DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR..................................................................................................
i
DAFTAR ISI.……………………………………………………………………………. ..
ii
GAMBAR DAN TABEL
iv
BAB I
PENDAHULUAN……………………………………………………………….
1
A.
Latar Belakang……………………………………………………………
1
B.
Permasalahan…………………………………………………………….
2
C.
Tujuan………………………………………………………………………
3
D.
Ruang Lingkup…………………………………………………………….
4
BAB II
BAB III
BAB IV
KERANGKA TEORI.....................................................................................
5
A.
Penganggaran Berbasis Kinerja……...…………………………………
5
B.
Siklus Penganggaran…………………………………………………….
8
C.
Pelaksanaan Anggaran sebagai bagian dari Fungsi erbendaharaan..
10
MONITORING DAN EVALUASI PELAKSANAAN ANGGARAN…………..
13
A.
Definisi Monitoring dan Evaluasi………………………………………...
13
B.
Sistem Monitoring dan Evaluasi Sekarang………………………………
13
C.
Tujuan, Ruang Lingkup dan Manfaat…………………………………..
16
D.
Mekanisme…………………………………………………………………
18
SPENDING REVIEW
22
A.
Definisi Spending Review………………………………………………..
22
B.
Tujuan Spending Review…………………………………………………..
24
C.
Praktik-praktik Spending Review di Negara Lain……………………….
26
D.
Hubungan antara Spending Review, Monitoring dan Evaluasi serta
28
Siklus Penganggaran………………………………………………………
BAB V
METODOLOGI
29
A.
Kerangka Konsep…………………………………………………………..
30
B.
Menajemen Belanja Pemerintah………………………………………….
32
C.
Penelusuran Belanja Pemerintah (Expenditure Tracking)……………..
35
MODUL MONEV PELAKSANAAN ANGGARAN DAN SPENDING REVIEW
ii
DAFTAR ISI D
Proses Sentris………………………………………………………………
36
Lampiran I Latar Belakang Permasalahan Anggaran…………………………………
37
Lampiran II Studi Kasus Crash Program Spending Review 2013……………………
40
DAFTAR PUSTAKA…….. ......................................................................................
43
MODUL MONEV PELAKSANAAN ANGGARAN DAN SPENDING REVIEW iii
GAMBAR DAN TABEL
GAMBAR
Halaman
Gambar 1
Siklus Anggaran dengan Tata Kelola Idea……………………………….
9
Gambar 2
Pelaksanaan Anggaran dalam Perbendaharaan...................................
11
Gambar 3
Proses Bisnis Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan Anggaran Saat
16
ini…………………………………………………………………………….. Gambar 4
Mekanisme Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan Anggaran Baru......
19
Gambar 5
Mekanisme Review Pelaksanaan Anggaran Wilayah………………....
20
Gambar 6
Mekanisme Review Pelaksanaan Anggaran Bidang…………………..
21
Gambar 7
Mekanisme Review Pelaksanaan Anggaran Nasional………………..
21
Gambar 8
Level Kedalaman Monitoring dan Evaluasi dan Spending Review...…
24
Gambar 9
Hubungan antara Spending Review, Monitoring dan Evaluasi serta
28
Siklus Penganggaran………………………………………………………. Gambar 10
Kerangka Konsep/Metodologi Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan
30
Anggaran ……...…………………………………………………………….
TABEL
Halaman
Tabel 1
Tahap-tahap Penganggaran menurut Undang-Undang Keuangan...
8
Tabel 2
Matriks Perbedaan Sistem Monitoring dan Evaluasi Sekarang dan
18
Nanti…. Tabel 3
Tata Kelola Spending Review di Negara-Negara OECD…………..
MODUL MONEV PELAKSANAAN ANGGARAN DAN SPENDING REVIEW
27
iv
BAB I : PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam rangka membuat pengelolaan pengeluaran pemerintah yang lebih berkualitas, Kementerian Keuangan telah melaksanakan reformasi pengelolaan keuangan negara khususnya dalam perencanaan dan penganggaran, yang ditandai dengan diterbitkannya paket perundang-undangan keuangan negara yang menekankan pada perencanaan dan penganggaran yang berbasis kinerja, berjangka menengah dan dengan sistem penganggaran terpadu. Tiga hal di atas merupakan perwujudan dari pelaksanaan tiga prinsip pengelolaan keuangan publik, yang mengedepankan prinsip “aggregate fiscal discipline, allocative efficiency dan technical and operational efficiency”. Dengan semangat reformasi di atas, diperlukan adanya suatu manajemen pengelolaan anggaran yang dapat menjamin pengelolaan keuangan publik berjalan seperti prinsip-prinsip di atas. Dalam fungsi perbendaharaan, diperlukan juga penajaman
fungsi
pelaksanaan
anggaran
dalam
rangka
memodernisasi
pengelolaan keuangan negara dengan cara pelaksanaan mekanisme monitoring dan evaluasi pelaksanaan anggaran yang lebih modern untuk menjamin pengeluaran pemerintah yang sehat (prudent) dan berorientasi pada peningkatan kualitas layanan (service quality). Sampai saat ini, reformasi di bidang perbendaharaan telah dilakukan dalam berbagai bidang. Dalam bidang
teknologi informatika misalnya, saat
ini
pembentukan Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara (SPAN) yang merupakan sistem integrasi fungsi penganggaran dan perbendaharaan telah memasuki tahap persiapan implementasi. Pada bidang akuntansi dan pelaporan, reformasi antara lain dilakukan dengan penerapan accrual based accounting dan penyusunan statistik keuangan pemerintah (Government Finance Statistics). Dalam bidang pengelolaan kas negara, terdapat upaya optimalisasi penggunaan kas dan pelaksanaan pengelolaan risiko melalui pembentukan Treasury Dealing Room (TDR). Dalam bidang pelaksanaan anggaran, terjadi perubahan proses bisnis besar yang ditandai dengan pemindahanan wewenang pengesahan dokumen pelaksanaan anggaran (DIPA) dari Ditjen Perbendaharaan kepada Ditjen Anggaran. Salah satu tujuan
dari
pemindahan
wewenang
pengesahan
DIPA
MODUL MONEV PELAKSANAAN ANGGARAN DAN SPENDING REVIEW
tersebut
adalah 1
BAB I : PENDAHULUAN penyederhanaan
prosedur
bagi
Kementerian/Lembaga
baik
pada
saat
penyusunan maupun saat revisi sepanjang tahun. Pengalihan wewenang pengesahan DIPA dan revisinya ini memicu perubahan besar lain yang dimotori oleh Ditjen Perbendaharaan, khususnya Direktorat Pelaksanaan Anggaran, yakni dilaksanakannya inisiatif reviu belanja pemerintah (spending review)1. Dalam rangka mewujudkan inisiatif spending review tersebut, Direktorat Jenderal Perbendaharaan dan Direktorat Pelaksanaan Anggaran khususnya melakukan berbagai perubahan baik dari sisi struktur organisasi maupun proses bisnis, baik di kantor pusat maupun instansi vertikal (Kantor Wilayah dan Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara). Untuk menindaklanjuti perubahan struktur organisasi2 yang membawa konsekuensi pada tugas dan fungsi baru, serta mengingat monitoring dan evaluasi pelaksanaan anggaran yang baru serta spending review merupakan tugas yang baru, dipandang perlu untuk melakukan pengembangan kapasitas sumber daya manusia secara terstruktur dan berkelanjutan. B. Permasalahan Rendahnya tingkat realisasi anggaran di tahun 2012 dan 2011 menunjukkan masih adanya hambatan pelaksanaan anggaran (Studi Penelusuran DIPA, 2012). Walaupun tingkat pencairan anggaran tidak berbanding lurus dengan efisiensi, rendahnya tingkat pencairan merupakan indikasi penting permasalahan dalam pelaksanaan anggaran yang membuat tidak terselenggaranya kegiatan-kegiatan yang telah dianggarkan, sehingga keluaran/output yang telah ditargetkan menjadi tidak tercapai. Hal ini terutama terjadi pada jenis belanja modal. Kinerja realisasi anggaran di tahun 2011 sesuai dengan data dari Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) yang telah diaudit BPK menunjukkan angka penyerapan tinggi untuk jenis-jenis belanja terikat (mandatory spendings) seperti : belanja pegawai dan pembayaran kewajiban utang. Di sisi lain, untuk jenis-jenis belanja tidak terikat (discretionary spendings) tingkat realisasi masih rendah. Tingkat penyerapan belanja modal pada 2011 hanya sebesar 81,52% dari pagu. Masalah rendahnya realisasi belanja belanja modal patut disayangkan karena belanja modal merepresentasikan belanja pemerintah yang memiliki peran penting bagi
kinerja
perekonomian
melalui
pembangunan
infrastruktur.
1
Inisiatif spending review timbul pertama kali pada pertengahan 2012 ketika topik ini menjadi salah satu isu utama yang dibahas pada workshop 7th Annual meeting of SBO Network on Performance & Results pada 09‐10 November 2011. 2 Per April 2013 perubahan struktur organisasi baru terwujud untuk tingkat vertikal, sementara reorganisasi kantor pusat tertunda oleh agenda transformasi kelembagaan Kementerian Keuangan.
MODUL MONEV PELAKSANAAN ANGGARAN DAN SPENDING REVIEW
2
BAB I : PENDAHULUAN Di lain pihak, volume APBN yang makin meningkat dari tahun ke tahun menuntut akuntabilitas yang tinggi. Akuntabilitas salah satunya dijawab dengan peningkatan kualitas disclosure melalui reformasi di bidang akuntansi dan pelaporan keuangan pemerintah. Tanggung jawab yang lain sebagai bentuk peningkatan akuntabilitas adalah dengan memperbaiki kualitas pengelolaan keuangan negara itu sendiri. Satu lagi masalah klasik dalam pelaksanaan anggaran adalah penyerapan anggaran yang tidak proporsional. Frekuensi pengajuan Surat Perintah Membayar (SPM) cenderung sangat rendah pada awal tahun, meningkat pelan-pelan sepanjang tahun dan meningkat drastis di akhir tahun. Tren pencairan yang tidak proporsional ini menimbulkan banyak masalah, antara lain beban kerja yang tidak wajar di akhir tahun pada Kantor Pelaksanaan Perbendaharaan Negara (KPPN) yang dapat menghambat keandalan proses pencairan dan kecenderungan rendahnya kualitas output akibat hanya mengejar target penyerapan. Satu lagi tantangan pelaksanaan anggaran adalah dengan adanya desentralisasi fiskal yang mengakibatkan adanya transfer dari pemerintah pusat ke daerah. Transfer dari pemerintah pusat ke daerah sampai saat ini masih menjadi sumber penerimaan terpenting bagi terlaksananya kegiatan pemerintah daerah. Dengan demikian, lingkup pelaksanaan anggaran tidak hanya meliputi belanja pemerintah pusat namun juga penggunaan dana transfer. Evaluasi dan sinkronisasi antara belanja pemerintah pusat dan daerah ini juga dituntut dengan adanya kebutuhan penyusunan statistik keuangan pemerintah yang meliputi keuangan pemerintah pusat dan daerah. Bagan di bawah ini menggambarkan volume anggaran transfer ke daerah yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Permasalahan yang terkait dengan belanja transfer antara lain adalah tidak adanya mekanisme monitoring dan evaluasi pada tahap pelaksanaan oleh pemerintah pusat,
atau
Menteri
Keuangan
selaku
Bendahara
Umum
Negara
yang
bertanggungjawab menggelontorkan pengeluaran pemerintah. C. Tujuan Tujuan dibuatnya modul ini adalah untuk mendukung upaya pengembangan kapasitas sumber daya manusia pengelola perbendaharaan, khususnya yang akan mendukung terlaksananya tugas monitoring dan evaluasi pelaksanaan anggaran serta spending review. Dengan disertakannya subjek terkait monitoring dan evaluasi pelaksanaan anggaran serta spending review dalam Diklat Penyuluh Perbendaharaan ini maka pengembangan kapasitas sumber daya yang akan mendukung inisiatif monitoring dan evaluasi pelaksanaan anggaran serta spending MODUL MONEV PELAKSANAAN ANGGARAN DAN SPENDING REVIEW
3
BAB I : PENDAHULUAN review akan dapat berjalan secara terus menerus dan terinstitusionalisasi. Lebih jauh lagi, menilik peserta dari Diklat Penyuluh Perbendaharaan, maka diharapkan dapat terjadi proliferasi dari ide tentang pentingnya peningkatan kualitas belanja pemerintah dan perbaikan pengelolaan keuangan negara sampai ke satuan kerja sebagai ujung tombak pengelola keuangan negara. Dengan memahami konsep monitoring dan evaluasi pelaksanaan anggaran serta spending review, satuan kerja diharapkan dapat turut serta berpartisipasi dalam gerakan perubahan untuk memperbaiki pengelolaan keuangan negara sehingga kualitas belanja pemerintah dapat ditingkatkan. Familiarisasi satuan kerja terhadap metodologi spending review juga diharapkan akan mempermudah proses diseminasi dan meningkatkan buy-in dari temuan yang dihasilkan, sehingga meningkatkan potensi untuk tindak lanjut untuk perbaikan perencanaan dan penganggaran selanjutnya. D. Ruang Lingkup Modul ini disiapkan sebagai bahan ajar untuk Diklat Penyuluh Perbendaharaan yang pesertanya berasal dari berbagai satuan kerja. Dengan demikian, modul ini diharapkan dapat memberikan gambaran kepada satuan kerja mengenai pentingnya monitoring dan evaluasi pelaksanaan anggaran dan manfaat dari spending
review
dan
relevansinya
dengan
satuan
kerja
maupun
Kementerian/Lembaga. Dengan demikian, modul ini utamanya akan membahas latar belakang, tujuan atau manfaat, konsep dasar dan contoh-contoh praktik reviu. Untuk memberikan pemahaman yang menyeluruh mengenai pentingnya monitoring dan evaluasi pelaksanaan anggaran dan spending review, perlu diulas pula mengenai prinsipprinsip pengelolaan keuangan yang baik, i.e. penganggaran berbasis kinerja. Metodologi reviu juga disajikan dalam modul ini, selain sebagai gambaran sekilas untuk satuan kerja, adalah juga agar pengajar yang memegang modul ini dapat memahami contoh implementasi dari konsep spending review. Pengajaran atas teknik-teknik atau alat-alat yang dipakai dalam review yang disebutkan dalam modul ini perlu suatu kelas terpisah, dengan demikian bukan merupakan ruang lingkup modul ini.
