DAFTAR ISI Daftar Isi .................................................................................................... i Daftar Diagram ........................................................................................ iii BAB I 1.1 1.2 1.3 1.4 1.5
PENDAHULUAN ......................................................................... LATAR BELAKANG ............................................................................. TUJUAN.................................................................................................... DASAR HUKUM .................................................................................... RUANG LINGKUP................................................................................. SISTEMATIKA .......................................................................................
1 1 3 3 4 4
BAB II KONSEP PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA............... 6 2.1 KERANGKA LOGIS............................................................................... 6 2.1.1 Arsitektur Organisasi, Program, Kinerja, dan Alokasi Pagu............................................................................ 6 2.1.2 Kerangka Penganggaran Berbasis Kinerja ................ 8 2.2 PRINSIP DAN TUJUAN PBK............................................................. 13 2.3 KOMPONEN PBK ................................................................................. 14 2.4 KAITAN KLASIFIKASI EKONOMI DALAM PBK ....................... 16 BAB III TATA CARA PENERAPAN PENGANGGARAN 3.1 3.2 3.3 3.4 3.5
BERBASIS KINERJA .................................................................. 19 PENDAHULUAN ................................................................................... 19 PERSIAPAN ............................................................................................ 21 PENGALOKASIAN ANGGARAN ...................................................... 22 PENGUKURAN DAN EVALUASI KINERJA.................................. 25 PELUANG DAN TANTANGAN......................................................... 29
D a f t a r I s i | i
BAB IV MEKANISME TRANSFORMASI DI MASA TRANSISI ........ 30 4.1 TRANSFORMASI PROGRAM/KEGIATAN .................................. 30 4.2 TRANFORMASI FORMAT EXSISTING RKA‐KL DALAM FORMAT BARU RKA‐KL................................................... 34
D a f t a r I s i | ii
DAFTAR DIAGRAM Diagram 2.1 Diagram 2.2 Diagram 2.3 Diagram 2.4 Diagram 3.1 Diagram 4.1 Diagram 4.2
Arsitektur Organisasi, Program, Kinerja, dan Alokasi Pagu ..................................................................... 6 Kerangka Penganggaran Berbasis Kinerja (PBK) ..... 9 Kerangka PBK Tingkat Nasional....................................... 10 Kerangka PBK Tingakat K/L .............................................. 11 Diagram Penerapan PBK ..................................................... 20 Struktur Perencanaan Penganggaran ............................ 33 Format Exsisting RKA‐KL .................................................... 36
D a f t a r G a m b a r | iii
PENERAPAN PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Reformasi di bidang perencanaaan dan penganggaran dimulai pada tahun anggaran 2005 dengan mengacu pada Undang‐Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang‐Undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan pembangunan Nasional. Sebagai tindak lanjut terhadap pelaksanaan peraturan perundangan tersebut, Pemerintah telah menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2004 yang menegaskan bahwa rencana kerja dan anggaran yang disusun menggunakan tiga pendekatan, yaitu: (1) anggaran terpadu (unified budget); (2) kerangka pengeluaran jangka menengah biasa disebut KPJM (medium term expenditure framework); dan (3) penganggaran berbasis kinerja biasa disebut PBK (performance based budget). Dalam pelaksanaannya, pendekatan tersebut di atas fokus pada PBK. Kedua pendekatan lainnya (anggaran terpadu dan KPJM) mendukung penerapan PBK. Pendekatan anggaran terpadu merupakan prasyarat penerapan PBK. Sedangkan pendekatan KPJM merupakan jaminan kontinyuitas penyediaan anggaran kegiatan karena telah dirancang hingga tiga atau lima tahun ke depan. Ciri utama PBK adalah anggaran yang disusun dengan memperhatikan keterkaitan antara pendanaan (input), dan hasil yang diharapkan (outcomes), sehingga dapat memberikan informasi tentang efektivitas dan efisiensi kegiatan. Ciri utama tersebut sampai saat ini belum
Bab I Pendahuluan | 1
PENERAPAN PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA
tercermin dalam dokumen perencanaan 1 dan penganggaran 2 yang ada. Penyebabnya antara lain adalah: 1. Belum digunakannya resource envelope sebagai landasan penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan Renstra K/L; 2. Program dan kegiatan belum dapat digunakan sebagai alat untuk mengukur tingkat efektivitas pencapaian sasaran pembangunan nasional dan efisiensi belanja; 3. Program dan kegiatan juga belum dapat digunakan sebagai alat untuk mengukur akuntabilitas kinerja suatu unit kerja; 4. Pada tingkat operasional masih ada beberapa pertanyaan mendasar mengenai keterkaitan dokumen perencanaan dan anggarannya. Misalnya bagaimana melakukan penilalian terhadap: keterkaitan program dengan sasaran pembangunan nasional; keterkaitan kegiatan dengan program; keterkaitan indikator keluaran dengan keluarannya. Untuk mengatasi permasalahan‐permasalahan tersebut di atas, berbagai upaya terus dilakukan baik melalui kajian dengan mengacu pada pengalaman internasional, koordinasi antar instansi yang terlibat dalam perencanaan dan penganggaran, serta penyempurnaan ketentuan‐ketentuan yang sudah ada. Upaya tersebut merekomendasikan perlunya: i) restrukturisasi program/kegiatan; dan ii) adanya pedoman yang memberikan arahan penerapan konsep‐konsep PBK secara operasional dan sederhana, dengan bahasa yang mudah dipahami. Oleh karena itu, dipandang perlu menyusun Pedoman Penerapan Penganggaran Berbasis Kinerja sebagai acuan dalam penerapan
1 Dokumen perencanaan dimaksud meliputi Rencana Strategis Kementerian Negara/Lembaga (Renstra
K/L); Rencana Kerja Pemerintah (RKP); dan Rencana Kerja Kementerian Negara/Lembaga (Renja K/L)
2 Dokumen anggaran berupa Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA‐KL)
Bab I Pendahuluan | 2
PENERAPAN PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA
penganggaran berbasis kinerja oleh Kementerian Negara/Lembaga (K/L).
1.2 Tujuan Penyusunan Pedoman Penerapan Penganggaran Berbasis Kinerja bertujuan untuk: 1. Memberikan panduan bagi K/L dalam penerapan penganggaran berbasis kinerja sesuai kerangka logis penganggaran berbasis kinerja dan juga bagi Direktorat Jenderal Anggaran dalam memberikan asistensi operasional. 2. Bahan evaluasi dan monitoring penerapan PBK yang hasilnya digunakan sebagai umpan balik dalam rangka perbaikan sistem penganggaran.
1.3 Dasar Hukum Dasar hukum yang digunakan dalam Pedoman Penerapan Penganggaran Berbasis Kinerja meliputi: 1. Undang‐Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. 2. Undang‐Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. 3. Undang‐Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. 4. Undang‐Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. 5. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2004 tentang Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA‐KL). 6. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah.
Bab I Pendahuluan | 3
PENERAPAN PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA
1.4 Ruang Lingkup Ruang lingkup materi Pedoman Penerapan Penganggaran Berbasis Kinerja meliputi: 1. Konsep Penganggaran Berbasis Kinerja Berisikan landasan berpikir dan konsep‐konsep yang mempunyai kaitan erat dalam rangka penerapan penganggaran berbasis kinerja. 2. Tata Cara Penerapan Penganggaran Berbasis Kinerja Berisikan materi mengenai mekanisme penerapan penganggaran berbasis kinerja. 3. Mekanisme Transformasi di Masa Transisi Berisikan mekanisme penerapan PBK agar dapat dilaksanakan melalui pemetaan arsitektur program/kegiatan beserta alokasi anggarannya. Dasar pijakannya adalah program/kegiatan hasil restrukturisasi yang dapat mengakomodir visi‐misi presiden terpilih sebagaimana tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010‐2014.
