BATAN
KEPUTUSAN KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL NOMOR : 135/KA/VIII/2009 TENTANG RENCANA PENGELOLAAN LINGKUNGAN DAN RENCANA PEMANTAUAN LINGKUNGAN KAWASAN NUKLIR SERPONG
KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL,
Menimbang :
bahwa
dalam
rangka
pengelolaan
lingkungan
dan
pemantauan
Lingkungan Kawasan Nuklir Serpong perlu menetapkan Keputusan Kepala BATAN tentang Rencana Pengelolaan Lingkungan dan Rencana Pemantauan Lingkungan di Kawasan Nuklir Serpong; Mengingat :
1.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3676);
2.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699);
3.
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3838);
4.
Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2006 tentang Perizinan Reaktor Nuklir (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4668);
5.
Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2007 tentang Keselamatan Radiasi Pengion dan Keamanan Sumber Radioaktif (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4730);
6.
Peraturan Pemerintah
Nomor 29 Tahun 2008 tentang Perizinan
Pemanfaatan Sumber Radiasi Pengion dan Bahan Bakar Nuklir (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 54, Tambahan Lembaran
BATAN
-2Negara Republik Indonesia Nomor 4839); 7.
Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2005;
8.
Keputusan Presiden Nomor 16/M Tahun 2007;
9.
Peraturan Kepala BATAN Nomor 392/KA/XI/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja BATAN;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERTAMA
:
Rencana Pengelolaan Lingkungan dan Rencana Pemantauan Lingkungan Kawasan Nuklir Serpong sebagaimana tersebut dalam Lampiran I dan II Keputusan ini.
KEDUA
:
Dengan berlakunya Keputusan ini, maka Keputusan Direktur Jenderal BATAN Nomor 338/DJ/VIII/1995 tentang Rencana Pengelolaan Lingkungan Pusat Penelitian Tenaga Atom Serpong dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi.
KETIGA
:
Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 19 Agustus 2009 KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL, Salinan sesuai dengan aslinya, Kepala Biro Kerjasama, Hukum, dan Hubungan Masyarakat
Ferhat Aziz
-ttdHUDI HASTOWO
BATAN
-1LAMPIRAN I KEPUTUSAN KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL NOMOR
: 135/KA/VIII/2009
TANGGAL
: 19 Agustus 2009
RENCANA PENGELOLAAN LINGKUNGAN (RKL) KAWASAN NUKLIR SERPONG
I.
LATAR BELAKANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN
1.1. Latar Belakang Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) RKL adalah dokumen yang memuat upaya untuk mencegah, mengendalikan dan menanggulangi dampak besar dan penting yang bersifat negatif serta meningkatkan dampak positif yang timbul sebagai akibat dari pengoperasian Reaktor Serba Guna dan Laboratorium Penunjang (RSG-LP) di Kawasan Nuklir Serpong (KNS, dahulu disebut Pusat Penelitian Tenaga Nuklir Serpong), Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN). Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), Dokumen Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL), RKL dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) merupakan satu paket dokumen yang diajukan oleh pemrakarsa (sebagai pengelola KNS) dalam pembangunan RSG-LP [1]. RKL disusun berdasarkan arahan pengelolaan lingkungan hidup yang termuat dalam dokumen ANDAL RSG-LP. Arahan pengelolaan lingkungan hidup memuat informasi mengenai dampak penting, sumber dampak penting, tolok ukur dampak, upaya pengelolaan lingkungan, pelaksana dan pengawas pengelolaan lingkungan, sehingga tiap jenis kegiatan operasi RSG-LP yang diperkirakan menimbulkan dampak besar dan penting dapat dicegah dan dihindari sesuai kriteria keselamatan yang ditetapkan. Dengan demikian masing-masing penguasa instalasi nuklir (PIN) di KNS dapat melakukan upaya pengaturan dan pengendalian seluruh kegiatan selama pengoperasian RSG-LP termasuk pada tahap pasca operasi agar mitigasi dampak negatif yang ditimbulkan terhadap masyarakat dan ekosistem dapat ditekan serendah-rendahnya di bawah batas keamanan dan keselamatan dengan memperhatikan faktor teknologi dan ekonomi. Upaya
BATAN
-2pengelolaan yang dilakukan oleh PIN ini selanjutnya dipantau dengan menggunakan tolok ukur yang sesuai, sehingga hasil pengelolaan yang telah dilakukan dapat dievaluasi. Hasil evaluasi yang diperoleh selain akan menggambarkan tingkat unjuk kerja pengelolaan yang telah dan/atau sedang dilakukan, juga merupakan masukan untuk penyempurnaan upaya pengelolaan lingkungan yang sedang berjalan. Kegiatan ini berlangsung selama pengoperasian RSG-LP, sehingga upaya pengendalian dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup dapat diwujudkan secara nyata [2]. Dokumen ini merupakan revisi dari dokumen sebelumnya, yaitu RKL Pusat Penelitian Tenaga Atom Serpong Tahun 1995 [3]. Revisi dilakukan berdasarkan umpan balik hasil kaji ulang pengalaman pelaksanaan RKL dan RPL. Berbeda dengan RKL terdahulu yang mengacu pada Pedoman Teknis Penyusunan AMDAL untuk Rencana Pembangunan Pusat Listrik Tenaga Nuklir (1993) [4], format RKL ini mengacu pada Keputusan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) terkini (1999) tentang Pedoman Teknis Penyusunan Rencana Pengelolaan Lingkungan untuk Pembangunan dan Pengoperasian Reaktor Nuklir [5], serta Pedoman Teknis Rencana Pengelolaan Lingkungan untuk Pembangunan dan Pengoperasian Instalasi Nuklir Non Reaktor [6]. 1.2. Tujuan Pengelolaan Lingkungan Pengelolaan
lingkungan
hidup
bertujuan
untuk
mencegah,
mengatur,
menanggulangi dan mengendalikan seluruh kegiatan, dalam hal ini pengoperasian
RSG-
LP, di KNS agar berlangsung sesuai prosedur dan petunjuk teknis yang telah disusun, sehingga dampak penting dan sumber dampak penting yang ditimbulkan dapat diupayakan jauh di bawah batas keselamatan yang ditetapkan. 1.3. Kegunaan Pengelolaan Lingkungan Rencana pengelolaan lingkungan berguna sebagai pedoman untuk suatu organisasi, dalam hal ini tiap satuan kerja dan PT. BATAN Teknologi di KNS, dalam melaksanakan pengelolaan lingkungan sesuai tugas dan fungsinya. Kegiatan tersebut di bawah koordinasi pengelola KNS (pemrakarsa). Dokumen ini juga dapat digunakan oleh pihak lain sebagai acuan untuk kegunaan yang lebih luas dalam rangka menunjang program pemerintah di bidang pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup.
BATAN
-31.4. Gambaran Umum Rona Lingkungan di Sekitar KNS Gambaran umum rona lingkungan di sekitar KNS ini dikutip dari Pemutakhiran Rona Lingkungan Kawasan Nuklir Serpong, BPS Kabupaten Tangerang Tahun 2007 [7]. Lokasi KNS menempati daerah seluas 30 hektar dalam kawasan PUSPIPTEK yang luasnya 150 hektar. Kedudukan tapak reaktor dalam lokasi RSG-LP terletak pada koordinat 106o 36’57” BT dan 6o 20’40” LS. Secara administratif, lokasi KNS ini terletak di kelurahan Muncul, kecamatan Setu, kabupaten Tangerang, propinsi Banten. Jarak garis lurus dengan Jakarta sekitar 27 km arah Selatan-Barat Jakarta, 36 km sebelah Utara kotamadya Bogor, 22 km sebelah Selatan kotamadya Tangerang dan 30 km dari garis pantai Utara propinsi Banten, kedudukan tapak reaktor dapat dilihat pada Lampiran. Wilayah dalam radius 5 km dari tapak RSG-GAS, jumlah penduduk pada tahun 2005 di kawasan ini mencapai sekitar 177,833 jiwa, penduduk yang tersebar dalam
18
desa/kelurahan yang merupakan bagian dari empat kecamatan dan dua kabupaten, yaitu kabupaten Tangerang dan Bogor. Di kabupaten Tangerang terdapat 14 desa, yaitu Muncul, Setu, Babakan, Buaran, Kademangan, Keranggan, Suradita, Dangdang, Cibogo, Cisauk, Ciater, Sampora, Rawabuntu dan Serpong. Sedangkan di kabupaten Bogor terdapat 4 desa, yaitu Pabuaran, Pengasinan, Sukamulya dan Gunung Sindur. Rata-rata pertumbuhan penduduk per tahun sekitar 2,22%, sehingga secara keseluruhan pertumbuhan penduduk wilayah ini pada tahun 2008 mencapai 188,718 jiwa dan pada tahun 2013 diperkirakan jumlah penduduk menjadi 208,360 jiwa dengan asumsi laju pertumbuhan tetap (2,22%). Desa Sampora paling sedikit penduduknya dengan kepadatan 973 jiwa/km2, daerah yang paling jarang penduduknya adalah kelurahan Dangdang, yaitu 916 orang setiap km2. Kepadatan desa Sampora sedikit lebih padat dibanding dengan desa Dangdang. Daerah paling padat penduduknya adalah kelurahan Serpong, yaitu 6,342 jiwa/km2 diikuti desa Kademangan dengan tingkat kepadatan sekitar 5,843 jiwa/km2, sedangkan Rawabuntu kepadatannya mencapai 4,631 jiwa/km2 sehingga menjadi kelurahan ketiga terpadat di kawasan radius 5 km dari KNS. Jumlah dan kepadatan penduduk dalam radius 5 km dari tapak RSG-GAS ditunjukkan pada Tabel 1.1 dan Gambar 1.1. Tahun 2007 data daerah lahan pertanian di KNS dalam radius 5 km dari tapak RSGGAS seluas 3.098,7 hektar. Desa Sukamulya memiliki daerah lahan pertanian yang paling luas dibanding desa/kelurahan lainnya yaitu mencapai 670 hektar. Sedangkan Serpong adalah kawasan yang lahan pertaniannya paling sempit, yaitu hanya seluas 1,5 hektar.
BATAN
-4Rawabuntu memiliki lahan pertanian yang agak luas dibandingkan Serpong, yaitu seluas 8,9 hektar namun itu pun sudah tidak diusahakan lagi atau lahan tidur. Kademangan juga merupakan kelurahan yang daerah lahan pertaniannya tergolong sempit, yaitu hanya 10 hektar. Dari gambaran luas lahan tersebut terlihat bahwa desa/kelurahan sebelah Barat, Selatan, dan Timur KNS lebih luas daerah pertaniannya dibandingkan daerah sebelah Utara. Sebagian besar desa/kelurahan yang berada di sekitar KNS memiliki luas lahan pertanian kurang dari 100 hektar. Dari 18 desa/kelurahan hanya 7 desa yang masih memiliki lahan pertanian lebih dari 100 hektar.
Tabel 1.1 Kepadatan penduduk daerah KNS dalam radius 5 km Desa/ Kelurahan
Luas (km2)
Kepadatan (jiwa/km2)
Catatan
Hitungan
2001
2005
2008
2013
Buaran
3,43
3,47
3.117
3.403
10.816
11.808
12.531
13.835
Ciater
4,26
4,22
3.068
3.397
12.948
14.337
15.215
16.798
Rawabuntu
3,72
3,74
4.283
4.631
16.019
17.321
18.381
20.294
Serpong
1,79
2,23
5.749
6.342
12.821
14.143
15.009
16.571
Dangdang
5,12
5,53
828
916
4.578
5.066
5.376
5.936
Suradita
6,99
5,97
2.065
2.268
12.326
13.541
14.370
15.865
Kranggan
2,17
2,03
2.300
2.493
4.670
5.061
5.371
5.930
Muncul
3,72
3,76
1.296
1.397
4.873
5.251
5.572
6.152
Setu
3,35
4,47
1.689
1.825
7.552
8.158
8.657
9.558
Babakan
1,87
4,69
1.070
1.178
5.016
5.523
5.861
6.471
Kademangan
3,20
2,31
5.294
5.843
12.230
13.498
14.324
15.815
Cibogo
4,11
3,42
2.668
2.893
9.123
9.893
10.499
11.591
Cisauk
4,85
5,34
1.875
2.042
10.011
10.906
11.574
12.778
Sampora
3,25
4,51
895
973
4.038
4.390
4.659
5.144
Pengasinan
5,18
5,50
1.627
1.784
8.946
9.810
10.410
11.494
Gunungsindur
5,73
5,72
1.425
1.537
8.153
8.791
9.329
10.300
Pabuaran
5,56
5,88
1.235
1.335
7.259
7.847
8.327
9.194
Sukamulya
10,70
11,33
1.014
1.102
11.494
12.489
13.253
14.633
Jumlah
79,00
84,12
1.936
2.114 162.873 177.833 188.718
208.360
Sumber : BPS [7]
2001
2005
Jumlah Penduduk (jiwa)
BATAN
-5-
Gambar 1.1 Distribusi penduduk dalam radius 5 km dari tapak reaktor enis hasil pertanian yang dibudidayakan digolongkan ke dalam empat kelompok besar yaitu tanaman bahan pangan (padi dan palawija), buah-buahan, sayuran (hortikultura), tanaman perkebunan, dan tanaman kehutanan. Jenis palawija yang dihasilkan oleh petani diantaranya adalah jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu, dan ubi jalar. Sedikitnya ada 16 macam ternak besar, kecil, dan unggas yang ditemukan di KNS dalam radius 5 km. Dari sisi jumlah, ayam buras menempati urutan terbanyak. Kelurahan Ciater memiliki ayam buras terbanyak yaitu sekitar 12.000 ekor kemudian diikuti desa Dangdang yang memiliki sekitar 11.000 ekor ayam buras. Semua desa/kelurahan di kawasan ini memiliki ayam buras. Populasi ternak terbanyak kedua adalah ayam pedaging. Suradita merupakan tempat terbanyak populasi jenis ternak unggas, yaitu mencapai 10.000 ekor lebih, kemudian diikuti desa Keranggan dengan 6.000 ekor ayam pedaging. Desa Dangdang merupakan desa paling lengkap ragam dan jenis ternaknya.
BATAN
-6Kelinci, angsa, burung puyuh dan sapi perah merupakan hewan yang tidak terdapat di desa ini. Bahkan di desa ini juga terdapat ternak babi hingga desa ini merupakan satusatunya desa yang memiliki ternak babi pada tahun 2003. Desa Babakan memiliki kolam ikan air tawar seluas 2 hektar sehingga desa ini merupakan desa yang memiliki kolam ikan air tawar terluas di seluruh kawasan ini. Produktivitas perikanan air tawar pada tahun 2003 mencapai 5,8 ton/hektar sehingga bisa diperkirakan produksi ikan air tawar dari desa Babakan mencapai sekitar 12,5 ton tiap sekali panen. Di Suradita selain kolam air tawar, sekitar 0,2 hektar sawah digunakan juga sebagai tempat peternakan ikan. Topografi daerah tapak RSG-LP merupakan dataran rendah dengan ketinggian ratarata ± 60 m di atas permukaan air laut. Sekitar 800 m sebelah Barat di luar kawasan PUSPIPTEK terdapat sungai Cisadane yang tinggi permukaan air sekitar 20 m di bawah garis tapak. Debit air sungai rata-rata adalah 86,3 m3/detik. Daerah tapak RSG-LP diapit dua sungai kecil yang bermuara ke sungai Cisadane, yaitu kali Cipelang dan kali Cisalak. Kali Cipelang terletak pada jarak 150 m sebelah Timur tapak yang tinggi permukaan air 10 m di bawah garis tapak. Sekitar 50 m arah Selatan terdapat kali Cisalak dan tinggi permukaan airnya 2 m di bawah garis tapak. Lokasi RSG-LP secara topografi dekat dengan
kali
Cisalak
yang
bermuara
ke
sungai
Cisadane,
dapat
dilihat
pada
Lampiran. Jaringan jalan di sekitar daerah PUSPIPTEK ditunjukkan pada Lampiran. Daerah PUSPIPTEK dilewati jalan propinsi yang menghubungkan Kabupaten Tangerang dengan Kabupaten Bogor atau yang menghubungkan desa Setu dan Gunung Sindur. Desa Setu memiliki jalan terpanjang, yaitu mencapai 52,5 km yang terdiri dari 32 km jalan propinsi, 14 km jalan kabupaten, 1 km jalan kecamatan dan 5,5 km jalan desa. Gunung Sindur memiliki jalan terlengkap yang terdiri dari 40 km jalan negara; 2 km jalan propinsi; 4 km jalan kabupaten; 0,2 km jalan kecamatan dan 5,5 km jalan desa, sehingga total panjang jalan di desa ini 51,52 km, hampir mendekati panjang jalan di desa Setu. Berdasarkan kondisi jalan ini kawasan PUSPIPTEK mempunyai dua pintu untuk keluar dan masuk, yaitu pintu Selatan dan pintu Utara. Untuk keperluan rutin, pintu Selatan yang difungsikan. Dengan tersedianya jalan propinsi dan lingkungan di dalam dan sekitar kawasan PUSPIPTEK akan memudahkan keluar-masuk personil, bahan dan peralatan yang menunjang dalam kegiatan pengoperasian RSG-LP.
BATAN
-7II.