MODUL MONEV PELAKSANAAN ANGGARAN DAN SPENDING REVIEW
4
BAB II: KERANGKA TEORI
BAB II KERANGKA TEORI A. Penganggaran Berbasis Kinerja3 Penganggaran
Berbasis
Kinerja
(performance
budgeting)
adalah
sistem
penganggaran yang memperhatikan keterkaitan antara pendanaan dan kinerja yang diharapkan, serta memperhatikan efisiensi dalam pencapaian kinerja. Sistem ini menitikberatkan pada segi kinerja sehingga selain efisiensi penggunaan dana juga hasil kerjanya diperiksa. Dengan demikian, tolok ukur keberhasilan sistem anggaran ini adalah performance atau prestasi dari tujuan atau hasil anggaran dengan menggunakan dana secara efisien. Penganggaran berbasis kinerja mencakup keseluruhan tahapan anggaran, dari perencanaan sampai pelaksanaannya, dengan demikian meliputi ruang lingkup yang
amat
luas.
Ruang
Lingkup
Penganggaran
Berbasis Kinerja
dapat
diidentifikasikan menurut kegiatannya sebagai berikut : 1. Menentukan visi dan misi, tujuan, sasaran dan target Penentuan visi, misi, sasaran dan target merupakan tahap pertama yang harus ditetapkan suatu organisasi dan menjadi tujuan tertinggi yang hendak dicapai sehingga setiap indikator kinerja harus dikaitkan dengan komponen tersebut. 2. Menentukan Indikator Kinerja Indikator Kinerja adalah ukuran kuantitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, indikator kinerja harus merupakan sesuatu yang akan dihitung dan diukur serta digunakan sebagai dasar untuk menilai atau melihat tingkat kinerja baik dalam tahapan perencanaan, tahap pelaksanaan maupun tahap setelah kegiatan selesai dan bermanfaat (berfungsi), berhasil atau tidak. Indikator kinerja meliputi: a. Masukan (Input) adalah sumber daya yang digunakan untuk mencapai sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan. b. Keluaran (Output) adalah unit barang/jasa yang dihasilkan dari suatu tujuan yang
telah
ditetapkan.
3
Materi dalam bagian ini disarikan dari berbagai sumber, antara lain website Direktorat Jenderal Anggaran, Peraturan Menteri Keuangan No. PMK‐112/PMK.02/2012 tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan Rencana Kerja , Buku Pedoman Penerapan Penganggaran Berbasis Kinerja, dan lain‐lain.
MODUL MONEV PELAKSANAAN ANGGARAN DAN SPENDING REVIEW
5
BAB II: KERANGKA TEORI
c. Hasil (Outcome) adalah suatu keluaran yang dapat langsung digunakan atau hasil nyata dari suatu keluaran. d. Manfaat (Benefit) adalah nilai tambah dari suatu hasil yang manfaatnya akan nampak setelah beberapa waktu kemudian. e. Dampak (Impact) adalah pengaruh atau akibat yang ditimbulkan oleh manfaat dari suatu kegiatan yang dampaknya baru terlihat setelah beberapa waktu kemudian. 3. Evaluasi dan pengambilan keputusan terhadap pemilihan dan prioritas program Kegiatan ini meliputi penyusunan peringkat-peringkat alternatif dan selanjutnya mengambil keputusan atas program/kegiatan yang dianggap menjadi prioritas. Dilakukannya pemilihan dan prioritas program/kegiatan mengingat sumber daya yang terbatas. 4. Analisis Standar Biaya (ASB) ASB merupakan standar biaya suatu program/kegiatan sehingga alokasi anggaran menjadi lebih rasional. Dilakukannya ASB dapat meminimalisir kesepakatan antara eksekutif dan legislatif untuk melonggarkan alokasi anggaran pada tiap-tiap unit kerja sehingga anggaran tersebut tidak efisien. Dalam menyusun Anggaran Berbasis Kinerja (ABK) perlu memperhatikan prinsip-prinsip penganggaran, perolehan data dalam membuat keputusan anggaran, siklus perencanaan anggaran daerah, struktur APBN/D, dan penggunaan ASB. Dalam menyusun ABK yang perlu mendapat perhatian adalah memperoleh data kuantitatif dan membuat keputusan penganggarannya. Sementara itu, agar sistem penganggaran berbasis kinerja menjadi efektif, diperlukan kepatuhan terhadap prinsip-prinsip sebagai berikut : 1. Transparansi dan akuntabilitas anggaran Anggaran harus dapat menyajikan informasi yang jelas mengenai tujuan, sasaran, hasil, dan manfaat yang diperoleh masyarakat dari suatu kegiatan atau proyek yang dianggarkan. Anggota masyarakat memiliki hak dan akses yang sama untuk mengetahui proses anggaran karena menyangkut aspirasi dan kepentingan masyarakat, terutama pemenuhan kebutuhan-kebutuhan hidup masyarakat. Masyarakat juga berhak untuk menuntut pertanggungjawaban atas rencana ataupun pelaksanaan anggaran tersebut. 2. Disiplin anggaran Pendapatan yang direncanakan merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan. Sedangkan MODUL MONEV PELAKSANAAN ANGGARAN DAN SPENDING REVIEW
6
BAB II: KERANGKA TEORI
belanja yang dianggarkan pada setiap pos/pasal merupakan batas tertinggi pengeluaran belanja. Penganggaran pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup dan tidak dibenarkan
melaksanakan
kegiatan/proyek
yang
belum/tidak
tersedia
anggarannya. Dengan kata lain, bahwa penggunaan setiap pos anggaran harus sesuai dengan kegiatan/proyek yang diusulkan. 3. Keadilan anggaran Pemerintah pusat/daerah wajib mengalokasikan penggunaan anggarannya secara adil tanpa diskriminasi sehingga dapat dinikmati oleh seluruh kelompok masyarakat dalam pemberian pelayanan. 4. Efisiensi dan efektivitas anggaran Setiap kegiatan yang direncanakan harus efektif dalam pencapaian kinerjanya dan efisien dalam pengalokasian dananya. Penerapan prinsip ini
berkaitan
erat dengan kinerja yang menjadi tolok ukur efektivitas pengalokasian anggaran. Hal ini berdasar argumentasi sebagai berikut : a. Efisiensi alokasi anggaran dapat dicapai, karena dapat dihindari overlapping tugas/fungsi/kegiatan. b. Pencapaian output dan outcome dapat dilakukan secara optimal karena kegiatan yang diusulkan masing-masing unit kerja benar-benar merupakan pelaksanaan dari tugas dan fungsinya. 5. Disusun dengan pendekatan kinerja Anggaran yang disusun dengan pendekatan kinerja mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja (output/outcome) dari perencanaan alokasi biaya atau input yang telah ditetapkan. Hasil kerjanya harus sebanding atau lebih besar dari biaya atau input yang telah ditetapkan. Dari prinsip-prinsip penganggaran berbasis kinerja di atas dapat disimpulkan bahwa sistem penganggaran berdasarkan kinerja mengupayakan perbaikan efisiensi dan efektivitas dalam pemanfaatan sumber daya selain sebagai alat untuk memperkuat proses pengambilan keputusan tentang kebijakan dalam kerangka jangka menengah. Penganggaran berbasis kinerja menyediakan alat evaluasi, yakni melalui informasi mengenai kinerja, yang dapat digunakan untuk menilai efisiensi dan efektivitas penggunaan belanja negara. Namun demikian, dalam sistem perbendaharaan negara saat ini, di mana pembagian wewenang antara Menteri Teknis sebagai Chief Operating Officer dan Menteri Keuangan sebagai Chief MODUL MONEV PELAKSANAAN ANGGARAN DAN SPENDING REVIEW
7
BAB II: KERANGKA TEORI
Financial Officer menimbulkan potensi terjadinya informasi asimetri dalam proses penganggaran, diperlukan suatu alat yang dapat mengkompensasi insentif asimetri tersebut. Melalui spending review, Menteri Keuangan dapat menetapkan kebijakan seperti penghematan, realokasi antar sektor dan kebijakan yang bersifat antar-sektoral lainnya, berdasarkan hasil evaluasi knerja pelaksanaan anggaran. B. Siklus Penganggaran Menurut UU No. 17 Tahun 2003 dan UU No. 1 Tahun 2004 fase-fase dalam siklus APBN di Indonesia beserta unit penanggungjawab dan produknya dapat disajikan dalam tabel di bawah ini : Tabel 1. Tahap-tahap Penganggaran menurut Undang-undang Keuangan Unit Pelaksana
Produk
BAPPENAS
RPJM
K/L
Renstra-K/L
BAPPENAS+Kemenkeu
Pagu Indikatif
K/L
Renja-K/L
BAPPENAS
RKP
Kemenkeu
Pagu Sementara
K/L
RKA-K/L
Tahapan
Perencanaan
Penganggaran
Nota Keuangan dan
Kemenkeu
RAPBN
Pemerintah+DPR
APBN
Kemenkeu
Rincian APBN
K/L+Kemenkeu
DIPA
Pelaksanaan
Pemerintah+DPR
LKPP
Pertanggungjawaban
Pengesahan
Sementara itu, siklus anggaran bila dilihat lebih teknis dapat dipahami sebagai suatu siklus yang terdiri dari beberapa tahapan sebagai berikut (DJA) : 1. Penyusunan Anggaran, tahap penyusunan anggaran dilakukan oleh pemerintah (eksekutif) dan perangkat-perangkatnya. Tahapan ini dapat dibagi menjadi dua kegiatan
terpisah
yakni
perencanaan
dan
MODUL MONEV PELAKSANAAN ANGGARAN DAN SPENDING REVIEW
penganggaran.
