W
ra
ai
Edisi
2
, Juni-Agustus 2011
buletin
SUNGAI AUR RIWAYATMU KINI
n JIKA AKU MENJADI BUPATI n ADA CINTA DI POHON DURIAN n PESONA BUMI DARANANTE
Wai
buletin
ra
merupakan media informasi sosialisasi demokrasi yang diterbitkan setiap 3 bulan oleh Elpagar (Lembaga Pemberdayaan Pergerakan Rakyat), bekerjasama dengan Komunitas Indonesia untuk Demokrasi (KID) dan Kemitraan.
SUSUNAN REDAKSI Penanggung Jawab : Furbertus Ipur (Direktur Elpagar) Pemimpin Redaksi : Muhammad Isa Redaktur Pelaksana : Ar Irham Sidang Redaksi : Furbertus Ipur, Muhammad Isa, Ar Irham, Yuni Herlina, Dian Lestari Tim Liputan : Ar Irham, Yuni Herlina, YK. Sekundus, Sekundus Ritih, Hendra, Mausi Cochia Kontributor : Peserta Sekolah Demokrasi Desain Visual : Rudy Fransiskus Alamat Redaksi : Jl. Abdurrahman Saleh Gg. Abdurrahman Saleh 3 No. 7 Pontianak 78124 Telepon: (0561) 735155 Email:
[email protected] Situsweb: sekolahdemokrasi.elpagar.org
Editorial Cerita Sungai yang Terlupakan
S
ungai yang telah mati dan tinggal cerita adalah tema utama Rawai pada edisi kali ini. Ironis, hanya orang-orang tua masih bisa mengingat kisah Sungai Aur di Sanggau, itupun butuh waktu lama untuk mengembalikan memori mereka bahwa dulu memang ada sungai tersebut. Jejak Sungai Aur kini cuma menyisakan muara dengan kondisi memprihatinkan. Su ngai alias aliran air yang besar, telah menciut menjadi parit. Di kala kemarau, air parit berwarna kecokelatan kering kerontang. Wajar saja kalau air bersih semakin langka, keluhan warga kian nyaring. Aur cuma satu di antara sungai merana di Kabupaten Sanggau. Warga merasakan sendiri sungai-sungai yang bening kini telah berubah warna menjadi cokelat. Penambangan emas di sepanjang tepi sungai, land clearing untuk perkebunan kelapa sawit dituding sebagai penyebabnya. Beberapa penelitian menunjukkan data bahwa Sungai Kapuas, sebagai induk seluruh sungai di Kalbar, telah berada dalam kondisi krisis. Kabupaten Sanggau yang juga dilewati Sungai Kapuas, sungai-sungainya kian memprihatinkan. Pendangkalan sungai, air keruh, hingga mengandung merkuri adalah permasalahan yang sebenarnya akan bermula dari keserakahan manusia untuk mengeruk kekayaan alam. Air tak dipandang jauh lebih berharga dibanding pundi-pundi uang dari kilauan emas dan luasnya perkebunan kelapa sawit. Kala bumi tak mampu lagi memberikan kemewahan air bersih, sesungguhnya itu akibat manusia telah merusak sungai dan pepohonan. Mari segera sadari bahwa kita telah keliru besar menukar harta maha penting, dengan emas yang menyisakan penyakit akibat akumulasi zat berbahaya merkuri di dalam tubuh. Terlena hidup di tengah alam nan murah hati memberi air, emas, dan tanah subur, tapi kita lalai menjaganya. Kerusakan alam akan lebih parah, kalau tak ada kesungguhan hati untuk segera bertindak menghentikan eksplorasi alam secara serakah. Tidak semestinya hanya diam melihat tanda-tanda kerusakan alam, sebab cepat atau lambat kita pasti merasakan akibatnya.
Redaksi menerima kiriman artikel/opini dan pemasangan iklan layanan masyarakat.
Redaksi
Daftar Isi ISTIMEWA
3
LAPORAN UTAMA
Sungai Aur Riwayatmu Kini 5
URANG SANGAU
Salman, Petani Cabai: Pantang Menyerah Meski Hasil Minim Yusup, Petani Sukses dari Temiang Mali: Raup Untung Rp 15 Juta Tiap Kali Panen 6
VOX POPULI Andai Jadi Bupati 7
10
11
Mulailah dengan Hal Sederhana
KAMPUNG KITA
CERITE KITE
Indahnya Toleransi di Dusun Semendok
Ada Cinta di Pohon Durian
8-9
10
12
Pemerintah, Tolong Perbaiki Jalan Kami (Paulus Miki)
Tanda Tanya
Pesona Bumi Daranante
KUD Tak Hanya Kejar Laba (Priamus HJ)
KOLOM PEREMPUAN
RUANG PUBLIK
2
Wai
ra
SINOPSIS FILM 11
Belanja Praktis Lewat Internet
LOKAKARYA PENULISAN GALERI FOTO
FURBERTUS IPUR
Laporan Utama
Sungai Aur
Riwayatmu Kini
“A
ir di Negeri Seribu Sungai” merupakan judul tulisan yang dibuat satu di antara peserta Sekolah Demokrasi ketika kami sedang lokakarya penulisan bulan lalu. Mengingatkan bahwa negeri ini memiliki banyak sekali sungai-sungai, yang mengaliri setiap daerah. Lebih bangga lagi ketika provinsi kita, Kalimantan Barat dialiri oleh Kapuas, sungai terpanjang di Indonesia yakni 1.086 kilometer. Tentu saja Kapuas memiliki banyak anak sungai., yang membentang dari hulu ke hilir. Saat 15 Mei lalu kami berbincang dengan Pak Zaenuri, peserta Sekolah Demokrasi, ia bercerita tentang Sungai Kapuas tempat ia dan teman-temannya menghabiskan masa kecil di Bumi Daranante ini. “Tahun 70-an menurut cerita orang tua masih gampang cari ikan, begitu juga pada awal 1980an air sungai masih bagus, ikan mudah didapat. Bahkan untuk pergi ke kecamatan atau ke kota masih menggunakan long boat, kelotok ataupun kapal bandong,” kata Zaenuri dengan logat khas bahasa Sanggau. Bapak berkacamata ini juga mengenang bahwa tahun 2000-an, masih ditemui rakit-rakit yang membawa kayu, juga lanting yang digunakan untuk tempat tinggal. Saat ini lanting memang masih ada tapi tak sebanyak dahulu. Ada juga pe bisnis yang menjadikan lanting sebagai penginapan terapung. Menurut Zaenuri jika musim kemarau tiba dan air Sungai Kapuas surut, banyak ditemukan riam dan pasir yang timbul. Saat kemarau inilah sungai Kapuas berubah fungsi menjadi tempat wisata. Saking keringnya air, motor air sampai tidak bisa
