BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil Penelitian 5.1.1. Statistik Deskriptif Statstik deskriptif memberikan deskripsi umum mengenai data yang digunakan dalam penelitian ini dan memberikan gambaran umum tentang objek penelitian yang dijadikan sampel. Data yang dijelaskan melalui statistk deskriptif diharapkan dapat memberikan gambaran awal mengenai masalah yang diteliti. Secara rinci berikut hasil ouput dari stastik deskriptif pada data yang digunakan di penelitian ini :
Tabel 5.1. Statistik Deskriptif Variabel CSM Q MP FREQ SB HILO DER CAR
Minimum
Maximum
-0.08 0.38 1 1 0.06 1 0.07 -0.07
0.14 5.85 2 11 0.075 2 16.64 0.14
Mean 0.02 2.01 1.5 1.6 0.07 1.3 2.3 0.0031
Sumber: Data sekunder diolah 2016
65 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Std. Deviation 0.039 1.38 0.50 1.48 0.008 0.46 9.6 0.04
66
5.1.1.1. Statistik Deskriptif CSM (Competitive Strategic Measure) Deskriptif statistik nilai CSM (Competitive Strategic Measure) menunjukan bahwa nilai rata-rata CSM adalah 0,02 dan standar deviasinya adalah 0,039. Nilai Rata-rata yang positif menunjukan bahwa strategi CSM yang digunakan rata-rata menggunakan strategic complement atau produk yang diluncurkan melengkapi produk yang sudah ada. Nilai standar deviasi menunjukan bahwa nilai CSM penyebarannya tidak terlalu jauh dilihat dari 0,039 yang mendekati 0,02. Nilai minimum CSM emiten produk baru yaitu -0,08 pada perusahaan Delta Jakarta Tbk. pada tahun 2010 dalam peluncuran produk barunya Bir Pilsener hal ini menunjukan strategi yang digunakan oleh Delta Jakarta Tbk. adalah Strategic Substitutes, artinya produk dapat menggantikan produk kompetitor seperti Bir Bintang. Pada saat tahun 2010 Multi Bintang Tbk. tidak melakukan peluncuran produk baru sehingga produk Bil Pilsener ini dapat menggantikan produknya. Nilai CSM tertinggi dimiliki oleh Tiga Raksa Satria Tbk. dengan produknya fiesta white tea pada tahun 2012 dengan nilai 0,14 yang artinya perusahaan ini menggunakan Strategic Complement atau produk yang diluncurkan melengkapi produk yang sudah ada. Produk minuman tersebut melengkapi lini bisnis susu, makanan ringan, dan kebutuhan rumah tangga. Produk baru ini adalah penyumbang pendapatan terbesar bagi Tiga Raksa Satria dengan kontribusi Rp. 4,59 triliun atau sekitar 93,87% terhadap total penjualan Rp. 4,89 triliun.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
67
Statistik indikator Competitive Strategic Measure (CSM) untuk sampel sub sektor ditunjukkan pada Tabel 5.2. Tujuh dari tiga sampel pada sub sektor yang dijadikan sampel adalah negatif, maka dapat disimpulkan bahwa hampir semua emiten termasuk kedalam kelompok Strategic Substitutes artinya produk dapat digantikan oleh kompetitor. Indikator CSM penelitian ini mengikuti penelitian Sundaram et al. (1996). Nilai tertinggi yakni 0,04 yaitu sub sektor perdagangan besar barang produksi 3 emiten bernilai >0 dan hanya satu perusahaan bernilai CSM < 0. Emiten yang termasuk sub sektor perkebunan, perikanan, makanan dan minuman, rokok, farmasi dan telekomunikasi menggunakan strategi subtitusi secara rata-rata emiten yang termasuk pada sub sektor ini produknya dapat digantikan oleh pesaing. Selanjutnya, untuk perusahaan yang termasuk sub sektor pakan ternak, kosmetik dan barang keperluan rumah tangga, perdagangan barang besar barang produksi serta perdangan eceran termasuk Strategic Complements yang artinya produk baru yang ada melengkapi produk yang sudah ada. Data yang digunakan pada perhitungan indeks CSM yaitu data penjualan dan net income pada emiten yang meluncurkan produk baru, dan penjualan kompetitor yang berasal dari total penjualan emiten lain dari sub sektor yang sama. Data mencakup seluruh penjualan yang berasal dari product mix dari masing-masing emiten. CSM menunjukan karakteristik daya saing suatu emiten terhadap emiten lain di sub sektor yang sama. Terdapat 30 sampel perusahaan yang menggunakan Strategic Complements dan 40 sisanya adalah Strategic Substitutes.