8
BAB II: KERANGKA TEORI
2. Pengesahan Anggaran, yakni tahap pengesahan anggaran yang dilakukan oleh DPR. 3. Pelaksanaan Anggaran. Pelaksanaan APBN dilakukan oleh pemerintah beserta perangkatnya. 4. Pengawasan Pelaksanaan Anggaran. Pengawasan atas pelaksanaan anggaran seyogyanya dilakukan baik melalui ex post audit, ex ante review maupun in-year monitoring and evaluation. 5. Pertanggungjawaban
Anggaran.
Pertanggungjawaban
APBN
antara
lain
diwujudkan melalui laporan keuangan pemerintah yang diaudit. Bila digambarkan, kelima tahapan tersebut di atas akan membentuk suatu lingkaran, di mana ujung proses suatu periode merupakan pangkal dari proses periode berikutnya, sehingga membentuk siklus. Dalam siklus ini, monitoring dan evaluasi dapat dilihat dari dua sisi, yang pertama sebagai alternatif bentuk pengawasan, di sisi lain monitoring dan evaluasi dilaksanakan mulai sejak tahap dan seiring dengan pelaksanaan. Pada ujung dari monitoring dan evaluasi ini spending review dilakukan agar hasil dari monitoring dan evaluasi dapat memberikan masukan bagi proses penganggaran berikutnya. Demikianlah siklus penganggaran dengan tata kelola yang ideal. Gambar 1. Siklus Anggaran dengan Tata Kelola Ideal
Sumber: Dibuat oleh Tim Penyusun Selanjutnya, betapa pentingnya monitoring dan evaluasi dalam siklus anggaran sebagai kunci dari tata kelola penganggaran yang dibutuhkan bagi terciptanya pengambilan kebijakan dapat dibaca dari kutipan pernyataan oleh Impact Evaluation
Group
World
Bank
berikut
MODUL MONEV PELAKSANAAN ANGGARAN DAN SPENDING REVIEW
ini
: 9
BAB II: KERANGKA TEORI
“Monitoring and evaluation (M&E) are at the center of sound governance arrangements. They are necessary for the achievement of evidence-based policy making, budget decisions, management, and accountability.” Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sebagai bagian dari siklus anggaran, kegiatan monitoring dan evaluasi atas pelaksanaan anggaran dan spending review sangat penting. Monitoring dan evaluasi pelaksanaan anggaran yang ditindaklanjuti melalui spending review diperlukan untuk memastikan bahwa tahap perencanaan dan penganggaran tahun berikutnya akan dapat mengakomodasi masukanmasukan untuk perbaikan dari proses yang dilakukan sebelumnya. C. Pelaksanaan Anggaran sebagai bagian dari Fungsi Perbendaharaan Pemerintah, dalam hal ini Direktorat Jenderal Perbendaharaan,
berkewajiban
untuk memastikan efisiensi atas pelaksanaan anggaran dan pengelolaan yang baik untuk sumber daya keuangannya. Fungsi pengelolaan sumber daya keuangan termasuk di dalamnya adalah perumusan kebijakan fiskal, perencanaan anggaran, perbendaharaan sampai pada pelaksanaan audit dan evaluasi dari kinerja keuangan dan dampak kebijakan tersebut. Fungsi Perbendaharaan (Treasury Functions) dapat dijabarkan menjadi4 : 1. Budget Execution and Financial Planning 2. Accounting and Reporting 3. Cash and Debt Management Budget execution sendiri, menurut konsep diatas, terdiri atas langkah-langkah pelaksanaan anggaran, antara lain : 1. Allocation of appropriations 2. Commitment 3. Verification 4. Payment
4
Schiavo‐Campo dan Tommasi, “Managing Government Expenditure”, 1999.
MODUL MONEV PELAKSANAAN ANGGARAN DAN SPENDING REVIEW
10
BAB II: KERANGKA TEORI
Gambar 2. Pelaksanaan Anggaran dalam Perbendaharaan
(Sumber: Schiavo-Campo dan Tommasi, 1999) Dengan pelimpahan pengesahan DIPA kepada Ditjen Anggaran, diharapkan Ditjen Perbendaharaan lebih fokus untuk melaksanakan fungsi perbendaharaan, khususnya dalam pelaksanaan anggaran (budget execution). Dengan latar belakang tersebut, disamping adanya tuntutan reformasi pengelolaan keuangan publik/Public Financial Management (PFM) maka diperlukan suatu mekanisme monitoring dan evaluasi pelaksanaan anggaran untuk memastikan : 1. Kesesuaian pelaksanaan anggaran dengan peraturan 2. Kesesuaian dengan perubahan eksternal 3. Teratasinya masalah pelaksanaan anggaran 4. Efisiensi dan efektivitas penggunaan sumber daya Budget execution meliputi baik kegiatan-kegiatan terkait dengan pelaksanaan kebijakan maupun tugas-tugas terkait dengan pengadministrasian anggaran. Baik Kementerian Keuangan selaku BUN maupun satker sama-sama terlibat dalam pelaksanaan kedua tugas ini. Pembagian tanggung jawab dan akuntabilitas antara BUN dan satker harus dibagi menurut kewenangannya. Pembagian tanggung jawab tersebut dapat dibagi sebagai berikut:
MODUL MONEV PELAKSANAAN ANGGARAN DAN SPENDING REVIEW
11
BAB II: KERANGKA TEORI
BUN : Terkait dengan pelaksanaan anggaran: mengadministrasikan sistem penyaluran dana, memonitor aliran dana, melaksanakan revisi sepanjang tahun, mengelola sistem
pembayaran
yang
terpusat
dan
mengawasi
rekening-rekening
pemerintah, mengadministrasikan sistem penggajian terpusat (jika ada), mengonsolidasikan rekening-rekening dan menyiapkan progress reports, Terkait dengan kebijakan: mereviu progres pelaksanaan anggaran secara independen maupun bersama dengan satker, mengidentifikasi revisi kebijakan jika diperlukan, dan mengusulkan realokasi yang membutuhkan otorisasi dari Parlemen. Satker : Terkait dengan pelaksanaan anggaran: mengalokasikan dana bagi unit-unit di bawahnya, membuat komitmen, membeli dan melakukan pengadaan barang dan jasa, memverifikasi barang dan jasa yang diperloleh, menyiapkan SPM, menyiapkan progress reports, memonitor indikator kinerja dan membukukan transaksi. Terkait dengan pelaksanaan kebijakan : secara periodik mereviu implementasi dari program (termasuk memonitor capaian indikator kinerja), mengidentifikasi masalah dan mengimplementasikan solusi yang memadai, merealokasi sumber daya kepada berbagai program yang masih dalam kerangka kebijakan yang telah ditetapkan. Dari pembagian tugas dan wewenang di atas, adalah tanggung jawab dari BUN untuk melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan anggaran dalam rangka mendokumentasikan bukti-bukti sebagai bahan pengambilan kebijakan, dan melakukan reviu atas belanja pemerintah (spending review) untuk mengidentifikasi kebutuhan atas revisi kebijakan maupun realokasi anggaran. DI lain pihak, monitoring dan evaluasi pelaksanaan anggaran dan reviu yang dilakukan oleh Kementerian Keuangan dapat menjadi peer-review bagi reviu implementasi yang dilakukan oleh Kementerian/Lembaga. Dengan demikian, spending review lebih merupakan alat manajerial yang tidak saja berguna untuk Pemerintah secara umum namun juga untuk masing-masing Kementerian/Lembaga.
MODUL MONEV PELAKSANAAN ANGGARAN DAN SPENDING REVIEW
12
BAB III: MONITORING DAN EVALUASI PELAKSANAAN ANGGARAN
BAB III MONITORING DAN EVALUASI PELAKSANAAN ANGGARAN A. Definisi Monitoring dan Evaluasi Definisi monitoring adalah kegiatan monitoring dalam kegiatan selama pelaksanaan anggaran yang berkaitan dengan pengamatan yang didokumentasikan atas proses dan kegiatan yang berkaitan dengan pelaksanaan anggaran dalam suatu periode tertentu. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa uang yang dialokasikan untuk suatu kegiatan telah dibelanjakan dan digunakan dengan tepat guna dan tepat waktu. Ada beberapa pihak yang dapat melakukan kegiatan monitoring pelaksanaan anggaran ini, antara lain : unit eksekutif, legislatif dan masyarakat umum. Di lain pihak, evaluasi berkaitan dengan proses pertimbangan. Dari hasil monitoring, dengan mengacu pada berbagai kriteria yang ada, misalnya terdapat berbagai
aspek-aspek
dalam
pelaksanaan
anggaran
yang
perlu
dipertimbangkan/dievaluasi. Beberapa kriteria yang perlu diperhatikan dalam proses evaluasi atas pelaksanaan anggaran antara lain :
Sejauh mana anggaran negara memenuhi hak ekonomi dan kebutuhan rakyat.
Sejauh mana anggaran negara telah dialokasikan dengan adil dan tepat ke berbagai sektor perekonomian.
Sejauh mana target khusus dapat terpenuhi.
Tingkat efisiensi dan apakah anggaran telah mencapai kualitas value-formoney.
Sejauh mana anggaran negara telah melaksanakan fungsi stabilisasi dalam
rangka memacu pertumbuhan ekonomi, mengurangi pengangguran dan menjaga inflasi, dan fungsi-fungsi lain yang telah ditetapkan. B. Sistem Monitoring dan Evaluasi Sekarang Beberapa permasalahan klasik pelaksanaan anggaran seperti tingkat penyerapan tidak optimal, terutama untuk jenis belanja modal dan menumpuknya penyerapan pada akhir tahun (ketidakproporsionalan) telah dapat diidentifikasi oleh sistem monitoring dan evaluasi yang ada sekarang. Penyebab ketidakoptimalan dan ketidakproporsionalan penyerapan anggaran dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yakni yang bersifat struktural, institusional dan kultural (Paparan Overview Penyerapan APBN Tahun 2011 dan Persiapan Pelaksanaan Anggaran 2012) : MODUL MONEV PELAKSANAAN ANGGARAN DAN SPENDING REVIEW
13
BAB III: MONITORING DAN EVALUASI PELAKSANAAN ANGGARAN
Permasalahan yang bersifat struktural, yakni terkait dengan berbagai kebijakan di bidang :
Perencanaan nasional
Pengelolaan keuangan negara
Pengadaan barang dan jasa
Pertanahan
Permasalahan yang bersifat institusional, yakni terkait dengan manajemen dan kelembagaan :
Penetapan pejabat perbendaharaan
Pejabat pengadaan
Organisasi pengadaan (ULP)
Ketersediaan lahan
Lemahnya perencanaan
Lemahnya koordinasi
Kurangnya persiapan dan pedoman pelaksanaan anggaran
Lambatnya penyelesaian dokumen anggaran
Permasalahan yang bersifat kultural/habitual, yakni terkait dengan kultur secara umum dan pejabat perbendaharaan :
Sikap terlalu hati-hati dalam pengelolaan keuangan negara
Kebiasaan menunda pekerjaan pada menit-menit terakhir
Perspektif tentang tidak seimbangnya insentif yang diterima dengan risiko yang dihadapi
Dorongan untuk memaksimalkan penggunaan anggaran (dipicu oleh mindset bahwa kinerja terfokus pada penyerapan)
Namun demikian, sistem monitoring dan evaluasi yang ada sekarang belum dapat menelaah lebih jauh permasalahan-permasalahan yang lebih penting daripada penyerapan, yakni masalah efisiensi dan efektivitas belanja negara. Salah satu kendala dari sistem monitoring dan evaluasi yang ada sekarang sehingga tidak mampu mengukur efisiensi dan efektivitas adalah karena belum ada mekanisme yang dapat menunjukkan keterkaitan antara realisasi keuangan MODUL MONEV PELAKSANAAN ANGGARAN DAN SPENDING REVIEW
14
BAB III: MONITORING DAN EVALUASI PELAKSANAAN ANGGARAN
dengan kinerja output untuk mengukur apakah dalam proses pencapaian output tersebut telah dilaksanakan secara efisien (apakah output tidak dapat dicapai dengan input yang lebih sedikit). Dengan volume belanja yang semakin besar, pemerintah dituntut untuk mengukur efektivitas dan efisiensi pengelolaan belanja. Penggunaan anggaran yang begitu besar diharapkan tidak menguap sia-sia tanpa ada evaluasi yang terhadap penggunaannya. Monitoring dan evaluasi yang masih terbatas lingkupnya pada penyerapan anggaran
saja
saat
ini
didasarkan
pada
Peraturan
Direktur
Jenderal
Perbendaharaan Nomor PER-28/PB/2001 tanggal 6 Juni 2011 tentang Petunjuk Pelaksanaan Monitoring dan Evaluasi Penyerapan Anggaran. Beberapa elemen pelaksanaan monitoring dan evaluasi penyerapan anggaran yang ada pada saat ini adalah : Metode
:
Kuesioner web-base
Waktu
:
Tiap bulan
Pelaksanaan Komponen Pelaporan
Waktu-waktu tertentu : a. Pagu dan realisasi per Bagian Anggaran b. Daftar satker dengan realisasi penyerapan rendah berdasarkan kriteria yang telah ditentukan pada aplikasi monev c. Uraian
permasalahan
penyebab
rendahnya
penyerapan anggaran d. Masukan dalam rangka percepatan penyerapan anggaran terkait permasalahan yang terjadi e. Langkah-langkah yang telah dan akan dilakukan dalam rangka percepatan penyerapan anggaran f.