1.5 Sistematika Pedoman Penerapan Penganggaran Berbasis Kinerja disusun dengan sistematika sebagai berikut: Bab I : Pendahuluan 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan 1.3 Dasar Hukum 1.4 Ruang lingkup Bab I Pendahuluan | 4
PENERAPAN PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA
1.5 Sistematika Bab II : Konsep Penganggaran Berbasis Kinerja 2.1 Kerangka Logis 2.2 Prinsip dan Tujuan PBK 2.3 Komponen PBK 2.4 Kaitan Klasifikasi Ekonomi dalam PBK Bab III : Tata Cara Penerapan Penganggaran Berbasis Kinerja 3.1 Pendahuluan 3.2 Persiapan 3.3 Pengalokasian Anggaran 3.4 Pengukuran dan Evaluasi 3.5 Peluang dan Tantangan Bab IV : Mekanisme Transformasi di Masa Transisi 4.1 Transformasi Program/kegiatan 4.2 Transformasi Format Exsisting dalam Format Baru RKA‐ KL
Bab I Pendahuluan | 5
PENERAPAN PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA
BAB II KONSEP PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA
2.1
Kerangka Logis Kerangka logis yang dikembangkan dalam rangka penerapan PBK di Indonesia diuraikan dalam sub topik serta beberapa diagram di bawah ini. Kerangka logis tersebut menggambarkan keterkaitan kinerja pada berbagai tingkatan yang dihubungkan dengan alokasi/pagu anggaran, serta dilaksanakan oleh unit kerja pemerintahan.
2.1.1 Arsitektur Organisasi, Program, Kinerja, dan Alokasi Pagu Jenjang organisasi, kebijakan perencanaan, Akuntabilitas kinerja, dan alokasi dana jika disandingkan dalam satu diagram maka, menghasilkan suatu gambaran susunan atau arsitektur yang mempunyai hubungan/keterkaitan satu sama lainnya, sebagaimana Diagram 2.1. berikut ini. Diagram 2.1. Arsitektur Organisasi, Program, Kinerja, dan Alokasi Pagu
ARSITEKTUR ORGANISASI, PROGRAM, KINERJA DAN ALOKASI PAGU STRUKTUR ORGANISASI
PRESIDEN
VISI & MISI FUNGSI2 PEMERINTAHAN
KEMENTERIAN NEG/LMBG
KEBIJAKAN PERENCANAAN
AKUNTABILITAS KINERJA
KINERJA PRESIDEN
RPJM, RKP
PAGU BELANJA (RESOURCE ENVELOPE)
SASARAN NASIONAL/ SASARAN STRATEGIS
PRIORITAS
FOKUS PRIORTS
RENSTRA & RENJA K/L
STRUKTUR ALOKASI DANA
PAGU BELANJA PUSAT & BELANJA DAERAH
PAGU BEL K/L PAGU APP
SASARAN K/L
VISI & MISI K/L
UNIT ORGANISASI (ESELON I) ESELON II
PROGRAM KEG PRIORITAS KEG POKOK/ DASAR
INDIKATOR KINERJA UTAMA PROGRAM (OUTCOMES) KELUARAN (Output)
OPERASIONALISASI KEGIATAN SATUAN KERJA OPERASIONAL
KEGIATAN OPERASIONAL/SK
INDIKATOR KELUARAN
• • • •
PAGU INDIKATIF PAGU SMNTARA RKA-KL PERPRES SATUAN ANGGARAN
SAPSK INDIATOR DIPA KELUARAN
Bab II Konsep Penganggaran Berbasis Kinerja | ‐ 6 ‐
PENERAPAN PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA
Hubungan dan keterkaitan masing‐masing jenjang/tingkatan dimaksud dapat dilihat/dicermati secara bersamaan dari atas ke bawah dan dari kiri ke kanan sebagai berikut: 1. Tingkatan I (tingkatan paling atas) •
Presiden dalam menjalankan fungsi‐fungsi pemerintahan sangat diwarnai dengan visi‐misinya sesuai platform yang ditetapkan;
•
Terjemahan visi‐misi Presiden dituangkan kedalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan secara tahunan berupa Rencana Kerja Pemerintah (RKP), termasuk prioritas pembangunan nasional;
•
Tujuan RKP yang ingin dicapai adalah sasaran nasional, seperti berkurangnya kemiskinan atau peningkatan akses pendidikan pada tingkat dasar. Dan hal ini tercapai apabila didukung dengan dana yang memadai melalui pagu belanja.
2. Tingkatan II •
Menteri/pimpinan Kementerian Negara/ Lembaga (K/L) menerjemahkan visi‐misi Presiden dalam visi‐misi K/L yang dipimpinnya;
•
Terjemahan visi‐misi K/L dituangkan kedalam dokumen Rencana Strategis (Renstra) K/L dan secara tahunan dalam Rencana Kerja K/L yang berisikan dukungan terhadap pencapaian prioritas dan fokus prioritas pembangunan nasional;
•
Sasaran Renstra merupakan sasaran yang ingin diwujudkan untuk masa 5 (lima) tahun yang akan datang . Dan hal ini tercapai apabila didukung dengan dana yang memadai melalui pagu belanja K/L.
3. Tingkatan III •
Unit Organisasi Eselon I menerjemahkan visi‐misi K/L sesuai tugas‐fungsinya dalam program; Bab II Konsep Penganggaran Berbasis Kinerja | ‐ 7 ‐
PENERAPAN PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA
•
Pencapaian keberhasilan suatu program dapat diukur dengan adanya penetapan indikator kinerja utama program. Suatu program dirinci lebih lanjut dalam kegiatan yang dilaksanakan oleh Unit Eselon II. Pencapaian kinerja kegiatan dapat diukur melalui penetapan indikator kinerja kegiatan;
•
Capaian kinerja program/kegiatan dapat diwujudkan apabila didukung dengan dana yang memadai melalui pagu belanja per program/kegiatan yang telah ditetapkan melalui Peraturan Presiden.
4. Tingkatan IV •
Satuan kerja menerjemahkan kegiatan yang dilaksanakan Unit Eselon II melalui kegiatan teknis operasional;
•
Pencapaian keberhasilan suatu kegiatan dapat diukur dengan penetapan indikator keluaran;
•
Capaian kinerja kegiatan teknis operasional dapat diwujudkan apabila didukung dengan dana yang memadai dalam dokumen pelaksanaan anggaran (DIPA).
2.1.2 Kerangka Penganggaran Berbasis Kinerja Diagram 2.1. tersebut di atas adalah gambaran utuh mengenai keterkaitan organisasi, kebijakan perencanaan, Akuntabilitas kinerja, dan alokasi dana. Kerangka Penganggaran Berbasis Kinerja (PBK) merupakan bagian dari akuntabilitas kinerja pemerintahan. Uraian dan diagram dibawah ini menjelaskan mengenai kerangka PBK, secara umum maupun khusus ‐‐pada tingkat nasional dan tingkat K/L. Kerangka PBK tersebut menggambarkan kinerja K/L sebagai penjabaran RKP dan dilaksanakan oleh unit kerja di lingkungannya. Secara bersama kinerja K/L mendukung pencapaian dampak nasional (national outcome) berupa perubahan kondisi kesejahteraan rakyat menjadi lebih baik sesuai prioritas. Kerangka PBK pada tingkat nasional menggambarkan jenjang RKP secara rinci beserta kinerjanya dalam rangka pencapaian outcome nasional. Bab II Konsep Penganggaran Berbasis Kinerja | ‐ 8 ‐
PENERAPAN PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA
Sedangkan kerangka PBK pada tingkat K/L menggambarkan kinerja K/L dijabarkan oleh unit‐unit kerja di lingkungannya yang secara bersama mencapai sasaran strategis K/L (outcome K/L). 1. Kerangka PBK Diagram 2.2. Kerangka Penganggaran Berbasis Kinerja (PBK)
Diagram 2.2 menggambarkan kerangka PBK secara umum dan hubungan masing‐masing tingkatan kinerja dalam rangka pencapaian outcome nasional, sebagai berikut: a. RKP yang berisikan program dan kegiatan Pemerintah menghasilkan kinerja berupa nasional outcome; b. RKP dilaksanakan oleh K/L beserta unit‐unit kerja di lingkungannya menghasilkan kinerja berupa outcome pada tingkat K/L. Secara bersama outcome K/L tersebut mendukung pencapaian outcome nasional. Bab II Konsep Penganggaran Berbasis Kinerja | ‐ 9 ‐
PENERAPAN PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA
2. Kerangka PBK Tingkat Nasional Diagram 2.3. Kerangka PBK Tingkat Nasional