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
68
Tabel 5.2. CSM Sub Sektor SUB SECTOR SAMPLE Perkebunan (Plantation) Perikanan (Fishery) Pakan Ternak (Animal Feed) Makanan & Minuman (Food and Beverages) Rokok (Tobacco Manufacturers) Farmasi (Pharmaceuticals) Kosmetik & Barang Keperluan Rumah Tangga (Cosmetics and Households) Telekomunikasi (Telecommunication) Perdagangan Besar Barang Produksi (Wholesale; Durable & Non Durable Goods) Perdagangan Eceran (Retail Trade)
AVERAGE CSM -0.026 -0.02 0.009 -0.007 -0.00051 -0.004
STRATEGY Strategic Substitutes Strategic Substitutes Strategic Complements Strategic Substitutes Strategic Substitutes Strategic Substitutes
0.0025 -0.003
Strategic Complements Strategic Substitutes
0.04 0.003
Strategic Complements Strategic Complements
Sumber: Data sekunder diolah 2016
Emiten kompetitor di sub sektor yang sama diidentifikasi untuk tujuan komparasi dengan sampel emiten. Jika ada salah satu emiten yang meluncurkan produk baru maka emiten lain pada sub sektor yang sama dihitung sebagai kompetitor. Pada pengumpulan data laporan keuangan quarterly tahun 2008 hingga 2015. Emiten yang terdaftar di BEI tidak secara aktif semuanya meluncurkan peluncuran produk baru, oleh karena itu perlu dilakukan pendekatan strategi kompetitif untuk mengkaji daya saing emiten-emiten tersebut. Pendekatan strategi kompetitif mengelompokkan emiten sampel dan kompetitor di sub sektor yang sama dengan indikator Competitive Strategic Measure (CSM). Indeks CSM negatif, lebih kecil dari 0 menunjukkan korelasi lemah dan emiten termasuk dalam Strategic Substitutes, diartikan bahwa produk dapat digantikan oleh produk kompetitor. CSM
http://digilib.mercubuana.ac.id/
69
positif, lebih besar dari 0, berarti korelasi kuat maka emiten termasuk dalam Strategic Complements, diartikan bahwa produk kompetitor saling melengkapi. 5.1.1.2. Statistik Deskriptif Kapitalisasi Pasar Emiten Rata-rata nilai kapitalisasi pasar pada sampel yang diambil nilainya adalah 2,01 dengan standar deviasi 1,38. Nilai rata-rata menunjukan bahwa sampel perusahaan memiliki kapitalisasi yang besar, dan memiliki nilai perusahaan yang baik. Standar deviasi menunjukan bahwa penyebaran data sampel masih di bawah nilai rata-rata. Nilai kapitalisasi tertinggi pada sampel yang diambil adalah 5,85 diperoleh dari perusahaan Ultra Jaya Milk Industry Tbk. di tahun 2013 dan nilai kapitalisasi terendah adalah perusahaan Mustika Ratu Tbk. dengan nilai 0,38 di tahun 2015 hal ini menunjukan bahwa kapitalisasi pasar Mustika Ratu pada tahun 2015 masih rendah. 5.1.1.3. Statistik Deskriptif Single atau Multiple Product Pengukuran pada deskriptif ini adalah nilai 1 untuk single product dan 2 adalah multiple product. Nilai rata-rata perusahaan yang dijadikan sampel pada tabel statistik deskriptif adalah 1,5 dengan standar deviasi sebesar 0,50. Standar deviasi menunjukan bahwa penyebaran data sampel masih di bawah nilai rata-rata. Nilai ratarata adalah di atas 1 peneliti bulatkan menjadi nilai 2, maka peneliti menyimpulkan bahwa rata-rata perusahaan yang meluncurkan produk baru adalah berjenis multiple product. Berdasarkan data yang diperoleh bahwa memang benar perusahaan yang meluncurkan multiple product. Sebanyak 37 perusahaan meluncurkan multiple