Hasil
yang
sosialisasi,
telah
dicapai
diseminasi,
dalam
bimbingan
pelaksanaan teknis
dan
pendampingan
MODUL MONEV PELAKSANAAN ANGGARAN DAN SPENDING REVIEW
15
BAB III: MONITORING DAN EVALUASI PELAKSANAAN ANGGARAN
Sedangkan untuk proses bisnis monitoring dan evaluasi penyerapan anggaran yang saat ini telah dilakukan dapat digambarkan sebagai berikut : Gambar 3. Proses Bisnis Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan Anggaran Saat Ini
Dengan adanya tuntutan reformasi seperti yang telah diungkapkan sebelumnya, di samping
teknologi
yang
semakin
berkembang,
kompleksitas
pelaksanaan
anggaran yang makin meningkat serta adanya target penajaman fungsi pada Direktorat Pelaksanaan Anggaran, Direktorat Jenderal Perbendaharaan, dirasa perlu adanya suatu monitoring dan evaluasi yang lebih komprehensif, tidak terbatas pada analisis terhadap penyerapan anggaran, namun pada pelaksanaan anggaran secara menyeluruh. Seperti kita ketahui, banyak hal yang saat ini menjadi masalah dalam pelaksanaan anggaran kita yang tidak hanya terkait dengan penyerapan, misalnya apakah sistem pembayaran itu sendiri telah menerapkan prinsip-prinsip efisiensi, atau apakah input yang dipakai dapat lebih dihemat, dan sebagainya. C. Tujuan, Ruang Lingkup dan Manfaat Menjawab tantangan berbagai permasalahan di atas, diperlukan suatu kegiatan yang dapat memastikan bahwa pelaksanaan anggaran telah dilaksanakan sesuai dengan kaidah (efisien) dan dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan (efektif). Untuk itu diperlukan suatu mekanisme monitoring dan evaluasi yang bisa menjawab semua persoalan yang menghambat pelaksanaan anggaran. Lebih jauh MODUL MONEV PELAKSANAAN ANGGARAN DAN SPENDING REVIEW
16
BAB III: MONITORING DAN EVALUASI PELAKSANAAN ANGGARAN
lagi, monitoring dan evaluasi pelaksanaan anggaran yang akan dilakukan ke depan harus memastikan bahwa pelaksanaan anggaran telah memenuhi prinsip value for money. Dengan tujuan yang komprehensif, monitoring dan evaluasi pelaksanaan anggaran yang dilakukan ke depan akan lebih menyeluruh dibandingkan dengan yang ada sekarang, yakni melingkupi seluruh aspek pelaksanaan anggaran, baik aspek internal yang berkaitan dengan perbaikan proses bisnis pengelolaan keuangan pemerintah, maupun eksternal yakni kinerja pelaksanaan anggaran yang dilakukan oleh satker sebagai unit penyelenggara pemerintahan, yang menggunakan sumber daya keuangan dari anggaran pemerintah. Mekanisme monitoring dan evaluasi yang diusulkan haruslah : 1. Lebih
mampu
memberikan
hasil
monitoring
dan
evaluasi
yang
lebih
komprehensif dan tajam; 2. Mampu memberikan solusi terhadap permasalahan pelaksanaan anggaran dari perspektif efektivitas dan efisiensi; 3. Mempunyai landasan teoritis dan referensi best practices yang cukup dari negara-negara yang mempunyai kondisi yang sesuai dengan Indonesia; 4. Sesuai dengan karakteristik para pemangku pelaksanaan anggaran di Indonesia; 5. Mampu mengoptimalkan sumber daya yang tersedia; 6. Mampu mengadopsi perubahan teknologi terkait pelaksanaan monitoring dan evaluasi. Manfaat dari monitoring dan evaluasi pelaksanaan anggaran yang menyeluruh diharapkan akan dapat meningkatkan kualitas kinerja keuangan dan kinerja output dari pengelola keuangan pemerintah, melalui kegiatan monitoring dilakukan sepanjang tahun, seiring dengan pelaksanaan anggaran itu sendiri, sehingga dapat memberi rekomendasi atau solusi atas permasalahan dalam pelaksanaan anggaran yang praktis dan konkret, serta melalui evaluasi atas kinerja keuangan dan kinerja non keuangan (keluaran dan proses) dalam satu periode sebagai bahan masukan untuk perbaikan di periode berikutnya. Hasil dari monitoring dan evaluasi pelaksanaan anggaran juga diharapkan dapat menjadi sumber referensi bagi pengambilan berbagai kebijakan di bidang pengelolaan keuangan negara dan sumber
informasi
pelaksanaan
yang
komprehensif
mengenai
berbagai
anggaran
MODUL MONEV PELAKSANAAN ANGGARAN DAN SPENDING REVIEW
aspek
dalam negara. 17
BAB III: MONITORING DAN EVALUASI PELAKSANAAN ANGGARAN
D. Mekanisme Dari persyaratan mengenai sistem monitoring dan evaluasi baru yang dibutuhkan, disusunlah mekanisme monitoring dan evaluasi pelaksanaan anggaran yang dapat mendukung inisiatif spending review. Namun demikian, terlebih dahulu mari kita identifikasikan perbedaan-perbedaan antara sistem monitoring dan evaluasi pelaksanaan anggaran yang lama dengan yang baru. Tabel 2. Matriks Perbedaan Sistem Monitoring dan Evaluasi Sekarang dan Nanti Aspek
Kondisi Saat Ini
Pendekatan
Logical Framework Approach
Objek Reviu
Pengeluaran Pemerintah
Metode
Kuesioner
Output
Laporan Monev Triwulanan Tk. Kanwil, KPPN dan K/L Kompilasi laporan Triwulan
Objek Analisis
a. Pagu dan realisasi per Bagian Anggaran b. Daftar satker dengan realisasi penyerapan rendah berdasarkan kriteria yang telah ditentukan pada aplikasi monev c. Uraian permasalahan penyebab rendahnya penyerapan anggaran d. Masukan dalam rangka percepatan penyerapan anggaran terkait permasalahan yang terjadi e. Langkah-langkah yang telah dan akan dilakukan dalam rangka percepatan penyerapan anggaran f. Hasil yang telah dicapai dalam pelaksanaan Sosialisasi, Desiminasi, Bimtek dan Pendampingan
Kondisi Akan Datang Logical Framework Approach, Research Based Pengeluaran Pemerintah, Proses Bisnis, Fungsi Reviu Pelaksanaan Anggaran, Penelusuran Belanja, Reviu Proses Bisnis ‐ Reviu Pelaksanaan Anggaran (periodik) ‐ Laporan Penelusuran Belanja (tematik) ‐ Laporan Reviu Bisnis Proses (tematik) ‐ Spending Review (Reviu Belanja Pemerintah untuk rekomendasi alokasi) (periodik dan ad hoc) a Idem b Keluaran (output) kegiatan c Tingkat Efisiensi d Proses
MODUL MONEV PELAKSANAAN ANGGARAN DAN SPENDING REVIEW
18
BAB III: MONITORING DAN EVALUASI PELAKSANAAN ANGGARAN
Pengguna Aplikasi
Dit. PA, Kanwil Ditjen Idem, ditambah: DJA, K/L, Perbendaharaan, Satker, unit publik (dengan level akses lain terkait (UKP4) yang berbeda-beda)
Pelaksana
Tim (di Kanwil, KPPN)
Analisis
Penyebab masalah, tren, kesesuaian dengan perencanaan
Laporan Monev
Lebih berorientasi pada penyajian informasi, terutama pada penyerapan anggaran(Laporan Monev Pelaksanaan Anggaran) Hepldesk dan FAQ (masih terpisah dengan Web Monev)
Solusi
Jenis Solusi
Global/Umum
Mekanisme monitoring dan evaluasi pelaksanaan
Merupakan Tugas dan Fungsi fleksibilitas penggunaan analisis manajemen, tergantung permasalahan yang dihadapi Berorientasi pada analisis, terutama pada capaian output dan penilaian efisiensi (Reviu Pelaksanaan Anggaran) Helpdesk dan FAQ ditambahkan pada webbased aplikasi monev serta Terintegrasi pada Website yang telah di updgrade Permasalahan spesifik untuk masing-masing satker. anggaran yang baru dengan
mempertimbangkan karakteristik-karakteristik yang telah diidentifikasikan di atas kurang lebih dapat digambarkan dalam beberapa diagram berikut ini : Gambar 4. Mekanisme Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan Anggaran Baru
MODUL MONEV PELAKSANAAN ANGGARAN DAN SPENDING REVIEW
19
BAB III: MONITORING DAN EVALUASI PELAKSANAAN ANGGARAN
Mekanisme level tinggi dalam gambar di atas pada dasarnya menjelaskan perbedaan antara monitoring dan evaluasi dan bagaimana input yang antara lain berupa DIPA diproses untuk menghasilkan output berupa reviu. Reviu yang dihasilkan ada yang bersifat periodik dan cenderung baku, yakni apa yang disebut sebagai Reviu Pelaksanaan Anggaran dan ada pula yang bersifat tematik dan cenderung merupakan penugasan ad hoc. Reviu yang bersifat tematik dapat menjadi masukan bagi Reviu Pelaksanaan Anggaran periodik. Keseluruhan temuan dalam reviu ini pada gilirannya akan menjadi bahan masukan bagi Reviu Belanja (Spending Review)
yang bertujuan memberikan rekomendasi bagi
perencanaan dan penganggaran periode berikutnya. Reviu Pelaksanaan Anggaran dibuat berjenjang, dimulai dari tingkat wilayah oleh Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan c.q Bidang Pembinaan Pelaksanaan Anggaran, kemudian didetilkan prosesnya untuk masing tingkat, yakni wilayah, bidang dan nasional, khususnya untuk keluaran yang bersifat periodik, yakni Reviu Pelaksanaan Anggaran. Gambar 5. Mekanisme Reviu Pelaksanaan Anggaran Wilayah
MODUL MONEV PELAKSANAAN ANGGARAN DAN SPENDING REVIEW
20
BAB III: MONITORING DAN EVALUASI PELAKSANAAN ANGGARAN
Gambar 6. Mekanisme Reviu Pelaksanaan Anggaran Bidang
Gambar 7. Mekanisme Reviu Pelaksanaan Anggaran Nasional
MODUL MONEV PELAKSANAAN ANGGARAN DAN SPENDING REVIEW
21
BAB IV: SPENDING REVIEW
BAB IV SPENDING REVIEW
A. Definisi Spending Review Spending review merupakan bagian dari monitoring dan evaluasi. Melalui spending review temuan dan rekomendasi yang dihasilkan monitoring dan evaluasi akan dapat digunakan sebagai bahan perencanaan dan penganggaran. Dari sisi analisisnya spending review dapat saja serupa dengan evaluasi atau analisisi mengenai pelaksanaan anggaran yang lain (contohnya: Public Expenditure Review oleh Bank Dunia), namun yang membedakan adalah, spending review secara institusional dijadikan dasar bagi alokasi anggaran. Inisiatif spending review, dengan demikian, haruslah bersifat top-down, dan dilakukan untuk tujuan yang spesifik. Spending review di Indonesia perlu diletakkan pada konteks yang tepat, sesuai dengan kebutuhan kita. Jika di kebanyakan negara maju spending review ditujukan terutama untuk memotong anggaran dalam rangka mengurangi defisit anggaran, konteks yang lebih relevan untuk Indonesia adalah peningkatan efisiensi, efektivitas dan value for money dari pengeluaran publik. Berbagai tipologi kegiatan evaluasi atas belanja pemerintah berdasarkan tujuannya (OECD) antara lain sebagai berikut : 1. Analysis: menganalisis manajemen, struktur, dan atau kebijakan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi. 2. Performance Review: mengevaluasi program, kebijakan, atau organisasi. 3. Reallocation: merealokasikan dan/atau mengurangi anggaran belanja program atau organisasi. 4. Spending Reviews a. Functional
