BAB VII KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH KABUPATEN
Dalam Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang pasal 35, disebutkan bahwa : “Pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui penetapan peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi”. Dengan demikian fungsi pengendalian pemanfaatan ruang akan disesuaikan dengan kebutuhan dan kedetailan rencana yang ada, dan selanjutnya digunakan menciptakan tertib tata ruang. a.
Peraturan Zonasi Peraturan zonasi ditetapkan dengan : - Peraturan pemerintah untuk arahan peraturan zonasi sistem nasional; - Peraturan daerah provinsi untuk arahan peraturan zonasi sistem provinsi; - Peraturan daerah kabupaten/kota untuk peraturan zonasi.
b.
Ketentuan Perizinan Yang dimaksud dengan perijinan adalah perijinan yang terkait dengan ijin pemanfaatan ruang yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan harus dimiliki sebelum pelaksanaan pemanfaatan ruang.
c.
Pemberian Insentif dan Disinsentif Penerapan insentif atau disinsentif secara terpisah dilakukan untuk perijinan skala kecil atau individual sesuai dengan peraturan zonasi, sedangkan penerapan insentif dan disinsentif secara bersamaan diberikan untuk perijinan skala besar atau kawasan karena dalam skala besar atau kawasan dimungkinkan adanya pemanfaatan ruang yang dikendalikan dan didorong pengembangannya secara bersamaan.
d.
Pengenaan Sanksi Merupakan tindakan penertiban yang dilakukan terhadap pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan peraturan zonasi. Pasal 8 dalam Permendagri No. 8 Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan
Penataan Ruang di daerah disebutkan bahwa :
LAPORAN RENCANA
VII - 1
1. Penyususunan rencana tata ruang dilakukan melalui serangkaian pekerjaan teknis, yang meliputi : a. penetapan arah dan visi pengembangan wilayah b. pengidentifikasian potensi dan masalah serta analisa pengembangan wilayah c. perumusan struktur dan pola pemanfaatan ruang d. perumusan rencana tata ruang 2. Penyusunan rencana tata ruang di daerah berpedoman pada pedoman teknis yang sesuai dengan perundangan yang berlaku. 3. Dalam proses penyusunan rencana tata ruang sebagaimana yang dimaksud dalam ayat 1, dilakukan diskusi dan lokakarya atau sarasehan dengan mengundang instansi yang terkait, pakar, tokoh masyarakat, organisasi profesi atau kemasyarakatan serta dunia usaha. 4. Kepala daerah wajib mengumumkan rancangan final rencana tata ruang daerah kepada masyarakat umum. Lebih lanjut dalam pasal 11 Permendagri No. 8 Tahun 1998 disebutkan bahwa : 1.
Dalam pelaksanaan pemanfaatan ruang, kepala daerah mempersiapkan kebijaksanaan yang berisi pengaturan bagi wilayah atau kawasan yang akan dimanfaatkan sesuai dengan fungsi kawasan lindung dan kawasan budidaya yang ditetapkan dalam rencana tata ruang wilayah.
2.
Pengaturan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat 1, berupa penetapan Keputusan
Kepala
Daerah
tentang
ketentuan
persyaratan teknis
bagi
pemanfaatan ruang untuk kawasan lindung dan budidaya. 3.
Ketentuan persyaratan teknis bagi pemanfaatan kawasan lindung dan budidaya, sesuai dengan perundangan yang berlaku.
4.
Ketentuan persyaratan teknis yang dilakukan oleh gubernur sebagaimana yang dimaksud
dalam
ayat
2,
berupa
kebijaksanaan
umum
dengan
mempertimbangkan rona dari kemampuan wilayah serta nilai budaya setempat. 5.
Penentuan persyaratan teknis yang dilakukan oleh Bupati sebagaimana yang dimaksud
pada
ayat
2,
berupa
kebijaksanaan
operasional
dengan
berpedoman pada kebijakan umum ditetapkan oleh gubernur.
LAPORAN RENCANA
VII - 2
Untuk mewujudkan pembangunan yang tertib berdasarkan rencana tata ruang yang telah disusun, maka diperlukan pengendalian penataan ruang. Dalam pasal 35 UU No. 26 Tahun 2007 disebutkan bahwa : “Pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui penetapan peraturan zonasi, peizinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi”. Didalam penjelasan UU No. 26 tahun 2007 lebih lanjut diperjelas bahwa : 1. Peraturan zonasi merupakan ketentuan yang mengatur pemanfaatan ruang dan unsur-unsur pengendalian yang disusun untuk setiap zona peruntukkan sesuai dengan rencana rinci tata ruang. 2. Yang dimaksud dengan perijinan pemanfaatan ruang dimaksudkan sebagai upaya penertiban pemanfaatan ruang sehingga setiap pemanfaatan ruang harus dilakukan sesuai dengan rencana tata ruang. 3. Penerapan insentif atau disinsentif secara terpisah dilakukan untuk perijinan skala kecil atau individual sesuai dengan peraturan zonasi, sedangkan penerapan insentif dan disinsentif secara bersamaan diberikan untuk perijinan skala besar atau kawasan karena dalam skala besar atau kawasan dimungkinkan adanya pemanfaatan ruang yang dikendalikan dan didorong pengembangannya secara bersamaan. Beberapa hal yang terkait dengan sanksi administratif antara lain adalah : pembatalan ijin yang diperoleh, pencabutan atas hak atas rekomendasi suatu pembentukan.
Sanksi administratif ini dikenakan atas pelanggaran penataan ruang yang berakibat pada terhambatnya pelaksanaan program pemanfaatan ruang.
Sanksi perdata : berupa pengenaan denda, pengenaan ganti rugi dan lainlain. Sanksi perdata ini dikenakan atas pelanggaran pemanfaatan ruang yang berakibat terganggunya kepentingan seseorang. Kelompok orang atau badan hukum.
Sanksi pidana dapat berupa tindakan penahanan atau kurungan. Sanksi pidana dikenakan atas pelanggaran penataan ruang yang berakibat terganggunya kepentingan umum.
LAPORAN RENCANA
VII - 3
Ad) 1. Pengawasan Pemanfaatan Ruang a. Pelaporan Adapun tindakan pelaporan ini harus dilakukan secara berkala meliputi : 1. Penyiapan rencana tata ruang 2. Penyiapan peta seluruh sektor rencana tata ruang 3. Mengecek kesesuaian dan ketidak sesuaian rencana tata ruang 4. Membuat daftar penyimpangan rencana tata ruang. b. Pemanfaatan Tindakan ini meliputi : 1. Berdasarkan pelaporan ditetapkan lokasi
yang mempunyai masalah
sehingga perlu dipantau 2. Menetapkan besaran simpangan yang ditentukan 3. Membuat kelas klasifikasi kelas pelanggaran 4. Memperkirakan dampak yang muncul dari pelanggaran yang ada 5. Dibahas dalam forum BKPRD 6. Membuat laporan kepada Bupati c. Evaluasi Tindakan evaluasi ini antara lain meliputi : 1. Menetapkan rencana tata ruang 2. Menetapkan indikasi program 3. Menetapkan program prioritas 4. Menetapkan
instansi
(pihak
yang
terkait)
dengan
pelaksanaan
pemanfaatan ruang Penilaian besaran kesesuaian dalam pelaksanaan pembangunan berdasarkan tata ruang yang telah disusun, maka tindakan yang diperlukan adalah : a. Peta penggunaan tanah eksisting b. Rencana struktur ruang c. Rencana penggunaan tanah d. Rencana distribusi penduduk e. Rencana infrastruktur
LAPORAN RENCANA
VII - 4
f.
Daftar kegiatan proyek yang sedang dan akan dilaksanakan untuk setiap sektor, baik yang dilaksanakan pemerintah, swasta, masyarakat maupun investor asing (termasuk LSM, lembaga Donor tertentu)
g. Periksa ijin lokasi/prinsip/keterangan perencanaan yang ada h. Pemetaan semua kegiatan tersebut diatas i.
Cek kesesuaian/ketidak sesuaian dengan rencana tata ruang
j.
