149
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Sebagaimana telah dijelaskan dalam perumusan masalah pada bagian pendahuluan, bab V ini merupakan penutup yang berisi kesimpulan dan saran.
5.1 Kesimpulan Analisis komparatif
peribahasa Jerman dan peribahasa Indonesia ini
memberikan bukti bahwa bahasa bukan hanya media untuk menyampaikan ideide, juga mengungkapkan norma-norma, nilai-nilai, atau aturan-aturan yang mendorong orang untuk bertindak sedemikian rupa seperti yang disarankan oleh makna peribahasa. Lebih jauh tampak jelas bahwa bahasa sangat berperan dalam membantu manusia dalam sistem penataan konseptual dalam kognisi mereka. Dengan kata lain, dapat disimpulkan bahwa bahasa merupakan alat untuk mengkonseptualisasikan apa yang dialami, dilakukan, dan yang dipikirkan. Bahasa menunjukkan bagaimana manusia mengkonstruksi idenya. Dalam penelitian ini, persamaan dan perbedaan budaya telah dicari atas dasar memeriksa konotasi kata anjing yang digunakan dalam peribahasa Jerman dan peribahasa Indonesia. Pemeriksaan korespondensi antara dua bahasa dan budaya mengungkapkan adanya korespondensi dalam makna konotatif dari kata anjing atas dasar universalitas. Persamaan di antara keduanya adalah penilaian negatif terhadap hewan anjing merupakan hal yang paling dominan, dalam peribahasa Jerman sebesar 57.0% dan dalam peribahasa Indonesia sebesar 80.0%.
150
Dari 93 peribahasa Jerman yang menggunakan kata anjing yang telah diinterpretasi maknanya, dilihat dari penampilan anjing (appearance) yang dipandang negatif, dipetakan pada orang yang lemah, orang yang bodoh, orang status sosial rendah dan orang yang miskin. Adapun yang berkaitan dengan tingkah laku anjing (behavior) yang dipandang negatif dipetakan pada tingkah laku manusia yang meliputi orang yang tidak bisa menempatkan diri, orang yang tidak tulus dalam melakukan kebaikan, orang yang bertindak ceroboh dalam mengelola kekayaan, orang yang suka memuji diri sendiri, orang yang menyianyiakan kesempatan baik, orang yang bertindak jahat kepada orang lain, orang yang suka mengancam orang lain, dan orang yang tidak beretika. Hal yang berkaitan dengan karakter anjing (characteristic) yang dipandang negatif, dipetakan pada karakter manusia yang meliputi sifat manusia yang tidak bisa akur, sombong, malas, jahat, dan bermoral jelek. Hal-hal negatif yang berkaitan dengan hubungan hewan anjing dengan manusia (relation) juga dipetakan pada manusia dalam kaitannya menjalin hubungan dengan manusia yang lain, hal-hal negatif tersebut meliputi orang yang tidak jujur/tidak amanah, orang yang tidak bisa menempatkan diri, orang yang suka bertindak semaunya sendiri, orang yang banyak bicara sehingga tidak bisa menjaga rahasia, orang yang bekerja dalam keadaan terpaksa, orang yang suka mencaci dan memfitnah, orang yang tidak tulus dalam bertindak, orang yang berbuat kesalahan, orang yang gila pujian, orang yang suka berbuat jahat pada orang lain, dan orang yang tidak punya pendirian. Dari 30 peribahasa Indonesia yang menggunakan kata anjing yang telah diinterpretasi, penilaian-penilaian yang negatif terhadap manusia sebagai
151
ranah target meliputi orang yang lemah, orang yang hina, orang yang tidak tahu berterima kasih, orang yang tamak atau rakus, orang yang tidak bisa akur dengan orang lain, orang yang kalah, orang yang tidak tulus, dan orang yang sombong. Korespondensi makna konotatif dari kata anjing yang dipandang negatif dalam kedua peribahasa yang dipetakan pada manusia meliputi orang yang lemah, orang yang hina, orang yang tamak atau rakus, orang yang tidak bisa akur dengan orang lain, orang yang jahat, orang yang tidak tulus, dan orang yang sombong. Sedangkan korespondensi makna konotatif dari kata anjing yang dipandang positif dalam kedua peribahasa adalah orang yang berani. Dari analisis 93 peribahasa Jerman yang menggunakan kata anjing ditemukan ada empat prototipe, yaitu prototipe sosial, hukum, politik, dan ekonomi. Prototipe sosial mendominasi kebijaksanaan pengguna peribahasa Jerman yaitu 89 peribahasa (95.7%). Prototipe sosial dalam peribahasa Jerman didominasi kategori tematik perilaku, sikap, cara hidup, dan bekerja.