RENCANA PENGELOLAAN LINGKUNGAN
KNS merupakan kesatuan dari instalasi nuklir dan laboratorium penunjangnya yang diharapkan dapat menjadi tempat terlaksananya kegiatan penelitian, produksi dan pelayanan yang terpadu, berdaya guna, dan berhasil guna dalam pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) nuklir. KNS terdiri dari beberapa satuan kerja (satker), yaitu Pusat Reaktor Serba Guna (PRSG), Pusat Radioisotop dan Radiofarmaka (PRR), Pusat Teknologi Bakar Bakar Nuklir (PTBN), Pusat Teknologi Limbah Radioaktif (PTLR), Pusat Teknologi Reaktor dan Keselamatan Nuklir (PTRKN), Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir (PTBIN), Pusat Rekayasa Perangkat Nuklir (PRPN), Pusat Pengembangan Informatika Nuklir (PPIN), Pusat Standardisasi dan Jaminan Mutu Nuklir (PSJMN), Pusat Kemitraan Teknologi Nuklir (PKTN), dan PT. BATAN Teknologi. Tugas tiap satker di lingkungan KNS terinci dalam Peraturan Kepala BATAN tentang Organisasi dan Tata Kerja BATAN [8], dan Peraturan Pemerintah RI tentang Penyertaan Modal Negara RI untuk Pendirian Perusahaan Perseroan (Persero) dalam Bidang Nuklir [9]. Dalam melaksanakan tugas pokok tersebut, BATAN dilengkapi dengan reaktor nuklir dan berbagai laboratorium penunjang. Berikut ini diuraikan kegiatan singkat dari tiap instalasi nuklir dan laboratorium penunjang yang akan menjadi sumber dampak penting sehingga diperlukan suatu rencana pengelolaan lingkungan. 1. Pusat Reaktor Serba Guna (PRSG) PRSG bertanggung jawab untuk mengelola dan mengoperasikan Reaktor Serba Guna G.A. Siwabessy (RSG-GAS). RSG-GAS adalah reaktor penelitian yang digunakan untuk penelitian, pelayanan iradiasi, pendidikan dan pelatihan. RSG-GAS merupakan reaktor jenis kolam yang menggunakan bahan bakar Uranium diperkaya dengan pengkayaan rendah jenis Uranium Oksida yang terdispersi secara merata dalam paduan kompak serbuk Alumunium (U3Si2-Al). Reaktor ini berada dalam gedung nomor 30 (Gd.30), menggunakan air ringan (H2O) sebagai moderator dan pendingin. Reaktor ini dapat dioperasikan sampai dengan daya 30 MW termal dengan menghasilkan fluks neutron di teras tempat iradiasi mencapai 2 x 1014 neutron.cm-2.detik-1.
BATAN
-8Sejak tahun 1999 dilakukan konversi teras reaktor dari bahan bakar Oksida menjadi bahan bakar Silisida (U3Si2-Al) secara bertahap. Bulan Agustus 2002 tercapai teras setimbang
Silisida
14
penuh -2
dengan
menghasilkan
fluks
neutron
termal
rerata
-1
2,3 x 10 neutron.cm .detik . Kegiatan operasi reaktor adalah untuk melayani iradiasi termasuk perawatannya serta melaksanakan penelitian dan pengembangan (litbang) teknologi reaktor. RSG-GAS dengan seluruh fasilitas pendukungnya dapat digunakan dan dimanfaatkan untuk kegiatan berikut : a.
Analisis aktivasi neutron Reaktor ini dilengkapi dengan sistem pendingin cuplikan kecepatan tinggi (rabbit
system) yang digunakan untuk analisis aktivasi neutron. Analisis aktivasi neutron merupakan suatu teknik analisis dengan membuat bahan uji menjadi radioaktif dengan iradiasi neutron. Dengan jenis dan tingkat radioaktivitas yang terbentuk dapat ditentukan jenis unsur penyusunnya disertai unsur pengotor yang menyertai materi tersebut. Dengan teknik analisis neutron dapat dideteksi unsur pengotor dengan konsentrasi yang sangat kecil. b.
Pembuatan semi konduktor Reaktor dilengkapi dengan fasilitas silicon doping (neutron transmulation doping
facility) yang digunakan untuk mengiradiasi kristal silikon dengan neutron, sehingga sebagian silikon berubah menjadi atom fosfor (dopant). Sampel yang diiradiasi berubah menjadi bahan semikonduktor. c.
Uji elemen bakar reaktor daya Reaktor dilengkapi dengan fasilitas uji kenaikan daya ramp (power ramp test facility) yang digunakan untuk menguji elemen bakar reaktor daya khususnya uji ketahanan elemen bakar terhadap perubahan/kenaikan tingkat daya. Dengan fasilitas pengujian ini litbang bahan bakar reaktor daya dapat terus dikembangkan.
d.
Produksi Radioisotop Reaktor dilengkapi dengan fasilitas iradiasi untuk produksi radioisotop dari proses fisi maupun aktivasi yang menghasilkan radioisotop baik untuk keperluan medis (seperti : 99m
e.
Tc,
125
I,
131
I), industri (seperti :
347
I,
92
Br) maupun penelitian (seperti : 32P)
Radiografi Neutron (RN) Reaktor dilengkapi dengan fasilitas radiografi neutron dengan menggunakan berkas neutron termal, sehingga pemotretan berbagai bahan yang berbentuk pelet atau pin untuk mengetahui adanya lubang ataupun keretakan dapat diketahui.
BATAN
-9f.
Iradiasi Batu Topaz Reaktor dilengkapi dengan fasilitas iradiasi batu topaz di luar (Out Core) dan di dalam (In Core) teras yang digunakan untuk mengubah warna batu topaz yang akan digunakan sebagai perhiasan.
g.
Penelitian IPTEK bahan Reaktor dilengkapi dengan tabung berkas neutron, di antaranya untuk spektrometer neutron
dan
difraktometer
neutron
yang digunakan
untuk
penelitian
IPTEK
bahan/material sains. 2. Pusat Radioisotop dan Radiofarmaka (PRR) PRR dewasa ini hanya memiliki 1 (satu) gedung, yaitu gedung nomor 11, di mana kegiatan pendayagunaan dan pengembangan radioisotop dan radiofarmaka dilaksanakan. Bidang
Radioisotop
melaksanakan
fungsi
pengembangan
teknologi
produksi
radioisotop baik menggunakan reaktor maupun dengan siklotron, teknologi produksi sumber radiasi tertutup untuk medik dan non medik dan pengembangan teknologi pemungutan ulang bahan sasaran diperkaya serta pengembangan moleculer radiotracer untuk keperluan penelitian dan industri. Bidang Radiofarmaka melaksanakan pengembangan teknologi senyawa bertanda, pengembangan sintesis ligand-ligand unggulan untuk produksi radiofarmaka melalui modifikasi dan adaptasi teknologi, inovasi proses dan inovasi produk untuk produksi senyawa bertanda untuk tujuan diagnosa dan terapi, pengembangan teknologi radioligand
binding assay dan radioimmunofarmaka yang meliputi produksi Kit Radioimmunoassay (RIA), Immunoradiometric Assay (IRMA), dan telaah farmakodinamik radiofarmaka hasil pengembangan. Gedung nomor 11 terdiri dari dua lantai. Lantai pertama diperuntukkan mesin siklotron tipe CS-30 dan laboratorium produksi yang dilengkapi dengan dua hot-cell. Siklotron adalah alat pemercepat partikel bermuatan listrik untuk menembak inti sasaran. Partikel bermuatan yang digunakan saat ini terutama adalah proton dengan energi yang dapat divariasikan. Radioisotop yang diproduksi adalah radioisotop dengan waktu paruh pendek yang tidak dapat diproduksi di reaktor.
BATAN
- 10 3. Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir (PTBN) PTBN memiliki dua instalasi nuklir yaitu Instalasi Elemen Bakar Eksperimental (IEBE) dan Instalasi Radiometalurgi (IRM). IEBE menempati gedung nomor 65 merupakan instalasi nuklir untuk penelitian dan pengembangan teknologi produksi bahan bakar nuklir. IEBE dirancang mampu mengolah bahan baku yellow cake menjadi UO2 derajat nuklir dan membuatnya hingga menjadi berkas (bundle) bahan bakar nuklir HWR (CIRENE). Instalasi ini juga dirancang mampu menangani Uranium pengkayaan sampai 5%. Bahan pendukung utama adalah HNO3, N2, H2, dan Be. Instalasi ini terdiri dari dua fasilitas, yaitu fasilitas konversi (pilot conversion
plant) dan fasilitas fabrikasi (fuel fabrication laboratory). Pada fasilitas konversi dihasilkan serbuk UO2 dari konsentrat Uranium (yellow cake). Pada fasilitas fabrikasi diproduksi elemen bakar tipe HWR. Fasilitas ini dirancang untuk memproduksi 3 bundel elemen bakar tipe HWR per hari. IRM menempati gedung nomor 20 merupakan instalasi nuklir untuk pengembangan radiometalurgi, analisis fisika kimia dan teknik uji pasca iradiasi. Pengujian dan pengembangan dilakukan terhadap elemen bakar nuklir (bundel, pin, pelet, inti dan bahan struktur) dari reaktor jenis MTR, HWR dan LWR. Data yang dihasilkan merupakan umpan balik untuk produksi elemen bahan nuklir. Program pemeriksaan pasca iradiasi yang dilakukan terhadap elemen bahan bakar bekas beserta komponennya dilakukan di dalam
hot-cell meliputi uji merusak dan uji tak merusak. Pemeriksaan dan pengujian yang menyangkut analisis kimia, radiokimia dan fisika dilakukan di luar
hot-cell. Kapasitas
IRM dirancang untuk dapat menerima 6 (enam) bundel elemen bakar bekas tipe MTR atau 1 (satu) BATANg (pin) elemen bakar tipe LWR (PWR) atau satu bundel elemen bakar tipe HWR/CANDU setelah didinginkan selama 100 hari atau setara dengan aktivitas total sekitar 8,1 x 1016 Bq. 4. Pusat Teknologi Limbah Radioaktif (PTLR) PTLR mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan limbah radioaktif baik yang ditimbulkan oleh instalasi nuklir BATAN maupun yang berasal dari pemanfaatan ilmu dan teknologi nuklir oleh instalasi lain di luar BATAN seperti industri dan rumah sakit. Instalasi ini berada di bawah tanggung jawab PTLR (Gd.50). Dalam melaksanakan tugasnya PTLR dilengkapi dengan gedung catu media dan listrik (MES), gedung proses pengolahan limbah, gedung dekontaminasi, gedung penyimpanan
BATAN
- 11 limbah, alat transportasi limbah dan laboratorium penelitian pengelolaan limbah beserta fasilitas keselamatan kerja personil dan lingkungan. Gedung MES adalah gedung tempat pembangkit dan catu energi untuk menunjang proses pengolahan limbah radioaktif. Gedung ini dilengkapi generator listrik daya 600 kVA, ketel uap kapasitas 2280 kg/jam dengan tekanan 8,3 bar, tangki penyimpanan bahan bakar solar kapasitas 25000 liter dan instalasi air dingin (chiller). Di dalam gedung proses pengolahan limbah terdapat : a.
Unit evaporasi dengan sistem pendukungnya
b.
Unit sementasi dengan sistem pendukungnya
c.
Unit kompaksi dengan sistem pendukungnya
d.
Unit insenerator dengan sistem pendukungnya Unit evaporasi terdiri dari tangki evaporasi, tangki pemisah, tangki pendingin, sistem
pemipaan dan panel kontrol. Unit mampu mengolah limbah radioaktif aktivitas rendah dan sedang yang mengandung kepadatan garam kering 5 gram/liter dengan faktor pemekatan antara 50-60 kali dan laju pengumpanan 750 liter/jam. Ruang kontrol evaporator berada jauh dari ruang evaporator yang dipisahkan oleh beberapa dinding pemisah. Unit ini juga dilengkapi tangki penampung limbah cair dan sistem pendukungnya terdiri dari empat buah tangki penampung masing-masing bervolume 50 m3. Tangki penampung terletak di dalam ruangan yang dihubungkan dengan sistem ventilasi dan gas buang. Ruangan tempat tangki berfungsi pula sebagai penampung apabila terjadi kebocoran. Unit sementasi adalah fasilitas untuk pemadatan limbah konsentrat evaporator, limbah semi padat (resin bekas), limbah padat yang tidak terkompaksi dan tidak dapat dibakar. Sementasi dilakukan dalam sel beton 950 liter dengan menggunakan bahan semen
portland sebagai bahan matrik. Unit kompaksi adalah fasilitas untuk memadatkan limbah padat aktivitas rendah, pemadatan dilakukan dalam drum 100 liter dengan alat tekan hidrolik yang mempunyai kekuatan 60 kN. Unit binatu nuklir adalah fasilitas untuk dekontaminasi pakaian kerja lapangan baik berupa jas-lab, wearpack, sepatu dan sarung tangan yang terkontaminasi. Juga disediakan dua buah glove box untuk pre-treatment ataupun dekontaminasi barang-barang kecil. Unit insenerasi adalah fasilitas untuk membakar limbah padat dilakukan pada suhu o
800 C dengan laju pembakaran 50 kg/jam. Pembakaran limbah cair organik dilakukan pada
BATAN
- 12 suhu 1100oC dengan laju pembakaran 20 kg/jam. Laju penggunaan bahan bakar solar adalah 15-30 liter per jam dengan tekanan udara sebesar 8,7 bar. Unit dekontaminasi adalah fasilitas untuk mendekontaminasi peralatan nuklir. Unit ini dilengkapi dengan bak perendaman dan bak pembilasan, alat ultrasonik yang mempunyai daya 250 – 500 Watt untuk frekuensi 20 – 40 kHz dan alat sand blasting yang mempunyai daya 7,5 dan 15 HP (1760 dan 3520 rpm). Gedung
fasilitas
penyimpanan
sementara
limbah
radioaktif
hasil
olahan
tahap I (Interim Storage-1 atau IS-1) selesai dibangun pada tahun 1988 sedangkan fasilitas penyimpanan sementara tahap II (IS-2) selesai dibangun pada tahun 2004 dengan dimensi maupun kapasitas sama dengan IS-1. Ruang penyimpanan limbah olahan seluas 1536 m2 yang dapat menampung 1716 drum volume 200 liter dan 526 sel beton volume 950 liter. Gedung ini dirancang agar dapat menahan radiasi yang dipancarkan oleh limbah radioaktif yang disimpan, sehingga dosis rata-rata di luar gedung 7,5 µSv/jam, dalam gedung 75 µSv/jam dan di tempat penyimpanan dosis rata-rata maksimum adalah 100 µSv/jam. Gedung Penyimpanan Sementara Limbah Aktivitas Tinggi (PSLAT) merupakan gedung tempat penyimpanan limbah radioaktif yang mempunyai aktivitas tinggi dan belum memenuhi persyaratan untuk diolah. Fasilitas ini memiliki 20 buah sumuran, dan masingmasing sumur mampu menampung 6 buah drum 60/100 liter. Total kapasitas bentuk sumuran adalah 120 drum. Limbah aktivitas tinggi diangkut dengan magnetic transfer cask dan dikondisioning dalam drum stainless steel 60/100 liter. Drum 60/100 liter disimpan dalam lokasi berbentuk sumuran. Aktivitas maksimum tiap drum sebesar 2600 Ci. PSLAT dilengkapi ruang kontrol suhu, kelembaban dan tekanan dalam ruang penyimpanan. Instalasi Penyimpanan Sementara Bahan Bakar Bekas (IPSB3) dibangun pada tahun 1993. Fasilitas ini dilengkapi dengan kanal hubung (transfer channnel, KH) yang menghubungkan dengan tiga instalasi, yaitu Instalasi Radiometalurgi (IRM), Instalasi Produksi Radioisotop (IPR) dan RSG-GAS. KH-IPSB3 berfungsi sebagai jalur untuk memindahkan elemen bakar bekas dari RSG-GAS dan bahan teriradiasi lain yang berasal dari IPR dan IRM. Berdasarkan peraturan Kepala BATAN nomor 392/KA/XI/2005, pengelolaan KH-IPSB3 yang sebelumnya menjadi tanggung jawab PRSG beralih kepada PTLR. Paparan radiasi di dalam KH-IPSB3 tidak melebihi 5 µSv /jam. Fasilitas KH-IPSB3 terdiri dari kolam penyimpanan, sistem pendingin dan pemurnian air, sistem VAC dan sistem monitor radiasi.
BATAN
- 13 Pengendalian Buangan Terpadu (PBT) bertujuan untuk mengawasi pembuangan tahap akhir efluen limbah radioaktif cair oleh setiap instalasi nuklir yang berada di KNS sebelum dialirkan ke badan air kali Cisalak di lingkungan. Hal ini dilakukan sesuai dengan peraturan dan ketentuan yang ditetapkan oleh BATAN, BAPETEN dan Kementerian Lingkungan Hidup. Fasilitas PBT adalah bak tempat penampungan efluen radioaktif cair sebelum dialirkan/dibuang ke lingkungan. Fasilitas PBT ini yang terdiri dari bak PBT-1, PBT2 dan PBT yang terletak di areal KNS. Bak PBT-1 adalah tempat penampungan sementara efluen cair yang berasal dari instalasi pabrikasi bahan bakar dan instalasi eksperimen bahan bakar yang terletak di areal PTBN, sedangkan bak PBT-2 adalah tempat penampungan sementara efluen cair yang berasal dari instalasi RSG-GAS dan Instalasi Radiometalurgi yang terletak di areal PRSG. Kapasitas daya tampung bak PBT-2 adalah sekitar 3 m3. Proses pemindahan efluen dari tiap instalasi (PBT-1 dan PBT-2) menggunakan pompa isap tekan yang terdapat di masing-masing instalasi kemudian melalui pipa saluran dialirkan secara gravitasi ke bak penampungan PBT. Pengawasan kegiatan ini dilakukan oleh Sub Bidang Analisis Dampak Lingkungan, Bidang Keselamatan dan Lingkungan, PTLR. Alat transportasi limbah padat adalah truk yang dilengkapi dengan bak SS-304, ukuran 4,0 m x 2,5 m x 2,8 m dengan berat maksimal 30 ton. Alat transportasi limbah cair berupa tangki yang terbuat dari bahan baja karbon dengan kapasitas 2,8 m3 dan tanker
trailler yang dilengkapi dengan tangki volume 6 m3. Masing-masing truk dilengkapi dengan sistem pemompaan. Laboratorium penelitian pengelolaan limbah dilengkapi fasilitas proses pengolahan, penyimpanan limbah serta dekontaminasi dan dekomisioning. Laboratorium keselamatan kerja personil dilengkapi dengan sistem pemantauan dosis personil untuk pemantauan dosis eksterna dan interna. Pemantauan dosis eksterna dilakukan dengan berbagai jenis dosimeter dan alat baca dosis (TLD reader). Pemantauan dosis interna dilakukan secara in-
vivo dan in-vitro. Pemantauan secara in-vivo dilengkapi dengan sistem alat cacah seluruh tubuh (whole body counter atau WBC), sedangkan secara in-vitro dilengkapi dengan laboratorium radiokimia. Laboratorium keselamatan lingkungan dalam melaksanakan pemantauan radioaktivitas lingkungan dan analisis dampak radiologi dilengkapi dengan mobil pemantauan lingkungan, peralatan survei lingkungan dan peralatan ukur radiasi.