Inilah kondisi terkini muara Sungai Aur Sanggau. Muara sungai yang semula besar kini hanya seukuran parit, dan kebanyakan masyarakat sudah mulai lupa keberadaan Sungai Aur. lewat. “Terakhir terjadi tahun 2006-2007. Ada semacam mitos atau kepercayaan kalau Kapuas surut akan memakan korban seperti tenggelam, baru setelah itu air akan pasang kembali,” ceritanya. Intonasi bicara Zaenuri yang tadinya bersemangat kemudian jadi melemah, karena merasa prihatin ketika kami bertanya tentang pencemaran sungai yang terjadi. Dia menuturkan bahwa sejak tahun 90-an aktivitas penambangan emas tanpa izin (PETI) sudah mulai ada, kemudian secara perlahan air sungai menjadi keruh. Kemudian berkembang juga perkebunan kelapa sawit, yang dianggap sebagian orang membawa berkah namun karena jumlahnya berlebihan akhirnya mencemari sungai. “Dr Thamrin Usman, dosen Untan (kini Rektor Universitas Tanjungpura) mengungkapkan bahwa air Kapuas sudah tercemar merkuri dan ini membahayakan,” tambah Zaenuri. Kondisi anak Sungai Kapuas di Sanggau kini semakin memprihatinkan. Zaenuri menyebut Sungai Aur, yang dulu letaknya di dekat TK Pertiwi Sanggau, sekarang sudah tidak ada lagi. Demikian pula dengan sungai Kantu yang saat ini sudah mengalami pendangkalan dan mungkin tak lama lagi hilang. “Dulu saya ingat ketika masih SD sering diajak kakek mancing dan menjala di sungai Kantu, airnya bersih dan banyak ikan di sana. Tapi sekarang sudah mengalami pedangkalan,” tuturnya. Memori keberadaan sungai juga dituturkan Furbertus Ipur, Manager Program Sekolah
Demokrasi Sanggau. Beberapa sungai sudah tak ada lagi di Sanggau, seperti sungai Kantu dan sungai yang mengalir di belakang kantor Bupati Sanggau. “Dulu di belakang kantor bupati ada sungai, tapi sekarang sudah tidak ada lagi,” ujar Ipur menyakinkan kami saat diskusi. Air Jernih Kini Keruh Pada 22 Mei malam, kami kembali berdiskusi di mess Sekolah Demokrasi Sanggau, mengenai sungai-sungai yang ada di Sanggau khususnya di Kecamatan Kapuas. Kali ini diskusi dilakukan bersama kru Elpagar dan Alexander Mering yang kemarin paginya menjadi narasumber lokakarya penulisan di Sekolah Demokrasi Sanggau. Kali ini diskusi membahas tentang sungai Liku di Kelurahan Bunut Kecamatan Kapuas Kabupaten Sanggau yang tercemar. Air sungai Liku kini terlihat keruh, mirip seperti susu cokelat, padahal dulunya sungai itu jernih dan banyak ikan. “Sekitar tahun 2001 aku dan teman-temanku sering memancing di situ, ikannya banyak. Bahkan jika air leding tidak mengalir, kami sering membawa galon kosong yang diisi airnya, untuk air minum di rumah,” kenang Alexander Mering, wartawan yang pernah bertugas di Sanggau. Lalu kapan air Sungai Liku menjadi keruh? Ar Irham, satu anggota diskusi mulai merajut ingatannya. “Kalau ndak salah awal tahun 2008 sungai Liku mulai keruh, karena di atas sungai ada land
Wai
ra
3
Laporan Utama
FURBERTUS IPUR
clearing (pembukaan lahan) perkebunan kelapa sawit. Sewaktu hujan, tanah terkikis dan masuk ke sungai yang membuat sungai menjadi keruh.” Bahkan mantan wartawan tersebut pernah melihat dua aliran sungai Liku yang berbeda, satu sisi jernih sedangkan sisi lainnya air berwarna kecokelatan. Aliran itu ada di hulu sungai Liku di dekat Riam Macan. Sungai Liku bermuara langsung di sungai Kapuas. Kekhawatiran kami rupanya menjadi kekhawatiran masal, karena masyarakat juga prihatin akan kondisi sungai mereka bahkan beberapa di muat media lokal. Sepert kekhawatiran Lurah Bunut, Y Horhoruw yang dimuat di Tribunews.com edisi Senin, 24 Januari lalu. Dia prihatin terhadap ketidakpedulian warga terhadap kondisi sungai yang semakin parah tercemari. “Kita sebenarnya sudah mengajak masyarakat untuk membersihkan sungai tersebut, hanya saja memang kesadaran masyarakat masih minim. Sehingga perlu langkah dari Pemkab agar kondisi air yang sangat keruh bisa segera diatasi,” kata Y Horhorouw. Bahkan Gusti Arman, Pangeran Ratu Keraton Sanggau juga bertutur tentang kondisi sungai di daerahnya ketika kami bertandang ke keraton beberapa waktu lalu. “Sungai sudah mengalami banyak perubahan, dulu untuk alur transportasi masih banyak sampan, tapi sekarang sudah berkurang. Lalu pencemaran lingkungan seperti adanya kandungan merkuri di air sungai akibat PETI, pendangkalan, juga sungai yang keruh dan kering akibat sawit,” kata lelaki berkumis tebal ini sambil menarik napas panjang. Harapannya kini ada pada pemerintah daerah yang setidaknya menerapkan analisis mengenai dampak lingkungan hidup (AMDAL). Gusti Arman juga menginginkan pemerintah selektif memberikan izin untuk pembukaan lahan perkebunan terutama kelapa sawit. “Saya harap di daerah Pancur Aji tidak diberikan izin untuk menanam, karena merupakan kawasan wisata. Namanya saja Pancur Aji, artinya air yang mancur. Kalau sudah tercemar maka bagaimana nasib tempat wisata kita,” lanjutnya. Ketua pemangku adat Melayu pun dimintai pendapatnya tentang kondisi sungai di Sanggau.
4
Wai
ra
“Sungai Aur yang dulu letaknya di dekat TK Pertiwi Sanggau, sekarang sudah tidak ada lagi. Demikian pula dengan Sungai Kantu yang saat ini sudah mengalami pendangkalan, dan mungkin tak lama lagi hilang.” ZAENURI (Peserta Sekolah Demokrasi Sanggau) “Kita berharap masyarakat pro aktif menegur perusahaan yang melakukan pencemaran, karena masyarakat tidak mempunyai power. Bukan hanya limbah sawit tapi juga limbah PETI. Pada akhirnya Sanggau akan langka akan air bersih jika sungai sudah tercemar semua,” kata Hamdan. DAS Kapuas Kritis Menelisik lebih dalam tentang sungai Kapuas, Rawai mencari data di Google, sebagai sumber di internet. Kapuas dengan panjang 1.086 kilometer dengan luas daerah aliran sungai (DAS) lebih dari 10 juta hektare. Sekitar 2,2 persen dari DAS termasuk kritis, dan bahkan 607.253 hektare di antaranya sangat kritis. DAS Kapuas tergolong agak kritis mencapai 4,24 juta hektare dan yang berpotensi kritis 2,89 juta hektar (BP DAS dalam Kompas, 2009). Sekitar 70 persen hingga 90 persen kondisi Kapuas rusak atau krisis, kondisi DAS yang sebagian besar kritis juga ada di 26 sungai besar lainnya di Kalbar. Tercatat 27 sungai di Kalbar yang memiliki DAS 14,86 juta Ha. Sekitar 1,34 juta Ha pada kondisi sangat kritis, 2,1 juta hektar dalam kondisi kritis, 6,14 juta hektar dalam kondisi agak kritis, dan 3,73 juta hektar dalam kondisi potensi kritis (Kompas 2009). Kualitas air di Sungai Kapuas kian menurun karena tingginya pencemaran secara kimiawi dan biologis. Sungai Kapuas tak hanya tercemar oleh zat kimia merkuri, tetapi juga oleh limbah pabrik,