Diagram 2.3 menggambarkan kerangka PBK tingkat Nasional dan hubungan masing‐masing tingkatan kinerja secara rinci dalam rangka pencapaian outcome nasional, sebagai berikut: a. RKP terbagi dalam prioritas‐priotas yang menghasilkan kinerja berupa outcome sesuai prioritas (prioritas RKP sesuai dengan platform Presiden); b. Prioritas tersebut terbagi dalam fokus prioritas yang menghasilkan outcome beberapa K/L yang bersinergi; c. Fokus prioritas dimaksud dijabarkan dalam kegiatan‐kegiatan prioritas yang menjadi tanggung jawab K/L (unit kerjanya) sesuai dengan tugas‐fungsinya. Kegiatan prioritas menghasilkan output untuk mendukung pencapaian outcome K/L. Bab II Konsep Penganggaran Berbasis Kinerja | ‐ 10 ‐
PENERAPAN PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA
3. Kerangka PBK Tingkat K/L Diagram 2.4. Kerangka PBK Tingkat K/L
Kerangka PBK Tingkat K/L
Departemen/ Lembaga
Renstra K/L Visi & Misi Tupoksi
Penjabaran
Sasaran Strategis (Outcome K/L)
Mendukung pencapaian
Unit Eselon I
Program
Outcome
Unit Eselon I
IKU
Penjabaran
Eselon II/ Satker Eselon II/ Satker Eselon II/ Satker
IKU
Tupoksi
IKU
Mendukung pencapaian
Output
Kegiatan
IKK IKK
IKK
Tupoksi
Diagram 2.4 menggambarkan kerangka PBK tingkat K/L dan hubungan masing‐masing tingkatan kinerja secara rinci dalam rangka pencapaian outcome K/L, sebagai berikut: a. K/L melaksanakan rencana strategis (Renstra) dan rencana kerja (Renja) dan menghasilkan outcome K/L beserta indikator kinerja utama; b. Renstra dijabarkan dalam program yang menjadi tanggung jawab Unit Eselon I K/L dan menghasilkan outcome program; c. Selanjutnya program dijabarkan dalam kegiatan‐kegiatan yang menjadi tanggung jawab Unit Eselon II‐nya dan menghasilkan output kegiatan beserta indikator kinerja. Jika mekanisme penganggaran dihubungkan dengan kerangka PBK tersebut diatas maka, keterkaitannya dapat digambarkan sebagai berikut : 1. Pada tingkat nasional, pengalokasian anggaran didasarkan pada target kinerja sesuai prioritas dan fokus prioritas pembangunan serta pemenuhan kewajiban sesuai amanat konstitusi; 2. Target kinerja sesuai prioritas dan fokus prioritas selanjutnya dijabarkan dalam kegiatan‐kegiatan prioritas; Bab II Konsep Penganggaran Berbasis Kinerja | ‐ 11 ‐
PENERAPAN PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA
3. Pada tingkat K/L, pengalokasian anggaran mengacu pada Program dan Kegiatan masing‐masing unit sesuai dengan tugas dan fungsinya termasuk kebutuhan anggaran untuk memenuhi angka dasar (baseline) serta alokasi untuk kegiatan prioritas yang bersifat penugasan; 4. Penghitungan kebutuhan anggaran untk masing‐masing kegiatan mengacu pada standar biaya dan target kinerja yang akan dihasilkan; 5. Rincian penggunaan dana menurut jenis belanja, dituangkan dalam dokumen anggaran hanya pada level jenis belanja (tidak dirinci sampai dengan kode akun). Berdasarkan kerangka PBK dan mekanisme penggaran tersebut di atas dapat dikemukakan 2 (dua) sudut pandang PBK dalam melihat proses perencanaan dan penganggaran. Pertama, sudut pandang perencanaan melihat bahwa PBK bersifat topdown, artinya perencanaan dirancang oleh pengambil kebijakan tertinggi di pemerintahan untuk dilaksanakan sampai dengan unit kerja terkecil (satuan kerja). Mengenai cara/metode melaksanakan kegiatan menjadi kewenangan unit kerja. Kedua, sudut pandang penganggaran melihat bahwa PBK bersifat bottomup, artinya anggaran dialokasikan untuk mendukung pelaksanaan kegiatan yang menghasilkan keluaran. Dan secara bersama keluaran‐ keluaran kegiatan tersebut mendukung pencapaian sasaran program sesuai rencana. Pada akhirnya sasaran program tersebut diharapkan menghasilkan manfaat yang sebesar‐besarnya kepada rakyat. Dengan demikian maka, informasi mengenai kinerja pada berbagai tingkatan (program/kegiatan) menduduki peran penting dalam penilaian berupa: i) ukuran keberhasilan pencapaian Outcome program; ii) ukuran keberhasilan keluaran kegiatan yang mendukung program (dari sisi efektivitas), dan iii) tingkat efisiensi pengalokasian anggarannya.
Bab II Konsep Penganggaran Berbasis Kinerja | ‐ 12 ‐
PENERAPAN PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA
2.2
Prinsip dan Tujuan PBK Prinsip‐prinsip yang digunakan dalam penganggaran berbasis kinerja meliputi: 1. Alokasi Anggaran Berorientasi pada Kinerja (output and outcome oriented) Alokasi anggaran yang disusun dalam dokumen rencana kerja dan anggaran dimaksudkan untuk memperoleh manfaat yang sebesar‐besarnya dengan menggunakan sumber daya yang efisien. Dalam hal ini, program/kegiatan harus diarahkan untuk mencapai hasil dan keluran yang telah ditetapkan dalam rencana. 2. Fleksibilitas pengelolaan anggaran untuk mencapai hasil dengan tetap menjaga prinsip akuntabilitas (let the manager manages) Prinsip tersebut menggambarkan keleluasaan manager unit kerja 1 dalam melaksanakan kegiatan untuk mencapai keluaran sesuai rencana. Keleluasaan tersebut meliputi penentuan cara dan tahapan suatu kegiatan untuk mencapai keluaran dan hasilnya pada saat pelaksanaan kegiatan, yang memungkinkan berbeda dengan rencana kegiatan. Cara dan tahapan kegiatan beserta alokasi anggaran pada saat perencanaan merupakan dasar dalam pelaksanaan kegiatan. Dalam rangka akuntabilitas pengelolaan keuangan negara seorang manager unit kerja bertanggung jawab atas penggunaan dana dan pencapaian kinerja yang telah ditetapkan (outcome). 3. Money Follow Function, Function Followed by Structure Money follow function merupakan prinsip yang menggambarkan bahwa pengalokasian anggaran untuk mendanai suatu kegiatan didasarkan pada tugas dan fungsi unit kerja sesuai maksud pendiriannya (biasanya dinyatakan dalam peraturan perundangan yang berlaku).
1 Dalam struktur pengelolaan keuangan saat ini manager unit kerja adalah Kuasa Pengguna Anggaran
Bab II Konsep Penganggaran Berbasis Kinerja | ‐ 13 ‐
PENERAPAN PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA
Selanjutnya prinsip tersebut dikaitkan dengan prinsip Function Followed by Structure, yaitu suatu prinsip yang menggambarkan bahwa struktur organisasi yang dibentuk sesuai dengan fungsi yang diemban. Tugas dan fungsi suatu organisasi dibagi habis dalam unit‐unit kerja yang ada dalam struktur organisasi dimaksud, sehingga dapat dipastikan tidak terjadi duplikasi tugas‐fungsi. Penerapan prinsip yang terakhir ini (prinsip ketiga) berkaitan erat dengan kinerja yang menjadi tolok ukur efektivitas pengalokasian anggaran. Hal ini berdasar argumentasi sebagai berikut: Efisiensi alokasi anggaran dapat dicapai, karena dapat dihindari overlapping tugas/fungsi/kegiatan. Pencapaian output dan outcomes dapat dilakukan secara optimal, karena kegiatan yang diusulkan masing‐masing unit kerja benar‐benar merupakan pelaksanaan dari tugas dan fungsinya. Berdasarkan prinsip‐prinsip tersebut di atas maka tujuan penerapan PBK diharapkan: 1. Menunjukan keterkaitan antara pendanaan dan prestasi kinerja yang akan dicapai (directly linkages between performance and budget); 2. Meningkatkan efisiensi dan transparansi dalam pelaksanaan (operational efficiency); 3. Meningkatkan fleksibilitas dan akuntabilitas unit dalam melaksanakan tugas dan pengelolaan anggaran (more flexibility and accountability).