BATAN
- 14 5. Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir (PTBIN) PTBIN mempunyai tugas melaksanakan penelitian dan pengembangan di bidang bahan industri nuklir. Dalam melaksanakan tugas tersebut PTBIN memiliki fasilitas pendukung sebagai berikut : 1) Fasilitas Spektrometri Neutron yang berada di gedung nomor 40. dan di Balai Percobaan RSG-GAS. Fasilitas ini dilenghkapi dengan dua buah tabung pemandu neutron. Difraktometer neutron untuk mengukur tegangan sisa (PD/RSM), Difraktometer empat lingkaran/Difraktometer tekstur (FCD/TD), Difraktometer neutron serbuk resolusi tinggi (HRPD), Spektrometer neutron tiga sumbu (TAS), Spektrometer hamburan neutron sudut kecil (SANS/SMARTer), Spektrometer hamburan neutron sudut kecil resolusi tinggi (HRSANS) dan Fasilitas radiografi neutron serta dilengkapi pula dengan fasilitas preparasi sampel dan sebuah bengkel mekanik. 2) Laboratorium Bidang Karakteristisasi dan Analisis Nuklir dilengkapi dengan X-ray
Diffractometer (XRD), Tri Arc Melting Furnace, Vibrating Sample Magnetometer (VSM), Differential Scanning Calorimeter (DSC), LCR-meter, Pulse Magnetizer, High Energy Ball Milling, Jc-Tc Meter dan GMR. Di samping itu, dilengkapi pula dengan fasilitas Neutron Activation Analysis (NAA) yang ada di gedung RSG-GAS. 3) Laboratorium Bidang Bahan Industri Nuklir dilengkapi dengan Scanning Electron
Microscope (SEM) – Energy Dispersive X-ray (EDR), Transmission Electron Microscope (TEM), Optical Microscope, Magnetic Suspension Balance (MSB), X-ray Diffractometer (XRD), Differential Thermal Analysis/Simultance Thermal Analysis (DTA/STA), ICP-MS, Uji korosi, Sonochemistry, Plasma Surface Treatment, Polarography/Voltametry serta
Auger Electron Spectroscopy (AES). 4) Fasilitas Keselamatan Kerja dan Instrumentasi dilengkapi dengan peralatan/sarana pelayanan mesin pencair nitrogen, mesin pelapis vakum, alat uji kekerasan, mikroskop metalurgi, polishing machine, HF Centrifuge Casting, Water Still, Surveymeter/Detector
Radiation, Cutting Device, Mesin bubut, Mesin Scarp, Las TIG dan Mesin Lipat. 6. Pusat Rekayasa dan Perangkat Nuklir (PRPN) Pusat Rekayasa Perangkat Nuklir mempunyai tugas melaksanakan perekayasaan di bidang perangkat nuklir, serta perawatan elektronik, pengoperasian sarana penunjang, konstruksi dan perbengkelan.
BATAN
- 15 Dalam melaksanakan tugasnya PRPN menyelenggarakan fungsi : 1) Pelaksanaan perekayasaan elektromekanik nuklir dan struktur serta kegiatan rancang bangun sipil. 2) Pelaksanaan perekayasaan instrumentasi reaktor dan industri. 3) Pelaksanaan
perekayasaan
instrumentasi
kesehatan,
keselamatan
nuklir
dan
lingkungan. 4) Pelaksanaan perawatan elektronik, operasi sarana penunjang serta pabrikasi dan perbengkelan. Kegiatan yang dilaksanakan PRPN yaitu melakukan pengembangan dan perekayasaan perangkat nuklir pada bidang industri, kesehatan, keselamatan nuklir dan lingkungan, serta kendali reaktor. Selain kegiatan pengembangan dan perekayasaan PRPN juga melakukan kegiatan perawatan elektronik, operasi sarana penunjang, konstruksi dan perbengkelan. Kegiatan pengembangan dan perekayasaan telah menghasilkan prototipe antara lain renograf, thyroid uptake, pesawat sinar-X, survey meter, kalibrator dosis radiasi, instrumentasi pertambangan, instrumentasi kendali ketebalan kertas, instrumentasi kendali kualitas batubara dan simulator instrumentasi kendali reaktor. 7. Pusat Teknologi Reaktor dan Keselamatan Nuklir (PTRKN) Pusat Teknologi Reaktor dan Keselamatan Nuklir mempunyai tugas melaksanakan pengembangan di bidang teknologi reaktor dan keselamatan nuklir. Dalam melaksanakan tugas, PTRKN menyelenggarakan fungsi : 1) pelaksanaan pengembangan fisika dan teknologi reaktor 2) pelaksanaan pengkajian dan analisis keselamatan reaktor 3) pelaksanaan pengembangan penggunaan reaktor 4) pelaksanaan pengembangan teknologi keselamatan nuklir 5) pelaksanaan operasi fasilitas 6) pelaksanaan urusan tata usaha PTRKN terdiri dari : a. Bidang Fisika dan Teknologi Reaktor (BFTR) mempunyai tugas melaksanakan pengembangan di bidang fisika dan teknologi reaktor, dengan rincian tugas melaksanakan pengembangan fisika teras reaktor, melaksanakan pengembangan termohidrolika dan sistem reaktor, melaksanakan pengembangan teknologi perisai radiasi dan dosimetri reaktor.
BATAN
- 16 b. Bidang
Pengkajian
Analisis
Keselamatan
Reaktor
(BPAKR)
mempunyai
tugas
melaksanakan pengkajian dan analisis keselamatan reaktor, dengan rincian tugas melaksanakan pengkajian manajemen kecelakaan reaktor, melaksanakan analisis keselamatan reaktor dan melaksanakan analisis dan simulasi eksperimental kecelakaan reaktor. c. Bidang Pengembangan Reaktor (BPR) mempunyai tugas melaksanakan pengkajian dan pengembangan
sistem
reaktor
serta
penggunaannya,
dengan
rincian
tugas
melaksanakan pengkajian dan pengembangan desain teras reaktor generasi lanjut, melaksanakan pengkajian dan pengembangan desain sistem reaktor generasi lanjut, melaksanakan pengkajian dan pengembangan teknologi pemanfaatan reaktor generasi lanjut dan melaksanakan pengembangan data nuklir. d. Bidang Pengembangan Teknologi Keselamatan Nuklir (BPTKN) mempunyai tugas melaksanakan pengembangan teknologi keselamatan nuklir, dengan rincian tugas melaksanakan pengembangan sistem keselamatan instalasi nuklir, melaksanakan pengembangan
budaya
keselamatan
nuklir
dan
ergonomika,
melaksanakan
pengembangan teknik keandalan instalasi nuklir. e. Bidang Operasi Fasilitas (BOFa) mempunyai tugas melaksanakan operasi fasilitas dan perawatan fasilitas.dengan fungsi melaksanakan operasi dan perawatan sistem untai termohidrolika dan kimia air, melaksanakan perawatan dan perbaikan instrumentasi, pelaksanaan operasi, melaksanakan perawatan dan perbaikan peralatan elektromekanik Bidang Operasi Fasilitas terdiri dari : 1) Subbidang Termohidrolika mempunyai tugas melakukan operasi dan perawatan sistem untai termohidrolika dan kimia air, dengan rincian tugas melakukan operasi sistem untai termohidrolika dan kimia air, melakukan perawatan, perbaikan dan pengembangan sistem untai termohidrolika, kimia air dan fasilitas eksperimen lainnya. 2) Subbidang Instrumentasi mempunyai tugas melakukan perawatan dan perbaikan instrumentasi, dengan rincian tugas melakukan perawatan dan perbaikan sistem instrumentasi,
melakukan
pengoperasian,
perawatan,
perbaikan
dan
pengembangan alat kalibrasi. 3) Subbidang elektromekanik mempunyai tugas melakukan operasi, perawatan dan perbaikan peralatan elektromekanik, dengan rincian tugas melakukan operasi peralatan elektromekanik, melakukan perawatan, perbaikan dan pengembangan
BATAN
- 17 peralatan elektromekanik. PTRKN dilengkapi dengan fasilitas laboratorium uji merusak dan tidak merusak (DT/NDT) yang didukung peralatan : a.
Laboratorium uji merusak; Uji creep testing machine, Rotation bending fatique
machine, Impact test machine, Micro hardness test (equatip) dan Metalography test. b.
Laboratorium uji tidak merusak; Ultrasonic flow detector, Ultrasonic multi layer
thickness gauge, Ultrasonic pulse receiver, Eddy current testing, Magnetic particle testing, Gamma camera, Infra red thermography camera, Alloy analyzer dan Corrosometer. c.
Bidang Operasi Fasilitas mengelola: Untai uji termohidrolika, Untai uji betha, Sarana eksperimen kondensasi, Untai uji korosi dan Test component Rigg.
d.
Bengkel Mekanik didukung peralatan: Mesin frais, Mesin bubut, Mesin gerinda, Mesin las, Mesin tekuk, dll.
8. Pusat Pengembangan Informatika Nuklir (PPIN) Pusat
Pengembangan
informatika
Nuklir
mempunyai
tugas
melaksanakan
pengembangan informatika nuklir. PPIN dalam melaksanakan tugas dilengkapi dengan ruang perpustakaan dan ruang pusat sistem komputer yang berlokasi di Gd. 71 lantai dasar. Ruang perpustakaan terdapat buku, majalah, mikrofis dan dokumen lainnya. Tiap hari kerja perpustakaan terbuka untuk pekerja KNS dan umum. 9. Pusat Kemitraan Teknologi Nuklir (PKTN) PKTN adalah salah satu pusat yang ada di KNS, mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan kawasan instalasi nuklir dan memberikan pelayanan umum kepada tiap pusat dan pekerja di KNS dalam masalah transportasi, kesehatan personil dan pengamanan personil secara fisik. Pusat ini menempati Gd. 90. Untuk melaksanakan tugas pelayanan umum, PKTN dilengkapi dengan klinik kesehatan untuk personil. Pemantauan kesehatan personil secara berkala dilaksanakan sekali dalam setahun. Untuk melaksanakan pemantauan keselamatan dan keamanan personil maupun instalasi nuklir di KNS, PKTN dilengkapi dengan unit satuan pengaman dan sistem keselamatan terpadu (BATAN Safety & Security System atau BSS). Melalui sistem BSS parameter dari tiap instalasi dapat dipantau secara lokal dan terpusat sehingga bila terjadi kelainan operasi atau gangguan keamanan dapat secara dini diketahui. Hal ini
BATAN
- 18 memungkinkan untuk upaya penanggulangan bila terjadi kelainan operasi di RSG-LP yang menjurus abnormal/kedaruratan. 10. Pusat Standardisasi dan Jaminan Mutu Nuklir (PSJMN) Pusat Standardisasi dan Jaminan Mutu Nuklir mempunyai tugas melaksanakan standardisasi, akreditasi dan sertifikasi serta jaminan mutu nuklir. Dalam melaksanakan tugasnya, PSJMN menyelenggarakan fungsi pelaksanaan standardisasi radiasi dan nuklir, pelaksanaan akreditasi dan sertifikasi, pelaksanaan dan pembinaan program jaminan mutu dan pelaksanaan kegiatan tata usaha. PSJMN terdiri dari : a.
Subbagian Tata Usaha
b.
Bidang Standardisasi Radiasi dan Nuklir
c.
Bidang Akreditasi dan Sertifikasi
d.
Bidang Jaminan Mutu Subbagian Tata Usaha mempunyai tugas urusan persuratan, kepegawaian, keuangan,
perlengkapan, rumah tangga, administrasi kegiatan ilmiah, dokumentasi dan publikasi di lingkungan PSJMN. Bidang Standardisasi Radiasi dan Nuklir (BSRN) mempunyai tugas melaksanakan perumusan, penetapan dan revisi standar radiasi dan nuklir. Dalam melaksanakan tugasnya, BSRN menyelenggarakan fungsi penyiapan rumusan, penetapan dan revisi standar keselamatan radiasi dan nuklir serta lingkungan, penyiapan rumusan, penetapan dan revisi standar mutu bahan dan peralatan nuklir. Bidang Akreditasi dan Sertifikasi (BAS) mempunyai tugas melaksanakan akreditasi dan sertifikasi fasilitas nuklir dan sistem pendukungnya. Dalam melaksanakan tugasnya, BAS menyelenggarakan fungsi pelaksanaan
akreditasi fasilitas
nuklir dan sistem
pendukungnya, pelaksanaan sertifikasi fasilitas nuklir dan sistem pendukungnya. Bidang Jaminan Mutu (BJM) mempunyai tugas melaksanakan dan mengembangkan program jaminan mutu nuklir. Dalam melaksanakan tugasnya, BJM menyelenggarakan fungsi pelaksanaan penyusunan, pengembangan dan pembinaan progran jaminan mutu nuklir, pelaksanaan audit, pemantauan dan inspeksi sistem mutu nuklir. Pelaksanaan standardisasi di lingkungan BATAN diatur oleh keputusan Kepala BATAN dengan menetapkan Sistem Standardisasi BATAN. Sistem Standardisasi BATAN merupakan tatanan dan jaringan kegiatan standardisasi yang harus diacu oleh seluruh unit kerja BATAN dalam
BATAN
- 19 melaksanakan standardisasi. Tujuan penetapan standardisasi adalah untuk mewujudkan budaya mutu dan jaminan mutu pada seluruh kegiatan BATAN. Kegiatan standardisasi BATAN dilaksanakan oleh semua unit kerja di lingkungan BATAN dan dikoordinasikan oleh PSJMN.
Dalam
melaksanakan
tugas koordinasi
standardisasi, PSJMN dibantu oleh simpul kerja fungsional, yaitu Komisi Standardisasi BATAN, Tim Perumus Standar BATAN, Panitia Teknis Perumus SNI Bidang Nuklir, Tim Penilai Kesesuaian Akreditasi BATAN, Tim Penilai Kesesuaian Sertifikasi BATAN, dan Tim Pembina dan Pengawas Standardisasi. 11. PT. BATAN Teknologi (Persero) PT. BATAN Teknologi adalah badan usaha milik negara yang mempunyai tugas melakukan produksi radioisotop, elemen bakar reaktor dan jasa teknologi lainnya, baik untuk kebutuhan dalam dan luar BATAN/luar negeri. a.
Divisi Produksi 1)
Radioisotop Gedung utama (Gd.10) terdiri dari 2 lantai. Lantai pertama dipergunakan untuk kegiatan produksi radioisotop dan radiofarmasi. Fasilitas dilengkapi dengan 9 buah
hot-cell, 7 buah hot-cell untuk produksi radioisotop dan sisanya untuk produksi radiofarmasi.terdiri dari beberapa hot-cells yang dilengkapi dengan master-slave manipulator, fasilitas auto-controlled yang mencatu gas untuk produksi I-125, dan laboratorium pendukung. Radioisotop yang dihasilkan adalah berasal dari bahan target radioisotop, mencakup
125
radiofarmaka dan
Mo dan
131
I yang
235
U (93%) dari hasil aktivasi neutron dihasilkan 20 jenis
I,
32
P,
153
Sm dan
192
Ir sumber tertutup untuk radiografi.
Fasilitas ini juga menghasilkan radioisotop seperti 131
99
99m
I label compound. Cakupan aktivitas
sampai dengan 4140 mCi
99
Tc generator, Kits
99m
Tc adalah 208 mCi
Mo. Kit Radiofarmaka diproduksi dengan teknik suci
hama. Proses produksi (formulasi; pembagian, pembekuan kering) dikerjakan di suatu ruang bersih kelas 10000 dan kelas 100 untuk mencegah produk dari pencemaran microbial. Dalam rangka menjamin mutu dan spesifikasi produk, Program Jaminan Mutu ISO 9000 dan GMP (Good Manufacturing Practice)/CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik) diterapkan. Peraturan ketat ini diperlukan dalam melakukan seluruh langkahlangkah proses yang mencakup bahan baku, pengujian, kecakapan personil, peralatan,
kebersihan,
mutu
produk
dan
sistem
dokumentasi.
Dalam
BATAN
- 20 mengendalikan mutu barang, digunakan peralatan canggih untuk mengukur
radiochemical dan kemurnian radionuklida, kesterilan, pirogenitas, toksisitas dan biodistribution. 2)
Produksi Elemen Bakar Nuklir Fasilitas ini dirancang untuk menghasilkan elemen bakar tipe pelat U3O8-Al, atau U3Si2-Al dan elemen kendali dengan bahan dasar
235
U yang diperkaya <20%.