Bila terdapat kesesuaian, maka masukkan dalam daftar simpangan kegiatan kemudian dibuatkan agenda perubahan tata ruang yang telah dilaksanakan.
k. Buat ukuran simpangan penataan ruang yang telah dilaksanakan Penyusunan revisi tata ruang harus disusun dengan masukan utama dari keberhasilan/kegagalan pelaksanaan pembangunan berdasarkan rencana tata ruang yang pernah disusun. Dalam menyusun revisi juga harus dibuat perkiraan kecenderungan perkiraan fenomena yang akan datang. Ad) 2. Penertiban pemanfaatan ruang Penertiban pemanfaatan ruang diperlukan untuk mengambil tindakan terhadap pelanggaran pemanfaatan ruang. Pelanggaran yang dimaksud yaitu: 1) Pelanggaran fungsi Yaitu pelanggaran di kawasan fungsi kawasan lindung dan budidaya.
Pelanggaran fungsi kawasan lindung Untuk memberlakukan penertiban terhadap kawasan ini, maka perlu beberapa kegiatan berikut : 1. Tetapkan luasan kawasan lindung 2. Tetapkan jenis kawasan lindung (misal karena kelerengan, karena fungsi) 3. Perkiraan dampak yang muncul dari pemanfaatan kawasan lindung tersebut 4. Mencari solusi untuk meminimasi dari dampak yang terjadi, misalnya tanah yang memiliki kelerengan yang tajam agar tidak mengalami erosi 5. Melakukan upaya pembatasan pengembangan lebih lanjut. Bila pelanggaran terhadap pemanfaatan kawasaan lindung masih dalam batas toleran maka mungkin kegiatan tersebut dapat dipertahankan namun dengan pengawasan yang ketat.
LAPORAN RENCANA
VII - 5
Bila kegiatan tersebut termasuk dalam kategori mengganggu maka perlu tindakan : a. Pencegahan perluasan kawasan yang melanggar fungsi b. Menetapkan kelas pelanggaran c. Memberlakukan sanksi (perdata atau pidana) Berdasar kajian tersebut diatas maka pada kawasan yang rawan diperlukan kajian yang lebih mendalam dalam bentuk pengolaan kawasan lindung. Pengelolaan tesebut merupakan indikasi program tata cara penanganan kawasan secara lebih rinci.
Pelanggaran kawasan budidaya Pada dasarnya pelanggaran dikarenakan “mismanagement“ kawasan budidaya sehingga terlampaui daya dukungnya atau kesalahan pengalokasian kegiatan. Berdasarkan bentuk pelanggaran yang dibuat dan sifat kegiatan yang muncul maka perlu diidentifikasi : a. fungsi utama lahan semula b. fungsi yang ada (berkembang saat ini) c. cek kecenderungan perkembangan pada masa yang akan datang d. ukur besaran simpangan dan masalah yang muncul e. mencari solusi bila terjadi masalah di lapangan. f.
Bila solusi yang ada ternyata dirasa tidak memecahkan masalah yang mendasar, baru yang dapat dikenakan sanksi sesuai dengan tingkat pelanggaran yang dibuat.
2) Pelanggaran peruntukan Beberapa bentuk pelanggaran ini antara lain adalah : a. Pelanggaran ruang terbuka hijau b. Pelanggaran fungsi sempadan c. Pelanggaran ketinggian bangunan d. Upaya sengaja pengeringan sawah e. Kawasan perumahan digunakan untuk perdagangan Berdasar pada pelanggaran tersebut maka tindakan yang diambil adalah : a. Cek ketentuan dalam rencana tata ruang b. Cek intensitas kegiatan yang ditetapkan dalam tata ruang
LAPORAN RENCANA
VII - 6
c. Cek penyebab pelanggaran peruntukan (termasuk imb) d. Ukuran besaran simpangan e. Perkiraan dampaknya f.
Cari solusi
g. Berlakukan sanksi sesuai dengan pelanggaran 3) Pelanggaran Teknis Pelanggaran teknis yang dimaksud adalah pelanggaran yang tidak sesuai dengan ketetapan RTRW, RTRK, RDTRK dan IMB. Antara lain meliputi : a.
Pelanggaran ketentuan kontruksi
b.
Pelanggaran standart pengaman bangunan
c.
Pelanggaran KDB/KLB
d.
Pelanggaran design bangunan
Berdasar pelanggaran yang dibuat, maka perlu tindakan : a. Lihat ketentuan dalam rencana tata ruang b. Lihat ketentuan standart bangunan c. Lihat perijinan d. Ukuran besaran pelanggaran e. Ukur dampak pelanggaran terhadap lingkungan f.
Cari solusi dari masalah yang muncul
g. Tetapkan sanksi sesuai dengan pelanggaran yang dibuat 7.1
PERATURAN ZONASI Pasal 36, Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang,
menyebutkan tentang peraturan zonasi yang ditetapkan dengan : 1. Peraturan pemerintah untuk arahan peraturan zonasi sistem nasional; 2. Peraturan daerah propinsi untuk arahan peraturan zonasi sistem propinsi; dan 3. Peraturan daerah kabupaten / kota untuk peraturan zonasi. Pengaturan zoning kawasaan akan disesuaikan dengan sifat penggunaan tanah dan dampak yang akan ditimbulkan dari kegiatan yang ada, sehingga pengaturan
zoning
kawasan
nantinya
digunakan
sebagai
acuan
umum
pengembangan wilayah jangka panjang, dan dijabarkan dalam rencana yang lebih detail misalnya kawasan pariwisata, kawasan industri, kawasan permukiman dan perencanaan kawasan lindung. Disebutkan juga di pasal tersebut bahwa
LAPORAN RENCANA
VII - 7
peraturan zonasi merupakan ketentuan yang mengatur pemanfaatan ruang dan unsur-unsur pengendalian yang disusun untuk setiap zona peruntukan sesuai dengan rencana rinci tata ruang. Peraturan zonasi berisi ketentuan yang harus, yang boleh, atau yang tidak boleh dilaksanakan pada zona pemanfaatan ruang yang dapat terdiri atas ketentuan tentang amplop ruang (koefisien dasar ruang hijau, koefisien dasar bangunan, koefisien lantai bangunan, dan garis sempadan bangunan), penyediaan sarana dan prasarana, serta ketentuan lain yang dibutuhkan untuk mewujudkan ruang yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan. Ketentuan lain yang dibutuhkan, antara lain, adalah ketentuan pemanfaatan
ruang
yang
terkait
dengan
keselamatan
penerbangan,
pembangunan pemancar alat komunikasi, dan pembangunan jaringan listrik tegangan tinggi. Peraturan zonasi sistem wilayah meliputi indikasi arahan peraturan zonasi untuk struktur ruang dan pola ruang, yang terdiri dari : a. Struktur ruang dan sistem perkotaan; b. Sistem jaringan prasarana wilayah; c. Kawasan lindung dan budi daya. Dan untuk lebih jelasnya tentang peraturan zonasi seperti yang telah disebutkan diatas, berikut adalah penjelasannya. I. Peraturan Zonasi untuk Struktur Ruang dan Sistem Perkotaan A. Peraturan zonasi untuk struktur ruang wilayah dan jaringan prasarana wilayah meliputi : 1. Zonasi pemanfaatan ruang di sekitar jaringan prasarana wilayah untuk mendukung
berfungsinya
sistem
perkotaan
wilayah
dan
jaringan
prasarana wilayah terdiri dari kegiatan lindung dan budidaya sesuai dengan fungsi yang telah ditetapkan;. 2. Pelarangan
melakukan
pemanfaatan
ruang
yang
menyebabkan
gangguan terhadap berfungsinya sistem perkotaan wilayah dan jaringan prasarana wilayah; dan 3. Pembatasan intensitas pemanfaatan ruang agar tidak mengganggu fungsi sistem perkotaan wilayah dan jaringan prasarana wilayah.
