BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan 1.
Berdasarkan prinsip-prinsip yang terkandung dalam civilian police yang menjadi sebuah pedoman instrumental dalam melaksanakan pekerjaannya, maka disimpulkan terdapat beberapa wujud penerapan prinsip civilian police dalam pelaksanaan pelayanan kepolisian di bidang patroli, yaitu: a.
Bersikap lentur (flexible) dalam melaksanakan patroli: Melakukan diskresi kepolisian, dengan cara melakukan seleksi perkara dan laporan masyarakat apakah diteruskan ke Unit Reskrim atau diselesaikan dengan cara musyawarah serta mengutamakan mendidik daripada menilang pelanggar lalu lintas.
b.
Berinteraksi dengan masyarakat atas dasar rasa simpati dan empati: Bersikap humanis, mendengar setiap keluhan masyarakat, berkomunikasi yang santun, sigap dalam mengambil tindakan dan keputusan serta terampil dalam mengatasi masalah. Hal tersebut dilakukan dengan strategi mengenali benar kebutuhan masyarakat, berpenampilan sesipil mungkin, dan bekerja dengan tidak hanya menegakkan dan menjalan hukum dan
134
135
c.
Patuh dan tertib hukum sebagai panutan bagi masyarakat: Menampilkan pribadi yang dapat dicontoh oleh masyarakat, baik dari prilaku dan tutur katanya menjadi panutan masyarakat. Hal tersebut dilakukan dengan cara menjadikan moralitas sebagai bagian yang integral dari pekerjaannya, memeriksa kelengkapan kendaraan bermotor seperti lampu sen, plat nomor, serta memakai helm dan memasang sabuk keselamatan saat menjalankan tugas patroli. Mentaati dan mematuhi aturan berlalu-lintas ditunjukkan saat menjalankan tugas patroli.
2.
Berdasarkan 14 (empat belas) sub indikator yang digunakan untuk mengetahui faktor-faktor kendala penerapan prinsip civilian police dalam pelaksanaan pelayanan prima kepolisian di bidang patroli pada Polres Magelang maka terdapat 5 (lima) sub indikator yang menjadi faktor kendala penerapan prinsip civilian police dalam pelaksanaan pelayanan prima kepolisian di bidang patroli yaitu: 1.
Jumlah petugas patroli kepolisian belum sesuai dengan kebutuhan;
2.
Peralatan yang digunakan dalam patroli kepolisian belum sesuai dengan kebutuhan;
3.
Jumlah anggaran pelaksanaan patroli kepolisian belum sesuai dengan kebutuhan;
4.
Belum adanya kerjasama dengan lembaga-lembaga eksternal;
5.
Belum adanya dukungan alokasi anggaran pemerintah daerah.
Sub-sub indikator tersebut menjadi faktor kendala penerapan prinsip civilian police dalam pelaksanaan pelayanan prima kepolisian di bidang patroli.
136
B. Saran Berdasarkan kesimpulan, maka apa yang disarankan ini diharapkan dapat mengoptimalkan penerapan prinsip civilian police dalam pelaksanaan pelayanan kepolisian. Saran pertama mengenai strategi untuk mengembangkan civilian police yaitu dalam bidang rekrutmen dan pendidikan. Proses rekrutmen yang berorientasi civilian police haruslah secara khusus menyisihkan antara calon anggota yang memiliki agresivitas tinggi dengan calon anggota yang memiliki agresivitas rendah agar dalam menjalankan masa kedinasan dapat santun dan berinteraksi dengan masyarakat, bertindak-tanduk seelok mungkin serta menangani sebaik-baiknya situasi dan kasus yang paling dekat dengan keseharian masyarakat. Memiliki perasaan hubungan dengan masyarakat seperti anak dengan ibu kandungnya serta tidak memiliki sifat patron-klien ala militeristik. Sehingga ciri-ciri calon anggota Polri yang berbasis civilian police sangat penting untuk dijadikan acuan dalam proses perekrutan. Dari sifat yang santun, ramah, dan berprinsip civilian police terhadap masyarakat diharapkan akan terbentuk insan bhayangkara dengan prinsip civilian police yang berorientasi pada polisi yang berkemanusiaan yang pada akhirnya akan terbangun hubungan harmonis dengan masyarakat dan kondisi psikologi yang positif berupa ketersediaan masyarakat untuk diatur oleh polisi serta mendukung kegiatan kepolisian. Kurikulum pendidikan Polri juga harus semaksimal mungkin menekan subkultur kekerasan sebagai metode pendisiplinan dan pembentukan karakter seorang polisi yang berprinsip civilian police. Karena polisi lebih civilian daripada military, maka kualitas pendidikan polisi yang berorientasi civil harus lebih
137
