Bagian 1
Berkaca Pada Visi dan Misi Sekolah Zaman saya (penulis) sekolah dulu (1977-1989), sekolah belum mengenal visi misi. Apalagi visi misi tertulis dan dipampang di dinding sekolah. Tidak ada itu. Yang ada papan nama sekolah, dan tulisan yang berisi, “Buanglah sampah pada tempatnya.” “Jagalah kebersihan.” Boleh dibilang visi misi hanya berdasarkan tujuan instruksi umum (TIU) dan tujuan instruksi khusus (TIK) yang tercantum dalam satuan pelajaran (SP) guru. Proses belajar mengajar berlangsung informatif: “saya tahu – kamu tidak tahu – maka saya akan memberitahumu.” “Siswa belum tahu – guru memberi tahu.” Jika saya boleh berpendapat, visi misi ketika itu sangat sederhana yakni bagaimana guru dapat mengajarkan (mentransfer) isi kurikulum kepada siswa dan mengejar capaian target kurikulum. Tidak ada tujuan jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang. Menurut saya visi ketika itu adalah bagaimana siswa dapat naik kelas dan lulus. Misinya adalah bagaimana menyampaikan isi kurikulum “contens materi.” Manajemen sekolah tidak rumit dan ruwet seperti sekarang. Sekolah dulu, tinggal menuruti saja, apa instruksi kurikulum pusat, titik. Tidak ada terjemahan lain. Manajemen dan pengaturan sekolah pada waktu itu, seragam. Sekolah hanya sebagai perantara jasa pelayanan mengajar seperti yang dikehendaki kurikulum pusat. Sekarang berbeda. Memasuki abad 21. Abad teknologi informasi. Dunia mengglobal, saling memberi pengaruh. Terjadi persaingan global. Cara pandang orang berubah. Manajemen sekolah pun berubah dari manajemen tradisional menjadi manajemen modern yang ditunjang oleh peradaban teknologi. Cara orang mengelola sekolah pun juga mulai memandang kebutuhan masa depan dunia. Hasil pemikiran, gagasan, inovasi teknologi dan peradaban manusia modern menjadi landasan sekolah untuk bergerak dan menatap masa depan. Sekolah mulai memikirkan perannya sendiri terhadap kemungkinan kehidupan dunia ke depan. Akhirnya lahirlah visi dan misi yang dirancang dan diharapkan dapat membawa sekolah dalam menghadapi tantangan masa depan. Tema-tema tentang kehidupan manusia mendatang menjadi bagian yang harus dipelajari sekolah. Kepeminpinan, populasi manusia yang semakin bertambah, masalah sumber daya yang tersedia, interaksi dengan lingkungan sosial dan lingkungan fisik, human character, character building, character nations, kebutuhan manusia yang semakin bertambah, cara menyikapi sumber daya, ekonomi global, pemanasan global “global warming”, dan bagaimana kehidupan bumi ini ke depan menjadi menjadi visi misi sebuah sekolah. Dengan demikian keadaan sekolah diabad 21 sekarang ini sangat berbeda dibanding dengan keadaan sekolah pada waktu saya bersekolah dulu. Visi dan misi menjadi penekanan yang sangat penting dalam menyikapi kehidupan ke depan. Sekolah harus tahu dan memiliki visi dan misinya ke depan. Produk pendidikan formal menciptakan manusia yang bervisi dan bermisi masa depan. 1
