BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang dilakukan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Hasil dari analisis perilaku organisasi, menjelaskan bahwa tahapan konflik ada 5 yaitu: a. Tahap oposisi atau ketidakcocokan , tahap dimana konflik tersebut terjadi antara pihak direksi dengan pihak karyawan staf khususnya bagian teknisi. Pada tahap ini terdapat 2 ketidakcocokan yang meliputi komunikasi dan stuktur. Pada komunikasi sulitnya penyampaian komunikasi yang menjadi kendala. Serta struktur birokrasi yang rumit sehingga sulitnya mendapatkan keputusan dari direktur secara cepat. b. Tahap kognisi dan personalisasi, tahap dimana konflik sangat dipengaruhi oleh emosi. Disini pihak karyawan staf sangat dipengaruhi emosi dalam menyelesaikan suatu konflik yang terjadi pada perusahaan. Para karyawan staf melakukan pemogokan sebelum permintaan mereka disetujui. c. Tahap maksud, tahap ini terdapat dua sudut pandang dalam menyelesaikan suatu konflik yaitu pihak direksi menggunakan compromising sedangkan pihak karyawan
staff
melakukan
forcing.Pihak
direksi
melakukan
teknik
compromising dengan cara memanggil perwakilan dari karyawan staff untuk
49
50
melakukan perundingan, namun dari pihak karyawan staff melakukan teknik forcing yaitu pemogokan sebelum permintaan mereka tercapai. d. Tahap perilaku, pada tahap ini perilaku yang dilakukan karyawan staf yang tergabung dalam serikat melakukan pemogokan kerja sebelum tercapainya kesepakatan sesuai dengan tuntutan mereka. e. Tahap hasil,dengan adanya pemogokan sehingga turunnya kinerja maka para direksi memutuskan untuk PHK sebesar 15 orang karyawan staf khususnya bagian teknisi.
2. Hasil dari analisa dinamika konlik pada PT.X yaitu konlik yang terjadi dalam PT.X menyangkut pada perbedaan persepsi antara karyawan staf dengan direksi. Dan cara perusahaan mengatasi konflik yaitu dengan cara perundingan kemudian pemutusan hubungan kerja (PHK).
3. Hasil analisa dari konflik manajemen pada PT.X yaitu direksi mengunakan 2 cara pemecahan masalah yaitu dengan kompromi namun menemui jalan buntu dan selanjutnya menggunakan komando otoratif yang menghasilkan dua pilihan yang diberikan untuk menyelesaikan atau memecahkan konflik dan hasilnya pemutusan hubungan kerja dengan diberikan pesangon sesuai dengan ketentuan pemerintah pada saat itu.
51
5.2 Saran PT.X disarankan dalam pengambilan keputusan untuk mengatasi konflik yang terjadi sebaiknya tidak hanya dengan cara pemutusan hubungan kerja karena ini akan memiliki dampak yang negatif bagi kinerja perusahaan khususnya bagian pelayanan servis. Tetapi disarankan sebelum PT.X mengambil keputusan sebaiknya, PT.X menganalisa terlebih dahulu dengan lima tahap yang ada dalam perilaku organisasi sehingga dari hasil analisa tersebut, kemudian dengan konlik manajemen dan dinamika manajemen. Adapun sarannya sebagai berikut: 1. Hasil dari analisis perilaku organisasi, menjelaskan bahwa tahapan konflik ada 5 yaitu: a. Tahap oposisi atau ketidakcocokan, Sebaiknya PT. X melakukan restrukturisasi organisasi sehingga karyawan dapat dengan mudah dan cepat untuk mendapatkan keputusan dalam penyelesaian masalah, serta melakukan perbaikan dalam penyampaian komunikasi karena birokrasi yang rumit yang menyebabkan penyampaian komunikasi tidak terarah. b. Tahap kognisi dan personalisasi, pada tahap ini para karyawan staf melakukan pemogokan sebelum permintaan mereka disetujui. Sebaiknya PT.X melakukan negosiasi langsung dengan memanggil langsung secara satu persatu karyawan staf yang terlibat konflik dan mencari solusi dari permasalahan tersebut secara bersama-sama. c. Tahap maksud, apabila sampai kepada tahap ini sebaiknya PT.X melakukan training perilaku organisasi atau mengadakan pertemuan-
52
pertemuan rutin untuk menyatukan maksud dari konflik yang terjadi. Sehingga pengambilan keputusan untuk pemecahan konflik dapat dilakukan secara cepat dan tepat. d. Tahap perilaku, pada tahap perilaku ini sebaiknya karyawan diberikan kebebasan dalam melakukan segala sesuatu, selama tidak mengganggu kinerja dari perusahaan. Serta diberikan penyuluhan-penyuluhan dan pelatihan-pelatihan tentang membangun organisasi untuk karyawan staff yang terlibat dalam konflik. e. Tahap hasil, sebaiknya dewaan direksi dan komisaris PT. X melakukan PHK. Namun hanya kepada para karyawan staf yang tetap menuntut haknya tanpa memperhatikan kondisi perusahaan. Karena akan berdampak pada penurunan kinerja dari perusahaan.
2. Pada analisa dinamika konflik di PT.X sebaiknya dengan adanya perbedaan persepsi antara karyawan dan direksi dapat diselesaikan bukan dengan PHK, tetapi dapat dilakukan dengan penyamaan persepsi dengan cara perundingan secara perorangan, training mengenai cara berperilaku dalam berorgansasi.
3. Pada analisa dari konflik manajemen di PT.X, sebaiknya PT. X melakukan penyelesaian konflik dengan cara: a. Mengubah variabel pribadi Sebaiknya PT.X menggunakan cara ini, karena ini merupakan cara yang paling sederhana yaitu dengan melakukan pelatihan, seminar tentang cara
53
berperilaku dalam berorganisasi yang baik dan benar. Cotohnya, dengan mengadakan training wajib bagi seluruh karyawan staf tentang perilaku organisasi. b. Pemecahan masalah Sebaiknya PT.X melakukan penyelesaian konflik dengan memanggil setiap orang-orang atau pihak-pihak yang terlibat dalam konflik dengan maksud
mengidentifikasi
masalah
dan
memecahkannya
lewat
pembahasan yang terbuka. Sehingga akan timbul suasana yang saling menghargai antara satu dengan yang lainnya. Contohnya, dengan memanggil seluruh karyawan staff yang terlibat dalam konflik bukan hanya perwakilan dari pihak yang berkonflik. c. Membuat tujuan penting bersama Menciptakan suatu tujuan bersama yang dapat dicapai dengan kerja sama dari masing-masing pihak yang berkonflik. Sehingga akan menimbulkan suasana gotong royong dan saling ketergantungan satu dengan yang lainnya. Contohnya, dengan pembuatan target penjualan untuk tahun 2002 sebesar 20 miliyar dengan syarat apabila tercapai 5 % dari total penjualan akan dibagikan kepada karyawan. Sehingga dengan cara ini diharapkan agar perusahaan dapat tetap berjalan seperti biasa tanpa adanya kekurangan tenaga kerja dari karyawan khususnya bagian teknisi.