2.3
Komponen PBK Penyusunan anggaran berbasis kinerja memerlukan tiga komponen untuk masing‐masing program dan kegiatan sebagaimana uraian Pasal 7 ayat (2) Peraturan Pemerintah No. 21 tahun 2004 tentang Bab II Konsep Penganggaran Berbasis Kinerja | ‐ 14 ‐
PENERAPAN PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA
Penyusunan Rencana Kerja Negara/Lembaga berupa:
dan
Anggaran
Kementerian
1. Indikator Kinerja Indikator Kinerja merupakan alat ukur untuk menilai keberhasilan suatu program atau kegiatan. Dalam buku panduan ini Indikator Kinerja yang digunakan terdiri dari Key Performance Indicator (KPI) diterjemahkan sebagai Indikator Kinerja Utama Program (IKU Program) untuk menilai kinerja program, Indikator Kinerja Kegiatan (IK Kegiatan) untuk menilai kinerja kegiatan, dan Indikator Keluaran untuk menilai kinerja subkegiatan (tingkatan di bawah kegiatan). 2. Standar Biaya Standar biaya yang digunakan merupakan standar biaya masukan pada awal tahap perencanaan anggaran berbasis kinerja, dan nantinya menjadi standar biaya keluaran. Pengertian tersebut diterjemahkan berupa Standar Biaya Umum (SBU) dan Standar Biaya Khusus (SBK). SBU digunakan lintas kementerian negara/lembaga dan/atau lintas wilayah, sedangkan SBK digunakan oleh Kementerian Negara/Lembaga tertentu dan/atau di wilayah tertentu. Dalam konteks penerapan PBK di Indonesia, standar biaya mempunyai peran unik. Standar biaya tidak dikenal oleh negara‐ negara yang telah terlebih dahulu menerapkan PBK. PBK menggunakan standar biaya sebagai alat untuk menilai efisiensi pada masa transisi dari sistem penganggaran yang bercorak “input base” ke penganggaran yang bercorak “output base”. K/L diharuskan untuk merumuskan keluaran kegiatan beserta alokasi anggarannya. Alokasi anggaran tersebut dalam proses penyusunan anggaran mendasarkan pada prakiraan cara pelaksanaanya (asumsi). Pada saat pelaksanaan kegiatan, cara pelaksanaannya dapat saja berbeda sesuai dengan kondisi yang ada, sepanjang keluaran kegiatan tetap dapat dicapai. Sudut pandang pemikiran tersebut sejalan dengan prinsip let the manager manage. Bab II Konsep Penganggaran Berbasis Kinerja | ‐ 15 ‐
PENERAPAN PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA
Butir‐butir pemikiran mengenai pengembangan standar biaya dalam rangka mendukung penerapan PBK dapat dikemukakan sebagai berikut: Standar biaya merupakan alat bantu untuk penyusunan anggaran; Standar biaya merupakan kebutuhan anggaran yang paling efisien untuk menghasilkan keluaran. Perubahan jumlah/angka standar biaya dimungkinkan karena adanya perubahan parameter yang dijadikan acuan. Parameter tersebut dapat berupa angka inflasi, keadaan kondisi darurat (force majeur), atau hal lain yang ditetapkan sebagai parameter; Standar biaya dikaitkan dengan pelayanan yang diberikan oleh K/L (Standar Pelayanan Minimal). 3. Evaluasi Kinerja Evaluasi kinerja merupakan proses penilaian dan pengungkapan masalah implementasi kebijakan untuk memberikan umpan balik bagi peningkatan kualitas kinerja, baik dari sisi efisiensi dan efektivitas dari suatu program/kegiatan. Cara pelaksanaan evaluasi dapat dilakukan dengan cara membandingkan hasil terhadap target (dari sisi efektivitas) dan realisasi terhadap rencana pemanfaatan sumber daya (dilihat dari sisi efisiensi). Hasil evaluasi kinerja merupakan umpan balik (feed back) bagi suatu organisasi untuk memperbaiki kinerjanya.
2.4
Kaitan Klasifikasi Ekonomi dalam PBK Klasifikasi ekonomi dalam penganggaran berbasis kinerja mempunyai peran yang berbeda dengan peran yang dijalankan pada sistem penganggaran lama (dual budgeting dan sektoral 2 ).
2 Sistem penganggaran dual budgeting dan sektoral merupakan sistem yang memisahkan anggaran untuk
belanja rutin dan belanja pembangunan. Masing masing jenis belanja mempunyai tujuan yang berbeda: belanja rutin untuk membiayai pelaksanaan operasional birokrasi (jenis belanja pegawai dan belanja
Bab II Konsep Penganggaran Berbasis Kinerja | ‐ 16 ‐
PENERAPAN PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA
Klasifikasi ekonomi pada sistem penganggaran lama mampu menggambarkan secara jelas tujuan dan peruntukan alokasi anggaran berdasarkan anggaran rutin dan anggaran pembangunan. Anggaran rutin berisikan jenis belanja pegawai dan belanja barang yang menggambarkan pembiayaan untuk operasional birokrasi. Sedangkan anggaran pembangunan berisikan jenis belanja modal yang menggambarkan pembiayaan dalam rangka investasi, baik fisik (contohnya, pembangunan infrastruktur) maupun non fisik (contohnya, pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia). Dalam hal ini jumlah alokasi anggaran pembangunan pada APBN dapat menggambarkan/memperkirakan pertumbuhan ekonomi nasional. Sedangkan peran klasifikasi ekonomi pada penerapan PBK lebih pada upaya untuk memotret pelaksanaan kegiatan berdasarkan pengelompokan akuntansi sesuai Goverment Financial Statistic (GFS). Pengelompokan jenis belanja tersebut sesuai dengan tujuan dan peruntukannya. Contohnya: Belanja pegawai merupakan belanja untuk kompensasi pegawai; belanja barang merupakan belanja yang habis pakai; sedangkan belanja modal merupakan belanja yang manambah aset. Namun demikian sistem penganggaran baru dengan pendekatan PBK juga mampu menggambarkan angka pertumbuhan ekonomi dengan cara berbeda. Pertumbuhan ekonomi secara nasional dapat dianalisa bukan dengan melihat klasifikasi ekonomi dalam APBN tetapi dengan melihat jenis‐jenis kegiatan yang ada. Masing‐masing kegiatan pada sistem penganggaran baru dikelompokkan berdasarkan kriteria “tujuan”. Jika keluaran suatu kegiatan bertujuan menunjang pencapaian prioritas nasional (apapun jenis belanjanya) maka, biaya kegiatan tersebut dapat dikelompokkan sebagai pengeluaran investasi menurut sistem penganggaran lama.
barang; sedangkan belanja pembangunan (jenis belanja modal) dimaksudkan untuk menghasilkan dampak petumbuhan ekonomi.
Bab II Konsep Penganggaran Berbasis Kinerja | ‐ 17 ‐
PENERAPAN PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA
Sebaliknya jika keluaran suatu kegiatan bertujuan untuk dikonsumsi dalam rangka berjalannya birokrasi pemerintahan maka, biaya kegiatan tersebut dikelompokkan belanja operasional menurut sistem penganggaran yang lama. Sistem penganggaran baru dengan pendekatan PBK lebih mengedepankan informasi kinerja yang akan dicapai oleh program/kegiatan dengan alokasi anggaran yang tersedia. Tidak ada lagi relevansinya antara pencapaian kinerja program/kegiatan dengan jenis belanjanya.
