BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah secara langsung telah membawa dampak terhadap perilaku untuk masuk kedalam politik praktis ditubuh birokrasi. Walaupun ada ketentuan yang mengatur seorang birokrat (PNS) untuk netral didalam pelaksanaan pesta demokrasi, namun pada kenyataannya kecenderungan masih sering terjadi untuk membuat birokrat terlibat secara aktif dalam pemenangan calon kepala daerah.Kenetralan tidak lagi menjadi nilai yang harus dipertahankan, mesin-mesin pemerintah lebih mementingkan kepentingan penguasa. Kehadiran birokrasi tidak luput dari berbagai kegiatan yang ditumpangi dengan ketidaknetralan dari birokrasi yang melibatkan birokrat masuk dalam arena pertarungan politik yang terjadi dalam pesta demokrasi. Perilaku dari birokrat untuk tidak netral dalam pemilihan kepala daerah secara langsung di Kota Pekanbaru pada tahun 2011 menunjukkan bahwa ada motif dan keinginan dari masing-masing birokrat sehingga memilih untuk terlibat secara aktif baik dari sisi individu maupun dari sisi institusi. Keterlibatan yang dilakukan oleh birokrat mulai dari tahapan kampanye hingga peungutan suara sangan terlihat jelas saat pemilukada Kota pekanbaru 2011. Kampanye terselubung, orasi secara terangterangan kepada masyarakat hingga penggunaan fasilitas negara serta menggunakan kekuasaannnya dilakukan untuk mendukung salah satu kandidat calon kepala daerah. Keterlibatan birokrat disetiap momentum pemilihan kepala daerah tidak terlepas dari kepentingan yang dimiliki oleh para birokrat. Motif birokrat untuk 126
terlibat secara aktif dalam pemilukada Kota Pekanbaru ditandai dengan adanya keinginan jabatan atau kekuasaan untuk menaikkan jabatan maupun mempertahankan jabatan strategis. Motif untuk terhindar dari mutasi dari atasan yaitu rasa aman dari jabatan dan karier menjadi faktor yang menjadikan birokrat masuk kedalam politik praktis. Prestise sosial dari warga masyarakat dilingkungan pekerjaan dan kehidupan sehari-hari
menjadikan motif dari birokrat untuk berperilaku tidak netral. Hal
tersebut dilakukan hanya untuk mendapatkan pengakuan, penghormatan dari masyarakat dan kepercayaan diri dari masing-masing birokrat. Selain itu Budaya patron-klien dalam birokrasi pemerintahan menjadi penyebab masuknya birokrat kedalam dunia politik praktis. Motif balas jasa yang dilakukan antara bawahan kepada atasan berdasarkan konsep patron-klien dengan dasar pemberian jabatan yang sebelumnya didapatkan menjadikan hal tersebut masuk sebagai salah satu motif dari birokrat untuk bersikap tidak netral dalam pemilukada Kota Pekanbaru tahun 2011. Akan tetapi motif idealisme seorang birokrat untuk netral tidak ditemukan dalam pemilukada Kota Pekanbaru tahun 2011, hal ini karena beberapa penelitian mengenai birokrasi didalam pelaksanaan pemilukada selalu masuk kedalam politik dengan bersikap tidak netral. Berbagai macam motif dari seorang birokrat Kota Pekanbaru untuk terjun kedalam politik praktis dan bersikap tidak netral menjadi suatu tindakan yang sangat signifikan dan berpengaruh atas pelayanannya kepada masyarakat. Ikatan yang dimiliki antara kepala daerah dan elite birokrasi merupakan ikatan terkuat yang membuat birokrat bawahannya tertarik untuk berpolitik khususnya menjelang pemilihan kepala daerah.Birokrat sebagai personal dari institusi birokrasi terlibat 127
dalam politik praktis merupakan individu yang menjadi korban dari negoisasi internal yang terjadi antara orang luar (kandidat) dengan elite birokrasi yang memipin. Hal inilah menyebabkan birokrat tidak memiliki pilihan lain selain masuk kedalam hasil negoisasi tersebut yaitu menjadi alat penguasa untuk memenangkan kandidat dalam pemilukada, sehingga menimbulkan sikap dilemma dari birokrat untuk memilih netral dari segi peraturan yang ada dan dari sisi lain memilih tidak netral karena perintah dari pemimpin yang memiliki kekuasaan lebih tinggi sebagai pilihan politik. Posisi birokrasi yang strategis juga dapat dimanfaatkan oleh kepala daerah maupun calon kepala daerah karena birokrasi memiliki posisi tawar yang sangat strategis dalam hubungan penguasa dan rakyat. Penilaian para birokrat terhadap birokrasi yang memiliki posisi yang kuat dalam politik