaman beternak sapi mempunyai pengaruh terhadap tingkat adopsi komponen teknologi produksi usahatani terpadu. Pada kondisi usahatani rumahtangga, peubah penggunaan kompos cenderung berpeluang terhadap keputusan petani dalam mengadopsi program sistem integrasi tanaman-ternak. Hal ini sangat relevan dengan tujuan dari pelaksanaan program sistem integrasi tanaman-ternak yang salah satunya adalah meningkatkan produktivitas padi melalui penggunaan kompos sebagai pupuk organik. Petani padi menyadari pentingnya pupuk kompos dalam memperbaiki struktur lahan pertanian, sehingga penggunaan kompos menjadi faktor yang sangat menentukan dalam keputusan petani untuk mengadopsi program tersebut. Hasil ini sesuai dengan harapan peneliti bahwa keterpaduan usaha padi dan sapi menjadi penting melalui pemanfaatan kompos secara optimal. Hanafi et al., (2004) melaporkan bahwa inovasi teknologi pengolahan kotoran ternak menjadi kompos dapat meningkatkan pengetahuan kognitif petani dan memiliki respon positif terhadap inovasi crop livestock systems di lahan kering kabupaten Gunung Kidul, DIY. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sikap petani dalam menerima inovasi model pendekatan crop livestock systems mampu
121
merubah kebiasaan berusaha ternak sapi dari sistem tradisional, dimana ternak hanya sebagai tabungan, menjadi sistem yang berorientasi bisnis. Hasil pendugaan menunjukkan bahwa ketersediaan tenaga kerja keluarga untuk usaha sapi bagi KK dan istri cenderung berpeluang mempengaruhi terhadap keputusan petani dalam mengadopsi program sistem integrasi tanaman-ternak, dengan masing-masing koefisien sebesar 0.0182 dan 0.021. Masing-masing nilai odds ratio adalah 1.02 yang mengindikasikan bahwa peubah ini mempunyai kecenderungan bagi petani dalam membuat keputusan untuk menerapkan program dimaksud. Hal ini cukup beralasan mengingat program sistem integrasi tanamanternak merupakan kegiatan terpadu, dimana untuk usaha sapi memerlukan input berupa pakan dari limbah usaha padi dan usaha ini juga menghasilkan output berupa kompos yang dapat dipergunakan untuk menyuburkan lahan pertanian. Proses ini memerlukan tenaga kerja yang harus tersedia, utamanya adalah dari dalam keluarga. Tidak berpengaruhnya penggunaan tenaga kerja dalam keluarga pada usaha padi tidak memberi arti bahwa peubah ini menjadi tidak penting. Hal ini diduga karena usaha padi merupakan usaha yang penting dan diutamakan, sehingga petani belum mengarah kepada usaha selain padi seperti sistem integrasi tanaman-ternak. Hasil pendugaan menunjukkan bahwa pendapatan dari usaha sapi cenderung
berpeluang
mempengaruhi
terhadap
keputusan
petani
dalam
mengadopsi program sistem integrasi tanaman-ternak. Koefisien dan odds ratio dari peubah ini masing-masing adalah 0.00001325 dan 1.00. Hal ini mengindikasikan bahwa pendapatan dari usaha sapi mempunyai kecenderungan bagi petani dalam membuat keputusan untuk menerapkan program dimaksud.
122
Sejalan dengan hasil analisis pada penggunaan tenaga kerja dalam keluarga untuk usaha sapi yang memberikan pengaruh terhadap tingkat adopsi program sistem integrasi tanaman-ternak, maka usaha sapi menjadi salah satu faktor penentu bagi petani dalam memutuskan untuk mengikuti program tersebut atau tidak. Hal senada juga dinyatakan oleh Bulu et al., (2004) bahwa pendapatan dari usahaternak (sapi Bali) merupakan salah satu sumber pendapatan yang penting sehingga petani mampu mengadopsi teknologi produksi yang diintroduksikan oleh peneliti. Disamping itu, petani memerlukan sumber pendapatan lain guna memenuhi kebutuhan rumahtangga, seperti dari pengembangan usaha sapi maupun kompos. Program sistem integrasi tanaman-ternak, disamping berperan sebagai diversifikasi usaha, juga dapat meminimalkan resiko usaha dari usaha padi apabila mengalam gagal panen. Hasil analisis pada kelompok informasi teknologi menunjukkan bahwa keikutsertaan anggota keluarga dalam organisasi pertanian memberikan pengaruh terhadap keputusan petani untuk mengadopsi program sistem integrasi tanamanternak, dengan koefisien sebesar 3.0151 dengan nilai odds ratio sebesar 20.39. Peubah terkait dengan frekuensi kontak dengan penyuluh cenderung tidak mempengaruhi terhadap keputusan petani dalam mengadopsi program tersebut. Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan semakin banyak organisasi yang diikuti oleh petani akan semakin besar peluang petani untuk mengadopsi program tersebut. Oleh karenanya, dapat menjadi indikasi bahwa dengan pembentukan kelompok-kelompok tani mampu memberikan respon positif terhadap inovasi program sistem integrasi tanaman-ternak.
123
Kelompok-kelompok tani yang diikuti adalah kelompok tani-ternak, kelompok pengairan, kelompok konservasi sumberdaya alam, kelompok kelembagaan KUAT, dan koperasi aneka tani. Kegiatan yang dilakukan adalah pertemuan rutin setiap bulan yang mendiskusikan tentang kegiatan yang telah dijalankan dan rencana kegiatan ke depan, disamping menghadirkan narasumber terkait dengan masing-masing bidang kelompok. Kelompok-kelompok tani ini pada umumnya menjadi target untuk menambah frekuensi kontak dengan petugas penyuluh, baik melalui peningkatan intensitas kegiatan maupun penambahan jumlah tenaga penyuluh sehingga dapat membantu mempercepat proses adopsi program sistem integrasi tanaman-ternak. Basit (1996) melaporkan bahwa faktor informasi teknologi konservasi usahatani melalui frekuensi kontak dengan tenaga penyuluh merupakan salah satu faktor penting dalam proses adopsi teknologi konservasi tersebut. Faktor-faktor lain sebagai media informasi teknologi seperti kontak antara petani dengan lembaga pemerintah maupun swasta dan kontak dengan tokoh informal tidak memberikan pengaruh yang nyata.
VII. HASIL PENDUGAAN MODEL EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI
Analisis terkait dengan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku ekonomi rumahtangga petani akan disajikan dalam bagian ini. Hal ini dikelompokkan dalam empat blok, yakni (1) produksi, (2) alokasi penggunaan dan penawaran tenaga kerja keluarga, (3) permintaan input produksi, dan (4) alokasi pengeluaran. Program pendugaan model dan hasil secara rinci untuk setiap peubah endogen masing-masing disajikan dalam Lampiran 2 dan 3.
7.1. Hasil Pendugaan Blok Produksi Hasil pendugaan model pada studi ini cukup representatif menjelaskan kinerja ekonomi perilaku rumahtangga petani pada sistem integrasi tanamanternak. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa peubah-peubah penjelas yang menyusun masing-masing persamaan hanya mampu menjelaskan variasi peubah dalam proporsi yang relatif kecil. Hal senada juga diperoleh pada studi terdahulu, dimana dengan menggunakan data cross section kondisi ideal yang menghasilkan R2 tinggi sulit diperoleh (Kusnadi, 2005 dan Asmarantaka, 2007). Pada derajat bebas masing-masing, uji F menghasilkan kesimpulan bahwa model regresi yang dibangun secara statistik nyata pada taraf nyata 0.0001. Hasil uji t menunjukkan bahwa sebagian besar peubah penjelas dalam setiap persamaan struktural berpengaruh terhadap peubah endogennya masing-masing pada taraf nyata 15 persen. Komponen produksi usahatani padi terdiri dari luas areal panen padi (LAP), produksi padi (PROP), produksi kompos (PROK) dan produksi sapi (PROS). Tabel 10 menunjukkan bahwa volume input produksi padi seperti jumlah
125
benih padi (JBP), jumlah pupuk urea (JPU), jumlah obat (JO) dan jumlah pupuk urea (JPU) memberikan pengaruh yang nyata terhadap LAP, dimana LAP berpengaruh terhadap PROP. Perhitungan nilai elastisitas menunjukkan bahwa luas areal panen padi tidak responsif terhadap peubah-peubah penjelasnya, sedangkan produksi padi responsif terhadap luas areal panen padi. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar luas areal panen padi, maka produksi padi juga semakin tinggi. Hasil serupa juga dilaporkan oleh Andriati (2003) yang menyatakan bahwa produksi padi dipengaruhi oleh luas sawah garapan pada perilaku rumahtangga petani padi di Jawa Barat, dimana faktor-faktor harga input pupuk, pendapatan usaha padi dan curahan tenaga kerja keluarga memberikan pengaruh yang nyata terhadap luas sawah garapan. Di sisi lain, Asmarantaka (2007) melaporkan bahwa produksi padi yang diproksi atas peubah luas areal dan produktivitas padi dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti harga input pupuk urea dan pendapatan petani. Selain volume input produksi kompos seperti jumlah kotoran ternak (JKTR), jumlah probion (JPR) dan penggunaan tenaga kerja keluarga untuk usaha sapi (JTKDS), pendapatan usahatani (PDUT) juga memberikan perbedaan yang nyata terhadap produksi kompos. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar pendapatan usahatani yang diterima, akan semakin banyak kompos yang diproduksi, yang pada akhirnya akan mempengaruhi terhadap produksi padi. Tabel 10 juga menunjukkan bahwa produksi padi dipengaruhi oleh jumlah kompos yang digunakan. Suwandi (2005) melaporkan bahwa penggunaan pupuk kandang oleh petani yang menerapkan program sistem integrasi usaha padi dan sapi
berpengaruh nyata terhadap produksi padi sawah. Semakin banyak
126
penggunaan pupuk kandang, akan semakin besar pula padi sawah yang dihasilkan. Perhitungan nilai elastisitas menunjukkan bahwa produksi kompos tidak responsif terhadap peubah-peubah penjelasnya.
Tabel 10. Hasil Parameter Dugaan dan Elastisitas Blok Produksi Peubah Luas areal panen padi (LAP) INTERCEP JBP JPU JO JK JTKDP Produksi Padi (PROP) INTERCEP HG LAP Produksi Kompos (PROK) INTERCEP JKTR JPR JTKDS PDUT Produksi Sapi (PROS) INTERCEP HSH JFN JBS JKO JOS
Parameter Dugaan
Elastisitas
Nama Peubah
-197.025007 50.369438*) 2.050522*) 0.472931*) 0.373891*) 0.540519
0.4449 0.1709 0.1480 0.1863 0.1017
Intersep Jumlah benih padi Jumlah pupuk urea Jumlah obat Jumlah kompos TK dalam kel usaha padi
- 3429.801438*) 1.285681 1.782636*)
0.3963 1.2221
Intersep Harga gabah Luas areal panen padi
- 174.319923 0.035477*) 230.338356*) 2.183550*) 0.000021230*)
0.2694 0.0522 0.5813 0.2391
Intersep Jumlah kotoran ternak Jumlah probion TK dalam kel usaha sapi Pendapatan usaha tani
-138.053211 0.003949 0.051573*) 1.762533*) 0.107620*) 8.123505*)
0.1069 0.4266 0.3941 0.1672 0.1406
Intersep Harga sapi hidup Jumlah jerami segar Jumlah bakalan sapi Jumlah konsentrat Jumlah obat sapi
Keterangan : *) : P < 0.15
Hal serupa juga terjadi pada produksi sapi, dimana volume input produksi seperti jumlah jerami segar (JFN), jumlah bakalan sapi (JBS), jumlah konsentrat (JKO) dan jumlah obat sapi (JOS) memberikan pengaruh yang positif dan nyata. Harga sapi hidup (HSH) tidak berpengaruh terhadap produksi sapi, dan produksi ini tidak responsif terhadap peubah-peubah penjelas tersebut.
127
7.2. Hasil Pendugaan Blok Penggunaan dan Penawaran Tenaga Kerja Penggunaan tenaga kerja keluarga pada studi ini dapat dilihat dari dua sisi, yakni sebagai curahan kerja rumahtangga pada usaha diluar, baik pada usahatani maupun usaha non pertanian, dan sebagai tenaga kerja usahatani sendiri terhadap tenaga kerja keluarga. Sebagai permintaan tenaga kerja keluarga oleh usahatani sendiri berarti penggunaan tenaga kerja dilihat dari sisi kegiatan usahatani. Penggunaan tenaga kerja keluarga dialokasikan untuk usaha padi dan usaha sapi, sedangkan curahan tenaga kerja dialokasikan sebagai buruh pada usahatani milik orang lain, dan buruh usaha non pertanian. Permintaan tenaga kerja luar keluarga dilaksanakan untuk usaha padi. Penggunaan tenaga kerja keluarga ini masing-masing dibedakan menurut tenaga kerja laki-laki, perempuan dan anak-anak dengan perhitungan jumlah jam kerja dalam setahun. Tabel 11 menunjukkan bahwa penggunaan tenaga kerja keluarga pada usaha padi (JTKDP) dipengaruhi dan berhubungan negatif oleh penggunaan tenaga kerja keluarga pada usaha sapi (JTKDS) dan curahan tenaga kerja keluarga pada usaha lain (JCK). Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar penggunaaan tenaga kerja keluarga pada usaha sapi maupun curahannya terhadap usaha lain akan mengakibatkan semakin berkurangnya alokasi penggunaan tenaga kerja keluarga untuk usaha padi. Hasil pendugaan menyatakan bahwa terdapat hubungan substitusi antara penggunaan tenaga kerja keluarga pada usaha padi dan usaha sapi. Hal ini serupa dengan laporan Heatubun (2001) yang menyatakan bahwa meningkatnya penggunaan tenaga kerja keluarga satu HOK untuk usaha selain tanaman pangan akan menurunkan penggunaan penggunaan tenaga kerja keluarga pada usaha tanaman pangan sebesar 0.16 HOK selama satu tahun.
128
Pengeluaran rumahtangga petani yang terdiri dari komponen total biaya konsumsi dan investasi juga menunjukkan perbedaan yang nyata dan berhubungan positif terhadap penggunaan tenaga kerja keluarga pada usaha padi. Upah tenaga kerja (UTK) tidak memberikan pengaruh, dan perhitungan nilai elastisitas menunjukkan bahwa JTKDP tidak responsif terhadap peubah-peubah penjelas tersebut.
Tabel 11. Hasil Parameter Dugaan dan Elastisitas Blok Penggunaan dan Penawaran Tenaga Kerja Keluarga Peubah Penggunaan TK keluarga usaha padi (JTKDP) INTERCEP JTKDS JCK UTK EXP Penggunaan TK luar kelrga usaha padi (JTKLP) INTERCEP JTKDS JCK UTK PUT Penggunaan TK keluarga usaha sapi (JTKDS) INTERCEP JTKDP JCK UM EXP Curahan TK keluarga (JCK) INTERCEP JTKDP JTKDS ED UTK
Parameter Dugaan
Elastisitas
Nama Peubah
1362.720167*) -1.378069*) -0.296539*) -0.000717 0.000012411*)
- 0.6298 - 0.3822 - 0.0189 0.1261
Intersep Pnggnaan TK kel sapi Crhan TK kel ush lain Upah TK Pengeluaran
948.221442*) 1.390172*) -0.214911*) - 0.000726 0.000004954*)
1.1835 - 0.5159 - 0.0357 0.2661
Intersep Pnggnaan TK kel sapi Crhan TK kel ush lain Upah TK Penerimaan usaha tani
377.520515*) -0.206860*) -0.048985*) 2.375223*) 0.000003763
- 0.4526 - 0.1381 0.3525 0.8368
Intersep Pnggnaan TK kel padi Crhan TK kel ush lain Umur KK Pengeluaran
1572.824803*) -1.023292*) -1.504072*) 29.569819*) 0.019815*)
- 0.7940 - 0.5333 0.2162 0.4054
Intersep Pnggnaan TK kel padi Pnggnaan TK kel sapi Pendidikan Upah TK
Keterangan : *) : P < 0.15
129
Permintaan terhadap tenaga kerja luar keluarga untuk usaha padi (JTKLP) dipengaruhi oleh JTKDS, JCK, UTK dan penerimaan usahatani (PUT). Semakin rendah penggunaan tenaga kerja keluarga untuk usaha diluar akan semakin tinggi permintaan tenaga kerja luar keluarga untuk usaha padi. Demikian pula halnya dengan semakin tingginya penggunaan tenaga kerja keluarga pada usaha sapi, JTKLP juga semakin besar. Nilai elastisitas menunjukkan bahwa JTKLP responsif terhadap penggunaan tenaga kerja keluarga untuk usaha sapi. Hal ini berarti bahwa JTKDS memiliki dampak yang cukup besar terhadap permintaan tenaga kerja luar keluarga untuk usaha padi. Hasil ini semakin menguatkan bahwa terdapat hubungan substitusi antara penggunaan tenaga kerja keluarga untuk usaha sapi dengan usaha padi. Semakin banyak alokasi tenaga kerja keluarga pada usaha sapi, akan semakin sedikit penggunaan tenaga kerja keluarga untuk usaha padi, sehingga memerlukan tenaga kerja dari luar keluarga untuk usaha padi. Peubah upah tenaga kerja menunjukkan tanda negatif sesuai dengan harapan dari fungsi permintaan tenaga kerja. Hasil pendugaan mengindikasikan bahwa permintaan tenaga kerja luar keluarga pada rumahtangga petani ditentukan oleh mekanisme pasar tenaga kerja, dimana hal ini dipengaruhi oleh tingkat upah yang berlaku, meskipun tidak responsif terhadap upah tersebut. Penggunaan tenaga kerja luar keluarga ini dapat terjadi karena kebutuhan proses kerja usaha padi yang perlu diselesaikan pada waktu tertentu, seperti penanaman, pengolahan lahan dan panen. JTKLP juga dipengaruhi oleh penerimaan usaha tani dan berhubungan positif. Hal ini berarti bahwa PUT dapat dipergunakan sebagai salah satu sumber pendanaan untuk membayar sewa dari upah tenaga kerja dari luar keluarga untuk usaha padi. Semakin besar penerimaan usahatani yang diperoleh,
130
akan semakin banyak pula penggunaan JTKLP. Permintaan tenaga kerja keluarga untuk usaha sapi dipengaruhi dan berhubungan negatif dengan penggunaan tenaga kerja keluarga pada usaha padi dan curahan tenaga kerja keluarga untuk usaha lain. Semakin sedikit alokasi penggunaan tenaga kerja tersebut, semakin besar permintaan tenaga kerja keluarga untuk usaha sapi. Hasil pendugaan ini juga menguatkan temuan pada studi ini bahwa terjadi substitusi antara penggunaan tenaga kerja keluarga antara usaha padi dan usaha sapi. Peubah umur dan pengeluaran juga mempengaruhi terhadap JTKDS, dimana semakin dewasa tenaga kerja keluarga dan semakin tinggi pengeluaran rumahtangga petani akan semakin besar JTKDS. Hasil perhitungan elastisitas menunjukkan bahwa permintaan tenaga kerja keluarga untuk usaha sapi tidak responsif terhadap peubah-peubah penjelas tersebut. Kegiatan rumahtangga petani di luar usahatani sendiri diukur dengan jumlah curahan jam kerja dalam setahun dari anggota keluarga baik suami, istri maupun anak (JCK). JTKDP, JTKDS, dan penerimaan dari usaha luar berpengaruh terhadap JCK. Semakin sedikit alokasi penggunaan tenaga kerja keluarga untuk usaha padi dan usaha sapi, semakin banyak tenaga kerja keluarga yang mencurahkan waktunya untuk usaha diluar. Perhitungan nilai elastisitas menunjukkan bahwa JCK tidak responsif terhadap faktor-faktor tersebut. Secara umum dapat dinyatakan bahwa penggunaan dan curahan tenaga kerja keluarga untuk kegiatan usaha padi dan usaha sapi saling terkait satu sama lain, sehingga hal ini menjadi faktor yang penting bagi petani dalam mengambil keputusan untuk mengalokasikan waktu kerja yang efektif.
131
7.3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penggunaan Input Produksi Usaha Padi Penggunaan faktor input produksi usaha padi terdiri dari jumlah benih padi (JBP), jumlah pupuk urea (JPU), jumlah pupuk SP-36 (JPS), jumlah pupuk KCl (JPK), jumlah obat/pestisida (JO) dan jumlah kompos (JK). Hasil pendugaan menunjukkan bahwa pendapatan usahatani (PDUT), jumlah kredit usahatani yang diterima petani (JKRET) dan jumlah penggunaan tenaga kerja untuk usaha padi (JTKP) berpengaruh terhadap penggunaan input benih padi (Tabel 12). Perhitungan nilai elastisitas menunjukkan bahwa permintaan jumlah benih padi tidak responsif terhadap peubah-peubah penjelas tersebut. Penggunaan input pupuk urea (JPU) dipengaruhi dan berhubungan positif dengan PDUT2, penggunaan tenaga kerja keluarga untuk usaha padi (JTKDP), JKRET dan jumlah kompos (JK). Perhitungan nilai elastisitas menunjukkan bahwa penggunaan input produksi ini tidak responsif terhadap peubah-peubah penjelas tersebut. Terdapat kecenderungan bahwa penggunaan tenaga kerja keluarga untuk usaha padi mempunyai dampak terhadap permintaan pupuk urea ini yang diindikasikan dengan nilai elastisitas hampir mendekati satu. Jumlah penggunaan kompos berpengaruh dan berhubungan negatif terhadap penggunaan pupuk urea. Hal ini menunjukkan terjadi substitusi antara penggunaan pupuk urea dan kompos. Semakin banyak kompos digunakan, maka penggunaan pupuk urea semakin berkurang. Tabel 12 menunjukkan bahwa penerimaan usahatani (PUT) dan JTKDP mempengaruhi dan berhubungan positif terhadap permintaan input pupuk SP-36.
132
Tabel 12. Hasil Parameter Dugaan dan Elastisitas Blok Penggunaan Input Produksi Usaha Padi Peubah Jumlah benih padi (JBP) INTERCEP PDUT JKRET JTKP Jumlah pupuk urea (JPU) INTERCEP PDUT JTKDP JKRET JK Jumlah pupuk SP-36 (JPS) INTERCEP HPS PUT JTKDP Jumlah pupuk KCl (JPK) INTERCEP HPK PUT JTKDP JKRET JK Jumlah obat (JO) INTERCEP HO PUT JKRET JTKDP Jumlah kompos (JK) INTERCEP HK PUT JTKDS
Parameter Dugaan
Elastisitas
Nama Peubah
5.513279*) 0.000001451*) 0.0000001968*) 0.005912*)
0.5976 0.0449 0.1935
Intersep Pendapatan usaha tani Jumlah kredit usaha tani TK usaha padi
- 181.725404*) 0.0000017089*) 0.426232*) 0.000002589 - 0.023624*)
0.7487 0.9389 0.0044 - 0.1413
Intersep Pendapatan usaha tani Penggnaan TK kel padi Jumlah kredit usaha tani Jumlah kompos
- 174.260472 - 0.017930 0.000006022*) 0.309705*)
- 0.2014 0.8710 1.5517
Intersep Harga pupuk SP-36 Penerimaan usaha tani TK dalam kel usaha padi
- 23.444003 - 0.025749 0.000002687*) 0.174422*) 0.000002810 - 0.017835*)
- 2.7926 9.2326 2.1459 0.0247 - 0.5963
Intersep Harga pupuk KCl Penerimaan usaha tani Penggnaan TK kel padi Jumlah kredit usaha tani Jumlah kompos
- 1699.351012*) - 2.388130 0.000044672*) 0.000052707 3.079976*)
- 0.2322 0.7745 0.0340 1.8518
Intersep Harga obat Penerimaan usaha tani Jumlah kredit usaha tani Penggnaan TK kel padi
1172.300247 - 6.304178*) 0.000075244*) 2.977050*)
- 0.9517 0.8193 0.5137
Intersep Harga kompos Penerimaan usaha tani Penggnaan TK kel sapi
Keterangan : *) : P < 0.15
Harga pupuk SP-36 tidak memberikan perbedaan yang nyata dan perhitungan nilai elastisitas menunjukkan bahwa permintaan pupuk SP-36 responsif terhadap penggunaan tenaga kerja keluarga pada usaha padi. Semakin banyak alokasi tenaga kerja keluarga untuk usaha padi, akan semakin besar penggunaan JPS. Demikian pula, semakin besar penerimaan usahatani yang
133
diperoleh petani akan semakin banyak pupuk SP-36 yang digunakan untuk usaha padi. Harga pupuk KCl (HPK), PUT, JTKDP dan JK memberikan pengaruh yang nyata terhadap permintaan pupuk KCl (JPK). Perhitungan nilai elastisitas juga menunjukkan bahwa penggunaan jumlah pupuk KCl ini sangat responsif terhadap ketiga peubah tersebut. Hal ini mengindikasikan bahwa harga pupuk KCl, penerimaan usahatani, penggunaan tenaga kerja keluarga pada usaha padi dan penggunaan kompos mempunyai dampak yang relatif besar terhadap permintaan pupuk KCl. Semakin rendah harga pupuk KCl, akan semakin banyak penggunaan pupuk tersebut. Semakin besar penerimaan usahatani, permintaan terhadap pupuk KCl akan semakin besar pula. Jumlah penggunaan kompos berpengaruh dan berhubungan negatif terhadap penggunaan pupuk KCl. Hal ini menunjukkan terjadi substitusi antara penggunaan pupuk KCl dan kompos. Semakin banyak kompos digunakan, maka penggunaan pupuk KCl semakin berkurang. Hasil pendugaan persamaan permintaan jumlah obat/pestisida (JO) menunjukkan bahwa PUT dan JTKDP berpengaruh dan berhubungan positif terhadap JO. Semakin besar penerimaan usahatani dan alokasi tenaga kerja keluarga pada usaha padi, akan semakin banyak permintaan jumlah obat. Perhitungan nilai elastisitas menunjukkan bahwa permintaan jumlah obat/pestisida ini responsif terhadap penggunaan tenaga kerja keluarga pada usaha padi. Permintaan faktor input untuk jumlah kompos (JK) dipengaruhi oleh harga kompos (HK), PUT dan JTKDP. Meskipun perhitungan nilai elastisitas mengindikasikan bahwa permintaan jumlah kompos tidak responsif terhadap
134
faktor-faktor tersebut, terdapat kecenderungan bahwa harga kompos mempunyai dampak terhadap permintaan kompos dengan nilai elastisitas yang hampir mendekati satu. Semakin rendah harga kompos, semakin banyak penggunaan jumlah kompos dan semakin besar penerimaan usahatani dan alokasi tenaga kerja keluarga pada usaha padi, akan semakin banyak permintaan jumlah kompos. Pendapatan maupun penerimaan usahatani memberikan pengaruh terhadap seluruh permintaan input produksi baik benih padi, penggunaan pupuk anorganik dan kompos. Hal ini sangat beralasan karena pendapatan atau penerimaan usahatani merupakan sumber dana yang dapat dibelanjakan rumhatangga untuk memenuhi kebutuhan input produksi usaha padi. Namun demikian, hanya permintaan pupuk KCl yang responsif terhadap permintaan usahatani. Perilaku ini mengindikasikan bahwa apabila terdapat kenaikan penerimaan usahatani, rumahtangga petani cenderung meningkatkan penggunaan pupuk KCl lebih besar dibandingkan dengan input produksi lain. Hasil pendugaan blok permintaan input produksi untuk usaha padi menunjukkan bahwa alokasi tenaga kerja keluarga berhubungan positif dan memberikan dampak terhadap peubah endogennya. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan tenaga kerja keluarga bersifat komplemen dengan permintaan faktor input produksi, yang berarti bahwa aplikasi penggunaan faktor input produksi pada usaha padi masih menggunakan tenaga kerja langsung, termasuk didalamnya tenaga kerja keluarga. Hasil serupa diperoleh Kusnadi (2005) yang melaporkan bahwa aplikasi penggunaan pupuk urea dan TSP pada usaha padi belum dapat mensubstitusi penggunaan tenaga kerja keluarga.
135
7.4. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penggunaan Input Produksi Usaha Sapi Penggunaan fakor input produksi sapi terdiri dari jumlah bakalan sapi (JBS), jumlah jerami segar atau non fermentasi (JFN), jumlah konsentrat (JKO) dan jumlah obat sapi (JOS). Hasil pendugaan menunjukkan bahwa permintaan bakalan sapi (JBS) dipengaruhi oleh harga bakalan sapi (HBS), PUT dan alokasi tenaga kerja keluarga untuk usaha sapi (JTKDS). Perhitungan nilai elastisitas menunjukkan bahwa permintaan faktor input produksi ini responsif terhadap HBS dan JTKDS (Tabel 13). Semakin rendah harga bakalan sapi, semakin banyak permintaan terhadap bakalan sapi demikian pula halnya dengan semakin banyak alokasi tenaga kerja keluarga untuk usaha sapi. Hasil yang sama juga terjadi pada permintaan jumlah jerami segar (JFN) yang dipengaruhi oleh peubah-peubah harga jerami segar (HJFN), PUT dan JTKDS. Semakin rendah harga konsentrat, semakin banyak permintaan terhadap jumlah konsentrat, demikian pula halnya dengan semakin besar penerimaan usahatani yang diperoleh petani dan semakin besar penggunaan tenaga kerja keluarga untuk usaha sapi. Hasil perhitungan nilai elastisitas menunjukkan bahwa JFN tidak responsif terhadap peubah-peubah penjelas tersebut. Hasil pendugaan permintaan jumlah konsentrat (JKO) menunjukkan bahwa hal tersebut dipengaruhi oleh harga konsentrat (HKO), PUT, jumlah kredit usaha sapi yang diterima oleh petani (JKRES) dan JTKDS. Semakin rendah HKO, semakin besar permintaan terhadap jumlah konsentrat, demikian pula halnya dengan semakin besarnya penerimaan usahatani yang diperoleh petani dan semakin besar penggunaan tenaga kerja keluarga untuk usaha sapi. Jumlah kredit usaha sapi yang diterima oleh petani berpengaruh nyata terhadap permintaan
136
jumlah konsentrat, sehingga hal ini dapat merupakan salah satu sumber dana untuk menyediakan konsentrat. Perhitungan nilai elastisitas menunjukkan bahwa permintaan jumlah konsentrat tidak responsif terhadap peubah-peubah penjelas tersebut.