Tema
‘bekerja’ yang terekam dalam peribahasa Jerman mencakup rincian cara, pengalaman, hasil, kinerja, efek, tenaga, teknik dan strategi, keputusan, motivasi, dan semangat menunjukkan kemauan yang kuat, persaingan, kelangsungan hidup, dan produktivitas yang tinggi dalam kehidupan sosial masyarakat Jerman. Dibandingkan dengan peribahasa Indonesia, tematik-prototipe yang
terekam
dalam peribahasa yang menggunakan kata anjing hanyalah prototipe sosial (100%). Prototipe sosial meliputi kategori tematik perilaku, sikap, dan cara hidup. Tema perilaku, sikap, dan cara hidup merupakan hal yang sangat mendapatkan perhatian dari masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, pesan-pesan moral yang
152
berkaitan dengan kehidupan bermasyarakat sangat mendominasi dalam peribahasa Indonesia yang menggunakan kata anjing. Berbuat baik, pandai menempatkan diri di dalam masyarakat, membalas budi baik, rukun dengan sesama, tulus dalam berbuat kebaikan, rendah hati, berani, tidak sombong, tidak tamak dengan harta merupakan pesan-pesan moral yang mengontrol (direktif-prohibitif) dan menilai tingkah laku serta cara hidup masyarakat Indonesia. Di antara jumlah peribahasa yang berbeda-bangsa, beberapa dari mereka adalah sama dalam makna. Kesamaan tersebut terjadi karena alasan pandangan yang sama tentang dunia. Dari 93 peribahasa Jerman yang menggunakan hewan anjing yang dianalisis, terdapat 43 (46.2%) peribahasa Jerman yang sinonimi dengan peribahasa Indonesia. Peribahasa-peribahasa Indonesia yang sinonimi dengan peribahasa Jerman selain sama-sama menggunakan hewan anjing, ada juga yang menggunakan hewan-hewan lainnya, seperti gajah, siput, tempua, udang, ular, tebuan, badak, macan, angsa, itik, gagak, kambing, harimau, kerbau, pijat-pijat, tuma, semut, kucing, berudu, buaya, kitang-kitang, jawi, ayam, musang, ulat, agas, dan elang. Dalam perbandingan ini, satu peribahasa Jerman tidak menutup kemungkinan memiliki peribahasa sinonimi lebih dari satu dalam peribahasa Indonesia. Walapun peribahasa-peribahasa Jerman memiliki sinonimi dalam peribahasa-peribahasa Indonesia, akan tetapi tetap tampak bahwasannya latar belakang budaya dan letak geografis penutur kedua bahasa sangat mempengaruhi bagaimana mereka membentuk suatu peribahasa. Melalui peribahasa itu pula tercermin bahwa setiap manusia atau kelompok memiliki identitas sendiri-sendiri yang tidak dapat dihilangkan begitu saja.
153
5.2 Saran Penelitian ini merupakan kajian tentang perbandingan peribahasa Jerman dan peribahasa Indonesia yang hanya dibatasi pada peribahasa yang menggunakan kata anjing di dalamnya. Haruslah diakui bahwa penelitian ini barulah bersifat deskriptif daripada analisis mendalam. Oleh karena itu, penelitian peribahasa dari aspek linguistik kognitif seperti ini masih sangat perlu untuk dikembangkan lebih lanjut, baik dari segi cakupannya, maupun dari sisi pendekatannya.