yaitu aset sumber kekuasaan, adanya peran dari birokrasi yang istimewa ditengah masyarakat serta birokrasi dinilai memiliki kemampuan untuk memobilisasi massa untuk memenangkan salah satu kandidat. B. IMPLIKASI TEORITIK Secara teoritis menurut Weber dengan teori Rasionalitas Birokrasinya mencoba menggambarkan bagaimana idealnya suatu birokrasi dan bagaimana seharusnya birokrasi itu secara professional dijalankan. Konsep ini mendapatkan kritikan dari Robert Mischel yang mengatakan bahwa birokrasi merupakan alat penguasa untuk mempertahankan kekuasaannya, karena pada realitasnya birokrasi tidak berada dalam ruang hampa politik dan tidaklah pasif. Tetapi kenyataan yang terjadi birokrasi diam-diam juga aktif dalam berpolitik untuk mewujudkan kepentingan politiknya masing-masing.Masuknya birokrasi kedalam politik untuk 128
mendapatkan kepentingannya Eva Etzioni juga mengatakan bahwa birokrasi diperhadapkan dalam situasi dilematis dari segi demokrasi. Eva juga menyebutkan bahwa birokrasi dapat menjadi ancaman bagi politik dan sebaliknya politik menjadi ancaman bagi birokrasi itu sendiri. Dalam penelitian ini menujukkan bahwa birokrat dalam pemilukada Kota Pekanbaru 2011 tidak lagi sesuai.dengan kedudukannya sebagai pelayan masyarakat melainkan sebagai pelayan penguasa (pemimpin). Dengan mudahnya birokrasi di Kota Pekanbaru dimobilisasi oleh penguasa untuk memenangkan salah satu calon Kepala daerah Kota Pekanbaru pada tahun 2011. Motif birokrat untuk berpolitik disampaikan oleh Beck dan Sorauf ada empat motif diantaranya motif insentif material, insentif solidaritas, insentif idelaisme, dan insentif campuran. Motif –motif tersebut membuat seseorang untuk masuk kedalam politik untuk mendapatkan tujuan tertentu sehingga berbuat sesuatu. Dalam penelitian ini yang menjadi motif dari birokrat untuk masuk kedalam politik praktis ialah intensif material yang berupa kekuasaan dan jabatan yang lebih tinggi dengan mendekatkan diri dengan penguasa.Selain itu dalam insentif material menjelaskan bahwa birokrat di Kota Pekanbaru didasari untuk mendapatkan rasa aman dan perlindungan dari jabatan yang dimiliki dengan loyalitas birokrat. Insentif Solidaritas yang dapat menjelaskan keinginan birokrat pekanbaru untuk bersikap tidak netral ialah dalam mencari status sosial dan prestise dimata masyarakat. Sementara motif idealisme tidak menjadi motif dari birokrat karena berbagai hasil penelitian yang pernah dilakukan bahwa mayoritas birokrasi tidak netral dalam keterlibatan dalam politik yang tidak atau relatif tidak memiliki idealisme.
129
C. SARAN Berdasarkan penelitian yang penulis lakukan terkait masuknya birokrasi kedalam politik praktis dan melacak motif dari birokrat untuk terlibat secara aktif dalam pelaksanaan pemilihan langsung kepala daerah ada beberapa saran yang dapat penulis paparkan untuk membangun kembali integritas dari birokasi khususnya birokrat dalam pemerintahan. Selain itu penulis juga memberikan sumbangan saran kepada partai dan kandidat calon kepala daerah serta penyelenggaraan pemilu, yaitu: 1. Bagi partai dan kandidat dan penyelenggaran pemilu, selama ini penyampaian suksesi dari pemilukada hanya menyampaikan pelaksanaan pilkada secara damai dan anti money politik menjelang pelaksanaan pemilukada. Oleh karena itu adanya perjanjian yang dilakukan tidak mengggunaan birokrasi (politisasi birokrasi) dalam suksesi pemenangan pemilukada perlu dilakukan. 2. Bagi birokasi khususnya birokrat, untuk mengubah mainset dari peran birokrasi yang strategis dalam memobilisasi masyarakat. Selain itu mainset dari birokrat yang berpikir pragmatis sehingga masuk kedalam politik praktis untuk mendapatkan jabatan strategis juga harus dirubah, karena pada dasarnya hal tersebut tidak menjamin seseorang untuk mendapatkan posisi strategis serta alat untuk mendapatkan jabatan yang lebih tinggi. 3. Bagi Pemerintah, untuk memperbaharui regulasi yang telah ada sebelumnya untuk mengatur secara tegas tindak pelanggaran birokrasi yang terlibat dalam politik praktis. Sehingga ada kekuatan dari regulasi serta peran serta dari masyarakat untuk mengontrol tindakan dari setiap birokrat menjelang pelaksanaan pemilihan kepala daerah secara langsung. 130