Tabel 13. Hasil Parameter Dugaan dan Elastisitas Blok Penggunaan Input Produksi Usaha Sapi Peubah Jumlah bakalan sapi (JBS) INTERCEP HBS PUT JTKDS JKRES Jumlah jerami segar (JFN) INTERCEP HJFN PUT JTKDS Jumlah konsentrat (JKO) INTERCEP HKO PUT JKRES JTKDS Jumlah obat sapi (JOS) INTERCEP HOS PUT JKRES JTKDS
Parameter Dugaan
Elastisitas
Nama Peubah
132.515502*) - 0.009020*) 0.000001533*) 0.440576*) 0.000000172
- 1.3528 0.2412 1.0985 0.0026
Intersep Harga bakalan sapi Penerimaan usaha tani TK dalam kel usaha sapi Jumlah kredit usaha sapi
819.482353 - 158.309383*) 0.000060423*) 22.813826*)
- 0.68595 0.751464 - 0.02931
Intersep Harga jerami segar Penerimaan usaha tani TK dalam kel usaha sapi
359.810095 - 0.787396*) 0.000014438*) 0.000112*) 2.316111*)
- 0.7919 0.3270 0.2396 0.8313
Intersep Harga konsentrat Penerimaan usaha tani Jumlah kredit usaha sapi TK dalam kel usaha sapi
- 3.480684 - 0.000496 0.000000178*) 0.000001248 0.027474*)
- 0.1425 0.3617 0.2396 0.8847
Intersep Harga obat sapi Penerimaan usaha tani Jumlah kredit usaha sapi TK dalam kel usaha sapi
Keterangan : *) : P < 0.15
Hasil pendugaan pada blok input produksi usaha sapi menunjukkan bahwa masing-masing harga input mempengaruhi terhadap masing-masing jumlah permintaan inputnya. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa penggunaan input produksi dapat dilihat sebagai fungsi permintaan input yang dipengaruhi oleh harga inputnya sendiri.
137
7.5. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Blok Pengeluaran Struktur pengeluaran rumahtangga petani terdiri atas pengeluaran rutin yang harus dibayar untuk konsumsi pangan dan non pangan, pengeluaran pendidikan dan kesehatan sebagai investasi sumberdaya dan investasi produksi. Agregasi dari komponen ini adalah bahwa pengeluaran rumahtangga petani dialokasikan untuk membiayai konsumsi total dan investasi total. Pengeluaran rumahtangga petani untuk konsumsi pangan dan non pangan merupakan pengeluaran untuk konsumsi total yang harus dibeli dari pasar. Hal ini dapat mencerminkan permintaan terhadap uang tunai, dimana bagi rumahtangga petani uang tunai ini masih sulit diperoleh terutama yang masih bercirikan subsisten. Hasil pendugaan pada Tabel 14 menunjukkan bahwa pendapatan total (PDT) berpengaruh terhadap pengeluaran baik untuk konsumsi pangan (KP) dan non pangan (KNP). Surplus padi (SPP) dan jumlah anggota keluarga (JAK) juga berpengaruh terhadap KP, meskipun hal tersebut tidak memberikan perbedaan nyata terhadap KNP. Perhitungan nilai elatisitas menunjukkan bahwa baik pengeluaran untuk konsumsi pangan dan non pangan tidak responsif terhadap peubah-peubah penjelas tersebut. Surplus padi merupakan pendapatan tunai usaha padi karena berasal dari bagian gabah yang dijual ke pasar setelah dikurangi untuk konsumsi rumahtangga. Jumlah anggota keluarga merupakan beban konsumsi rumahtangga, sehingga semakin banyak anggota keluarga, jumlah pengeluaran untuk konsumsi total juga akan semakin besar.
138
Tabel 14. Hasil Parameter Dugaan dan Elastisitas Blok Pengeluaran Peubah Konsumsi pangan (KP) INTERCEP PDT SPP JAK Konsumsi non pangan (KNP) INTERCEP PDT SPP JAK Konsumsi gabah (KONSP) INTERCEP HG PDT JAK Investasi sumberdaya (IS) INTERCEP PDT TAB JAS Investasi produksi (IP) PDUT PLU Tabungan (TAB) PDUT PLU SPP INV Jumlah cicilan kredit usahatani (KRET) INTERCEPT SPP SBT Jumlah cicilan kredit usahasapi (KRES) PDUT SBS
Parameter Dugaan
Elastisitas
Nama Peubah
1065198*) 0.070351*) 111.586904*) 495809*)
0.2734 0.1023 0.3992
Intersep Pendapatan total Surplus padi Jumlah anggota keluarga
- 121887 0.065749*) 37.992679 120297
0.7015 0.0956 0.2658
Intersep Pendapatan total Surplus padi Jumlah anggota keluarga
2081.127768*) - 1.179757*) 0.000040488*) 79.62638*)
- 1.7552 0.6596 0.2687
Intersep Harga gabah Pendapatan total Jumlah anggota keluarga
34115 0.012689*) - 0.659151 359980*)
0.4720 - 0.0858 0.5395
Intersep Pendapatan total Tabungan Jumlah anak sekolah
0.003865*) 0.019018*)
0.2441 0.4103
Pendapatan usaha tani Pndpatan luar usaha tani
0.001013 0.005441*) 5.993774*) - 0.008161
0.2147 0.3939 0.4042 - 0.0901
Pendapatan usaha tani Pndapatan luar usaha tani Surplus padi Investasi total
- 261647*) 36.111582*) 14216*)
0.9091 1.5876
Intersep Surplus padi Sk bunga kredit usha tani
0.001348*) 15227*)
0.1094 0.8414
Pndptan usha tani Sk bunga kredit usha sapi
Keterangan : *) : P < 0.15
Konsumsi gabah (KONSP) ditentukan oleh peubah-peubah harga gabah (HG), PDT dan JAK. Perhitungan nilai elastisitas menunjukkan bahwa konsumsi gabah responsif terhadap harga gabah, dimana semakin rendah harga gabah jumlah gabah yang dikonsumsi akan semakin besar. Demikian pula halnya dengan
139
pendapatan total petani yang jika semakin besar, konsumsi gabah akan meningkat pula. Pendapatan total petani merupakan penjumlahan dari berbagai sumber pendapatan meliputi, pendapatan usahatani, pendapatan usaha buruh pertanian dan non pertanian serta pendapatan dari luar usaha pertanian dan buruh yang merupakan pendapatan tetap rumahtangga petani. Pengeluaran rumahtangga untuk kesehatan dan pendidikan merupakan investasi jangka panjang dalam meningkatkan kualitas sumberdaya manusia didalam rumahtangga petani. Pengeluaran untuk investasi sumberdaya ini merupakan penjumlahan dari pengeluaran untuk pendidikan dan kesehatan. Hasil pendugaan menunjukkan bahwa pendapatan total petani dan jumlah anak sekolah berpengaruh dan berhubungan positif terhadap pengeluaran untuk investasi sumberdaya. Perhitungan nilai elastisitas menunjukkan bahwa pengeluaran untuk investasi sumberdaya tidak responsif terhadap pendapatan total petani dan jumlah anak sekolah. Hasil pendugaan menunjukkan bahwa investasi produksi (IP) dipengaruhi oleh pendapatan dari usahatani (PDUT) dan pendapatan diluar usaha pertanian (PLU) dan berhubungan positif. Perhitungan nilai elastisitas menunjukkan bahwa investasi produksi tidak responsif terhadap peubah-peubah penjelasnya. Besar kecilnya investasi produksi dalam usaha pertanian menggambarkan peran usahatani dalam rumahtangga secara ekonomi. Apabila usahatani dianggap sebagai kegiatan ekonomi yang menguntungkan, maka rumahtangga petani akan menyisihkan
sebagian
dananya
untuk
keperluan
investasi
tersebut.
Kecenderungan rumahtangga petani untuk membiayai investasi produksi relatif kecil. Hal ini ditunjukkan dengan perolehan besaran koefisien dari peubah
140
pendapatan dari usahatani sendiri dan pendapatan di luar usahatani. Meningkatnya masing-masing pendapatan tersebut sebesar Rp.10 000, maka rumahtangga petani akan menambahkan biaya investasinya berturut-turut sebesar Rp.38 dan Rp.190. Tabel 14 menunjukkan bahwa pendapatan dari usahatani dan pendapatan diluar usaha pertanian berpengaruh dan memiliki hubungan positif terhadap perilaku menabung petani. Semakin besar kedua pendapatan tersebut yang diperoleh petani, jumlah tabungan petani juga semakin meningkat, meskipun hal tersebut tidak responsif terhadap peubah-peubah penjelasnya. Hasil serupa juga diperoleh Kusnadi (2005) yang menyatakan bahwa pendapatan bersih usahatani dan pendapatan dari luar usahatani berpengaruh positif terhadap jumlah tabungan petani. Hal ini menunjukkan bahwa komponen pendapatan petani mempunyai peran yang cukup penting dalam tabungan rumahtangga. Alokasi pengeluaran rumahtangga petani yang lain meliputi biaya untuk membayar cicilan kredit usaha padi (KRET) dan usaha sapi (KRES). Hasil pendugaan menunjukkan bahwa masing-masing tingkat suku bunga mempunyai pengaruh yang positif terhadap KRET dan KRES. Biaya untuk membayar cicilan kredit usahatani responsif terhadap tingkat suku bunganya. Semakin tinggi tingkat suku bunga kredit usaha padi, jumlah cicilan tersebut juga semakin meningkat. Demikian pula halnya dengan surplus padi, dimana semakin besar surplus padi yang diperoleh, dapat membayar cicilan kredit usahatani yang semakin besar pula. Disamping tingkat suku bunga kredit usaha sapi yang berpengaruh terhadap jumlah untuk membayar cicilan kredit, maka pendapatan dari usahatani sendiri juga memberikan perbedaan yang positif. Hasil perhitungan elastisitas
141
menunjukkan bahwa biaya untuk membayar cicilan kredit usaha sapi tidak responsif terhadap peubah-peubah penjelasnya.
VIII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI Bagian ini akan menganalisis hasil melakukan simulasi, yaitu melakukan perubahan-perubahan pada satu atau beberapa peubah tertentu yang dampaknya ingin diketahui. Peubah yang diubah pada umumnya merupakan peubah kebijakan atau peubah yang karena proses tertentu dapat berubah dan dampaknya terhadap ekonomi rumahtangga petani ingin diketahui. Namun, sebelum dilakukan analisis ini, terlebih dahulu perlu dilakukan validasi model persamaan simultan.
8.1.
Hasil Validasi Model Ekonomi Rumahtangga Petani Sistem Integrasi Tanaman-Ternak Validasi model bertujuan untuk mengetahui sejauh mana model yang
dibangun dapat menghasilkan nilai dugaan yang mendekati keadaan sebenarnya. Suatu model pada hakekatnya adalah suatu representasi dari dunia nyata yang disederhanakan, dimana model yang baik adalah model yang mampu menjelaskan fenomena di dunia nyata tersebut. Oleh karenanya, kriteria yang digunakan dalam validasi model pada penelitian ini pada dasarnya mengukur sejauh mana besaran hasil dugaan model mendekati besaran yang sebenarnya atau mendekati angka actual yang dinyatakan dalam besaran error atau kesalahan. Semakin kecil kesalahan, model yang dibangun semakin baik. Ukuran kesalahan dinyatakan dalam selisih antara besaran nilai aktual dengan besaran nilai dugaan, yang diformulasikan dalam bentuk kuadrat rata-rata (means squares error atau MSE) dan berbagai bentuk variasinya. Menurut besaran MSE, model yang baik akan menghasilkan MSE yang kecil. Validasi pada penelitian ini akan difokuskan pada
143
besaran koefisien U-Theil beserta dekomposisinya dan root mean squares percent error (RMSPE). Tabel 15 menyajikan hasil validasi model dalam ukuran RMSPE dan koefisien U-Theil untuk 38 peubah endogen. Validasi dilakukan masing-masing berdasarkan petani SITT dan petani Non SITT, karena simulasi model juga akan dilakukan pada masing-masing kelompok petani peserta program dan petani bukan peserta program. Hasil validasi dalam ukuran RMSPE menunjukkan hasil yang tidak baik karena pada petani peserta program hanya 4 peubah endogen yang menghasilkan nilai dibawah 100 persen atau hanya sekitar 10 persen dari total peubah endogen, sedangkan hal tersebut pada petani bukan peserta program sistem integrasi tanaman-ternakhanya mencapai sekitar 5 persen. Namun demikian, besaran ini belum dapat memberi pedoman dalam penggunaan model. Kriteria lain yang sering digunakan dalam validasi adalah koefisien U-Theil, dimana model yang baik akan menghasilkan koefisien U-Theil mendekati nol, sebaliknya jika mendekati satu, model dianggap kurang dapat menjelaskan data yang sebenarnya (Sitepu dan Sinaga, 2006). Hasil validasi menggunakan U-Theil dalam penelitian ini menggunakan besaran minimum dan maksimum serta patokan angka tertentu, yakni ≤ 0.50 (Kusnadi, 2005). Dari 38 peubah endogen yang diukur, masing-masing sebanyak 29 dan 26 peubah endogen yang mempunyai koefisien U-Theil ≤ 0.50 pada petani peserta program dan petani bukan peserta program sistem integrasi tanaman ternak. Pada petani SITT, nilai koefisien U-Theil berkisar antara 0.1645 sampai dengan 0.6110, sedangkan hal tersebut pada petani Non SITT berkisar antara
144
0.2359 sampai dengan 0.7228. Dari angka-angka tersebut, hasil validasi menunjukkan kebaikan model secara relatif. Tabel 15. Root Mean Squares Percent Error dan Koefisien U-Theil Model Ekonomi Rumahtangga Petani SITT dan Non SITT Peubah Luas areal panen padi Produksi padi Produksi kompos Produksi sapi Pnggnaan TK kel padi Pnggnaan TK luar padi Pnggunan TK kel sapi Curahan TK keluarga Jumlah benih padi Jumlah pupuk urea Jumlah pupuk SP-36 Jumlah pupuk KCl Jumlah obat/pestisida Jumlah kompos Jumlah bakalan sapi Jumlah jerami segar Jumlah konsentrat Jumlah obat sapi Biaya sarana padi Biaya sarana sapi Penerimaan usahatani Pendapatan padi Pendapatan sapi Pendapatan kompos Pendapatan usahatani Pndapatn luar ushatani Pendapatan total Konsumsi pangan Konsumsi non pangan Konsumsi total Konsumsi gabah Surplus gabah Investasi sumberdaya Investasi produksi Investasi total Tabungan Cicilan kredit ushatani Cicilan kredit ushasapi
Petani SITT RMSPE (%) Koef U-Theil 602.1865 0.3973 836.2878 0.4710 592847 0.4421 442777 0.3008 344315 0.2246 14784 0.4533 74264 0.1875 462988 0.4166 316.816 0.3642 319592 0.4627 962734 0.5484 450130 0.6110 9071933 0.5271 8649456 0.4743 338963 0.3173 1397207 0.4079 2150903 0.3569 66908 0.5570 509.6228 0.4041 118.3451 0.2584 97.6451 0.3027 26132 0.5377 12497 0.3730 11228 0.5092 5545 0.3622 343722 0.1645 302.5301 0.2848 76.7440 0.2396 467.0636 0.4508 86.8238 0.2691 453258 0.3930 316504 0.5182 10480000 0.4750 26524000 0.5683 27004000 0.4219 68998600 0.6857 19675000 0.5915 35.4901 0.2291
Petani Non SITT RMSPE (%) Koef U-Theil 235.7476 0.3896 347.8842 0.4409 6819264 0.5378 3398210 0.3876 543120 0.3043 146431 0.5225 647751 0.3476 477868 0.4497 131.4615 0.3815 247854 0.4852 531934 0.5713 397828 0.5854 4955289 0.5289 13395686 0.5672 885562 0.4084 3246179 0.4307 4675453 0.4680 68585 0.6135 245.0610 0.4015 974310 0.4003 110.6305 0.2359 1902 0.4847 499895 0.4247 59349 0.7228 451.5718 0.2852 348084 0.2015 165.7983 0.2300 72.7624 0.2542 334.6690 0.4713 76.7624 0.2637 3351917 0.4050 164622 0.4842 92919600 0.4058 1157 0.6339 289.1227 0.3927 52076000 0.6290 14653000 0.5362 -
145
Dekomposisi terhadap nilai-nilai U-Theil menunjukkan hasil validasi secara lebih rinci seperti disajikan pada Tabel 16. Koefisien U-Theil didekomposisi menjadi tiga bagian, yakni proporsi bias (UM), proporsi varian (US) dan proporsi kovarian (UC). Model yang baik akan menghasilkan UM dan US mendekati nol, serta UC mendekati satu. Pada studi ini untuk memudahkan menilai hasil validasi tersebut dipergunakan patokan angka tertentu, yakni masing-masing untuk UM dan US adalah ≤ 0.10 (Kusnadi, 2005). Pada petani SITT terdapat 37 peubah endogen yang memiliki UM ≤ 0.10, dan untuk petani bukan peserta program terdapat 36 peubah endogen. Berdasarkan kriteria ini, secara keseluruhan kontribusi bias terhadap kesalahan (root mean squares error – RMSE) dugaan kecil, kecuali pada beberapa peubah endogen saja. Jika hasil simulasi secara rata-rata mendekati rata-rata nilai aktual, tidak terjadi bias atau UM akan sama dengan nol. Hasil penilaian validasi model dengan menggunakan kriteria US menunjukkan bahwa pada petani SITT hanya terdapat 6 peubah endogen yang memenhi standar ≤ 0.10, sedangkan hal tersebut pada petani Non SITT hanya terdapat 4 peubah endogen. Hal ini disebabkan karena studi ini menggunakan data cross section, sehingga variasi data tidak memiliki pola tertentu. Jika komponen UM dan US sebagaimana tersebut diatas, maka komponen UC sudah dapat diduga, karena komponen ini merupakan bagian dari dua komponen lainnya. Model yang baik akan menghasilkan UC mendekati satu, artinya UC menggambarkan bagian kesalahan yang tidak sistematis, atau yang tidak disebabkan oleh model.
146
Program validasi dan hasil simulasi kebijakan untuk keseluruhan skenario masing-masing disajikan dalam Lampiran 4 dan 5. Tabel 16. UM, US dan UC Model Ekonomi Rumahtangga Petani SITT dan Non SITT Peubah Luas areal panen padi Produksi padi Produksi kompos Produksi sapi Pnggnaan TK kel padi Pnggnaan TK luar padi Pnggunan TK kel sapi Curahan TK keluarga Jumlah benih padi Jumlah pupuk urea Jumlah pupuk SP-36 Jumlah pupuk KCl Jumlah obat/pestisida Jumlah kompos Jumlah bakalan sapi Jumlah jerami segar Jumlah konsentrat Jumlah obat sapi Biaya sarana padi Biaya sarana sapi Penerimaan usahatani Pendapatan padi Pendapatan sapi Pendapatan kompos Pendapatan usahatani Pndapatn luar ushatani Pendapatan total Konsumsi pangan Konsumsi non pangan Konsumsi total Konsumsi gabah Surplus gabah Investasi sumberdaya Investasi produksi Investasi total Tabungan Cicilan kredit ushatani Cicilan kredit ushasapi
UM 0.061 0.043 0.000 0.016 0.016 0.006 0.075 0.000 0.067 0.078 0.051 0.015 0.045 0.005 0.011 0.017 0.002 0.001 0.036 0.025 0.019 0.053 0.006 0.005 0.025 0.000 0.025 0.016 0.005 0.015 0.056 0.033 0.000 0.043 0.006 0.000 0.007 0.747
Petani SITT US UC 0.212 0.727 0.181 0.776 0.537 0.463 0.350 0.634 0.597 0.388 0.705 0.289 0.591 0.334 0.673 0.327 0.169 0.764 0.185 0.737 0.332 0.617 0.595 0.390 0.298 0.657 0.413 0.582 0.502 0.487 0.550 0.433 0.446 0.552 0.711 0.289 0.225 0.739 0.401 0.573 0.049 0.933 0.057 0.890 0.309 0.685 0.147 0.848 0.034 0.941 0.035 0.965 0.010 0.965 0.245 0.739 0.400 0.595 0.227 0.758 0.381 0.564 0.195 0.065 0.433 0.433 0.403 0.554 0.417 0.577 0.631 0.368 0.478 0.515 0.091 0.162
Petani Non SITT UM US UC 0.112 0.396 0.491 0.085 0.319 0.597 0.003 0.675 0.323 0.170 0.310 0.520 0.031 0.693 0.276 0.010 0.712 0.277 0.152 0.615 0.233 0.000 0.630 0.370 0.097 0.327 0.576 0.117 0.446 0.437 0.086 0.558 0.356 0.042 0.635 0.323 0.087 0.448 0.465 0.001 0.535 0.465 0.077 0.507 0.416 0.225 0.307 0.468 0.052 0.455 0.494 0.019 0.692 0.289 0.089 0.275 0.636 0.120 0.468 0.412 0.000 0.040 0.960 0.058 0.201 0.741 0.149 0.253 0.598 0.016 0.426 0.559 0.003 0.052 0.945 0.001 0.065 0.934 0.002 0.085 0.913 0.015 0.387 0.598 0.001 0.408 0.592 0.010 0.297 0.693 0.093 0.604 0.303 0.053 0.297 0.638 0.012 0.342 0.646 0.058 0.439 0.503 0.002 0.306 0.692 0.001 0.612 0.387 0.015 0.332 0.653 -
147
Berdasarkan kriteria yang dikembangkan tersebut, dapat dinilai bahwa hasil validasi model secara keseluruhan kurang memuaskan, utamanya adalah dalam RMSPE. Namun demikian, terdapat beberapa kriteria penilaian yang cukup baik, seperti koefisien U-Theil. Peubah endogen biaya untuk cicilan kredit usaha sapi pada petani bukan peserta program diberi tanda titik baik untuk nilai RMSPE beserta dekomposisinya dan koefisien U-Theil. Hal ini disebabkan karena petani Non SITT tidak diberi kredit usaha sapi, dan angkanya adalah nol, sehingga pembagi yang mendekati nol diberi tanda titik.
8.2. Dampak Perubahan Harga Input dan Harga Output terhadap Ekonomi Rumatangga Petani 8.2.1. Simulasi Dasar Prosedur validasi juga menghasilkan rata-rata nilai dugaan terhadap peubah-peubah endogen sebagaimana disajikan dalam Tabel 17 yang disebut sebagai nilai rata-rata simulasi dasar. Hal ini disajikan dengan mempertimbangkan nilai rata-rata dugaan peubah endogen untuk setiap skenario yang tidak ditampilkan kembali bagi petani SITT maupun Non SITT. Hasil simulasi masingmasing skenario langsung menyajikan nilai perbedaan dalam persen terhadap nilai rata-rata simulasi dasar ini. Simulasi kebijakan dilakukan berdasarkan petani SITT dan Non SITT, dimana dampak perubahan pada penelitian ini dipelajari dengan menggunakan persentase kenaikan dari kondisi awal yang sama untuk seluruh peubah kebijakan. Analisis juga dilakukan terhadap kombinasi lebih dari satu peubah kebijakan.
148
Tabel 17.
Rata-rata Hasil Simulasi Dasar Peubah Endogen Model Ekonomi Rumahtangga Petani SITT dan Non SITT
Peubah Endogen Luas areal panen padi Produksi padi Produksi kompos Produksi sapi Penggunaan TK kel padi Penggunaan TK luar padi Penggunaan TK kel sapi Curahan TK keluarga Jumlah benih padi Jumlah pupuk urea Jumlah pupuk SP-36 Jumlah pupuk KCl Jumlah obat/pestisida Jumlah kompos Jumlah bakalan sapi Jumlah jerami segar Jumlah konsentrat Jumlah obat sapi Biaya sarana padi Biaya sarana sapi Penerimaan usahatani Pendapatan padi Pendapatan sapi Pendapatan kompos Pendapatan usahatani Pendapatan luar ushatani Pendapatan total Konsumsi pangan Konsumsi non pangan Konsumsi total Konsumsi gabah Surplus gabah Investasi sumberdaya Investasi produksi Investasi total Tabungan Cicilan kredit usahatani Cicilan kredit usahasapi
Petani SITT 4 171 6 242 1 353 622.6443 718.7844 395.1769 326.7038 930.0149 36.7999 352.9645 159.6917 60.4314 1 500 2 088 133.5158 4 978 1 045 11.4826 1 858 494 3 844 184 23 194 834 8 349 963 6 185 195 171 508 16 148 841 4 960 910 21 109 751 5 073 224 1 946 008 7 019 232 1 218 5 024 543 345 156 762 700 107 67 751 197 840 159 522
Petani Non SITT 3 668 5 217 1 029 545.3020 717.0757 382.7491 328.3776 891.9041 32.6658 302.8002 134.6187 55.8453 1 136 1 802 133.2213 4 858 666.8835 7.8908 1 664 573 3 452 415 19 356 780 5 951 928 5 167 607 161 339 12 798 441 4 137 867 16 936 308 4 593 707 1 616 015 6 209 722 1 153 4 064 461 566 128 160 589 726 55 023 161 348 -
Perbedaan (%) 13.71 19.65 31.49 14.18 0.24 3.25 - 0.51 4.27 12.66 16.57 18.63 8.21 15.76 15.87 0.22 2.47 56.70 45.52 11.65 11.35 19.83 40.29 19.69 6.30 26.18 19.89 24.64 10.44 20.42 13.04 5.64 23.62 17.72 22.32 18.72 23.13 22.62 -
Tabel 17 menunjukkan bahwa perilaku ekonomi rumahtangga petani SITT memberikan nilai yang relatif lebih besar dibandingkan dengan petani Non SITT, kecuali pada penggunaan tenaga kerja keluarga untuk usaha sapi. Hal ini diduga
149
disebabkan karena petani Non SITT belum mendapatkan bantuan kredit sapi dari pemerintah, sehingga pengelolaannya masih belum optimal dan produktivitas tenaga kerja keluarga pada usaha ini masih rendah. Alokasi penggunaan tenaga kerja keluarga untuk usaha sapi relatif besar, namun produksi sapi yang dihasilkan relatif lebih rendah dibandingkan dengan petani SITT. Alokasi penggunaan tenaga kerja keluarga untuk usaha padi dan curahan tenaga kerja keluarga untuk usaha di luar usahataninya sendiri juga relatif lebih tinggi pada petani SITT dibandingkan dengan petani Non SITT. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan tenaga kerja keluarga pada petani SITT dialokasikan dengan lebih baik untuk memperoleh pendapatan usaha yang relatif lebih besar. Rata-rata pendapatan total rumahtangga petani SITT hampir 25 persen lebih tinggi dibandingkan dengan petani Non SITT. Kontribusi terbesar pada perbedaan ini dikarenakan oleh pendapatan dari usaha padi dan sapi, yang masing-masing lebih besar 40 persen dan 20 persen dibandingkan dengan petani Non SITT. Pendapatan usaha kompos berbeda tidak terlalu besar, hanya sekitar 6 persen, namun jika dilihat dari aspek produksi, tampak bahwa produksi kompos pada petani SITT jauh lebih tinggi dibandingkan dengan petani Non SITT, yakni mencapai 32 persen. Hal ini disebabkan karena kompos yang diproduksi oleh petani masih bersifat subsisten, sehingga belum berorientasi komersial. Diharapkan ke depan, usaha kompos dapat menjadi cabang usaha yang diandalkan, sehingga memiliki nilai jual tinggi dan memberikan kontribusi yang nyata terhadap total pendapatan rumahtangga petani.
150
8.2.2. Dampak Kenaikan Harga Output dan Harga Input Salah satu kebijakan yang sering dilakukan pemerintah adalah mengintervensi pasar dengan menentukan harga output dan harga input. Hal ini sering terjadi pada komoditas beras dengan menentukan harga dasar atau harga pembelian pemerintah, maupun pengaturan harga pupuk. Pada sistem integrasi tanaman ternak, dihasilkan tiga produk utama yakni produksi gabah, produksi sapi dan produksi kompos. Pada bagian ini dilakukan simulasi dengan 3 skenario, yakni (1) kenaikan harga gabah, harga sapi hidup dan harga kompos sebesar 10 persen, (2) kenaikan harga input produksi padi, sapi dan kompos sebesar 10 persen, dan (3) kombinasi kenaikan harga output dan harga input sebesar 10 persen. Harga input produksi padi meliputi harga benih padi, harga pupuk urea, harga pupuk SP-36, harga pupuk KCl, harga kompos dan harga obat/pestisida. Harga input produksi sapi adalah harga bakalan sapi, harga jerami segar, harga konsentrat dan harga obat. Harga input produksi kompos adalah harga kotoran ternak, harga probion, harga serbuk gergaji dan harga kapur. Dampak kenaikan ketiga harga output, harga input dan kombinasi keduanya antara petani SITT dan Non SITT disajikan pada Tabel 18. Hasil simulasi menunjukkan bahwa pengaruh kenaikan ketiga harga output secara umum menyebabkan kenaikan hampir seluruh peubah ekonomi rumahtangga disisi produksi, yaitu kegiatan usahatani. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan memperbaiki harga output usahatani merupakan kebijakan yang berdampak positif pada kinerja usahatani.
