BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan Berdasarkan penjelasan dan analisa dalam bab - bab sebelumnya, maka kesimpulan – kesimpulan berikut ini dapat ditarik guna menjawab pertanyaan penelitian: a. Menurut hasil penelitian dan analisis KPPU, tingkat penguasaan pasar (market share) dalam pasar minyak goreng di Indonesia menunjukkan kecenderungan oligopoli. Selama periode 2007-2009, pasar minyak goreng curah di Indonesia dikuasai oleh 4 (empat) produsen yaitu: Wilmar Group, Musim Mas Group, PT. SMART Tbk, dan PT. Berlian Eka Sakti Tangguh. Sementara itu untuk periode yang sama, pasar minyak goreng kemasan (bermerek) dikuasai oleh PT. Salim Ivomas Pratama, Wilmar Group, PT. SMART Tbk, dan PT. Bina Karya Prima. Lebih lanjut hasil penelitian yang dilakukan oleh KPPU menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan penguasaan pasar berbentuk oligopoli ketat (tight oligopoly market) dalam pasar minyak goreng curah, dan oligopoli sangat ketat (very tight oligopoly market) dalam pasar minyak goreng kemasan (bermerek). Selanjutnya, salah satu kondisi yang mencirikan tingkat penguasaan pasar oligopoli dalam pasar minyak goreng di Indonesia adalah tidak searahnya tren
93
perubahan harga CPO dengan tren harga minyak goreng di pasar (terjadinya kondisi transmisi harga yang asimetris (Assymetric Price Transmission)). Penurunan harga CPO pada periode April 2008 hingga Desember 2008 tidak direspons dengan penurunan harga minyak goreng secara proporsional pada periode yang sama. Perlu untuk dicatat bahwa kondisi ini tidak mengalami perubahan yang berarti sejak 2009 hingga kini. Ciri lain keberadaan pasar oligopoli juga ditunjukkan oleh hadirnya fenomena price parallelism. Dalam hal ini pasar minyak goreng curah dan minyak goreng kemasan (bermerek) menujukkan kesamaan perubahan variasi harga antar produsen minyak goreng curah dan minyak goreng kemasan pada tahun 2008. Selanjutnya, price parallelism juga memiliki hubungan erat dengan dengan keberadaan perjanjian antar produsen minyak goreng curah dan minyak goreng kemasan (bermerek) yang saling bersaing di pasar untuk menetapkan tingkat harga minyak goreng curah dan minyak goreng kemasan (bermerek) di atas harga yang seharusnya pada periode April 2008 hingga Desember 2008.
b. PT. Wilmar Nabati Indonesia (Wilmar Group) menyatakan bahwa penetapan harga minyak goreng curah dan minyak goreng kemasan (bermerek) Fortune dan Sania selama periode April 2008 hingga Desember 2008 dilakukan dengan memperhitungkan pergerakan harga bahan baku CPO.
94
Analisa yang dilakukan oleh KPPU (2009) menunjukkan keberadaan asimetris harga pada minyak goreng curah yang ditetapkan oleh PT. Wilmar Nabati Indonesia. Penurunan harga minyak goreng curah yang ditetapkan oleh PT. Wilmar Nabati Indonesia selama periode 2008-2009 adalah tidak proporsional dengan besar penurunan harga beli bahan baku (CPO) bagi produksi minyak goreng perusahaan tersebut. Secara deskriptif, hal ini mencirikan adanya asimetris harga dalam penetapan harga minyak goreng curah oleh PT. Wilmar Nabati Indonesia. Selanjutnya, hal ini menunjukkan keterlibatan PT. Wilmar Nabati Indonesia dalam price parallelism atau dalam kartel penetapan harga.
c. Apabila ditelaah dengan menggunakan argumen hukum yang disertai implementasi terhadap Pasal 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat; teori ekonomi; serta dengan menggunakan hasil analisis statistik dan model ekonometrika dari masing-masing pelaku usaha dan pasar minyak goreng di Indonesia maka dapat dikatakan bahwa putusan KPPU terhadap PT. Wilmar Nabati Indonesia adalah tepat. Namun demikian dalam perkembangannya Putusan KPPU ini dibatalkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan ditolak kasasinya oleh Mahkamah Agung (MA) oleh sebab ketidakadaan bukti langsung (direct evidence). Hasil analisis statistik dan model ekonometrika dari masing-masing pelaku usaha dan pasar minyak goreng yang digunakan oleh KPPU untuk menunjukkan praktek
95
kartel adalah tergolong bukti tidak langsung (indirect evidence) yang sangat bergantung kepada keabsahan asumsi ekonomi dan statistik serta metode ekonometrika yang digunakan, juga memiliki kandungan kesalahan (level of error) dalam perhitungannya. Oleh sebab itu hasil analisis yang ditampilan oleh KPPU sebagai indirect evidence dalam kasus kartel minyak goreng meskipun benar namun adalah bersifat tidak kuat. Agar dapat menjadikan dasar keputusannya lebih kuat KPPU membutuhkan bukti langsung (direct evidence), yaitu keberadaan perjanjian tertulis maupun tidak tertulis, sebagai lampiran.
2. Saran Beberapa saran bagi penelitian lebih lanjut adalah sebagai berikut: a. Dukungan kelembagaan pasar domestik yang baik sangat dibutuhkan guna meminimalisir perilaku consious parallelism (produsen terlalu mengacu pada harga pasar internasional). Hal ini penting dilakukan mengingat peran Indonesia sebagai salah satu produsen minyak kelapa sawit mentah (Crude Palm Oil / CPO) terbesar dunia. Dukungan kelembagaan pasar domestik yang baik dapat diwujudkan melalui peran bursa berjangka komoditi yang efektif. Penelitian lanjutan atas kebutuhan kelembagaan domestik di Indonesia dapat melengkapi hasil penelitian ini. b. Karakteristik industri minyak goreng di Indonesia diwarnai oleh kegiatan usaha pelaku pasar yang saling terintegrasi secara vertikal (industri hulu dan industri hilir). Untuk dapat memahami dan memantau pasar minyak goreng
96
curah dan kemasan (bermerek) di Indonesia kemudian pengenalan akan karakteristik industri yang terintegrasi menjadi sangat penting. Studi yang lebih dalam disarankan untuk dilakukan oleh KPPU guna meningkatkan kegiatan pengawasannya terhadap industri minyak goreng di Indonesia, dan industri lain yang memiliki karakteristik pola usaha terintegrasi. c. Perlunya peningkatan kinerja Komisi Pengawas Persaingan Usaha untuk lebih baik mengawasi dan menjamin pelaksanaan Undang – Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat di Indonesia.
97