Review:
kriteria
utamanya
efisiensi,
mengidentifikasi
bagaimana kebijakan berjalan dapat dilakukan dengan sumber daya yang lebih sedikit. Contoh kasus : Finlandia dengan “Productivity Program” (20052015) dan Yunani dengan “Functional Reviews of Central Ministries” (20122011). b. Strategic
Review: kriteria
utamanya
adalah
efisiensi
sekaligus
pemrioritasan, mengidentifikasi apa yang harus dan tidak boleh dilakukan. Contoh kasus : Australia dengan “Comprehensive Expenditure Reviews”; “Strategic Review” (2007), Canada dengan “Program Review” (1994) dan “Strategic Review” (2009); Denmark “Spending Review” (ongoing), Belanda MODUL MONEV PELAKSANAAN ANGGARAN DAN SPENDING REVIEW
22
BAB IV: SPENDING REVIEW
“Interdepartmental Policy Review” (1982; 2009-sekarang), dan UK dengan “Spending Review” (1998-sekarang). Lebih jauh tentang spending review ini dapat kita simpulkan karakteristik umumnya adalah sebagai berikut (OECD) : Scope : meliputi belanja terikat (mandatory expenditures) ataupun belanja tidak terikat (discretionary expenditures), sektoral, ataupun dari berbagai tingkat unit pemerintahan; Level : bisa keseluruhan tingkat pemerintahan, progam sektoral, suatu organisasi, ataupun kebijakan horisontal; Kerangka waktu/periodisitas : bisa dalam kurun waktu tertentu ataupun secara kontinu/reguler (rolling basis); Menghasilkan pilihan penghematan baik dalam hal jumlah staf ataupun jumlah dana, secara absolut ataupun persentase. Dari objek dan kedalaman analisisnya, monitoring dan evaluasi serta spending review dapat dibagi menjadi 3 tingkat : 1. Tingkat I, memastikan ketercapaian output. Dengan demikian isu-isu dalam monitoring dan evaluasi serta spending review tingkat I berada dalam tataran pelaksanaan anggaran. Mengidentifikasi apa saja hal-hal yang mempengaruhi penyerapan anggaran dan ketercapaian output, mengidentifikasi sumber permasalahan dan memberikan rekomendasi bagaimana menyelesaikannya secara mendasar. 2. Tingkat II, memastikan bahwa setelah output tercapai, apakah penggunaan sumber daya dalam rangka mencapai output tersebut telah sesuai dengan standar sehingga dapat dikatakan efisien atau apakah efisiensi ini dapat ditingkatkan. Beberapa metode pengukuran efisiensi dapat diterapkan untuk tingkat ini. 3. Tingkat III, memastikan bahwa pengeluaran pemerintah telah memberikan dampak sesuai dengan tujuan pengeluaran tersebut. Beberapa metode pengukuran dampak dan analisis biaya manfaat merupakan contoh alat-alat analisis
yang
dapat
digunakan
pada
MODUL MONEV PELAKSANAAN ANGGARAN DAN SPENDING REVIEW
tingkat
ini.
23
BAB IV: SPENDING REVIEW
Tiga tingkat kedalaman analisis dalam monitoring dan evaluasi serta spending review dapat digambarkan dalam diagram berikut ini :
Gambar 8. Level Kedalaman Monitoring dan Evaluasi dan Spending Review
B. Tujuan Spending Review Disamping adanya idle capacity yang diakibatkan pengalihan kewenangan pengesahan DIPA dan revisi, inisiatif ini dipandang tepat untuk dilaksanakan oleh Ditjen Perbendaharaan sekarang karena beberapa sebab : 1. Direktorat Jenderal Perbendaharaan memiliki potensi kapasitas SDM yang cukup dan stuktur organisasi yang memungkinkan pekerjaan ini dilakukan secara terinstitusionalisasi. 2. Reviu akan memiliki fungsi check and balance jika dilakukan oleh unit yang tidak melaksanakan perencanaan dan alokasi penganggaran. 3. Direktorat Jenderal Perbendaharaan menguasai data pelaksanaan anggaran dan terlibat intens dengan satuan kerja dalam proses pelaksanaan anggaran sehari-hari melalui mekanisme pencairan dana. Sedangkan jika dilihat dari urgensi, ada beberapa sebab yang melatarbelakangi perlunya dilaksanakan spending review di Indonesia sekarang. Beberapa wake-up call
permasalahan
pelaksanaan
anggaran
antara
lain5
:
5
Data dalam bentuk tabel dan grafik yang melandasi pernyataan ini dapat dilihat di Lampiran I.
MODUL MONEV PELAKSANAAN ANGGARAN DAN SPENDING REVIEW
24
BAB IV: SPENDING REVIEW
1. Naiknya volume APBN dari tahun ke tahun, tanpa diiringi dengan peningkatan kualitas hidup (direpresentasikan oleh Indeks Pembangunan Manusia) yang signifikan, memberikan indikasi rendahnya tingkat efektivitas belanja negara. 2. Terbatasnya ruang fiskal yang hanya sebesar 5-6% (5,1% pada 2011) dari Pendapatan Domestik Bruto mengakibatkan fleksibilitas anggaran terbatas, contohnya untuk alokasi infrastruktur yang berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi rendah. 3. Tingginya alokasi maupun realisasi belanja yang bersifat mengikat (mandatory spending) dan sebaliknya rendahnya alokasi maupun realisasi belanja yang bersifat
tidak
mengikat
(discretionary
spending)
mengindikasikan
biaya
penyelenggaraan negara yang tinggi dibandingkan dengan biaya pelayanan publiknya. 4. Penyerapan
belanja
negara,
khususnya
belanja
barang
dan
modal
Kementerian/Lembaga tidak optimal dan cenderung menumpuk pada akhir tahun anggaran akibatnya peran stimulus fiskal dari kontribusi belanja negara tidak tercapai, begitu pula hal ini menyulitkan pengelolaan kas negara. 5. Kualitas belanja operasional birokrasi lebih besar dari pada belanja modal atau belanja pelayanan langsung kepada publik, akibatnya terjadi pemborosan, inefisiensi dan tidak terukurnya pengaruh belanja pemerintah terhadap kualitas layanan publik. Mengingat berbagai permasalahan pelaksanaan anggaran yang mendasar yang terjadi secara umum ini, perlu dilakukan upaya perbaikan yang mendasar pula terhadap praktik pengelolaan keuangan. Dengan spending review diharapkan beberapa permasalahan di atas dapat di atasi. Contohnya, dalam Crash Program Spending Review 2013 yang dilakukan oleh Ditjen Perbendaharaan6, ditemukan potensi tambahan ruang fiskal, di antaranya dari indikasi inefisiensi. Dampak yang diharapkan dari inisiatif spending review mendasar dan radikal : 1. Terjadi
pergeseran
paradigma
dari
disbursement-based
(fokus
pada
penyerapan) menjadi efficiency-based (fokus pada efisiensi) 2. Terjadi perbaikan kualitas belanja melalui pengurangan pengeluaran tidak produktif (i.e pengeluaran-pengeluaran rutin/administratif) 3. Lebih banyak ruang fiskal untuk discretionary spending (e.g belanja infrastruktur, investasi
pemerintah)
6
Metodologi dan Hasil Crash Program Spending Ditjen Perbendaharaan 2013 dapat dibaca pada bagian Studi Kasus di lampiran.
MODUL MONEV PELAKSANAAN ANGGARAN DAN SPENDING REVIEW
25
BAB IV: SPENDING REVIEW
4. Tercapainya sasaran pembangunan pemerintah dengan lebih efektif 5. Meningkatkan value for money dari pengeluaran pemerintah (membuat campur tangan pemerintah terjustifikasi) C. Praktik-praktik Spending Review di Negara Lain 1. Comprehensive Spending Review di Inggris Comprehensive Spending Review (CSR) di Inggris dilakukan sejak 1999, di saat Inggris mengalami pertumbuhan ekonomi yang stabil. CSR di Inggris memiliki tujuan yang berbeda-beda, sesuai dengan kondisi yang dihadapi pada periode itu. Sebagai contoh CSR 2007 dilakukan untuk mengendalikan pertumbuhan pengeluaran pemerintah, sedangkan pada 2010 yang dibuat untuk pengeluaran periode 2011/2012 sampai dengan 2014/2015 dilakukan dengan tujuan memotong anggaran untuk mengurangi defisit. Metode yang digunakan dengan demikian juga berubah-ubah, mengikuti tujuannya tersebut. Salah satu analisis yang dilakukan adalah analisis dampak distribusional (distributional impact analysis) yang dilakukan
untuk mengukur dampak
(perubahan
tingkat
kesejahteraan masyarakat) dari suatu realokasi atau pemotongan anggaran. 2. Jigyo Shiwake (Budget/Program Review) di Jepang Di Jepang, mengikuti pergantian pemangku kekuasaan dari partai LDP ke DPJ pada tahun 2010, salah satu gebrakan penting adalah dilakukannya apa yang disebut sebagai “jigyo shiwake” atau reviu program/anggaran. Dalam Jigyo Shiwake, satu persatu program atau proyek atau kegiatan yang dilakukan oleh satuan kerja ditelaah kembali efektivitas dan efisiensinya. Metode yang digunakan adalah birokrat atau pemilik proyek menjelaskan kepada reviewer (shiwakenin), yang terdiri dari politikus anggota parlemen ditambah dengan ahli yang biasanya berasal dari akademisian) pentingnya proyek atau kegiatan mereka, dan para reviewer memutuskan perlu atau tidaknya proyek/kegiatan tersebut diteruskan atau seberapa besar anggaran yang harus dialokasikan. Secara total telah ditetapkan target berapa besar pemotongan anggaran yang akan dilakukan, sehingga para reviewer memiliki pedoman dalam melakukan pemotongan. Proses seperti ini bukan hal yang baru, namun Partai DPJ membuat gebrakan dengan menyiarkan proses perundingan ini dalam jaringan internet yang dapat diakses oleh publik. Tujuan dari proses review ini adalah untuk mewujudkan janji Partai DPJ untuk dapat memperbaiki kondisi fiskal Jepang yang saat ini berada pada titik rawan, dengan utang pemerintah kumulatif
sebesar
lebih
dari
200%
MODUL MONEV PELAKSANAAN ANGGARAN DAN SPENDING REVIEW
dari
GDPnya. 26
BAB IV: SPENDING REVIEW
3. OECD
7
Organisasi Kerjasama dan Pembangunan Ekonomi (Organization of Economic Co-operative and Delevopment/OECD) dalam rangka merespon krisis fiskal di Eropa, pada tahun 2011 mulai mempromosikan spending review sebagai alat untuk memperbaiki efisiensi dan efektivitas belanja pemerintah. OECD menginventarisir tata hubungan institusi (institutional setting) pelaksanaan spending review di negara-negara anggotanya, seperti tergambar dalam Tabel 3. Walaupun dalam tabel tersebut terlihat perbedaan tata hubungan, OECD sendiri mempromosikan pelakasanaan spending review oleh Kementerian Keuangan dengan tujuan menyediakan mekanisme untuk mengkompensasikan insentif asimetris antara Kementerian Keuangan dan Kementerian Teknis8. Melalui spending review diharapkan, misalnya, Kementerian Keuangan dapat menerapkan kebijakan penghematan biaya operasional untuk mengurangi inefisiensi. Tabel 3. Tata Kelola Spending Review di Negara-negara OECD.