151
Tabel 18. Dampak Kenaikan Harga Output dan Harga Input terhadap Ekonomi Rumahtangga Petani SITT dan Non SITT (%) Peubah Endogen
Luas areal panen padi Produksi padi Produksi kompos Produksi sapi Pnggnaan TK kel padi Pnggnaan TK luar padi Pnggunan TK kel sapi Curahan TK keluarga Jumlah benih padi Jumlah pupuk urea Jumlah pupuk SP-36 Jumlah pupuk KCl Jumlah obat/pestisida Jumlah kompos Jumlah bakalan sapi Jumlah jerami segar Jumlah konsentrat Jumlah obat sapi Biaya sarana padi Biaya sarana sapi Penerimaan usahatani Pendapatan padi Pendapatan sapi Pendapatan kompos Pendapatan usahatani Pendapatan luar usahatani Pendapatan total Konsumsi pangan Konsumsi non pangan Konsumsi total Konsumsi gabah Surplus gabah Investasi sumberdaya Investasi produksi Investasi total Tabungan Cicilan kredit ushatani Cicilan kredit ushasapi
Skenario 1 SITT Non SITT 31.767 24.673 41.413 34.982 12.934 11.856 14.854 12.171 3.493 2.463 12.346 8.896 0.650 0.455 - 3.106 - 2.278 32.843 25.751 38.438 31.625 39.529 32.742 32.837 26.579 37.110 30.018 24.761 16.981 11.253 7.871 12.133 8.687 13.110 8.400 14.756 8.645 38.117 30.760 11.812 9.050 39.625 33.120 68.109 63.722 36.323 33.418 56.299 41.514 49.716 43.650 - 1.417 - 1.073 37.699 32.724 16.465 12.845 31.707 26.766 20.690 16.468 9.606 2.689 49.124 44.119 15.966 13.021 18.941 16.189 16.632 13.710 31.873 28.186 45.052 40.146 6.784 -
Skenario 2 SITT Non SITT - 17.022 - 17.312 - 20.282 - 21.698 - 5.174 - 5.902 - 15.548 - 16.696 - 4.131 - 3.826 - 8.960 - 8.393 - 0.168 - 0.341 7.260 7.085 - 14.242 - 14.026 - 16.688 - 16.972 - 21.803 - 23.351 - 23.040 - 23.134 - 21.825 - 23.011 - 22.222 - 23.751 - 17.569 - 16.657 - 13.760 - 13.359 - 11.986 - 17.966 - 7.124 - 8.663 - 14.177 - 14.727 - 8.017 - 8.654 - 16.314 - 17.124 - 24.880 - 29.373 - 20.200 - 22.182 - 2.742 - 1.802 - 20.200 - 22.775 8.354 7.843 - 13.891 - 14.999 - 6.589 - 6.390 - 12.146 - 12.755 - 8.130 - 8.046 - 9.770 - 8.933 - 22.830 - 25.320 - 5.913 - 6.010 - 3.224 - 3.233 - 5.311 - 5.406 - 11.375 - 12.398 - 20.935 - 23.030 - 2.828 -
Skenario 3 SITT Non SITT 12.491 6.379 18.440 12.057 6.282 4.762 0.163 - 5.543 1.387 - 1.570 2.087 - 0.317 0.752 0.593 4.468 4.998 14.854 9.106 16.279 10.165 13.577 6.389 1.605 - 4.203 11.407 4.225 7.663 0.721 0.178 - 9.511 0.402 - 5.476 0.096 - 4.898 6.078 4.934 21.692 14.692 3.572 0.352 19.131 12.924 36.584 29.394 10.992 6.535 25.125 19.216 23.300 16.415 6.956 7.971 19.459 14.352 8.313 5.481 16.201 11.591 10.500 7.071 0.823 0.098 25.261 17.815 8.102 5.549 13.463 11.230 9.303 6.783 18.136 14.421 21.713 16.202 3.179 -
Keterangan: Skenario 1: Kenaikan harga gabah, sapi hidup dan kompos sebesar 10 persen Skenario 2: Kenaikan harga input produksi padi, sapi dan kompos sebesar 10 persen Skenario 3: Kombinasi kenaikan harga output dan harga input sebesar 10 persen
152
Hasil simulasi pada skenario 1 bagi petani SITT menunjukkan bahwa peningkatan 10 persen harga output berupa gabah, kompos dan sapi akan meningkatkan ketiga produksi tersebut, penggunaan tenaga kerja dan luar keluarga serta pendapatan total. Produksi padi, kompos dan sapi masing-masing meningkat sebesar 41 persen, 13 persen dan 14.8 persen. Peningkatan produksi padi diakibatkan karena meningkatnya luas areal panen padi sebesar 31.8 persen. Penggunaan tenaga kerja keluarga untuk usaha padi dan sapi, serta permintaan tenaga kerja luar keluarga juga akan meningkat masing-masing sebesar 3.4 persen, 0.65 persen dan 12.3 persen, serta menurunkan jumlah curahan tenaga kerja keluarga untuk usaha buruh sebesar 3.1 persen. Hal ini sangat relevan mengingat semakin tinggi luas areal panen padi yang diusahakan akan semakin banyak tenaga kerja yang diperlukan. Bagi petani Non SITT hasil skenario ini menunjukkan bahwa peningkatan 10 persen harga output berupa gabah, kompos dan sapi akan meningkatkan ketiga produksi tersebut, penggunaan tenaga kerja dalam dan luar keluarga serta pendapatan total. Produksi padi, sapi dan kompos masing-masing meningkat sebesar 35 persen, 12.1 persen dan 11.8 persen. Peningkatan produksi padi diakibatkan karena meningkatnya luas areal panen padi sebesar 24.6 persen. Penggunaan tenaga kerja keluarga untuk usaha padi dan sapi, serta permintaan tenaga kerja luar keluarga juga meningkat masing-masing sebesar 2.5 persen, 0.4 persen dan 8.9 persen, serta menurunkan jumlah curahan tenaga kerja keluarga untuk usaha buruh sebesar 2.3 persen. Pendapatan usaha tani meningkat sebesar 43.6 persen yang diakibatkan karena meningkatnya pendapatan usaha padi, sapi
153
dan kompos berturut-turut sebesar 63.7 persen, 33 persen dan 41.5 persen. Secara keseluruhan, pendapatan total keluarga petani meningkat sebesar 32.7 persen. Memperhatikan angka-angka tersebut dapat disimpulkan bahwa dampak kenaikan 10 persen harga output usahatani pada petani peserta program sistem integrasi tanaman-ternak relatif lebih besar dibandingkan dengan petani yang bukan peserta program. Hasil ini konsisten untuk seluruh aktivitas ekonomi rumahtangga petani, baik keputusan produksi maupun konsumsi. Pada struktur pengeluaran bagi petani SITT, skenario ini meningkatkan konsumsi pangan dan non pangan, masing-masing sebesar 16.5 persen dan 31.7 persen. Investasi sumberdaya dan investasi produksi berturut-turut meningkat sebanyak 16 persen dan 19 persen. Pengeluran rumahtangga petani berupa tabungan dan cicilan kredit untuk usaha padi dan usaha sapi juga meningkat, masing-masing sebesar 31.8 persen, 45 persen dan 6.8 persen. Hasil serupa juga dinyatakan oleh Kusnadi (2005) bahwa pengaruh kenaikan harga output secara umum menyebabkan kenaikan hampir seluruh peubah ekonomi rumahtangga pada kegiatan usahatani. Sawit (1993) juga menyatakan bahwa kenaikan harga beras akan meningkatkan pendapatan keluarga, penyerapan tenaga kerja, dan jumlah beras yang dijual di pasar. Bagi petani Non SITT, hasil simulasi pada struktur pengeluaran menunjukkan bahwa konsumsi pangan dan non pangan masing-masing meningkat sebesar 12.8 persen dan 26.8 persen. Investasi sumberdaya dan investasi produksi berturut-turut meningkat sebanyak 13 persen dan 16.2 persen. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan yang terjadi sebagai dampak kenaikan harga
154
output mengalami arah yang sesuai dengan kondisi yang terjadi pada petani peserta program sistem integrasi tanaman ternak, hanya besaran yang berbeda. Bagi petani SITT hasil simulasi pada skenario 2 yang merupakan perubahan dalam peningkatan harga input produksi padi, sapi dan kompos sebesar 10 persen mengakibatkan menurunnya hampir semua peubah endogen, kecuali peubah curahan tenaga kerja keluarga pada usaha lain sebagai buruh tani maupun buruh non pertanian. Produksi padi, sapi dan kompos mengalami penurunan masingmasing sebesar 20.2 persen, 5.2 persen dan 15.5 persen, dimana penurunan produksi padi diakibatkan karena luas areal panen padi yang menurun sebesar 17 persen. Penggunaan tenaga kerja keluarga pada usaha padi dan sapi serta permintaan tenaga kerja luar keluarga untuk usaha padi juga mengalami penurunan, berturut-turut sebesar 4 persen, 0.2 persen dan 8.4 persen. Pendapatan usaha padi, sapi dan kompos juga mengalami penurunan, yang pada akhirnya berdampak pada penurunan pendapatan total keluarga petani sebesar 13.9 persen. Hasil serupa juga diperoleh pada struktur pengeluaran rumahtangga petani, dimana seluruh komponen pengeluaran juga mengalami penurunan. Konsumsi pangan dan non pangan menurun masing-masing sebesar 6.6 persen dan 12 persen, sedangkan investasi sumberdaya dan produksi turun masing-masing sebesar 6 persen dan 3.2 persen. Hasil serupa diperoleh bagi petani Non SITT. Pada skenario dimana harga input produksi padi, sapi dan kompos naik sebesar 10 persen juga mengakibatkan menurunnya hampir semua peubah endogen, kecuali peubah curahan tenaga kerja keluarga pada usaha lain di luar usahataninya sendiri. Produksi padi, sapi dan kompos mengalami penurunan masing-masing sebesar 21.7 persen, 15.5 persen
155
dan 5.2 persen, dimana penurunan produksi padi disebabkan menurunnya luas areal panen padi sebesar 17.3 persen. Penggunaan tenaga kerja keluarga pada usaha padi serta permintaan tenaga kerja luar keluarga untuk usaha padi juga mengalami penurunan, berturut-turut sebesar 3.8 persen dan 8.4 persen. Pendapatan usaha padi, sapi dan kompos juga mengalami penurunan, yang pada akhirnya berdampak pada penurunan pendapatan total keluarga petani sebesar 15 persen. Hasil serupa juga diperoleh pada struktur pengeluaran rumahtangga petani, dimana seluruh komponen pengeluaran juga mengalami penurunan. Konsumsi pangan dan non pangan menurun masing-masing sebesar 6 persen dan 12.8 persen, sedangkan investasi sumberdaya dan produksi turun masing-masing sebesar 6 persen dan 3.2 persen. Hasil simulasi menunjukkan bahwa kenaikan harga input produk usahatani direspon lebih besar bagi petani Non SITT, sehingga kinerja ekonomi rumahtangga petani turun lebih besar dibandingkan dengan petani SITT. Secara umum dapat dinyatakan bahwa peningkatan harga input akan menurunkan hampir semua peubah pada kegiatan produk usahatani sehingga menurunkan baik pendapatan
maupun
pengeluaran
rumahtangga
petani.
Kusnadi
(2005)
menunjukkan bahwa pada kondisi pasar persaingan tidak sempurna, perubahan harga input atau harga output menghasilkan efek artikulasi pada ekonomi rumahtangga petani yang mengindikasikan adanya hubungan simultan yang kompleks antara keputusan produksi dan keputusan konsumsi. Pada kondisi ini, perilaku ekonomi rumahtangga petani lebih responsif pada perubahan harga output dibandingkan terhadap perubahan harga input.
156
Hasil simulasi pada skenario 3 yang menyajikan alternatif perubahan kombinasi dari kenaikan harga output dan kenaikan harga input produksi bagi petani SITT menunjukkan bahwa semua kegiatan rumahtangga petani mengalami peningkatan. Hal ini menunjukkan bahwa bagi petani SITT peningkatan harga input produksi yang sama dengan peningkatan harga output masih memberikan nilai positif bagi kegiatan rumahtangganya. Skenario ini menggambarkan upaya yang rasional karena peningkatan harga output di sisi produsen akan diimbangi juga dengan peningkatan harga input, sehingga terjadi trade off. Bagi petani Non SITT, hasil simulasi pada skenario 3 ini belum memberikan hasil yang postif bagi seluruh kegiatan ekonomi rumahtangga petani. Hasil simulasi menunjukkan bahwa produksi padi dan kompos meningkat masingmasing sebesar 12 persen dan 4.7 persen, dimana peningkatan produksi padi diakibatkan karena terjadinya peningkatan luas areal panen padi sebesar 6.4 persen. Sebaliknya, produksi sapi mengalami penurunan sebesar 5.5 persen, seiring dengan menurunnya jumlah permintaan input produksi sapi seperti jumlah bakalan sapi, jumlah jerami segar dan jumlah konsentrat masing-masing sebesar 9.5 persen, 5.5 persen dan 4.9 persen. Skenario ini menunjukkan bahwa kombinasi kenaikan harga output dan harga input produksi pada besaran yang sama bagi petani bukan peserta program sistem integrasi tanaman-ternak belum memberikan hasil yang positif bagi usaha sapi, meskipun secara keseluruhan pendapatan total keluarga petani masih meningkat. Dapat dinyatakan bahwa kenaikan harga input produksi yang sama besarnya dengan kenaikan harga output belum memberikan hasil yang baik bagi kegiatan ekonomi rumahtangga petani bukan peserta program sistem integrasi tanaman ternak.
157
Heatubun (2001) menyatakan bahwa program pemberdayaan petani multikomoditi dinyatakan berhasil dari sisi tepat sasaran, sesuai agro ekosistem setempat, menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan produksi dan pendapatan petani. Skala usaha, produksi dan marketable surplus masing-masing usaha inelastis terhadap peubah harga. Usaha tanaman pangan kurang berorientasi pasar dan lebih bersifat subsisten, sedangkan pada usaha tanaman perkebunan meskipun sudah berorientasi pasar namun marketable surplusnya bersifat inelastis terhadap harga. Selanjutnya Basit (1996) melaporkan bahwa keputusan petani untuk mengadopsi teknologi sangat ditentukan oleh luas lahan yang dikuasai, tenaga kerja, status penguasaan lahan, frekuensi penyuluhan dan keikutsertaan petani dalam program tersebut. Petani berlahan sempit lebih responsif terhadap teknologi usahatani yang diterapkan dibandingkan dengan petani dengan lahan lebih luas. Semakin besar jumlah tenaga kerja yang terlibat, semakin kuat status penguasaan lahan dan semakin tinggi frekuensi penyuluhan berdampak pada semakin besarnya peluang petani untuk mengadopsi teknologi. Keragaan usahatani ditentukan oleh kualitas penerapan teknologi, pendapatan non usahatani, harga output dan upah tenaga kerja. Kualitas penerapan teknologi merupakan faktor terpenting yang berpengaruh terhadap keragaan usahatani, khususnya terhadap produksi dan pendapatan, dimana kualitas penerapan teknologi sangat ditentukan oleh intensitas penyuluhan dan ketersediaan modal.
8.3. Dampak Kenaikan Jumlah Kredit dan Tingkat Suku Bunga Jumlah kredit yang diterima petani merupakan permintaan kredit untuk usaha padi dan usaha sapi. Petani SITT menerima jumlah kredit untuk pembelian bakalan sapi selama tiga tahun. Jumlah kredit ini merupakan salah satu sumber
158
dana bagi ekonomi rumahtangga petani yang pada umumnya dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan sarana input produksi usaha padi dan pengadaan sapi bakalan. Biaya cicilan untuk membayar kredit ini, yang merupakan komponen pengeluaran rumahtangga petani, ternyata dipengaruhi oleh masing-masing tingkat suku bunga. Skenario 4 pada penelitian ini menganalisis dampak kenaikan jumlah kredit usaha padi dan usaha sapi masing-masing sebesar 10 persen bagi petani SITT dan kenaikan jumlah kredit usaha padi sebesar 10 persen bagi petani Non SITT. Skenario 5 menganalisis dampak kenaikan masing-masing tingkat suku bunga usaha padi dan usaha sapi sebesar 10 persen bagi petani SITT dan kenaikan tingkat suku bunga usaha padi sebesar 10 persen bagi petani Non SITT. Bagi petani Non SITT, hasil simulasi pada peubah biaya untuk membayar cicilan kredit usaha sapi menjadi tidak relevan. Hal ini disebabkan karena petani tersebut tidak memperoleh kredit usaha sapi, sehingga tidak membayar cicilan tersebut dan nilainya menjadi nol. Hasil simulasi menunjukkan bahwa kenaikan jumlah kredit usahatani bagi petani SITT dan Non SITT akan meningkatkan kegiatan ekonomi rumahtangga petani baik produksi, kontribusi pendapatan dan alokasi pengeluaran (Tabel 19). Curahan tenaga kerja keluarga turun dalam jumlah yang relatif kecil, masingmasing 0.1 persen dan 0.04 persen bagi petani SITT dan Non SITT. Menurunnya curahan kerja keluarga pada usaha lain direspon searah dengan menurunnya pendapatan dari luar usahatani sendiri, masing-masing sebesar 0.04 persen dan 0.02 persen bagi petani SITT dan Non SITT.
159
Tabel 19. Dampak Kenaikan Jumlah Kredit dan Tingkat Suku Bunga terhadap Ekonomi Rumahtangga Petani SITT dan Non SITT (%) Peubah Endogen Luas areal panen padi Produksi padi Produksi kompos Produksi sapi Penggunaan TK kel padi Penggunaan TK luar padi Penggunaan TK kel sapi Curahan TK keluarga Jumlah benih padi Jumlah pupuk urea Jumlah pupuk SP-36 Jumlah pupuk KCl Jumlah obat/pestisida Jumlah kompos Jumlah bakalan sapi Jumlah jerami segar Jumlah konsentrat Jumlah obat sapi Biaya sarana padi Biaya sarana sapi Penerimaan usahatani Pendapatan padi Pendapatan sapi Pendapatan kompos Pendapatan usahatani Pendapatan luar ushatani Pendapatan total Konsumsi pangan Konsumsi non pangan Konsumsi total Konsumsi gabah Surplus gabah Investasi sumberdaya Investasi produksi Investasi total Tabungan Cicilan kredit usahatani Cicilan kredit usahasapi
Skenario 4 SITT Non SITT 1.247 0.763 1.474 0.958 0.370 0.194 1.463 0.170 0.107 0.043 0.413 0.137 0.020 0.008 - 0.095 - 0.040 1.331 1.016 1.147 0.538 1.316 0.509 1.205 0.861 1.521 0.968 1.102 0.388 0.412 0.121 0.422 0.144 3.349 0.221 3.503 0.231 1.291 0.674 1.172 0.139 1.334 0.506 1.642 1.203 1.646 0.190 0.882 0.325 1.489 0.641 - 0.043 - 0.020 1.129 0.479 0.511 0.238 0.965 0.440 0.637 0.291 0.739 0.260 1.632 1.156 0.472 0.173 0.566 0.235 0.493 0.186 1.026 0.638 1.498 1.050 0.203 -
Skenario 5 SITT Non SITT - 0.240 - 0.191 - 0.304 - 0.230 - 0.148 - 0.097 - 0.066 - 0.044 - 0.031 - 0.019 - 0.059 - 0.036 - 0.006 - 0.004 0.027 0.018 - 0.307 - 0.216 - 0.374 - 0.274 - 0.199 - 0.140 - 0.154 - 0.100 - 0.152 - 0.088 - 0.192 - 0.111 - 0.054 - 0.032 - 0.060 - 0.021 - 0.096 - 0.056 - 0.068 - 0.058 - 1.130 - 0.489 - 0.789 - 0.037 - 0.178 - 0.124 - 0.688 - 0.752 - 0.293 - 0.049 - 0.275 - 0.182 - 0.471 - 0.372 0.012 0.009 - 0.357 - 0.279 - 0.141 - 0.097 - 0.287 - 0.216 - 0.181 - 0.128 - 0.246 - 0.173 - 0.318 - 0.246 - 0.156 - 0.115 - 0.180 - 0.138 - 0.162 - 0.120 - 0.241 - 0.184 13.756 16.895 8.571 -
Keterangan: Skenario 4: Kenaikan jumlah kredit usaha padi dan usaha sapi sebesar 10 persen bagi petani SITT dan kenaikan jumlah kredit usaha padi sebesar 10 persen bagi petani Non SITT Skenario 5: Kenaikan tingkat suku bunga usaha padi dan usaha sapi sebesar 10 persen bagi petani SITT dan kenaikan tingkat suku bunga usaha padi sebesar 10 persen bagi petani Non SITT
160
Peningkatan kinerja ekonomi rumahtangga petani pada skenario ini relatif kecil, bervariasi mulai dari 0.2 persen sampai 3.5 persen, dimana nilai-nilai yang diperoleh dari hasil simulasi bagi petani SITT relatif lebih tinggi dibandingkan dengan petani Non SITT. Hasil ini cukup beralasan mengingat kenaikan jumlah kredit mempengaruhi terhadap jumlah permintaan input produksi usaha padi dan usaha sapi yang pada akhirnya akan mempengaruhi terhadap masing-masing produksi. Secara empiris dapat dinyatakan bahwa produksi usaha ini relatif lebih besar pada petani SITT dibandingkan dengan petani Non SITT. Tingkat suku bunga kredit usaha padi dan usaha sapi secara langsung mempengaruhi terhadap biaya untuk membayar cicilan kredit usaha tersebut dan tergantung dari besar kecilnya jumlah kredit yang diterima oleh petani. Kenaikan tingkat suku bunga masing-masing sebesar 10 persen, sebagaimana disajikan dalam skenario 5, menunjukkan bahwa hampir seluruh kegiatan ekonomi rumahtangga petani mengalami penurunan kecuali pada curahan tenaga kerja keluarga untuk usaha lain sebagai buruh tani maupun non pertanian dan biaya untuk membayar cicilan kredit tersebut. Kenaikan suku bunga kredit usaha padi akan meningkatkan biaya untuk membayar cicilan kredit usaha tersebut dengan persentase yang cukup besar, yakni sekitar 13.7 persen dan 16.9 persen masingmasing bagi petani SITT dan Non SITT. Hal ini disebabkan karena peubah cicilan kredit usaha padi memang elastis terhadap suku bunga kredit usaha tersebut. Dampak yang paling nyata terlihat akibat kenaikan tingkat suku bunga kredit adalah menurunnya biaya sarana usaha padi dan usaha sapi karena menurunnya jumlah permintaan input produksi. Pendapatan total rumahtangga petani menurun karena produksi usaha padi rata-rata turun sebesar 0.3 persen.
161
Dampak simultan dari kenaikan tingkat suku bunga kredit usahatani ternyata mampu menekan penggunaan input usahatani, sehingga pada gilirannya menyebabkan produksi usaha padi dan usaha sapi menurun. Hasil serupa diperoleh Kusnadi (2005) yang menyatakan bahwa peningkatan suku bunga kredit akan menurunkan penggunaan pupuk urea dan SP-36, yang pada akhirnya menyebabkan penurunan produk usahatani tanaman pangan dan penerimaan total usahatani.
8.4. Dampak Kenaikan Jumlah Kredit dan Harga Input Produksi Jumlah kredit usahatani yang diterima oleh petani secara langsung terkait dengan permintaan input produksi baik untuk usaha padi maupun usaha sapi. Oleh karena itu, penelitian ini ingin menganalisis dampak dari kenaikan jumlah kredit usahatani dan harga input produksi secara simultan. Namun kenaikan jumlah kredit untuk usaha sapi dan tingkat suku bunganya tidak relevan untuk dibahas bagi petani Non SITT yang tidak memperoleh kredit usaha sapi. Oleh karenanya petani kelompok ini hanya akan dianalisis untuk dampak kenaikan jumlah kredit usaha padi dengan tingkat suku bunga. Hal ini masing-masing diterjemahkan dalam tiga skenario, yaitu (1) jumlah kredit usaha padi naik 75 persen dan harga input produksi padi naik 5 persen (Skenario 6), (2) jumlah kredit usaha sapi naik 75 persen dan harga input produksi sapi naik 5 persen (Skenario 7), serta (3) kombinasi dari jumlah kredit usahatani naik 75 persen serta harga input produksi padi dan sapi naik masing-masing sebesar 5 persen (Skenario 8). Skenario 7 dan 8 hanya berlaku bagi petani peserta program sistem integrasi tanaman ternak. Hasil simulasi pada skenario 6 menunjukkan bahwa pendapatan total bagi petani Non SITT relatif lebih tinggi dibandingkan dengan petani SITT (Tabel 20).
162
Hal ini disebabkan karena kenaikan luas areal panen padi yang lebih tinggi, sehingga kenaikan produksi padi pada kelompok petani ini mencapai 4.4 persen, sedangkan hal tersebut bagi petani SITT hanya mencapai 1.1 persen. Dampak kenaikan jumlah kredit usahatani dan harga input produksi juga menyebabkan peningkatan jumlah permintaan input produksi untuk usaha padi. Hal ini mengindikasikan bahwa kenaikan harga input produksi dapat dibiayai dari peningkatan jumlah kredit usahatani yang diterima oleh petani. Kebutuhan memenuhi permintaan input produksi merupakan kebutuhan uang tunai yang dapat dialokasikan dari penyediaan kredit usahatani. Hampir serupa dengan dampak pada kombinasi kenaikan jumlah kredit usaha padi dan harga input produksi, hasil simulasi untuk kenaikan jumlah kredit usaha sapi dan harga input produksi sapi (skenario 7) menyebabkan seluruh aktivitas ekonomi rumahtangga petani SITT meningkat, kecuali pada curahan tenaga kerja keluarga untuk usaha lain. Hal ini cukup beralasan karena penggunaan tenaga kerja keluarga untuk usaha padi dan usaha sapi meningkat, sehingga alokasi tenaga kerja keluarga untuk bekerja diluar usahatani sendiri menjadi berkurang. Dampak kenaikan jumlah kredit usaha sapi dan harga input produksi sapi mengakibatkan kenaikan produksi sapi sebesar 3 persen. Hal ini menyebabkan meningkatnya pendapatan usaha sapi yang pada akhirnya pendapatan total rumahtangga petani juga naik.
163
Tabel 20.