Fasilitas EBN ini dilengkapi dengan unit konversi, fabrikasi, dan unit olah ulang gagalan yang memiliki perangkat permesinan presisi tinggi, menempati gedung nomor 60. Didukung oleh sumber daya yang berkualitas dan dengan mengadopsi program jaminan kualitas dan kendali kualitas yang ketat, fasilitas produksi elemen bahan nuklir telah memproduksi lebih dari 5076 pelat U3O8-Al, 3152 pelat U3Si2-Al, dan 210 elemen bakar U3O8-Al dan sekitar 117 elemen tipe U3Si2-Al untuk bahan bakar reaktor riset serba guna GA. Siwabessy. Reaktor RSG-GAS yang dilengkapi dengan alat FFD (Fuel Failure Detection). Elemen bakar yang diproduksi baik yang berbentuk paduan U3O8 atau U3Si2, dibuat melalui proses konversi bahan umpan yang dapat berupa UF6, UN, AUC, U3O8 atau U3Si2 ataupun, logam uranium menjadi serbuk inti bahan bakar. Serbuk ini kemudian dicampur dengan matriks alumunium untuk selanjutnya diproses billet inti bahan bakar nuklir menggunakan teknik bingkai pelat inti pelat U dalam bingkai Al diijepit dengan bahan Cladding berupa Al-
alloy yang berfindak sebagai penutup atas bawah membentuk paket untuk digulung. Penggulungan dilakukan dalam dua tahap panas dan dingin agar terbentuk ikatan antar lapisan yang baik secara mekanikal maupun metalurgikal dengan ketebalan tertentu. Setelah melalui serangkaian uji kualitas, pelat bahan bakar dirangkai membentuk elemen bakar dan elemen kendali. Dalam bentuk terangkai, elemen bakar dan elemen kendali akan melalui uji kualitas akhir yang dilakukan sebelum diserahkan ke pembeli. Fasilitas produksi elemen bakar nuklir saat ini mempunyai kapasitas produksi sebesar 70 elemen per tahun dengan kemungkinan peningkatan sampai 200 elemen bakar dan elemen kendali per tahun. Dengan kemampuan seperti ini, fasilitas EBN juga dapat dimanfaatkan untuk memproduksi perangkat lain pendukung operasi reaktor seperti Reflector Beryllium, Isotope Stringer, Absorber, Dummy element, elemen kendali dan elemen pengaman. Fasilitas telah juga berpengalaman memproduksi elemen bakar U3Si2 dengan kerapatan inti 235U sampai 5,20 g/cc.
BATAN
- 21 b.
Divisi Jasa Teknologi Nuklir Selain melakukan bisnis di bidang yang menjadi kompetensi utama yaitu di bidang industri nuklir, perusahaan juga berusaha di bidang jasa untuk industri pada umumnya, dan industri minyak dan gas (migas) pada khususnya. Kegiatan usaha ini dikelola pada Divisi Pemasaran dan Jasa. Divisi ini dilengkapi dengan bengkel elektro-mekanikal seluas 4500 m2 yang mampu menghasilkan bermacam komponen mesin industri (turbin, pesawat penukar kalor, pompa, bejana proses, dll), dan jasa sistem kontrol otomatis (thickness/level gauging,
density and moisture probe measurement). Beberapa proyek yang telah dikerjakan di fasilitas divisi ini seperti penggantian blade turbin milik Unit PLN Suralaya, Turning komponen turbin PT. Siemens Indonesia, rekondisi HP-Feeder PT. Andritz, dan rekondisi
Bucket Reclaimer PT. Krakatau Steel menunjukkan bahwa usaha terus menerus perusahaan memasuki bidang non nuklir mulai menunjukkan hasil. Divisi ini juga mempunyai kemampuan untuk melaksanakan jasa inspeksi Uji Tak Merusak (NDT) menggunakan pesawat X-ray, Kamera
192
Ir,
60
Co, Ultrasound UT Pundit
Concrete tester, Magnetic Particle tester (MPI), Radiotracer untuk kebocoran pipa/dam, dan Gamma Scanning dan Neutron Backscattering untuk pemeriksaan kolom proses kilang migas. 2.1. Dampak Penting dan Sumber Dampak Penting Pengoperasian RSG-LP di KNS akan menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan hidup. Berikut akan diuraikan jenis dan sumber dampak penting tersebut. 2.1.1.
Dampak Penting Berdasarkan hasil studi ANDAL, dampak penting dari pengoperasian
RSG-
LP adalah dampak radiologi yang ditimbulkan pada operasi normal dan bila terjadi kecelakaan/kedaruratan nuklir. Komponen lingkungan yang terkena dampak radiologi berdasarkan model fisik penyebaran zat radioaktif ke lingkungan di daerah KNS adalah udara dan air kali Cisalak sebagai medium penerima utama. Sedangkan medium penerima berikutnya dari penyebaran di udara adalah air permukaan, tanah permukaan, tanaman pertanian ataupun tanaman lainnya yang ada di permukaan tanah. Medium penerima berikutnya dari penyebaran di kali Cisalak yang bermuara di sungai Cisadane adalah hasil pertanian, perikanan dan kegiatan di sungai.
BATAN
- 22 -
a. Operasi Normal Pada operasi normal, pelepasan efluen gas/aerosol dari sistem ventilasi yang mengandung sejumlah kecil gas/partikel radioaktif ke udara dan efluen cair ke kali Cisalak tidak dapat dihindarkan. Gas/partikel radioaktif yang terlepas ke lingkungan, melalui berbagai jalur perantara akhirnya akan sampai pada manusia dan berpotensi meningkatkan penerimaan dosis terhadap penduduk yang bermukim di sekitar KNS. 1) Pelepasan zat radioaktif ke atmosfer Empat sumber dampak penting yang dikaji adalah RSG-GAS (PRSG), Instalasi Radiometalurgi (PTBN), Instalasi Produksi Radioisotop dan Radiofarmaka (PT.BATAN Teknologi) dan Instalasi Produksi Radioisotop dan Radiofarmaka (PRR). Kajian memperhitungkan lepasan operasi normal yang kontinu sejak instalasi berdiri tahun 1987 (disesuaikan dengan usia reaktor) hingga dampaknya pada tahun 2007, hasil kajian dapat dilihat dalam Gambar 2.1. Prakiraan penerimaan dosis efektif akibat lepasan atmosferik keempat instalasi nuklir tersebut dibedakan atas lepasan kronik pada operasi normal dan bila terjadi kecelakaan. Pada operasi normal, penerimaan dosis dibagi atas dosis efektif perorangan (DEP) dan dosis efektif kolektif (DEK).
BATAN
- 23 Dosis, µSv 360
100
45
80 338
67.5 60
315
40
100 200 300 400 500 1000 2000 3000 4000 5000
90
20 293
0
113
270
135
158
248 225
180 203
Gambar 2.1 Estimasi distribusi DEP dari lepasan atmosferik instalasi nuklir
Berdasarkan hasil kajian dampak radiologi lepasan atmosferik instalasi nuklir Serpong yang termuat dalam dokumen Pemutakhiran Data Meteorologi KNS Bagian B [10], kecenderungan penerimaan dosis yang tinggi untuk pelepasan atmosferik terjadi pada arah 157.5°-225° (Selatan hingga Barat Daya) dengan jarak 300-400 m dari tapak. DEP maksimum adalah 98 µSv per tahun terjadi pada arah Selatan pada jarak 300 m. Penerimaan DEP relatif kecil hanya sebesar 1,96% dari nilai batas dosis (NBD) untuk anggota masyarakat sesuai Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 33 Tahun 2007 tentang Keselamatan Radiasi Pengion dan Keamanan Sumber Radioaktif [11]. Bila
dibandingkan
dengan
besarnya
dosis
dari
alam
(paparan
latar/background) hanya sebesar 9,32%. Peningkatan penerimaan dosis efektif oleh penduduk dari kegiatan pengoperasian instalasi nuklir di KNS ini rendah dan peningkatan laju paparan di udara di sekitar KNS ini tidaklah nyata dan kualitas udara relatif tidak mengalami perubahan, tetap dengan kualitas yang sangat baik dari sudut dampak radiologi. Penerimaan DEP ini berasal dari 10 jenis radionuklida, andil terbesar
BATAN
- 24 datang dari 131I diikuti 133I dan seterusnya terdiri atas gas mulia dan 90Sr. Pada gambar juga ditunjukkan dominasi lepasan atmoferik dari Instalasi Produksi Radioisotop di bawah PT. BATAN Teknologi (99,5%), diikuti RSG-GAS (0,4%), dibandingkan dua instalasi lainnya. Sedangkan Tabel 2.1 memperlihatkan distribusi dosis individu dari jalur paparan. Ketiga rute eksternal, inhalasi dan injesi kontribusinya berimbang. Dari rute eksternal, jalur yang dominan adalah paparan eksternal dari permukaan tanah. Rute inhalasi terbagi di antara outdoor (69%) dan indoor (31%). Pada perhitungan diasumsikan kegiatan individu outdoor selama 8 jam per hari dan tidak ada pelindung indoor (konservatif). Sedangkan pada rute injesi sayuran dedaunan seperti bayam andilnya terhadap dosis injesi adalah 70% diikuti sebagai makanan utama (17%). Pada sayuran secara konservatif diasumsikan fraksi kontaminasi yang dipetik terhadap yang dikonsumsi adalah satu.
Tabel 2.1 Persentase penerimaan DEP berdasarkan jalur paparannya PAPARAN
JALUR PERPINDAHAN
Eksternal (33%)
Tanah (79%), Udara (21%) Indoor (69%) Outdoor (31%) Tanah (0%) Sayuran dedaunan (77%) padi (17%) sayuran rambat (3%) daging (2%) buah (1%) Telur kampung (0%) Ayam kampung (0%)
Inhalasi (33%)
Injesi (33%)
2) Pelepasan efluen radioaktif cair ke kali Cisalak Dalam pengoperasian instalasi nuklir di KNS, penimbul tidak membuang limbah radioaktif cair secara langsung ke lingkungan. Limbah radioaktif cair yang ditimbulkan dari tiap instalasi nuklir dikirim dan dikelola di PTLR. Efluen cair yang ditimbulkan di tiap instalasi nuklir dan yang berasal dari pengolahan limbah cair radioaktif di PTLR dialirkan ke fasilitas Pengendalian Buangan Terpadu (PBT) yang ada di lingkungan
BATAN
- 25 PTLR. Efluen cair ini dianalisis jenis dan jumlah radionuklida yang terkandung di dalamnya, hasil yang diperoleh selanjutnya dibandingkan dengan baku mutu lingkungan dan baku tingkat radioaktivitas. Bila konsentrasi radionuklida yang terkandung masih di atas nilai baku mutu, efluen cair yang ditampung di PBT ini diolah oleh PTLR. Bila konsentrasi radionuklida yang terkandung lebih kecil dari nilai baku mutu, bidang keselamatan kerja dan lingkungan (BKL) mengalirkan efluen cair tersebut ke kali Cisalak. Berdasarkan data buangan efluen cair dari PRSG yang direkomendasikan dialirkan ke kali Cisalak tiap tahun, hasil kajian menunjukkan kandungan radionuklida 226
Ra dan
235
51
Cr,
59
Fe,
60
Co,
65
Zn,
228
Ac,
228
Th,
U dengan total DEP terhadap penduduk sebesar 0,84 Sv
per tahun. Penerimaan DEP ini hanya sebesar 0,016 % dari NBD untuk anggota masyarakat. Pembuangan efluen cair ke kali Cisalak ini relatif tidak mengubah kualitas air permukaan dari sudut radiologi, kualitas air kali Cisalak tetap sangat baik. 3) Dosis efektif kolektif (DEK) Total penerimaan DEP pada operasi normal oleh penduduk di sekitar KNS dari pembuangan efluen gas/partikulat ke atmosfer (98 Sv per tahun) dan cair ke kali Cisalak (0,84 Sv per tahun) adalah 98,84 Sv per tahun. Batasan dosis untuk penduduk adalah 1 mSv per tahun, angka ini menyatakan probalitas untuk terjadinya kanker karena radiasi adalah 1 x 10-5. Bila penduduk menerima dosis 98,84 Sv per tahun atau 0,098 mSv per tahun, maka probalitas untuk terjadinya kanker adalah 9,8 x 10-7 untuk setiap anggota masyarakat yang bermukim di sekitar KNS. Berdasarkan perkiraan distribusi penduduk hingga tahun 2013 di sekitar KNS dalam radius 5 km, jumlah penduduk terbesar terdapat di Desa/Kelurahan Rawabuntu yaitu sebesar 20,294 jiwa. Berdasarkan kajian buangan efluen ke atmosfer, DEK terbesar terjadi di daerah Serpong pada sektor 22, 5o (arah Utara) dalam radius 4 km dari tapak, yaitu sebesar 22,54 orang-mSv (0,023 orang-Sv), seperti ditunjukkan dalam Gambar 2.2 dan Gambar 2.3.
BATAN
- 26 -
man-mSv orang-mSv mmmm
5.13 10.29
2.88 22.54
13.33
7.39
4.54 11.31
7.45 5.42 6.65
4.84
2.85 3.52 8.44
6.11
0.85
7.06
2.04
1.74
1.83
2.85
3.49
7.40
3.21
1.55
3.21
8.19 4.78
3.78
4.10
9.73
6.41
1.43
0.81
2.57
14.26
1.03 0.78
1.52
12.27
8.76
1.22
1.83
3.36
9.32
4.24
0.97
12.30
11.32 13.37
0.64
10.37
14.39
3.07 18.32
6.14
2.99
10.28
19.42
9.69 19.33 21.37
9.05
12.35
5.60
5.86
8.05
4.55
7.47 8.29
4.50
9.65
9.75
5.85
2.68
5.34 0.34
3.10 2.99
Gambar 2.2 Estimasi distribusi DEK (orang-mSv) dalam radius 5 km dari RSG-GAS
BATAN
- 27 -
22.5 360
2.50E-02
45
2.00E-02 338
67.5 1.50E-02
315
1.00E-02
90
5.00E-03 293
0.00E+00
113
270
1000 m 2000 m 3000 m 4000 m 5000 m
135
248
158
225
180 203
Gambar 2.3 Chart radar distribusi estimasi DEK lepas KNS
b. Kedaruratan nuklir Rancang
bangun
dan
pengoperasian
RSG-LP
telah
memenuhi
persyaratan keselamatan dan keamanan yang direkomendasikan secara internasional. Aspek keselamatan instalasi nuklir mempunyai perlindungan berlapis, walaupun demikian bila terjadi kecelakaan/kedaruratan nuklir potensi jumlah radionuklida yang terlepaskan ke lingkungan relatif akan jauh lebih besar dibandingkan pada operasi normal, umumnya berlangsung dalam waktu yang singkat (orde jam). Berdasarkan dokumen RKL Tahun 1995, dampak radiologi dari kasus kedaruratan nuklir di KNS untuk kasus terparah diasumsikan empat instalasi (RSG-GAS, Instalasi Produksi Radioisotop PT. BATAN Teknologi, Instalasi Radioisotop dan Radiofarmaka dan Instalasi Radiometalurgi) mengalami kedaruratan dalam waktu yang bersamaan, akan memberikan dosis kepada
BATAN
- 28 penduduk sebesar 2,3 mSv atau 46% dari NBD untuk anggota masyarakat. Pedoman
internasional
untuk
perlindungan
segera,
tindakan
penanggulangan pada fase awal yang segera harus dilakukan adalah berdiam dalam gedung (sheltering). Tindakan penanggulangan selanjutnya disesuaikan dengan hasil pemantauan kedaruratan yang diperoleh sesuai dengan Pedoman Umum Kesiapsiagaan Nuklir Tingkat PPTN Serpong di Kawasan PUSPIPTEK Serpong [12]. Sejak awal pengoperasian KNS telah ada buku pedoman kesiapsiagaan dan penanggulangan kedaruratan nuklir untuk tingkat fasilitas dan kawasan, organisasi dan infrastruktur (peralatan, alat komunikasi, transportasi, prosedur) penanggulangan, serta latihan penanggulangan dilakukan secara rutin minimal sekali dalam setahun. Perkiraan jenis kecelakaan yang dapat terjadi dari kegiatan nuklir di KNS dapat dilihat pada Tabel 2.2. Sedangkan perkiraan penerimaan dosis radiasi dan atau dampak radiologi akibat kecelakaan dari kegiatan nuklir di KNS berdasarkan laporan analisis kecelakaan (LAK) dan perhitungan berdasarkan kondisi meteorologi setempat ditampilkan pada Tabel 2.3 dan Tabel 2.4.
BATAN
- 29 Tabel 2.2 Jenis kecelakaan nuklir dan radiologi yang dapat terjadi dari kegiatan nuklir di KNS No.
Uraian
Jenis kecelakaan
Potensi dampak radiologi dan cakupan dampaknya
A. Kecelakaan pengoperasian instalasi nuklir : 1.
Reaktor Serba Guna G. A. LOCA Siwabessy
Radiasi eksternal langsung dan tidak langsung (submersi & immersi). Daerah KNS.
2.
Instalasi Produksi Radioisotop
Kegagalan operasi pengolahan 235U yang telah diiradiasi
Radiasi eksternal langsung dan tidak langsung (submersi & immersi). Di daerah Instalasi.
3.
Instalasi Produksi Elemen Bakar Reaktor Riset dan Instalasi Elemen Bakar Eksperimental
1. Kegagalan sistem ventilasi
Radiasi interna melalui inhalasi. Daerah KNS Radiasi eksterna langsung dan tak langsung (immersi), radiasi interna melalui inhalasi. Daerah Instalasi.
4.
Instalasi Pengolahan Limbah Radioaktif
Kegagalan evaporasi, sementasi, Insenerasi
B.
Kecelakaan pengangkutan bahan/zat radioaktif dalam KNS:
1.
Pengangkutan limbah
2.
Pengangkutan radioisotop Tumpah/jatuh hasil produksi
Radiasi eksterna langsung dan tidak langsung di daerah lokasi.