limbah rumah tangga, bakteri coli, dan pestisida dari perkebunan (BLHD Kalbar dalam Tribun Pontianak 17 Maret 2011). Warga Nguap di Landak kesulitan mengakses air bersih karena sungai Belantian yang menjadi sumber air utama mereka sudah terkontaminasi aktivitas penambangan emas. Pada tahun 2003 FMIPA-PPSDAK/ Lembaga Anggota Walhi Kalbar-Balai Riset dan Standarisasi Industri dan Perdagangan melakukan riset tentang Sungai Kapuas terhadap tiga kelompok masyarakat. Yakni pekerja tambang (Sungai Ayak, Sungai Sekayam, Sungai Tayan, Nanga Sepauk, dan Sungai mandor), warga sekitar tambang, dan warga pengguna PDAM . Hasilnya menunjukkan bahwa Sungai Kapuas telah tercemar zat kimia mercuri (pada pengguna PDAM rata-rata kadar merkuri pada kuku adalah 2,80 µg/g dengan kadar merkuri tertinggi 27,01 µg/g dan rata-rata merkuri pada rambut adalah 1,30 µg/g. Kadar merkuri pada rambut tertinggi sebesar 8,15 µg/g. Sebanyak 18% sampel penambang (11 sampel dari 60), 6% penduduk (3 sampel dari 50 sampel), dan 5% pengguna PDAM (2 sampel dari 40 sampel) mempunyai kandungan merkuri 6,0 µg/g . Hal ini juga dipertegas oleh BLDH Kalbar (lihat Tribun Pontianak, 17 Maret 2011). Penelitian Lasmi Yulistiana (2010), mahasiswa pasca sarjana IPB menunjukkan bahwa air Kapuas di Kota Pontianak sudah tercemar dengan indikasi konsentrasi polutan yang tinggi, seperti parameter fisika, kimia dan biologi. Untuk fisika menunjukan konsentrasi rata-rata TDS (Total Dissolved Solid/ zat padat terlalur) sebesar muara Jungkat r 1.223mg/I dan TSS (Toxic Shock Syndrome) sebesar 250mg/L. Sedangkan untuk parameter Kimia menunjukan konsentrasi tinggi dan telah melewati baku mutu air kelas I,II,III dan IV yaitu PP no 82 tahun 2001 yang diindikasikan melalui adanya indikator dimana sungai Kapuas telah tercemar oleh hg (Merkuri). Status Sungai Kapuas dinyatakan sudah tidak memenuhi syarat untuk digunakan bagi keperluan air baku untuk minum. Hanya memenuhi syarat untuk digunakan bagi keperluan irigasi dan ke perluan lain. • Pencemaran air sangat berdampak pada ke sehatan dan biota air yang ada di dalamnya. • Ada dua komponen yang masuk dan dimasukkan kedalam badan air sungai kapuas sehingga menyebabkan menurunnya kualitas dan tidak sesuai dengan peruntukkannya. Komponen tersebut dapat berupa komponen nonbiologis dan komponen biologis. • Komponen 1] non-biologis (pupuk/nutrien tanaman, sampah/padatan, minyak, bahan radioaktif, senyawa anorganik dan mineral, termasuk logam-logam berat serta komponen organik sintetik seperti residu pestisida dan deterjen), 2] Komponen biologis (mikroba, khususnya mikroba yang bersifat merugikan manusia dan makhluk hidup lainnya, seperti bakteri patogen dan bakteri pencemar]. Data-data tersebut telah mengabarkan kepada kita bahwa Sungai Kapuas sudah sangat merana. Sungai kami tak bisa lagi digunakan airnya untuk minum bahkan hilangnya ikan-ikan, dikarenakan pencemaran yang secara langsung ataupun tidak langsung dilakukan. Jika kondisi ini tidak diperbaiki, bagaimana nasib sungai kita? Bukankah kita juga yang akan merasakan dampaknya. Selamatkanlah sungai, demi masa depan anak dan cucu kita. (yuni herlina)
Urang Sangau Salman, Petani Cabai
Pantang Menyerah Meski Hasil Minim Walau kendala kerap menghampiri, Salman memegang teguh moto kerja keras dan pantang menyerah. Berbekal cita-cita menjadi petani cabai yang sukses, dia tak takut mengatasi tantangan mulai dari munculnya jamur di pohon cabai hingga sulitnya pemasaran hasil panen.
Satu harapan yang digantungkannya kepada pemerintah hendaknya menampung hasil panen dari petani cabai setempat dan memasarkan dengan harga layak. Supaya pendapatan Salman tak hanya membaik saat harga cabai meningkat drastis hingga ratusan ribu perkilo. (yuni herlina) RUDY FRANSISKUS
H
amparan tanah yang dihiasi tanaman cabai keriting tampak dari sisi Jl Sutan Syahrir. Tanah yang berbukit itu dikelola oleh bapak satu anak, Salman namanya. Dia mencoba menggantungkan hidup dari hasil sebagai petani cabai. Lelaki 37 tahun asal pulau Jawa ini mulai menanam cabai sejak tahun 1995. Hanya bermodal dari Rp 250 ribu kini ia sudah bisa mengembangkan dua hektare tanaman cabai di daerah Penyeladi, dan satu hektar di daerah Sutan Syahrir. “Saya asli Jawa Tengah ikut transmigrasi tahun 1983. Awalnya saya dulu bertani sayur-sayuran namun sekarang mulai fokus untuk bertanam cabai,” ungkap ayah kan dung Nurfudin saat ditemui Rawai beberapa waktu lalu. Sejak pukul 05.30 WIB Salman sudah mulai bekerja ke ladang cabai. Mulai dari mencangkul, memupuk hingga merawat, ia lakukan sendiri. Dia mengatakan pernah bergabung dengan kelompok tani di daerah Penyeladi, namun karena pindah tempat tinggal ia kini mengerjakan lahan seorang diri. Menurut Salman cabai yang ditanamnya di daerah Sutan Syahrir tampaknya kurang subur. Biasanya dalam sekali panen dari 800 pohon cabai diperoleh hasil 30 kilogram. Tetapi dia memprediksi sepertinya hanya bakal mendapat enam kilogram pada panen nanti. “Sekarang saya salah tanam jenis cabai yang cocok untuk daerah sini. Saya pernah bertanya ke penyuluh pertanian, rupanya kalau untuk daerah mungguk atau dataran tinggi cocoknya tanam cabai rawit bukan cabai keriting. Rencananya nanti akan saya ganti jadi cabai rawit,” ungkapnya.