LAPORAN RENCANA
VII - 8
B. Peraturan zonasi untuk sistem perkotaan PKL disusun dengan memperhatikan pemanfaatan ruang untuk kegiatan ekonomi berskala kabupaten yang didukung dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya. II. Peraturan zonasi untuk sistem jaringan prasarana wilayah A. Peraturan zonasi untuk sistem jaringan prasarana wilayah kabupaten disusun dengan meliputi jaringan sarana prasarana transportasi, jaringan dan sarana prasarana telematika, jaringan sarana prasarana pengairan, jaringan sarana prasarana energi dan jaringan sarana prasarana lingkungan. B. Peraturan zonasi pada jaringan sarana prasarana transportasi sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi: 1. Pemanfaatan ruang di sepanjang sisi jalan Nasional dan Kabupaten harus sesuai dengan ketentuan perundangan yang mengatur tentang jalan; 2. Pengendalian ketat dilakukan pada kawasan dengan kecenderungan perkembangan tinggi dengan memperhatikan bangkitan dan tarikan laulintas, ketersediaan sarana prasarana jalan dan persimpangan lalulintas; C. Peraturan zonasi pada jaringan sarana prasarana telematika sebagaimana dimaksud ayat (1), meliputi : 1. Pengembangan jaringan telematika disesuaikan dengan kebutuhan dan peraturan yang berlaku; 2. Penempatan sarana dan prasarana telematika bisa memanfaatkan kawasan lindung maupun budidaya selama tidak mengganggu fungsi dasar yang telah ditetapkan dalam rencana tata ruang, dengan tetap memperhatikan aspek keamanan dan keselamatan aktivitas kawasan di sekitarnya. D. Peraturan zonasi pada jaringan sarana prasarana pengairan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : 1. Pengembangan jaringan pengairan disesuaikan dengan kebutuhan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku; 2. Pembatasan dan pengendalian pemanfaatan ruang budidaya di sepanjang sisi jaringan pengairan dan di kawasan yang peka terhadap fungsi dan keberadaan jaringan sarana prasarana pengairan;
LAPORAN RENCANA
VII - 9
3. Pemanfaatan ruang di sepanjang jaringan sarana prasarana pengairan tidak boleh mengurangi dan mengganggu fungsi dan keberadaan sarana prasarana yang ada. E. Peraturan zonasi pada jaringan sarana prasarana energi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : 1. Pemanfaatan ruang di sekitar pembangkit listrik harus memperhatikan jarak aman dari kegiatan lain sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku; dan 2. Pelarangan pemanfaatan ruang bebas di sepanjang jalur transmisi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. F. Peraturan zonasi pada jaringan sarana prasarana lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi persampahan dan sanitasi lingkungan. 1. Peraturan zonasi pada jaringan sarana prasarana persampahan meliputi : a. Pemanfaatan ruang di sekitar lokasi TPA harus memperhatikan jarak aman dari kegiatan lain sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku; dan b. Pemanfaatan ruang pada sekitar jaringan persampahan harus memperhatikan aspek kesehatan dan keselamatan lingkungan dan meminimalisasi kemungkinan terkena dampak. 2. Peraturan zonasi pada jaringan sarana prasarana sanitasi meliputi: a. Pemanfaatan ruang diwajibkan mempertimbangkan penyediaan sanitasi dan mendukung pengembangan sistem pengelolaan sanitasi wilayah. b. Pemanfaatan ruang di sekitar lokasi instalasi pengelolaan limbah harus memperhatikan
dampak
yang
akan
timbul
dari
kegiataan
pengelolaan. III. Peraturan Zonasi Kawasan Lindung dan Budidaya Peraturan zonasi untuk kawasan lindung dan kawasan budidaya disusun dengan memperhatikan : 1. Pemanfaatan ruang untuk kegiatan pendidikan dan penelitian tanpa mengubah bentang alam; 2. Ketentuan
pelarangan
pemanfaatan
ruang
yang
membahayakan
keselamatan umum;
LAPORAN RENCANA
VII - 10
3. Pembatasan pemanfaatan ruang di sekitar kawasan yang telah ditetapkan sebagai kawasan rawan bencana alam; 4. Pembatasan
pemanfaatan
ruang
yang
menurunkan
kualitas
fungsi
lingkungan. Berikut adalah penjelasan tentang peraturan zonasi kawasan lindung dan budidaya. A. Peraturan zonasi kawasan lindung 1. Peraturan zonasi kawasan lindung diarahkan pada kawasan-kawasan lindung yang ditetapkan sebagai fungsi lindung dan berdasarkan kewenangan perencanaan sampai pengelolaannya. 2. Peraturan zonasi kawasan hutan lindung disusun dengan memperhatikan: a. Arahan peraturan zonasi kawasan hutan lindung dilakukan pada kawasan yang ditetapkan fungsi sebagai hutan lindung yang menjadi kewenangan daerah. b. Pemanfaatan ruang
wilayah kabupaten untuk wisata alam tanpa
merubah bentang alam; c. Pemanfaatan ruang kawasan untuk kegiatan budidaya hanya diizinkan
bagi
permukiman
penduduk
asli
dengan
luasan
tetap/terbatas, tidak mengurangi fungsi lindung kawasan, dan di bawah pengawasan ketat secara teknis oleh instansi terkait yang berwenang. d. Ketentuan pelarangan seluruh kegiatan yang berpotensi mengurangi luas kawasan hutan dan tutupan vegetasi; 3. Peraturan
zonasi
untuk
kawasan
resapan
air
disusun
dengan
memperhatikan: a. Pemanfaatan ruang secara terbatas untuk kegiatan budi daya tidak terbangun
yang memiliki
kemampuan tinggi
dalam menahan
limpasan air hujan; b. Penyediaan sumur resapan dan/atau waduk pada lahan terbangun yang sudah ada; 4. Peraturan
zonasi
untuk
sempadan
pantai
disusun
dengan
memperhatikan:
LAPORAN RENCANA
VII - 11
a. Prioritas pemanfaatan ruang untuk ruang terbuka hijau dan fungsi konservasi lainnya; b. Pengembangan struktur alami dan struktur buatan untuk mencegah abrasi; c. Pendirian bangunan dibatasi hanya untuk menunjang kegiatan pelabuhan, perikanan dan rekreasi pantai; d. Ketentuan pelarangan pendirian bangunan selain yang dimaksud pada
huruf
c
kecuali
bangunan
penunjang
pelabuhan
dan
perikanan; e. Ketentuan pelarangan semua jenis kegiatan yang dapat menurunkan luas, nilai ekologis, dan estetika kawasan. 5. Peraturan
zonasi
untuk
sempadan
sungai
dan
kawasan
sekitar
bendungan disusun dengan memperhatikan: a. Pemanfaatan ruang untuk ruang terbuka hijau; b. Ketentuan pelarangan pendirian bangunan kecuali bangunan yang dimaksudkan untuk pengelolaan badan air dan/atau pemanfaatan air; c. Pendirian bangunan dibatasi hanya untuk menunjang fungsi taman rekreasi maupun fasilitas pendukungnya, dengan memperhatikan dan mempertimbangkan kualitas dan daya dukung-daya tampung sungai dan atau bendungan yang ada serta keamanan dari masyarakat secara umum yang memanfaatkan ruang tersebut; d. Penetapan lebar sempadan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 6. Peraturan
zonasi
untuk
ruang
terbuka
hijau
disusun
dengan
kegiatan
rekreasi,
memperhatikan: a. RTH
dimanfaatkan
sebagai
ruang
untuk
perlindungan kawasan, makam, pendidikan dan penelitian serta kegiatan sejenis; b. RTH diperuntukan kepentingan publik maupun privat, dimana RTH publik antara lain taman kota, taman pemakaman umum dan jalur hijau sepanjang jalan, sungai dan pantai; sedangkan RTH privat
LAPORAN RENCANA
VII - 12