http://digilib.mercubuana.ac.id/
70
produk lebih banyak daripada perusahaan yang mengeluarkan single product sebanyak 33 perusahaan. Hal tersebut menunjukan bahwa banyak sampel yang diambil mengeluarkan multiple produk dalam peluncuran produk barunya atau produk yang diluncurkan lebih dari satu. Unilever dan Mustika Ratu Tbk. memiliki peluncuran single product terbanyak sebanyak dengan 4 kali peluncuran. Unilever meluncurkan single produk untuk tahun 2010, 2012, 2013 dan 2015 sedangkan Mustika Ratu meluncurkan single product pada tahun 2010,2011, 2012, dan 2015. Ada beberapa perusahaan dengan jumlah yang sama sebanyak 3 kali di tahun yang berbeda dalam
meluncurkan multiple product seperti
Indofood CBP Sukses
Makmur Tbk., Matahari Putra Prima Tbk., dan Sekar Laut Tbk. Berikut ini adalah rincian produk yang diluncurkan :
Tabel 5.3 Jumlah Peluncuran Single Product Terbanyak No
Perusahaan 1
2
Mustika Ratu Tbk.
Unilever Indonesia Tbk.
Produk Puteri's Mist Cologne
Tahun Peluncuran 2010
Range of Cleansing Milk
2011
Mustika Puteri's Feminine Wash
2012
Shea Butter
2015
Skin Lightening Soap Rexona Women's range of 24Hr Anti-perspirant deodorant
2010 2012
Citra Lasting White Beauty Soap
2013
Molto White Musk
2015
Sumber : Factiva.com (2013-2015)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
71
5.1.1.4. Statistik Deskriptif Announcement Frequency Rata-rata jumlah pengumuman berdasarkan nilai statistik deskriptif adalah 1,6 dengan nilai standar deviasi 1,48. Nilai rata-rata peneliti bulatkan menjadi angka 2, maka dapat disimpulkan bahwa jika perusahaan yang meluncurkan produk baru ratarata dalam satu tahun lebih dari 2 kali selanjutnya perusahaan yang meluncurkan produk baru melebihi rata-rata dapat dikategorikan sebagai perusahaan yang sering meluncurkan baru baru. Nilai standar deviasi menunjukan bahwa penyebaran datanya masih di bawah nilai rata-tata. Frekuensi tertinggi dalam peluncuran produk baru adalah 11 kali peluncuran yang dilakukan oleh Unilever Indonesia Tbk. di tahun 2010. Sebanyak 2 perusahaan yang meluncurkan 5 kali peluncuran produk baru dalam jangka waktu satu tahun yaitu Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk. pada tahun 2011 dan Indofood Sukses Makmur Tbk. pada tahun 2010. Ada 2 perusahaan dengan frekuensi 4 kali yaitu Kalbe Farma Tbk. di tahun 2014 dan Kobexindo Tractors Tbk. tahun 2013 kemudian Mandom Indonesia Tbk. melakukan 3 kali peluncuran dalam setahun di tahun 2010 dan 2013, peneliti menyimpulkan bahwa perusahaan-perusahaan tersebut dikategorikan sebagai perusahaan yang sering meluncurkan produk baru. 14 perusahaan meluncurkan 2 kali selama setahun untuk frekuensi peluncuran produknya dan 46 sampel lainnya frekuensinya adalah 1. Tahun 2010 adalah tahun yang paling banyak meluncurkan produk baru sebanyak 39 kali, hal ini dilator belakangi oleh pertumbuhan ekonomi dan kestabilan ekonomi setelah krisis di tahun 2008. Pada tahun 2009 hanya sedikit sekali yang meluncurkan produk
http://digilib.mercubuana.ac.id/
72