3.
Pengangkutan bahan baku Tumpahan (fresh fuel)
Radiasi eksterna sangat kecil
4.
Pemindahan bahan bakar bekas (spent fuel)
Radiasi eksterna langsung
Sumber: ANDAL RSG-LP [2]
2. Kekritisan
Tumpahan limbah cair
Tumpahan
Radiasi eksterna tidak langsung & radiasi interna melalui inhalasi. Daerah Instalasi.
Radiasi eksterna langsung & radiasi interna melalui inhalasi.
BATAN
- 30 Tabel 2.3 Perkiraan penerimaan dosis radiasi pada kasus kecelakaan di instalasi nuklir KNS berdasarkan LAK
Penerimaan dosis berbagai organ (mSv per tahun) No. Instalasi nuklir Organ tubuh Lokasi* Lepas Lokasi** 1. Reaktor Serba - seluruh tubuh 1,9 1,9 Guna G.A. Halogen (131I): - kulit 1,2 1,2 3 Siwabessy - thyroid 1,9 1,9 7,77 x 10 1,6 - radiasi Gas mulia hasil belahan : langsung 9 1,74 x 10 DET : 18,32 2,32 -3 Hasil belahan lain: 2. Instalasi - seluruh tubuh 3,0 x 10-1 2,6 x 10 2 Produksi - thyroid 8,14 x 10 4,5 0,5 Radioisotop - tulang 48,80 4,04 DET : 1,90 0.16 3. Instalasi Produksi Elemen Bakar Reaktor Riset/ Kekritisan Instalasi Elemen Bakar Eksperimental 4. Instalasi Pengolahan Limbah Radioaktif DET : 20,22 2,48 Sumber: ANDAL RSG-LP [2] Keterangan : * : pada jarak sekitar 50 m dari RSG-GAS. ** : pada jarak sekitar 1000 m dari RSG-GAS. DET : Dosis Efektif Total Lepasan ke atmosferik (MBq/tahun)
BATAN
- 31 Tabel 2.4 Perkiraan penerimaan dosis radiasi pada kecelakaan berdasarkan perhitungan dari inventarisasi buangan dan kondisi meteorologi setempat
No.
Penerimaan dosis berbagai organ (mSv per tahun)
Instalasi Nuklir
Organ Tubuh 1. Reaktor Serba Guna G. A. Siwabessy
-
seluruh tubuh kulit thyroid tulang
DET 2. Instalasi Produksi Radioisotop
-
seluruh tubuh thyroid tulang kulit
DET 3. Instalasi Produksi Elemen Bakar Reaktor Riset/Instalasi Elemen Bakar Eksperimental
Radiasi langsung - tulang - paru-paru - organ lain DET
4. Instalasi Pengolahan Limbah Radioaktif DET Sumber: ANDAL RSG-LP [2] Keterangan: * : pada jarak 50 m ** : pada jarak 1000 m *** : tidak ada data (kecil) DET : Dosis Efektif Total
***
Lokasi*
Lepas Lokasi**
17,90 1,20 1,90 1,2 x 10-5
7,2 x 101 11,4 x 101 7,2 x 10-4
18,32
25,02
4,4 1,7 5,3 5,2
x x x x
-5
10 10-2 10-5 10-1
0,418 x 10-5 0,162 x 10-2 0,504 x 10-5 0,494 x 101
0,16
1,5 x 10-1
5,5 x 10-4 1,3 x 10-3 2,9 x 10-5
3,3 7,8 1,06 x 10-4
6,8
1,04
***
***
27,43
26,17
BATAN
- 32 -
c. Komponen Lingkungan yang Terkena Dampak Komponen utama lingkungan yang menerima beban dampak secara langsung adalah udara. Kontaminan ini berasal dari pelepasan zat radioaktif melalui cerobong, sehingga diperlukan sistem pemantauan yang berlangsung secara terus menerus. 1) Kualitas Udara Selama kegiatan di KNS berlangsung, tidak akan menimbulkan perubahan kualitas udara, baik tingkat radiasi ambien maupun radioaktivitas udara. Perubahan ini di dalam kawasan (on-site) dan di lepas kawasan (off-site) tidak nyata terhadap medan radiasi ataupun radioaktivitas latar. Walaupun demikian dampak penting pada kualitas udara akan timbul bila tidak dilaksanakan pengelolaan yang baik di tiap fasilitas nuklir. Hasil kajian menunjukkan bahwa penerimaan dosis kepada penduduk untuk pelepasan ke udara tertinggi terjadi pada arah Selatan hingga Barat Daya dengan jarak 300 hingga 400 m dari tapak. DEP maksimum ini adalah 98 µSv per tahun terjadi pada arah Selatan pada jarak 300 m atau sebesar 1,96% dari NBD untuk anggota masyarakat. Bila dibandingkan dengan besarnya dosis dari alam (paparan latar/background) hanya sebesar 9,32%. 2) Kualitas Tanah Kecepatan deposisi partikulat dan iodin yang terdapat di dalam beluk (plume) ke permukaan tanah adalah 0,003 m/detik, sehingga fraksi zat radioaktif yang terlepas ke atmosfer dan sampai ke permukaan tanah dengan faktor sebesar 3 x 10-10 sampai dengan 3 x 10-9. Tingkat kontaminasi di daerah KNS sangatlah kecil dan tidak nyata bila dibandingkan dengan keadaan radiasi latar. Karena bersifat kumulatif dampak ini dapat dikatakan cukup penting. Perlu diketahui bahwa akumulasi ini pun mengalami pengenceran oleh faktor peluruhan dan kondisi meteorologis, hidrologis dan geologis setempat. Kualitas tanah dapat menurun secara berarti dalam hal terjadi kecelakaan nuklir. 3) Kualitas Air Sejumlah kecil zat radioaktif yang terlepas ke atmosfer sebagian terdeposisi dan meresap ke dalam tanah. Hal ini diikuti migrasi
BATAN
- 33 radionuklida tersebut ke air tanah yang pada akhirnya dapat mencapai air sumur penduduk dan air permukaan. Jalur ini telah dianalisis tidak memberikan potensi dampak penting. Dari hasil pengkajian keselamatan awal mengenai migrasi ini menunjukkan dampak yang tidak berarti. Selain itu sebagian efluen cair hasil proses kegiatan nuklir yang dinyatakan aman (safe) dapat dibuang ke kali Cisalak. Berdasarkan data buangan efluen cair dari PRSG yang dialirkan ke kali Cisalak tiap tahun, menunjukkan kandungan radionuklida 226
Ra dan
235
51
Cr,
59
Fe,
60
Co,
65
Zn,
228
Ac,
228
Th,
U dengan total DEP terhadap penduduk sebesar 0,84 Sv
per tahun atau sebesar 0,016 % dari NBD untuk anggota masyarakat.
d. Sosial Ekonomi dan Budaya Kebutuhan tenaga kerja dalam bidang-bidang tertentu diisi oleh sebagian besar pekerja yang berasal dari penduduk sekitar KNS. Hal ini akan meningkatkan pendapatan sebagian penduduk, sehingga meningkatkan daya beli dan selanjutnya meningkatkan pula kegiatan ekonomi. Dibangunnya Puskesmas dan sarana medis lainnya yang terbuka untuk umum dapat meningkatkan kesehatan penduduk. Di KNS juga terdapat fasilitas poliklinik yang memberikan layanan secara rutin kepada pekerja baik untuk kondisi normal ataupun terhadap korban kecelakaan bila terjadi kedaruratan. Penyediaan sarana pendidikan mulai dari tingkat sekolah dasar sampai dengan sekolah menengah umum yang terbuka untuk umum diharapkan dapat meningkatkan mutu pendidikan penduduk di sekitar KNS. Dibangunnya rumah peribadatan/masjid diharapkan dapat meningkatkan keimanan bagi tiap pemeluk agama. Dampak kegiatan KNS yang sudah maupun yang mungkin akan timbul terhadap komponen kependudukan, perekonomian dan sosial budaya adalah positif. Hal ini teramati dengan adanya kegiatan KNS sebagian karyawan tinggal di perumahan BATAN Indah dan PUSPIPTEK, sehingga kebutuhan sehari-hari dapat dipenuhi oleh produksi lokal dan dibeli di pasaran terdekat. Peningkatan kegiatan ekonomi ini dapat meningkatkan taraf pendapatan penduduk setempat.
BATAN
- 34 Hasil ini memberikan informasi bahwa dampak ekonomi dari kegiatan BATAN di KNS untuk lingkup nasional adalah positif dengan nilai sedang. Dampak negatif terlihat hanya bersifat lokal KNS dan nilainya adalah kecil.
Berdasarkan uraian dampak penting di atas, komponen lingkungan yang terkena dampak radiologi berdasarkan model fisik penyebaran zat radioaktif ke lingkungan di daerah KNS adalah udara dan air kali Cisalak sebagai medium penerima utama. Sedangkan medium penerima berikutnya dari pelepasan ke udara adalah air permukaan, tanah permukaan, tanaman pertanian ataupun tanaman lainnya yang ada di permukaan tanah. Medium penerima berikutnya dari pelepasan ke kali Cisalak adalah hasil pertanian dan perikanan, seperti ditunjukkan pada Gambar 2.4.
BATAN
- 35 -
Gambar 2.4 Model fisik penyebaran zat radioaktif yang terlepas ke lingkungan di daerah KNS
BATAN
- 36 2.1.2. Sumber Dampak Penting Berdasarkan
uraian
pada
butir
2.1.1,
sumber
dampak penting
dari
pengoperasian RSG-LP di KNS adalah RSG-GAS, Instalasi Produksi Radioisotop PT. BATAN Teknologi, Instalasi Radiometalurgi (PTBN), dan Instalasi Produksi Radiofarmaka (PRR). Sumber dampak penting dari kegiatan pengoperasian keempat instalasi tersebut yaitu terlepasnya zat radioaktif ke lingkungan melalui cerobong, sehingga pengelolaan sistem tata udara di tiap satker dan PT. BATAN Teknologi merupakan hal penting dalam kegiatan operasional instalasi. Sumber dampak penting dapat dilihat pada Tabel 2.5. Tabel 2.5 Sumber dampak penting dari kegiatan instalasi nuklir di KNS No.
Instalasi Nuklir
Sumber Dampak Penting
1.
Reaktor Serba Guna, G.A.Siwabessy
Pengoperasian RSG-GAS dalam kegiatan, - Iradiasi bahan U-235 untuk produksi isotop, analisis kimia, elemen bakar, komponen reaktor, uji bahan reaktor dan penelitian. - Pengujian elemen bakar reaktor daya (power ramp test) - Radiografi neutron - Penggantian dan penyimpanan bahan bakar bekas
2.
Instalasi Produksi Radioisotop
Kegiatan produksi radioisotop, - Penyiapan bahan untuk iradiasi - Pengolahan bahan hasil iradiasi dan pemisahan isotop - Pengemasan dan distribusi isotop siap pakai - Pengelolaan limbah proses pengolahan
3.
Instalasi Produksi Radioisotop dan Radiofarmaka
Kegiatan produksi radioisotop lainnya dan radiofarmaka, - Produksi radioisotop I-125 - Produksi Kit Radioimmunoassay (RIA) dan Immunoradiometric Assay (IRMA) - Pengujian kualitas sediaan radioisotop/radiofarmaka
4.
Instalasi RadioMetalurgi
Kegiatan uji elemen bahan bakar, Pengujian paska iradiasi elemen bakar dari jenis MTR, HWR, dan LWR. Pengujian bahan bakar dalam Hot Cell -
5.
Instalasi Pengolahan Limbah Radioaktif
Kegiatan pengelolaan limbah radioaktif, - Pengangkutan limbah radioaktif (cair dan padat) - Proses pengolahan limbah (Sementasi, Kompaksi, Insenerasi, Evaporasi) - Penyimpanan limbah hasil olahan (aktivitas rendah, sedang dan tinggi.
BATAN
- 37 2.2. Tolok Ukur Dampak Berdasarkan hasil penilaian/evaluasi yang dilakukan terhadap dampak penting adalah tingkat kontaminasi (udara dan permukaan), tingkat paparan radiasi di daerah kerja dan lingkungan, jumlah radionuklida yang terdapat dalam komponen lingkungan, kualitas air, kualitas tanah dan kualitas flora dan fauna darat serta biota air tawar mengacu pada : a. Peraturan Pemerintah RI. No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara, Baku mutu udara ambien Nasional dan No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. b. Keputusan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir No. 01/Ka-BAPETEN/V-99 tentang Ketentuan Keselamatan Kerja Terhadap Radiasi dan No. 02/Ka-BAPETEN/ V-99 tentang Baku Tingkat Radioaktivitas di Lingkungan. c. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 02/MNKLH/I/1988 tentang Baku Mutu Lingkungan. d. Pedoman Umum Kesiapsiagaan Nuklir Tingkat Kawasan Nuklir Serpong di Kawasan PUSPIPTEK Serpong, Revisi-2, 2003. e. IAEA Safety Standards dan ICRP Recommendations terkini. 2.3. Tujuan Rencana Pengelolaan Lingkungan Tujuan
rencana
pengelolaan
lingkungan
RSG-LP
adalah
mencegah
dan
mengendalikan dampak radiologi serta meningkatkan dampak positif yang berupa kesempatan kerja dan kesehatan masyarakat dalam kegiatan pengoperasian RSG-LP sehingga tidak menimbulkan dampak negatif yang berarti terhadap lingkungan, sementara manfaat dari kegiatan tersebut dioptimalkan. RKL ini juga ditujukan untuk terciptanya keterpaduan kebijaksanaan dan program upaya penanganan dampak lingkungan di sekitar KNS. Tujuan pengelolaan lingkungan hidup KNS antara lain : a.
Sebagai upaya terpadu oleh pemrakarsa KNS dalam menghindari dan mencegah dampak negatif lingkungan hidup dari ancaman pencemaran yang bersumber dari kegiatan operasional RSG-LP di KNS dan meningkatkan dampak positif lingkungan hidup sehingga memberikan manfaat yang lebih besar kepada pemrakarsa KNS maupun masyarakat sekitar.
b.
Terlaksananya kegiatan operasional RSG-LP di KNS yang aman dan terkendali sesuai dengan kaidah keselamatan dan kesehatan kerja (K3) yang diberlakukan baik secara
BATAN
- 38 nasional maupun internasional. c.
Terpenuhinya peraturan dan ketentuan tentang pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia.
2.4. Pengelolaan Lingkungan Upaya-upaya pengelolaan lingkungan yang dapat dilakukan adalah : 2.4.1.
Pendekatan Teknologi Pendekatan teknologi dalam pengelolaan lingkungan merupakan metoda teknis atau standar prosedur operasi yang digunakan agar dampak maupun sumber dampak penting dari kegiatan pengoperasian RSG-LP dapat dikelola. Pengelolaan di dalam dan di luar instalasi nuklir harus sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 29 Tahun 2008 tentang Perizinan Pemanfaatan Sumber Radiasi Pengion dan Bahan Nuklir [13], Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 43 Tahun 2006 tentang Perizinan Reaktor Nuklir [14], serta Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 33 Tahun 2007 tentang Keselamatan Radiasi Pengion dan Keamanan Sumber Radioaktif [11]. a. Pengelolaan Limbah Daerah kerja di instalasi nuklir harus dilengkapi dengan sistem ventilasi (sistem tata udara). Udara mengalir dari daerah kontaminasi rendah ke daerah
kontaminasi
tinggi,
kemudian
dilewatkan
ke
sistem
penyaring/pembersih udara sebelum dilepaskan ke atmosfer melalui cerobong dan dilengkapi sistem pemantauan cerobong (stack monitor) yang secara kontinu mengukur konsentrasi pemancar alfa, beta dan gamma aerosol. Sistem pembersih udara terdiri dari filter HEPA (High Efficiency Particulate Air) yang akan menangkap partikulat yang terdapat di udara dengan efisiensi lebih besar dari 99,9% untuk diameter di atas 0,3 µm dan karbon aktif (activated
charcoal) yang akan menyerap iodin dalam bentuk gas dengan demikian efluen gas dan partikulat radioaktif yang ditimbulkan untuk dilepas ke atmosfer sangat rendah dan jauh di bawah batas buang tahunan yang disyaratkan.
BATAN
- 39 Air kolam reaktor ataupun sistem pendingin primer dimurnikan secara terus menerus dengan resin penukar kation-anion sehingga kandungan zat radioaktif hasil fisi dan aktivasi menjadi sangat rendah dalam air kolam. Limbah yang dihasilkan ditampung atau diisolasi dalam wadah khusus sesuai dengan wujud fisik dan kimia dari limbah tersebut. Pengelompokan jenis limbah ini untuk memudahkan dalam pengelolaan. Teknik reduksi volume diterapkan di IPLR dalam pengelolaan limbah berikut : 1) Limbah cair anorganik Limbah cair anorganik direduksi volumenya melalui teknik evaporasi. Unit evaporasi mempunyai kapasitas 750 liter per jam dengan faktor pemekatan 50 kali. Baik efluen cair hasil pengolahan ini maupun efluen cair dari kegiatan instalasi nuklir dan laboratorium lainnya dengan kadungan radioktivitas di bawah batas buangan dialirkan ke ke sistem Pengendalian Buangan Terpadu (PBT). Di sistem PBT, efluen cair ini dicuplik dan dianalisis lagi sifat fisika-kimia maupun radioaktivitasnya untuk memastikan bahwa kandungannya di bawah baku mutu lingkungan dan baku tingkat radioaktivitas lingkungan. Selanjutnya efluen cair tersebut dialirkan ke badan air Kali Cisalak di lingkungan. 2) Limbah cair organik dan padat tak terkompaksi Limbah cair organik dan limbah padat tak terkompaksi direduksi volumenya melalui
teknik
insenerasi.