antara lain kebun atau halaman rumah/gedung milik masyarakat atau swasta yang ditanami tumbuhan; c. Pendirian bangunan dibatasi hanya untuk bangunan penunjang kegiatan rekreasi dan fasilitas umum lainnya; d. Ketentuan pelarangan pendirian bangunan permanen selain yang dimaksud pada huruf b; e. Fungsi dasar RTH tidak boleh berkurang karena pendirian bangunan penunjang RTH dimaksud; 7. Peraturan zonasi untuk taman nasional, disusun dengan memperhatikan: a. Pemanfaatan ruang untuk penelitian, pendidikan, dan wisata alam; b. Ketentuan pelarangan kegiatan selain yang dimaksud pada huruf a; c. Pendirian bangunan dibatasi hanya untuk menunjang kegiatan sebagaimana dimaksud pada huruf a; d. Ketentuan pelarangan pendirian bangunan selain yang dimaksud pada huruf c; dan e. Ketentuan pelarangan terhadap penanaman flora dan pelepasan satwa yang bukan merupakan flora dan satwa endemik kawasan. 8. Peraturan zonasi untuk kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan disusun dengan memperhatikan: a. Pemanfaatan untuk penelitian, pendidikan, dan pariwisata; dan b. Ketentuan pelarangan kegiatan dan pendirian bangunan yang tidak sesuai dengan fungsi kawasan. 9. Peraturan
zonasi
untuk
kawasan
rawan
banjir
disusun
dengan
memperhatikan: a. Penetapan batas dataran banjir; b. Pemanfaatan
dataran
banjir
bagi
ruang
terbuka
hijau
dan
pembangunan fasilitas umum dengan kepadatan rendah; dan c. Ketentuan
pelarangan
pemanfaatan
ruang
bagi
kegiatan
permukiman dan fasilitas umum penting lainnya. 10. Peraturan zonasi untuk kawasan sempadan mata air disusun dengan memperhatikan: a. Pemanfaatan ruang untuk ruang terbuka hijau; dan
LAPORAN RENCANA
VII - 13
b. Pelarangan
kegiatan
yang
dapat
menimbulkan
pencemaran
terhadap mata air. B. Peraturan zonasi kawasan lindung 1. Peraturan Zonasi untuk Kawasan Budidaya diarahkan pada kawasankawasan budidaya yang ditetapkan sebagai fungsi budidaya dan berdasarkan kewenangan perencanaan sampai pengelolaannya. 2. Peraturan
zonasi
untuk
kawasan
hutan produksi
disusun dengan
memperhatikan: a. Pembatasan pemanfaatan hasil hutan untuk menjaga kestabilan neraca sumber daya kehutanan; b. Pendirian bangunan dibatasi hanya untuk menunjang kegiatan pemanfaatan hasil hutan; dan c. Ketentuan pelarangan pendirian bangunan selain yang dimaksud pada huruf b. 3. Peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan pertanian lahan basah (sawah) disusun dengan memperhatikan: a. Pemanfaatan ruang untuk permukiman petani dengan kepadatan rendah; b. Ketentuan pelarangan alih fungsi lahan menjadi lahan budidaya non pertanian (terbangun) kecuali terbatas untuk pembangunan sistem jaringan prasarana utama, dan fasilitas pendukung pertanian yang sangat mempengaruhi pada upaya peningkatan produktivitas dan pengolahan hasil panen sesuai Ketentuan/Peraturan yang berlaku; c. Ketentuan pelarangan alih fungsi lahan menjadi lahan budidaya non pertanian (terbangun) sebagaimana diuraikan pada huruf a dan b diatas, yang termasuk sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan atau yang ditetapkan oleh sebagai sentra lahan pertanian basah (sawah); d. Ketentuan alih fungsi lahan pertanian sawah mengikuti ketentuan yang berlaku.
LAPORAN RENCANA
VII - 14
4. Peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan pertanian lahan kering disusun dengan memperhatikan: a. Pemanfaatan
ruang
untuk
rencana
pengembangan
kawasan
pertanian sawah tadah hujan, tegalan, ladang, kebun campur, perkebunan, hortikultura, peternakan, serta perikanan darat, sesuai kebijakan dan strategi pengembangan dari masing-masing jenis kawasan; b. Ketentuan pelarangan alih fungsi lahan menjadi lahan budidaya non pertanian (terbangun) kecuali terbatas untuk pembangunan sistem jaringan prasarana utama, dan fasilitas pendukung pertanian yang sangat mempengaruhi pada upaya peningkatan produktivitas dan pengolahan hasil panen sesuai Ketentuan/Peraturan yang berlaku; c. Ketentuan pelarangan alih fungsi lahan menjadi lahan budidaya non pertanian (terbangun) sebagaimana diuraikan pada huruf a dan b diatas, yang termasuk sebagai kawasan sentra budidaya pertanian khusus sesuai Ketentuan/Peraturan yang berlaku. 5. Peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan perikanan (pantai dan laut) disusun dengan memperhatikan: a. pemanfaatan ruang untuk permukiman petani dan/atau nelayan dengan kepadatan rendah; b. pemanfaatan ruang untuk kawasan penghijaun dan/atau c. kawasan sabuk hijau; d. pemanfaatan sumber daya perikanan agar tidak melebihi potensi lestari. 6. Peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan pertambangan disusun dengan memperhatikan: a. Ketentuan pelarangan pemanfaatan pertambangan pada kawasan dengan fungsi lindung, kawasan pertanian lahan basah (sawah), serta kawasan budidaya terbangun (permukiman, industri, pariwisata, dan sejenisnya termasuk sistem jaringan prasarana utama); b. Ketentuan pemanfaatan pertambangan pada kawasan yang telah diarahkan sebagai rencana pengembangan penambangan, dengan memperhatikan keseimbangan antara biaya dan manfaat serta
LAPORAN RENCANA
VII - 15
keseimbangan antara risiko dan manfaat, termasuk pengaturan bangunan
lain
disekitar
instalasi
dan
peralatan
kegiatan
pertambangan yang berpotensi menimbulkan bahaya dengan memperhatikan kepentingan, berdasarkan analisa teknis dari instansi Teknis yang Terkait. 7. Peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan industri dan pergudangan disusun dengan memperhatikan: a. Pemanfaatan ruang untuk kegiatan kawasan industri, kawasan peruntukan industri, dan home industri, b. pemanfaatan ruang untuk kegiatan industri baik yang sesuai dengan kemampuan penggunaan teknologi, potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia di wilayah sekitarnya; c. pembatasan pembangunan rumah tinggal di dalam lokasi Kawasan Peruntukan Industri untuk mengurangi dampak negatif pengaruh dari keberadaan industri terhadap permukiman yang ada; d. Ketentuan pelarangan peruntukkan lain selain industri maupun fasilitas pendukungnya dalam Kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan industri sesuai Ketentuan/Peraturan yang berlaku, kecuali Kawasan Peruntukan Industri, Home Industri serta kawasan industri e. Pemanfaatan ruang kawasan industri, diarahkan untuk pemanfaatan rumah tinggal, kegiatan produksi, tempat proses produksi, fasilitas pendukung/penunjang permukiman maupun industri akan diatur tersendiri secara khusus berdasarkan peraturan yang berlaku; f.
Pemanfaatan ruang untuk Home Industri, diijinkan pemanfaatannya dalam kawasan permukiman dengan pembatasan pada luasan lahan, dan dampak yang ditimbulkan (berdasarkan batasan kapasitas produksi, tenaga kerja, transportasi yang dihasilkan, dan limbah yang dihasilkan berdasarkan analisa daya dukung dan daya tampung lokasi) sesuai peraturan yang berlaku;
g. Pemanfaatan ruang untuk pergudangan antara lain berupa gudang untuk industri, perdagangan, stasiun pengisian bahan bakar dan kegiatan
LAPORAN RENCANA
sejenis
diijinkan
pemanfaatannya
dalam
kawasan
VII - 16
permukiman dengan pembatasan pada luasan lahan, dan dampak yang ditimbulkan sesuai peraturan yang berlaku. 8. Peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan pariwisata disusun dengan memperhatikan: a. Pemanfaatan potensi alam dan budaya masyarakat sesuai daya dukung dan daya tampung lingkungan; b. Perlindungan terhadap situs peninggalan kebudayaan masa lampau; c. Pembatasan pendirian bangunan (kecuali permukiman penduduk) pada koridor jalur wisata utama maupun kawasan/obyek wisata hanya untuk kegiatan/peruntukan lahan yang menunjang kegiatan pariwisata; dan d. Ketentuan pelarangan pendirian bangunan selain yang dimaksud pada
huruf c.
9. Peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan permukiman disusun dengan memperhatikan: a. Pemanfaatan ruang untuk peruntukkan home industri
dengan
kepadatan rendah dan batasan khusus sesuai ketentuan yang berlaku; b. Penetapan fasilitas pendukung kegiatan permukiman dan aktivitas masyarakat yang dibutuhkan secara proporsional sesuai peraturan yang berlaku, antara lain berupa fasilitas pendidikan, kesehatan, peribadatan, rekreasi, olah raga dan lain-lain sesuai kebutuhan masyarakat setempat; c. Penetapan amplop bangunan; d. Penetapan tema arsitektur bangunan; e. Penetapan kelengkapan bangunan dan lingkungan; dan f.
Penetapan jenis dan syarat penggunaan bangunan yang diizinkan.
Secara umum kawasan atau zona di Kabupaten Rote dibagi menjadi kawasan perkotaan dan kawasan pedesaan. Masing-masing zona akan memiliki ketentuan umum zoningnya. Pada skala kabupaten, klasifikasi zonasi yang digunakan untuk penyusunan zoning untuk Kabupaten Rote adalah berdasarkan
LAPORAN RENCANA
VII - 17
hirarki 3 (zona penggunaan lahan) dan hirarki 4 (daftar kegiatan) yang dapat dilihat pada tabel 7.1.
LAPORAN RENCANA
VII - 18
LAPORAN RENCANA
VII - 19
LAPORAN RENCANA
VII - 20
LAPORAN RENCANA
VII - 21
LAPORAN RENCANA
VII - 22
7.2
KETENTUAN PERIZINAN Yang dimaksud dengan perizinan berdasarkan UU 26 tahun 2007 tentang
Penataan Ruang adalah perizinan yang terkait dengan izin pemanfaatan ruang yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan harus dimiliki sebelum pelaksanaan pemanfaatan ruang. Izin dimaksud adalah izin lokasi/fungsi ruang, amplop ruang, dan kualitas ruang. Dalam Undang-undang No. 26 Tahun 2007 pasal 37 disebutkan bahwa : 1.
Ketentuan perizinan diatur oleh Pemerintah dan pemerintah daerah menurut kewenangan masing-masing sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
2.
Izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah dibatalkan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah menurut kewenangan masing-masing sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
3.
Izin pemanfaatan ruang yang dikeluarkan dan/atau diperoleh dengan tidak melalui prosedur yang benar, batal demi hukum.
4.
Izin pemanfaatan ruang yang diperoleh melalui prosedur yang benar tetapi kemudian terbukti tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah, dibatalkan
oleh
Pemerintah
dan
Pemerintah
Daerah
sesuai
dengan
kewenangannya. 5.
Terhadap kerugian yang ditimbulkan akibat pembatalan izin sebagaimana dapat dimintakan penggantian yang layak kepada instansi pemberi izin.
6.
Izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai lagi akibat adanya perubahan rencana tata ruang wilayah dapat dibatalkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah dengan memberikan ganti kerugian yang layak.
7.
Setiap pejabat pemerintah yang berwenang menerbitkan izin pemanfaatan ruang dilarang menerbitkan izin yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang.
8.
Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur perolehan izin dan tata cara penggantian yang layak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) diatur dengan peraturan pemerintah.
9.
Dalam penjelasan UU No. 26 Tahun 2007 pasal 37 dijelaskan bahwa, yang dimaksud dengan perizinan adalah perizinan yang terkait dengan izin pemanfaatan
ruang
LAPORAN RENCANA
yang
menurut
ketentuan
peraturan
perundang-
VII - 23
undangan harus dimiliki sebelum pelaksanaan pemanfaatan ruang. Izin dimaksud adalah izin lokasi/fungsi ruang, amplop ruang, dan kualitas ruang. Berkaitan dengan pemberian izin, maka Pemerintah Kabupaten diharuskan memeriksa kesesuaian izin pemanfaatan ruang dengan rencana tata ruang wilayah kabupaten dan peraturan zonasi kabupaten yang berlaku. Jenis-jenis izin pemanfaatan ruang yang diberikan oleh Pemerintah Kabupaten, meliputi: a. Izin prinsip; b. Izin lokasi; c. Izin penggunaan pemanfaatan tanah; d. Izin mendirikan bangunan; dan e. Izin lain berdasarkan peraturan perundang-undangan. Izin pemanfaatan ruang diberikan untuk: a. Menjamin pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana tata ruang, peraturan zonasi, dan standar pelayanan minimal bidang penataan ruang; b. Mencegah dampak negatif pemanfaatan ruang; dan c. Melindungi kepentingan umum dan masyarakat luas. Izin pemanfaatan ruang diberikan kepada calon pengguna ruang yang akan melakukan kegiatan pemanfaatan ruang pada suatu kawasan atau zona berdasarkan rencana tata ruang. Ketentuan lebih lanjut mengenai perijinan diatur diatur dalam Peraturan Bupati 7.3
KETENTUAN INSENTIF DAN DISINSENTIF Dalam UU No. 26 Tahun 2007 pasal 38 disebutkan bahwa: 1. Dalam pelaksanaan pemanfaatan ruang agar pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana tata ruang wilayah dapat diberikan insentif dan/atau disinsentif oleh Pemerintah dan pemerintah daerah. 2. Insentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35, yang merupakan perangkat atau upaya untuk memberikan imbalan terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang, berupa: a. Keringanan pajak, pemberian kompensasi, subsidi silang, imbalan, sewa ruang, dan urun saham;
LAPORAN RENCANA
VII - 24
b. Pembangunan serta pengadaan infrastruktur; c. Kemudahan prosedur perizinan; serta d. Pemberian
penghargaan
kepada
masyarakat,
swasta
dan/atau
pemerintah daerah. e. contoh pada kawasan lindung 3. Disinsentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35, yang merupakan perangkat untuk mencegah, membatasi pertumbuhan, atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang, berupa: a. Pengenaan pajak yang tinggi, disesuaikan dengan besarnya biaya yang dibutuhkan untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan akibat pemanfaatan ruang; serta b. Pembatasan penyediaan infrastruktur, pengenaan kompensasi, dan penalti. 4. Insentif
dan
disinsentif
diberikan
dengan
tetap
menghormati
hak
masyarakat. 5. Insentif dan disinsentif dapat diberikan oleh: a. Pemerintah kepada pemerintah daerah; b. Pemerintah daerah kepada pemerintah daerah lainnya; serta c. Pemerintah kepada masyarakat. 6. Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dan tata cara pemberian insentif dan disinsentif diatur dengan peraturan pemerintah. Dalam penjelasan UU No. 26 Tahun 2007 pasal 38 dijelaskan bahwa penerapan insentif
atau
disinsentif
secara
terpisah
dilakukan
untuk
perizinan
skala
kecil/individual sesuai dengan peraturan zonasi, sedangkan penerapan insentif dan disinsentif secara bersamaan diberikan untuk perizinan skala besar/kawasan karena dalam skala besar/kawasan dimungkinkan adanya pemanfaatan ruang yang dikendalikan dan didorong pengembangannya secara bersamaan. Disinsentif berupa pengenaan pajak yang tinggi dapat dikenakan untuk pemanfaatan ruang yang tidak sesuai rencana tata ruang melalui penetapan nilai jual objek pajak (NJOP) dan nilai jual kena pajak (NJKP) sehingga pemanfaat ruang membayar pajak lebih tinggi. Insentif dapat diberikan antar pemerintah daerah yang saling berhubungan berupa subsidi silang dari daerah yang penyelenggaraan pemanfaatan ruangnya
LAPORAN RENCANA
VII - 25