Dampak Kenaikan Jumlah Kredit dan Harga Input Produksi terhadap Ekonomi Rumahtangga Petani SITT dan Non SITT (%)
Peubah Endogen
Skenario 6 SITT Non SITT 1.103 3.517 1.128 4.409 2.074 0.680 0.248 0.209 0.053 0.184 0.221 0.643 0.010 0.034 - 0.048 - 0.170 2.943 6.344 1.333 3.200 0.128 1.264 0.224 1.239 1.597 4.577 0.048 1.052 0.202 0.568 0.221 0.638 0.191 1.039 0.266 1.081 3.940 6.120 0.207 0.644 0.718 2.387 0.592 4.622 0.237 0.211 12.331 10.473 0.528 2.640 - 0.022 - 0.090 0.399 1.973 0.286 1.036 0.435 1.868 0.328 1.253 0.246 1.214 1.368 5.315 0.153 0.693 0.196 0.964 0.146 0.752 0.788 2.875 1.408 4.839 0.072 -
Skenario 7 SITT 1.199 1.410 0.370 2.984 0.103 0.611 0.019 - 0.092 0.962 0.971 1.909 1.250 1.825 1.676 0.115 0.100 19.426 22.604 1.467 5.454 2.018 1.631 1.512 0.813 1.431 - 0.043 1.085 0.491 0.928 0.612 0.739 1.572 0.454 0.544 0.474 0.986 1.440 0.195
Skenario 8 SITT 2.277 2.691 2.443 3.223 0.155 0.830 0.029 - 0.138 3.893 2.290 1.716 0.972 3.411 0.335 1.813 0.321 19.713 22.868 5.464 5.670 2.729 2.195 1.740 13.175 1.941 - 0.065 1.470 0.772 1.352 0.933 0.985 3.105 0.580 0.734 0.614 1.765 2.837 0.265
Luas areal panen padi Produksi padi Produksi kompos Produksi sapi Penggunaan TK kel padi Penggunaan TK luar padi Penggunaan TK kel sapi Curahan TK keluarga Jumlah benih padi Jumlah pupuk urea Jumlah pupuk SP-36 Jumlah pupuk KCl Jumlah obat/pestisida Jumlah kompos Jumlah bakalan sapi Jumlah jerami segar Jumlah konsentrat Jumlah obat sapi Biaya sarana padi Biaya sarana sapi Penerimaan usahatani Pendapatan padi Pendapatan sapi Pendapatan kompos Pendapatan usahatani Pendapatan luar usahatani Pendapatan total Konsumsi pangan Konsumsi non pangan Konsumsi total Konsumsi gabah Surplus gabah Investasi sumberdaya Investasi produksi Investasi total Tabungan Cicilan kredit usahatani Cicilan kredit usahasapi Keterangan: Skenario 6: Kenaikan jumlah kredit usaha padi sebesar 75 persen dan harga input produksi padi sebesar 5 persen Skenario7: Kenaikan jumlah kredit usaha sapi sebesar 75 persen dan harga input produksi sapi sebesar 5 persen bagi petani SITT Skenario8: Kenaikan kombinasi jumlah kredit sebesar 75 persen dan harga input produksi sebesar 5 persen bagi petani SITT
164
Dampak yang diperoleh dari hasil simulasi pada skenario 6 dan 7 menunjukkan bahwa kenaikan jumlah kredit usaha sapi dan harga input produksi sapi rata-rata memberikan besaran yang relatif lebih besar dibandingkan dengan kenaikan jumlah kredit usaha padi dan harga input produksi padi. Hal ini disebabkan karena permintaan bakalan sapi sangat responsif terhadap harga bakalannya, sehingga petani akan merespon lebih besar akibat kenaikan harga input produksi sapi, dalam hal ini adalah bakalan sapi. Kenaikan jumlah kredit usaha sapi dan harga input produksi sapi mengakibatkan meningkatnya permintaan konsentrat yang cukup besar, yakni sekitar 10 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa terjadi realokasi anggaran bagi rumahtangga petani yang memutuskan untuk membiayai permintaan konsentrat dengan harga yang meningkat jika terjadi kenaikan jumlah kredit. Hasil pendugaan model menunjukkan bahwa permintaan kredit usaha sapi berpengaruh nyata terhadap penggunaan konsentrat dalam usaha sapi. Dampak kenaikan kombinasi antara jumlah kredit usahatani (padi dan sapi) dengan harga input produksinya disajikan secara rinci pada skenario 8. Hasil simulasi hampir serupa dengan skenario 7 dari segi arah, hanya besarannya yang relatif lebih besar. Dampak simultan dari peningkatan jumlah kredit usahatani dan harga input produksi mampu meningkatkan penggunaan input usahatani, sehingga pada gilirannya menyebabkan kenaikan produksi padi, sapi dan kompos. Hal ini akan mengakibatkan penerimaan usahatani meningkat dan pada akhirnya mampu meningkatkan pendapatan total rumahtangga petani, meskipun dalam persentase yang relatif kecil. Pendapatan dari usaha kompos menunjukkan kenaikan yang
165
cukup besar, yakni sekitar 13 persen, meskipun konstribusi pendapatan ini terhadap pendapatan total rumahtangga petani relatif kecil. Adanya perubahan dalam struktur pendapatan rumahtangga akan berdampak pada alokasi struktur pengeluaran rumahtangga. Pengeluaran konsumsi pangan dan non pangan meningkat, sehingga konsumsi total naik sekitar 1 persen. Demikian pula halnya dengan pengeluaran untuk investasi sumberdaya dan investasi produksi. Rumahtangga petani juga masih mampu untuk menyisihkan sebagian uang tunai untuk tabungan yang meningkat sekitar 1.8 persen. Demikian pula halnya dengan biaya untuk membayar cicilan usahatani, dimana peningkatannya pada usaha padi relatif lebih besar dibandingkan dengan usaha sapi. Hal ini cukup beralasan karena semakin tinggi jumlah kredit yang diterima petani, akan semakin besar biaya untuk membayar cicilan tersebut.
8.5 Dampak Kenaikan Tingkat Suku Bunga dan Harga Output Sebagaimana diketahui bahwa dampak perubahan tingkat suku bunga akan terkait dengan biaya untuk membayar cicilan kredit yang secara langsung tergantung dari besar kecilnya jumlah kredit usahatani yang diterima oleh petani. Hal ini akan mempengaruhi terhadap distribusi struktur pengeluaran rumahtangga petani, sedangkan di sisi lain perubahan harga output akan berdampak terhadap perubahan struktur pendapatan rumahtangga petani. Oleh karena itu, penelitian ini menganalisis dampak dari kenaikan tingkat suku bunga kredit usahatani dan harga output produksi secara simultan. Namun kenaikan tingkat suku bunga untuk usaha sapi tidak relevan untuk dibahas bagi petani bukan peserta program yang tidak memperoleh kredit usaha sapi. Oleh karenanya petani kelompok ini hanya akan dianalisis untuk dampak kenaikan tingkat suku bunga usaha padi dan harga
166
output. Hal ini masing-masing diterjemahkan dalam tiga skenario, yaitu (1) tingkat suku bunga usaha padi dan harga gabah naik sebesar 10 persen (Skenario 9), (2) tingkat suku bunga usaha sapi dan harga sapi hidup naik sebesar 10 persen (Skenario 10), serta (3) kenaikan kombinasi tingkat suku bunga serta harga gabah dan harga sapi hidup naik 10 persen (Skenario 11). Skenario 10 dan 11 hanya berlaku bagi petani SITT. Kenaikan suku bunga usaha padi secara langsung menyebabkan kenaikan biaya untuk membayar cicilan kredit usaha padi yang diterima oleh petani sampai 45 persen. Di sisi lain, kenaikan harga gabah secara langsung akan mempengaruhi terhadap produksi padi dan konsumsi gabah. Hasil simulasi skenario 9 menunjukkan bahwa kenaikan tingkat suku bunga kredit usaha padi akan direspon oleh peningkatan jumlah permintaan produksi padi yang pada akhirnya akan meningkatkan produksi padi sebesar 26.8 persen. Kenaikan produksi padi ini juga diakibatkan oleh kenaikan harga gabah, sehingga berdampak secara simultan dengan hubungan yang positif. Rata-rata permintaan input produksi padi meningkat dari kisaran 16 persen sampai 23 persen, yang mengakibatkan kenaikan biaya sarana padi sebesar 23.6 persen. Kenaikan harga gabah akan menyebabkan peningkatan penerimaan usaha padi, sehingga pendapatan padi meningkat sampai 49 persen. Hal ini pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan total rumahtangga petani menjadi 22 persen (Tabel 21). Hasil simulasi pada skenario 9 juga menunjukkan bahwa terjadi realokasi distribusi pengeluaran rumahtangga petani yang secara tidak langsung terkait dengan perubahan struktur pendapatan yang meningkat. Konsumsi pangan dan non pangan masing-masing meningkat sebesar 10 persen dan 19 persen, sehingga
167
konsumsi total naik menjadi 12.7 persen. Investasi sumberdaya naik sebesar 9.2 persen, sedangkan investasi produksi usahatani justru meningkat lebih besar, yakni mencapai 11 persen yang mengakibatkan investasi total meningkat sebesar 9.6 persen. Hal ini cukup beralasan karena investasi produksi dipengaruhi secara langsung oleh pendapatan usahatani, sehingga pada saat pendapatan usahatani meningkat akan direspon lebih besar. Dalam ukuran besaran, hasil simulasi skenario 9 menunjukkan bahwa nilai yang diperoleh bagi petani SITT lebih besar dibandingkan dengan petani Non SITT dengan arah yang sama. Dampak dari kenaikan suku bunga usaha sapi dan harga sapi hidup sebesar 10 persen (Skenario 10) menunjukkan bahwa hampir seluruh kegiatan ekonomi rumahtangga petani mengalami peningkatan, kecuali curahan tenaga kerja keluarga pada usaha lain sebagai buruh tani dan buruh non pertanian. Penggunaan tenaga kerja keluarga pada usaha padi dan usaha sapi meningkat, sehingga alokasi tenaga kerja keluarga untuk usaha lain menjadi berkurang. Dengan meningkatnya kenaikan tingkat suku bunga akan menyebabkan biaya untuk membayar cicilan kredit usaha sapi yang semakin besar akibat permintaan kredit yang tinggi. Di sisi lain, kenaikan jumlah permintaan kredit usaha sapi menyebabkan peningkatan penggunaan input produksi yang pada akhirnya produksi sapi juga meningkat. Dampak kenaikan harga sapi hidup juga akan mendorong petani untuk mengambil keputusan guna meningkatkan produksi sapi, sehingga kenaikan secara simultan ini menyebabkan produksi sapi meningkat sebesar 6 persen. Pendapatan usaha sapi meningkat sebesar 24.3 persen dan pendapatan total rumahtangga petani naik sebesar 13.8 persen.
168
Tabel 21. Dampak Kenaikan Tingkat Suku Bunga dan Harga Output terhadap Ekonomi Rumahtangga Petani SITT dan Non SITT Peubah Endogen Luas areal panen padi Produksi padi Produksi kompos Produksi sapi Penggunan TK keluarga padi Penggunaan TK luar padi Penggunan TK keluarga sapi Curahan TK keluarga Jumlah benih padi Jumlah pupuk urea Jumlah pupuk SP-36 Jumlah pupuk KCl Jumlah obat/pestisida Jumlah kompos Jumlah bakalan sapi Jumlah jerami segar Jumlah konsentrat Jumlah obat sapi Biaya sarana padi Biaya sarana sapi Penerimaan usahatani Pendapatan padi Pendapatan sapi Pendapatan kompos Pendapatan usahatani Pendapatan luar usahatani Pendapatan total Konsumsi pangan Konsumsi non pangan Konsumsi total Konsumsi gabah Surplus gabah Investasi sumberdaya Investasi produksi Investasi total Tabungan Cicilan kredit usahatani Cicilan kredit usahasapi
Skenario 9 SITT Non SITT 19.540 26.850 7.539 8.176 2.128 7.293 0.396 - 1.892 19.280 21.897 23.396 16.359 21.977 19.684 6.647 7.172 7.751 8.708 23.625 6.981 23.356 49.154 9.326 16.797 29.166 - 0.861 22.110 10.194 19.073 12.655 0.247 33.678 9.186 11.095 9.613 20.857 44.940 3.980
15.349 23.270 6.900 6.472 1.506 5.221 0.278 - 1.393 14.964 17.602 19.265 12.321 17.694 15.816 4.619 5.105 6.939 4.978 19.510 5.303 19.379 47.705 7.431 12.408 25.342 - 0.655 18.991 8.029 16.089 10.126 0.086 31.422 7.354 9.379 7.794 18.938 45.712
-
Skenario 10 SITT 11.748 13.986 4.582 5.914 1.202 4.372 0.224 - 1.069 11.647 13.175 13.975 9.689 13.156 11.830 3.986 4.299 4.689 5.231 12.850 4.544 14.062 15.935 24.252 10.242 17.637 - 0.483 13.378 5.586 11.024 7.094 9.360 15.107 5.751 6.731 5.970 10.277 13.856 11.042
Skenario 11 SITT 35.345 45.322 13.599 15.656 3.715 13.061 0.691 - 3.304 34.665 39.305 41.833 29.143 39.316 35.345 11.906 12.836 13.876 15.608 40.523 12.858 41.906 73.353 37.116 30.243 52.466 - 1.508 39.782 17.572 33.633 22.025 11.084 53.623 16.782 19.982 17.498 34.428 63.234 15.795
Keterangan: Skenario 9: Kenaikan suku bunga usaha padi dan harga gabah sebesar 10 persen Skenario10: Kenaikan suku bunga usaha dan harga sapi hidup sebesar 10 persen bagi petani SITT Skenario11: Kenaikan kombinasi suku bunga dan harga gabah serta sapi hidup sebesar 10 persen bagi petani SITT
169
Dari
sisi
pengeluaran,
rumahtangga
petani
juga
merealokasikan
anggarannya sehingga konsumsi pangan dan non pangan meningkat masingmasing sebesar 5.6 persen dan 11.5 persen. Konsumsi total meningkat sebesar 7 persen. Investasi sumberdaya dan investasi produksi juga meningkat masingmasing sebesar 5.8 persen dan 6.7 persen yang menghasilkan kenaikan investasi total sebesar 6 persen. Hal ini menunjukkan bahwa rumahtangga petani memutuskan untuk merealokasikan anggarannya kepada kegiatan yang bersifat jangka panjang dalam upaya meningkatkan kualitas sumberdaya manusia dan peningkatan produktivitas usahatani. Dengan meningkatnya kenaikan tingkat suku bunga akan menyebabkan biaya untuk membayar cicilan kredit usaha sapi yang semakin besar akibat permintaan kredit yang tinggi. Di sisi lain, kenaikan jumlah permintaan kredit usaha sapi menyebabkan peningkatan penggunaan input produksi yang pada akhirnya produksi sapi juga meningkat. Dampak kenaikan harga sapi hidup juga akan mendorong petani untuk mengambil keputusan guna meningkatkan produksi sapi, sehingga kenaikan secara simultan ini menyebabkan produksi sapi meningkat sebesar 6 persen. Pendapatan usaha sapi meningkat sebesar 24.3 persen dan pendapatan total rumahtangga petani naik sebesar 13.8 persen. Dari
sisi
pengeluaran,
rumahtangga
petani
juga
merealokasikan
anggarannya sehingga konsumsi pangan dan non pangan meningkat masingmasing sebesar 5.6 persen dan 11.5 persen. Konsumsi total meningkat sebesar 7 persen. Investasi sumberdaya dan investasi produksi juga meningkat masingmasing sebesar 5.8 persen dan 6.7 persen yang menghasilkan kenaikan investasi total sebesar 6 persen. Hal ini menunjukkan bahwa rumahtangga petani
170
memutuskan untuk merealokasikan anggarannya kepada kegiatan yang bersifat jangka panjang dalam upaya meningkatkan kualitas sumberdaya manusia dan peningkatan produktivitas usahatani. Hasil simulasi pada skenario 11 yang merupakan kombinasi kenaikan tingkat suku bunga usahatani (padi dan sapi) serta harga gabah dan sapi hidup sebesar 10 persen secara umum tidak berbeda dengan skenario sebelumnya, dari segi arah. Besaran yang diperoleh pada skenario ini relatif lebih besar dibandingkan dengan dua skenario sebelumnya. Hasil ini menunjukkan bahwa hampir seluruh kegiatan ekonomi rumahtangga petani mengalami peningkatan yang cukup besar. Produksi padi meningkat sebesar 45 persen yang menyebabkan kenaikan penerimaan usaha padi, sehingga pendapatan padi naik sebesar 73.4 persen. Suatu kenaikan yang sangat berarti, sehingga pendapatan usahatani meningkat sebesar 52.5 persen dan pendapatan total rumahtangga petani naik sebesar 39.8 persen. Hasil simulasi pada skenario 9, 10 dan 11 menunjukkan perubahan yang rasional di lapang, karena aplikasi dari kebijakan pemerintah pada umumnya tidak dilakukan secara tunggal. Pada saat pemerintah menerapkan harga pembelian untuk gabah, misalnya, terjadi juga pengaturan harga eceran tertinggi untuk pupuk. Oleh karena itu, perencanaan pembuatan kebijakan sebaiknya memang tidak dilakukan dengan instrument kebijakan tunggal, tetapi dilakukan dengan kombinasi secara simultan agar lebih mudah dalam implementasi di lapang.
171
8.6. Dampak Kenaikan Upah dan Curahan Tenaga Kerja Keluarga di Luar Usahatani Pendapatan usaha di luar usahatani berasal dari usaha tetap kepala keluarga dan istri serta pendapatan buruh tani dan buruh non pertanian yang secara langsung terkait dengan pendapatan total rumahtangga petani. Pendapatan buruh terdiri atas komponen curahan tenaga kerja keluarga dan upah tenaga kerja. Rata-rata kontribusi pendapatan ini terhadap pendapatan total mencapai 26 persen untuk seluruh kabupaten. Oleh karena itu, penelitian ini menganalisis dampak dari kenaikan upah dan curahan tenaga kerja keluarga di luar usahatani terhadap ekonomi rumahtangga petani sebesar 10 persen. Hal ini disajikan dalam Skenario 12 masing-masing bagi petani SITT dan Non SITT. Hasil simulasi pada skenario 12 menunjukkan bahwa terjadi realokasi penggunaan tenaga kerja keluarga yang menurun sebesar 4.8 persen pada usaha padi dan meningkat sebesar 0.6 persen pada usaha sapi (Tabel 22). Hal ini berdampak pada peningkatan pendapatan luar usahatani sebesar 10.7 persen dan pendapatan total rumahtangga petani menurun sebesar 1.4 persen. Hal ini menunjukkan bahwa kenaikan pendapatan di luar usahatani tidak dapat mengkompensasi pendapatan dari usahatani. Seluruh kegiatan usahatani yang dilakukan mengalami penurunan, bahkan produksi padi turun sebesar 7 persen bagi petani SITT dan 10 persen bagi petani Non SITT. Pendapatan di luar usahatani sendiri berpengaruh positif terhadap curahan tenaga kerja keluarga untuk usaha lain. Semakin besar pendapatan yang diperoleh, rumahtangga petani akan meningkatan curahan tenaga kerja keluarga ini, sehingga penggunaan tenaga kerja keluarga untuk usaha padi menurun.
172
Tabel 22.
Dampak Kenaikan Pendapatan Usaha di Luar Usahatani terhadap Ekonomi Rumahtangga Petani SITT dan Non SITT (%)
Peubah Endogen Luas areal panen padi Produksi padi Produksi kompos Produksi sapi Penggunan TK keluarga padi Penggunaan TK luar padi Penggunan TK keluarga sapi Curahan TK keluarga Jumlah benih padi Jumlah pupuk urea Jumlah pupuk SP-36 Jumlah pupuk KCl Jumlah obat/pestisida Jumlah kompos Jumlah bakalan sapi Jumlah jerami segar Jumlah konsentrat Jumlah obat sapi Biaya sarana padi Biaya sarana sapi Penerimaan usahatani Pendapatan padi Pendapatan sapi Pendapatan kompos Pendapatan usahatani Pendapatan luar usahatani Pendapatan total Konsumsi pangan Konsumsi non pangan Konsumsi total Konsumsi gabah Surplus gabah Investasi sumberdaya Investasi produksi Investasi total Tabungan Cicilan kredit usahatani Cicilan kredit usahasapi
Skenario 12 SITT Non SITT - 5.802 - 7.824 - 6.921 - 9.814 - 1.035 - 1.944 - 0.456 - 0.741 - 4.748 - 4.797 - 7.387 - 7.936 0.586 0.644 10.000 10.000 - 4.255 - 6.255 - 7.708 - 10.738 - 9.820 - 12.564 - 11.908 - 13.448 - 10.875 - 13.372 - 2.826 - 3.996 - 0.343 - 0.497 - 0.141 - 0.288 - 0.766 - 1.516 - 0.858 - 1.608 - 6.535 - 8.947 - 0.443 - 0.629 - 3.660 - 5.371 - 9.244 - 17.814 - 0.492 - 0.816 - 2.187 - 3.220 - 5.085 - 8.940 10.656 14.519 - 1.386 - 3.201 - 1.330 - 2.022 - 1.809 - 3.363 - 1.463 - 2.371 - 0.985 - 1.908 - 8.360 - 12.057 - 0.622 - 1.375 4.389 5.464 0.500 0.111 - 0.744 - 1.510 - 7.674 - 10.964 0.694 -
Keterangan: Skenario12: Kenaikan upah dan curahan tenaga kerja keluarga di luar usahatani masing-masing sebesar 10 persen.
173
Menurunnya alokasi penggunaan tenaga kerja keluarga ini akan mengakibatkan turunnya produksi padi, yang pada gilirannya akan menurunkan penerimaan usaha padi sehingga pendapatan usaha padi turun sebesar 9 persen. Hal yang sama juga terjadi pada produksi sapi dan kompos, meski dengan besaran yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan turunnya produksi padi. Pada struktur alokasi pengeluaran, konsumsi pangan dan non pangan menurun masing-masing sebesar 1.3 persen dan 1.8 persen yang menyebabkan turunnya konsumsi total sebesar 1.4 persen. Pendapatan di luar usahatani berpengaruh positif dan langsung terhadap investasi produksi sehingga invesatsi total meingkat sebesar 0.5 persen. Hal ini menunjukkan bahwa rumahtangga petani memutuskan untuk merealokasikan sumber pendapatan yang diterima akibat kenaikan pendapatan usaha di luar usahatani kepada investasi produksi.
8.7. Rekapitulasi Dampak Perubahan Faktor Internal dan Eksternal Terhadap Ekonomi Rumahtangga Petani Bagian ini akan merangkum dampak perubahan faktor internal dan eksternal terhadap ekonomi rumahtangga petani yang difokuskan kepada tiga blok utama, yakni alokasi penggunaan tenaga kerja keluarga, kontribusi pendapatan dan alokasi pengeluaran rumahtangga. Alokasi penggunaan tenaga kerja keluarga meliputi penggunaan tenaga kerja keluarga untuk usaha padi, usaha sapi dan curahan tenaga kerja keluarga pada usaha di luar usahataninya sendiri. Kontribusi pendapatan total rumahtangga petani terdiri dari pendapatan usaha padi, usaha sapi dan usaha kompos, pendapatan usahatani dan pendapatan usaha di luar usahataninya sendiri. Pengeluaran rumahtangga petani dialokasikan terhadap
174
konsumsi total dan investasi total. Dampak perubahan ini secara rinci disajikan dalam Tabel 23. Dampak kenaikan ketiga harga output sebesar 10 persen yang terdiri dari harga gabah, harga sapi hidup dan harga kompos (Skenario 1) mengakibatkan meningkatnya hampir seluruh kegiatan ekonomi rumahtangga petani, kecuali curahan tenaga kerja keluarga di luar usahataninya sendiri yang berdampak pada menurunnya pendapatan di luar usahataninya sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan meningkatkan harga output merupakan kebijakan yang berdampak positif pada kinerja usahatani. Dampak kenaikan harga input produksi padi, sapi dan kompos sebesar 10 persen (Skenario 2) mengakibatkan menurunnya hampir semua peubah endogen, kecuali peubah cuarahan tenaga kerja keluarga keluarga pada usaha di luar usahataninya sendiri, sehingga pendapatan dari luar usahatani sendiri juga meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan peningkatan harga input produksi usahatani akan menurunkan alokasi waktu kerja, kontribusi pendapatan dan alokasi pengeluaran rumahtangga petani. Dampak kombinasi kenaikan harga output dan harga input produksi masing-masing sebesar 10 persen (Skenario 3) menyebabkan meningkatnya seluruh kegiatan ekonomi rumahtangga petani. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan peningkatan harga output yang dibarengi dengan kenaikan harga input produksi usahatani akan meningkatkan kinerja rumahtangga petani dalam kaitannya dengan alokasi waktu kerja, kontribusi pendapatan dan alokasi pengeluaran rumahtangga petani.
175
Tabel 23. Rekapitulasi Dampak Perubahan Faktor Internal dan Faktor Eksternal terhadap Ekonomi Rumahtangga Petani SITT dan Non SITT Peubah Endogen LAP PROP PROK PROS JTKDP JKTDS JCK PUT PDP PDS PDK PDUT PLU PDT KP KNP KT IS IP INV
Skenario 1 SITT NSITT 31.8 24.7 41.4 34.9 12.9 11.8 14.9 12.2 3.5 2.5 0.7 0.5 - 3.1 - 2.3 39.6 33.1 68.1 63.7 36.3 33.4 56.3 41.5 49.7 43.7 - 1.4 - 1.1 37.7 32.7 16.7 12.8 31.7 26.8 20.7 16.5 16.0 13.0 18.9 16.2 16.6 13.7
Skenario 2 SITT NSITT - 17 - 17.3 - 20 - 21.7 - 5.2 - 5.9 - 15 - 16.7 - 4.1 - 3.8 - 0.2 - 0.3 7.3 7.1 - 16 - 17.1 - 25 - 29.4 - 20 - 22.2 - 2.7 - 1.8 - 20 - 22.8 8.4 7.8 - 14 - 15 - 6.6 - 6.4 - 12 - 12.8 - 8.1 - 8.5 - 5.9 - 6.1 - 3.2 - 3.2 - 5.3 - 5.4
Skenario 3 SITT NSITT 12.5 6.4 18.4 12.1 6.3 4.8 0.2 - 5.5 1.4 - 1.6 0.8 0.6 4.7 4.9 19.1 12.9 36.6 29.4 10.9 6.5 25.1 19.2 23.3 16.4 7.0 8.0 19.5 14.4 8.3 5.5 16.2 11.6 10.5 7.1 8.1 5.5 13.5 11.2 9.3 6.8
Skenario 4 SITT NSITT 1.25 0.76 1.47 0.96 0.37 0.19 1.46 0.17 0.11 0.04 0.02 0.01 - 0.1 - 0.04 1.34 0.51 1.64 1.20 1.65 0.19 0.89 0.32 1.49 0.64 - 0.0 - 0.02 1.13 0.48 0.51 0.24 0.96 0.44 0.64 0.29 0.47 0.17 0.57 0.23 0.49 0.18
Skenario 5 SITT NSITT - 0.2 - 0.2 - 0.3 - 0.23 - 0.1 - 0.09 - 0.0 - 0.04 - 0.0 - 0.02 -0.0 - 0.00 0.03 0.02 - 0.2 - 0.12 - 0.7 - 0.7 - 0.3 - 0.05 - 0.3 - 0.2 - 0.5 - 0.37 0.01 0.00 - 0.4 - 0.3 - 0.1 - 0.1 - 0.3 - 0.2 - 0.2 - 0.1 - 0.1 - 0.1 - 0.2 - 0.1 - 0.2 - 0.1
Skenario 6 SITT NSITT 1.10 3.52 1.13 4.41 2.10 0.68 0.25 0.21 0.05 0.18 0.01 0.03 - 0.0 - 0.2 0.70 2.4 0.60 4.6 0.20 0.21 12.30 10.5 0.53 2.64 - 0.0 - 0.0 0.40 1.97 0.29 1.03 0.44 1.87 0.33 1.25 0.15 0.69 0.19 0.96 0.15 0.75
Sk7 SITT 1.2 1.4 0.4 2.9 0.1 0.02 - 0.1 2.0 1.6 1.5 0.8 1.4 - 0.0 1.1 0.5 0.9 0.6 0.5 0.5 0.5
Sk8 SITT 2.3 2.7 0.4 3.2 0.2 0.03 - 0.1 2.7 2.2 1.7 13.2 1.9 - 0.0 1.5 0.7 1.4 0.9 0.6 0.7 0.6
Skenario 9 SITT NSITT 19.5 15.4 26.9 23.3 7.5 6.9 8.2 6.5 2.1 1.5 0.4 0.3 - 1.9 - 1.4 23.4 19.4 49.1 47.7 9.3 7.4 16.8 12.4 29.2 25.3 - 0.9 - 0.7 22.1 18.9 10.2 8.0 19.1 16.1 12.7 10.1 9.2 7.4 11.1 9.4 9.6 7.8
Sk10 SITT 11.7 13.9 4.6 5.9 1.2 0.2 - 1.1 14.1 15.9 24.3 10.2 17.6 - 0.5 13.4 5.6 11.0 7.1 5.8 6.7 5.9
Sk11 SITT 35.3 45.3 13.6 15.7 3.7 0.7 - 3.3 41.9 73.4 37.1 30.2 52.5 - 1.5 39.8 17.6 33.6 22.0 16.8 19.9 17.5
Skenario 12 SITT NSITT - 5.8 - 7.8 - 6.9 - 9.8 - 1.0 - 1.9 - 8.4 - 0.7 - 4.7 - 4.8 0.6 0.6 10.0 10.0 - 3.6 - 5.4 - 9.2 - 17.8 - 0.5 - 0.8 - 2.2 - 3.2 - 5.1 - 8.9 10.7 14.5 - 1.4 - 3.2 - 1.3 - 2.0 - 1.8 - 2.4 - 1.5 - 2.4 - 0.6 - 1.4 4.4 5.5 0.5 0.1
176
Alternatif kebijakan ini menggambarkan upaya yang rasional karena peningkatan harga output di sisi produsen akan diimbangi juga dengan peningkatan harga input produksi, sehingga terjadi trade off. Dampak kenaikan jumlah kredit usaha padi dan usaha sapi masing-masing sebesar 10 persen bagi petani SITT dan kenaikan jumlah kredit usaha padi sebesar 10 persen bagi petani Non SITT (Skenario 4) menyebabkan meningkatnya hampir seluruh kegiatan ekonomi rumahtangga petani kecuali curahan tenaga kerja keluarga pada usaha di luar usahataninya sendiri. Peningkatan alokasi waktu kerja, kontribusi pendapatan dan alokasi pengeluaran rumahtangga petani tidak terlalu besar dampaknya, sehingga pemerintah harus meningkatkan jumlah kredit usahatani dalam jumlah yang relatif besar. Dampak kenaikan tingkat suku bunga usaha padi dan usaha sapi masingmasing sebesar 10 persen bagi petani SITT dan kenaikan tingkat suku bunga usaha padi sebesar 10 persen bagi petani Non SITT (Skenario 5) akan menurunkan seluruh kegiatan ekonomi rumahtangga petani. Kebijakan ini mengakibatkan meningkatnya curahan tenaga kerja keluarga pada usaha di luar usahataninya sendiri, sehingga pendapatan dari luar usahataninya sendiri meningkat dalam jumlah yang relatif kecil dan total pendapatan rumahtangga petani masih menunjukkan nilai yang menurun. Dampak kenaikan jumlah kredit usaha padi sebesar 75 persen dan harga input produksi padi sebesar 5 persen (Skenario 6) mengakibatkan peningkatan kegiatan ekonomi rumahtangga petani dalam jumlah yang relatif kecil. Kebijakan ini mengindikasikan bahwa kebutuhan memenuhi permintaan input produksi
177
usahatani merupakan kebutuhan uang tunai yang dapat dialokasikan dari peningkatan penyediaan kredit usahatani. Dampak kenaikan jumlah kredit usaha sapi sebesar 75 persen dan harga input produksi sapi sebesar 5 persen bagi petani SITT (Skenario 7) menyebabkan meningkatnya hampir seluruh kegiatan ekonomi rumahtangga petani kecuali penggunaan tenaga kerja keluarga pada usaha di luar usahataninya sendiri. Kebijakan ini menyebabkan peningkatan alokasi waktu kerja, kontribusi pendapatan dan alokasi pengeluaran rumahtangga petani yang relatif kecil. Hampir sama dengan hasil simulasi pada Skenario 7, dampak kombinasi kenaikan jumlah kredit usahatani sebesar 75 persen dan kenaikan harga input produksi padi dan sapi sebesar 5 persen (Skenario 8) menyebabkan meningkatnya hampir seluruh kegiatan ekonomi rumahtangga petani kecuali penggunaan tenaga kerja keluarga pada usaha di luar usahataninya sendiri. Kebijakan ini menyebabkan peningkatan alokasi waktu kerja, kontribusi pendapatan dan alokasi pengeluaran rumahtangga petani yang relatif kecil. Dampak kenaikan tingkat suku bunga usaha padi dan harga gabah masingmasing sebesar 10 persen (Skenario 9) mengakibatkan peningkatan hampir seluruh kegiatan ekonomi rumahtangga petani, kecuali curahan tenaga kerja keluarga pada usaha di luar usahataninya sendiri. Kebijakan ini menyebabkan meningkatnya alokasi waktu kerja, kontribusi pendapatan dan alokasi pengeluaran rumahtangga petani yang relatif cukup besar. Dengan arah yang sama, dampak kenaikan tingkat suku bunga usaha sapi dan harga sapi hidup masing-masing sebesar 10 persen bagi petani SITT (Skenario 10) mengakibatkan peningkatan hampir seluruh kegiatan ekonomi
178
rumahtangga petani, kecuali curahan tenaga kerja keluarga pada usaha di luar usahataninya sendiri. Kebijakan ini menyebabkan meningkatnya alokasi waktu kerja, kontribusi pendapatan dan alokasi pengeluaran rumahtangga petani yang relatif cukup besar, meskipun relatif lebih rendah dibandingkan dengan kenaikan tingkat suku bunga usaha padi dan harga gabah. Dampak kombinasi kenaikan tingkat suku bunga usahatani dan harga gabah serta sapi hidup masing-masing sebesar 10 persen (Skenario 11) mengakibatkan peningkatan hampir seluruh kegiatan ekonomi rumahtangga petani, kecuali curahan tenaga kerja keluarga pada usaha di luar usahataninya sendiri. Kebijakan ini menyebabkan meningkatnya alokasi waktu kerja, kontribusi pendapatan dan alokasi pengeluaran rumahtangga petani yang relatif besar. Hal ini menunjukkan bahwa kenaikan tingkat suku bunga usahatani dapat dikompensasi dengan peningakatan harga output, sehingga dampaknya terhadap kinerja ekonomi rumahtangga petani cukup tinggi. Dampak kenaikan upah dan curahan tenaga kerja keluarga pada usaha di luar usahatani masing-masing sebesar 10 persen (Skenario 12) mengakibatkan terjadinya realokasi penggunaan tenaga kerja keluarga pada usaha padi yang menurun dan penggunaan tenaga kerja keluarga untuk usaha sapi yang meningkat. Seluruh kegiatan produksi usahatani mengalami penurunan, sehingga pendapatan usahatani akan menurun. Kebijakan ini mengindikasikan bahwa kenaikan pendapatan dari luar usahatani tidak dapat mengkompensasi pendapatan usahatani, sehingga pendapatan total rumahtangga petani menurun. Dampak perubahan faktor internal dan eksternal terhadap ekonomi rumahtangga petani SITT dan Non SITT memberikan pola yang hampir sama
179
dalam hal arah, hanya berbeda pada besarannya. Hasil rekapitulasi menunjukkan bahwa petani SITT akan memberikan dampak yang relatif lebih besar dibandingkan dengan petani Non SITT pada perubahan harga output dan harga sarana produksi.
IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. 1.
Kesimpulan Penggunaan tenaga kerja bagi suami dialokasikan utamanya pada kegiatan usahatani, sedangkan istri dan anak lebih banyak bekerja pada usaha di luar usahataninya sendiri. Kontribusi pendapatan usaha integrasi tanamanternak (padi, sapi dan kompos) terhadap pendapatan total rumahtangga petani cukup tinggi, dimana sebagian besar alokasi pengeluaran dipergunakan untuk membiayai konsumsi pangan.
2.
Alokasi penggunaan tenaga kerja keluarga, kontribusi pendapatan dan alokasi pengeluaran rumahtangga petani sistem integrasi tanaman-ternak relatif lebih besar dibandingkan dengan petani non sistem integrasi.
3.
Keputusan petani untuk mengadopsi program sistem integrasi tanamanternak cenderung lebih dipengaruhi oleh usaha sapi. Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan tersebut adalah penggunaan kompos, alokasi penggunaan tenaga kerja keluarga untuk usaha sapi dan pendapatan usaha sapi, serta frekuensi keikutsertaan anggota rumahtangga petani dalam kegiatan organisasi tani.
4.
Keputusan produksi padi dan sapi dipengaruhi oleh penggunaan sarana masing-masing produksi seperti jumlah benih/bibit, jumlah pupuk, jumlah pakan, serta penggunaan tenaga kerja keluarga dan pendapatan usahatani.
5.
Terdapat keterkaitan keputusan dalam hal alokasi penggunaan tenaga kerja keluarga pada usaha padi dan usaha sapi, serta curahan tenaga kerja keluarga di luar usahataninya sendiri.
181
6.
Alokasi pengeluaran rumahtangga petani untuk konsumsi dan investasi dipengaruhi utamanya oleh pendapatan total rumahtangga petani.
7.
Kombinasi kenaikan harga output dan harga input produksi berdampak positif terhadap peningkatan penggunaan waktu kerja, pendapatan dan pengeluaran rumahtangga petani. Kenaikan harga output secara efektif dapat mengkompensasi kenaikan harga input produksi dan berdampak pada peningkatan pendapatan total rumahtangga petani.
8.
Kombinasi kenaikan jumlah kredit usaha (padi serta sapi) dan kenaikan harga sarana produksi memberikan dampak yang realtif kecil terhadap pendapatan total rumahtangga petani. Jumlah kredit usahatani sebagai sumber anggaran belum dapat mengkompensasi kenaikan harga sarana produksi.
9.
Kombinasi kenaikan tingkat suku bunga kredit dan harga output padi dan sapi memberikan dampak terhadap peningkatan total pendapatan rumahtangga petani yang relatif besar. Kenaikan harga output secara efektif dapat mengkompensasi kenaikan tingkat suku bunga kredit usahatani dan berdampak pada peningkatan pendapatan total rumahtangga petani.
10. Dampak kenaikan upah tenaga kerja dan curahan tenaga kerja keluarga pada usaha di luar usahatani mengakibatkan terjadinya realokasi penggunaan tenaga kerja keluarga pada usaha padi yang menurun dan penggunaan tenaga kerja keluarga pada usaha sapi meningkat. Pendapatan dari luar usahatani tidak dapat mengkompensasi pendapatan dari usahatani sehingga pendapatan total rumahtangga petani menurun.
182
11. Dampak perubahan faktor internal dan eksternal terhadap ekonomi rumahtangga petani sistem integrasi tanaman-ternak dan non sistem integrasi memberikan pola yang searah, dimana petani sistem integrasi tanaman-ternak memberikan dampak yang relatif lebih besar dibandingkan dengan petani non sistem integrasi.
9.2. Implikasi Kebijakan
Berbagai temuan dalam penelitian ini telah memunculkan beberapa implikasi kebijakan dalam upaya meningkatkan alokasi kerja, kontribusi pendapatan dan alokasi pengeluaran rumahtangga petani sistem integrasi tanaman-ternak. Hal ini disarankan adalah sebagai berikut: 1. Kebijakan peningkatan harga sarana produksi (pengurangan subsidi) yang dibarengi dengan kenaikan harga output (harga pembelian pemerintah). Kebijakan kenaikan harga output dapat menkompensasi peningkatan harga sarana produksi, sehingga dapat meningkatkan produksi usahatani dan penyerapan tenaga kerja keluarga yang pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan total rumahtangga petani. 2. Kebijakan peningkatan harga sarana produksi (pengurangan subsidi) diimbangi dengan alternatif upaya insentif lain, seperti pemberian kredit usahatani dengan tingkat suku bunga yang layak. Pemberian kredit usahatani dilaksanakan dengan volume yang sesuai dan peluncuran kredit sesuai dengan musim tanam. Kegiatan usahatani memerlukan dana kredit untuk menambah ketersediaan modal usaha rumahtangga petani. Upaya penyediaan
dana
kredit
usahatani
dapat
berlangsung
secara
183
berkesinambungan apabila dilakukan oleh lembaga keuangan yang sesuai dengan kondisi perdesaan. Oleh karena itu penyediaan dana kredit usahatani tidak cukup hanya dipecahkan dengan menyalurkan kredit namun perlu disertai dengan upaya pengembangan lembaga keuangan mikro di perdesaan. 3. Kebijakan kenaikan tingkat suku bunga kredit usahatani dapat berjalan efektif jika diimbangi dengan kenaikan harga output yang memiliki dampak
lebih
responsif
terhadap
peningkatan
pendapatan
total
rumahtangga petani. 4. Perlunya perbaikan sarana dan prasarana yang memadai sehingga penggunaan tenaga kerja keluarga dapat dialokasikan dengan baik untuk kegiatan usahatani. Hal ini dapat meliputi penyediaan sarana pada kawasan usaha padi yang juga tersedia sarana pengadaan usaha sapi sehingga mampu memberikan pengadaan sarana input sampai ke pemasaran produk. Demikian pula halnya dengan penyediaan pasar output yang terintegrasi antara usaha padi dan usaha sapi.
9.3. Saran Penelitian Lanjutan 1. Hasil studi menunjukkan bahwa pendapatan dari usaha kompos belum bersifat
komersial
dan
kontribusinya
terhadap
pendapatan
total
rumahtangga petani masih relatif kecil. Seluruh kompos yang dihasilkan pada penelitian ini dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan pupuk organik bagi lahan pertanian yang dimiliki petani yang relatif tidak terlalu luas. Pemanfaatan kotoran ternak sebagai bahan dasar pembuatan kompos belum dilaksanakan secara optimal, sehingga perlu penyuluhan yang
184
intensif terhadap pentingnya penggunaan kompos. Identifikasi kendalakendala yang dihadapi oleh rumahtangga petani dalam hal pemanfaatan kompos menjadi sangat penting. 2. Masih sangat terbatasnya informasi ekonomi dalam pengembangan model ekonomi rumahtangga petani pada sistem integrasi usahatani, selain padi menjadi kendala tersendiri bagi penulis saat harus merujuk kepada penelitian terdahulu. Perlu dilakukan penelitian pada pengembanganpengembangan program integrasi yang sudah ada secara multi komoditas, seperti misalnya usaha perkebunan sawit yang terintegrasi dengan usaha ternak (sapi dan unggas), usaha jagung dengan usaha ternak (sapi dan unggas), usaha perkebunan kopi kakao atau lada dengan usaha ternak (domba dan kambing), dan lain sebagainya. Hal ini menarik untuk dilakukan karena pada kenyataannya, rumahtangga petani jarang sekali mengusahakan lahannya secara monokultur. Oleh karena itu, penting juga adanya dukungan kebijakan dan legitimasi dari pemerintah untuk melakukan usaha integrasi ini secara lintas departemen/sektoral yang akan efektif meningkatkan kesejahteraan petani. 3. Perlunya penelitian lanjutan berupa pengembangan model dan analisis secara disagregasi untuk alokasi penggunaan tenaga kerja dari anggota keluarga (suami keluarga, istri dan anak), maupun berdasarkan aspek gender (laki-laki dan perempuan) pada sistem integrasi tanaman-ternak. 4. Perlu dikaji lebih lanjut tentang aspek inovasi kelembagaan petani pada sistem integrasi tanaman-ternak terkait dengan unit wilayah atau spasial, maupun dalam konteks kelompok petani. Hal ini menarik untuk diamati
185
karena adanya perbedaan pengelolaan sumberdaya pada usaha padi dan usaha sapi. Demikian pula dengan peran masing-masing pelaku usaha dalam kelembagaan tersebut, baik swasta, pemerintah maupun masyarakat sendiri mulai dari penyediaan sarana produksi sampai pada aspek pemasaran. 5. Perlunya kajian lebih lanjut untuk pemberian kredit usahatani sebagai salah
satu
sumber
modal
kegiatan
usaha
rumahtangga
petani.
Pengembangan model dan analisis secara rinci tentang keputusan (perilaku) ekonomi rumahtangga petani terhadap jumlah kredit yang diterima petani menjadi sangat penting untuk dilakukan di masa-masa yang akan datang. Hal ini erat kaitannya dengan penguatan kelembagaan keuangan mikro/kecil dan menengah di perdesaan.
DAFTAR PUSTAKA Adiningsih, S. J. 2000. Peranan bahan organik tanah dalam sistem usahatani konservasi. Dalam: Bahri et al., (eds). Materi Pelatihan Revitalisasi Keterpaduan Usaha Ternak dalam Sistem Usaha Tani. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Badan Litbang Pertanian, Bogor. Andriati. 2003. Perilaku rumahtangga petani padi dalam kegiatan ekonomi di Jawa Barat. Tesis Magister Sains. Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian, Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Asmarantaka, R.W. 2007. Analisis perilaku ekonomi rumahtangga petani di tiga desa pangan dan perkebunan di provinsi Lampung. Disertasi Doktor. Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. BPS. 2004. Data dan Informasi Kemiskinan Tahun 2004. Buku I Provinsi. Badan Pusat Statistik, Jakarta. BPS. 2006. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik, Jakarta. Bagi, F.L. and I.J. Singh. 1974. A microeconomic model of farm decisions in an LDC: A simultaneous equation approach. Economics and Sociology Occasional Paper No. 207. Department of Agricultural and Rural Sociology. The Ohio State University, Ohio. Barnum, H. and L. Squire. 1979. An econometric application of the theory of the farm-household. Journal of Development Economics, 6: 79-102. Basit, A. 1996. Analisis ekonomi penerapan teknologi usaha tani konservasi pada lahan kering berlereng di wilayah hulu DAS Jratunseluna, Jawa Tengah. Disertasi Doktor. Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian, Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Becker, G.S. 1965. The Economic Approach to Human Behavior. The University of Chicago Press, Chicago. Budianto, J. 2003. Kebijaksanaan penelitian dan pengembangan teknologi peningkatan produktivitas padi terpadu. Prosiding Lokakarya Pelaksanaan Program Peningkatan Produktivitas Padi Terpadu. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Badan Litbang Pertanian, Bogor. Bulu, Y.G., K. Puspadi, T.S. Panjaitan, Sasongko dan A. Muzani. 2004. Transfer dan kendala adopsi teknologi produksi sapi Bali mendukung usaha agribisnis. Prosiding Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Badan Litbang Pertanian, Bogor.
187
Carter, M. R. and Y. Yao. 2002. Local versus global separability in agricultural household models: The factor price equalization effect of land transfer rights. American Journal of Agricultural Economics, 84 (3): 702 – 715. Coyle, B.T. 1994. Duality approaches to the specification of agricultural household models. In: Caillavet et al., (eds). Agricultural Household Modelling and Family Economics. Elsevier, New York. Desa Canden. 2005. Data Dasar Profil Desa/Kelurahan. Desa Canden, Kecamatan Jetis, Kabupaten Bantul, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Desa Tenggak. 2005. Data Monografi. Desa Tenggak, Kecamatan Sidoharjo, Kabupaten Sragen, Propinsi Jawa Tengah. Desa Tegaltirto. 2005. Data Monografi. Desa Tegaltirto, Kecamatan Berbah, Kabupaten Sleman, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Devendra, C. 1993. Sustainable Animal Production from Small Farm Systems in South East Asia. Food and Agriculture Organization Animal Production and Health Paper, Rome. Diwyanto, K., B.R. Prawiradiputra dan D. Lubis. 2002. Integrasi tanaman-ternak dalam pengembangan agribisnis yang berdaya saing, berkelanjutan dan berkerakyatan. Buletin Ilmu Peternakan Indonesia, Wartazoa, 12 (1): 1-8. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Badan Litbang Pertanian, Bogor. Evenson, R.E. 1976. On the new household economics. Journal of Agricultural Economics and Development, 6 (1): 87-107. Gronau, R. 1977. Leisure, home production and work: The theory of the allocation of time revisited. Journal of Political Economy, 85 (6):10991123. Hanafi, H., Soeharsono dan Supriadi. 2004. Sikap petani terhadap inovasi ‘crop livestock systems’ di lahan kering kabupaten Gunung Kidul Daerah Istimewa Yogyakarta. Prosiding Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Badan Litbang Pertanian, Bogor. Haryanto, B., M. Sabrani, M. Winugroho, B. Sudaryanto, B. Risdiono, A. Priyanti, E. Martindah, M. Siahaan, E. Suyanti, and Subiyanto. 1999. Pengembangan hijauan makanan ternak menunjang IP 300. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Badan Litbang Pertanian, Bogor. Haryanto, B., I. Inounu, IGM B. Arsana dan K. Diwyanto. 2002. Panduan Teknis Sistem Integrasi Padi-Ternak. Departemen Pertanian, Jakarta.
188
Haryanto, B. 2003. Manajemen pemeliharaan sapi dalam pola CLS lahan kering. Makalah disampaikan dalam Apresiasi Teknis Program Litkaji Sistem Usahatani Tanaman Ternak di Lahan Kering. Sukamandi, 30 Juni – 2 Juli 2003. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Badan Litbang Pertanian, Bogor. Heatubun, A.B. 2001. Pemberdayaan dan kegiatan petani multikomoditi di pedesaan Propinsi Maluku: Suatu kajian ekonomi rumah tangga. Tesis Magister Sains. Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian, Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Hosmer, D.W. and S. Lemeshow. 1989. Applied Logistic Regression. John Wiley & Sons. Toronto, Canada. Howara, D. 2004. Optimalisasi pengembangan usahatani tanaman padi dan ternak sapi secara terpadu di Kabupaten Majalengka. Tesis Magister Sains. Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Koutsoyiannis, A. 1977. Theory of Econometrics: An Introdctory Exposition of Econometric Methods. Second Edition. The Macmillan Press Ltd, London. Koutsoyiannis, A. 1982. Modern Microeconomics. Second Edition. The Macmillan Press Ltd, London. Kusnadi, N. 2005. Perilaku ekonomi rumahtangga petani dalam pasar persaingan tidak sempurna di beberapa provinsi di Indonesia. Disertasi Doktor. Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Mangkuprawira, S. 1985. Alokasi waktu dan kontribusi kerja anggota keluarga dalam kegiatan ekonomi rumahtangga: studi kasus di dua tipe desa di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Disertasi Doktor. Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian, Fakultas Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Manwan, I. 1989. Farming systems research in Indonesia: its evolution and future outlook. In: Sukmana et al., (eds). Development in Procedures for Farming Systems Research. Proceedings of an International Workshop. Agency for Agricultural Research and Development, Jakarta. Merill-Sands, D. and D. Kaimowitz. 1989. The technology triangle: linking farmers, technology transfer agents and agricultural research. Summary report of an International Workshop held at ISNAR, The Hague 20th – 25th November 1989. ISNAR. The Hague.
189
Muhammad, Sahri. 2002. Ekonomi rumah tangga nelayan dan pemanfaatan sumber daya perikanan di Jawa Timur: suatu analisis simulasi kebijakan. Disertasi Doktor. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Muller, Christophe. 1994. The role of production decissions in modelling the consumption patterns of rural household. In: F. Caillavet et al., (eds). Agricultural Household Modelling and Family Economics. Elsevier, New York. Nicholson, W. 2001. Teori Ekonomi Mikro: Prinsip Dasar dan Pengembangannya. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. Nigel, K., E. Sadoulet and A. De Janvry. 2000. Transaction costs and agricultural household supply response. American Journal of Agricultural Economics, 82 (2): 245-259. Norman, D. and M. Douglas. 1994. Farming systems development and soil conservation. Food and Agriculture Organization of the United Nations, Rome. Pakasi, C.B.D. dan B.M. Sinaga. 1999. Dampak kebijakan harga input dan output terhadap aktivitas ekonomi rumah tangga industri kecil alkohol di Kabupaten Minahasa. Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian, 12 (1):34–49. Pindyck, R.S. and D.L. Rubenfield. 1998. Econometric Models and Economic Forecasts. Fourth Edition. Irwin McGraw-Hill, Boston. Prasetyo, T., C. Setiani dan S. Kartaatmaja. 2002. Integrasi tanaman-ternak pada sistem usahatani di lahan irigasi: studi kasus di kabupaten Grobogan, Jawa Tengah. Buletin Ilmu Peternakan Indonesia, Wartazoa, 12 (1): 29-35. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Badan Litbang Pertanian, Bogor. Prasetyo, T. 2004. Kelembagaan gaduhan sapi dalam sistem usahatani tanamanternak di Jawa Tengah. Dalam: Fagi et al., (eds). Prosiding Lokakarya Sistem dan Kelembagaan Usahatani Tanaman-Ternak. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian, Jakarta. Priyanti, A., B.R. Prawiradiputra, D. Lubis dan A. Djajanegara. 2004. Respon ekonomi penggunaan pupuk organik dan berbagai pola tanam pada sistem usahatani di lahan kering. Prosiding Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Badan Litbang Pertanian, Bogor. Reijntjes, C., B. Haverkort dan W. Bayer. 2003. Pertanian Masa Depan. Pengantar Untuk Pertanian Berkelanjutan Dengan Input Luar Rendah. Kanisius, Yogyakarta.
190
Sawit, M. H. 1993. A farm household model for rural household of West Java, Indonesia. PhD Dissertation. The University of Wollongong, New South Wales. Sadoulet, E. and A. de Janvry. 1995. Household Models. In: Quantitative Development Policy Analysis. John Hopkins University Press. Baltimore. Seegers, S. and D. Kaimowitz. 1989. Relation between agricultural researchers and extension workers: The survey evidence. Linkage Discussion Paper No.2 ISNAR, The Hague. Sinaga, B.M. 2003. Pendekatan kuantitaif dalam penelitian agribisnis: Konsep, model dan metode. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Singh, I. and S. Janakiram. 1986. Agricultural household modelling in a multicrop environment: Case studies in Korea and Nigeria. In: Singh et al., (eds). Agricultural Household Models: Extensions, Applications and Policy. The John Hopkins University Press, Baltimore. Sitepu, R.K. dan B.M. Sinaga. 2006. Aplikasi Model Ekonometrika: Estimasi, Simulasi dan Peramalam Menggunakan Program SAS. Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. Soedjana, T.D. and P. Kristjanson. 2001. Ex post impact assessment of technological interventions. Training Manual of Research Approaches and Methodologies for Improving Crop Animal Systems in Southeast Asia. International Livestock Research Institute, Addis Abbaba. Strauss, J. 1986. The theory and comparative static of agricultural household models: A general approach. In: Singh et al., (eds). Agricultural Household Models: Extensions, Application and Policy. John Hopkins University Press, Baltimore. Sudardjat, S. 2003. Kebijaksanaan pengembangan peternakan melalui peningkatan produktivitas padi terpadu. Prosiding Lokakarya Pelaksanaan Program Peningkatan Produktivitas Padi Terpadu. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Badan Litbang Pertanian, Bogor. Suharto. 2000. Konsep pertanian tepadu (integrated farming systems) mewujudkan keberhasilan dengan kemandirian. Prosiding Revitalisasi Keterpaduan Usaha Ternak dalam Sistem Usahatani. Solo, 6 Maret 2000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor.
191
Sutaryono, Y.A. dan I.J. Partridge. 2002. Mengelola padang rumput alam di Indonesia Tenggara. Department of Primary Industries, Queensland. Suwandi. 2005. Keberlanjutan usaha tani pola padi sawah-sapi potong terpadi di kabupaten Sragen: Pendekatan RAP-CLS. Tesis Magister Sains. Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Suwono, Kasyadi, A. Yusron, Sukarno dan Suyamto. 2003. Pelaksanaan kegiatan program peningkatan produktivitas padi terpadu di propinsi Jawa Timur. Dalam: Hidajat et al., (eds). Prosiding Lokakarya Pelaksanaan Program Peningkatan Produktivitas Padi Terpadu (P3T). Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Bogor. Syam, A. dan M. Sariubang. 2004. Pengaruh pupuk organik (kompos kotoran sapi) terhadap produktivitas padi di lahan irigasi. Prosiding Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Badan Litbang Pertanian, Bogor. Usman. 2006. Dampak desentralisasi fiskal terhadap distribusi pendapatan dan tingkat kemiskinan. Tesis Magister Sains. Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Zaini, Z., A.M. Fagi, I. Las, K. Makarim, U.S. Nugraha, B. Haryanto, Sugiarto, A. Zein dan Sudariyah. 2003. Rumusan lokakarya pelaksanaan program peningkatan produktivitas padi terpadu. Prosiding Lokakarya Pelaksanaan Program Peningkatan Produktivitas Padi Terpadu. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Badan Litbang Pertanian, Bogor.
192 Lampiran 1.
Hasil Pendugaan Model Adopsi Program Sistem Integrasi Tanaman-Ternak Minitab Project Report
Binary Logistic Regression: SITT versus ED, PEK, ...