Unit
insenerator
mempunyai
kapasitas
pembakaran 50 kg limbah per jam. 3) Limbah padat tak terbakar Limbah padat tak terbakar direduksi volumenya melalui teknik kompaksi. Unit kompaksi mempunyai kapasitas penekanan sebesar 60 kN. 4) Imobilisasi Limbah yang telah direduksi volumenya selanjutnya diimobilisasi dalam sel drum 200 liter atau sel beton 950 liter dengan matrik semen. Penggunaan matrik semen dalam proses imobilisasi tidak menimbulkan limbah baru karena sebagai bahan pencampur digunakan pasir dan kerikil. b. Penyimpanan Limbah Limbah yang telah diimobilisasi disimpan di tempat penyimpanan limbah sementara. Tempat penyimpanan sementara didesain dengan menggunakan
BATAN
- 40 konstruksi beton berat yang berfungsi sebagai perisai radiasi dan dibangun jauh dari tempat pemukiman penduduk sehingga bahaya radiasi yang dihasilkan jauh dari batasan yang ditetapkan. Limbah aktivitas tinggi yang berasal dari pengoperasian reaktor dan litbang bahan bakar nuklir disimpan di wadah khusus dan ditempatkan di Instalasi Penyimpanan Sementara Bahan Bakar Bekas (IPSB3). Kolam penyimpanan ada di bawah permukaan tanah dan didesain dengan konstruksi beton kedap air agar memenuhi persyaratan keselamatan nuklir yang ditetapkan. Limbah aktivitas tinggi hasil samping proses produksi isotop dan sumber terbungkus bekas disimpan di tempat Penyimpanan Sementara Limbah Aktivitas Tinggi (PSLAT). Sebagian limbah ini ada yang ditampung di tempat penyimpanan sementara. Limbah hasil imobilisasi (embedded waste) yang disimpan sementara setelah kurun waktu tertentu (sesuai tingkat radiasinya), dipindahkan untuk penyimpanan akhir. Sementara itu penyimpanan akhir limbah aktivitas tinggi masih dalam penelitian dan pengembangan. 2.4.2. Pendekatan Sosial Ekonomi Pendekatan ekonomi dalam upaya penanggulangan dampak yang akan dihasilkan meliputi: a. Partisipasi aktif masyarakat di dalam ikut memelihara fasilitas pemantauan lingkungan di lepas KNS. b. Kegiatan open-house yang dilaksanakan oleh PKTN secara berkala pada saat peringatan hari jadi BATAN dan hari besar lainnya memberikan nilai tambah dari dampak positif sosial ekonomi penduduk sekitar kawasan PUSPIPTEK. c. Peralatan untuk pengukuran dan analisis radioaktivitas komponen lingkungan adalah peralatan yang khusus. Pengadaan alat ini dilakukan melalui rekanan atau pihak ketiga. Kerjasama lintas Kawasan Nuklir di BATAN dalam penggunaan alat analisis. d. Peningkatan dampak positif sosial ekonomi dan sosial budaya dengan melakukan hal-hal berikut: 1) Kebutuhan tenaga kerja sedapat mungkin dapat diperoleh dari penduduk yang ada di sekitar lokasi dan lepas lokasi. 2) Pembangunan
pemukiman
karyawan
di
sekitar
KNS
akan
menjadi
BATAN
- 41 percontohan untuk penduduk setempat dan meningkatkan kegiatan pasar dan layanan jasa. 3) Pembangunan sarana ibadah, olahraga, pendidikan, dan kesehatan di daerah pemukiman karyawan akan meningkatkan hubungan sosial ekonomi dan budaya baik bagi karyawan itu sendiri maupun bagi masyarakat sekitarnya. 2.4.3. Pendekatan Institusi Pelaksanaan pengelolaan lingkungan dilakukan secara terpadu dan konsisten oleh masing-masing satuan kerja di dalam KNS. Pendekatan institusional dilakukan melalui: a. Peningkatan koordinasi dan kerjasama pemrakarsa dengan instansi yang ada di kawasan PUSPIPTEK dan Lepas Kawasan seperti; pemerintah daerah kabupaten Tangerang dan Bogor, Badan Meteorologi dan Geofisika Wilayah II, Badan Pusat Statistik
kabupaten
Tangerang,
Kementerian
Negara
Lingkungan
Hidup,
BAPEDAL, SARPEDAL dan instansi terkait lainnya dalam menangani pengelolaan lingkungan hidup. b. Pengendalian proteksi radiasi dan keselamatan lingkungan secara terpusat yang dikoordinasikan oleh pemrakarsa. c. Peningkatan pertemuan forum Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3), serta Keselamatan dan Keamanan (K2) dalam rangka tukar menukar informasi tentang keselamatan dari masing-masing satuan kerja BATAN dan PT. BATAN Teknologi. d. Pelaporan hasil pengelolaan lingkungan dari satker dan PT. BATAN Teknologi dikoordinasikan oleh pemrakarsa, untuk selanjutnya dilaporkan ke BAPETEN dan instansi lain yang berwenang. 2.5. Lokasi Pengelolaan Lingkungan Lokasi pengelolaan lingkungan adalah pengendalian berbagai kegiatan yang di setiap instalasi nuklir. Berdasarkan hasil kajian sumber dampak penting, lokasi pengelolaan lingkungan meliputi daerah KNS dalam keadaan normal dan dalam radius 5 km bila terjadi kecelakaan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.5, Gambar 2.6 dan Gambar 2.7.
BATAN
- 42 2.6. Periode Pengelolaan Lingkungan Pelaksanaan pengelolaan lingkungan di dalam dan di luar instalasi (lingkungan) di KNS dilakukan secara terus menerus sejalan dengan kegiatan pengoperasian RSG-LP. Periode pelaporan rencana pengelolaan lingkungan dilaksanakan setiap tahun. 2.7. Pembiayaan Pengelolaan Lingkungan Pembiayaan pengelolaan lingkungan dibebankan kepada anggaran BATAN dan PT. BATAN Teknologi, meliputi : a.
Biaya bahan dan peralatan pengelolaan lingkungan
b.
Biaya operasional
c.
Biaya personil
d.
Biaya pemeliharaan
2.8. Institusi Pengelolaan Lingkungan 2.8.1.
Pelaksana Pengelolaan Lingkungan Pengelolaan lingkungan dari pengoperasian RSG-LP di KNS adalah tanggung jawab Kepala Satker BATAN terkait dan Dirut PT. BATAN Teknologi di bawah koordinasi pemrakarsa (PKTN). Kepala satuan kerja dalam melaksanakan pengelolaan instalasi nuklir dibantu oleh Kepala Bidang yang menangani keselamatan dan/atau lingkungan, sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Kepala BATAN tentang Organisasi dan Tata Kerja BATAN dan bertanggung jawab kepada Kepala BATAN [8]. Sedangkan Dirut PT. BATAN Teknologi (persero) melaksanakan pengelolaan instalasi berdasarkan Peraturan Pemerintah RI nomor 4 Tahun 1996 tentang Penyertaan Modal Negara RI untuk Pendirian Perusahaan Perseroan (Persero) dalam Bidang Nuklir [9].
BATAN
- 43 -
Gambar 2.5 Lokasi Rencana Pengelolaan Lingkungan KNS
BATAN
- 44 -
Gambar 2.6 Lokasi Rencana Pengelolaan Lingkungan Kawasan PUSPIPTEK
BATAN
- 45 -
Gambar 2.7 Lokasi Rencana Pengelolaan Lingkungan Lepas Kawasan
BATAN
- 46 2.8.2. Pengawasan Pengelolaan Lingkungan Sesuai dengan Undang-Undang RI nomor 10 tahun 1997 tentang Ketenaganukliran [15], bahwa institusi yang melakukan pengawasan pemanfaatan tenaga nuklir di Indonesia adalah BAPETEN. 2.8.3. Pelaporan Hasil Pengelolaan Lingkungan Di bawah koordinasi pemrakarsa, tiap satker RSG-LP terkait dan PT. BATAN Teknologi melaksanakan RKL dan membuat laporan hasil kegiatannya. Kepala PTLR merangkum keseluruhan hasil pengelolaan ini untuk dilaporkan ke BAPETEN dan pihak lain yang berkepentingan.
BATAN
- 47 III. DAFTAR PUSTAKA
1.
Peraturan Pemerintah RI nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), Jakarta, 1999.
2.
Badan Tenaga Nuklir Nasional, Analisis Dampak Lingkungan Reaktor Serba Guna dan Laboratorium Penunjang, UPT-MPIN, Jakarta, 1986.
3.
Badan Tenaga Nuklir Nasional, Keputusan Direktur Jenderal nomor 338/DJ/VIII/1995 tentang Rencana Pengelolaan Lingkungan Pusat Penelitian Tenaga Atom Serpong, Jakarta, 1995.
4.
Badan
Tenaga Nuklir Nasional, Pedoman Teknis Penyusunan AMDAL untuk Rencana
Pembangunan Pusat Listrik Tenaga Nuklir, Jakarta, 1993 5.
Badan Pengawas Tenaga Nuklir, Keputusan Kepala nomor 03-P/ Ka-BAPETEN/VI-99 Lampiran III tentang Pedoman Teknis Penyusunan Rencana Pengelolaan Lingkungan untuk Pembangunan dan Pengoperasian Instalasi Nuklir Non Reaktor, Jakarta, 1999.
6.
Badan Pengawas Tenaga Nuklir, Keputusan Kepala nomor 04-P/ Ka-BAPETEN/VI-99 Lampiran III tentang Pedoman Teknis Penyusunan Rencana Pengelolaan Lingkungan untuk Pembangunan dan Pengoperasian Reaktor Nuklir, Jakarta, 1999.
7.
Badan Pusat Statistik, Pemutakhiran Rona Lingkungan Kawasan Nuklir Serpong, BPS Kabupaten Tangerang, 2007.
8.
Badan Tenaga Nuklir Nasional, Peraturan Kepala No. 392/KA/XI/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja BATAN, Jakarta, 2005.
9.
Peraturan Pemerintah RI nomor 4 Tahun 1996 tentang Penyertaan Modal Negara RI. untuk Pendirian Perusahaan Perseroan (Persero) dalam Bidang Nuklir, Jakarta, 1996.
10.
Badan Meteorologi dan Geofisika, Pemutakhiran Data Meteorologi Kawasan Nuklir Serpong, BMG Wilayah II Ciputat, 2007.
11.
Peraturan Pemerintah RI nomor 33 Tahun 2007 tentang Keselamatan Radiasi Pengion dan Keamanan Sumber Radioaktif, Jakarta, 2007.
12.
Badan Tenaga Nuklir Nasional, Pedoman Umum Kesiapsiagaan Nuklir Tingkat PPTN Serpong di Kawasan PUSPIPTEK Serpong, Revisi 2, Serpong, 2003.
13.
Peraturan Pemerintah RI nomor 29 Tahun 2008 tentang Perizinan Pemanfaatan Sumber Radiasi Pengion dan Bahan Nuklir, Jakarta, 2008.
BATAN
- 48 14.
Peraturan Pemerintah RI nomor 43 Tahun 2006 tentang Perizinan Reaktor Nuklir, Jakarta, 2006.
15.
Undang-Undang RI nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran, Jakarta, 1997.
BATAN
- 49 IV.
RINGKASAN RENCANA PENGELOLAAN LINGKUNGAN KNS
Institusi Jenis dampak lingkungan Fisika-Kimia : Kualitas udara
Sumber Dampak pengoperasian reaktor (RSGGAS) proses produksi radioisotop (PRR dan PT.BanTek) proses radiometalurgi (IRM-PTBN) pengolahan dan fabrikasi perangkat elemen bakar (PT.BanTek) pengangkutan, pengolahan dan penyimpanan limbah radioaktif (IPLR-PTLR)
Tujuan
mencegah dan mengurangi lepasan zat radioaktif ke udara mencegah dan mengurangi kontaminasi di udara (daerah kerja) mencegah dan mengurangi penerimaan paparan radiasi (ekternal/ internal) pada pekerja dan penduduk mencegah dan kontaminasi permukaan (daerah kerja)
Rencana Pengelolaan Lingkungan
1. Perawatan sistem tata udara dan pemantauan laju dosis, tingkat kontaminasi (udara/ permukaan) termasuk lepasan efluen radioaktif dari cerobong 2. Pengendalian daerah kerja 3. Pengembangan budaya keselamatan 4. Dalam hal kedaruratan radiologi/nuklir, dilakukan hal-hal sebagai berikut : a. Deteksi dini b. Pengendalian sumber kecelakaan melalui sistem operasi c. Pemantauan kedaruratan lepasan cerobong dan sejauh memadai pemantauan tingkat kontaminasi udara di dalam dan di luar instalasi nuklir KNS Catatan : Dalam hal kedaruratan tingkat lepas kawasan maka kegiatan butir 4 berada di bawah koordinasi PKTN mengikuti Pedoman Umum Kesiapsiagaan Nuklir Tingkat PPTN Serpong di Kawasan PUSPIPTEK Serpong, Revisi 2, Serpong, 2003
Lokasi
PRSG PRR PTBN PTLR PT. BATAN Teknologi
Periode
Selama masa operasi
Pelaksana Kepala satker dan Dirut PT. BATAN Teknologi
Pengawas BAPETEN
BATAN
- 50 Instansi Jenis dampak lingkungan
Sumber dampak
Tujuan
Rencana Pengelolaan Lingkungan
Kualitas tanah
pengoperasian 1. mencegah reaktor (RSG-GAS) dan proses produksi mengurangi radioisotop (PRR lepasan zat 2. dan PT.BanTek) radioaktif ke proses udara radiometalurgi (IRM-PTBN) pengolahan dan fabrikasi perangkat elemen bakar (PT.BanTek) pengangkutan, pengolahan dan penyimpanan limbah radioaktif (IPLR-PTLR)
Kualitas air
Penimbul efluen radioaktif cair di RSGLP dan instalasi PBT (PTLR)
mengelola pelepasan efluen radioaktif cair ke kali Cisalak
Perawatan sistem tata udara dan pemantauan laju dosis, tingkat kontaminasi (udara/permukaan) Pemantauan kontaminasi tanah di luar instalasi termasuk pemantauan dalam kedaruratan
1. Pemenuhan prosedur pengelolaan efluen cair yang akan dikirim ke instalasi PBT 2. Pengukuran dan analisis radioaktivitas dan kualitas efluen cair dalam kolam PBT 3. Perawatan instalasi PBT 4. Pemantauan radiasi dan radioaktivitas saluran luar (outlet) instalasi PBT
Lokasi
Periode
PRSG PRR PTBN PTLR PT. BATAN Teknologi
Selama masa operasi
PTLR
Selama masa operasi
Pelaksana Kepala satker dan Dirut PT. BATAN Teknologi
Kepala PTLR
Pengawas BAPETEN
BAPETEN
BATAN
- 51 -
KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL, -ttdHUDI HASTOWO
Salinan sesuai dengan aslinya, Kepala Biro Kerjasama, Hukum, dan Hubungan Masyarakat
Ferhat Aziz
BATAN
-1LAMPIRAN II KEPUTUSAN KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL NOMOR
:
TANGGAL
:
RENCANA PEMANTAUAN LINGKUNGAN (RPL) KAWASAN NUKLIR SERPONG
I.
LATAR BELAKANG PEMANTAUAN LINGKUNGAN
Program pemantauan radioaktivitas meliputi pengukuran medan radiasi sumber dan ambien, serta analisis kandungan berbagai jenis radionuklida dalam media lepasan, sampel lingkungan dan pada tubuh manusia (kasus yang sangat jarang). Selain itu terdapat program pemantauan penunjang yang berguna untuk menentukan karakteristik lingkungan (meteorologi, hidrologi, jenis tanah, dll), karakteristik penduduk (distribusi umur, pola makan, okupasi, dll) dan karakteristik ekonomi (tata guna tanah dan air, teknologi pertanian, dll). Program pemantauan merupakan hasil proses optimisasi yang mempertimbangkan tersedianya sumber daya pengukuran, jalur paparan, tingkat aktivitas dan dosis lingkungan. Kegiatan program pemantauan lingkungan ditinjau secara berkelanjutan untuk meningkatkan pencapaian tujuan dan kinerja. Pada tahap awal operasi suatu fasilitas radiasi atau instalasi nuklir, pemantauan lingkungan kawasan secara rinci diperlukan untuk memprediksi perilaku dan perpindahan radionuklida
di
lingkungan.
Seiring
dengan
diperolehnya
data
radioaktivitas
secara
berkesinambungan dan bertambahnya pengalaman dan pengenalan karakteristik medium diperoleh umpan balik yang berguna untuk meningkatkan efisiensi program pemantauan. Pada operasi normal umumnya lepasan zat radioaktif di lingkungan tidak terdeteksi, bahkan mungkin setelah pengoperasian bertahun-tahun. Walaupun demikian, segala keputusan untuk mereduksi lingkup
program
pemantauan
lingkungan
harus
ditinjau
secara
cermat
dan
harus
memperhatikan potensi perubahan pola lepasan, lepasan tak terduga, atau tuntutan yang diajukan oleh masyarakat.