Yusup, Petani Sukses dari Temiang Mali
DEWI TAMBUNAN
Raup Untung Rp 15 Juta Tiap Panen
S
iapa bilang petani tak bisa sejahtera. Buktinya Pak Yusup (41), warga Temiang Mali, Kecamatan Balai, kini membeli sepeda motor baru lagi setelah panen bulan lalu. “Ini motor yang ketiga, dari hasil panen kebun saya,” kata Yusup. Dia adalah satu di antara sekian banyak petani sayuran di kecamatan itu yang tergolong sukses. Meski cuma menggarap lahan seluas 0,5 hektar tetapi Yusup bisa mengantongi keuntungan kotor hingga Rp 15 juta setiap kali panen. Belum lagi termasuk hasil dari ternak babi dan kebun karet yang disadapnya setiap hari. Dia memutuskan menjadi petani sayuran sekitar lima tahun lalu. Sejak itu pendapatannya terus meningkat, karena permintaan pasar lokal cukup menjanjikan. Bahkan menurut Yusup, para pengepul sayuran di kecamatan masih harus memasok sayuran dari pasar tradisional Pontianak untuk memenuhi konsumsi lokal. “Khususnya timun, sangat menguntungkan,” terang Yusup. Dia juga melihat peluang kebutuhan sayur di pasar Balai. Selain menanam mentimun, Yusup dibantu keluarganya juga menanam kacang panjang. Tetapi menurut dia waktu panen kedua jenis tanaman itu tidak serentak. Saat ini Yusup tinggal bersama istri dan tiga anak lelakinya. Seorang duduk di kelas 2 SMP, yang nomor dua kelas 1 SMP dan si bungsu baru
berumur enam tahun. Kebun sayur Yusup terletak di lereng bukit persis di belakang rumahnya. Dia menceritakan untuk satu kali musim tanam kacang panjang, memeroleh keuntungan sekitar Rp 6 juta dengan harga rata-rata Rp 5.000 per kilogram. “Itu pendapatan kotor,” tambahnya. Karena dia juga harus mengeluarkan uang untuk membeli bibit, pupuk, pestisida, tali rapia dan ajir (tiang kacang) yang totalnya bisa mencapai Rp 2 juta. Sementara untuk mentimun, dia biasa memanen hingga 300 kilogram per hari dengan harga jual Rp 3.000 per kilogram. Dia bisa mengantongi uang Rp 12 juta per musim tanam. Itu sudah termasuk ongkos angkut, sebesar Rp 500 per kilogram. Dari hasil kebunnya itu, Yusup juga bisa membiayai sekolah anak-anaknya. Dia berharap kelak ketiganya dapat bersekolah lebih tinggi, tak seperti dirinya yang cuma tamat SMP dan istrinya tamat SD. “Saya khawatir, suatu saat nanti tidak memiliki tenaga lagi untuk bertani. Kalau masih mampu kerja pasti saya sekolahkan anak sampai tinggi,” katanya. Dia juga berharap pemerintah daerah sudi membantunya sepeda motor roda tiga untuk mengangkut hasil panennya ke pasar terdekat. (roza dewi tambunan)
Wai
ra
5
Vox Populi
B
angun infrastruktur jalan untuk mempermudah pembangunan di bidang lain, seperti pendidikan dan kesehatan. Kalau jalan mulus, maka semua akses akan mudah, lihat saja jalan yang ada di Sanggau saat ini banyak rusak walau pun sudah diperbaiki, seperti jalan dari kecamatan Parindu ke Sanggau yang banyak lubangnya. KARTELA, PETANI
Andai Jadi Bupati
hal pertama yang ingin saya lakukan adalah ... Meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD), eksekutif dan legislatif kerja harus akuntabel. Kedua, membangun sarana dan prasarana transportasi jalan di setiap pedalaman agar mudah memperbaiki mutu pendidikan yang ada di sana. DARMINTA DALIMIN, TENAGA HONORER
T
iga hal utama yang mesti dibenahi adalah infrastruktur pedesaan, pendidikan, dan kesehatan. Kabupaten bisa dikatakan berhasil jika bisa membenahi daerah tertinggal. Selama ini SKPD jarang sekali turun ke la pangan untuk melihat kondisi sebenarnya, padahal itu adalah tugas mereka. Di bidang pendidikan adalah kurangnya guru yang memadai untuk daerah terpencil dan tertinggal. Sedangkan di bidang kesehatan, masih adanya pemilik Jamkesmas yang harus membayar ketika berobat di rumah sakit. YEREMIAS MARSILINUS, PENGURUS DAD KECAMATAN BONTI Yang paling utama saya bangun adalah bidang pendidikan terutama in frastrukturnya. Karena menurut saya, pendidikan itu penting untuk kehidupan kita ke depan. Saat ini saya melihat, masih banyak bangunan sekolah yang kurang memadai terutama di daerah terpencil, belum lagi masih banyak kam pung yang tidak memiliki bangunan sekolahan. Jika masyarakat ingin menun tut ilmu harus menyeberang ke kampung orang yang jaraknya lumayan jauh. DEDDY DANEKO, PETANI Tiga hal yang benar-benar harus menjadi prioritas, infrastruktur khususnya jalan kabupaten antarkecamatan, sarana kesehatan, dan sarana pendidikan. Jika 60 persen saja dari masing-masing hal itu bisa dilaksanakan dengan baik, maka kebutuhan masyarakat tidak akan sulit untuk mengikuti. Lalu hal lain yang perlu diperhatikan adalah tanyakan kepada masyarakat apa kebutuhan mereka, jangan tanyakan kepada pejabat apa yang mereka inginkan. PRIAMUS HARJUNI TATUGA, PENGURUS KUD Memperbaiki rumah sakit, karena saya melihat saat ini perlu ada perbaikan cara kerja, yang seper tinya belum memiliki tanggung jawab dan rasa memiliki terhadap rumah sakit. Kalau pembangunan secara fisik maka saya akan melakukan penambahan jumlah tempat tidur di rumah sakit, dan mem buat rumah sakit di daerah perbatasan karena selama ini rumah sakit di Sanggau cuma satu. MARICE, S.KEP, PNS RSUD SANGGAU Yang utama adalah pembangunan infrastruk tur jalan dan jembatan dari desa ke kota agar transportasi lancar karena kalau jalan lancar maka pertumbuhan ekonomi masyarakat akan meningkat tentunya. STEPANUS SANAU, AKTIVIS CREDIT UNION
M
6
Wai
ra
enginventarisir database daerah di semua sektor, karena dengan database ini kita bisa mengetahui daerah-daerah mana saja yang perlu diperbaiki sarana dan prasarananya, seperti jalan, bidang kesehatan dan perbaikan SDM. Lalu saya juga akan mendatangkan dokter spesialis dan juga menggali potensi budaya lokal yang sudah akan punah. JAELANI, WAKIL KETUA I DPC PDIP KABUPATEN SANGGAU
YUNI HERLINA
Kampung Kita
Kata Tokoh
Indahnya Toleransi di Dusun Semendok
C
uaca panas dan perjalanan berliku-liku, naik turun bukit menggunakan sepeda motor sejauh 11 kilometer dari Kecamatan Tayan Hilir Kabupaten Sanggau , rasanya terbayar lunas ketika menyaksikan keindahan alam sepanjang sungai Kapuas di Dusun Semendok. Sebagai daerah yang berada di tepi sungai terpanjang di Indonesia, ketimbang perjalanan darat sebenarnya lebih nyaman lewat sungai menggunakan speed boat selama sekitar 1,5 jam untuk sampai ke dusun ini. Warga dusun ramah menyapa, di sela kesibukan mereka mencuci pakaian, mandi ataupun sedang bersampan. Memasuki anak sungai, akan banyak terlihat warga yang sedang mencari ikan. Alat yang digunakan pun masih sederhana dan tradisional seperti bubu, pukat ataupun pancingan. Kesan hangat kekeluargaan sangat terasa. Walaupun tak saling kenal, senyum selalu mengembang dari bibir warga yang kebanyakan merupakan suku Melayu, Dayak dan Tionghoa. Ada juga sebagian pendatang berasal dari suku Jawa, Batak, dan sebagainya. Menjelajahi jalanan dusun yang sudah disemen, Rawai terkadang mencium aroma getah karet kala angin sepoi berhembus. Wajarlah karena mata pencaharian utama masyarakat di sini adalah sebagai petani karet. Jami’at adalah satu di antara warga yang sudah puluhan tahun tinggal di Dusun Semendok. Dia menilai dusun ini banyak mengalami perubahan. Dahulu tidak ada listrik, air bersih pun masih mengandalkan sungai, pendidikan masih tertinggal. Namun satu hal yang masih melekat dan tak pernah berubah yaitu rasa kekeluargaan yang kental dan juga gotong royong. “ Di sito’ beroyong (gotong royong) masih sampe sekarang, contohnye ketika ada warga yang ingin membangun rumah, warga lain juga ikut bantu. Tidak melihat orang ape, China, Melayu, Dayak semua membaur menjadi satu. Begitu juga kalau ade yang mau kawin, ramai-ramai saling bantu, same kayak Lebaran, Natal, ramai sekali,” cerita bapak dua orang cucu ini, beberapa waktu lalu. Jika ada pesta perkawinan, seluruh penduduk kampung bahu membahu jauh hari sebelum hajatan