Link Function:
Logit
Response Information Variable SITT
Value 1 0 Total
Count 193 81 274
(Event)
Logistic Regression Table Predictor Coef SE Coef Constant -11.583 2.181 ED 0.02368 0.08217 PEK 0.8752 0.8481 ORG 3.0151 0.4502 JS1 0.1361 0.4057 JK 0.00000230 0.00008728 TKDP1 0.003531 0.006754 TKDS1 0.018184 0.005492 TKDS2 0.021077 0.008131 PNL 0.03516 0.04140 PDS2 1.3215E-07 7.4943E-08
Z -5.31 0.29 1.03 6.70 0.34 0.03 0.52 3.31 2.59 0.85 1.76
Odds Ratio
P 0.000 0.773 0.302 0.000 0.737 0.979 0.601 0.001 0.010 0.396 0.078
95% CI Lower Upper
1.02 2.40 20.39 1.15 1.00 1.00 1.02 1.02 1.04 1.00
0.87 0.46 8.44 0.52 1.00 0.99 1.01 1.01 0.96 1.00
1.20 12.65 49.28 2.54 1.00 1.02 1.03 1.04 1.12 1.00
Log-Likelihood = -53.621 Test that all slopes are zero: G = 225.453, DF = 10, P-Value = 0.000 Goodness-of-Fit Tests Method Chi-Square Pearson 71967.015 Deviance 107.242 Hosmer-Lemeshow 56.086
DF 263 263 8
P 0.000 1.000 0.000
Table of Observed and Expected Frequencies: (See Hosmer-Lemeshow Test for the Pearson Chi-Square Statistic)
Value 1 Obs Exp 0 Obs Exp Total
1
2
0 0.1
Group 5 6
3
4
0 0.9
8 11.1
25 21.4
26 24.7
27 26.9
27 26.1
20 16.9
2 5.6
2 3.3
27
27
28
27
28
7
8
9
26 25.6
26 26.5
28 27.8
27 26.9
27 28.0
193
1 1.4
1 0.5
0 0.2
0 0.1
1 0.0
81
27
27
28
27
10
28
Measures of Association: (Between the Response Variable and Predicted Probabilities) Pairs Concordant Discordant Ties Total
Number 15106 521 6 15633
Percent 96.6% 3.3% 0.0% 100.0%
Summary Measures Somers' D Goodman-Kruskal Gamma Kendall's Tau-a
0.93 0.93 0.39
Total
274
193
Lampiran 2. Program Estimasi Model Ekonomi Rumahtangga Petani SITT dengan Persamaan Simultan Metoda 2SLS TITLE 'Sistem Integrasi Padi-Sapi'; DATA EKONRT; SET EKONRT; JTKDP = JTKDP1+JTKDP2+JTKDP3; JTKP = JTKDP+JTKLP; JTKDS = JTKDS1+JTKDS2+JTKDS3; JTKDI = JTKDP+JTKDS; JTKDNI = JTKDJG+JTKDKT+JTKDKD; JTKDT = JTKDI+JTKDNI; JTKLNI = JTKLJG+JTKLKT+JTKLKD; JTKNI = JTKDNI+JTKLNI; JTK = JTKP+JTKDS+JTKNI; JCKDT = JCKDT1+JCKDT2+JCKDT3; JCKDN = JCKDN1+JCKDN2+JCKDN3; JCK = JCKDT+JCKDN; BTKLI2 = TKLP*UTK; BTKLJG = TKLJG*UTK; BTKLKT = TKLKT*UTK; BTKLKD = TKLKD*UTK; BTKLNI2 = BTKLJG+BTKLKT+BTKLKD; BTK2 = BTKLI2+BTKLNI2; BSP = JBP*HBP+JPU*HPU+JPK*HPK+JPS*HPS+JK*HK+JO*HO; BSK = JKTR*HKTR+JPR*HPR+JSG*HSG+JKA*HKA; BSS = JBS*HBS+JFN*HJFN+JKO*HKO+JOS*HOS; PUP = PROP*HG; PUK = PROK*HK; PUS = PROS*HSH; PUI = PUP+PUK+PUS; PUJG = PROJG*HJG; PUKT = PROKT*HKT; PUKD = PROKD*HKD; PNI = PUJG+PUKT+PUKD; PUT = PUI+PNI; PUB = (JCK*UTK/8); PUL = PUL1+PUL2; PLU = PUB+PUL; PT = PUTS+PLU; PDP2 = PUP-BSP-BTKLI2-BL-KRET; PDK2 = PUK-BSK; PDS2 = PUS-BSS-KRES; PDUI2 = PDP2+PDK2+PDS2; PDJG2 = PUJG-BTKLJG; PDKT2 = PUKT-BTKLKT; PDKD2 = PUKD-BTKLKD; PDNI2 = PDJG2+PDKT2+PDKD2; PDUT2 = PDUI2+PDNI2; PDT2 = PDUT2+PLU; PDD2 = PDT2-PI; NKONSp = KONSp*HG; KT = KP+KNP; SPP = PROP-KONSp; NSPP = SPP*HG; IS = INVP+INVK; INV = IS+IP;
194
EXP LABEL
= KT + INV; LAP PP PROP PROK PROS PROJG PROKT PROKD JTKDP1 JTKDP2 JTKDP3 JTKDP TKLP JTKLP JTKP JTKDS1 JTKDS2 JTKDS3 JTKDS JTKDI JTKDJG JTKDKT JTKDKD JTKDNI JTKDT JTKLJG1 JTKLJG2 JTKLJG JTKLKT1 JTKLKT2 JTKLKT JTKLKD1 JTKLKD2 JTKLKD JTKLNI JTKNI JTK CKDT1 CKDT2 CKDT3 JCKDT1 JCKDT2 JCKDT3 JCKDT CKDN1 CKDN2 CKDN3 JCKDN1 JCKDN2 JCKDN3 JCKDN JCK BTKLI2 BTKLJG BTKLKT
= = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = =
'Luas areal panen' 'Produktivitas padi' 'Produksi padi' 'Produksi kompos' 'Produksi sapi' 'Produksi jagung' 'Produksi kc tanah' 'Produksi kedelai' 'TK1 dalam padi (jam)' 'TK2 dalam padi (jam)' 'TK3 dalam padi (jam)' 'TK dalam padi (jam)' 'TK luar padi' 'TK luar padi (jam)' 'Total TK padi (jam)' 'TK1 dalam sapi (jam)' 'TK2 dalam sapi (jam)' 'TK3 dalam sapi (jam)' 'TK dalam sapi (jam)' 'Ttl TK dalam integr (jam)' 'TK dalam jagung (jam)' 'TK dalam kc tanah (jam)' 'TK dalam kedelai (jam)' 'Total TK dalam non integ (jam)' 'Ttl TK dalam ush tani (jam)' 'TK1 luar jagung (jam)' 'TK2 luar jagung (jam)' 'TK luar jagung (jam)' 'TK1 luar kc tanah (jam)' 'TK2 luar kc tanah (jam)' 'TK luar kc.tanah (jam)' 'TK1 luar kedelai (jam)' 'TK2 luar kedelai (jam)' 'TK luar kedelai (jam)' 'Ttl TK luar noninteg (jam)' 'Ttl TK noninteg (jam)' 'Total TK (jam)' 'Curahan TK dlm brh tani (KK)' 'Curahan TK dlm brh tani (istri)' 'Curahan TK dlm brh tani (anak)' 'Crhan TK1 dlm brh tani (jam)' 'Crhan TK2 dlm brh tani (jam)' 'Crhan TK2 dlm brh tani (jam)' 'Ttl crhan TK dlm brh tani (jam)' 'Crhan TK dlm brh nontani (KK)' 'Crhan TK dlm brh nontani (istri)' 'Crhan TK dlm brh nontani (anak)' 'Crhan TK1 dlm brh nontani (jam)' 'Crhan TK2 dlm brh nontani (jam)' 'Crhan TK3 dlm brh nontani (jam)' 'Ttl crhan TK dlm brh nontani (jam)' 'Total crhan TK dalam kel (jam)' 'Biaya TK ush padi' 'Biaya TK luar jagung' 'Biaya TK luar kc.tanah'
195
BTKLKD BTKLNI2 BTK2 BL HG HJG HKD HKT HSH HK JBP JPU JPS JPK JO HBP HPU HPS HPK HO JK JKTR JSG JPR JKA HKTR HSG HKA HPR JBS JFN JKO JOS HBS HJFN HKO HOS BSP BSK BSS PUP PUK PUS PUI PUJG PUKT PUKD PNI PUT PUBT1 PUBT2 PUBT3 PUBT PUTS PUBN1 PUBN2 PUBN3
= = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = =
'Biaya TK luar kedelai' 'Biaya TK luar non integ' 'Biaya TK' 'Biaya lain' 'Harga gabah' 'Harga jagung' 'Harga kedelai' 'Harga kacang tanah' 'Harga sapi hidup' 'Harga kompos' 'Jumlah benih padi' 'Jumlah pupuk urea' 'Jumlah pupuk SP-36' 'Jumlah pupuk KCL' 'Jumlah obat' 'Harga benih padi' 'Harga pupuk urea' 'Harga pupuk SP-36' 'Harga pupuk KCl' 'Harga obat' 'Jumlah kompos' 'Jumlah kotoran ternak' 'Jumlah serbuk gergaji' 'Jumlah probion' 'Jumlah kapur' 'Harga kotoran ternak' 'Harga serbuk gergaji' 'Harga kapur' 'Harga probion' 'Jumlah bakalan sapi' 'Jumlah jerami nonfermen' 'Jumlah konsentrat' 'Jumlah obat sapi' 'Harga bakalan sapi' 'Harga jerami nonfermen' 'Harga konsentrat' 'Harga obat sapi' 'Biaya sarana padi' 'Biaya sarana kompos' 'Biaya sarana sapi' 'Penerimaan padi' 'Penerimaan kompos' 'Penerimaan sapi' 'Penerimaan integrasi' 'Penerimaan jagung' 'Penerimaan kc tanah' 'Penerimaan kedelai' 'Penerimaan noninteg' 'Penerimaan ushtani' 'Penerimaan buruh tani (KK)' 'Penerimaan buruh tani (istri)' 'Penerimaan buruh tani (anak)' 'Penerimaan buruh tani' 'Penerimaan ushtani keluarga' 'Penerimaan buruh nontani (KK)' 'Penerimaan buruh nontani (istri)' 'Penerimaan buruh nontani (anak)'
196
PUBN PUB PUL1 PUL2 PUL PLU PT PDP2 PDK2 PDS2 PDUI2 PDJG2 PDKT2 PDKD2 PDNI2 PDUT2 PDTS2 PDT2 PDD2 KP KNP KT KONSp NKONSp SPP NSPP IS IP INV TAB UTK UTK1 JKRET JKRES KRET KRES SBT SBS JAK AKK ED UM PI JAS EXP
= = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = =
'Penerimaan buruh non tani' 'Total penerimaan ush buruh' 'Penerimaan ush lain (tetap)(KK)' 'Penerimaan ush lain (tetap)(istri)' 'Penerimaan ush lain (tetap)' 'Total penerimaan ush diluar tani' 'Penerimaan total' 'Pendptan padi' 'Pendptan kompos' 'Pendptan sapi' 'Pendptan integrasi' 'Pendptan jagung' 'Pendptan kc tanah' 'Pendptan kedelai' 'Pendptan noninteg' 'Pendptan ushatani' 'Pendptan ushatani sndiri' 'Pendptan total' 'Pendptan petani disposable' 'Konsumsi pangan' 'Konsumsi non pangan' 'Konsumsi total' 'Konsumsi padi' 'Nilai konsumsi padi' 'Surplus padi' 'Nilai surplus padi' 'Investasi sumberdaya' 'Investasi produksi' 'Investasi total' 'Tabungan' 'Upah tenaga kerja' 'Rasio upah to gabah' 'Kredit usahatani diterima' 'Kredit usahasapi diterima' 'Cicilan kredit usahatani' 'Cicilan kredit usahasapi' 'Suku bunga kredit usahatani' 'Suku bunga kredit usahasapi' 'Jumlah anggota kel' 'Angkatan kerja keluarga' 'Pendidikan' 'Umur' 'Pajak/iuran tahunan' 'Jumlah anak sekolah' 'Pengeluaran'
RUN; PROC SYSLIN 2SLS DATA = EKONRT SIMPLE OUTEST=A; ENDOGENOUS LAP PROP PROK PROS JTKDP JTKLP JTKDS JCK JBP JPU JPS JPK JO JK JBS JFN JKO JOS KP KNP KT KONSp SPP IS IP INV TAB KRET KRES; INSTRUMENTS
HG HK HSH HBP HPU HPK HPS HO HBS HJFN HKO HOS HKTR HKA HSG HPR JKTR JKA JSG JPR UTK JAK ED UM JKRET JKRES SBT SBS;
197
MODEL LAP MODEL PROP MODEL PROK MODEL PROS MODEL JTKDP MODEL JTKLP MODEL JTKDS MODEL JCK MODEL JBP MODEL JPU MODEL JPS MODEL JPK MODEL JO MODEL JK MODEL JBS MODEL JFN MODEL JKO MODEL JOS MODEL KP MODEL KNP IDENTITY KT MODEL KONSp IDENTITY SPP MODEL IS MODEL IP IDENTITY INV MODEL TAB MODEL KRET MODEL KRES RUN;
= = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = =
JBP JPU JO JK JTKDP; HG LAP; JKTR JPR JTKDS PDUT2; HSH JFN JBS JKO JOS; JTKDS JCK UTK EXP; JTKDS JCK UTK PUT; JTKDP JCK UM EXP; JTKDP JTKDS ED UTK; PDUT2 JKRET JTKP; PDUT2 JTKDP JKRET JK; HPS PUT JTKDP; HPK PUT JTKDP JKRET JK; HO PUT JKRET JTKDP; HK PUT JTKDS ; HBS PUT JTKDS JKRES; HJFN PUT JTKDS; HKO PUT JKRES JTKDS; HOS PUT JKRES JTKDS; PDT2 SPP JAK; PDT2 SPP JAK; KP + KNP; HG PDT2 JAK; PROP - KONSp; PDT2 TAB JAS ; PDUT2 PLU / NOINT; IS + IP; PDUT2 PLU SPP INV / NOINT ; SPP SBT ; PDUT2 SBS / NOINT;
198
Lampiran 3.
Hasil Pendugaan Model Ekonomi Rumahtangga Petani SITT dengan Persamaan Simultan Metoda 2SLS Sistem Integrasi Padi-Sapi SYSLIN Procedure Descriptive Statistics
Variables INTERCEP HG HK HSH HBP HPU HPK HPS HO HBS HJFN HKO HOS HKTR HKA HSG HPR JKTR JKA JSG JPR UTK JAK ED UM JKRET JKRES SBT SBS PDUT2 EXP PUT JTKP PDT2 JAS PLU LAP PROP PROK PROS JTKDP JTKLP JTKDS JCK JBP JPU JPS JPK JO JK JBS JFN JKO JOS KP
Sum
Mean
Uncorrected SS
274 468410 78375 4348403 985845 339680 728600 439520 31704 5388754 8090 251035 799559 5995 58915 20270 1054950 2555044 230.264 485.269 76.26 5168000 1059 1847 13294 210043260.18 534100000.08 5349 2580 3790186137 1992073762.3 5653167878 301266.912 5084731000.1 206 1294544863.1 1041850 1519700 336530.089 160690.033 196032.412 105234.5 89586.485 252629.026 9203 86811.003 39127.071 15528.132 326046.09 519189.089 35930.048 1329207.056 249614.047 2782.124 1315433000
1 1709.5255474 286.04014599 15870.083942 3597.9744526 1239.7080292 2659.1240876 1604.0875912 115.7080292 19666.985401 29.525547445 916.18613139 2918.0985401 21.879562044 215.01824818 73.97810219 3850.1824818 9324.9781022 0.840379562 1.7710547445 0.2783211679 18861.313869 3.8649635036 6.7408759124 48.518248175 766581.24153 1949270.0733 19.52189781 9.4160583942 13832796.12 7270342.1981 20631999.555 1099.5142774 18557412.409 0.7518248175 4724616.2888 3802.3722628 5546.350365 1228.2120036 586.45997445 715.44675912 384.06751825 326.95797445 922.00374453 33.587591241 316.8284781 142.7995292 56.672014599 1189.9492336 1894.8506898 131.13156204 4851.1206423 911.00017153 10.153737226 4800850.365
274 811251350 24140625 70139789275 3622473525 424726000 1952060000 712571950 4178318 107144798554 245750 242588225 3260934163 132775 12940225 1502050 4074077500 36643536294 7600.000264 65725.000269 618.00026 102648000000 4521 15577 672288 8.1222729E14 1.543655E15 112827 26304 8.607534E16 1.9401507E16 1.6124686E17 499802369.02 1.3313203E17 324 1.3460836E16 7487350000 18925390276 1243862700 144874600 181072005.69 102662889.35 37327132.221 496776174.39 534203 65204115 20279293 4465730.0001 1167468372 3204570117 7802600 13496978269 448945748 114438.00012 8.1258709E15
Intercept Harga gabah Harga kompos Harga sapi hidup Harga benih padi Harga pupuk urea Harga pupuk KCl Harga pupuk SP-36 Harga obat Hrga bakalan sapi Hrga jerami segar Harga konsentrat Harga obat sapi Hrg kotoran sapi Harga kapur Hrg serbuk grgaji Harga probion Jml kotoran sapi Jumlah kapur Jml serbuk grgaji Jumlah probion Upah tenaga kerja Jmlah anggota kel Pendidikan Umur Kredit usahatani Kredit usahasapi Bunga kred ushtni Bunga kred ushspi Pendptan ushatani Pengeluaran RUN Penerimaan ushtni TK padi (jam) Pendptan total Jmlh anak sekolah Pnrman ushlar tni Luas areal panen Produksi padi Produksi kompos Produksi sapi TK kel padi (jam) TK lar padi (jam) TK kel sapi (jam) Crhn TK kel (jam) Jumlah benih padi Jumlah pupuk urea Jmlah pupuk SP-36 Jumlah pupuk KCL Jumlah obat Jumlah kompos Jmlh bakalan sapi Jmlh jerami segar Jumlah konsentrat Jumlah obat sapi Konsumsi pangan
199
KNP KT KONSP SPP IS IP INV TAB KRET KRES
479193000 1794626000 313823.039 1205876.961 137440860.27 60006902.008 197447762.28 17881200.219 47897951.18 46693000.081
1748879.562 6549729.927 1145.3395584 4401.0108066 501608.97909 219003.292 720612.27109 65259.854814 174810.0408 170412.40905
2.1253178E15 1.5907505E16 766163767 14316342905 2.2550418E14 3.8654036E13 3.2983925E14 9.1273486E12 4.9305315E13 1.2219913E13
Konsmi non pangan Konsumsi total Konsumsi padi Surplus padi Invests smberdaya Investasi prduksi Investasi total Tabungan Cclan kred ushtni Cclan kred ushspi
200
Sistem Integrasi Padi-Sapi SYSLIN Procedure Descriptive Statistics Variables INTERCEP HG HK HSH HBP HPU HPK HPS HO HBS HJFN HKO HOS HKTR HKA HSG HPR JKTR JKA JSG JPR UTK JAK ED UM JKRET JKRES SBT SBS PDUT2 EXP PUT JTKP PDT2 JAS PLU LAP PROP PROK PROS JTKDP JTKLP JTKDS JCK JBP JPU JPS JPK JO JK JBS JFN JKO JOS KP KNP KT
Variance
Std Deviation
0 38434.023154 6308.5295179 4140178.2164 276294.5085 13267.313708 53561.134729 27631.398893 1867.8045507 4264660.454 25.23194567 46129.815045 3398323.1221 5.8865404668 997.89343868 9.2083099382 45155.644234 46951673.787 27.130004046 237.60279232 2.1859907976 18947728.67 1.5677789364 11.452755274 99.950215235 2.3853922E12 1.840842E12 30.785233015 7.3647228684 1.2324714E14 1.8016296E13 1.6340918E14 617417.9413 1.4202412E14 0.6195021523 2.6903328E13 12915195.817 38449090.206 3042243.2421 185481.05257 149528.39503 228006.35934 29436.324348 966488.15545 824.52892971 138094.9342 53816.724111 13134.503578 2855275.0077 8134741.0754 11322.478687 25819906.526 811528.60207 315.71078424 6.6325053E12 4.7152636E12 1.5213146E13
0 196.04597204 79.42625207 2034.7427888 525.63724041 115.18382572 231.43278663 166.22694996 43.218104432 2065.1054341 5.0231410163 214.77852557 1843.454128 2.4262193773 31.589451383 3.0345197212 212.49857466 6852.1291426 5.2086470456 15.41436967 1.4785096542 4352.8988812 1.2521097941 3.3841919677 9.9975104519 1544471.496 1356776.3098 5.5484441977 2.7138022898 11101672.624 4244560.7427 12783159.999 785.75946784 11917387.175 0.7870845903 5186841.785 3593.7718092 6200.7330378 1744.2027526 430.67511255 386.68901592 477.5001145 171.57017325 983.1012946 28.714611781 371.61126759 231.98431868 114.60586188 1689.7559018 2852.1467486 106.40713645 5081.3292086 900.8488231 17.768252144 2575365.0795 2171465.7623 3900403.3632
Intercept Harga gabah Harga kompos Harga sapi hidup Harga benih padi Harga pupuk urea Harga pupuk KCl Harga pupuk SP-36 Harga obat Harga bakalan sapi Harga jerami nonfermen Harga konsentrat Harga obat sapi Harga kotoran ternak Harga kapur Harga serbuk gergaji Harga probion Jumlah kotoran ternak Jumlah kapur Jumlah serbuk gergaji Jumlah probion Upah tenaga kerja Jumlah anggota kel Pendidikan Umur Kredit usahatani diterima Kredit usahasapi diterima Bunga kredit usahatani Bunga kredit usahasapi Pendptan ushatani Pengeluaran RUN Penerimaan ushtani Total TK padi (jam) Pendptan total Jumlah anak sekolah Pnerimaan ush diluar tani Luas areal panen Produksi padi Produksi kompos Produksi sapi TK dalam padi (jam) TK luar padi (jam) TK dalam sapi (jam) Crhan TK dalam kel (jam) Jumlah benih padi Jumlah pupuk urea Jumlah pupuk SP-36 Jumlah pupuk KCL Jumlah obat Jumlah kompos Jumlah bakalan sapi Jumlah jerami nonfermen Jumlah konsentrat Jumlah obat sapi Konsumsi pangan Konsumsi non pangan Konsumsi total
201
KONSP SPP IS IP INV TAB KRET KRES
1489852.8428 33000972.046 573489397083 93451748429 687018198372 29159062673 149935064236 15614821869
1220.5952822 5744.6472516 757290.82728 305698.78709 828865.60936 170760.2491 387214.49384 124959.28084
Konsumsi padi Surplus padi Investasi sumberdaya Investasi produksi Investasi total Tabungan Cicilan kredit usahatani Cicilan kredit usahasapi
202
Sistem Integrasi Padi-Sapi SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model: LAP Dependent variable: LAP Luas areal panen Analysis of Variance Source
DF
Model Error C Total
Sum of Squares
Mean Square
5 1065426489.9 213085297.97 268 515963550.16 1925237.1274 273 3525848458.0 Root MSE Dep Mean C.V.
1387.52914 3802.37226 36.49114
F Value
Prob>F
110.680
0.0001
R-Square Adj R-SQ
0.6737 0.6676
Parameter Estimates Variable
DF
INTERCEP JBP JPU JO JK JTKDP
1 1 1 1 1 1
Parameter Estimate -197.025007 50.369438 2.050522 0.472931 0.373891 0.540519
Standard Error 314.726007 16.135092 1.256262 0.169420 0.081985 0.587597
Variable Label
Variable
DF
INTERCEP JBP
1 1
Intercept Jumlah benih padi
JPU JO JK JTKDP
1 1 1 1
Jumlah pupuk urea Jumlah obat Jumlah kompos TK dalam padi (jam)
T for H0: Parameter=0
Prob > |T|
-0.626 3.122 1.632 2.791 4.560 0.920
0.5318 0.0020 0.1038 0.0056 0.0001 0.3585
203
Sistem Integrasi Padi-Sapi SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model: PROP Dependent variable: PROP Produksi padi Analysis of Variance Source
DF
Model Error C Total
Sum of Squares
Mean Square
2 3465024716.8 1732512358.4 271 2933719477.0 10825533.126 273 10496601626 Root MSE Dep Mean C.V.
3290.21779 5546.35036 59.32221
F Value
Prob>F
160.039
0.0001
R-Square Adj R-SQ
0.5415 0.5381
Parameter Estimates Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
T for H0: Parameter=0
Prob > |T|
INTERCEP HG LAP
1 1 1
-3429.801438 1.285681 1.782636
1971.119010 1.060771 0.102207
-1.740 1.212 17.441
0.0830 0.2266 0.0001
Variable
DF
INTERCEP HG LAP
1 1 1
Variable Label Intercept Harga gabah Luas areal panen
204
Sistem Integrasi Padi-Sapi SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model: PROK Dependent variable: PROK Produksi kompos Analysis of Variance Source
DF
Model Error C Total
Sum of Squares
Mean Square
4 113868524.03 28467131.007 269 744478721.77 2767578.8913 273 830532405.10 Root MSE Dep Mean C.V.
1663.60419 1228.21200 135.44927
F Value
Prob>F
10.286
0.0001
R-Square Adj R-SQ
0.1327 0.1198
Parameter Estimates Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
T for H0: Parameter=0
Prob > |T|
INTERCEP JKTR JPR JTKDS PDUT2
1 1 1 1 1
-174.319923 0.035477 230.338356 2.183550 0.000021230
409.840010 0.019284 69.334350 1.339000 0.000009891
-0.425 1.840 3.322 1.631 2.146
0.6709 0.0669 0.0010 0.1041 0.0327
Variable Variable
DF
INTERCEP JKTR JPR JTKDS PDUT2
1 1 1 1 1
Label Intercept Jumlah kotoran ternak Jumlah probion TK dalam sapi (jam) Pendptan ushatani
205
Sistem Integrasi Padi-Sapi SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model: PROS Dependent variable: PROS Produksi sapi Analysis of Variance Source
DF
Model Error C Total
Sum of Squares
Mean Square
5 38879477.412 7775895.4823 268 29819489.888 111266.75331 273 50636327.352 Root MSE Dep Mean C.V.
333.56671 586.45997 56.87800
F Value
Prob>F
69.885
0.0001
R-Square Adj R-SQ
0.5659 0.5578
Parameter Estimates Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
T for H0: Parameter=0
Prob > |T|
INTERCEP HSH JFN JBS JKO JOS
1 1 1 1 1 1
-138.053211 0.003949 0.051573 1.762533 0.107620 8.123505
164.246097 0.010066 0.007991 0.423796 0.053165 3.253157
-0.841 0.392 6.454 4.159 2.024 2.497
0.4014 0.6951 0.0001 0.0001 0.0439 0.0131
Variable
DF
INTERCEP HSH JFN JBS JKO JOS
1 1 1 1 1 1
Variable Label Intercept Harga sapi hidup Jumlah jerami nonfermen Jumlah bakalan sapi Jumlah konsentrat Jumlah obat sapi
206
Sistem Integrasi Padi-Sapi SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model: JTKDP Dependent variable: JTKDP TK dalam padi (jam) Analysis of Variance Source
DF
Model Error C Total
Sum of Squares
Mean Square
4 9446092.6981 2361523.1745 269 46764727.884 173846.57206 273 40821251.844 Root MSE Dep Mean C.V.
416.94912 715.44676 58.27815
F Value
Prob>F
13.584
0.0001
R-Square Adj R-SQ
0.1680 0.1557
Parameter Estimates Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
T for H0: Parameter=0
Prob > |T|
INTERCEP JTKDS JCK UTK EXP
1 1 1 1 1
1362.720167 -1.378069 -0.296539 -0.000717 0.000012411
145.770686 0.272457 0.059841 0.006069 0.000005996
9.348 -5.058 -4.955 -0.118 2.070
0.0001 0.0001 0.0001 0.9060 0.0394
Variable
DF
INTERCEP JTKDS JCK UTK EXP
1 1 1 1 1
Variable Label Intercept TK dalam sapi (jam) Total crhan TK dalam kel (jam) Upah tenaga kerja Pengeluaran RUN
207
Sistem Integrasi Padi-Sapi SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model: JTKLP Dependent variable: JTKLP TK luar padi (jam) Analysis of Variance Source
DF
Model Error C Total
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Prob>F
8.101
0.0001
4 8471704.4669 2117926.1167 269 70329199.028 261446.83653 273 62245736.101 Root MSE Dep Mean C.V.
511.31872 384.06752 133.13251
R-Square Adj R-SQ
0.1075 0.0942
Parameter Estimates Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
T for H0: Parameter=0
Prob > |T|
INTERCEP JTKDS JCK UTK PUT
1 1 1 1 1
948.221442 -1.390172 -0.214911 -0.000726 0.000004954
179.177023 0.334497 0.074153 0.007444 0.000002471
5.292 -4.156 -2.898 -0.098 2.005
0.0001 0.0001 0.0041 0.9224 0.0459
Variable
DF
INTERCEP JTKDS JCK UTK PUT
1 1 1 1 1
Variable Label Intercept TK dalam sapi (jam) Total crhan TK dalam kel (jam) Upah tenaga kerja Penerimaan ushtani
208
Sistem Integrasi Padi-Sapi SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model: JTKDS Dependent variable: JTKDS TK dalam sapi (jam) Analysis of Variance Source
DF
Model Error C Total
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Prob>F
8.070
0.0001
4 923009.13519 230752.28380 269 7691587.4406 28593.26186 273 8036116.5470 Root MSE Dep Mean C.V.
169.09542 326.95797 51.71779
R-Square Adj R-SQ
0.1071 0.0939
Parameter Estimates Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
T for H0: Parameter=0
Prob > |T|
INTERCEP JTKDP JCK UM EXP
1 1 1 1 1
377.520515 -0.206860 -0.048985 2.375223 0.000003763
91.181893 0.047821 0.029536 1.137337 0.000002501
4.140 -4.326 -1.658 2.088 1.504
0.0001 0.0001 0.0984 0.0377 0.1337
Variable
DF
INTERCEP JTKDP JCK UM EXP
1 1 1 1 1
Variable Label Intercept TK dalam padi (jam) Total crhan TK dalam kel (jam) Umur Pengeluaran RUN
209
Sistem Integrasi Padi-Sapi SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model: JCK Dependent variable: JCK Total crhan TK dalam kel (jam) Analysis of Variance Source
DF
Model Error C Total
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Prob>F
5.849
0.0002
4 20505661.754 5126415.4386 269 235776600.19 876492.93750 273 263851266.44 Root MSE Dep Mean C.V.
936.21202 922.00374 101.54102
R-Square Adj R-SQ
0.0800 0.0663
Parameter Estimates Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
T for H0: Parameter=0
Prob > |T|
INTERCEP JTKDP JTKDS ED UTK
1 1 1 1 1
1572.824803 -1.023292 -1.504072 29.569819 0.019815
462.253643 0.250454 0.694261 16.843170 0.013277
3.403 -4.086 -2.166 1.756 1.492
0.0008 0.0001 0.0312 0.0803 0.1367
Variable
DF
INTERCEP JTKDP JTKDS ED UTK
1 1 1 1 1
Variable Label Intercept TK dalam padi (jam) TK dalam sapi (jam) Pendidikan Upah tenaga kerja
210
Sistem Integrasi Padi-Sapi SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model: JBP Dependent variable: JBP Jumlah benih padi Analysis of Variance Source
Sum of Squares
Mean Square
3 90715.77715 270 134380.62066 273 225096.39781
30238.59238 497.70600
DF
Model Error C Total
Root MSE Dep Mean C.V.
22.30933 33.58759 66.42133
F Value
Prob>F
60.756
0.0001
R-Square Adj R-SQ
0.4030 0.3964
Parameter Estimates Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
T for H0: Parameter=0
Prob > |T|
INTERCEP PDUT2 JKRET JTKP
1 1 1 1
5.513279 0.000001451 0.000001968 0.005912
2.744747 0.000000124 0.000000913 0.001780
2.009 11.706 2.155 3.321
0.0456 0.0001 0.0321 0.0010
Variable
DF
INTERCEP PDUT2 JKRET JTKP
1 1 1 1
Variable Label Intercept Pendptan ushatani Kredit usahatani diterima Total TK padi (jam)
211
Sistem Integrasi Padi-Sapi SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model: JPU Dependent variable: JPU Jumlah pupuk urea Analysis of Variance Source
DF
Model Error C Total
Sum of Squares
Mean Square
4 17582061.941 4395515.4853 269 24948834.373 92746.59618 273 37699917.037 Root MSE Dep Mean C.V.
304.54326 316.82848 96.12244
F Value
Prob>F
47.393
0.0001
R-Square Adj R-SQ
0.4134 0.4047
Parameter Estimates Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
T for H0: Parameter=0
Prob > |T|
INTERCEP PDUT2 JTKDP JKRET JK
1 1 1 1 1
-181.725404 0.000017089 0.426232 0.000002589 -0.023624
57.686683 0.000001776 0.078315 0.000012680 0.012215
-3.150 9.625 5.443 0.204 -1.934
0.0018 0.0001 0.0001 0.8384 0.0542
Variable
DF
INTERCEP PDUT2 JTKDP JKRET JK
1 1 1 1 1
Variable Label Intercept Pendptan ushatani TK dalam padi (jam) Kredit usahatani diterima Jumlah kompos
212
Sistem Integrasi Padi-Sapi SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model: JPS Dependent variable: JPS Jumlah pupuk SP-36 Analysis of Variance Source
DF
Model Error C Total
Sum of Squares
Mean Square
3 4726400.3758 1575466.7919 270 12126041.014 44911.26301 273 14691965.682 Root MSE Dep Mean C.V.