BATAN
-2Reaktor Serba Guna dan Laboratorium Penunjang (RSG-LP) di Kawasan Nuklir Serpong (KNS) telah dirancang, dibangun dan dioperasikan dengan memperhatikan faktor keamanan dan keselamatan baik untuk pekerja, masyarakat dan lingkungan, namun tidak dapat dihindarkan sejumlah kecil gas dan partikulat radioaktif terlepas ke udara melalui sistem ventilasi dan cerobong instalasi nuklir yang dilengkapi dengan sistem penyaring gas/partikel dengan efisiensi tinggi. Dengan demikian dokumen Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) ini merupakan dokumen yang sangat perlu dan harus ada pada setiap rencana kegiatan yang akan dilakukan dengan merinci secara teknis, ekonomis dan institusional dari pemantauan lingkungan hidup. Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI nomor 27 tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), bahwa Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL), Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan RPL merupakan satu paket dokumen untuk diajukan oleh pengelola KNS (pemrakarsa) kepada komisi penilai AMDAL untuk menerbitkan keputusan kelayakan lingkungan hidup. RPL adalah dokumen yang memuat upaya pemantauan komponen lingkungan hidup yang terkena dampak besar dan penting yang timbul sebagai akibat dari pengoperasian
RSG-LP di
KNS. Pemantauan lingkungan ini bertujuan untuk memperoleh informasi dan data sedini mungkin dari pengelolaan lingkungan yang dilaksanakan, sehingga dapat dilakukan pencegahan dan penanggulangan yang diperlukan. Hasil pemantauan lingkungan ini selain berguna untuk membuktikan bahwa pelaksanaan RPL berjalan sesuai dengan yang direncanakan juga merupakan umpan balik dalam penyempurnaan
kinerja
keselamatan
lingkungan
yang
sedang
dilakukan
dan
dapat
menunjukkan apakah pengoperasian RSG-LP telah memenuhi peraturan dan ketentuan dalam pengelolaan lingkungan hidup. Pemantauan lingkungan yang dilaksanakan berkelanjutan akan digunakan : 1. Sebagai bahan masukan bagi pemrakarsa untuk melakukan evaluasi dan pengambilan keputusan yang berhubungan dengan rencana pemantauan dampak lingkungan yang akan timbul. 2. Sebagai alat evaluasi efektivitas berbagai peraturan dan ketentuan yang berhubungan dengan keselamatan dan keamanan pengoperasian RSG-LP bagi pemrakarsa dan pengawas, dalam hal ini Pusat Kemitraan Teknologi Nuklir (PKTN) dan Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN).
BATAN
-33. Sebagai sarana pengembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam mempelajari pola penyebaran dan dampak radiologi yang diakibatkan terlepasnya zat radioaktif ke lingkungan. Laporan
hasil
pemantauan
lingkungan
bersifat
terbuka
untuk
umum
sebagai
pertanggungjawaban kepada publik atas dampak radiologi lingkungan dari pengoperasian RSGLP di KNS.
BATAN
-4II.
RENCANA PEMANTAUAN LINGKUNGAN
Berdasarkan dokumen hasil studi ANDAL RSG-LP, dampak penting yang ditimbulkan akibat pengoperasian RSG-LP di KNS adalah dampak radiologi atau pengaruh radiasi yang timbul akibat adanya zat radioaktif yang terlepas ke ekosistem pada operasi normal dan bila terjadi kecelakaan (kedaruratan) nuklir. Pemantauan lingkungan mencakup pengukuran paparan radiasi dan tingkat radioaktivitas terhadap komponen lingkungan seperti udara, air, tanah, sedimen, tumbuhan, hewan dan bahan makanan. Rencana pemantauan lingkungan meliputi pengumpulan data lepasan efluen radioaktif, pengukuran paparan radiasi ambien radiasi lingkungan, penentuan jalur penyebaran dan perkiraan penerimaan dosis perorangan terhadap kelompok kritis yang potensial. Rencana Pemantauan Lingkungan telah dilaksanakan sejak tahun 1986 melalui program pemantauan radioaktivitas lingkungan dalam radius 5 km dari reaktor. Saat ini program ini dilaksanakan oleh Bidang Keselamatan dan Lingkungan (BKL) dari Pusat Teknologi Limbah Radioaktif (PTLR). Hasil pemantauan radioaktivitas lingkungan setiap tahunnya dievaluasi dan dilaporkan kepada BAPETEN dan satuan kerja terkait di lingkungan BATAN maupun PT. Batan Teknologi (persero). 2.1. Dampak Penting yang Dipantau Telah diuraikan dalam dokumen RKL bahwa lepasan efluen zat radioaktif ke lingkungan dapat berupa gas/aerosol dan cairan. Jenis komponen dan parameter lingkungan yang dapat terkena dampaknya adalah udara, badan air dan air tanah. Pemantauan dampak penting pada udara dilakukan dengan cara melakukan pengukuran paparan radiasi dan tingkat radioaktivitas outdoor, sedangkan medium penerima berikutnya dari pelepasan ke udara adalah air permukaan, tanah permukaan, tanaman pertanian ataupun tanaman lainnya yang ada di permukaan tanah. Aktivitas lepasan dapat meningkat secara signifikan dalam hal kecelakaan radiologi atau nuklir. Pemantauan dampak penting lepasan radioaktif lainnya berbentuk efluen cair. Limbah radioaktif cair yang ditimbulkan dari setiap kegiatan RSG-LP di KNS tidak dibuang secara langsung ke lingkungan, tetapi terlebih dahulu dikirim, dianalisis dan diolah di PTLR. Limbah radioaktif cair yang berupa efluen dari fasilitas/instalasi dialirkan ke sistem Pengendalian Buangan Terpadu (PBT) setelah disetujui PTLR. Di sistem PBT ini, limbah cair
BATAN
-5dicuplik dan dianalisis sifat fisika-kimia maupun radioaktivitasnya. Bila hasil analisis menunjukkan masih di bawah baku mutu lingkungan dan baku tingkat radioaktivitas lingkungan, PTLR mengesahkan pelepasan efluen cair tersebut ke kali Cisalak untuk selanjutnya menyambung ke sungai Cisadane yang lebih besar alirannya. 2.2. Sumber Dampak Sumber dampak dari kegiatan utama RSG-LP di KNS telah dirinci dalam Bab II dokumen RKL yang meliputi RSG-GAS di Pusat Reaktor Serba Guna (PRSG), Instalasi Radiometalurgi di Pusat Teknologi Bahan Nuklir (PTBN), Instalasi Radioisotop dan Radiofarmaka di Pusat Radioisotop dan Radiofarmaka (PRR) dan Instalasi Pengolahan Limbah Radioaktif di Pusat Teknologi Limbah Radioaktif (PTLR), Instalasi Produksi Radioisotop dan Radiofarmaka di PT. Batan Teknologi. Dampak penting yang dapat timbul akibat kegiatan pengoperasian instalasi nuklir tersebut di atas adalah dampak radiologi pada lingkungan hidup berupa lepasan masingmasing efluen radioaktif aerosol/gas dan cair ke atmosfer dan badan air. Zat radioaktif yang terlepas ke atmosfer akan dibawa dan disebarkan oleh angin, sebagian terdeposisi pada permukaan tanah, tanaman dan air permukaan yang akhirnya dapat sampai pada manusia, baik secara langsung maupun melalui berbagai jalur perantara sehingga berpotensi meningkatkan penerimaan dosis pada penduduk. Demikian pula lepasan efluen cair radioaktif ke badan air dapat sampai ke manusia melalui kegiatan di sungai maupun irigasi dalam rantai makanan. Bila terjadi kegagalan operasi instalasi, jumlah zat radioaktif yang terlepas ke atmosfer akan melebihi tingkatan lepasan normal sehingga meningkatkan dampak radiologinya. Umumnya pelepasan yang terjadi relatif singkat (orde jam) dan diperlukan pemantauan lingkungan di luar pemantauan rutin. 2.3. Parameter Lingkungan yang Dipantau Untuk mengetahui perubahan kualitas dan kecenderungan yang terjadi pada lingkungan hidup dalam pengoperasian RSG-LP maka dilakukan pemantauan terhadap berbagai komponen lingkungan yang meliputi fisika-kimia, biologi, sosial ekonomi dan budaya dan kesehatan masyarakat. Komponen fisika-kimia yang dipantau adalah udara, tanah permukaan, air permukaan dan air sumur dengan parameter yang dipantau meliputi dosis/laju dosis ambien dan tingkat radioaktivitas berbagai komponen tersebut. Komponen biologi yang dipantau meliputi tanaman liar, tanaman pertanian dan biota air tawar
BATAN
-6sedangkan parameter yang dipantau adalah tingkat radioaktivitas. Komponen sosial ekonomi dan budaya yang dipantau adalah mata pencaharian penduduk, penghasilan anggota keluarga, persepsi masyarakat, pendidikan dan keamanan maupun ketertiban. Parameter komponen ini meliputi penghasilan, persepsi masyarakat terhadap kegiatan, jumlah lulusan sekolah dasar, menengah pertama dan umum serta jumlah gangguan keamanan. Komponen kesehatan masyarakat yang dipantau adalah pola penyakit yang terdapat di masyarakat. 2.4. Tujuan Rencana Pemantauan Lingkungan Pemantauan lingkungan merupakan sarana pembuktian dari usaha pengelolaan lingkungan yang dilakukan terhadap suatu kegiatan yang terencana, apakah kegiatan yang telah dilaksanakan memenuhi persyaratan keselamatan radiologi terhadap pekerja, masyarakat dan lingkungan yang ditetapkan secara nasional maupun internasional. Tujuan khusus pemantauan lingkungan pada operasi normal adalah : (a) mengevaluasi hasil pemantauan lepasan efluen aerosol/gas maupun efluen cair terhadap ketentuan batas buangan efluen ke lingkungan; (b) memeriksa kondisi radiologi lingkungan untuk menjamin kepatuhan terhadap batasan laju dosis ambien dan baku tingkat radioaktivitas yang diizinkan; (c) menyediakan data untuk perkiraan penerimaan dosis para pekerja dan anggota masyarakat akibat pengoperasian; (d) mengamati perubahan konsentrasi aktivitas dan paparan radiasi lingkungan; (e) pertanggungjawaban dampak radiologi kegiatan RSG-LP kepada masyarakat. Tujuan utama pemantauan lingkungan dalam pengoperasian RSG-LP adalah untuk mengamati dan mengevaluasi paparan radiasi dan tingkat kontaminasi yang terjadi dalam berbagai komponen lingkungan dalam KNS. Berdasarkan evaluasi hasil pemantauan yang diperoleh dapat diketahui sejauh mana pengelolaan lingkungan dalam pengoperasian RSGLP telah memenuhi standar dan kriteria keselamatan yang ditetapkan. Hasil evaluasi digunakan untuk menentukan tindakan korektif mulai dari penyelidikan kegiatan instalasi hingga pemberhentian operasi dengan maksud mengurangi atau mencegah pencemaran lebih lanjut. 2.5. Metode Pemantauan Lingkungan Metode yang digunakan dalam melaksanakan pemantauan indikator dampak penting di KNS diuraikan berikut ini.
BATAN
-72.5.1. Metode Pengumpulan dan Analisis Data Proses
pengumpulan
data
dilakukan
dengan
cara
pengambilan
dan
pengukuran berbagai jenis contoh komponen lingkungan di daerah pemantauan yang telah ditentukan, kemudian dilakukan analisis data. Hanya bahan dan peralatan pencuplik (sampler) serta alat ukur yang terkalibrasi yang digunakan dalam pengumpulan data. Analisis data dilakukan dengan cara membandingkan hasil pemantauan dengan baku mutu lingkungan dan baku tingkat radioaktivitas di lingkungan kemudian dilakukan pengujian statistik. Komponen lingkungan, parameter dan indikator dampak yang dipantau ditunjukkan pada Tabel 2.1. Komponen lingkungan yang dipantau meliputi : a. Udara Parameter dalam udara yang diamati meliputi laju dosis, radioaktivitas dalam udara dan jatuhan dalam air hujan. • Laju Dosis Pemantauan laju dosis ambien dilakukan dengan cara pengukuran langsung secara berkala pada berbagai titik pengamatan dengan menggunakan alat ukur radiasi/surveimeter. Dengan cara ini adanya perubahan laju dosis terhadap hasil pengamatan sebelumnya dapat diketahui. • Dosis Kumulatif (Integrated dose) Dosis kumulatif dipantau dengan menggunakan Dosimeter Termoluminisensi (TLD) lingkungan. TLD lingkungan ini diletakkan di berbagai stasiun di luar KNS dan setiap 3 bulan diambil dan diganti dengan yang baru. TLD yang diambil kemudian dievaluasi jumlah dosis radiasinya dengan menggunakan alat pembaca TLD. Dengan demikian kecenderungan perubahan dosis radiasi ambien dapat diidentifikasi untuk dievaluasi. • Radioativitas gas / aerosol Kandungan partikel dan gas radioaktif yang terdapat dalam udara dipantau dengan alat pencuplik udara (air sampler) yang dilengkapi dengan kertas saring sebagai penangkap partikel dan carbon catridge untuk maksud menangkap gas iodin radioaktif dan gas lainnya. Cuplikan kertas saring dan
carbon catridge diukur melalui alat cacah α/β latar rendah dan spektrometer gama untuk menentukan tingkat konsentrasi radioaktivitas udara.
BATAN
-8b. Air • Air Sumur Pemantauan kemungkinan adanya zat radioaktif yang terdapat pada air tanah dangkal (shallow ground water), dilakukan melalui pencuplikan air sumur penduduk dalam radius 5 km dari reaktor. Analisis konsentrasi aktivitas dalam air dilakukan dengan menggunakan alat cacah α/β latar rendah dan spektrometer gama. Lokasi stasiun pemantauan air sumur dalam daerah KNS dan PUSPIPTEK terlihat pada Gambar 2.1 dan 2.2. • Air Hujan Pemantauan air hujan dilakukan dengan cara mengambil cuplikan air hujan yang telah ditampung pada stasiun pengamatan di atas stasiun Meteorologi gedung 94 dan gedung 71. Pemantauan dilakukan secara berkala tiap 3 bulan dan cuplikan air hujan diolah untuk diukur dan dianalisis kandungan zat radioaktifnya. • Air Permukaan dan sedimen Sungai Cisadane Pemantauan air Sungai Cisadane dilakukan dengan pengambilan contoh air dan sedimen pada berbagai stasiun pengamatan sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) Cisadane dalam radius 5 km. Pengambilan contoh lingkungan dilakukan secara berkala dan diolah/dipreparasi untuk dilakukan pengukuran dan analisis kandungan zat radioaktifnya. Lokasi stasiun pemantauan DAS Cisadane ditunjukkan pada Gambar 2.3. Pengamatan yang sama juga dilakukan terhadap air permukaan lain seperti air danau/telaga, air irigasi, air baku dan air olahan pada proses penjernihan air minum untuk kebutuhan lokal yang terdapat dalam radius
5 km dari
tapak reaktor. c. Tanah Pemantauan kontaminsasi pada tanah permukaan dan tanah pertanian dilakukan dengan mengambil cuplikan tanah secara berkala pada berbagai lokasi pemantauan yang telah ditetapkan dalam radius 5 km dari reaktor. Contoh tanah setelah diolah, dianalisis kandungan bahan radioaktifnya menggunakan alat cacah α/β latar rendah dan spektrometer gama. Cara ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi tingkat kontaminasi radioaktif tanah.
BATAN
-9d. Tanaman • Tanaman Pangan Pemantauan terhadap tanaman pangan dilakukan terhadap sayur-sayuran dan atau buah-buahan yang dihasilkan dari kegiatan pertanian pada daerah radius 5 km dari RSG-GAS. Pemantauan ini dilakukan untuk mengetahui kemungkinan adanya kontaminasi zat radioaktif dalam tanaman pangan. Cuplikan tanaman pangan yang diperoleh, diolah dan selanjutnya dianalisis menggunakan alat cacah α/βlatar rendah dan spektrometer gama untuk mengidentifikasi tingkat kontaminasi radioaktif tanaman pangan. • Tanaman Liar/Rumput Pemantauan terhadap tanaman liar dilakukan melalui pada rerumputan yang merupakan bahan makanan ternak besar. Pemantauan ini dilakukan dengan mengambil
tanaman
liar
di
tempat
penggembalaan
ternak,
contoh
lingkungan tersebut diolah menjadi abu kemudian diukur menggunakan alat cacah α/β latar rendah untuk mengetahui tingkat kontaminasi zat radioaktifnya. Nilai besaran parameter dalam komponen lingkungan tersebut dievaluasi dengan menggunakan acuan : a. Peraturan Pemerintah RI nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara dan Baku Mutu Udara Ambien Nasional. b. Peraturan Pemerintah RI nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. c. Peraturan Pemerintah RI nomor 63 Tahun 2000 tentang Keselamatan dan Kesehatan terhadap Pemanfaatan Radiasi Pengion. d. Badan Tenaga Nuklir Nasional, Prosedur Analisis Sampel Radioaktivitas Lingkungan, Jakarta, 1998. Dalam hal terjadi pemutakhiran terhadap acuan tersebut di atas, maka acuan terkini yang dianut.