dimulai. Kaum ibu masing-masing membawa bahan pangan untuk hajatan. Ada yang menyumbang beras, telur bahkan aneka sayuran seperti labu, kacang panjang, dan lainnya. Mereka serasa tuan rumah bagi kampungnya, karena undangan juga dihadiri oleh tetamu dari luar kampung. “Kalau misalnya pasangan yang menikah bukan muslim, biasenye tempat masak dibagi dua. Di rumah tetangga yang muslim, sedangkan untuk yang nonmuslim memasak di rumah tuan rumah hajatan,” kata Jami’at. Kebiasaan seperti ini sudah berlangsung sejak lama dan tidak menjadi masalah bagi mereka. Keunikan tersendiri juga tampak kala hari raya keagamaan tiba, seluruh penduduk bersuka cita menyambutnya. Didi Suhendar, mahasiswa Fisip Universitas Tanjungpura Pontianak asal Dusun Semendok selalu merindukan hari raya di kampungnya, karena nuansa kebersamaan sangat terasa kental di sana. “Kalau di kampung, Idul Adha sama meriahnya dengan Idul Fitri, bahkan dirayakan hampir satu bulan,” katanya. Bukan hanya kaum muslimin yang membuat kue untuk disajikan sebagai hidangan Lebaran, warga nonmuslim juga ikut membuat kue. Warga saling mengunjungi, bahkan di hari pertama Idul Fitri sudah ramai tamu. Begitu juga saat Natal atau hari keagamaan lain, semua saling bersilaturahmi. Di Dusun Semendok terdapat dua rumah ibadah, yaitu masjid dan gereja yang digunakan penduduk menjalankan ibadah sesuai dengan kepercayaan masing-masing. Pergaulan pun tidak membedakan suku satu dengan lainnya. Ini sudah berlangsung puluhan tahun lalu, rasa kebersamaan telah mengikat mereka secara langsung maupun tidak langsung untuk saling bertoleransi. “Sudah menjadi kesadaran masing-masing individu untuk menjaga keharmonisan tersebut, sejak saya lahir hingga sekarang tetaplah begitu,” lanjut Didi. Ia menambahkan, walaupun perubahan terus berlangsung, warga pun silih berganti, mata pencaharian mulai bergeser, namun biarlah kebersamaan itu tetap ada. “Harapan kami terhadap pemerintah, jangan lupakan kami yang ada di daerah pedalaman,” pungkasnya. (yuni herlina)
Sekolah Demokrasi telah hadir di Kota Sanggau, satu-satunya di Kalimantan Barat. Dua tokoh masyarakat Sanggau menilai positif Sekolah Demokrasi, sebagai pendorong semangat belajar masyarakat. Gusti Arman (Pangeran Ratu Keraton Surya Negara Sanggau)
“Pendidikan atau sekolah sangat dibutuhkan apapun bentuknya baik formal dan informal. Hadirnya Sekolah Demokrasi dapat membantu meningkatkan sumber daya manusia, dan belajar tentang demokrasi. Perkembangan zaman menuntut kita untuk selalu belajar dan belajar. Satu hal yang penting adalah jangan melupakan sejarah dengan nilai kearifan lokal di dalamnya, karena budaya sebagai perekat, kalau ingin melihat daerah maka lihatlah budayanya. “ Hamdan MS (Ketua Pemangku Adat Melayu Sanggau)
“Pemangku adat Melayu sangat mendukung adanya Sekolah Demokrasi, karena sangat bermanfaat untuk menambah wawasan dan ilmu apalagi tentang demokrasi. Di sana kita belajar tentang diplomasi. Nanti kita akan mengutus orang untuk ikut menjadi peserta Sekolah Demokrasi. “
Wai
ra
7
Ruang Publik
H
ampir dua tahun kondisi ruas jalan Pana – Entakai tidak ada perbaikan. Kondisi jalan sekarang semakin parah dengan lubang lebih kurang 30-50 cm ditambah lagi adanya lumpur. Apabila hujan mengakibatkan transportasi mandek sehingga masyarakat sulit beraktivitas. Kini masyarakat sangat mengharapkan perhatian pemerintah untuk segera melakukan perbaikan. Apabila hal ini tidak segera mendapat perhatian, maka akan menghambat kehidupan masyarakat di berbagai sektor. Seperti pemasaran hasil pertanian, pembangunan masyarakat, enaikan harga sembilan bahan pokok, biaya transportasi naik dan yang paling dominan adalah para guru SDN Entakai jadi malas mengajar. Kepala Desa Entakai mengatakan bahwa kondisi ruas jalan Pana sangat parah. Kira-kira ada 20 titik lubang dengan kedalaman mencapai 30-50 cm dan berlumpur. Kondisi ini membuat jalan sangat sulit dilewati. Jangankan mobil, motor saja sulit untuk melewatinya hingga harus mencari jalan pintas dari tepi baru bisa melewatinya. Pada tahun 2011, pemerintah sudah mengalokasikan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) sekitar Rp 650 juta. Dari anggaran tersebut ada dana yang diperuntukkan perbaikan ruas jalan Sanggau-Pana-Entakai sampai Tonye, sepanjang lebih kurang 18 kilometer. Dana itu sepertinya tidak mencukupi untuk bisa menyelesaikan kondisi fisik ruas jalan. Tapi pal-
KUD Tak Hanya Kejar Laba Priamus HJ (Peserta Sekolah Demokrasi Sanggau)
P
ada 31 Maret 2011 , KUD Kapetha yang berada di lingkungan perusahaan PT MAS mengadakan rapat anggota tahunan (RAT) yang ke-11. Rapat dengan suasana kesederhanaan itu dihadiri oleh perwakilan Disperindagkop dan UKM Kabupaten Sanggau, camat Parindu beserta jajarannya, serta camat Tayan Hulu di gedung Sinai Pusat Damai Kecamatan Parindu. Namun sangat disayangkan oleh petani, pihak manajemen perusahaan PT MAS tidak terlihat menghadiri RAT. Dalam kata sambutannya, Ketua KUD Kapetha FX Damsuki mengatakan bahwa SHU tahun ini sedikit menurun dari tahun lalu. “Ini lebih dikarenakan saat ini, pihak Pengurus KUD Kapetha sedang memban-
Humor Politik Solusi untuk Kelaparan
S
atu di antara negara miskin mengirim surat kepada FAO-PBB, isi suratnya sebagai berikut. “Tuan-tuan, tolonglah kami. Negara kami sedang ditimpa bencana kelaparan. Banyak penduduk kami mati kelaparan. Tolonglah, bantulah kami untuk memecahkan masalah ini.” Sepekan kemudian, datanglah balasan. “Pemecahannya, kalau ada rakyat Anda yang kelaparan, beri saja makan secukupnya. Jangan lupa beri vitamin-vitamin yang menyehatkan!” (yuni herlina/net)
8
Wai
ra
Pemerintah, Tolong Perbaiki Jalan Kami Paulus Miki (Peserta Sekolah Demokrasi Sanggau) ing tidak dengan anggaran tersebut bisa sebagai langkah alternatif di tahun 2011 demi menjawab keluhan masyarakat, dengan melakukan tambal sulam pada titik-titik terparah. Saya berharap kontraktor yang ditunjuk pemerintah sebagai pelaksanaan pengerjaan jalan tersebut benar-benar memerhatikan kualitas dibanding kuantitas perbaikan. Pemerintah dan masyarakat harus bekerja sama dalam pengawasan setiap kegiatan proyek yang ada di wilayah masing-masing, agar dapat terlaksana secara maksimal. Kalau tidak ada pengawasan dari masyarakat, jangan harap setiap proyek tender bisa dikerjakan secara maksimal, apalagi dengan anggaran minim.