Sebagai ilustrasi ketika kita hendak berpergian, hal pertama dan utama yang harus kita pikirkan tentu bukan hanya kendaraan apa yang akan kita gunakan, atau seberapa cepat kita melaju, tetapi ke mana kita akan menuju (tujuan). Ketika alamat tujuan sudah jelas, selanjutnya kita tinggal menentukan alat transfortasi yang tepat dan jalur mana yang harus dilalui. Tanpa tujuan kita akan tersesat. Seberapa cepat pun melaju, kita tak akan sampai ketujuan. Bagaimana? Mau sampai kalau tujuan saja tidak jelas. Tujuan juga bukan satusatunya penentu. Ada faktor perantara yakni kapan waktu kita akan sampai. Faktor perantara kapan berkaitan dengan jenis kendaraan apa yang akan kita gunakan (sarana). Apakah alat transfortasi darat, laut, atau udara? Dari ilustrasi sederhana ini, ada dua hal penting: pertama tujuan, kedua alat atau sarana. Sarana menentukan pencapaian tujuan. Ilustrasi sederhana ini ibarat sekolah dengan visi misinya. Visi berarti cara pandang dalam mengelola sekolah. Visi berarti harapan sekolah ke depan. Sedangkan misi cara mencapai apa yang dinginkan sekolah. Dengan kata lain misi adalah cara yang dilakukan sekolah dalam menyesukseskan visinya. Untuk menyusun visi dan misi, sekolah perlu mengetahui dan menganalisis kekuatan (daya dukung) dan kelemahan sekolah. Menyusun visi misi berarti mengubah dari cara biasa ke cara yang baru. Menyusun visi misi berarti mengubah cara lama (tradisional) ke cara yang baru (modern, sesuai tuntan zaman). Atau dari yang tidak terarah menjadi terarah. Jadi inti dari visi misi adalah terjadinya sebuah perubahan di sekolah ke arah yang lebih baik. Masalahnya berapa besar perubahan itu? Hal ini bergantung kepada daya dukung sekolah. Menurut penulis, ada dua hal penting dalam menyusun visi misi sekolah. Pertama: sumber daya manusia. Kedua: sumber daya fisik. Sumber daya manusia terdiri dari dua: (1) sumber daya pendidik, (2) sumber daya tenaga kependidikan. Sedangkan sumber daya fisik: berupa sarana pendidikan yang memadai. Bila merujuk pada instrumen penyusunan visi misi ada banyak hal pokok lainnya dalam menyusun visi misi sekolah, tetapi yang paling utama menurut saya adalah sumber daya manusia dan sarana pendidikan yang memadai. Apakah sumber daya dukung lain tidak penting? Jawabnya penting. Tetapi dua hal pokok di atas adalah prioritas utama bagi sekolah, jika ingin menyusun visi misi. Tentu setiap sekolah mempunyai pendapat sendiri sesuai dengan situasi dan kondisi daya dukung yang ada di sekolahnya. Semakin lengkap daya dukung (infrastruktur) pendidikan yang tersedia disuatu sekolah, semakin tinggi dan berbeda pula tuntutan visi misinya dibanding sekolah lain yang minim daya dukung (infrastruktur) pendidikan. Kira-kira dengan kondisi kelas seperti ini, bagaimana dengan visi misinya?
2
Sumber daya pendidik meliputi kepala sekolah dan guru. Sumber daya tenaga kependidikan adalah mereka yang terlibat secara langsung dalam administrasi sekolah. Sumber daya fisik berupa sarana adalah seluruh komponen fisik yang mendukung proses pendidikan secara maksimal. Apa gunanya sarana yang lengkap tetapi tidak didukung sumber daya pendidik yang tidak mumpuni. Begitu pula sebaliknya apa gunanya sumber daya pendidik yang mumpuni tetapi tidak didukung sarana yang memadai. Visi dan misi menunjukkan apa dan bagaimana sekolah melakukan sebuah rencana sesuai daya dukung yang ada. Apa dalam hal ini berkaitan dengan harapan sekolah ke depan. Bagaimana, berkaitan cara menyukseskan harapan. Bagaimana, juga berkaitan dengan cara sekolah melakukan. Tahun 2011, saya pernah melihat sebuah SMP. Sebut saja SMP Negeri 700 yang begitu banyak menampilkan indikator visi dan misi sekolahnya. Saya sempat berpikir, apa mampu sekolah itu melaksanakan indikator visi dan misi tersebut? Visi – misinya sebagai berikut. VISI... ”Berprestasi, Berkarya, Berbudaya, Berwawasan Iptek dan Imtaq” Indikator Visi: 1. 2. 3. 4.