diprioritaskan. Berdialog dan berinteraksi dengan masyarakat akan lebih banyak dilakukan oleh seorang polisi setelah menyelesaikan pendidikannya dalam rangka menghadapi dinamika sosial di masyarakat dibandingkan menggunakan senjata layaknya seorang anggota militer di medan pertempuran. Pembentukan karakter polisi dengan prinsip civilian police harus mulai ditanamkan sejak awal masa pendidikan dan pelatihan dengan menanamkan bahwa masyarakat adalah obyek pelayanan Polri, sehingga bentuk-bentuk tidak mengindahkan pelayanan kepada masyarakat merupakan hal yang harus dihindari. Saran kedua yaitu dalam bidang perubahan mind set dan culture set Polri dalam melaksanakan pelayanan. Perubahan mind set dan culture set Polri dari yang sebelumnya antagonis menjadi protagonist, reaktif menjadi proaktif, legalitas menjadi legitimasi, elitis menjadi populis, arogan menjadi humanis, otoriter menjadi demokratis, tertutup menjadi transparan, akuntabilitas vertikal menjadi akuntabilitas publik, serta monologis menjadi dialogis, ini merupakan profil polisi idaman yang sangat diharapkan masyarakat. Perubahan mind set dan culture set tersebut akan mengubah wajah Polri dalam memberikan pelayanan publiknya kepada masyarakat, dari militarism menjadi civilian. Meskipun demikian, mengubah mind set dan culture set bukanlah pekerjaan mudah, apalagi yang sudah terbentuk selama berpuluh-puluh tahun. Butuh waktu dan kerja keras serta dukungan dari masyarakat juga semua pihak untuk membantu mewujudkannya. Perubahan tersebut tidak dapat dilakukan dalam waktu singkat. Oleh sebab itu Polri harus terus melakukan reformasi
138
birokrasi melalui berbagai upaya perbaikan pelayanan, dan meminimalisir kecewaan masyarakat terhadap pelayanan kepolisian. Untuk memenuhi harapan masyarakat terhadap pelayanan Polri yang cepat dan tepat waktu, maka Polri harus meningkatkan pelayanannya dari aspek responsivitas pelayanan (responsiveness). Aspek responsivitas pelayanan adalah tentang bagaimana setiap anggota Polri mampu merespons secara cepat dan akurat keadaan atau kebutuhan masyarakat akan pelayanan publik kepolisian. Responsivitas pelayanan dapat terlihat dari kuatnya keinginan dan kemauan anggota Polri dalam membantu menindaklanjuti permasalahan masyarakat sesuai tugas dan kewenangannya. Polri yang responsif dapat digambarkan sebagai sosok polisi yang cepat merespons permintaan pelayanan dan tanggap menindaklanjuti keluhan. Aspek responsivitas pelayanan didukung dengan aspek sikap petugas yang bisa memahami dan merasakan kebutuhan pencari layanan (empathy), berkaitan dengan bagaimana petugas Polri menunjukkan kepedulian dan memahami permasalahan yang sedang dialami masyarakat. Penerapan prinsip civilian police atau polisi yang berwatak sipil yang dalam menjalankan tugasnya menjadikan masyarakat sipil sebagai titik fokus pemberian pelayanan yang terbaik, seperti layaknya hubungan antara pelayan dengan pelanggan. Menghendaki sikap-sikap polisi dengan prinsip civilian police dalam memberikan pelayanan prima kepolisian khususnya di bidang patroli kepolisian. Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, maka apa yang disarankan ini diharapkan dapat mengoptimalkan penerapan prinsip civilian police dalam pelaksanaan pelayanan kepolisian di bidang patroli di Polres Magelang pada
139
tahun-tahun mendatang. Saran bagi Polres Magelang untuk mengoptimalkan penerapan prinsip civilian police dalam pelaksanaan pelayanan kepolisian di bidang patroli pada tahun-tahun mendatang adalah: 1.
Sebaiknya jumlah petugas patroli kepolisian di Polres Magelang ditambah sehingga seluruh wilayah Kabupaten Magelang dapat terjangkau oleh petugas patroli kepolisian;
2.
Penyesuaian anggaran khususnya anggaran untuk BBM dapat ditingkatkan sehingga petugas patroli kepolisian dapat bertugas lebih intens ke wilayah patroli;
3.
Kerja sama dengan lembaga eksternal dan Pemda dalam diharapkan dapat dijalin untuk mengoptimalkan pelaksanaan pelayanan patroli kepolisian. Dengan demikian kegiatan patroli kepolisian yang dilakukan oleh Polres
Magelang dengan tujuan mencegah kejahatan di tengah masyarakat, mencegah bertemunya niat dan kesempatan bagi pelaku kejahatan yang memungkinkan timbulnya aksi kriminalitas, melakukan penangkapan dan penahanan dalam hal tertangkap tangan dalam rangka memelihara keamanan serta menjaga jiwa dan harta benda masyarakat dari ancaman kejahatan dapat terlaksana dengan optimal.