memberikan dampak kepada daerah yang dirugikan, atau antara pemerintah dan swasta dalam hal pemerintah memberikan preferensi kepada swasta sebagai imbalan dalam mendukung perwujudan rencana tata ruang. Selain ketentuan menurut undang – undang penataan tata ruang seperti yang dijelaskan diatas, terdapat juga ketentuan insentif disinsentif menurut pedoman penyusunan RTRW Kabupaten oleh Kepmen P.U. No. 16 tahun 2009, yang menyebutkan bahwa: A Ketentuan Pemberian Insentif 1. Ketentuan pemberian insentif adalah ketentuan yang mengatur tentang pemberian imbalan terhadap pelaksanaan kegiatan yang sesuai dengan kegiatan yang didorong perwujudannya dalam rencana tata ruang; 2. Ketentuan pemberian insentif berfungsi sebagai: a) Perangkat untuk mendorong kegiatan dalam pemanfaatan ruang pada promoted area yang sejalan dengan rencana tata ruang; dan b) Katalisator perwujudan pemanfaatan ruang; 3. Ketentuan pemberian insentif disusun berdasarkan: a) Rencana struktur ruang dan rencana pola ruang wilayah kota dan/atau rencana detail tata ruang wilayah kabupaten; b) Ketentuan umum peraturan zonasi kabupaten; dan c) Peraturan perundang-undangan sektor terkait lainnya. 4. Ketentuan insentif dari pemerintah kabupaten kepada pemerintah desa dalam wilayah kabupaten dan kepada pemerintah daerah lainnya, dapat diberikan dalam bentuk: a) Pemberian kompensasi; b) Subsidi silang; c) Penyediaan sarana dan prasarana; dan/atau d) Publisitas atau promosi daerah; 5. Ketentuan insentif dari pemerintah kabupaten kepada masyarakat umum (investor, lembaga komersial, perorangan, dan lain sebagainya), dapat diberikan dalam bentuk: a) Pemberian kompensasi; b) Pengurangan retribusi; c) Imbalan;
LAPORAN RENCANA
VII - 26
d) Sewa ruang dan urun saham; e) Penyediaan prasarana dan sarana; f) Penghargaan; dan/atau g) Kemudahan perizinan. 6. Ketentuan insentif dimaksud harus dilengkapi dengan besaran dan jenis kompensasi yang dapat diberikan. B
Ketentuan Pemberian Disinsentif 1. Ketentuan pemberian disinsentif adalah ketentuan yang mengatur tentang pengenaan bentuk-bentuk kompensasi dalam pemanfaatan ruang; 2. Ketentuan
pemberian
disinsentif
berfungsi
sebagai
perangkat
untuk
mencegah, membatasi pertumbuhan atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang (atau pada non-promoted area); 3. Ketentuan pemberian disinsentif disusun berdasarkan: a) Rencana struktur ruang dan rencana pola ruang wilayah kabupaten; b) Ketentuan umum peraturan zonasi kabupaten; dan c) Peraturan perundang-undangan sektor terkait lainnya. 4. Ketentuan disinsentif dari pemerintah kabupaten kepada pemerintah desa dalam wilayah kabupaten dan kepada pemerintah daerah lainnya, dapat diberikan dalam bentuk: a) Pengenaan retribusi yang tinggi; dan/atau b) Pembatasan penyediaan sarana dan prasarana. 5. Ketentuan disinsentif dari pemerintah kabupaten kepada masyarakat umum (investor, lembaga komersial, perorangan, dan lain sebagainya), dapat diberikan dalam bentuk: a) Pengenaan pajak/retribusi yang tinggi; b) Pemberian persyaratan khusus dalam proses perizinan; dan/atau c) Pembatasan penyediaan sarana dan prasarana infrastruktur. 6. Ketentuan disinsentif dimaksud harus dilengkapi dengan besaran dan jenis kompensasi yang dapat diberikan. Contoh bentuk-bentuk pengenaan insentif dan disinsentif dapat dibagi menjadi sanksi administratif, sanksi ekonomi dan sanksi fisik. Secara detail pembagian insentif dan disinsentif dapat dilihat pada tabel berikut.
LAPORAN RENCANA
VII - 27
Tabel 7.2 Arahan Insentif Dan Disinsentif BIDANG
7.4
INSENTIF
DISINSENTIF
ADMINISTRATIF
Kemudahan ijin Penghargaan
Perpanjang prosedur Perketat/tambah syarat
EKONOMI
Keringanan pajak Kompensasi Imbalan Pola pengelolaan
Pajak tinggi Retribusi tinggi Denda/charge Pembatasan prasarana
FISIK
Subsidi prasarana Bonus/insentif TDR (Transfer of Development Right/pengalihan hak membangun) Ketentuan teknis (bersifat lokalistrik sesuai kemampuan Pemda)
ARAHAN SANKSI Dalam UU No. 26 Tahun 2007 pasal 38 disebutkan bahwa pengenaan sanksi
merupakan tindakan penertiban yang dilakukan terhadap pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan peraturan zonasi. Arahan sanksi dalam pengenaan saksi terhadap : a. Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana struktur ruang dan pola ruang wilayah kabupaten; b. Pelanggaran ketentuan umum peraturan zonasi sistem kabupaten; c. Pemanfaatan
ruang
tanpa
izin
pemanfaatan
ruang
yang
diterbitkan
berdasarkan RTRW Kabupaten; d. Pemanfaatan ruang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan raung yang diterbitkan berdasarkan RTRW Kabupaten; e. Pelanggaran ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan raung yang diterbitkan berdasarkan RTRW Kabupaten; f.
pemanfaatang ruang yang menghalangi akses terhadap kawasan yang oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum; dan/ atau
g. pemanfaatan ruang dengan izin yang diperoleh dengan prosedur yang tidak benar.
LAPORAN RENCANA
VII - 28
Pelanggaran yang terkait dengan huruf a, huruf b, huruf d, huruf e, huruf f, dan huruf g dikenakan sanksi administrasi berupa : a.
Peringatan tertulis;
b.
Penghentian sementara kegiatan;
c.
Penghentian sementara pelayanan umum;
d.
Penutupan lokasi;
e.
Pencabutan izin;
f.
Pembatalan izin;
g.
Pembongkaran bangunan;
h.
Pemulihan fungsi; dan/atau
i.
Denda administratif. Terhadap pelanggaran yang terkait dengan huruf c dikenakan sanksi
administratif berupa : a.
Peringatan tertulis;
b.
Penghentian sementara kegiatan;
c.
Penghentian sementara pelayanan umum;
d.
Penutupan lokasi;
e.
Pembongkaran bangunan;
f.
Pemulihan fungsi ruang; dan/atau
g.
Denda administratif. Selain arahan sanksi menurut undang – undang penataan ruang No.26 tahun
2007, terdapat pula arahan pengenaan sanksi menurut pedoman penyusunan RTRW kabupaten menurut Kepmen P.U. No.16 tahun 2009, adapun penjelasan mengenai arahan pengenaan sanksi tersebut dapat dilihat dibawah ini: 1. Arahan pengenaan sanksi merupakan arahan ketentuan pengenaan sanksi administratif kepada pelanggar pemanfaatan ruang yang akan menjadi acuan bagi pemerintah daerah kabupaten; 2. Arahan pengenaan sanksi administratif berfungsi sebagai: a) Perangkat untuk mencegah, membatasi pertumbuhan atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang; dan b) Penertiban pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang. 3. Arahan pengenaan sanksi administratif ditetapkan berdasarkan:
LAPORAN RENCANA
VII - 29
a. Hasil pengawasan penataan ruang; b. Tingkat simpangan implementasi rencana tata ruang; c. Kesepakatan antar instansi yang berwenang; dan d. Peraturan perundang-undangan sektor terkait lainnya. 4. Arahan pengenaan sanksi administratif dilakukan secara berjenjang dalam bentuk: a) Peringatan tertulis; Peringatan
tertulis
diberikan
oleh
pejabat
yang
berwenang
dalam
penertiban pelanggaran pemanfaatan ruang melalui penerbitan surat peringatan tertulis sebanyak-banyaknya 3 (tiga) kali. b) Penghentian sementara kegiatan; Penghentian kegiatan sementara dilakukan melalui langkahlangkah sebagai berikut: 1.
Penerbitan surat perintah penghentian kegiatan sementara dari pejabat yang berwenang melakukan penertiban pelanggaran pemanfaatan ruang;
2.
Apabila
pelanggar
mengabaikan
perintah
penghentian
kegiatan
sementara, pejabat yang berwenang melakukan penertiban dengan menerbitkan surat keputusan pengenaan sanksi penghentian sementara secara paksa terhadap kegiatan pemanfaatan ruang; 3.
Pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban dengan memberitahukan kepada pelanggar mengenai pengenaan sanksi penghentian kegiatan pemanfaatan ruang dan akan segera dilakukan tindakan penertiban oleh aparat penertiban;
4.