Unggul dalam sikap dan perilaku sehari-hari yang dilandasi Imtaq. Unggul dalam kompetisi di bidang akademis. Unggul dalam memperoleh nilai UAN. Unggul dalam persaingan masuk ke Sekolah/Madrasah Menengah Atas dan kejuruan unggulan. 5. Unggul dalam kelembagaan dan manajemen sekolah. 6. Unggul dalam pengembangan penilaian pembelajaran. 7. Unggul dalam keterampilan TIK. 8. Unggul dalam bidang olah raga. 9. Unggul dalam prestasi seni dan budaya. 10. Unggul dalam penataan lingkungan, fisik dan sosial. 11. Unggul dalam pelayanan perpustakaan. 12. Unggul dalam penggalangan pembiayaan pendidikan. 13. Unggul dalam SDM tenaga pendidikan. 14. Unggul dalam sarana prasarana dan media pembelajaran. Misi: 1. Melaksanakan kegiatan keagamaan secara rutin dan terjadwal. 2. Memotivasi dan melaksanakan pembinaan kompetisi bidang akademis. 3. Melaksanakan pembelajaran dan bimbingan secara tejadwal, efektif dan efisien. 4. Mengarahkan siswa untuk dapat melanjutkan ke sekolah unggulan sesuai dengan potensi dirinya. 5. Melaksanakan pengembangan kelembagaan dan manajemen sekolah. 6. Melaksanakan pengembangan evaluasi penilaian pendidikan.
3
7. Memotivasi dan membekali siswa untuk kreatif, inovatif, dan menguasai keterampilan TIK. 8. Memotivasi dan melaksanakan pembinaan dalam bidang olah raga secara rutin dan terjadwal. 9. Memotivasi dan melaksanakan pembinaan dalam bidang Seni Budaya secara rutin dan terjadwal. 10. Menata lingkungan sekolah, fisik dan sosial yang aman dan nyaman. 11. Melaksanakan pengembangan perpustakaan yang representatif 12. Melaksanakan penggalangan pembiayaan pendidikan. 13. Melaksanakan pengembangan SDM tenaga Pendidikan. 14. Melaksanakan pengembangan sarana prasarana dan media pembelajaran. (Contoh visi misi di atas sebelum K13 diberlakukan. Sekarang mungkin saja VISI MISI ini sudah berubah. Misal: visi misi ke- 7, dengan diberlakukannya K13, mata pelajaran TIKOM tidak lagi diajarkan. Pembelajaran TIKOM bergeser dari mengajarkan ke menerapkan). Saya tidak meremehkan kompetensi sekolah tersebut. Tetapi melihat begitu banyak visi dan misi, saya jadi bertanya-tanya, apa iya, sekolah tersebut mampu melaksanakannya. Bagi Anda yang membacanya, apa yang ada di benak Anda dengan visi dan misi di atas? Mungkin juga Anda bertanya-tanya seperti saya. Bagi orang lain yang membacanya mungkin akan menimbulkan berbagai harapan, sebagai berikut.
Sekolah ini bagus, lihat visi dan misinya banyak. Saya mau menyekolahkan anak saya di sekolah ini. Kelihatannya sekolah ini mempunyai sarana belajar yang lengkap. Kreatif, inovatif, dan menguasai keterampilan TIK.
Wajar jika setiap orang yang membaca visi misi di atas akan beranggapan bahwa sekolah tersebut telah memiliki ruang perpustakaan, laboratorium IPA, bahasa, ruang multimedia, dan lapangan olah raga yang memadai. Karena tertulis jelas pada visi misi. Ukuran visi misi bukan kuantitas tetapi kualitas. Ukuran visi misi adalah keberhasilan mencapai visi misi itu sendiri. Untuk berhasil dibutuhkan kualitas sumber daya guru dan sarana. Apakah kuantitas, dalam arti banyak, tidak boleh? Menurut saya boleh-boleh saja, asal sumber daya memang mendukung. Visi dan misi bukan hanya sekedar pajangan, agar kelihatan sekolah mempunyai tujuan yang bagus dan dilihat orang. Visi dan misi bukan sekedar sederatan tulisan yang dipampang besar dan anggun di depan sekolah. Visi dan misi bukan sekedar konsep wawasan kemudian dilupakan. Visi dan misi bukan pajangan agar nampak keren di mata orang yang membacanya. Visi misi membawa sekolah pada tujuan. Visi dan misi yang dibangun sekolah tersebut, menurut saya mempunyai tujuan yang mulia. Sekolah tersebut ingin mengakomodir semua tuntutan pendidikan dan pengajaran. Namun yang paling penting apakah warga sekolah yang bersangkutan mampu melaksanakan visi misi tersebut.