gun kebun kas KUD Kapetha seluas 11, 92 hektar.” Menurut Pak Dam begitu biasa dia disapa, pembuatan kebun kas KUD bertujuan sebagai persiapan untuk kelangsungan operasional KUD Kapetha nantinya. Mengingat sekarang ini, kebun yang dibangun oleh perusahaan PT MAS telah memasuki masa puncak produksi dan cenderung akan terus menurun setiap bulannya. Sedangkan pihak Disperindagkop dan UKM Kabupaten Sanggau yang diwakili Airosyah, mengatakan bahwa RAT merupakan kewajiban dan tanggungjawab setiap Pengurus Koperasi setiap tahunnya kepada anggota. Pengurus adalah orang yang diberi amanah oleh petani anggota, sehingga pengurus telah melaksanakan amanah tersebut dalam bentuk rapat anggota tahunan KUD Kapetha. Disperindagkop memberi apresiasi tinggi terhadap pelaksanaan RAT ini. Koperasi perkebunan tidak hanya mengejar laba sisa hasil usaha besar, akan tetapi juga bagaimana meningkatkan pelayanan sebaik mungkin kepada anggota. Juga bagaimana peran serta aktif petani anggota didalam meningkatkan pendapatan koperasi, dengan memperbaiki setiap kelemahan yang masih terjadi baik pada pengurus maupun anggota. Masih menurut Ketua KUD Kapetha, tahun 2010 lalu pihak KUD Kapetha sama sekali tidak mendapatkan bantuan apapun dari pihak PT MAS selaku mitra usaha. Ini perlu dipertanyakan kembali, bagaimana kesungguhan pihak perusahaan membantu KUD Kapetha memeroleh penghasilan maksimal. Diharapkan untuk ke depannya, pihak PT MAS lebih dapat berperan aktif memberikan pekerjaan dan borongan yang berada di lingkup kerja KUD Kapetha. Demikian juga dengan permasalahan sertifikasi kepemilikan kebun plasma, yang sampai saat ini belum terselesaikan oleh pihak perusahaan. Sudah lebih dari empat tahun warga menunggu penyelesaian sertifikasi kebun, namun sampai sekarang belum terealisasi. Memang ada sedikit titik terang mengenai sertifikat tersebut. Menurut Pak Dam, perusahaan akan menyelesaikan itu semua pada akhir tahun 2011 ini. Dengan kepemilikan sertifikat kebun milik petani, maka kebunkebun telah mendapatkan pengakuan kepemilikan yang resmi dari pemerintah. Dengan begitu kebun mereka dapat dijadikan agunan kepada bank jika mengajukan kredit. Kata KAPETHA diambil dari “Koperasi Pengelolaan Tanah Hak Adat”, dengan maksud dan tujuan utama melindungi hak masyarakat adat. Jangan sampai tanah hak adat masyarakat dikelola tanpa memperhatikan kepentingan dan kebutuhan pokok masyarakat pemilik tanah.
Cerite Kite Ada Cinta di Pohon Durian
E
INTERNET
nak, itulah kata sebagian orang ketika di tanyakan pendapatnya tentang durian, tapi tidak menurutku. Aku tak terlalu suka buah berduri itu, baunya terlalu tajam dan menusuk. Aku lebih suka makan “tempoyak,” hasil fermentasi durian ketimbang buah aslinya ataupun durian yang sudah dijadikan “lempok” (seperti dodol).
Sinopsis Film:
T
Ehm, tapi aku jadi tertarik dengan cerita pohon durian ketika ada pembahasan tentang durian saat lokakarya penulisan di sekolah demokrasi Sanggau bulan lalu. Durian Cinta, karya Alexander Mering, narasumber kami waktu itu. Karya fiksinya itu menyiratkan kekhawatirannya sebagai penulis akan punahnya pohon durian sejak pemerintah mengizinkan pohon durian ditebang. Lalu kenapa dan ada apa? Tanyaku dalam hati. Tak lama seorang peserta berkomentar, ternyata bagi masyarakat Dayak, khususnya di Kedesaan Lumut, Kecamatan Toba Kabupaten Sanggau, tepatnya di Dusun Bungkang dan Dusun Sebandang ada ritual “ gawai buah “ yang dilakukan untuk meminta kesuburan tanah dan supaya pohon buah-buahan berbuah. Pada ritual ini ada pohon durian yang dikeramatkan, di Bungkang ada Keramat Nek Demang, dan di Sebandang ada Keramat Nek Sudek. “Bagi para remaja, saat musim durian merupakan momen terindah. Mereka bertemu di tembawang mencari durian, atau buah-buahan lainnya. Ada cinta di sana. Seakan berada di tempat wisata alam tentunya. Sungguh sebuah kenangan indah,” kata Rufinus, satu di antara peserta lokakarya penulisan. Usia tembawang yang masih ada sampai sekarang sudah berabad-abad lamanya. Menyiratkan bahwa pemiliknya sudah banyak. Mereka datang dari berbagai tempat dan berkumpul jika durian berbuah dan sudah masak. “Biasanya orang Dayak tidak punya catatan silsilah, dengan adanya tembawang akan terungkap bahwa mereka dari keturunan yang sama,” kata bapak yang sekarang tinggal di daerah Sanjan ini. Jadi ini alasan penting mengapa sebagian orang Dayak tidak boleh menebang pohon durian. Selain menjaga hubungan kekerabatan, tembawang menunjukan bahwa mereka berasal dari satu keturunan. Dengan sama-sama memiliki tembawang,
maka kekerabatan tetap terjaga. Kawasan tembawang biasanya luas. Jadi ketika musim durian tembawang menjadi ramai. Dibawah pohon durian pemiliknya membuat pondok untuk menunggu durian jatuh. Buah yang jatuh dari pohon lebih nikmat dan gurih rasanya ketimbang buah yang dipanjat dan diperam. Ada sebagian masyarakat Adat yang tidak boleh memanjat durian dengan alasan tidak boleh melukai kulit pohonnya. Ada mitos bahwa dengan melukai kulit pohon, berarti telah melukai kulit manusia, konon menurut ceritanya durian berasal dari manusia. Pohon durian bisa tumbuh berdampingan dengan tanaman lainnya. Demikian juga sebaliknya, tidak mengherankan dimana tumbuh durian ada tanaman buah-buahan lainnya. Komplitnya tanaman buah-buahan menjadi sebuah tembawang. “Tanaman durian juga dapat tumbuh di mana saja, diameter batangnya besar ketika sudah berbuah. Selain buah, batangnya juga dapat dijadikan sebagai ramuan rumah, seperti tongkat, kasau, papan dan lain-lain.” ungkap Rufinus. Ia menjadi khawatir ketika keberadaan tembawang semakin terusik, ditambah lagi ketika pemerintah tidak menjaga situs sejarah suatu suku bangsa yang menyimpan kearifan lokal. “Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia yang memberikan kewenangan kepada Kepala Desa untuk menerbitkan Surat Keterangan Asal Usul telah melegalkan pohon untuk ditebang, atau dijual, Peraturan Menteri tersebut agar ditinjau ulang dan segera dicabut. Sebab akan merusak situs sejarah dan kekerabatan Suku Dayak. Selain itu akan menghabiskan sisa hutan yang selamat dari investor. “Hutan alam sudah hampir habis, oleh ka rena itu pemerintah seharusnya menjaga hutan dari kepunahan,” kata Rufinus dengan nada kesal. (yuni herlina/rufinus)