BATAN
- 10 2.5.2. Lokasi Pemantauan Lingkungan Dalam dokumen ANDAL RSG-LP tahun 1986 disebutkan bahwa lokasi pemantauan adalah daerah RSG-LP dan daerah Lepas Kawasan, sedangkan di dokumen RKL dan RPL tahun 1995 lokasi pemantauan disebutkan dalam dan luar instalasi nuklir, kemudian di dalam dokumen Program pemantauan radioaktivitas lingkungan dalam radius 5 km dari reaktor menyebutkan lokasi pemantauan adalah daerah RSG-LP, PUSPIPTEK dan Lepas Kawasan. Dengan dilakukannya revisi RPL tahun 2008 ini, maka lokasi pemantauan lingkungan ditetapkan sebagai berikut : a. Kawasan Nuklir Serpong, yaitu daerah pemantauan dalam batas kewenangan BATAN yang ditunjukkan pada Gambar 2.1. b. Kawasan PUSPIPTEK, yaitu daerah pemantauan yang meliputi wilayah kewenangan PUSPIPTEK yang ditunjukkan pada Gambar 2.2. c. Lepas Kawasan, yaitu daerah pemantauan yang terletak di luar batas wilayah kewenangan PUSPIPTEK yang mencakup daerah dalam radius 5 km dari RSGGAS yang ditunjukkan pada Gambar 2.3. 2.5.3. Jangka Waktu dan Frekuensi Pemantauan Dalam dokumen ANDAL RSG-LP tahun 1986 disebutkan frekuensi pemantauan untuk komponen lingkungan udara dan air adalah setiap 1 (satu) dan 2 (dua) bulan. Dalam revisi RPL kali ini telah dilakukan perubahan frekuensi pemantauan. Perubahan frekuensi pemantauan didasarkan pada data tingkat radioaktivitas lingkungan sejak tahun 1986 hingga tahun 2006 yang masih jauh di bawah nilai batas dosis, baku mutu lingkungan dan baku tingkat radioaktivitas di lingkungan. Jangka waktu dan frekuensi pemantauan di KNS adalah sebagai berikut : a. Pemantauan radioaktivitas lingkungan di KNS dilakukan secara rutin dan tidak rutin (khusus). b. Pemantauan rutin dilakukan secara periodik setiap 3 (tiga) bulan setelah dilakukan revisi RPL. c. Pemantauan tidak rutin atau pemantauan khusus adalah pemantauan yang dilakukan di luar jadwal pemantauan rutin. d. Pemantauan khusus dilaksanakan hanya pada keadaan : 1) Adanya
operasi
non-rutin
yang
diperkirakan
peningkatan kontaminasi terhadap lingkungan,
dapat
mengakibatkan
BATAN
- 11 2) Adanya kecelakaan yang dapat mengakibatkan tingkat kontaminasi tinggi terhadap lingkungan, 3) Ditemukannya tingkat kontaminasi yang cukup berarti dalam contoh lingkungan selama pemantauan rutin. 2.6. Institusi Pemantauan Lingkungan Institusi yang melaksanakan kegiatan pemantauan lingkungan di KNS, PUSPIPTEK dan Lepas Kawasan adalah sebagai berikut : 2.6.1. Pelaksana Pemantauan Lingkungan Sesuai dengan Peraturan Kepala BATAN nomor 392/KA/XI/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja BATAN, yang mempunyai tugas dan tanggungjawab melaksanakan pemantauan lingkungan di KNS adalah Bidang Keselamatan dan Lingkungan (BKL), Pusat Teknologi Limbah Radioaktif (PTLR), dana yang dibutuhkan dalam melaksanakan kegiatan pemantauan lingkungan diperoleh dari Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) PTLR. 2.6.2. Pengawasan Pemantauan Lingkungan Sesuai dengan Undang-Undang RI nomor 10 tahun 1997 tentang Ketenaganukliran bahwa institusi yang bertanggung jawab melakukan pengawasan pemanfaatan tenaga nuklir di Indonesia adalah BAPETEN. 2.6.3. Pelaporan Hasil Pemantauan Lingkungan Kegiatan pemantauan lingkungan di sekitar KNS dilaporkan secara berkala setiap 3 (tiga) bulan sekali kepada Kepala BATAN, BAPETEN dan satuan kerja/pusat yang terkait di lingkungan BATAN.
BATAN
- 12 Tabel 2.1 Komponen lingkungan, parameter dan indikator dampak yang dipantau
Parameter yang dipantau
Komponen lingkungan
Udara
Jatuhan basah
Laju dosis sesaat Dosis kumulatif radioaktivitas
Radioaktivitas dalam air hujan
Indikator dampak
Tingkat paparan Tingkat dosis Aktivitas gross
Aktivitas radionuklida dalam air hujan
Jumlah pengukuran
Analisis α,β dan γ *
19 5 4
19 5 4
2
2
Radioaktivitas dalam Aktivitas radionuklida dalam tanah permukaan tanah permukaan
15
45
Radioaktivitas dalam air permukaan air sumur
Aktivitas radionuklida dalam air permukaan dan sumur
4 7
12 21
Air PAM
Radioaktivitas dalam Aktivitas radionuklida dalam PDAM PUSPIPTEK air minum PDAM Serpong
2 2
6 6
Sungai Cisadane
Radioaktivitas dalam air permukaan sedimen
Aktivitas radionuklida dalam air permukaan dan sumur
4 4
12 12
Tanaman
Radioaktivitas dalam rumput
Aktivitas radionuklida dalam rumput
15
30
Tanah
Air
Keterangan : *
Analisis konsentrasi gross α/β dan konsentrasi kandungan radionuklida kecuali parameter laju dosis dan dosis kumulatif.
BATAN
- 13 Tabel 2.2 Rencana Pemantauan Kawasan Nuklir Serpong Komponen Lingkungan
Parameter yang diamati
Udara
Laju dosis dan Dosis kumulatif (Integrated dose)
Air hujan
Radioaktivitas total α/β dan γ dalam air hujan
Tanah
Radioaktivitas total α/β dan γ dalam tanah permukaan
Tanaman
Radioaktivitas total α/β dalam tanaman liar dan makanan ternak
Frekuensi pengamatan
Peralatan dan Metode
Jumlah Lokasi pengamatan
3 bulan
Surveimeter lingkungan dan Dosimeter Termoluminisensi (TLD), Alat baca TLD
4 stasiun
3 bulan
Penampungan air hujan, preparasi dan pengukuran dengan alat cacah α/β dan spektrometer-γ.
2 stasiun
3 bulan
Pengambilan contoh, preparasi, pengukuran dengan alat cacah α/β, dan spektrometer-γ.
4 stasiun
3 bulan
Pengambilan contoh, preparasi, dan pengukuran dengan alat cacah α/β.
4 stasiun
BATAN
- 14 Tabel 2.3 Rencana Pemantauan Kawasan PUSPIPTEK Komponen Lingkungan
Udara
Air PAM
Parameter yang diamati
Frekuensi pengamatan
Peralatan dan Metode
Jumlah stasiun pengamatan
Laju dosis
3 bulan
Surveimeter lingkungan.
4 stasiun
Dosis kumulatif (Integrated dose)
3 bulan
Dosimeter Termoluminisensi (TLD), Alat baca TLD
1 stasiun
3 bulan
Pengambilan contoh, preparasi, pengukuran dengan alat cacah α/β, dan spektrometer-γ.
3 bulan
Penampung air hujan, preparasi, dan pengukuran dengan alat cacah α/β dan spektrometer-γ.
4 stasiun
3 bulan
Pengambilan contoh, preparasi, pengukuran dengan alat cacah α/β, dan spektrometer-γ.
4 stasiun
3 bulan
Pengambilan contoh, preparasi, pengukuran dengan alat cacah α/β dan spektrometer-γ.
4 stasiun
3 bulan
Pengambilan contoh, preparasi, dan pengukuran dengan alat cacah α/β
4 stasiun
Radioaktivitas (gross α/β dan γ).
Air Permukaan
Radioaktivitas (gross α/β dan γ)
Sedimen
Radioaktivitas dalam tanah permukaan (gross α/β dan γ)
Tanah
Radioaktivitas dalam tanah permukaan (gross α/β dan γ)
Tanaman
Radioaktivitas tanaman liar dan makanan ternak (gross α/β)
Instalasi PDAM PUSPIPTEK
BATAN
- 15 Tabel 2.4 Rencana Pemantauan Lepas Kawasan Komponen Lingkungan Udara
Parameter yang diamati Laju dosis
Air minum
Radioaktivitas air (gross α/β dan γ)
Air PAM
Radioaktivitas air hasil olahan (gross α/β dan γ)
Tanah
Radioaktivitas dalam tanah permukaan (gross α/β dan γ)
Tanaman
S. Cisadane - air permk. - sedimen
Radioaktivitas tanaman liar (gross α/β)
Radioaktivitas air dan sedimen (gross α/β dan γ)
Frekuensi pengamatan
Peralatan dan Metode
Jumlah stasiun pengamatan
3 bulan
Surveimeter lingkungan
7 stasiun
3 bulan
Pengambilan contoh, preparasi, pengukuran dengan alat cacah α/β dan spektrometer-γ.
7 stasiun
3 bulan
Pengambilan contoh, preparasi, pengukuran dengan alat cacah α/β dan spektrometer-γ.
Instalasi PDAM Serpong.
3 bulan
Pengambilan contoh, preparasi, pengukuran dengan alat cacah α/β dan spektrometer-γ.
7 stasiun
3 bulan
Pengambilan contoh, preparasi, pengukuran dengan alat cacah α/β.
7 stasiun
3 bulan
Pengambilan contoh, preparasi, pengukuran dengan alat cacah α/β dan spektrometer-γ.
4 stasiun
BATAN
- 16 -
Gambar 2.1. Lokasi Pemantauan Lingkungan Kawasan Nuklir Serpong
BATAN
- 17 -
Gambar 2.2. Lokasi Pemantauan Lingkungan Kawasan PUSPIPTEK
BATAN
- 18 -
mete r
Gambar 2.3. Lokasi Pemantauan Lingkungan Lepas Kawasan dan DAS Cisadane
BATAN
- 19 III. DAFTAR PUSTAKA
1. Undang-Undang RI. nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, Jakarta, 1997. 2. Undang-Undang RI. nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran, Jakarta, 1997. 3. Peraturan Pemerintah RI nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), Jakarta, 1999. 4. Kementerian Negara Lingkungan Hidup, Peraturan Menteri nomor 8 Tahun 2006, Lampiran IV tentang Pedoman Penyusunan Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL), Jakarta, 2006. 5. Badan Pengawas Tenaga Nuklir, Keputusan Kepala nomor 03-P/Ka-BAPETEN/VI-99 Lampiran IV tentang Pedoman Teknis Penyusunan Rencana Pemantauan Lingkungan untuk Pembangunan dan Pengoperasian Reaktor Nuklir, Jakarta, 1999. 6. Badan Pengawas Tenaga Nuklir, Keputusan Kepala nomor 04-P/Ka-BAPETEN/VI-99 Lampiran IV tentang Pedoman Teknis Penyusunan Rencana Pemantauan Lingkungan untuk Pembangunan dan Pengoperasian Instalasi Nuklir Non Reaktor, Jakarta, 1999. 7. Badan Tenaga Nuklir Nasional, Laporan Analisis Dampak Lingkungan Reaktor Serba Guna dan Laboratorium Penunjang, UPT-MPIN, Jakarta, 1986. 8. Badan Tenaga Nuklir Nasional, Keputusan Direktur Jenderal nomor 337/DJ/VIII/1995 tentang Rencana Pemantauan Lingkungan Pusat Penelitian Tenaga Atom Serpong, Jakarta, 1995. 9. Keputusan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir nomor 01/Ka-BAPETEN/V-99 tentang Ketentuan Keselamatan Kerja Terhadap Radiasi. 10. Keputusan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir nomor 02/Ka-BAPETEN/V-99 tentang Baku Tingkat Radioaktivitas di Lingkungan. 11. Badan Tenaga Nuklir Nasional, Program Pemantauan Keradioaktifan Lingkungan Kawasan Nuklir Serpong dalam Radius 5 km, PTLR, Serpong, 1987. 12. International Atomic Energy Agency, ‘Environmental and Source Monitoring for Purposes of Radiation Protection’, Safety Standards Series No. RS-G-1.8, IAEA, Vienna, 2005.
BATAN
- 20 IV. RINGKASAN RENCANA PEMANTAUAN LINGKUNGAN KNS Dampak Penting yang Dipantau Tingkat kontaminasi udara
Sumber Dampak 1. 2. 3. 4.
Tujuan Pemantauan Lingkungan
RSG-GAS IRM IRR Divisi Produksi PT.BanTek 5. IPLR
1. Pengukuran laju dosis 2. Pengukuran radioaktivitas udara
Metode Pengumpulan Data 1. Surveimeter 2. Pengukuran dengan alat cacah α/β latar rendah dan spektrometer-γ
Lokasi Pemantauan
Jangka Waktu dan Frekuensi Pemantauan
Institusi Pemantau
1. Daerah kerja 2. Cerobong
1. 3 (tiga) bulan sekali 2. Khusus
1. Bidang Keselamatan 2. Bidang Operasional terkait lainnya
1. Permukaan lantai 2. Peralatan 3. Meja, dll.
1. Rutin 3 (tiga) bulan 1. Bidang sekali Keselamatan 2. Khusus 2. Bidang Operasional terkait lainnya
3. Stack monitor 4. Beta aerosol
Tingkat kontaminasi permukaan
1. 2. 3. 4.
RSG-GAS IRM IRR Divisi Produksi PT.BanTek 5. IPLR
Pengukuran radioaktivitas permukaan
Personel
1. 2. 3. 4.
1. Perkiraan 1. Pembacaan dosis penerimaan dosis eksterna (TLD) perorangan; 2. Pencacahan seluruh • eksterna tubuh (WBC) • interna 3. Hand and Foots 2. Pengukuran radiomonitor aktivitas permukaan
Daerah kerja
1. Rutin 3 (tiga) bulan 1. Bidang sekali Keselamatan 2. Khusus 2. Bidang Operasional terkait lainnya
1. Pengawasan fisik 2. Pengawasan orang 3. Pengawasan dan pengamanan bahan nuklir/radiasi
1) Fasilitas nuklir 2) Kawasan Nuklir Serpong
1. Kontinyu 2. Khusus
Keamanan
RSG-GAS IRM IRR Divisi Produksi PT.BanTek 5. IPLR
Gangguan dan sabotase
1. Uji usap 2. Pengukuran dengan alat cacah α/β latar rendah dan spektrometer-γ. 3. Inspektor 1000
1) Patroli 2) CCTV 3) PasRanmor
4) Portal monitor
1. Unit Pengamanan KNS 2. Unit Pengamanan PUSPIPTEK
BATAN
- 21 Dampak Penting yang Dipantau
Sumber Dampak
Tujuan Pemantauan Lingkungan
Metode Pengumpulan Data
Lokasi Pemantauan Lingkungan
Jangka Waktu dan Frekuensi Pemantauan
Institusi Pemantau
Udara (atmosfer)
1. 2. 3. 4.
RSG-GAS, PRSG IRM, PTBN IRR, PRR Divisi Produksi PT.BanTek 5. IPLR, PTLR
1. Mengukur paparan radiasi 2. Dosis kumulatif 3. Mengevaluasi kopnsentrasi radioaktivitas
1. Pengukuran langsung 1. KNS dengan surveimeter 2. Kawasan 2. TLD lingkungan PUSPIPTEK 3. Pengambilan sampel 3. Lepas Kawasan udara 4. Pengukuran dengan alat cacah α/β latar rendah dan spektrometer-γ.
Tanah permukaan
1. 2. 3. 4.
a. Mengevaluasi konsentrasi radioaktivitas b. Mengetahui perpindahan radionuklida di lingkungan
1. Pengambilan sampel 2. Preparasi sampel 3. Pengukuran dengan alat cacah α/β latar rendah dan spektrometer-γ.
1. KNS 1. Berkala 3 (tiga) 1. BKL, PTLR 2. Kawasan bulan sekali (normal 2. Tim penanggulangan PUSPIPTEK operasi) keadaan kedaruratan 3. Lepas Kawasan 2. Khusus/kedaruratan
1. Mengevaluasi konsentrasi radioaktivitas 2. Mengetahui perpindahan radionuklida di lingkungan 3. Mengukur sifat fisika-kimia
1. Pengambilan sampel 2. Preparasi sampel 3. Pengukuran dengan alat cacah α/β latar rendah dan spektrometer-γ. 4. Water quality checker
1. KNS 2. Kawasan PUSPIPTEK 3. Lepas Kawasan
RSG-GAS, PRSG IRM, PTBN IRR, PRR Divisi Produksi PT.BanTek 5. IPLR, PTLR
Air permukaan 1. RSG-GAS, PRSG 2. IRM, PTBN 3. IRR, PRR 4. Divisi Produksi PT.BanTek 5. IPLR, PTLR
1. Berkala 3 (tiga) a. BKL, PTLR bulan sekali (normal b. Tim penanggulangan operasi) keadaan kedaruratan 2. Khusus/kedaruratan
1. Berkala 3 (tiga) bulan sekali (normal operasi) 2. Khusus/kedaruratan
1. BKL, PTLR 2. Tim penanggulangan keadaan kedaruratan
BATAN
- 22 Dampak Penting yang Dipantau
Sumber Dampak
Tujuan Pemantauan Lingkungan
Metode Pengumpulan Data
Lokasi Pemantauan Lingkungan
Jangka Waktu dan Frekuensi Pemantauan
Institusi Pemantau
Tanaman
1. RSG-GAS, PRSG 2. IRM, PTBN 3. IRR, PRR 4. Divisi Produksi PT.BanTek 5. IPLR, PTLR
1. Mengevaluasi konsentrasi radioaktivitas 2. Mengetahui perpindahan radionuklida di lingkungan
a. Pengambilan sampel b. Preparasi sampel c. Pengukuran dengan alat cacah α/β latar rendah
1. KNS 2. Kawasan PUSPIPTEK 3. Lepas Kawasan
1. Berkala 3 (tiga) bulan sekali (normal operasi) 2. Khusus/kedaruratan
a. BKL, PTLR b. Tim penanggulangan keadaan kedaruratan
Sedimen
1. 2. 3. 4.
1. Mengevaluasi konsentrasi radioaktivitas 2. Mengetahui perpindahan radionuklida di lingkungan
1. Pengambilan sampel 2. Preparasi sampel 3. Pengukuran dengan alat cacah α/β latar rendah dan spektrometer-γ.
1. KNS 2. Kawasan PUSPIPTEK 3. Lepas Kawasan
1. Berkala 3 (tiga) bulan sekali (normal operasi) 2. Khusus/kedaruratan
1. BKL, PTLR 2. Tim penanggulangan keadaan kedaruratan
RSG-GAS, PRSG IRM, PTBN IRR, PRR Divisi Produksi PT.BanTek 5. IPLR, PTLR
KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL,
HUDI HASTOWO