4
Hemat penulis sebaiknya pencapaian visi misi atau indikator tersebut dibuat secara bertahap dari tahun ke tahun, dengan menyesuaikan pada daya dukung. Tujuan dan program dibuat secara bertahap. Sehingga mudah mengevaluasinya. Mana yang sudah dapat berjalan, dan mana yang belum dapat berjalan maksimal. Sekolah tidak perlu membohongi diri sendiri, jika sumber daya kurang mendukung, sebaiknya sekolah tidak berharap muluk-muluk. Lebih baik apa adanya, namun sesuai dengan kemampuan dan daya dukung sekolah. Menurut pendapat saya hal inilah yang kadang menjadi salah satu penyebab mengapa visi misi sekolah gagal, karena tidak menyesuaikan dengan daya dukung yang ada di sekolah. Ibarat jika seseorang tidak mampu mengangkat beban 100 kg, sebaiknya tidak memaksakan diri. Lebih bijak jika beban tersebut dibagi sehingga mudah untuk mengangkatnya. Dengan kata lain menyesuaikan dengan daya dukung yang ada.
Mengapa Visi dan Misi Gagal? Gagal? Karena kekurangtahuan sekolah tentang apa visi misi. Sekolah hanya mengikuti kebiasaan lama tentang pengelolaan sekolah. Kegagalan terletak pada lemahnya visi dan misi yang dibawa sekolah. Sekolah belum mampu secara sadar merumuskan tujuan pendidikan dan menuangkannya ke dalam tahapantahapan rencana kerja atau program. Sekolah hanya mencontoh visi misi sekolah lain, mengadopsi dan mengadaptasi. Sayang dalam mengadopsi – mengadaptasi terbawa bias dengan begitu banyak keinginan, tapi kurang memperhitungkan sumber daya dukung yang ada. Berharap sesuatu boleh-boleh saja, namun juga harus memperhitungkan daya dukung yang ada/dimiliki. Kegagalan mungkin juga karena malu jika nanti dibilang visi misi sekolahnya sedikit, sehingga mencari-cari dan menambah improvisasi sendiri tanpa memprediksi bagaimana sekolah ke depan. Tanpa memperhitungkan kekuatan daya dukung (sarana) yang ada. Tidak adanya perumusan tujuan yang disesuaikan dengan daya dukung menyebabkan adanya kecenderungan visi dan tujuan sekolah diserahkan pada proses improvisasi kepala sekolah dan guru secara intuitif, berdasarkan perasaan saja. Bahwa mereka mau sekolahnya seperti ini atau seperti itu, tanpa memperhitungkan daya dukung yang ada. Kembali pada sub judul di atas, mengapa visi misi gagal? Menurut penulis, dari pengalaman, melihat, dan merasakan, serta membaca buku dan sumber di internet, penyebab visi misi gagal sebagai berikut. 1. Kekurangtahuan apa visi misi 2. Visi misi yang kurang jelas, tidak realistis. 3. Visi misi yang terlalu berat/tidak menyesuaikan dengan daya dukung sekolah. 4. Kurang keterlibatan warga sekolah (guru). 5. Tugas masing-masing yang kurang jelas. 6. Kurang komitmen terhadap tujuan visi misi sekolah. 7. Manajemen keuangan sekolah yang abu-abu. [ ]
5
Sekolah seperti sebuah alat yang bekerja secara mekanis, memiliki hubungan rangkaian yang saling mempengaruhi. Masing-masing komponen bekerja pada fungsinya, saling mempengaruhi dan menopang sehingga membentuk satu kesatuan kerja yang optimal. Optimalitas visi misi bisa dicapai kalau sumber daya disekolah memang mendukung. Visi misi yang mengada-ada, berdasarkan intuitif – tidak sesuai dengan sumber daya yang ada, menyebabkan sekolah bekerja tidak maksimal/optimal dalam mencapai visimisinya sendiri. Visi misi yang disusun akan mempengaruhi seluruh sistem kerja yang dibangun sekolah. Dan sistem kerja ini didukung sumber daya yang ada. Mulai dari manajemen sekolah, manajemen keuangan sekolah, manajeman pendidik dan tenaga kependidikan, manajemen sarana prasarana, manajemen kurikulum, manajemen proses belajar mengajar, manajemen penilaian, dan seterusnya. Visi dan misi yang tidak jelas atau terlalu berat (tidak memiliki sumber daya dukung/infrastruktur pendidikan) akan membuat usaha warga sekolah menjadi lepas dari sasaran tujuan visi misi sekolah itu sendiri. Ibaratkan visi itu seperti sasaran panah. Sedangkan misi adalah anak panahnya. Untuk memanah tepat sasaran maka si pemanah (guru) harus benar-benar membidikkan sasaran anak panahnya kepada sasaran samsak panah (tujuan) dengan tepat. Visi yang terlalu abstarak (tidak mampu dijangkau) dan misi yang terlalu berat tidak mampu dilaksanakan (kurang menyesuaikan dengan sumber daya dukung yang ada), akan membuat anak panah yang dilepaskan guru menjadi berhamburan kemana-mana, tidak tepat sasaran. Stephen R. Covey menggambarkan dalam bukunya “The Leader In Me” (2013:89), sebagai berikut. TUJUAN
Misi
Visi
Strategi
Visi misi yang kurang jelas dapat menyebabkan bidikan panah berhamburan, tidak mengenai sasaran.