211.92278 142.79953 148.40579
F Value
Prob>F
35.080
0.0001
R-Square Adj R-SQ
0.2805 0.2725
Parameter Estimates Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
T for H0: Parameter=0
Prob > |T|
INTERCEP HPS PUT JTKDP
1 1 1 1
-174.260472 -0.017930 0.000006022 0.309705
130.253998 0.077720 0.000001090 0.052700
-1.338 -0.231 5.527 5.877
0.1821 0.8177 0.0001 0.0001
Variable
DF
INTERCEP HPS PUT JTKDP
1 1 1 1
Variable Label Intercept Harga pupuk SP-36 Penerimaan ushtani TK dalam padi (jam)
213
Sistem Integrasi Padi-Sapi SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model: JPK Dependent variable: JPK Jumlah pupuk KCL Analysis of Variance Source
DF
Model Error C Total
Sum of Squares
Mean Square
5 1428824.8551 285764.97102 268 2809733.7010 10484.08097 273 3585719.4767 Root MSE Dep Mean C.V.
102.39180 56.67201 180.67436
F Value
Prob>F
27.257
0.0001
R-Square Adj R-SQ
0.3371 0.3247
Parameter Estimates Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
T for H0: Parameter=0
Prob > |T|
INTERCEP HPK PUT JTKDP JKRET JK
1 1 1 1 1 1
-23.444003 -0.025749 0.000002687 0.174422 0.000002810 -0.017835
76.100055 0.028183 0.000000528 0.026493 0.000004294 0.004293
-0.308 -0.914 5.091 6.584 0.654 -4.155
0.7583 0.3617 0.0001 0.0001 0.5134 0.0001
Variable
DF
INTERCEP HPK PUT JTKDP JKRET JK
1 1 1 1 1 1
Variable Label Intercept Harga pupuk KCl Penerimaan ushtani TK dalam padi (jam) Kredit usahatani diterima Jumlah kompos
214
Sistem Integrasi Padi-Sapi SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model: JO Dependent variable: JO Jumlah obat Analysis of Variance Source
DF
Model Error C Total
Sum of Squares
Mean Square
4 352958042.89 88239510.723 269 618030245.56 2297510.2066 273 779490077.09 Root MSE Dep Mean C.V.
1515.75401 1189.94923 127.37972
F Value
Prob>F
38.407
0.0001
R-Square Adj R-SQ
0.3635 0.3540
Parameter Estimates Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
T for H0: Parameter=0
Prob > |T|
INTERCEP HO PUT JKRET JTKDP
1 1 1 1 1
-1699.351012 -2.388130 0.000044672 0.000052707 3.079976
308.796145 2.674516 0.000007861 0.000063800 0.471582
-5.503 -0.893 5.683 0.826 6.531
0.0001 0.3727 0.0001 0.4095 0.0001
Variable
DF
INTERCEP HO PUT JKRET JTKDP
1 1 1 1 1
Variable Label Intercept Harga obat Penerimaan ushtani Kredit usahatani diterima TK dalam padi (jam)
215
Sistem Integrasi Padi-Sapi SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model: JK Dependent variable: JK Jumlah kompos Analysis of Variance Source
DF
Model Error C Total
Sum of Squares
Mean Square
3 331649428.35 110549809.45 270 1909628254.7 7072697.2397 273 2220784313.6 Root MSE Dep Mean C.V.
2659.45431 1894.85069 140.35166
F Value
Prob>F
15.631
0.0001
R-Square Adj R-SQ
0.1480 0.1385
Parameter Estimates Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
T for H0: Parameter=0
Prob > |T|
INTERCEP HK PUT JTKDS
1 1 1 1
1172.300247 -6.304178 0.000075244 2.977050
837.980550 2.030948 0.000012633 1.732065
1.399 -3.104 5.956 1.719
0.1630 0.0021 0.0001 0.0868
Variable
DF
INTERCEP HK PUT JTKDS
1 1 1 1
Variable Label Intercept Harga kompos Penerimaan ushtani TK dalam sapi (jam)
216
Sistem Integrasi Padi-Sapi SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model: JBS Dependent variable: JBS Jumlah bakalan sapi Analysis of Variance Source
DF
Model Error C Total
Sum of Squares
Mean Square
4 625740.29055 156435.07264 269 3410125.8148 12677.04764 273 3091036.6815 Root MSE Dep Mean C.V.
112.59240 131.13156 85.86216
F Value
Prob>F
12.340
0.0001
R-Square Adj R-SQ
0.1550 0.1425
Parameter Estimates Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
T for H0: Parameter=0
Prob > |T|
INTERCEP HBS PUT JTKDS JKRES
1 1 1 1 1
132.515502 -0.009020 0.000001533 0.440576 0.000000172
68.786839 0.003359 0.000000535 0.087644 0.000006063
1.926 -2.685 2.867 5.027 0.028
0.0551 0.0077 0.0045 0.0001 0.9774
Variable
DF
INTERCEP HBS PUT JTKDS JKRES
1 1 1 1 1
Variable Label Intercept Harga bakalan sapi Penerimaan ushtani TK dalam sapi (jam) Kredit usahasapi diterima
217
Sistem Integrasi Padi-Sapi SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model: JFN Dependent variable: JFN Jumlah jerami nonfermen Analysis of Variance Source
DF
Model Error C Total
Sum of Squares
Mean Square
3 1426799925.6 475599975.21 270 9142451013.1 33860929.678 273 7048834481.7 Root MSE Dep Mean C.V.
5819.01449 4851.12064 119.95196
F Value
Prob>F
14.046
0.0001
R-Square Adj R-SQ
0.1350 0.1254
Parameter Estimates Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
T for H0: Parameter=0
Prob > |T|
INTERCEP HJFN PUT JTKDS
1 1 1 1
819.482353 -158.309383 0.000060423 22.813826
2308.692216 71.498777 0.000027769 3.835760
0.355 -2.214 2.176 5.948
0.7229 0.0277 0.0304 0.0001
Variable
DF
INTERCEP HJFN PUT JTKDS
1 1 1 1
Variable Label Intercept Harga jerami nonfermen Penerimaan ushtani TK dalam sapi (jam)
218
Sistem Integrasi Padi-Sapi SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model: JKO Dependent variable: JKO Jumlah konsentrat Analysis of Variance Source
DF
Model Error C Total
Sum of Squares
Mean Square
4 50993555.046 12748388.762 269 196555747.18 730690.50998 273 221547308.37 Root MSE Dep Mean C.V.
854.80437 911.00017 93.83142
F Value
Prob>F
17.447
0.0001
R-Square Adj R-SQ
0.2060 0.1942
Parameter Estimates Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
T for H0: Parameter=0
Prob > |T|
INTERCEP HKO PUT JKRES JTKDS
1 1 1 1 1
359.810095 -0.787396 0.000014438 0.000112 2.316111
322.302744 0.245820 0.000004072 0.000045619 0.670708
1.116 -3.203 3.546 2.445 3.453
0.2653 0.0015 0.0005 0.0151 0.0006
Variable
DF
INTERCEP HKO PUT JKRES JTKDS
1 1 1 1 1
Variable Label Intercept Harga konsentrat Penerimaan ushtani Kredit usahasapi diterima TK dalam sapi (jam)
219
Sistem Integrasi Padi-Sapi SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model: JOS Dependent variable: JOS Jumlah obat sapi Analysis of Variance Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
Model Error C Total
4 269 273
5264.39191 87566.02075 86189.04410
1316.09798 325.52424
Root MSE Dep Mean C.V.
18.04229 10.15374 177.69113
F Value
Prob>F
4.043
0.0034
R-Square Adj R-SQ
0.0567 0.0427
Parameter Estimates Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
T for H0: Parameter=0
Prob > |T|
INTERCEP HOS PUT JKRES JTKDS
1 1 1 1 1
-3.480684 -0.000496 0.000000178 0.000001248 0.027474
4.473622 0.000606 8.5705918E-8 0.000000971 0.014063
-0.778 -0.818 2.073 1.285 1.954
0.4372 0.4139 0.0391 0.1998 0.0518
Variable
DF
INTERCEP HOS PUT JKRES JTKDS
1 1 1 1 1
Variable Label Intercept Harga obat sapi Penerimaan ushtani Kredit usahasapi diterima TK dalam sapi (jam)
220
Sistem Integrasi Padi-Sapi SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model: KP Dependent variable: KP Konsumsi pangan Analysis of Variance Source
DF
Model Error C Total
Sum of Squares
Mean Square
3 4.3433442E14 1.4477814E14 270 1.4574709E15 5.3980405E12 273 1.8106739E15 Root MSE2323368.36192 Dep Mean4800850.36496 C.V. 48.39493
F Value
Prob>F
26.820
0.0001
R-Square Adj R-SQ
0.2296 0.2210
Parameter Estimates Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
T for H0: Parameter=0
Prob > |T|
INTERCEP PDT2 SPP JAK
1 1 1 1
1087945 0.070351 111.586904 495809
509990 0.012804 38.603438 113197
2.133 5.494 2.891 4.380
0.0338 0.0001 0.0042 0.0001
Variable
DF
INTERCEP PDT2 SPP JAK
1 1 1 1
Variable Label Intercept Pendptan total Surplus padi Jumlah anggota kel
221
Sistem Integrasi Padi-Sapi SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model: KNP Dependent variable: KNP Konsumsi non pangan Analysis of Variance Source
DF
Model Error C Total
Sum of Squares
Mean Square
3 2.0756942E14 6.9189806E13 270 1.1129503E15 4.1220382E12 273 1.287267E15 Root MSE2030280.33520 Dep Mean1748879.56204 C.V. 116.09035
F Value
Prob>F
16.785
0.0001
R-Square Adj R-SQ
0.1572 0.1478
Parameter Estimates Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
T for H0: Parameter=0
Prob > |T|
INTERCEP PDT2 SPP JAK
1 1 1 1
-103408 0.065749 37.992679 120297
445656 0.011189 33.733696 98918
-0.232 5.876 1.126 1.216
0.8167 0.0001 0.2611 0.2250
Variable
DF
INTERCEP PDT2 SPP JAK
1 1 1 1
Variable Label Intercept Pendptan total Surplus padi Jumlah anggota kel
222
Sistem Integrasi Padi-Sapi SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model: KONSP Dependent variable: KONSP Konsumsi padi Analysis of Variance Source
DF
Model Error C Total
Sum of Squares
Mean Square
3 74282497.243 24760832.414 270 332447328.85 1231286.4032 273 406729826.10 Root MSE Dep Mean C.V.
1109.63345 1145.33956 96.88249
F Value
Prob>F
20.110
0.0001
R-Square Adj R-SQ
0.1826 0.1736
Parameter Estimates Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
T for H0: Parameter=0
Prob > |T|
INTERCEP HG PDT2 JAK
1 1 1 1
2103.051392 -1.179757 0.000040488 79.626380
626.156851 0.345929 0.000005703 53.762172
3.359 -3.410 7.099 1.481
0.0009 0.0007 0.0001 0.1397
Variable
DF
INTERCEP HG PDT2 JAK
1 1 1 1
Variable Label Intercept Harga gabah Pendptan total Jumlah anggota kel
223
Sistem Integrasi Padi-Sapi SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model: IS Dependent variable: IS Investasi sumberdaya Analysis of Variance Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
Model Error
3 2.8891841E13 9.6306138E12 270 1.3158847E14 487364704590
C Total
273 1.5656261E14 Root MSE 698115.10841 Dep Mean 501608.97909 C.V. 139.17516
F Value
Prob>F
19.761
0.0001
R-Square Adj R-SQ
0.1800 0.1709
Parameter Estimates Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
T for H0: Parameter=0
Prob > |T|
INTERCEP PDT2 TAB JAS
1 1 1 1
38499 0.012689 -0.659151 359980
96212 0.003602 0.759767 53807
0.400 3.523 -0.868 6.690
0.6894 0.0005 0.3864 0.0001
Variable
DF
INTERCEP PDT2 TAB JAS
1 1 1 1
Variable Label Intercept Pendptan total Tabungan Jumlah anak sekolah
224
Sistem Integrasi Padi-Sapi SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model: IP Dependent variable: IP Investasi produksi Analysis of Variance Source
DF
Model Error U Total
Sum of Squares
Mean Square
2 8.6242648E12 4.3121324E12 272 3.0029772E13 110403571960 274 3.8654036E13 Root MSE 332270.32964 Dep Mean 219003.29200 C.V. 151.71933
F Value
Prob>F
39.058
0.0001
R-Square Adj R-SQ
0.2231 0.2174
NOTE: The NOINT option changes the definition of the R-Square statistic to: 1 - (Residual Sum of Squares/Uncorrected Total Sum of Squares). Parameter Estimates Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
T for H0: Parameter=0
Prob > |T|
1 1
0.003865 0.019018
0.001302 0.003293
2.968 5.776
0.0033 0.0001
PDUT2 PLU
Variable PDUT2 PLU
DF 1 1
Variable Label Pendptan ushatani Total penerimaan ush diluar tani
225
Sistem Integrasi Padi-Sapi SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model: TAB Dependent variable: TAB Tabungan Analysis of Variance Source
DF
Model Error U Total
Sum of Squares
Mean Square
4 1.4073003E12 351825063367 270 8.0020489E12 29637218290 274 9.1273486E12 Root MSE 172154.63482 Dep Mean 65259.85481 C.V. 263.79868
F Value
Prob>F
11.871
0.0001
R-Square Adj R-SQ
0.1496 0.1370
NOTE: The NOINT option changes the definition of the R-Square statistic to: 1 - (Residual Sum of Squares/Uncorrected Total Sum of Squares). Parameter Estimates Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
T for H0: Parameter=0
Prob > |T|
1 1 1 1
0.001013 0.005441 5.993774 -0.008161
0.001050 0.002091 2.787924 0.020448
0.964 2.602 2.150 -0.399
0.3359 0.0098 0.0325 0.6901
PDUT2 PLU SPP INV
Variable PDUT2 PLU SPP INV
DF 1 1 1 1
Variable Label Pendptan ushatani Total penerimaan ush diluar tani Surplus padi Investasi total
226
Sistem Integrasi Padi-Sapi SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model: KRET Dependent variable: KRET Cicilan kredit usahatani Analysis of Variance Source
DF
Model Error C Total
Sum of Squares
Mean Square
2 7.385832E12 3.692916E12 271 4.1906357E13 154636002588 273 4.0932273E13 Root MSE 393237.84481 Dep Mean 174810.04080 C.V. 224.95152
F Value
Prob>F
23.881
0.0001
R-Square Adj R-SQ
0.1498 0.1436
Parameter Estimates Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
T for H0: Parameter=0
Prob > |T|
INTERCEP SPP SBT
1 1 1
-261647 36.111582 14216
90524 6.019350 4290.273561
-2.890 5.999 3.314
0.0042 0.0001 0.0010
Variable
DF
INTERCEP SPP SBT
1 1 1
Variable Label Intercept Surplus padi Suku bunga kredit usahatani
227
Sistem Integrasi Padi-Sapi SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model: KRES Dependent variable: KRES Cicilan kredit usahasapi Analysis of Variance Source
DF
Model Error U Total
Sum of Squares
Mean Square
2 7.7842948E12 3.8921474E12 272 4.4356182E12 16307419802 274 1.2219913E13 Root MSE 127700.50823 Dep Mean 170412.40905 C.V. 74.93616
F Value
Prob>F
238.673
0.0001
R-Square Adj R-SQ
0.6370 0.6343
NOTE: The NOINT option changes the definition of the R-Square statistic to: 1 - (Residual Sum of Squares/Uncorrected Total Sum of Squares). Parameter Estimates Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
T for H0: Parameter=0
Prob > |T|
1 1
0.001348 15227
0.000700 1266.352515
1.925 12.024
0.0553 0.0001
PDUT2 SBS
Variable PDUT2 SBS
DF 1 1
Variable Label Pendptan ushatani Suku bunga kredit usahasapi
228
Lampiran 4.
Program Validasi Model Ekonomi Rumahtangga Petani SITT dengan Persamaan Simultan Metoda 2SLS
/* Database: SITT*/ DATA EKONHH; SET EKONHH; JTKDP JTKDS JCKDT JCKDN JCK BSP
= = = = = =
BSS PUT
= =
PLU PDP2 PDK2 PDS2 PDUT2
= = = = =
PDT2 SPP KT IS INV EXP
= = = = = =
JTKDP1 + JTKDP2 + JTKDP3; JTKDS1 + JTKDS2 + JTKDS3; JCKDT1 + JCKDT2 + JCKDT3; JCKDN1 + JCKDN2 + JCKDN3; JCKDT + JCKDN; (JBP*HBP) + (JPU*HPU) + (JPK*HPK) + (JPS*HPS) + (JK*HK) + (JO*HO) + KRET; (JBS*HBS) + (JFN*HJFN) + (JKO*HKO) + (JOS*HOS) + KRES; (PROP*HG) + (PROK*HK) + (PROS*HSH) + (PROJG*HJG) + (PROKT*HKT) + PROKD*HKD); (JCK*UTK/8) + (PUL1 + PUL2); (PROP*HG) - BSP - (TKLP*UTK) - BL; (PROK*HK) - (JKTR*HKTR) - (JPR*HPR) - (JSG*HSG) - (JKA*HKA); (PROS*HSH) - BSS; (PDP2 + PDK2 + PDS2) + (PROJG*HJG) + (PROKT*HKT) + (PROKD*HKD) - (TKLJG*UTK) - (TKLKT*UTK) - (TKLKD*UTK); PDUT2 + PLU; PROP - KONSp; KP + KNP; INVP + INVK; IS + IP; KT + INV;
RUN; PROC SIMNLIN DATA=EKONHH SIMULATE STAT OUTPREDICT THEIL; ENDOGENOUS PUT JTKDP JTKLP JTKDS JCK BSP BSS PDP2 PDK2 PDS2 PDUT2 PLU PDT2 JBP JPU JO JK LAP PROP JPK JPS PROK JFN JBS JKO JOS PROS SPP KP KNP KT KONSp IS IP INV TAB KRET KRES; INSTRUMENTS HG HK HSH PROJG HJG PROKT HKT PROKD HKD UTK UM ED HBP HPU HPK HPS HO HBS HJFN HKO HOS TKLP BL JKTR HKTR JPR HPR JSG HSG JKA HKA TKLJG TKLKT TKLKD PUL1 PUL2 JKRET JKRES JAK JAS SBT SBS; PARMS
A0 1362.720167 A1 -1.378069 A2 -0.296539 A3 -0.000717 A4 0.000012411 B0 948.221442 B1 -1.390172 B2 -0.214911 B3 - 0.000726 B4 0.000004954 C0 377.520515 C1 -0.206860 C2 -0.048985 C3 2.375223 C4 0.000003763 D0 1572.824803 D1 -1.023292 D2 -1.504072 D3 29.569819 D4 0.019815 E0 5.513279 E1 0.000001451 E2 0.000001968 E3 0.005912 F0 -181.725404 F1 0.000017089 F2 0.426232 F3 0.000002589 F4 0.023624 G0 -1699.351012 G1 -2.388130 G2 0.000044672 G3 0.000052707 G4 3.079976 H0 1172.300247 H1 -6.304178 H2 0.000075244 H3 2.977050 I0 -197.025007 I1 50.369438 I2 2.050522 I3 0.472931 I4 0.373891
229
I5 0.540519 J0 -3429.801438 J1 1.285681 J2 1.782636 K0 -23.444003 K1 -0.025749 K2 0.000002687 K3 0.174422 K4 0.000002810 K5 -0.017835 L0 -174.260472 L1 -0.017930 L2 0.000006022 L3 0.309705 M0 -174.319923 M1 0.035477 M2 230.338356 M3 2.183550 M4 0.000021230 N0 819.482353 N1 -158.309383 N2 0.000060423 N3 22.813826 O0 132.515502 O1 -0.009020 O2 0.000001533 O3 0.440576 O4 0.000000172 P0 359.810095 P1 -0.787396 P2 0.000014438 P3 0.000112 P4 2.316111 Q0 -3.480684 Q1 -0.000496 Q2 0.000000178 Q3 0.000001248 Q4 0.027474 R0 -138.053211 R1 0.003949 R2 0.051573 R3 1.762533 R4 0.107620 R5 8.123505 S0 1087945 S1 0.070351 S2 111.586904 S3 495809 T0 -103408 T1 0.065749 T2 37.992679 T3 120297 U0 2103.051392 U1 -1.179757 U2 0.000040488 U3 79.626380 V0 38499 V1 0.012689 V2 -0.659151 V3 359980 W1 0.003865 W2 0.019018 X1 0.001013 X2 0.005441 X3 5.993774 X4 -0.008161 Y0 -261647 Y1 36.111582 Y2 14216 Z1 0.001348 Z2 15227; PUT JTKDP JTKLP JTKDS JCK BSP BSS PDP2 PDK2 PDS2 PDUT2 PLU PDT2 JBP JPU JO JK LAP PROP JPK JPS PROK JFN JBS JKO JOS PROS SPP
= (PROP*HG) + (PROK*HK) + (PROS*HSH) + (PROJG*HJG) + (PROKT*HKT) + PROKD*HKD); = A0 + A1*JTKDS + A2*JCK + A3*UTK + A4*(KT+INV); = B0 + B1*JTKDS + B2*JCK + B3*UTK + B4*PUT; = C0 + C1*JTKDP + C2*JCK + C3*UM + C4*(KT+INV); = D0 + D1*JTKDP + D2*JTKDS + D3*ED + D4*UTK; = (JBP*HBP) + (JPU*HPU) + (JPK*HPK) + (JPS*HPS) + (JK*HK) + (JO*HO) + KRET; = (JBS*HBS) + (JFN*HJFN) + (JKO*HKO) + (JOS*HOS) + KRES; = (PROP*HG) - BSP - (TKLP*UTK) - BL; = (PROK*HK) - (JKTR*HKTR) - (JPR*HPR) - (JSG*HSG) - (JKA*HKA); = (PROS*HSH) - BSS; = (PDP2 + PDK2 + PDS2) + (PROJG*HJG) + (PROKT*HKT) + (PROKD*HKD) - TKLJG*UTK) - (TKLKT*UTK) - (TKLKD*UTK); = (JCK*UTK/8) + PUL1 + PUL2; = PDUT2 + PLU; = E0 + E1*PDUT2 + E2*JKRET + E3*(JTKDP+JTKLP); = F0 + F1*PDUT2 + F2*JTKDP + F3*JKRET + F4*JK; = G0 + G1*HO + G2*PUT + G3*JKRET + G4*JTKDP; = H0 + H1*HK + H2*PUT + H3*JTKDS; = I0 + I1*JBP + I2*JPU + I3*JO + I4*JK + I5*JTKDP; = J0 + J1*HG + J2*LAP; = K0 + K1*HPK + K2*PUT + K3*JTKDP + K4*JKRET + K5*JK; = L0 + L1*HPS + L2*PUT + L3*JTKDP; = M0 + M1*JKTR + M2*JPR + M3*JTKDS + M4*PDUT2; = N0 + N1*HJFN + N2*PUT + N3*JTKDS; = O0 + O1*HBS + O2*PUT + O3*JTKDS + O4*JKRES; = P0 + P1*HKO + P2*PUT + P3*JKRES + P4*JTKDS; = Q0 + Q1*HOS + Q2*PUT + Q3*JKRES + Q4*JTKDS; = R0 + R1*HSH + R2*JFN + R3*JBS + R4*JKO + R5*JOS; = PROP - KONSp;
230
KP KNP KT KONSp IS IP INV TAB KRET KRES RUN;
= = = = = = = = = =
S0 + S1*PDT2 + S2*SPP + S3*JAK; T0 + T1*PDT2 + T2*SPP + T3*JAK; KP + KNP; U0 + U1*HG + U2*PDT2 + U3*JAK; V0 + V1*PDT2 + V2*TAB + V3*JAS; W1*PDUT2 + W2*PLU; IS + IP; X1*PDUT2 + X2*PLU + X3*SPP + X4*INV; Y0 + Y1*SPP + Y2*SBT; Z1*PDUT2 + Z2*SBS;
231
Lampiran 5.