Bab II Konsep Penganggaran Berbasis Kinerja | ‐ 18 ‐
PENERAPAN PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA
BAB III TATA CARA PENERAPAN PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA 3.1
Pendahuluan Penganggaran berbasis kinerja akan memberikan informasi kinerja atas pelaksanaan suatu program/kegiatan pada suatu K/L serta dampak/hasilnya bagi masyarakat luas. Informasi kinerja yang dicantumkan tidak hanya keluaran dan hasil pada tingkatan program/kegiatan tetapi juga menjelaskan hubungan erat antar tingkatan tersebut. Keterkaitan tersebut terlihat sejak dari perumusan Visi dan Misi K/L yang selanjutnya diterjemahkan dalam program beserta alokasi anggarannya. Tingkatan di bawah program merupakan penjelasan lebih rinci dari program yang memuat antara lain: nama kegiatan, bagian atau tahapan kegiatan yang dilaksanakan, alokasi anggaran untuk masing‐masing tahapan, bahkan rincian item biayanya. Dalam rangka penerapan PBK yang lebih menekankan pada informasi kinerja sebagaimana gambaran di atas maka, siklus yang harus dijalani dapat digambarkan dalam Diagram 3.1. Siklus tersebut terdiri dari 8 (delapan) tahapan: 1) penetapan sasaran strategis K/L; 2) penetapan outcome, program, output, dan kegiatan; 3) penetapan indikator kinerja utama program dan indikator kinerja kegiatan; 4) penetapan standar biaya; 5) penghitungan kebutuhan anggaran; 6) pelaksanaan kegiatan dan pembelanjaan; 7) pertanggungjawaban; 8) dan pengukuran dan evaluasi kinerja. Yang perlu dicermati dari kedelapan langkah tersebut adalah tahapan Bab III Tata Cara Penerapan Penganggaran Berbasis Kinerja | 19
PENERAPAN PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA
terakhir (pengukuran dan evaluasi kinerja). Pengukuran dan evaluasi merupakan sesuatu yang sudah dinyatakan dalam sistem penganggaran, tetapi penerapannya belum maksimal. Diagram 3.1. Diagram Penerapan PBK
PENETAPAN OUTCOME, PROGRAM, OUTPUT DAN KEGIATAN
PENETAPAN STANDAR BIAYA
PENETAPAN SASARAN STRATEGIS
PENETAPAN IKU PROGRAM DAN IK KEGIATAN
SIKLUS PENERAPAN PBK MENGHITUNG KEBUTUHAN ANGGARAN
PENGUKURAN DAN EVALUASI KINERJA
PERTANGGUNG JAWABAN
PELAKSANAAN KEGIATAN & PEMBELANJAAN
Penerapan Siklus PBK sampai saat ini (tahun 2009) telah sampai pada tahapan ketiga. Secara rinci tahapan siklus ke satu sampai dengan tahapan ketiga telah/sedang dilaksanakan melalui langkah sebagaimana tabel berikut (panduan mengenai langkah operasional dimaksud telah dijelaskan dalam Buku I):
Tahapan kegiatan dalam Penerapan PBK No.
Uraian Kegiatan
Dok Sumber
1.
Penetapan Visi dan Misi K/L
Renstra K/L dan Tupoksi K/L
2.
Perumusan Sasaran Strategis K/L (Outcomes K/L)
Renstra K/L
3.
Restrukturisasi Program
Tupoksi Eselon I
4.
Perumusan Outcome Program
Visi & Misi Eselon I
5.
Penetapan Indikator Kinerja Utama (IKU) Program
IKU Kegiatan unggulan atau pendekatan lain
6.
Perumusan Kegiatan per Eselon II/Satker
Tupoksi Eselon II/Satker
7.
Penetapan Output Kegiatan
Output utama sesuai core business unit
8.
Penetapan Indikator Kinerja Kegiatan
• Pendekatan kuantitas, kualitas dan harga; • Indikator Keluaran Suboutput.
Ket
Bab III Tata Cara Penerapan Penganggaran Berbasis Kinerja | 20
PENERAPAN PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA
Uraian pada sub‐bab selanjutnya merupakan uraian yang menjelaskan tahapan siklus PBK pada tahapan keempat, kelima, dan kedelapan.
3.2
Persiapan Langkah persiapan merupakan tahapan penting dalam penerapan PBK yang meliputi: 1. Pemahaman Tujuan PBK Perencana memahami tujuan PBK secara benar. Dengan pemahaman tersebut, perencana mampu merumuskan kinerja yang akan dicapai melalui perumusan output (pada tingkat kegiatan) dan cara menghubungkan dengan tujuan PBK sebagaimana diuraikan dalam Bab II. 2. Pemahaman Kerangka Logis Kerangka logis PBK juga telah dijelaskan dalam Bab II, dan hal ini harus dipahami terlebih dahulu sehingga ada keajegan berpikir dalam rangka pencapaian tujuan PBK melalui kerangka logis kinerja yang akan dibangun. 3. Penyediaan Dokumen sebagai Dokumen sumber Yang dimaksud dengan dokumen tersebut antara lain: dokumen perencanaan (Rencana Strategis K/L, Rencana Strategis Unit Eselon I, Rencana Kerja K/L, dan Rencana Kinerja Tahunan), Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) tahun sebelumnya; dan Peraturan Menteri/Pimpinan Lembaga mengenai tugas‐fungsi unit kerja. Pemahaman mengenai tujuan dan kerangka logis PBK merupakan pemahaman konseptual berkenaan dengan PBK. Kedua pemahaman tersebut merupakan hal mendasar sebelum perencana menyusun anggaran yang berbasis kinerja. Dengan adanya pemahaman ini, perencana dapat menjelaskan arah tujuan yang akan dicapai dan bagaimana pelaksanaannya, katakanlah kinerja unit Eselon I dapat Bab III Tata Cara Penerapan Penganggaran Berbasis Kinerja | 21
PENERAPAN PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA
dicapai (diharapkan tercapai) melalui pelaksanaan kegiatan‐ kegiatan yang direncanakan. Sedangkan penyediaan dokumen sumber merupakan langkah yang diperlukan dalam penyusunan informasi kinerja beserta rincian alokasi anggaran kegiatan yang mengarah pada pencapaian kinerja yang diharapkan. Salah satu contoh informasi tersebut adalah indikator kinerja kegiatan. Adanya indikator kinerja kegiatan akan membantu perencana dalam mempertimbangkan cara/tahapan kegiatan yang terbaik: efektif mencapai sasaran dan efisiensi biayanya. Rincian dokumen sumber tersebut meliputi: a. Dokumen perencanaan sebagai acuan pengalokasian anggaran pada tingkatan program/kegiatan/subkegiatan; b. Dokumen LAKIP yang berisikan capaian kinerja kegiatan/subkegiatan tahun sebelumnya sebagai pertimbangan dalam merencanakan kegiatan/subkegiatan: apakah kegiatan/subkegiatan tersebut telah selesai atau akan dilanjutkan pada tahun yang direncanakan, dan berapa jumlah biaya yang diserap oleh kegiatan/subkegiatan; c. Dokumen Peraturan Menteri/Pimpinan Lembaga mengenai tugas‐fungsi unit kerja sebagai acuan: apakah kegiatan/subkegiatan yang akan dilaksanakan sesuai dengan tugas‐fungsi masing‐masing unit kerja.