Saya mengutip apa yang ditulis Stephen R. Covey dalam bukunya “The Leader In Me. (2013:88).” Ia menuliskan bagaimana usaha kepala sekolah membangun sekolah sukses. “Muriel Summers (kepala sekolah AB. Combs Elementary. Raleigh – North Carolina. Amerika Serikat) menggambarkan situasi sekolah seperti ini mirip serangkaian anak panah yang tersebar secara acak,
6
menunjuk ke berbagai arah. Sebagai sebuah sekolah, mereka tentu mempunyai banyak program akademis, tapi program itu tidak terikat pada visi atau tujuan umum sekolah. Masing-masing guru mempunyai “proyek kesayangan” sendiri, dengan tingkat kesuksesan berbeda, tapi tidak ada hubungannya dengan target atau strategi sekolah. Setiap orang hanya melakukan tugasnya sendiri. Mengapa penulis merasa perlu mengutip tulisan Stephen R. Covey tersebut? Karena mungkin ada sekolah mengalami hal yang sama dengan yang beliau tuliskan dalam bukunya. Sekolah hanya tempat belajar, bukan tempat membentuk kepribadian dan masa depan. Sekolah seperti ini, guru dan siswa sama-sama datang ke sekolah melakukan kegiatan belajar, “guru mengajar – siswa belajar,” setelah itu pulang. Sekolah tidak punya mimpi masa depan. Sekolah tidak punya tujuan. Atau sekolah sudah punya tujuan (visi) tetapi tidak menyesuaikan dengan daya dukung/infrastruktur yang ada. Arah anak panah yang tersebar secara acak, tidak mengarah pada sasaran, menunjukkan guru hanya disibukkan dengan program unggulannya masing-masing. Program-program yang dibuat guru tidak terikat pada visi misi yang dibangun sekolah. Atau guru malah tidak punya program sama sekali, sehingga ia tidak dapat mengarahkan anak panahnya pada sasaran. Gambar arah panah yang tersebar secara acak tersebut adalah gambaran yang menunjukkkan kepada kita tentang tiga pertanyaan hal pokok. 1. Apa Visi Sekolah Saya? Visi adalah tujuan. Salah satu cara melihat visi adalah dari segi “hasil” tertentu yang ingin dicapai sekolah dalam jangka waktu tertentu. Apakah cara pandang sekolah dalam memandang cita-cita dan harapannya ke depan sudah benar? Apakah guru mempunyai cara pandang yang sama dengan cara pandang sekolah? Untuk menjawab pertanyaan ini sekolah dan guru perlu mempunyai cara dan fokus pandang yang sama tentang cita-cita dan harapannya ke depan. 2. Apa Misi Sekolah Saya? Misi bukanlah tujuan, tetapi misi adalah alasan untuk melakukan perjalanan. Praktis misi sekolah adalah misi guru dan semua warga sekolah. Sebaliknya misi guru adalah cerminan dari misi sekolah. Akan menjadi sangat aneh bila misi sekolah tidak sejalan dengan misi guru. Atau misi guru tidak sejalan dengan misi sekolah. Apakah semua guru sudah dan mampu melaksanakan misi tersebut? Kalau belum mampu dilaksanakan, apa kendalanya? Apa penyebabnya sehingga guru tidak mampu melaksanakan misi tersebut.? 3. Apa Strategi Sekolah Saya? Strategi adalah bagaimana sebuah misi dijalankan untuk mencapai visi sekolah. Strategi boleh beragam yang penting terfokus untuk mencapai satu tujuan. Guru boleh mempunyai strategi yang berbeda dengan strategi