Tanda Tanya
an Kat Sun, pemeluk Konghucu dan pemilik restoran masakan China yang sudah tua dan sakit sakitan sangat sadar lingkungan. Cara masak dan peralatan masak dipisah secara tajam antara yang halal dan haram. Ia bermasalah dengan anaknya, Ping Hen alias Hendra yang memiliki visi tersendiri dalam bisnis. Soleh, orang Islam dan pengangguran yang rajin beribadah, selalu gundah akan keadaan dirinya, sementara istrinya, Menuk yang berjilbab bekerja di restoran Tan Kat Sun. Menuk yang praktis menjadi tiang keluarga, tampil sebagai istri teladan. Rika, janda berputra tunggal, meneruskan usaha keluarganya yakni toko buku. Atas pilihannya sendiri, ia belajar agama Katolik dan ingin dibaptis, sementara putra tunggalnya tetap didorong memperdalam agama Islam di masjid setempat. Rika juga bersahabat dengan Surya, yang bercita cita menjadi aktor hebat tapi bernasib masih mendapat kesempatan peran peran kecil. Saking tidak punya uang, ia menginap di mesjid. Surya mengalami pergolakan batin, saat dia ditawari peran sebagai Yesus dalam drama paskah gereja. Di satu sisi dia sangat butuh bayaran bagus demi menyambung hidup, lagipula Surya dapat kesempatan emas menjadi pemeran utama seperti idamannya. Namun di sisi lain dia ragu karena kemungkinan imannya akan tergadai. Beberapa konflik lain yang muncul dalam film ini,
menunjukkan bahwa kemajemukan di Indonesia masih sering disikapi dengan kebencian, saling mencurigai, dan kecemburuan. Perlu pembelajaran serius untuk hidup saling menghargai perbedaan. Bahkan ketika beberapa pihak memandang film ini memurtadkan, Hanung tetap menghargai perbedaan pendapat tersebut. (dian lestari/net) Sutradara: Hanung Bramantyo Penulis Skenario: Titien Wattimena Durasi: 100 menit Pemeran: Revalina S Temat (Menuk), Reza Rahadian (Soleh), Henky Solaiman (Tan Kat Sun), Rio Dewanto (Hendra), Agus Kuncoro (Surya), Endhita (Rika)
Wai
ra
9
Kolom Perempuan Belanja Praktis Lewat Internet
K
ata belanja identik dengan kaum Hawa, walaupun sebenarnya belanja umum dilakukan oleh siapa saja dan kapan saja. Belanja merupakan cara untuk pemenuhan kebutuhan kita sehari-hari baik primer, sekunder ataupun tersier. Seiring perkembangan zaman, cara belanja pun saat ini semakin beraneka ragam, mulai dari hunting barang langsung di mal, toko ataupun pasar tradisional, hingga belanja online yang semakin digemari ibu-ibu atau remaja putri ka rena kepraktisannya. Tuti Fatmawati misalnya, Pegawai Negeri Sipil Dinas Kesehatan Sekadau memilih belanja pakaian via online, ia mamanfaatkan jasa internet untuk searching barang-barang keluaran terbaru. “Biasanya liat di facebook, banyak model pakaian terbaru. Unik dan menarik, harganya pun tidak terlalu jauh berbeda dengan harga di pasaran. Hanya saja kalau kita pesannya sedikit agak rugi karena ada ongkos kirimnya,” ujar Tuti kepada Rawai, Mei lalu. Barang-barang yang ditawarkan penjualan online ini pun beragam. Tidak hanya sebatas pakaian, aksesori bahkan laptop, handphone hingga makanan pun ada di tawarkan di sana. “Kalau saya cuma berani pesan pakaian saja, kalau handphone atau laptop sedikit berisiko karena kita tidak tahu kondisi barangnya seperti apa. Baju saja terkadang tidak sesuai dengan apa yang diharapkan, seperti warna dan modelnya ternyata tidak sesuai gambar, apalagi ukuran,” lanjutnya. Dari pengalaman berbelanja online, Tuti beberapa kali mengalami kekecewaan karena kondisi barang tidak sesuai promosi. Bahkan kerepotan karena harus mengembalikan barang yang salah kirim. “Kalau ditipu sih belum, tapi pernah saya merasa kecewa karena mereka salah kirim ke alamat saya, malah ngotot minta dikembalikan segera. Padahal saya waktu itu sedang sibuk sekali. Setahu saya, yang salah mereka tapi seperti saya yang diteror, bahkan mereka me-remove saya dari perte manan di facebook.” ungkap Tuti. Belanja online memang sedikit berisiko jika kita tidak pandai-pandai memilih. Kita tidak saling mengenal (antara penjual dan pembeli), tidak melihat langsung barang yang akan dibeli hanya melihat sebatas foto atau gambar pajangan. Belum lagi sistem pembayaran via transfer yang sangat memungkinkan untuk terjadi penipuan. Oleh sebab itu kita harus mengetahui dengan jelas toko online tempat kita memesan barang. Jangan terkecoh dengan harga cenderung murah, kita juga harus memastikan kualitasnya. Belanja online berbasis kepercayaan. Oleh sebab itu kita harus tetap berhati-hati. Mengenai harga, sebaiknya kita harus sering mengecek perbandingan harga, ditambah lagi de ngan ongkos kirimnya, penjual online di dunia maya kadang merupakan reseller dari penjual lain se hingga harga lebih mahal sedikit, sekitar Rp 5.000 hingga Rp 15 ribu. Promo via Facebook Inge N Jilbab merupakan satu di antara toko online yang menawarkan busana, jilbab dan aksesorinya. Inge pemilik usaha ini memilih facebook sebagai tempat untuk mempromosikan dagangan. “Usahanya sudah berjalan selama tiga tahun, barang-barangnya saya himpun dari teman-teman saya,” kata Inge. Barang-barang yang dijual di Inge dan Jilbab diambil dari teman-temannya yang mempunyai usaha di bidang fashion. “Model - model pakaian yang ada di sini semua merupakan rancangan dari teman saya. Begitu juga dengan bahan yang digunakan mereka semua yang pilih,” tambah Inge. Tips Aman Berbelanja Online * Lakukan riset terhadap situs web tempat anda berbelanja. Pe riksa nomor telepon si penjual dan dihubungi. Carilah ulasan dari konsumen mereka. Kalau ada yang tidak beres, tinggalkan. * Baca baik-baik kebijakan situs web terhadap data pribadi Anda. Jangan sampai dikebijakan itu ada poin yang menyebutkan kalau pengelola situs web boleh memberikan data pribadi ke pihak lain. * Baca juga kebijakan pengembalian barang. Karena barang yang dibeli tidak bisa dilihat secara fisik, harus ada garansi kalau barang yang dikirim cacat, Anda boleh mengirim barang cacat itu kembali dan tentu saja diganti dengan barang baru atau uang anda kembali. Periksa juga siapa yang membayar pengembalian barang itu. * Periksa paket barang dengan membaca deskripsi produk baik-baik. Waspada pada barang berme rek yang dijual dengan potongan harga yang sangat besar. * Jangan buru-buru jatuh cinta pada tawaran barang dengan harga murah yang datang dari e-mail – apalagi meminta ID dan password. Yang begitu biasanya kerjaan spammer. * Cari tanda kalau situs web itu aman. Tanda itu biasanya berupa gambar gembok di baris status (status bar) browser. Ketika anda diminta untuk memasukkan informasi pendaftaran - nomor kartu kredit biasanya - lihat alamat situs web. Harusnya alamat situs web berubah dari http ke shttp atau https. Artinya informasi pembayaran akan lebih aman. (yuni herlina/ net)