3.3
Pengalokasian Anggaran Informasi kinerja yang telah disusun di atas akan menjadi panduan perencana untuk merinci kegiatan dalam bagian/tahapan kegiatan (biasa disebut subkegiatan) beserta kebutuhan biayanya. Langkah‐ langkah yang diperlukan sebagai berikut: Bab III Tata Cara Penerapan Penganggaran Berbasis Kinerja | 22
PENERAPAN PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA
1. Identifikasi prioritas Secara sederhana prioritas merupakan pilihan urutan “penting” aatau “kurang penting” dari suatu program/kegiatan. Suatu program/kegiatan sesuai urutan prioritas dapat diberikan nomer urut, mulai dari 1 dan seterusnya. Nomer urut 1 berarti mempunyai prioritas yang lebih tinggi dibanding prioritas nomer urut 2 dan seterusnya. Hal ini berarti jika ada keterbatasan anggaran atau kebijakan pemotongan anggaran maka, program/kegiatan dengan prioritas yang lebih rendah merupakan program/kegiatan yang pelaksanaannya ditunda terlebih dahulu. Alokasi anggaran sangat berkaitan dengan prioritas kebijakan (program/kegiatan) yang akan dilaksanakan. Pengalokasian anggaran yang dihubungkan dengan prioritas dapat dikelompokkan sesuai dengan tingkatan dalam struktur organisasi masing‐masing K/L, sebagai berikut: a. Tingakt K/L Fokus pada pengalokasian anggaran dengan acuan prioritas nasional dan outcome K/L yang sesuai dengan tugas dan tanggung jawab‐nya. b. Unit Eselon I Fokus pada pengalokasian anggaran baik yang mendukung sasaran prioritas nasional maupun pengalokasian anggaran untuk operasional melalui program yang akan dilaksanakan (termasuk pembayaran gaji dan tujangan, operasional dan pemeliharaan, pelayanan publik, serta prioritas K/L) c. Unit Eselon II/Satker Fokus pada pengalokasian anggaran beserta cara pelakasanaan atas kegiatan yang akan dilaksanakan sesuai tugas‐fungsi yang diemban. Unit Eselon II/Satker yang melaksanakan kegiatan perlu juga mengidentifikasi Bab III Tata Cara Penerapan Penganggaran Berbasis Kinerja | 23
PENERAPAN PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA
tahapan/bagian kegiatan (sub kegiatan) berdasarkan suatu skala prioritas. Dalam hal ini perlu diketahui pembagian jenis subkegiatan berdasarkan krieteria tujuan peruntukannya. Jenis subkegiatan dapat dikelompokkan dalam 2 jenis yaitu: i). Subkegiatan Operasional Subkegiatan ini terdiri dari subkegiatan Pengelolaan Gaji dan Tunjangan (berasal dari eks: Kegiatan 0001) dan subkegiatan Kegiatan Operasional dan Pemeliharaan Perkantoran (bersal dari eks: Kegiatan 0002). ii). Subkegiatan Tugas‐Fungsi Subkegiatan ini berasal dari eks Kegiatan Dalam Rangka Pelayanan Birokrasi (0003), dan Kegiatan Prioritas K/L atau Penunjang. Disamping pengalokasian anggaran kegiatan sesuai tugas‐ fungsinya, unit Eselon II/Satker yang melaksanakan kegiatan bersifat “penugasan” 1 . Subkegiatan pada kegiatan yang sifatnya penugasan tersebut menunjukkan tahapan/bagian kegiatan yang secara langsung menunjang pencapaian output kegiatan. Tidak ada pengalokasian untuk alokasi gaji dan operasional kantor. Kegiatan ini berasal dari eks Kegiatan Prioritas Nasional (kegiatan yang ditetapkan untuk mencapai secara langsung sasaran program prioritas nasional). 2. Target yang hendak dicapai pada tahun yang dianggarkan Setelah prioritas ditetapkan, langkah selanjutnya adalah menetapkan target pada masing‐masing skala prioritas pada berbagai tingkatan. Langkah kedua ini berkaitan erat dengan perumusan indikator kinerja pada tingkat program/kegiatan. 1 Berbeda dengan tugas‐fungsi Unit Eselon II
Bab III Tata Cara Penerapan Penganggaran Berbasis Kinerja | 24
PENERAPAN PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA
3. Ketersediaan anggaran yang ada Setelah tahap 1 dan 2 ditetapkan maka, langkah berikutnya adalah melihat ketersediaan anggaran. Hal ini dimaksudkan untuk menentukan luas lingkup kegiatan, skala prioritas, sekaligus proses penyaringan kegiatan‐kegiatan yang akan mendapat alokasi anggaran pada tahun yang direncanakan. Dengan kata lain tahapan ini merupakan penyesuaian antara target yang hendak dicapai dengan ketersediaan anggarannya. 4. Menuangkan dalam rincian pendanaan Langkah terkahir adalah menuangkan apa yang telah ditetapkan (kegiatan, subkegiatan, prioritas dan jumlah alokasi anggarannya) dalam suatu rincian mengenai tahapan‐tahapan kegiatan, beserta detil biaya. Penuangan dalam detil anggaran tersebut harus mengacu pada standar biaya yang ada, baik Standar Biaya Umum (SBU) atau Standar Biaya Khusus (SBK). Khusus pengalokasian anggaran untuk subkegiatan tugas‐fungsi dan prioritas nasional perlu diperhatikan hal‐hal sebagai berikut: • Detil biaya yang merupakan input sepanjang telah ditetapkan dalam SBU harus digunakan dalam pengalokasian anggaran; • Jika kumpulan detil biaya tersebut mengahasilkan output tertentu maka, SBK harus digunakan sebagai acuan pengalokasian anggaran; • Dalam hal SBK belum ditetapkan maka, kumpulan detil biaya tersebut dapat diusulkan menjadi SBK.
3.4
Pengukuran dan Evaluasi Kinerja Dalam rangka penerapan anggaran berbasis kinerja, K/L melaksanakan pengukuran dan evaluasi kinerja kegiatan pada suatu unit kerja di lingkungannya berdasarkan sasaran dan/atau standar kinerja kegiatan yang telah ditetapkan. Bab III Tata Cara Penerapan Penganggaran Berbasis Kinerja | 25
PENERAPAN PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA
Pengukuran kinerja yang dilakukan akan memberikan informasi tingkat pencapaian kinerja yang telah dilaksanakan. Sedangkan evaluasi kinerja kegiatan merupakan salah satu alat analisa yang menghasilkan kesimpulan tentang tingkat efisien dan efektivitas pencapaian sasaran sebagaimana tercantum dalam dokumen perencanaan dan penganggaran. Hasilnya digunakan sebagai bahan pengambilan keputusan dalam penyusunan rencana dan anggaran pada tahun yang akan datang. Maksud dan Tujuan Pengukuran kinerja kegiatan merupakan proses penilaian kemajuan pelaksanan kegiatan terhadap tujuan dan sasaran yang telah ditentukan termasuk informasi atas efisiensi penggunaan sumber daya dan efektivitas pencapaian sasaran. Pemilihan IKU program/IK Kegiatan/Indikator Keluaran beserta targetnya merupakan upaya konkret dalam memformulasikan tujuan strategis K/L lebih nyata dan terukur. Dan pengukuran kinerja tersebut didasarkan pada karakteristik suatu K/L. Dengan kata lain, pengukuran kinerja bukanlah tujuan akhir melainkan alat agar dihasilkan suatu manajemen yang lebih efisien dan terjadi peningkatan kinerja. Pengukuran kinerja kegiatan menyediakan informasi bagi K/L untuk menilai : 1. Pencapaian atas sasaran program yang telah ditetapkan; 2. Identifikasi dan analisis kelemahan program/kegiatan; dan 3. Tindakan yang tepat untuk meningkatkan kinerja. Hasil pengukuran kinerja dimaksud merupakan umpan balik (feedback) manajemen untuk memperbaiki kinerja secara berkelanjutan.
Bab III Tata Cara Penerapan Penganggaran Berbasis Kinerja | 26
PENERAPAN PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA
Evaluasi kinerja kegiatan merupakan proses penilaian terhadap pencapaian tujuan dan pengungkapan kendala baik pada saat penyusunan maupun pada saat implementasi kebijakan untuk memberikan umpan balik bagi peningkatan kualitas kinerja kebijakan dari sisi efisiensi dan efektivitas. Evaluasi kinerja kegiatan meliputi evaluasi efisiensi tingkat kehematan pemanfaatan sumber daya (input) yang dilakukan melalui pembandingan realisasi dan rencana pemanfaatan sumber daya (input) pada setiap jenis kegiatan/subkegiatan dan evaluasi efektivitas ketepatan hasil (output) dilakukan melalui pembandingan hasil (output) dengan target rencana. Evaluasi kinerja kegiatan yang berkesinambungan memberikan informasi kemajuan serta keberhasilan program berupa: efektivitas pencapaian sasaran program dan, efisiensi biaya program. Secara rinci manfaat pengukuran dan Evaluasi Kinerja dalam penerapan penganggaran berbasis kinerja, adalah: 1. membantu untuk mempersiapkan laporan kinerja dalam waktu yang singkat; 2. mengetahui kekurangan‐kekurangan yang perlu diperbaiki dan menjaga kinerja yang sudah baik; 3. sebagai dasar (informasi) yang penting untuk melakukan evaluasi program; 4. sebagai bahan masukan/rekomendasi kebijakan selanjutnya; dan 5. sebagai dasar untuk melakukan monitoring dan evaluasi selanjutnya. HalHal yang perlu diukur Pengukuran kinerja kegiatan dilakukan terhadap pencapaian hasil/realisasi penggunaan dana dari beberapa aspek bidang penganggaran dalam kurun waktu tertentu, yaitu : Bab III Tata Cara Penerapan Penganggaran Berbasis Kinerja | 27
PENERAPAN PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA
1. Masukan, merupakan segala sesuatu yang dibutuhkan agar pelaksanaan kegiatan dapat berjalan untuk menghasilkan keluaran. Dalam hal ini masukan yang perlu diukur adalah realisasi penggunaan sumber daya berupa alokasi dana, seberapa besar dana yang telah digunakan. 2. Proses, adalah ukuran kegiatan dari segi kecepatan dan ketepatan pelaksanaan kegiatan yang menggambarkan % pencapaian hasil kegiatan. 3. Keluaran, adalah sesuatu yang diharapkan langsung dapat diperoleh dari suatu kegiatan yang dapat berwujud maupun tidak berwujud. Keluaran ini diukur berdasarkan satuan yang telah ditentukan. 4. Hasil, merupakan segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keluaran pada jangka menengah yang mempunyai efek langsung yaitu merupakan bagian dari (%) pencapaian sasaran program dan keterkaitannya. Substansi yang Dievaluasi Evaluasi kinerja kegiatan pada suatu unit kerja merupakan analisa yang dilaksanakan oleh K/L terhadap pencapaian output dan outcome pada program/kegiatan atas alokasi input, dengan membandingkan realisasi terhadap rencana (meliputi masukan, keluaran, dan hasil). Secara rinci hal‐hal yang dievaluasi adalah : 1. Perbandingan rencana dan realisasi masukan (input) kegiatan; 2. Perbandingan rencana dan realisasi keluaran (output) kegiatan; 3. Persentase (%) pencapaian target hasil (outcome) program; 4. Perbandingan antara yang berlaku dengan Standar Biaya yang ditetapkan.