7
guru lain dalam sekolah yang sama, tetapi fokus tujuannya adalah satu yaitu visi misi sekolah. Sebagai contoh visi nomor 3: Unggul dalam memperoleh nilai UAN. Maka strategi belajar yang diterapkan guru kemungkinan besar akan berbeda antara guru satu dengan guru lain dalam sekolah yang bersangkutan. Mengapa? Karena karateristik mata pelajaran, jenis materi yang akan diajarkan pasti berbeda antara mata pelajaran satu dengan mata pelajaran lain. Masalahnya apakah kita sebagai guru sudah memahami karakteristik dan filosofi mata pelajaran yang kita ampu? Apakah kita sebagai guru pernah menganalisis empat jenis materi yakni; materi berupa fakta, konsep, prinsip, dan prosedur? Karena keempat jenis materi ini memerlukan strategi dan metode yang berlainan. Atau misalkan, indikator misi nomor 3: Memotivasi dan membekali siswa untuk kreatif, inovatif, dan menguasai keterampilan TIK. Maka untuk mencapai misi ini sekolah perlu memiliki laboratorium komputer atau sekurang-kurangnya siswa memiliki laptop untuk digunakan dalam proses belajar mengajar di dalam kelas. Saya merasa yakin tiga pertanyaan pokok di atas, terpendam dalam lubuk hati dan pikiran guru. Apa mau kita sebenarnya dengan sekolah? Apa program sekolah? Bagaimana cara kita mencapainya.?
Bagaimana Mencapai Visi dan Misi? Saya tidak mengajukan sebuah teori tentang bagaimana mencapai visi misi? Saya juga tidak mengajukan langkah-langkah bagaimana visi misi dilaksanakan. Tetapi dari refleksi saya selama empat belas tahun menjadi guru, dan ditambah dengan membaca beberapa buku referensi, saya menyimpulkan cara bagaimana mencapai visi dan misi sebagai berikut. 1. Sekolah harus tahu dan paham apa yang dimaksud dengan visi misi. Saya meminjam istilah taksonomi Bloom dalam mengukur hasil belajar. Bloom mengatakan tingkatan pertama adalah pengetahuan, dalam hal ini sekolah harus tahu dulu apa visi misi? Setelah itu paham atau memahami. Dalam hal ini sekolah harus benar-benar memahami sekolahnya dalam konteks visi misi. Sekolah memahami visi misi sesuai konteks persekolahan. Setelah itu barulah sampai pada tingkatan yang ketiga, yakni penerapan atau menerapkan. Menerapkan visi misi sesuai dengan konteks sekolah. 2. Perjelas tujuan. Tujuan yang kurang jelas umumnya terjadi karena sekolah meniru visi sekolah lain tanpa menyesuaikan dengan daya dukung dan konteks sekolahnya. Atau bisa pula terjadi karena sekolah tidak mampu melihat visi sekolahnya ke depan. 3. Selaraskan sistem. Umumnya beberapa sekolah terbiasa dengan pola tradisonal. Menjalankan kebiasaan apa yang sudah pernah dilakukan pendahulunya dan yang pernah mereka alami sebelumnya. Sekolah tidak menyelaraskan dengan sistem yang dibangun. Sekolah hanya berfungsi sebagai tempat belajar.