10
Wai
ra
Humor Politik
D
Rakyat dan Wakil Rakyat
i satu Sekolah Dasar sedang diterapkan mata pelajaran baru, yaitu PMWR alias pelajaran mengenal wakil rakyat. Kemudian guru memulainya dengan memberikan beberapa pertanyaan pada murid-muridnya. Guru : “Bupati dan wakil bupati, manakah yang lebih tinggi dan harus dihormati?” Murid: “Bupati, Bu!!!” Guru : “Gubernur dan wakil gubernur, manakah yang lebih tinggi dan harus dihormati?” Murid: “Gubernur, Bu!!” Guru : “Presiden dan wakil presiden, manakah yang lebih tinggi dan harus dihormati?” Murid: “Presiden, Bu!!” Guru : “Rakyat dan wakil rakyat, manakah yang lebih tinggi dan harus dihormati?” Murid: “Seharusnya sih rakyat, Bu!!” Guru : “Kok, pakai seharusnya?” Murid: “Karena sekarang malah terbalik Bu Guru.” Guru : “Bagus, terus tanda supaya kita kenal sama wakil rakyat kita bagaimana?” Murid: “Yang pasti mereka suka warna abu-abu.” Guru : “Betul, terus apalagi?” Murid: “Suka konspirasi politik” Guru : “Demi apa?” Murid: “Kepentingan, Bu!!” Guru : “Tepat sekali, sering muncul di mana mereka?” Murid: “Di televisi, Bu!” Guru : “Karena apa?” Murid: “Karena skandal dan kasus, Bu!!” Guru : “Aduh, anak murid Ibu pintar-pintar, terus ciri wakil rakyat apalagi?” Murid: “Pasti sering mendadak tajir, Bu!!” Guru : “Dari mana, kok bisa gitu?” Murid: “Diam-diam kan nyolong, Bu. Kalau enggak ya dapat hibah gono-gini enggak jelas.” Murid: “Dari yang ingin diuntungkan.” Guru : “Terus kan wakil rakyat sering mengadakan sidang, berapa tahun sekali?” Murid: “Setiap hari, Bu!!” Guru : “Kok bisa, alasannya?” Murid: “Kan biar dapat tunjangan dan komisi rapat.” Guru : “Biasanya yang dibahas apa?” Murid: “Enggak ada Bu, masuk telinga kiri ke luar telinga kanan.” Guru : “Jadi rakyat dengan wakil rakyat, yang mana bosnya?” Murid: “Ya, semestinya rakyat dong, Bu!!” Guru : “Kenapa semestinya?” Murid: “Karena aneh, Bu!” Guru : “Aneh kenapa?” Murid: “Masak bos kekurangan beras di rumahnya, Bu! Sedangkan wakilnya malah asyik impor beras. Nimbun juga bisa kali, Bu.” Guru : “Bagus-bagus, ternyata sebelum diajari kalian sudah banyak tahu tentang wakil rakyat ya.” Murid: “Iya dong Bu, kan sudah jadi bukan rahasia lagi. Rakyat sudah banyak yang tahu, Bu.” Guru : “Sudah banyak yang tahu mengapa asyik ongkang-ongkang kaki di parlemen?” Murid: “Kan,enggak tahu malu, Bu.” (yuni herlina/net)
Lokakarya Penulisan Mulailah dengan Hal Sederhana YK. SEKUNDUS
S
usah untuk memulai, itu yang dirasakan sebagian orang ketika akan membuat tulisan. Sama halnya yang dirasakan oleh Pak Andeh, satu di antara peserta Sekolah Demokrasi Sanggau, yang merasa sulit memilih kata untuk memulai membuat karya penulisan. “Bagaimana cara memulai menulis, kadang bingung untuk mulai dari kalimat apa ?” kata Andeh saat lokakarya penulisan, yang di langsungkan di YPSBK, 22 Mei lalu. Ia pun merasa kagum pada wartawan yang dengan hanya beberapa kalimat dari narasumber, namun bisa dikembangkan menjadi tulisan yang banyak dan menarik. Menurut Alexander Mering, narasumber lokakarya penulisan Sekolah Demokrasi Sanggau, untuk memulai membuat tulisan tidak perlu memilih kalimat yang rumit. Sebaiknya mulailah dengan kalimat sederhana dan hal-hal sederhana yang ada di sekeliling kita. “Mulailah merasakan apa yang kita tulis, memilih kata-kata dan merangkainya. Sebagai seorang penulis kita harus bisa mewakili pembaca, tulislah apa yang kita ketahui dan tambahkanlah dengan beberapa narasumber untuk verifikasi,” ungkap lelaki yang akrab disapa Mering ini. Semua hal yang ada disekitar kita bisa dijadikan objek tulisan. Ketika pergi ke suatu daerah, ketika menemukan hal unik, bahkan keseharian kita pun dapat di jadikan inspirasi dalam menulis. “Sebenarnya menulis itu tidak sesulit yang dibayangkan sebagian orang. Ketika saya di Filipina, saya membuat tulisan pengalaman saya selama di sana, sehingga orang yang belum pernah ke sana bisa memiliki pandangan atau bayangan tentang negara itu. Misalnya tentang bahasa orang Filipina yang campur aduk akibat banyaknya mengalami penjajahan,” lanjut Mering. Dengan tulisan, manusia bisa mengubah dunia, bisa mengetahui sejarah dan peradaban. Kita bisa dapat menggulingkan sebuah rezim, mencegah
perang, membangkitkan semangat hidup, menyelamatkan nyawa, mengasah otak, mendatangkan rejeki dan mengubah dunia. Penguasa Mesir menganggap buku sama bernilainya dengan wilayah kekuasaan. Sebab bukubuku itu bisa mencerdaskan rakyat dan generasi Mesir kemudian. “Motivator Robert T Kiyosaki mempengaruhi orang bukan dengan uang dan kekuasaan, tetapi dengan tulisan. Antara lain dengan bukunya yang terkenal Rich Dad Poor Dad. Ia mengajak orang melihat pentingnya memiliki semangat wirausaha,” lanjut lelaki berambut sebahu ini.
Mantan Presiden Amerika Serikat, Richard Nixon turun dari jabatannya karena tulisan wartawan Washington Post Bob Woodward dan Carl Bernstein, yang membongkar skandal Watergate. Skandal tersebut melibatkan Nixon. Sastrawan Pramoedia Anantatoer pernah mengatakan walau pengetahuan orang itu setinggi langit, tetapi jika ia tidak menulis, maka ia akan hilang dari sejarah dan masyarakat. Sebab menulis adalah bekerja untuk keabadian. “Di mana saja kita dapat menulis, di buku harian, buku, koran, majalah, web site ataupun facebook,” terang Mering. (yuni herlina)
Wai
ra
11
Galeri Foto Pesona Bumi
Daranante
Dusun Semendok Riam Korak
Kerajinan Sanjan
Pancur Aji 12
Wai
ra