Program Simulasi Model Ekonomi Rumahtangga Petani SITT dengan Persamaan Simultan Metoda 2SLS
/* Database: SITT*/ DATA EKONHH; SET EKONHH; JTKDP JTKDS JCKDT JCKDN JCK BSP
= = = = = =
BSS PUT
= =
PLU PDP2 PDK2 PDS2 PDUT2
= = = = =
PDT2 SPP KT IS INV EXP
= = = = = =
JTKDP1 + JTKDP2 + JTKDP3; JTKDS1 + JTKDS2 + JTKDS3; JCKDT1 + JCKDT2 + JCKDT3; JCKDN1 + JCKDN2 + JCKDN3; JCKDT + JCKDN; (JBP*HBP) + (JPU*HPU) + (JPK*HPK) + (JPS*HPS) + (JK*HK) + (JO*HO) + KRET; (JBS*HBS) + (JFN*HJFN) + (JKO*HKO) + (JOS*HOS) + KRES; (PROP*HG) + (PROK*HK) + (PROS*HSH) + (PROJG*HJG) + (PROKT*HKT) + PROKD*HKD); (JCK*UTK/8) + (PUL1 + PUL2); (PROP*HG) - BSP - (TKLP*UTK) - BL; (PROK*HK) - (JKTR*HKTR) - (JPR*HPR) - (JSG*HSG) - (JKA*HKA); (PROS*HSH) - BSS; (PDP2 + PDK2 + PDS2) + (PROJG*HJG) + (PROKT*HKT) + (PROKD*HKD) - (TKLJG*UTK) - (TKLKT*UTK) - (TKLKD*UTK); PDUT2 + PLU; PROP - KONSp; KP + KNP; INVP + INVK; IS + IP; KT + INV;
RUN; /* Skenario 1a): HG
= 1.1 * HG */
/* Skenario 1b): HSH = 1.1 * HSH */ /* Skenario 1c): HK /* Skenario 1:
= 1.1 * HK */
HG = 1.1 * HG HSH = 1.1 * HSH HK = 1.1 * HK*/
/* Skenario 2a): HBP HPU HPS HPK HO HK UTK
= = = = = = =
/* Skenario 2b): HBS HKO HJFN HOS UTK
1.1 1.1 1.1 1.1 1.1 1.1 1.1
= = = = =
* * * * * * *
1.1 1.1 1.1 1.1 1.1
HBP HPU HPS HPK HO HK UTK*/
* * * * *
HBS HKO HJFN HOS UTK*/
231
232
/* Skenario 2c): HKTR HPR HSG HKA UTK
= = = = =
/* Skenario 2: HBP HPU HPS HPK HO HK HBS HKO HJFN HOS HKTR HPR HSG HKA UTK
= = = = = = = = = = = = = = =
1.1 1.1 1.1 1.1 1.1 1.1 1.1 1.1 1.1 1.1 1.1 1.1 1.1 1.1 1.1
* * * * * * * * * * * * * * *
HBP HPU HPS HPK HO HK HBS HKO HJFN HOS HKTR HPR HSG HKA UTK*/
/* Skenario 3: HG HSH HK HBP HPU HPS HPK HO HBS HKO HJFN HOS HKTR HPR HSG HKA UTK
= = = = = = = = = = = = = = = = =
1.1 1.1 1.1 1.1 1.1 1.1 1.1 1.1 1.1 1.1 1.1 1.1 1.1 1.1 1.1 1.1 1.1
* * * * * * * * * * * * * * * * *
HG HSH HK HBP HPU HPS HPK HO HBS HKO HJFN HOS HKTR HPR HSG HKA UTK*/
/*Skenario 3a): HG HSH HK HBP HPU HPS HPK HO HBS HKO HJFN HOS HKTR HPR HSG HKA UTK
= = = = = = = = = = = = = = = = =
1.1 1.1 1.1 1.1 1.1
* * * * *
HKTR HPR HSG HKA UTK*/
1.1 * HG 1.1 * HSH 1.1 * HK 1.05 * HBP 1.05 * HPU 1.05 * HPS 1.05 * HPK 1.05 * HO 1.05 * HBS 1.05 * HKO 1.05 * HJFN 1.05 * HOS 1.05 * HKTR 1.05 * HPR 1.05 * HSG 1.05 * HKA 1.05 * UTK*/
232
233
/* Skenario 4: JKRET = 1.1 * JKRET JKRES = 1.1 * JKRES*/ /* Skenario 4a): JKRET HBP HPU HPS HPK HO HK
= = = = = = =
1.1 * JKRET 1.05 * HBP 1.05 * HPU 1.05 * HPS 1.05 * HPK 1.05 * HO 1.05 * HK*/
/* Skenario 4b): JKRET HBP HPU HPS HPK HO HK
= = = = = = =
1.5 * JKRET 1.05 * HBP 1.05 * HPU 1.05 * HPS 1.05 * HPK 1.05 * HO 1.05 * HK*/
/* Skenario 5: SBT = 1.1 * SBT SBS = 1.1 * SBS*/ /* Skenario 5a): JKRES HBS HKO HJFN HOS
= = = = =
1.1 * JKRES 1.05 * HBS 1.05 * HKO 1.05 * HJFN 1.05 * HOS */
/* Skenario 5b): JKRES HBS HKO HJFN HOS
= = = = =
1.5 * JKRES 1.05 * HBS 1.05 * HKO 1.05 * HJFN 1.05 * HOS */
/* Skenario 6: JKRET HBP HPU HPS HPK HO HK
= = = = = = =
1.75 1.05 1.05 1.05 1.05 1.05 1.05
* * * * * * *
JKRET HBP HPU HPS HPK HO HK*/
/* Skenario 7: JKRES HBS HKO HJFN HOS
= = = = =
1.75 1.05 1.05 1.05 1.05
* * * * *
JKRES HBS HKO HJFN HOS */
/* Skenario 8: JKRET JKRES HBP HPU HPS HPK HO HK HBS
= = = = = = = = =
1.75 1.75 1.05 1.05 1.05 1.05 1.05 1.05 1.05
* * * * * * * * *
JKRET JKRES HBP HPU HPS HPK HO HK*/ HBS
233
234
HKO = 1.05 * HKO HJFN = 1.05 * HJFN HOS = 1.05 * HOS */ /* Skenario 9: SBT = 1.1 * SBT HG = 1.1 * HG*/ /* Skenario 10: SBS = 1.1 * SBS HSH = 1.1 * HSH*/ /* Skenario 11: SBT SBS HG HSH
= = = =
/* Skenario 11a): SBT SBS HG HSH
1.1 1.1 1.1 1.1 = = = =
* * * *
SBT SBS; HG*/ HSH*/
1.1 * SBT 1.1 * SBS; 1.05 * HG*/ 1.05 * HSH*/
/* Skenario 12: JCK = 1.1 * JCK UTK = 1.1 * UTK;*/ /* Skenario 12a): JCK = 1.1 * JCK 12B): UTK = 1.1 * UTK;*/ RUN; PROC SIMNLIN DATA=EKONHH SIMULATE STAT OUTPREDICT THEIL; ENDOGENOUS PUT JTKDP JTKLP JTKDS JCK BSP BSS PDP2 PDK2 PDS2 PDUT2 PLU PDT2 JBP JPU JO JK LAP PROP JPK JPS PROK JFN JBS JKO JOS PROS SPP KP KNP KT KONSp IS IP INV TAB KRET KRES; INSTRUMENTS HG HK HSH PROJG HJG PROKT HKT PROKD HKD UTK UM ED HBP HPU HPK HPS HO HBS HJFN HKO HOS TKLP BL JKTR HKTR JPR HPR JSG HSG JKA HKA TKLJG TKLKT TKLKD PUL1 PUL2 JKRET JKRES JAK JAS SBT SBS; PARMS
A0 A4 B0 B4 C0 C4 D0 D4 E0 F0 F4 G0 G4 H0 I0 I5 J0
1362.720167 A1 -1.378069 A2 -0.296539 A3 -0.000717 0.000012411 948.221442 B1 -1.390172 B2 -0.214911 B3 - 0.000726 0.000004954 377.520515 C1 -0.206860 C2 -0.048985 C3 2.375223 0.000003763 1572.824803 D1 -1.023292 D2 -1.504072 D3 29.569819 0.019815 5.513279 E1 0.000001451 E2 0.000001968 E3 0.005912 -181.725404 F1 0.000017089 F2 0.426232 F3 0.000002589 - 0.023624 -1699.351012 G1 -2.388130 G2 0.000044672 G3 0.000052707 3.079976 1172.300247 H1 -6.304178 H2 0.000075244 H3 2.977050 -197.025007 I1 50.369438 I2 2.050522 I3 0.472931 I4 0.373891 0.540519 -3429.801438 J1 1.285681 J2 1.782636
234
235
K0 K4 K5 L0 M0 M4 N0 O0 O4 P0 Q0 Q4 R0 R5 S0 T0 U0 V0 W1 X1 Y0 Z1 PUT JTKDP JTKLP JTKDS JCK BSP BSS PDP2 PDK2 PDS2 PDUT2 PLU PDT2 JBP JPU JO JK LAP PROP JPK JPS PROK JFN JBS JKO JOS PROS SPP KP KNP
-23.444003 K1 -0.025749 K2 0.000002687 K3 0.174422 0.000002810 -0.017835 -174.260472 L1 -0.017930 L2 0.000006022 L3 0.309705 -174.319923 M1 0.035477 M2 230.338356 M3 2.183550 0.000021230 819.482353 N1 -158.309383 N2 0.000060423 N3 22.813826 132.515502 O1 -0.009020 O2 0.000001533 O3 0.440576 0.000000172 359.810095 P1 -0.787396 P2 0.000014438 P3 0.000112 P4 2.316111 -3.480684 Q1 -0.000496 Q2 0.000000178 Q3 0.000001248 0.027474 -138.053211 R1 0.003949 R2 0.051573 R3 1.762533 R4 0.107620 8.123505 1087945 S1 0.070351 S2 111.586904 S3 495809 -103408 T1 0.065749 T2 37.992679 T3 120297 2103.051392 U1 -1.179757 U2 0.000040488 U3 79.626380 38499 V1 0.012689 V2 -0.659151 V3 359980 0.003865 W2 0.019018 0.001013 X2 0.005441 X3 5.993774 X4 -0.008161 -261647 Y1 36.111582 Y2 14216 0.001348 Z2 15227;
= (PROP*HG) + (PROK*HK) + (PROS*HSH) + (PROJG*HJG) + (PROKT*HKT) + PROKD*HKD); = A0 + A1*JTKDS + A2*JCK + A3*UTK + A4*(KT+INV); = B0 + B1*JTKDS + B2*JCK + B3*UTK + B4*PUT; = C0 + C1*JTKDP + C2*JCK + C3*UM + C4*(KT+INV); = D0 + D1*JTKDP + D2*JTKDS + D3*ED + D4*UTK; = (JBP*HBP) + (JPU*HPU) + (JPK*HPK) + (JPS*HPS) + (JK*HK) + (JO*HO) + KRET; = (JBS*HBS) + (JFN*HJFN) + (JKO*HKO) + (JOS*HOS) + KRES; = (PROP*HG) - BSP - (TKLP*UTK) - BL; = (PROK*HK) - (JKTR*HKTR) - (JPR*HPR) - (JSG*HSG) - (JKA*HKA); = (PROS*HSH) - BSS; = (PDP2 + PDK2 + PDS2) + (PROJG*HJG) + (PROKT*HKT) + (PROKD*HKD) - TKLJG*UTK) - (TKLKT*UTK) - (TKLKD*UTK); = (JCK*UTK/8) + PUL1 + PUL2; = PDUT2 + PLU; = E0 + E1*PDUT2 + E2*JKRET + E3*(JTKDP+JTKLP); = F0 + F1*PDUT2 + F2*JTKDP + F3*JKRET + F4*JK; = G0 + G1*HO + G2*PUT + G3*JKRET + G4*JTKDP; = H0 + H1*HK + H2*PUT + H3*JTKDS; = I0 + I1*JBP + I2*JPU + I3*JO + I4*JK + I5*JTKDP; = J0 + J1*HG + J2*LAP; = K0 + K1*HPK + K2*PUT + K3*JTKDP + K4*JKRET + K5*JK; = L0 + L1*HPS + L2*PUT + L3*JTKDP; = M0 + M1*JKTR + M2*JPR + M3*JTKDS + M4*PDUT2; = N0 + N1*HJFN + N2*PUT + N3*JTKDS; = O0 + O1*HBS + O2*PUT + O3*JTKDS + O4*JKRES; = P0 + P1*HKO + P2*PUT + P3*JKRES + P4*JTKDS; = Q0 + Q1*HOS + Q2*PUT + Q3*JKRES + Q4*JTKDS; = R0 + R1*HSH + R2*JFN + R3*JBS + R4*JKO + R5*JOS; = PROP - KONSp; = S0 + S1*PDT2 + S2*SPP + S3*JAK; = T0 + T1*PDT2 + T2*SPP + T3*JAK;
235
236
KT KONSp IS IP INV TAB KRET KRES
= = = = = = = =
KP + KNP; U0 + U1*HG + U2*PDT2 + U3*JAK; V0 + V1*PDT2 + V2*TAB + V3*JAS; W1*PDUT2 + W2*PLU; IS + IP; X1*PDUT2 + X2*PLU + X3*SPP + X4*INV; Y0 + Y1*SPP + Y2*SBT; Z1*PDUT2 + Z2*SBS;
RUN;
236
237 Lampiran 6.
Dampak Kenaikan Harga Output terhadap Ekonomi Rumahtangga Petani SITT dan Non SITT (%)
Peubah Endogen
Luas areal panen Produksi padi Produksi kompos Produksi sapi Pnggnaan TK kel padi Pnggnaan TK luar padi Pnggunan TK kel sapi Curahan TK keluarga Jumlah benih padi Jumlah pupuk urea Jumlah pupuk SP-36 Jumlah pupuk KCl Jumlah obat/pestisida Jumlah kompos Jumlah bakalan sapi Jumlah jerami segar Jumlah konsentrat Jumlah obat sapi Biaya sarana padi Biaya sarana sapi Penerimaan usahatani Pendapatan padi Pendapatan sapi Pendapatan kompos Pendapatan usahatani Pndapatn luar ushatani Pendapatan total Konsumsi pangan Konsumsi non pangan Konsumsi total Konsumsi gabah Surplus gabah Investasi sumberdaya Investasi produksi Investasi total Tabungan Cicilan kredit ushatani Cicilan kredit ushasapi
Skenario 1a) SITT Non SITT 19.755 15.540 27.091 23.538 7.687 6.9976 8.232 6.527 2.152 1.528 7.344 5.265 0.400 0.282 - 1.913 - 1.413 19.515 15.204 22.180 17.903 23.563 19.435 16.486 12.440 22.205 17.870 19.828 15.927 6.693 4.658 7.232 5.146 7.847 8.508 8.766 8.852 22.324 18.048 7.030 5.349 23.510 19.534 49.799 48.534 9.387 7.491 17.007 12.609 29.525 25.754 - 0.871 - 0.664 22.382 19.300 10.302 8.137 19.292 16.329 12.794 10.269 - 1.149 - 5.291 33.937 31.718 9.3046 7.482 11.232 9.533 9.736 7.927 21.043 19.145 31.119 28.847 4.029 -
Skenario 1b) SITT Non SITT 11.844 10.551 14.098 13.226 4.582 4.762 5.936 5.556 1.212 0.953 4.392 3.561 0.226 0.176 - 1.078 - 0.882 11.749 10.379 13.301 12.155 14.042 13.081 9.741 8.276 13.232 11.972 11.877 10.821 4.004 3.152 4.319 3.479 4.689 5.770 5.254 6.004 12.933 11.646 4.205 3.634 14.122 13.290 16.053 16.222 24.502 24.651 10.334 8.584 17.795 17.606 - 0.487 - 0.420 13.498 13.202 5.633 4.881 11.120 10.507 7.154 6.345 9.442 7.892 15.227 14.764 5.803 5.359 6.792 6.537 6.024 5.615 10.359 10.019 13.956 13.425 2.428 -
Keterangan: Skenario 1a): Kenaikan harga gabah sebesar 10 persen Skenario 1b): Kenaikan harga sapi hidup sebesar 10 persen Skenario 1c): Kenaikan harga kompos sebesar 10 persen
Skenario 1c) SITT Non SITT - 2.877 - 3.135 - 3.428 - 3.929 5.913 2.680 - 0.614 - 0.644 - 0.183 - 0.171 - 0.549 - 0.520 - 0.034 - 0.132 1.631 0.158 - 1.451 - 1.494 - 0.461 - 0.369 - 1.776 - 1.936 - 0.526 - 0.495 - 1.673 - 1.761 - 10.105 - 11.598 - 0.500 - 0.460 - 0.542 - 0.494 - 0.574 - 0.837 - 0.651 - 0.869 - 1.553 - 1.697 - 0.528 - 0.531 - 1.738 - 1.910 - 4.204 - 5.252 - 0.668 - 0.076 22.412 16.708 - 2.192 - 2.525 1.074 0.076 0.659 - 1.890 - 0.926 - 0.957 - 1.574 - 1.754 - 1.106 - 1.165 - 1.149 - 1.127 - 3.981 - 4.749 - 0.636 - 0.676 - 0.828 - 0.928 - 0.679 - 0.731 - 2.214 - 2.593 - 3.654 - 4.303 - 0.299 -
238 Lampiran 7.
Peubah Endogen
Luas areal panen Produksi padi Produksi kompos Produksi sapi Pnggnaan TK kel padi Pnggnaan TK luar padi Pnggunan TK kel sapi Curahan TK keluarga Jumlah benih padi Jumlah pupuk urea Jumlah pupuk SP-36 Jumlah pupuk KCl Jumlah obat/pestisida Jumlah kompos Jumlah bakalan sapi Jumlah jerami segar Jumlah konsentrat Jumlah obat sapi Biaya sarana padi Biaya sarana sapi Penerimaan usahatani Pendapatan padi Pendapatan sapi Pendapatan kompos Pendapatan usahatani Pndapatn luar ushatani Pendapatan total Konsumsi pangan Konsumsi non pangan Konsumsi total Konsumsi gabah Surplus gabah Investasi sumberdaya Investasi produksi Investasi total Tabungan Cicilan kredit ushatani Cicilan kredit ushasapi
Dampak Kenaikan Harga Input terhadap Ekonomi Rumahtangga Petani SITT dan Non SITT (%) Skenario 2a) SITT Non SITT - 7.576 - 8.015 - 9.051 - 10.044 - 1.552 - 1.846 - 1.085 - 1.030 - 3.179 - 3.003 - 5.341 - 5.112 - 0.345 - 0.329 6.413 6.323 - 5.034 - 5.091 - 6.348 - 6.622 - 10.264 - 11.342 - 15.088 - 15.603 - 11.027 - 12.048 - 12.356 - 13.762 - 0.864 - 0.718 - 0.783 - 0.638 - 1.244 - 1.647 - 1.399 - 1.730 - 2.760 - 3.308 - 0.984 - 0.906 - 4.639 - 4.824 - 12.516 - 15.555 - 1.160 - 1.136 - 1.252 - 1.449 - 6.797 - 7.646 7.937 8.646 - 3.335 - 3.665 -2.156 - 2.163 - 3.425 - 3.699 - 2.508 - 2.563 - 2.381 - 2.168 - 10.669 - 12.279 - 1.383 - 1.420 - 2.070 - 2.358 - 0.610 - 0.599 - 3.172 - 3.646 -9.787 - 11.168 - 0.928 -
Skenario 2b) SITT Non SITT - 12.899 - 12.950 - 15.380 - 16.254 - 4.213 - 4.802 - 14.631 - 15.770 - 3.840 - 3.567 - 8.141 - 7.645 - 0.222 - 0.225 7.000 6.845 - 11.796 - 11.645 - 15.048 - 15.517 - 17.363 - 18.345 - 15.118 - 14.767 - 17.262 - 17.846 - 11.398 - 11.543 - 16.822 - 15.996 - 12.957 - 12.618 - 11.119 - 16.765 - 6.153 - 7.415 - 14.680 - 14.932 - 7.151 - 7.816 - 13.732 - 14.390 - 18.280 - 21.368 - 19.246 - 21.187 - 9.459 - 8.731 - 17.017 - 18.738 8.226 8.925 - 11.085 - 11.979 - 5.149 - 4.966 - 6.382 - 10.054 - 6.382 - 6.290 - 7.780 - 7.112 - 17.237 - 18.848 - 4.800 - 4.891 - 1.825 - 1.752 - 4.130 - 4.209 - 8.142 - 8.731 - 15.801 - 17.129 - 2.322 -
Keterangan: Skenario 2a): Kenaikan harga input padi sebesar 10 persen Skenario 2b): Kenaikan harga input sapi sebesar 10 persen Skenario 2c): Kenaikan harga input kompos sebesar 10 persen
Skenario 2c) SITT Non SITT - 3.668 - 3.735 - 4.374 - 4.677 - 0.665 - 0.777 - 0.216 - 0.122 - 2.909 - 2.750 - 4.565 - 4.378 - 0.395 - 0.375 6.173 6.089 - 2.801 - 2.785 - 4.966 - 5.260 - 5.969 - 6.391 - 7.278 - 7.275 - 6.616 - 6.954 - 1.676 - 1.554 - 0.157 - 0.069 - 0.020 - 0.062 - 0.478 - 0.469 - 0.478 - 0.506 - 4.366 - 4.506 - 0.236 - 0.156 - 2.188 - 2.141 - 5.958 - 7.391 - 0.209 - 0.110 - 15.255 - 9.403 - 3.416 - 3.736 7.818 8.524 - 0.776 - 0.741 - 0.813 - 0.773 - 0.885 - 1.072 - 0.886 - 0.851 - 0.575 - 0.434 - 5.295 - 5.881 - 0.374 - 0.341 - 0.334 - 0.379 - 0.459 - 0.557 - 0.106 - 0.044 - 4.863 - 5.348 - 0.466 -
239 Lampiran 8.
Dampak Kenaikan Harga Output dan Harga Input terhadap Ekonomi Rumahtangga Petani SITT dan Non SITT (%)
Peubah Endogen
Luas areal panen Produksi padi Produksi kompos Produksi sapi Pnggnaan TK kel padi Pnggnaan TK luar padi Pnggunan TK kel sapi Curahan TK keluarga Jumlah benih padi Jumlah pupuk urea Jumlah pupuk SP-36 Jumlah pupuk KCl Jumlah obat/pestisida Jumlah kompos Jumlah bakalan sapi Jumlah jerami segar Jumlah konsentrat Jumlah obat sapi Biaya sarana padi Biaya sarana sapi Penerimaan usahatani Pendapatan padi Pendapatan sapi Pendapatan kompos Pendapatan usahatani Pendapatan luar ushatani Pendapatan total Konsumsi pangan Konsumsi non pangan Konsumsi total Konsumsi gabah Surplus gabah Investasi sumberdaya Investasi produksi Investasi total Tabungan Cicilan kredit ushatani Cicilan kredit ushasapi
Skenario 3a) SITT Non SITT 21.937 15.376 29.702 23.308 9.534 8.163 6.295 3.269 1.227 0.428 7.165 4.253 0.697 0.521 0.702 1.377 23.631 17.239 27.097 20.657 26.384 19.425 17.093 11.088 24.106 16.989 16.092 8.768 1.831 0.649 4.560 1.564 6.411 4.693 10.357 9.898 30.073 22.924 8.068 5.092 29.222 22.894 51.958 46.165 23.319 19.631 39.999 30.188 36.175 29.708 2.691 3.365 28.306 23.272 12.282 9.072 23.736 18.974 15.458 11.649 3.038 - 2.949 36.166 30.758 11.917 9.177 16.023 13.532 12.836 10.124 24.797 21.106 33.163 27.972 4.937 -
Keterangan: Skenario 3a): Kenaikan kombinasi harga output sebesar 10 persen dan harga input sebesar 5 persen
240 Lampiran 9.
Dampak Kenaikan Jumlah Kredit Usahatani Padi dan Harga Input Padi terhadap Ekonomi Rumahtangga Petani SITT dan Non SITT (%)
Peubah Endogen
Luas areal panen Produksi padi Produksi kompos Produksi sapi Pnggnaan TK kel padi Pnggnaan TK luar padi Pnggunan TK kel sapi Curahan TK keluarga Jumlah benih padi Jumlah pupuk urea Jumlah pupuk SP-36 Jumlah pupuk KCl Jumlah obat/pestisida Jumlah kompos Jumlah bakalan sapi Jumlah jerami segar Jumlah konsentrat Jumlah obat sapi Biaya sarana padi Biaya sarana sapi Penerimaan usahatani Pendapatan padi Pendapatan sapi Pendapatan kompos Pendapatan usahatani Pendapatan luar usahatani Pendapatan total Konsumsi pangan Konsumsi non pangan Konsumsi total Konsumsi gabah Surplus gabah Investasi sumberdaya Investasi produksi Investasi total Tabungan Cicilan kredit ushatani Cicilan kredit ushasapi
Skenario 4a) SITT Non SITT - 1.654 - 1.472 - 1.971 - 1.821 - 0.443 - 0.389 - 0.368 - 0.304 - 0.122 - 0.092 - 0.329 - 0.246 - 0.227 - 0.017 0.108 0.085 - 0.691 - 0.237 - 0.562 - 0.269 - 1.961 - 2.030 - 3.479 - 3.349 - 1.749 - 1.585 - 5.220 - 5.771 - 0.298 - 0.217 - 0.321 - 0.226 - 0.383 - 0.393 - 0.389 - 0.408 - 0.717 - 1.575 - 0.318 - 0.253 - 1.034 - 0.891 - 2.964 - 3.118 - 0.407 - 0.345 - 1.949 - 0.827 - 1.572 - 1.485 - 0.012 - 0.040 - 1.191 - 1.112 - 0.597 - 0.501 - 1.070 - 0.973 - 0.728 - 0.624 - 0.821 - 0.607 - 2.249 - 2.165 - 0.479 - 0.420 - 0.597 - 0.549 - 0.506 - 0.448 - 1.315 - 1.249 - 2.059 - 1.963 - 0.215 -
Skenario 4b) SITT Non SITT 0.048 1.609 0.032 2.013 0.974 0.291 0.011 0.373 0.0139 0.077 0.709 0.301 0.103 0.014 0.012 0.072 1.545 3.813 0.604 1.866 0.868 0.003 0.906 0.089 0.304 0.220 - 4.310 - 4.107 0.709 - 0.266 0.820 0.309 0.896 0.488 0.814 0.508 2.970 4.372 0.905 0.229 1.044 0.912 0.976 0.616 0.911 0.414 0.980 0.627 - 0.280 - 0.897 0.005 - 0.039 - 0.213 - 0.786 - 0.053 - 0.445 - 0.144 - 0.775 - 0.078 - 0.531 - 0.164 - 0.520 0.080 - 0.244 - 0.103 - 0.265 - 0.108 - 0.382 - 0.104 - 0.290 - 0.021 - 0.288 0.075 0.222 - 0.038 -
Keterangan: Skenario 4a): Kenaikan jumlah kredit sebesar 10 persen dan harga input padi sebesar 5 persen Skenario 4b): Kenaikan jumlah kredit sebesar 50 persen dan harga input padi sebesar 5 persen
241 Lampiran 10.
Dampak Kenaikan Jumlah Kredit Usaha Sapi dan Harga Input Sapi terhadap Ekonomi Rumahtangga Petani SITT (%)
Peubah Endogen Luas areal panen Produksi padi Produksi kompos Produksi sapi Pnggnaan TK kel padi Pnggnaan TK luar padi Pnggunan TK kel sapi Curahan TK keluarga Jumlah benih padi Jumlah pupuk urea Jumlah pupuk SP-36 Jumlah pupuk KCl Jumlah obat/pestisida Jumlah kompos Jumlah bakalan sapi Jumlah jerami segar Jumlah konsentrat Jumlah obat sapi Biaya sarana padi Biaya sarana sapi Penerimaan usahatani Pendapatan padi Pendapatan sapi Pendapatan kompos Pendapatan usahatani Pendapatan luar usahatani Pendapatan total Konsumsi pangan Konsumsi non pangan Konsumsi total Konsumsi gabah Surplus gabah Investasi sumberdaya Investasi produksi Investasi total Tabungan Cicilan kredit ushatani Cicilan kredit ushasapi
Skenario 5a) SITT - 3.980 - 4.758 - 1.552 - 5.886 - 0.407 - 1.502 - 0.076 0.362 - 3.942 - 4.450 - 4.780 - 3.319 - 4.487 - 4.119 - 8.036 - 6.187 - 2.105 0.516 - 4.412 - 1.972 - 4.835 - 5.326 - 8.294 - 3.500 - 5.968 0.162 - 4.527 - 1.894 - 3.733 - 2.404 - 3.202 - 5.135 - 1.945 - 2.279 - 2.020 - 3.492 - 4.716 - 0.814
Skenario 5b) SITT - 0.791 - 0.961 - 0.370 - 0.427 - 0.093 - 0.202 - 0.017 0.083 - 0.924 - 1.114 - 0.670 - 0.508 - 0.608 - 0.527 - 6.707 - 4.902 11.196 14.108 - 0.794 2.598 - 0.618 - 1.045 - 2.260 - 0.845 - 1.415 0.036 - 1.074 - 0.426 - 0.865 - 0.548 - 0.739 - 1.015 - 0.469 - 0.542 - 0.485 - 0.737 - 0.928 - 0.193
Keterangan: Skenario 5a): Kenaikan jumlah kredit sebesar 10 persen dan harga input sapi sebesar 5 persen Skenario 5b): Kenaikan jumlah kredit sebesar 50 persen dan harga input sapi sebesar 5 persen
242 Lampiran 11.
Dampak Kenaikan Kombinasi Tingkat Suku Bunga dan Harga Output terhadap Ekonomi Rumahtangga Petani SITT (%)
Peubah Endogen Luas areal panen Produksi padi Produksi kompos Produksi sapi Pnggnaan TK kel padi Pnggnaan TK luar padi Pnggunan TK kel sapi Curahan TK keluarga Jumlah benih padi Jumlah pupuk urea Jumlah pupuk SP-36 Jumlah pupuk KCl Jumlah obat/pestisida Jumlah kompos Jumlah bakalan sapi Jumlah jerami segar Jumlah konsentrat Jumlah obat sapi Biaya sarana padi Biaya sarana sapi Penerimaan usahatani Pendapatan padi Pendapatan sapi Pendapatan kompos Pendapatan usahatani Pendapatan luar usahatani Pendapatan total Konsumsi pangan Konsumsi non pangan Konsumsi total Konsumsi gabah Surplus gabah Investasi sumberdaya Investasi produksi Investasi total Tabungan Cicilan kredit ushatani Cicilan kredit ushasapi
Skenario 11a) SITT 15.032 19.673 5.839 6.806 1.599 5.619 0.298 - 1.422 14.817 16.791 17.998 12.538 16.958 15.182 5.122 5.524 5.933 6.715 18.331 5.737 18.028 30.889 16.475 12.963 22.419 - 0.644 16.999 7.583 14.439 9.484 3.530 23.587 7.146 8.538 7.458 15.014 35.690 11.694
Keterangan: Skenario 11a): Kenaikan kombinasi suku bunga usahatani dan sapi serta harga output padi dan sapi sebesar 5 persen
243 Lampiran 12. Dampak Kenaikan Upah dan Curahan Tenaga Kerja Keluarga di Luar Usahatani terhadap Ekonomi Rumahtangga Petani SITT dan Non SITT (%) Peubah Endogen
Luas areal panen padi Produksi padi Produksi kompos Produksi sapi Penggunaan TK kel padi Penggunaan TK luar padi Penggunaan TK kel sapi Curahan TK keluarga Jumlah benih padi Jumlah pupuk urea Jumlah pupuk SP-36 Jumlah pupuk KCl Jumlah obat/pestisida Jumlah kompos Jumlah bakalan sapi Jumlah jerami segar Jumlah konsentrat Jumlah obat sapi Biaya sarana padi Biaya sarana sapi Penerimaan usahatani Pendapatan padi Pendapatan sapi Pendapatan kompos Pendapatan usahatani Pendapatan luar usahatani Pendapatan total Konsumsi pangan Konsumsi non pangan Konsumsi total Konsumsi gabah Surplus gabah Investasi sumberdaya Investasi produksi Investasi total Tabungan Cicilan kredit usahatani Cicilan kredit usahasapi
Skenario 12a) SITT Non SITT - 5.034 - 5.889 - 6.024 - 4.562 - 0.739 - 0.680 - 0.475 - 0.751 - 4.486 - 4.250 - 6.771 - 6.664 0.462 0.408 10.00 10.00 - 3.421 - 4.106 - 6.583 - 7.760 - 9.087 - 10.739 - 11.113 - 11.653 - 10.114 - 11.532 - 2.490 - 3.274 - 0.364 - 0.516 - 0.221 - 0.391 - 0.766 - 1.339 - 0.803 - 1.413 - 5.766 - 7.013 - 0.441 - 0.594 - 3.239 - 4.305 - 7.091 - 7.252 - 0.522 - 0.843 - 1.635 - 1.827 - 3.884 - 5.439 5.490 3.203 - 1.681 - 3.328 - 1.287 - 1.744 - 1.904 - 3.145 - 1.458 - 2.108 - 1.232 - 1.995 - 7.186 - 8.932 - 0.669 - 1.248 1.758 - 0.133 - 0.126 - 1.006 - 1.937 - 3.831 - 6.596 - 8.113 - 0.530 - 0.539
Skenario 12b) SITT Non SITT - 3.500 - 3.653 - 4.197 - 4.562 - 0.591 - 0.680 - 0.177 - 0.101 - 2.891 - 2.741 - 4.530 - 4.361 0.398 0.377 6.157 6.081 - 2.624 - 2.681 - 4.750 - 5.130 - 5.853 - 6.324 - 7.188 - 7.227 - 6.464 - 6.866 - 1.580 - 1.498 - 0.125 - 0.054 0.020 0.082 - 0.383 - 0.442 - 0.438 - 0.478 - 4.224 - 4.426 - 0.202 - 0.138 - 2.084 - 2.081 - 5.749 - 7.252 - 0.167 - 0.086 - 1.333 - 1.235 - 3.144 - 3.559 7.810 8.519 - 0.570 - 0.608 - 0.732 - 0.726 - 0.908 - 0.969 - 0.781 - 0.790 - 0.411 - 0.347 - 5.115 - 5.758 - 0.284 - 0.287 3.449 3.857 0.552 0.614 0.032 0.044 - 4.690 - 5.240 - 0.429 - 0.353
Keterangan: Skenario 12a): Kenaikan curahan tenaga kerja keluarga di luar usahatani sebesar 10 persen Skenario 12b): Kenaikan upah sebesar 10 persen