8
“Sekolah bukan tempat merancang masa depan.” Pernyataan ini harus di ubah bahwa sekolah adalah “tempat merancang masa depan.” Kepala sekolah dan guru perlu menyelaraskan sistem untuk mencapai visi misi. 4. Libatkan warga sekolah, terutama guru. Hambatan sekolah untuk maju dan berkembang justru datang dari internal sekolah itu sendiri. Paling intens dan sering terjadi adalah hambatan yang datang dari guru. Setidak-tidaknya inilah yang saya rasakan di lingkungan sekolah tempat saya mengajar. Banyak guru yang merasa bahwa visi dan misi itu merupakan tambahan beban kerja yang memberatkan dan menyita waktu mereka. Pola tradisonal begitu melekat pada diri guru. Sehingga sulit menerima paradigma baru, sulit menerima perubahan, dan sulit beradaptasi dengan visi misi sekolah 5. Tetapkan siapa melakukan apa dan siapa bertanggungjawab apa. Sering terjadi “saya melakukan apa,” “saya harus bagaimana,” “itu bukan tanggung jawab saya.” Inilah pertanyaan dan pernyataan yang sering terlontar dari guru. Hal ini terjadi karena kekaburan misi dan manajemen sekolah “sekolah mau apa.” Manajemen sekolah harus mampu mengatur siapa melakukan apa dan siapa bertanggungjawab apa. Job description harus jelas. 6. Bangun komitmen yang kuat antarwarga sekolah. Untuk membangun sistem sekolah yang baik diperlukan komitmen yang kuat dari warga sekolah. Yang sering terjadi, secara perlahan sekolah meninggalkan sistem yang telah dibangun. Artinya sekolah tidak komit dengan rencana awal dari visi dan misi yang ditetapkan. Mereka tidak membangun sekolah dengan sistem. Mereka membangun sekolah dengan budaya yang mereka ciptakan sendiri, di luar sistem yang dibangun. Contoh: “Ahh… sudahlah yang penting asal ada” Suatu kali saya ditanya kepala sekolah. “Kuisioner yang diminta pengawas sudah selesai, Pak?” “Belum Pak!” Jawab saya singkat. “Hhaaa??!.... Mengapa?...” “Menunggu teman, masih ada yang belum selesai,” Pak. “Sudahlah...yang penting asal ada, saya aja foto kopi,” jawab kepala sekolah.” Penulis tidak ingin mengatakan, apa yang dikatakan kepala sekolah pada contoh di atas adalah salah. Mungkin kepala sekolah mempunyai alasan lain, yang tidak ingin dikemukakannya. Sebab, kepala sekolah sebagai seorang pribadi tentulah tidak lebih dari pada kapasitas-kapasitas fisik maupun mentalnya. Ia memiliki kemampuan-kemampuan yang terbatas. Umpamanya dari segi pengetahuan kepala sekolah mengetahui beberapa hal, tetapi bisa dipastikan lebih banyak lagi hal lain yang belum diketahuinya. Keterbatasan akan pengetahuan tentu akan tercermin dalam keterbatasan kemampuan mengadakan responsi pada perkembangan dan
9
tuntutan keadaan. Hal ini mungkin juga terjadi pada banyak sekolah lain. Cuma sayang ungkapan di atas, kerap terjadi dan berulang pada situasi dan kondisi lain. Ungkapan “sudahlah...yang penting asal ada, saya aja foto kopi,” seolah jadi “gayung bersambut “ disalahartikan oleh guru. Guru mengambil kesempatan. “Yes, merdeka.” Gak perlu repot-repot, cukup foto kopi – copy vaste. Kurangnya kemampuan sekolah dalam merespon dan mengimbangi perkembangan dan tuntutan jaman, ditambah dengan faktor lain seperti di atas (Budaya foto kopi, copy vaste, dan gak mau repot) menimbulkan budaya buruk pada sekolah. Akhirnya guru jalan sendiri-sendiri, tanpa sistem yang jelas. Mempertahankan idealisme dalam kondisi dan situasi seperti ini memang agak sulit, karena guru dikelilingi oleh budaya buruk sekolah. Keluar dari sistem budaya yang buruk juga bukan hal yang mudah. Suara-suara sumbang akan menerpa kita. “Ahh, lu cari muka aja, tuh lihat, kepala sekolah aja foto kopi/copy vaste.” Karena itu bangun komitmen yang kuat untuk mencapai visi misi sekolah. TUJUAN/VISI MISI SEKOLAH
Siapa melakukan apa Siapa bertanggungjawab apa
Arah panah di atas menggambarkan usaha yang dilakukan warga sekolah lebih terarah kepada tujuan – visi – misi sekolah.