baru karena pada saat itu ekonomi mulai membaik setelah krisis ekonomi yang dialami Indonesia pada tahun 2008. 5.1.1.5. Statistik Deskriptif Suku Bunga Suku bunga penelitian ini memiliki rata-rata 0,07 atau 7% dengan standar deviasinya adalah 0,008. Nilai standar deviasi yang relatif rendah dibandingkan dengan rata-rata menunjukan variasi yang kecil dari variabel suku bunga. Suku bunga memiliki kecenderungan naik tahun 2009 dan 2010 adalah 7%. Tahun 2011 dan 2012 adalah 6% dan 2013 sampai 2015 adalah 7.5%. 5.1.1.6. Statistik Deskriptif Teknologi Variabel teknologi memiliki rata-rata 1,3 peneliti melakukan pembulatan menjadi angka 2 untuk lebih mudah dalam melakukan pengukuran karena peneliti membuat pengukuran 1 untuk low technology dan angka 2 untuk high technology kemudian standar deviasinya adalah 0,46 yang berarti bahwa penyebaran datanya di bawah nilai rata-rata. Hal ini berarti bahwa rata-rata sampel perushaan yang diambil menggunakan teknologi tinggi dalam pembuatan produknya. Terdapat 21 perusahaan yang menggunakan teknologi tinggi yang diinformasikan oleh factiva.com dalam sampel penelitian ini, yang dimiliki oleh perusahaan-perusahaan besar seperti Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk., Unilever Indonesia Tbk., Indofood Sukses Makmur Tbk. dan Perusahaan Farmasi seperti Kalbe Farma Tbk. dan lain-lain. 49 perusahaan lainnya adalah perusahaan yang tergolong low technology.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
73
5.1.1.7. Statistik Deskriptif Debt to Equity Ratio Nilai rata-rata Debt to Equity Ratio (DER) diperoleh sebesar 2,3 dengan nilai standar deviasi 9,6. Hasil tersebut menunjukan bahwa rata-rata hutang perusahaan adalah 2,3 kali dibanding dengan modal sendiri yang dimiliki oleh perusahaan. Standar deviasi menunjukan bahwa nilai varian dari data menyebar tidak jauh dari nilai rata-rata. Nilai rata-rata menunjukan bahwa perusahaan rata-rata masih meminjam hutang kepada pihak kreditur dibanding dengan memanfaatkan modal sendiri untuk pendaan perusahaan. Nilai DER terendah diperoleh sebesar 0,07 untuk perusahaan United Tractors Tbk. pada tahun 2014 artinya perusahaan mendanai aktivitas perusahaannya dari hutang masih di bawah rata-rata hutang perusahaan yang dijadikan sampel. Nilai DER tertinggi 16,64 adalah perusahaan Central Proteinaprima Tbk. di tahun 2014 5.1.1.8. Statistik Deskriptif Respon Investor (CAR) Cumulative Abnormal Return (CAR) digunakan untuk melihat reaksi investor terhadap peluncuran produk baru pada penelitian ini. Abnormal return akan diperoleh dari signal yang diberikan oleh perusahaan yang telah mengumumkan produk baru. Respon yang timbul dilihat dari Tabel 5.4 di atas secara rata-rata yang ditunjukan oleh nilai mean adalah 0,0031 hal ini dapat ditarik kesimpulan bahwa rata-rata respon investor pada saat peluncuran produk baru yang dijadikan sampel adalah positif. Respon lain juga terlihat pada nilai minimum CAR yaitu -0,07 hal ini menunjukan juga bahwa ada investor-investor yang merespon peluncuran produk baru dengan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
74
respon yang negatif. Awal pengamatan ditentukan pada periode waktu t0 hingga t+5 ditentukan berdasarkan hari perdagangan pasar modal. Sampel yang digunakan sebanyak 70 events memiliki CAR yang berbeda-beda pada setiap harinya, secara akumulasi cumulative average abnormal return pada periode pengamatan menunjukan tren fluktuasi seperti yang terlihat pada gambar. Pada t+1 Cumulative Average Abnormal Return (CAAR) naik kemudian mengalami penurunan pada t+2 dan penurunan tajam pada t+3 kemudian mengalami keaikan pada t+4 dan menurun kembali pada t+5. Kesimpulannya adalah return ini bersifat temporary dan pada penelitian kali ini hasilnya cenderung menurun.