Sumber: OECD
7
Materi dalam bagian ini didasarkan pada materi‐materi terkait OECD Senior Budget Officials Network on Performance and Results, Pertemuan Tahunan ke‐7, November 2011. 8 Insentif asimetris atau perbedaan insentif ini serupa dengan persoalan Principal‐Agent, di mana 2 aktor yang saling terkait dalam suatu pekerjaan untuk mencapai tujuan bersama ternyata memiliki insentif yang berbeda.
MODUL MONEV PELAKSANAAN ANGGARAN DAN SPENDING REVIEW
27
BAB IV: SPENDING REVIEW
D. Hubungan antara Spending Review, Monitoring dan Evaluasi serta Siklus Penganggaran Spending review dapat dilihat dari dua sisi, yakni sebagai output dari monitoring dan evaluasi pelaksanaan anggaran maupun sebagai bagian (alat) dari monitoring dan evaluasi dari pelaksanaan anggaran. Keterkaitan antara siklus anggaran, monitoring dan evaluasi pelaksanaan anggaran dan spending review dapat digambarkan dalam gambar di bawah ini. Pada gambar tersebut terlihat bahwa monitoring dan evaluasi dapat dibagi menjadi dua bagian besar, yakni monitoring dan evaluasi sepanjang tahun dan spending review yang khusus memberikan masukan bagi perencanaan dan penganggaran periode berikutnya. Spending review itu sendiri menggunakan bahan masukan dari monitoring dan evaluasi agar kebijakan alokasi yang diambil berdasarkan bukti-bukti (evidence-based policy). Lebih jauh lagi, dapat dikatakan bahwa inti dari monitoring dan evaluasi adalah kinerja, yang terdiri dari realisasi dana dan keluaran (output), untuk menghasilkan reviu yang dapat membahas permasalahan efisiensi dan efektivitas.
MODUL MONEV PELAKSANAAN ANGGARAN DAN SPENDING REVIEW
28
BAB V : METODOLOGI
BAB V METODOLOGI
Mengingat pada dasarnya analisis yang dilaksanakan dalam monev dan spending review bisa dikatakan sama, maka pembahasan mengenai metodologi analisis akan dilakukan dalam satu bagian. Aktivitas memonitor, mengevaluasi serta membuat reviu atas pelaksanaan anggaran pada dasarnya memiliki benang merah, yakni semuanya terfokus pada kinerja pelaksanaan anggaran. Perbedaannya, pada tahap monitoring, aktivitas sebagian besar dilakukan dalam rangka mengamati pelaksanaan (sesuai dengan praktik yang ada), mengumpulkan data, bukti-bukti, membina, mengoreksi dan memperbaiki di mana koreksi/perbaikan dapat dilakukan pada saat itu juga. Pada tahap evaluasi, datadata yang telah dikumpulkan dianalisis, diberi konteks yang lebih luas, misalnya dengan membandingkan kinerja antar unit atau wilayah. Pada saat spending review, hasil analisis dari tahap evaluasi dapat dijadikan dasar untuk memberikan rekomendasi untuk realokasi. Dengan demikian, spending review idealnya dilakukan pada ujung tahapan monitoring dan evaluasi. Namun demikian, spending review dapat pula dilakukan atas inisiatif yang terpisah dari hasil evaluasi pelaksanaan anggaran, misalnya jika ada isu publik yang mendesak sehingga pengambil kebijakan pusat memutuskan untuk melakukan reviu terhadap alokasi untuk mengatasi hal tersebut. Dengan demikian, pada dasarnya terdapat benang merah analisis antara monitoring dan evaluasi pelaksanaan anggaran dan spending review yakni performance measurement atau pengukuran kinerja pelaksanaan anggaran. Salah satu pendekatan dalam pengukuran kinerja pelaksanaan anggaran ini adalah apa yang disebut sebagai pendekatan kerangka logis (logical framework approach atau LFA). Dalam LFA dikenal konsep-konsep seperti input, output dan outcome. Pada analisis yang dilakukan pada tahap monitoring, evaluasi maupun reviu belanja negara (spending review) konsep-konsep ini akan sangat sering dibahas. LFA juga telah diterapkan pada Penganggaran Berbasis Kinerja di Indonesia. LFA dapat dikatakan merupakan alat utama monitoring dan evaluasi. Konsep monev pelaksanaan anggaran dan spending review yang dikembangkan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan, khususnya di Direktorat Pelaksanaan Anggaran juga akan menerapkan pendekatan LFA yang diperkuat dengan pendekatan ilmiah berbasis
riset
yang
MODUL MONEV PELAKSANAAN ANGGARAN DAN SPENDING REVIEW
kuat.
29
BAB V : METODOLOGI A. Kerangka Konsep Dari latar belakang permasalahan dan kebutuhan akan monitoring dan evaluasi dalam mekanisme APBN dengan mengacu pada teori yang melandasinya, serta dengan mempertimbangkan berbagai praktik-praktik monitoring dan evaluasi dari negara-negara representatif yang dapat dijadikan model monev sesuai dengan kondisi Indonesia maka disusunlah suatu kerangka konsep monitoring dan evaluasi pelaksanaan anggaran yang akan menjadi tugas pokok dan fungsi Direktorat Pelaksanaan Anggaran. Bamberger (2004) menyatakan bahwa kerangka monev harus dapat mempunyai kaitan sesuai dengan kebutuhan. Untuk itu diperlukan pendekatan, metode, dan alat bantu (tool) yang dapat memberikan gambaran bahwa monev yang dijalankan sudah terintegrasi dari persepsi keilmuan dan kebutuhan yang ada. Kerangka konsep monev Direktorat Pelaksanaan Anggaran disusun dengan mengacu kepada pendekatan manajemen belanja pemerintah (PEM) dan pendekatan analisis proses (process centric) yang dapat diilustrasikan sebagai bangunan rumah dengan elemen-elemen/building blocks-nya seperti berikut : Gambar 9. Kerangka Konsep/Metodologi Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan Anggaran
Sumber: Disusun oleh Tim Penyusun
MODUL MONEV PELAKSANAAN ANGGARAN DAN SPENDING REVIEW
30
BAB V : METODOLOGI Dari ilustrasi di atas dapat dijelaskan bahwa Kerangka konsep monev pelaksanaan anggaran terdiri dari beberapa elemen penyusunnya yaitu : 1. Pendekatan (Approaches) Merupakan
konseptual
teori
ideal
yang
telah
dievaluasi
berdasarkan
implementasi nyata sebagai bentuk pelaksanaan suatu Program (Stufflebeam & Shinkfield, 2007). Pengertian tersebut memuat substansi inti yang akan menjadi sudut pandang utama dalam pelaksanaan monev. Lebih lanjut lagi dapat dikemukakan bahwa dengan meninjau dan menilai berbagai pendekatan yang ada maka pelaksanaan monev Direktorat Pelaksanaan Anggaran akan menggunakan dua pendekatan yaitu pendekatan dari manajemen belanja pemerintah (public expenditure Management) dan pendekatan proses (process centric). 2. Metode (method) Merupakan cara yang disusun dengan menggabungkan teori aplikatif dengan hasil evaluasi untuk selanjutnya dilakukan penyusunan model logis yang dapat memecahkan permasalahan yang ada (Lang, Patterson, & Mays, 2008). Monitoring dan evaluasi Dit. PA menggunakan pola kerja yang mengidentifikasi permasalahan dengan analisis data terlebih dahulu kemudian menggunakan penelusuran belanja pemerintah sebagai pembuktian lapangan. Pola itu didukung dengan manajemen proses bisnis yang telah dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan dan ruang lingkup Dit. PA. 3. Alat bantu (tools) Merupakan alat bantu yang digunakan untuk mengukur capaian indikator yang telah ditetapkan dalam suatu sistem monitoring dan evaluasi. Penggunaan alat bantu adalah untuk memastikan analisis yang dilakukan lebih berkualitas dengan didukung oleh informasi atau data yang dibutuhkan indikator monev (Services, 2011). Sesuai dengan alat bantu itu sendiri maka pemilihannya bersifat dinamis. Maksudnya adalah alat bantu dapat berubah sesuai dengan capaian indikator yang akan diteliti. Secara umum, alat bantu dapat diklasifikasikan menjadi alat bantu kualitatif dan alat bantu kuantitatif. Sesuai dengan fungsi Dit. PA sebagai pihak yang akan melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan anggaran, beberapa alat bantu kualitatif seperti survei penelusuran belanja pemerintah (PETS) dan alat bantu kuantitatif seperti activity based costing
(ABC) akan
menjadi alat bantu dominan yang akan didukung oleh aplikasi notasi model proses
bisnis
MODUL MONEV PELAKSANAAN ANGGARAN DAN SPENDING REVIEW
analisis.