7. Sepakati manajemen keuangan sekolah berdasarkan aturan, kebutuhan, dan kebijakan. Manajemen keuangan sekolah memang tidak mempunyai hubungan yang langsung dalam pencapaian visi misi. Tetapi imbas yang ditimbulkan dari pengelolaan keuangan yang buruk dapat mengganggu kinerja guru. Menurut pengalaman saya, masalah pengelolaan keuangan sekolah sangat peka dan sensitif. Dan hal ini sering membuat sistem yang dibangun sekolah menjadi kacau. Karena ada rasa ketidakpuasan guru, yang berakibat pada mental kinerjanya. Manajemen keuangan yang tertutup, tidak transfaran/samar-samar dapat merusak hubungan intrapersonal guru dan sekolah. Sebuah anekdot yang menggambarkan apa yang saya maksud mengganggu hubungan intrapersonal guru dan sekolah: ada sebagian kepala sekolah yang tiba-tiba mempunyai tupoksi ganda ketika berkaitan dengan keuangan sekolah, salah satunya menjadi tukang cuci cetak foto. Cuci cetak foto hanya bisa dilakukan di ruang tertutup dan gelap, dan
10
biasanya hanya ia yang tahu. 3 x 4 = 10.000 ribu atau 4 x 6 = 15.000 ribu. Kok bisa??... Hukum perkalian: 3 x 4 sudah pasti dan disepakati semua orang adalah 12, begitu pula 4 x 6 hasilnya adalah 24. “Ahh...itukan hanya cerita lucu, sebuah anekdot. Gak bisa dong dijadikan generalisasi?” Memang cerita ini hanyalah sebuah anekdot! Iya, saya juga setuju. Cerita ini hanyalah sebuah anekdot, tetapi buat saya ini adalah gambaran, serta sindiran bagaimana pengelolaan keuangan sekolah yang tertutup dan tidak transfaran. Saya yakin dan kita tidak bisa menutup mata. Pada sebagian kecil sekolah, masalah ini terjadi. Syukur kalau sekolah Anda tidak demikian. Seorang teman (guru SMP) bercerita kepada saya bagaimana pengelolaan keuangan sekolah tertutup dan tidak transfaran. Hal ini yang membuat seorang guru lainnya (maaf, sedikit kurang ajar) tidak bisa menahan emosinya. Guru tersebut mengangkat kursi ingin memukul kepala sekolah. Untung tidak terjadi, tetapi menimbulkan dampak psikis. Apa yang terjadi selanjutnya? Bisa ditebak. Hubungan interpersonal yang dingin, kikuk, dan serba salah antara guru dan kepala sekolah. Anda bisa membayangkan jika Anda yang mengalami hal tersebut. Dan sayangnya kepala sekolah selalu menang posisi, karena kegiatan administratif memerlukan persetujuan tanda tangan kepala sekolah. Sebagai contoh ketika guru mengusulkan kenaikan pangkat atau DP3, tentu guru membutuhkan tanda tangan persetujuan kepala sekolah, bukan.? Betapa kikuknya setelah berseteru, ujung-ujungnya si guru memerlukan persetujuan atau tanda tangan mengetahui dari kepala sekolah. Tetapi sebetulnya jika kita benar-benar ingin membangun sekolah, masalahnya bukan pada posisi. Kepala sekolah tidak perlu merasa menang (posisional), dan guru tidak perlu merasa selalu kalah (inposisional). Atau sebaliknya. Kalah – menang bukan orientasi visi misi sekolah. Semuanya harus kembali kepada visi – misi – tujuan – siapa melakukan apa? – siapa bertangungjawab apa? 8. Wujudkan sinergi Setiap guru pasti mempunyai cita-cita dan harapan, tidak memandang apapun status sekolah mereka. Sekolah besar atau kecil. Sekolah berstandar nasional atau tidak. Sekolah bermutu atau tidak. Sekecil apapun guru pasti mempunyai kreativitas, hasrat, kepedulian, atau keinginan membuat sekolah yang hebat. Namun masalahnya adalah bagaimana sistem itu berproses. Jika semua warga sekolah sudah berfokus pada siapa melakukan apa dan siapa bertanggungjawab apa. Jika sudah jelas siapa melakukan apa dan siapa bertanggung jawab apa, bukan suatu yang mustahil akan terwujud sinergi dalam mencapai tujuan yang dibangun sekolah. [ ]
11