CAAR
% 0.4 0.3 0.2 0.1 0 -0.1
t0
t+1
t+2
t+3
t+4
t+5
-0.2 -0.3 -0.4
Gambar 5.1 Cumulative Average Abnormal Return Sampel Emiten Sumber : Data sekunder diolah (2016)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
75
5.1.2. Uji Asumsi Klasik Model regresi dinyatakan baik untuk alat prediksi apabila mempunyai sifatsifat best linear unbiased estimator (BLUE) (Gujarat, 2007:66). BLUE dapat dicapai bila memenuhi asumsi klasik seperti normalitas, autokorelasi, multikoleniaritas dan heterokedastisitas. Uji asumsi klasik ini dilakukan untuk mengetahui kondisi data yang digunakan dalam penelitian ini dan menentukan model analisis yang paling tepat digunakan. 5.1.2.1. Uji Normalitas Residual Uji asumsi klasik normalitas pada penelitian ini menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov, dapat dilakukan untuk menguji apakah residual terdistribusi secara normal. Jika signifikan K-S > 0,05 maka H0 diterima maka data terdistribusi secara normal, sedangkan jika signifikan K-S < 0,05 maka H0 ditolak maka data tidak terdistribusi secara normal. Hasil pengujian normalitas menunjukan besarnya nilai Sig. (2-tailed) untuk pengujian Kolmogorov Smirnov nilainya lebih dari nilai toleransi kesalahan 0.05 (5%) yaitu sebesar 0.961. Berdasarkan nilai tersebut, dapat disimpulkan bahwa pengujian ini menerima Ho yang berarti residual sudah berdistribusi normal. 5.1.2.2. Uji Multikoleniaritas Uji Multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya kolerasi antar variabel independen atau tidak. Deteksi ada tidaknya multikolinearitas dapat dilihat dari besaran VIF (Variance inflation Factor) dan nilai
http://digilib.mercubuana.ac.id/
76
tolerance. Regresi bebas dari masalah multikolinearitas jika nilai VIF < 10 dan nilai tolerance > 0,1 (Ghozali, 2009:97). Hasil pengujian dapat dilihat sebagai berikut:
Tabel 5.4 Uji Multikoleniaritas Variabel CSM Q MP FREQ SB HILO DER
Tolerance
VIF
0.987 0.93 0.87 0.883 0.944 0.959 0.941
1.013 1.075 1.149 1.133 1.059 1.042 1.063
Keterangan Bebas Multikoleniaritas Bebas Multikoleniaritas Bebas Multikoleniaritas Bebas Multikoleniaritas Bebas Multikoleniaritas Bebas Multikoleniaritas Bebas Multikoleniaritas
Sumber: Data sekunder diolah 2016
Hasil pengujian di atas menunjukan bahwa semua variabel dalam penelitian ini memiliki nilai tolerance >0,1 dan VIF memilik nilai <10, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak terjadi multikoleniaritas antar variabel bebas dalam model regresi yang digunakan dalam penelitian ini. 5.1.2.3. Uji Heteroskedastisitas Uji Heteroskedastisitas dalam penelitian ini dilakukan dengan melihat grafik scater plot antara nilai residu variabel dependen SRESID dengan nilai prediksi variabel independen ZPRED. Ada atau tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scater plot antara SRESID dan ZPRED. Sumbu Y adalah nilai residual dan X adalah nilai yang telah diprediksi. grafik pengujian heteroskedastisitas dapat dilihat sebagai berikut :