Bab III Tata Cara Penerapan Penganggaran Berbasis Kinerja | 28
PENERAPAN PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA
3.5
Peluang dan Tantangan Penerapan PBK di Indonesia mempunyai tantangan yang tidak ringan karena berubahnya sistem penganggaran. Tantangan yang lebih berat adalah mengubah mind set tidak hanya pada lingkungan Pemerintah (eksekutif), tetapi juga Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai lembaga legislatif. Mind set DPR dalam rangka pembahasan dan penetapan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) diharapkan juga berubah menjadi output base, tidak lagi input base. Beberapa butir‐butir pemikiran berkenaan dengan hubungan antara eksekutif dengan legislatif dalam rangka pembahasan dan penetapan APBN dapat dikemukakan sebagai berikut: 1. Di level nasional, pengalokasian anggaran didasarkan pada target kinerja sesuai prioritas dan fokus prioritas pembangunan serta pemenuhan kewajiban sesuai amanat konstitusi; 2. Target kinerja sesuai prioritas dan fokus prioritas selanjutnya dijabarkan dalam kegiatan‐kegiatan prioritas; 3. Di level K/L, pengalokasian anggaran mengacu pada Program dan Kegiatan masing‐masing unit sesuai dengan tugas dan fungsinya termasuk kebutuhan anggaran untuk memenuhi angka dasar (baseline) serta alokasi untuk kegiatan prioritas yang bersifat penugasan; 4. Penghitungan kebutuhan anggaran untk masing‐masing kegiatan mengacu pada standar biaya dan target kinerja yang akan dihasilkan; 5. Rincian penggunaan dana menurut jenis belanja, dituangkan dalam dokumen anggaran hanya pada level jenis belanja (tidak dirinci sampai dengan kode akun).
Bab III Tata Cara Penerapan Penganggaran Berbasis Kinerja | 29
PENERAPAN PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA
BAB IV MEKANISME TRANSFORMASI DI MASA TRANSISI
Bab ini menguraikan perubahan atau transformasi dari program/kegiatan 2009 menjadi program/kegiatan hasil restrukturisasi dan dari format existing RKA‐KL menjadi format baru RKA‐KL. Uraian mengenai transformasi program/kegiatan menjelaskan mengenai penyusunan anggaran dengan menggunakan program/kegiatan hasil restrukturisasi. Termasuk di dalamnya adalah perubahan pengelompokan kegiatan yang dikenal dalam struktur format existing RKA‐KL. Sedangkan uraian mengenai format baru RKA‐KL menjelaskan substansi informasi kinerja, tidak hanya menampilkan angka atau jumlah alokasi anggaran semata, tetapi juga ada informasi mengenai hubungan angka tersebut dalam rangka pencapaian kinerja. Adanya transformasi baik dari program/kegiatan maupun format baru RKA‐KL tersebut memerlukan penanganan khusus. Informasi apa saja yang adan dalam struktur program/kegiatan 2009 yang masih dapat dipergunakan serta hal‐hal baru apa saja yang harus disediakan. Informasi‐informasi tersebut nantinya tertuang dalam format baru RKA‐KL.
4.1
Transformasi Program/Kegiatan Sebagaimana dijelaskan pada Bab III mengenai langkah penerapan PBK, salah satunya adalah restrukturisasi program/kegiatan.
Bab IV Mekanisme Transformasi Di Masa Transisi | 30
PENERAPAN PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA
Salah satu aturan secara umum mengenai restrkturisasi program/kegiatan adalah suatu unit Eselon II/satker mempunyai 1 (satu) kegiatan 1 . Pemikiran ini membawa konsekuensi bahwa satu kegiatan yang ada pada Unit Eselon II/satker akan mempunyai ruang lingkup pembiayaan baik untuk pembayaran gaji dan tunjangan, operasional dan pemeliharaan perkantoran sehari‐hari, sekaligus pelayanan birokrasi. Dengan kata lain, suatu kegiatan akan mempunyai komponen yang sifatnya penunjang (gaji dan tunjangan, operasional dan pemeliharaan perkantoran sehari‐hari) dan komponen yang sifatnya langsung berkaitan dengan keluaran kegiatan. Proses penyesuaian alokasi anggaran program/kegiatan 2009 dalam program/kegiatan hasil restrukturisasi dijelaskan di bawah ini. Langkahlangkah Transformasi Alokasi Anggaran Program/Kegiatan Proses transformasi alokasi anggaran program/kegiatan perlu ditata langkah demi langkah agar dapat dicapai hasil yang diharapkan. Hasil tersebut berupa alokasi anggaran program/kegiatan yang secara bersama mendukung pencapaian prioritas nasional dan sesuai dengan visi‐mis Presiden terpilih. Langkah dimaksud secara berurut sebagai berikut: 1. Pemahaman struktur program/kegiatan 2009 dibandingkan dengan program/kegiatan hasil restrukturisasi. Perencana mampu memahami struktur program/kegiatan hasil restrukturisasi dan hubungan antar tingkatan sebagaimana Diagram 4.1 di bawah ini. Hal‐hal yang perlu mendapat perhatian dari diagram tersebut:
1 Aturan umum ini tidak berlaku jika dalam tugas‐fungsi unit Eselon II mempunyai dua tugas‐fungsi yang
berbeda sehingga memungkinkan suatu Unit Eselon II mempunyai kegiatan lebih dari satu. Disamping itu adanya penugasan tertentu dalam rangka melaksanakan Kegiatan Prioritas nasional juga memungkinkan suatu Unit Eselon II mendapat Kegiatan tersendiri.
Bab IV Mekanisme Transformasi Di Masa Transisi | 31
PENERAPAN PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA
• Rencana kinerja K/L pada dasarnya merupakan rumusan kebijakan yang akan dilaksanakan untuk kurun waktu tertentu di masa yang akan datang (biasanya 5 tahun) sebagai upaya mewujudkan visi‐misi K/L. Infromasi ini tertuang dalam dokumen Rencana Strategis (Renstra). Rencana kinerja tersebut menghasilkan outcome K/L dengan ukuran keberhasilan melalui perumusan indikator kinerja K/L. Pokok‐ pokok kebijakan yang ada dalam Renstra K/L mewarnai kebijakan yang dibuat secara tahunan yang ada dalam dokumen Rencana Kerja Pemerintah (RKP); • Rencana kinerja baik pada tingkat program atau kegiatan, termasuk sasaran terukur yang dihasilkan beserta ukuran capaian kinerjanya (indikator kinerja) merupakan design dari penentu kebijakan di Pemerintah Pusat berupa RKP; • Rincian alokasi anggaran dan cara pelaksanaannya merupakan design unit kerja yang akan melaksanakan. • Aturan umum rumusan suatu kegiatan adalah satu unit Eselon II mempunyai 1 kegiatan. Artinya jika suatu unit Eselon II mempunyai semua jenis kegiatan sebagaimana kelompok kegiatan dalam RKA‐KL tahun 2009 maka, tingkatan kegiatan dimaksud setelah hasil restrukturisasi menjadi subkegiatan;
Bab IV Mekanisme Transformasi Di Masa Transisi | 32
PENERAPAN PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA
Diagram 4.1. Strukur Perencanaan Penganggaran
2. Mempersiapakan data, berupa: a. Nama program, kegiatan, subkegiatan, dan grup akun beserta alokasi anggarannya yang berasal dari data RKA‐KL tahun 2009. Hal yang perlu dipahami bahwa grup akun dalam suatu sub kegiatan beserta sub output yang dihasilkan (yang berasal dari eks Kegiatan 0003, eks Kegiatan Prioritas K/L, dan eks Kegiatan Prioritas Nasional) adakalanya bersifat mandiri. Artinya sub output yang dihasilkan mempunyai sifat yang menunjang langsung output kegiatan, tetapi tidak terkait langsung dengan sub output pada tingkat sub kegiatannya. Oleh karena itu dalam penyediaan data ini perlu adanya pemetaan kembali program sampai dengan grup‐grup akun; b.