31
BAB V : METODOLOGI B. Manajemen Belanja Pemerintah Dilihat dari pendekatan yang merupakan sudut pandang dari mana objeknya dilihat, monitoring dan evaluasi pelaksanaan anggaran dapat dibagi menjadi 2, yaitu pendekatan
melalui
manajemen
belanja
pemerintah
(Public
Expenditure
Management) dan melalui proses bisnis. Dari sisi manajemen belanja pemerintah, terdapat beberapa metode yang dapat digunakan. Metode ini dapat berkembang sesuai dengan kebutuhan, namun saat ini, metode-metode inilah yang dirasa cukup layak memungkinkan untuk dilaksanakan. Ke depannya, dimungkinkan untuk melakukan metode-metode lain untuk tujuan yang berbeda. Metode Reviu Pelaksanaan Anggaran Reviu Pelaksanaan Anggaran merupakan bentuk reviu berkala, yang dilakukan secara bottom up, dimulai dari instansi vertikal di Ditjen Perbendaharaan untuk menghasilkan reviu pelaksanaan anggaran tingkat wilayah, yang kemudian akan memberikan bahan bagi penyusunan reviu pelaksanaan anggaran di tingkat pusat. Di tingkat pusat, reviu pelaksanaan anggaran tidak hanya tingkat nasional namun juga disusun per bidang. Reviu di tingkat yang lebih rendah dengan ruang lingkup lebih sempit merupakan bahan bagi reviu di tingkat lebih tinggi dengan ruang lingkup lebih luas. Dari sisi analisisnya, metode reviu pelaksanaan anggaran dapat menggunakan berbagai alat, sesuai dengan permasalahan yang disentuhnya. Sebagai contoh, pada saat ingin melihat efisiensi pelaksanaan anggaran, maka beberapa alat pengukuran efisiensi dapat digunakan, misalnya analisis frontier semacam Data Envelopment Analysis, Free Hull Disposal, atau perbandingan antara rasio outputinput aktual dengan rencananya. Pada kesempatan lain, ketika reviu ingin melihat efektivitas atau dampak pengeluaran negara, maka alat seperti evaluasi dampak (impact evaluation) dapat digunakan. Di sisi lain, pada reviu pelaksanaan anggaran, beberapa indikator kinerja pelaksanaan seperti realisasi belanja dan capaian output perlu dieksplorasi melalui statistik deskriptif. Reviu Pelaksanaan Anggaran bertujuan untuk memotret secara umum bagaimana pelaksanaan anggaran atas belanja pemerintah yang telah ditetapkan dalam bentuk kuantitatif serta membandingkan capaiannya dengan rencana kerja pemerintah dalam bentuk kualitatif sehingga dapat dirumuskan suatu kesimpulan dan rekomendasi akan faktor pendukung, faktor kelemahan, faktor kesempatan dan faktor hambatan dalam pelaksanaan anggaran yang efektif, efisien, profesional dan akuntabel. MODUL MONEV PELAKSANAAN ANGGARAN DAN SPENDING REVIEW
32
BAB V : METODOLOGI Seperti telah dijelaskan melalui Gambar 8. Level Kedalaman Monitoring dan Evaluasi dan Spending Review pada bab
sebelumnya, level reviu dapat
ditingkatkan lebih jauh untuk melihat efisiensi dan efektivitas. Jika reviu tingkat satu merupakan
tujuan
utama
Reviu
Pelaksanaan
Anggaran
yang
sifatnya
reguler/berkala, maka reviu pada tingkat dua dan tiga merupakan inisiatif yang berifat spesifik, sesuai dengan penugasan dari atas (top down). Namun demikian, indikasi-indikasi adanya permasalahan terkait efisiensi maupun efektivitas ini dapat saja ditemukan melalui Reviu Pelaksanaan Anggaran. Efisiensi, Efektivitas dan Value for Money Efisiensi melihat berapa banyak sumber daya yang digunakan (input) untuk mencapai hasil tertentu (output). Dengan demikian, unsur utama pengukur efisiensi adalah indicator pengukur output dan indicator pengukur input. Tingkat efisiensi baru bisa dinilai (apakah efisien atau tidak efisien) jika kita memiliki tolok ukur (benchmark). Dalam konteks pengelolaan keuangan publik, indikator input direpresentasikan oleh berapa jumlah dana yang dikeluarkan atau realisasi anggaran. Indikator yang tepat untuk output relatif lebih tricky, karena “hasil” dapat dilihat dari beberapa level. Pada level paling rendah, keluaran langsung dapat dijadikan indikator output, tapi seringkali keluaran langsung ini masih akan dikombinasikan dengan keluaran lain untuk mencapai hasil akhir. Demikian pula, yang disebut dengan hasil akhir seringkali tidak mudah ditentukan. Contohnya, dalam struktur dokumen anggaran kita, dalam kolom output ada yang merupakan output akhir kegiatan, adapula output dari subkegiatan. Sementara itu, ada dampak (outcome) yang merupakan hasil/tujuan akhir yang diharapkan dari pengeluaran negara. Pada berbagai kajian mengenai efisiensi pengeluaran publik, seringkali indikator output didapatkan dari indikator outcome ini, misalnya indikator output pengeluaran dalam bidang pendidikan adalah tingkat melek huruf (literacy rate) atau jumlah lulusan pendidikan dasar dan menengah, dan sebagainya. Konsep efisiensi yang merupakan rasio output-input ini seringkali disebut sebagai operational atau tehnical efficiency. Efisiensi secara luas dapat pula mencakup elemen lain, misalnya harga. Ketika menggunakan kombinasi input, maka komposisi atau proporsi beberapa input tersebut menjadi faktor relevan yang harus dipertimbangkan ketika harga dari input-input tersebut berbeda-beda. Di sinilah konsep technical efficiency berkembang lebih jauh menjadi economic efficiency. Economic efficiency adalah tingkat efisiensi dari rasio output-input setelah memperhitungkan harga-harga input. Selanjutnya lebih jauh lagi, allocative efficiency adalah apabila kita mempertimbangkan tingkat efisiensi secara agregat. MODUL MONEV PELAKSANAAN ANGGARAN DAN SPENDING REVIEW
33
BAB V : METODOLOGI Misalnya, dapat saja suatu unit sudah mencapai technical dan economic efficiency, namun ternyata jika input tertentu dari unit tersebut kita realokasikan ke unit lain dan realokasi ini menyebabkan tingkat efisiensi meningkat secara keseluruhan, maka kita akan mendapatkan tingkat allocative efficiency yang lebih tinggi. Seperti dikatakan sebelumnya, tingkat efisiensi dapat dikatakan, efisien, tidak efisien, kurang efisien atau lebih efisien jika kita mempunyai tolok ukur. Tolok ukur ini bisa ditentukan dari beberapa hal yang relevan. Contohnya, untuk analisis efisiensi yang sedang dikembangkan saat ini oleh Direktorat Pelaksanaan Anggaran untuk reviu pelaksanaan anggaran atas data capaian output 2012, terdapat 2 tolok ukur, yakni target (rencana) dan kinerja terbaik dalam kelompok (best practice of peers). Untuk tolok ukur yang pertama, diasumsikan bahwa target atau rencana yang dibuat oleh satker telah menggambarkan tingkat efisiensi maksimal yang dapat mereka
capai.
Dengan
demikian,
membandingkan
kinerja
aktual
dengan
target/rencana akan menghasilkan ukuran tingkat efisiensi. Dengan perbandingan tersebut akan dapat dikatakan, misalnya “dibandingkan dengan targetnya, kinerja aktual unit A lebih (kurang) efisien”. Untuk tolok ukur kedua, digunakan kinerja unit/kegiatan lain (sejenis) yang dinilai paling efisien. Dengan mengelompokkan unitunit/kegiatan-kegiatan sejenis, kita dapat mengindentifikasikan unit/kegiatan yang beroperasi paling efisien. Unit paling efisien inilah yang kita jadikan sebagai tolok ukur untuk menilai tingkat efisiensi unit lain. Konsep efektivitas melihat sampai ke dampak atau tujuan akhir. Mengidentifikasi tujuan akhir suatu pengeluaran publik merupakan starting point yang bagus untuk analisis efektivitas. Terdengar mudah, namun pada praktiknya tidak, karena sesuatu yang terjadi yang akan kita klaim sebagai dampak suatu tindakan, seringkali dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang tidak semuanya kita ketahui. Efektivitas seringkali dicampuradukkan dengan efisiensi. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa efektivitas adalah melakukan sesuatu “yang” benar, sedangkan efisiensi adalah bagaimana melakukan sesuatu “dengan” benar. Salah satu contoh metode analisis efektivitas atau dampak (impact analysis) adalah meregresikan variable outcome terhadap variable inputnya, dengan memasukkan variable-variable pengendalinya. Value for money merefleksikan kualitas belanja secara komprehensif, di mana ketika kita dapat mengatakan bahwa suatu input atau pengeluaran publik telah mencapai hasil atau memberikan dampak sesuai tujuannya, dan menilai seberapa besar dampak tersebut, kita kemudian perlu mempertanyakan adakah cara lain yang lebih murah atau hemat untuk kita mencapai dampak atau tujuan tersebut. MODUL MONEV PELAKSANAAN ANGGARAN DAN SPENDING REVIEW
34
BAB V : METODOLOGI Dapat dikatakan bahwa value for money merupakan ukuran kombinasi dari efektivitas dan efisiensi. Salah satu contoh metode analisis value for money adalah cost and benefit analysis dan berbagai kombinasi pengukuran efisiensi dan efektivitas. C. Penelusuran Belanja Pemerintah (ExpenditureTracking) Expenditure tracking merupakan suatu metode untuk menguji aliran dana publik dari satu level pemerintahan ke level lainnya bahkan sampai dengan pengguna layanan publik/masyarakat. Expenditure tracking sangat penting karena berguna untuk mendeteksi : 1. Kebocoran penyerapan anggaran 2. Efisiensi pelaksanaan anggaran 3. Efektivitas pelaksanaan anggaran 4. Delay penyerapan anggaran 5. Kebocoran penyerapan anggaran 6. In-efisiensi pelaksanaan anggaran 7. In-efektivitas pelaksanaan anggaran 8. Kebocoran penyerapan anggaran 9. Delay dalam pelaksanaan anggaran Dari beberapa kegunaan tersebut, maka metode ini sangat sesuai untuk diterapkan di Indonesia karena kondisi-kondisi di atas jamak terjadi dalam pelaksanaan anggaran. Selain itu, expenditure tracking memiliki sejumlah keunggulan, antara lain: 1. Identifikasi permasalahan yang lebih relevan dengan melibatkan pihak terkait 2. Meningkatkan kemitraan dengan pelaksana kegiatan 3. Informasi yang diperoleh dapat diandalkan guna menjadi masukan dalam pembuatan kebijakan strategis Di sisi lain, expenditure tracking memiliki beberapa kelemahan yang perlu mendapat perhatian dalam pelaksanaannya sebagai salah satu alat (tool) dalam monitoring dan evaluasi penyerapan anggaran. Kelemahan-kelemahan tersebut antara lain : 1. Membutuhkan operasional cost yang lebih besar 2. Memerlukan waktu implementasi lebih lama 3. Membutuhkan informasi awal yang lebih spesifik sesuai objek yang akan disurvei/ditelusuri
MODUL MONEV PELAKSANAAN ANGGARAN DAN SPENDING REVIEW
35
BAB V : METODOLOGI D. Proses Sentris Proses sentris adalah pendekatan yang terfokus pada analisis “proses” untuk mendapatkan hasil komprehensif baik dari perspektif efisiensi maupun efektivitas (ref). Sedangkan proses itu sendiri merupakan sekumpulan kegiatan yang saling berhubungan baik secara paralel maupun tentatif dalam rangka transformasi objek bisnis yang sesuai dengan tujuan organisasi (ref). Nantinya pada Direktorat Pelaksanaan Anggaran, proses sentris akan lebih menekankan bagaimana mekanisme pelaksanaan anggaran dianalisis sesuai dengan kebutuhan yang ada secara komprehensif, sehingga diharapkan dapat mendeteksi kegiatan atau aktivitas mana yang memerlukan perbaikan dan dapat menelusuri faktor-faktor penyebabnya untuk dijadikan usulan untuk meningkatkan performa pelaksanaan anggaran. Metode Manajemen Proses Bisnis Dalam metode ini, proses bisnis pelaksanaan anggaran akan dianalisis dan diolah. Analisis akan dilaksanakan baik dari mekansime internal Ditjen Perbendaharaan maupun dari eksternal, misalnya petunjuk pelaksanaan teknis yang diterbitkan Kementerian/Lembaga. Tujuan manajemen bisnis proses pelaksanaan anggaran adalah untuk optimalisasi proses pelaksanaan anggaran dari sudut pandang efisiensi dan efektivitas. Metode Manajemen Bisnis Proses dimulai dari identifikasi masalah yang berasal dari laporan stakeholder, hipotesis dari Reviu Pelaksanaan Anggaran atau hasil evaluasi proses internal Ditjen Perbendaharaan. Dari hasil identifikasi tersebut, maka dilakukan pembuatan model proses yang berlaku saat ini (existing) dengan menggunakan alat-alat (tools), sebagai contoh notasi model proses bisnis (Business Process
Modelling
MODUL MONEV PELAKSANAAN ANGGARAN DAN SPENDING REVIEW
Notation/BPMN).