Berdasarkan
surat
keputusan
pengenaan
sanksi,
pejabat
yang
berwenang melakukan penertiban dengan bantuan aparat penertiban melakukan penghentian kegiatan pemanfaatan ruang secara paksa; dan 5.
Setelah
kegiatan
pemanfaatan
ruang
dihentikan,
pejabat
yang
berwenang melakukan pengawasan agar kegiatan pemanfaatan ruang yang dihentikan tidak beroperasi kembali sampai dengan terpenuhinya kewajiban pelanggar untuk menyesuaikan pemanfaatan ruangnya
LAPORAN RENCANA
VII - 30
dengan rencana tata ruang dan/atau ketentuan teknis pemanfaatan ruang yang berlaku. c) Penghentian sementara pelayanan umum; Penghentian sementara pelayanan umum dilakukan melalui langkahlangkah sebagai berikut: 1.
Penerbitan surat pemberitahuan penghentian sementara pelayanan umum
dari
pejabat
yang
berwenang
melakukan
penertiban
pelanggaran pemanfaatan ruang (membuat surat pemberitahuan penghentian sementara pelayanan umum); 2.
Apabila
pelanggar
disampaikan,
mengabaikan
pejabat
yang
surat
berwenang
pemberitahuan melakukan
yang
penertiban
menerbitkan surat keputusan pengenaan sanksi pelanggar dengan memuat rincian jenis-jenis pelayanan umum yang akan diputus; 3.
Pejabat
yang
berwenang
melakukan
tindakan
penertiban
memberitahukan kepada pelanggar mengenai pengenaan sanksi penghentian
sementara
pelayanan
umum
yang
akan
segera
dilaksanakan, disertai rincian jenis-jenis pelayanan umum yang akan diputus; 4.
Pejabat yang berwenang menyampaikan perintah kepada penyedia jasa
pelayanan
umum
untuk
menghentikan
pelayanan
kepada
pelanggar, disertai penjelasan secukupnya; 5.
Penyedia jasa pelayanan umum menghentikan pelayanan kepada pelanggar; dan
6.
Pengawasan terhadap penerapan sanksi penghentian sementara pelayanan umum dilakukan untuk memastikan tidak terdapat pelayanan umum kepada pelanggar sampai dengan pelanggar memenuhi kewajibannya untuk menyesuaikan pemanfaatan ruangnya dengan rencana tata ruang dan ketentuan teknis pemanfaatan ruang yang berlaku.
d) Penutupan lokasi; Penutupan lokasi dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut: 1.
Penerbitan
surat
perintah
penutupan
lokasi
dari
pejabat
yang
berwenang melakukan penertiban pelanggaran pemanfaatan ruang;
LAPORAN RENCANA
VII - 31
2.
Apabila pelanggar mengabaikan surat perintah yang disampaikan, pejabat yang berwenang menerbitkan surat keputusan pengenaan sanksi penutupan lokasi kepada
3.
Pelanggar; pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban dengan memberitahukan kepada pelanggar mengenai pengenaan sanksi penutupan lokasi yang akan segera dilaksanakan;
4.
Berdasarkan
surat
keputusan
pengenaan
sanksi,
pejabat
yang
berwenang dengan bantuan aparat penertiban melakukan penutupan lokasi secara paksa; dan 5.
Pengawasan terhadap penerapan sanksi penutupan lokasi, untuk memastikan lokasi yang ditutup tidak dibuka kembali sampai dengan pelanggar memenuhi kewajibannya untuk menyesuaikan pemanfaatan ruangnya
dengan
rencana
tata
ruang
dan
ketentuan
teknis
pemanfaatan ruang yang berlaku. e) Pencabutan izin; Pencabutan izin dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut: 1. Menerbitkan surat pemberitahuan sekaligus pencabutan izin oleh pejabat
yang
berwenang
melakukan
penertiban
pelanggaran
pemanfaatan ruang; 2. Apabila
pelanggar
mengabaikan
surat
pemberitahuan
yang
disampaikan, pejabat yang berwenang menerbitkan surat keputusan pengenaan sanksi pencabutan izin pemanfaatan ruang; 3. Pejabat
yang
berwenang
memberitahukan
kepada
pelanggar
mengenai pengenaan sanksi pencabutan izin; 4. Pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban mengajukan permohonan
pencabutan
izin
kepada
pejabat
yang
memiliki
kewenangan untuk melakukan pencabutan izin; 5. Pejabat yang memiliki kewenangan untuk melakukan pencabutan izin menerbitkan keputusan pencabutan izin; 6. Memberitahukan kepada pemanfaat ruang mengenai status izin yang telah
dicabut,
sekaligus
perintah
untuk
menghentikan
kegiatan
pemanfaatan ruang secara permanen yang telah dicabut izinnya; dan
LAPORAN RENCANA
VII - 32
7. Apabila
pelanggar
mengabaikan
perintah
untuk
menghentikan
kegiatan pemanfaatan yang telah dicabut izinnya, pejabat yang berwenang melakukan penertiban kegiatan tanpa izin sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. f) Pembatalan izin; Pembatalan izin dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut: 1.
Membuat
lembar
evaluasi
yang
berisikan
perbedaan
antara
pemanfaatan ruang menurut dokumen perizinan dengan arahan pola pemanfaatan ruang dalam rencana tata ruang yang berlaku; 2.
Memberitahukan kepada pihak yang memanfaatkan ruang perihal rencana pembatalan izin, agar yang bersangkutan dapat mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mengantisipasi hal-hal akibat pembatalan izin;
3.
Menerbitkan surat keputusan pembatalan izin oleh pejabat yang berwenang melakukan penertiban pelanggaran pemanfaatan ruang;
4.
Memberitahukan
kepada
pemegang
izin
tentang
keputusan
pembatalan izin; 5.
Menerbitkan surat keputusan pembatalan izin dari pejabat yang memiliki kewenangan untuk melakukan pembatalan izin; dan
6.
Memberitahukan kepada pemanfaat ruang mengenai status izin yang telah dibatalkan.
g) Pembongkaran bangunan; Pembongkaran bangunan dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut: 1. Menerbitkan surat pemberitahuan perintah pembongkaran bangunan dari pejabat yang berwenang melakukan penertiban pelanggaran pemanfaatan ruang; 2. Apabila
pelanggar
disampaikan,
pejabat
mengabaikan yang
surat
berwenang
pemberitahuan melakukan
yang
penertiban
mengeluarkan surat keputusan pengenaan sanksi pembongkaran bangunan;
LAPORAN RENCANA
VII - 33
3. Pejabat
yang
berwenang
melakukan
tindakan
penertiban
memberitahukan kepada pelanggar mengenai pengenaan sanksi pembongkaran bangunan yang akan segera dilaksanakan; dan 4. Berdasarkan
surat
keputusan
pengenaan
sanksi,
pejabat
yang
berwenang melakukan tindakan penertiban dengan bantuan aparat penertiban melakukan pembongkaran bangunan secara paksa. h) Pemulihan fungsi ruang; Pemulihan fungsi ruang dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut: 1.
Menetapkan ketentuan pemulihan fungsi ruang yang berisi bagianbagian yang harus dipulihkan fungsinya dan cara pemulihannya;
2.
Pejabat
yang
berwenang
pemanfaatan
ruang
melakukan
menerbitkan
penertiban
surat
pelanggaran
pemberitahuan
perintah
pemulihan fungsi ruang; 3.
Apabila
pelanggar
disampaikan,
pejabat
mengabaikan yang
surat
berwenang
pemberitahuan melakukan
yang
penertiban
mengeluarkan surat keputusan pengenaan sanksi pemulihan fungsi ruang; 4.
Pejabat
yang
berwenang
melakukan
tindakan
penertiban,
memberitahukan kepada pelanggar mengenai pengenaan sanksi pemulihan fungsi ruang yang harus
dilaksanakan pelanggar dalam
jangka waktu tertentu; 5.
Pejabat
yang
berwenang
melakukan
tindakan
penertiban
dan
melakukan pengawasan pelaksanaan kegiatan pemulihan fungsi ruang; 6.