Program/kegiatan hasil restrukturisasi (termasuk Indikator Kinerjanya).
3. Pemetaan Program/Kegiatan Berdasarkan data‐data butir 2 tersebut di atas maka, K/L melakukan transformasi melalui pemetaan (mapping) program, kegiatan, sub‐subkegiatan, dan grup akun dalam program/kegiatan hasil restrukturisasi dengan cara sebagai berikut: Bab IV Mekanisme Transformasi Di Masa Transisi | 33
PENERAPAN PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA
a. Program‐program 2009 pada suatu Unit Eselon I dimasukkan dalam program hasil restrukturisasi; b. Kegiatan‐kegiatan 2009 dimasukkan dalam kegiatan hasil restukturisasi dengan memperhatikan hal‐hal sebagai berikut: • Eks Kegiatan 0001 dan 0002 setelah transformasi menjadi suatu subkegiatan tersendiri dan menghasilkan suboutput dengan sifat penunjang tidak langsung pencapaian output kegiatan tetapi mempunyai dampak terhadap output secara keseluruhan (dari sisi efektivitas dan kualitas‐nya); • Mengelompokkan grup‐grup akun dalam suatu subkegiatan tersendiri yang menghasilkan suboutput tertentu yang bersifat menunjang langsung pencapaian output kegiatan. Kelompok grup akun ini berasal dari subkegiatan eks Kegiatan 0003, eks Kegiatan Prioritas K/L, dan eks Kegiatan Prioritas Nasional. • Masing‐masing subkegiatan yang mengahsilkan suboutput tersebut agar dapat dinilai kinerjanya maka, dibentuk Indikator Keluaran (Inkel). Inkel tersebut harus dapat dinilai keterkaitan substansinya dengan salah satu Indikator Kinerja Kegiatan. 4. Setelah ketiga tahapan/langkah tersebut selesai dilakukan, barulah program/kegiatan hasil restrukturisasi yang sudah terisi secara lengkap sampai dengan subkegiatannya beserta alokasi anggarannya dimasukkan dalam format baru RKA‐KL.
4.2
Transformasi Format Exsisting RKAKL dalam Format Baru RKAKL Dokumen anggaran dalam proses penyusunan anggaran sebagaimana diuraikan di atas secara formal disebut Rencana Kerja Bab IV Mekanisme Transformasi Di Masa Transisi | 34
PENERAPAN PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA
dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA‐KL). RKA‐KL ini disusun oleh satuan kerja (satker) pada masing‐masing K/L. Dokumen RKA‐KL ini terdiri dari format‐format yang berisikan informasi mengenai kinerja, organisasi, belanja dan pendapatan. Sebelum bicara mengenai transformasi format RKA‐KL perlu dipahami mengenai perbedaan substansi kedua format tersebut, yaitu: 1. RKA‐KL Format Existing RKA‐KL terdiri dari 13 form yang dapat dikelompokkan dalam form belanja dan form pendapatan. Form belanja berbentuk daftar rincian biaya suatu kegiatan (termasuk jenis belanja pengeluaran) beserta keluran yang ingin dicapai kegiatan. Sedangkan form pendapatan berbentuk daftar rincian pendapatan per kegiatan dan per akun pendapatan yang diterima oleh suatu satker atas pelaksanaan kegiatan. Informasi kinerja dalam format existing RKA‐KL sangat minim disampaikan oleh K/L. Informasi kinerja hanya terdapat pada isian indikator keluaran pada tingkat kegiatan dan subkegiatan. Informasi kinerja tersebut tersebar pada format 1 (1.1 s/d 1.5). Jika informasi tersebut ada, masih perlu diuji terlebih dahulu apakah isian tersebut dapat digunakan sebagai ukuran kinerja kegiatan. Disamping itu kesinambungan informasi kinerja antar tingkatan program/kegiatan/subkegiatan belum dapat dilihat secara utuh, adakalanya terputus pada tingkat subkegiatan dan/atau kegiatan. Yang menghubungkan informasi kinerja hanya berupa nama kegiatan. Diagram 4.2 di bawah ini menggambarkan format existing RKA‐ KL beserta substansinya.
Bab IV Mekanisme Transformasi Di Masa Transisi | 35
PENERAPAN PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA
Diagram 4.2. Format Exsisting RKAKL D EPA R TE MEN K EUA N GA N R .I . D IR EK TORA T JEN D ER A L AN GGA RA N
FORMAT EXISTING RKA-KL ANGGARAN SAT KER
1.1 1.1
1.2 1.2
1.3 1.3
1.4 1.4
ANGGARAN UNIT ES I
2.1 2.1
2.2 2.2
2.3 2.3
2.4 2.4
ANGGARAN K/L
3.1 3.1
3.2 3.2
3.3 3.3
3.4 3.4
KE GI ATAN KELUARAN VOLUME KELUARAN
KE GI ATAN PRAKI RAAN MAJ U KPJM
ANG G AR AN KINERJ A
KE GI ATAN JENI S BELANJA MEM UAT BIAYA O UTPUT ANG AR AN TERP ADU ANG G AR AN KINERJ A
KE GI ATAN PENDAP ATAN
1.5 1.5
KE GI ATAN JENI S BELANJA RINCI AN PE R MATA ANGGARAN MEM UAT BI AYA INP UT ANG G AR AN KINERJ A 5 5
2. RKA‐KL Baru Format RKA‐KL format baru terdiri dari 3 form yang dapat dikelompokkan berdasarkan keutuhan informasi kinerja pada tingkat K/L dan Unit Eselon I. Informasi belanja dan pendapatan yang ada dalam format existing RKA‐KL berada pada form terpisah. Sedangkan yang ada dalam form baru RKA‐KL, informasi dimaksud digabung menjadi satu. Informasi yang dikemukakan dalam format baru RKA‐KL lebih menonjolkan mengenai kinerja yang akan dicapai oleh masing‐ masing K/L dan masing‐masing Unit Eselon I. Ruang lingkup informasi kinerja tersebut meliputi: a. Kinerja yang ingin dicapai oleh K/L sebagai terjemahan visi‐ misi Presiden sebagaimana tertuang dalam Rencana Kerja Pemerintah; b. Kinerja Unit Eselon I sebagai terjemahan dan dukungan terhadap pencapaian kinerja K/L melalui program dan dijabarkan dalam kegiatan‐kegiatan; c. Rencana pendapatan K/L sehubungan dengan pelaksanaan program/kegiatan. Bab IV Mekanisme Transformasi Di Masa Transisi | 36
PENERAPAN PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA
Berdasarkan gambaran informasi kinerja antara format existing dengan format baru RKA‐KL maka, langkah transformasi dari format existing ke format baru RKA‐KL dapat dilakukan melalui: a. Informasi kinerja yang merupakan hasil restrukturisasi program/kegiatan diambil dan dijadikan referensi dalam program aplikasi format baru RKA‐KL; b. Sedangkan informasi kinerja lainnya seperti strategi pencapaian sasaran strategi dan strategi pencapaian hasil harus diisi secara manual dalam format baru RKA‐KL. Yang mengisi informasi tersebut adalah Biro Perencanaan/Keuangan masing‐masing K/L karena berisikan hal‐hal yang sifatnya strategis bagi K/L; c.
Berdasarkan informasi yang telah ada dalam tabel referensi aplikasi RKA‐KL tersebut dan arah kebijakan maka, Unit Eselon II/satker akan merinci alokasi anggaran program/kegiatan sesuai dengan acuan capaian kinerja dari masing‐masing Unit Eselon II/Satker.
Bab IV Mekanisme Transformasi Di Masa Transisi | 37