36
BAB V : METODOLOGI Lampiran I Latar Belakang Permasalahan Anggaran A.
Angka penyerapan tinggi untuk jenis-jenis belanja terikat (mandatory spendings) seperti: belanja pegawai dan pembayaran kewajiban utang dan rendah untuk jenis-jenis belanja tidak terikat (discretionary spendings). TAHUN ANGGARAN 2011 (AUDITED) JENIS BELANJA PAGU
REALISASI
PERSENTASE
Pegawai
184.09
175.74
95,46%
Barang
142.34
124.64
87,56%
Modal
144.57
117.85
81,52%
Kewajiban Utang
106.58
93.26
90,04%
Subsidi
238.47
295.36
123,86%
0.4
0.3
75,00%
Bantuan Sosial
77.47
71.1
91,78%
Lain-lain
14.3
5.44
38,04%
Hibah
(LKPP 2011) B. Realisasi belanja yang secara umum lebih rendah dari pagu terutama belanja modal juga tergambar dalam bagan di bawah ini : 300.00
295.36 238.47
250.00 Triliun Rp.
200.00
184.09 175.74
Pagu 142.34 124.64
150.00 100.00
144.57 117.85 106.58 93.26
77.47
71.10
50.00 0.40
Realisasi
14.30 5.44
0.30
0.00 Belanja Pegawai
Belanja Barang
Bel. Modal Pemb. Bunga Utang
Subsidi
Belanja Hibah
Bantuan Sosial
Belanja Lainnya
(LKPP 2011)
MODUL MONEV PELAKSANAAN ANGGARAN DAN SPENDING REVIEW
37
BAB V : METODOLOGI C. Volume APBN dari tahun ke tahun mengalami kenaikan.
Volume APBN tahun 2006‐2012 (triliun)
1,600.0
1,435.4 1,320.8 1,311.4
1,400.0
1,169.9
1,200.0
985.7 981.6
1,000.0 800.0
937.4 848.8
1,042.1 995.3
penerimaan (dalam triliun rupiah)
757.6 667.1 707.8 638.0
belanja (dalam triliun rupiah)
600.0
surplus/defisit (dalam triliun rupiah)
400.0 200.0 ‐ (200.0)
06
07
08
09
10
11
12
(400.0)
(LKPP 2011) Gambaran penyerapan anggaran yang tidak proporsional tergambar dalam tren penyerapan anggaran tahun 2011 dalam beberapa bagan di bawah ini : 88.47
90.00
Total Penyerapan Anggaran 2011
80.00 70.00
62.26
real/bln (%)
60.00
52.72
tot. Real (%)
50.00
44.42 39.50
40.00 30.77
30.00 17.25
20.00 10.00 ‐
26.21
23.12 12.19 1.69
3.98 2.29
7.64 3.66
4.55
5.06
5.87
7.65
8.73
8.30
9.54
4.92
real/bln (%)
Jan 1.69
Peb 2.29
Mar 3.66
Apr 4.55
Mei 5.06
Jun 5.87
Jul 7.65
Ags 8.73
Sep 4.92
Okt 8.30
Nop 9.54
Des 26.21
tot. Real (%)
1.69
3.98
7.64
12.19
17.25
23.12
30.77
39.50
44.42
52.72
62.26
88.47
(LKPP 2011)
MODUL MONEV PELAKSANAAN ANGGARAN DAN SPENDING REVIEW
38
BAB V : METODOLOGI
Penyerapan Belanja Barang 2011 45
100
40
87.56
38.66
90 80
35 30
70
60.20
60
50.88
50
%
25 42.95
20
36.67
15 16.48
10 5
0.92 0.64
2.54 2.42
22.65
29.42
8.82
9.67
40 11.33
10.35
13.31
30
8.97
7.88
7.04 5.15 10.96 6.03
20 10
0
0
Jan Feb Mar Apr Mei Jun
Jul
Agt Sep Okt Nov Des
(LKPP 2011)
Belanja Modal (2011) 60
90 81.52
Realisasi 50
50.97
80 70
Penyerapan 40
60
30
50
%
47.48 38.38
40 30.80 26.15
20
30
19.35
10 0.59 0.42
1.32 1.36
3.06 3.53
6.57 4.29
14.07 9.66 4.35
6.22
7.44
10.69
12.83
20
9.59 6.55
0
10 0
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des
(LKPP 2011)
MODUL MONEV PELAKSANAAN ANGGARAN DAN SPENDING REVIEW
39
BAB V : METODOLOGI Lampiran II Studi Kasus Crash Program Spending Review 2013 Gambaran Umum Spending Review 2013 disusun untuk memberikan bahan masukan bagi penyusunan rencana kerja Kementerian/Lembaga 2014 pada pertemuan tiga pihak antara Kementerian Keuangan, Bappenas, dan Kementerian/Lembaga. Tujuan dari reviu ini adalah setidaknya ada 2, yaitu : (1) Mengukur potensi ruang fiskal untuk TA. 2014 (2) Mengukur efisiensi operasional pelaksanaan belanja pemerintah TA 2012
Ruang lingkup reviu ini mencakup 20 Kementerian/Lembaga dengan pagu sebesar Rp 423.161 miliar atau sebesar 76,26% dari total pagu Kementerian/Lembaga. Secara umum reviu ini dapat dibagi menjadi 4 kelompok, yakni : (1) Reviu Alokasi (2) Reviu Pelaksanaan Anggaran (3) Reviu Baseline (4) Reviu Laporan Hasil Pemeriksaan Hasil No 1
Jenis Reviu
Indikasi
Temuan
Reviu Alokasi ‐ Inefisiensi
39.035.285.538.976
‐ Einmalig
18.577.223.722.000 61.247.010.928.976
‐ Dana Cadangan dan Sisa
3.634.501.668.000
Dana Hasil Penelaahan 2
Reviu Pelaksanaan Anggaran ‐ Tolok ukur target
2.760.225.154.226 10.890.749.259.669
‐ Tolok ukur kinerja terbaik
8.130.524.105.443
Potensi Ruang Fiskal 2014
72.137.760.188.645
Metode Dari reviu alokasi dan reviu pelaksanaan anggaran dapat identifikasi potensi ruang fiskal
untuk
2014
yang
berasal
dari
indikasi
inefisiensi
pada
tahap
perencanaan/penganggaran dan pada tahap pelaksanaan, serta einmalig dan alokasi yang
tidak
spesifik
pada
tahun
MODUL MONEV PELAKSANAAN ANGGARAN DAN SPENDING REVIEW
2013. 40
BAB V : METODOLOGI Reviu Alokasi Dari tahap alokasi potensi ruang fiskal didapat dari : (a) indikasi inefisiensi pada tahap alokasi yang dihitung dari sisa dana tidak terserap, irrelevansi komponen belanja, ketidaksesuaian dengan standar biaya, duplikasi kegiatan dan einmalig yang dialokasikan kembali dari tahun sebelumnya (duplikasi antarwaktu) (b) identifikasi belanja untuk kegiatan yang tidak berulang (einmalig) serta dana cadangan dan sisa dana hasil penelaahan yang tidak dikhususkan peruntukannya (tidak sesuai dengan asas spesialitas, PP 90 Tahun 2010) Data yang digunakan adalah RKA-K/L 2011 dan 2012 untuk menelaah inefisiensi alokasi, dan RKA-K/L 2013 untuk mengidentifikasi einmalig serta dana cadangan dan sisa dana hasil penelaahan. Reviu Pelaksanaan Pada tahap pelaksanaan diukur efisiensi operasional dengan 2 jenis tolok ukur, yakni : (a) Membandingkan kinerja aktual dengan rencana. Formula yang digunakan :
, di mana
dan
Ukuran efisiensi operasional ini mengasumsikan bahwa rencana yang dibuat oleh suatu unit merepresentasikan tingkat efisiensi optimal yang dapat dicapai oleh unit itu. Dengan demikian, selisih antara kinerja aktual dengan rencana merupakan inefisiensi. (b) Membandingkan
dengan
kinerja
terbaik.
Dengan
menggunakan
program
matematis, dapat diidentifikasi unit-unit berkinerja terbaik sebagai frontier untuk menghitung inefisiensi dari unit lain yang memiliki gap dengan frontier ini. Formula yang digunakan :
, di mana
Ukuran efisiensi operasional kedua menghitung inefisiensi sesungguhnya jika pagu tidak diperhitungkan. Dari perhitungan dengan formula pertama, dimungkinkan bahwa suatu unit dapat terlihat efisien karena pagu yang dialokasikan besar. Ukuran efisiensi operasional kedua dapat dihitung dengan memperbandingkan kinerja unit-unit sejenis, dalam hal ini diambil dua kasus, yakni program-program berkode generik serta output-
MODUL MONEV PELAKSANAAN ANGGARAN DAN SPENDING REVIEW
41
BAB V : METODOLOGI output yang bersifat layanan perkantoran. Hasil yang disajikan dalam ringkasan hasil di atas adalah yang berasal dari benchmarking level program. Data capaian output yang didapatkan dari hasil survei kepada satker dari 20 Kementerian/Lembaga
dalam
sampel,
yang
terkumpul
sebanyak
18
Kementerian/Lembaga. Reviu Baseline Dalam Reviu Baseline ditemukan indikasi inefisiensi dari beberapa item baseline melalui analisis pola penyerapan. Dari hasil ini direkomendasikan perlunya masingmasing Kementerian/Lembaga melakukan reviu baseline untuk memperbaiki angka dasar yang dipakai untuk prakiraan maju dengan cara meredefinisikan baseline items. Baseline items haruslah benar-benar memiliki karakteristik berulang, rutin, atau sesuai dengan tugas pokok dan fungsi. Setelah itu, alokasi atas real baseline items ini haruslah mengacu pada pola penyerapan tahun-tahun sebelumnya, untuk menghindari kelebihan alokasi atas kegiatan berulang. Selain real baseline items, yang selanjutnya dapat dikategorikan sebagai new initiative, alokasinya haruslah dilakukan dengan mempertimbangkan kebutuhan riil. Reviu Laporan Hasil Pemeriksaan Reviu Laporan Hasil Pemeriksaan menyajikan hasil temuan dari Badan Pemeriksa Keuangan pada 2012, dengan demikian atas pelaksanaan anggaran tahun 2011, yang dapat dikategorikan sebagai inefisiensi. Dari temuan LHP-BPK ini terlihat konsistensi dengan hasil reviu alokasi dan reviu pelaksanaan, di mana dapat ditemukan inefisiensi pada tahap perencanaan/penganggaran maupun pada tahap pelaksanaan.
MODUL MONEV PELAKSANAAN ANGGARAN DAN SPENDING REVIEW
42
DAFTAR PUSTAKA 1. Bamberger, M. (2004). Monitoring & Evaluation (W. B. O. E. DEPARTMENT, Trans.). In K. Mackay (Ed.), Some Tools, Method & Approaches (Vol. 2). Washington : The World Bank. 2. Lang, J., Patterson, P., & Mays, S. (2008). Approaches, Frameworks and Tools for Monitoring and Evaluating Psychosocial Programs for Young People. Sydney : CanTeen Australia. 3. Services, C. R. (2011). Monitoring And E valuation Guide. Baltimore : United States Conference of Catholic Bishops. 4. Stufflebeam, D. L., & Shinkfield, A. J. (2007). Evaluation theory, Models, & Applications. San Francisco: John Wiley & Sons, Inc. 5. Peraturan Menteri Keuangan No. PMK-112/PMK.02/2012 tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan Rencana Kerja. 6. Buku 2 Pedoman Penerapan Penganggaran Berbasis Kinerja. 7. Schiavo-Campo dan Tommasi, “Managing Government Expenditure”, 1999.
MODUL MONEV PELAKSANAAN ANGGARAN DAN SPENDING REVIEW
43