Apabila sampai jangka waktu yang ditentukan pelanggar belum melaksanakan pemulihan fungsi ruang, pejabat yang bertanggung jawab melakukan tindakan penertiban dapat melakukan tindakan paksa untuk melakukan pemulihan fungsi ruang; dan
7.
Apabila pelanggar pada saat itu dinilai tidak mampu membiayai kegiatan pemulihan fungsi ruang, pemerintah dapat mengajukan penetapan pengadilan agar pemulihan dilakukan oleh pemerintah atas beban pelanggar di kemudian hari.
LAPORAN RENCANA
VII - 34
i)
Denda administratif; yang dapat dikenakan secara tersendiri atau bersamasama dengan pengenaan sanksi administratif dan besarannya ditetapkan oleh masing-masing pemerintah daerah kabupaten. Ketentuan pengenaan sanksi administratif ini dapat diatur lebih lanjut melalui Peraturan Gubernur. Ketentuan lebih lanjut terkait pengenaan sanksi pidana dan sanksi perdata mengacu pada peraturan perundang-undangan terkait lainnya.
Secara detail peraturan arahan sanksi dapat dilihat pada tabel berikut.
LAPORAN RENCANA
VII - 35
Tabel 7.3 Arahan Sanksi Terhadap Pelanggaran Penataan Ruang SANKSI TURUNAN PELANGGAR
JENIS PELANGGARAN
PELANGGARAN BERDAMPAK PERUBAHAN FUNGSI RUANG
PELANGGARAN BERDAMPAK KERUGIAN FISIK
PELANGGARAN BERDAMPAK KEMATIAN MANUSIA
Tidak didefinisikan
Pidana penjara maks 3 tahun Denda maks 500 juta rupiah
Pidana penjara maks 8 tahun Denda maks 1,5 milyar rupiah
Pidana penjara maks 15 tahun Denda maks 5 milyar rupiah
Tidak didefinisikan
Pidana penjara dan denda pada pengurusnya Pidana denda dengan pemberatan 3 kali dari pidana denda pelanggar perorangan Pidana tambahan berupa pencabutan ijin usaha dan
Pidana penjara dan denda pada pengurusnya Pidana denda dengan pemberatan 3 kali dari pidana denda pelanggar perorangan Pidana tambahan berupa pencabutan ijin usaha dan
Pidana penjara dan denda pada pengurusnya Pidana denda dengan pemberatan 3 kali dari pidana denda pelanggar perorangan Pidana tambahan berupa pencabutan ijin usaha dan
SANKSI UTAMA
SETIAP ORANG
KOORPOR ASI
LAPORAN RENCANA
Tidak menaati rencana tata ruang (Pasal 69)
SANKSI TURUNAN PELANGGAR
JENIS PELANGGARAN
SETIAP ORANG
KOORPOR ASI
LAPORAN RENCANA
Memanfaat kan ruang tidak sesuai dengan ijin pemanfaat an ruang dari pejabat yang berwenang (pasal 70)
PELANGGARAN BERDAMPAK PERUBAHAN FUNGSI RUANG
PELANGGARAN BERDAMPAK KERUGIAN FISIK
PELANGGARAN BERDAMPAK KEMATIAN MANUSIA
atau pencabutan status badan hukum
atau pencabutan status badan hukum
atau pencabutan status badan hukum
Pidana penjara maks 3 tahun Denda maks 500 juta rupiah
Pidana penjara maks 5 tahun Denda maks 1 milyar rupiah
Pidana penjara maks 5 tahun Denda maks 1,5 milyar rupiah
Pidana penjara maks 15 tahun Denda maks 5 milyar rupiah
Pidana penjara dan denda pada pengurusnya Pidana denda dengan pemberatan 3 kali dari pidana denda pelanggar perorangan Pidana tambahan
Pidana penjara dan denda pada pengurusnya Pidana denda dengan pemberatan 3 kali dari pidana denda pelanggar perorangan Pidana tambahan
Pidana penjara dan denda pada pengurusnya Pidana denda dengan pemberatan 3 kali dari pidana denda pelanggar perorangan Pidana tambahan
Pidana penjara dan denda pada pengurusnya Pidana denda dengan pemberatan 3 kali dari pidana denda pelanggar perorangan Pidana tambahan
SANKSI UTAMA
SANKSI TURUNAN PELANGGAR
SETIAP ORANG
KOORPOR ASI
LAPORAN RENCANA
JENIS PELANGGARAN
Tidak mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyarata n ijin pemanfaat an ruang (pasal 71)
PELANGGARAN BERDAMPAK PERUBAHAN FUNGSI RUANG
PELANGGARAN BERDAMPAK KERUGIAN FISIK
PELANGGARAN BERDAMPAK KEMATIAN MANUSIA
berupa pencabutan ijin usaha dan atau pencabutan status badan hukum
berupa pencabutan ijin usaha dan atau pencabutan status badan hukum
berupa pencabutan ijin usaha dan atau pencabutan status badan hukum
berupa pencabutan ijin usaha dan atau pencabutan status badan hukum
Pidana penjara maks 3 tahun Denda maks 500 juta rupiah
Tidak didefinisikan
Tidak didefinisikan
Tidak didefinisikan
Pidana penjara dan denda pada pengurusnya Pidana denda dengan pemberatan 3
Tidak didefinisikan
Tidak didefinisikan
Tidak didefinisikan
SANKSI UTAMA
SANKSI TURUNAN PELANGGAR
JENIS PELANGGARAN
SANKSI UTAMA
kali dari pidana denda pelanggar perorangan Pidana tambahan berupa pencabutan ijin usaha dan atau pencabutan status badan hukum
SETIAP ORANG
LAPORAN RENCANA
Tidak memberika n akses terhadap kawasan yang oleh
Pidana penjara maks 1 tahun Denda maks 100 juta rupiah
PELANGGARAN BERDAMPAK PERUBAHAN FUNGSI RUANG
PELANGGARAN BERDAMPAK KERUGIAN FISIK
PELANGGARAN BERDAMPAK KEMATIAN MANUSIA
SANKSI TURUNAN PELANGGAR
JENIS PELANGGARAN
LAPORAN RENCANA
PELANGGARAN BERDAMPAK PERUBAHAN FUNGSI RUANG
PELANGGARAN BERDAMPAK KERUGIAN FISIK
PELANGGARAN BERDAMPAK KEMATIAN MANUSIA
Tidak didefinisikan
Tidak didefinisikan
peraturan perudangundangan dinyatak sebagai milik umum (Pasal 72)
Pidana penjara dan denda pada pengurusnya Pidana denda dengan pemberatan 3 kali dari pidana denda pelanggar perorangan Pidana tambahan berupa pencabutan ijin usaha dan atau pencabutan status badan hukum
Tidak didefinisikan
Pejabat pemerinta h yang menerbitka
Pidana penjara maks 5 tahun Denda maks
Pidana penjara maks 3 tahun Denda maks
KOORPOR ASI
PEJABAT PEMERINT AH
SANKSI UTAMA
Pidana penjara maks 8 tahun
Pidana penjara maks 15 tahun
SANKSI TURUNAN PELANGGAR
JENIS PELANGGARAN
n ijin tidak sesuai dengan rencana tata ruang (Pasal 73)
Sumber : UU No.26 Tahun 2007
LAPORAN RENCANA
SANKSI UTAMA
500 juta rupiah Pidana tambahan berupa pemberhentia n secara tidak hormat dari jabatannya
PELANGGARAN BERDAMPAK PERUBAHAN FUNGSI RUANG 500 juta rupiah
PELANGGARAN BERDAMPAK KERUGIAN FISIK Denda maks 1,5 milyar rupiah
PELANGGARAN BERDAMPAK KEMATIAN MANUSIA Denda maks 5 milyar rupiah
Ketentuan administratif dan pidana seperti yang termuat dalam UU No. 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang ini menunjukkan bahwa penataan ruang wajib ditaati seluruh elemen masyarakat, baik masyarakat sipil, pemerintah maupun swasta, sehingga diharapkan penataan ruang di seluruh Indonesia dapat dilaksanakan dengan baik dan mendapat dukungan kesadaran masyarakat untuk mematuhi dan menciptakan tata ruang yang baik, sehat, aman dan berkelanjutan.
LAPORAN RENCANA
VII - 42