http://digilib.mercubuana.ac.id/
77
Gambar 5. 2. Uji Heteroskedastisitas Sumber: Data sekunder diolah 2016
Hasil uji heteroskedastisitas pada Gambar 5.2 di atas menunjukan bahwa titiktitik menyebar secara acak dan tersebar baik di atas maupun di bawah anga nol pada sumbu Y, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas dalam model regresi yang digunakan dalam penelitian ini. 5.1.3. Analisis Model Regresi Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan metode regresi linier berganda dan dihitung dengan menggunakan software SPSS 20. Berdasarkan hasil dari output SPSS, pengaruh dari ketujuh variabel independen ditunjukan pada Tabel 5.6 maka diperoleh nilai konstanta (a) dari model regresi sebesar 0,068 dan koefesien regresi (β) dari setiap variabel-variabel independen diperoleh masing masing untuk β1 = 0.97, β2 = 0.003, β3 = -0.002, β4 = -0.003, β5 = -0.886, β6 = 0.001, dan β7 =
http://digilib.mercubuana.ac.id/
78
0.001. Berdasarkan nilai konstanta dan koefesien
regresi tersebut, maka dapat
dirumuskan sebagai berikut : CAR = 0.068 + 0.97CSM + 0.003Q -0.002MP -0.003FREQ -0.886SB + 0.001HiLo + 0.001DER + e Keterangan : CAR = Cumulative Abnormal Return (Respon Investor) a
= Konstanta
CSM = CSM (Competitive Strategic Measure) / Pengukuran Strategi Kompetitif Q
= Kapitalisasi Pasar
MP
= Single atau Multiple Product
FREQ = Frekuensi Pengumuman SB
= Suku Bunga
HILO = High Technology Industry DER
= Debt to Equity Ratio
Berdasarkan rumusan model regresi dari hasil pengujian pada Tabel 5.5, kemudian dilakukan analisis untuk mengukur ketepatan fungsi regresi dalam menaksir nilai aktual. Analisis tersebut meliputi koefesien determinasi (R 2), nilai statistik F untuk menguji kelayakan model regresi dan nilai statistik t untuk melihat signifikansi nilai koefesien regresi.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
79
Tabel 5.5 Hasil Analisis Regresi Linier Berganda Variabel (Constant) CSM Q MP FREQ 1 SB HILO DER F
B
Nilai Hitung
Sig.
0.068
9.079
0.00
0.97 0.003 -0.002 -0.003 -0.886 0.001 0.001
47.621 4.267 -1.047 -5.093 -9.074 0.508 1.514 362.161
0.00 0.00 0.299 0.00 0.00 0.613 0.135 0.00
R2
0.976
Sumber: Data sekunder diolah 2016
5.1.3.1. Koefesien Determinasi (R2) Koefesien Determinasi (R2) intinya adalah mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel independen terhadap variabel dependen. Nilai koefesien determinasi (R2) adalah 0 sampai dengan 1, jika angka koefesien determinasi semakin mendekati 1 maka pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen adalah kuat, yang berarti variabel-variabel independen memberikan semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen (Ghozali, 2009:108). Sebaliknya, jika nilai koefesien determinasi kecil berarti kemampuan variabel independen dalam menerangkan variabel dependen sangat rendah. koefesien determinasi ditunjukan dari nilai R square yang sebesar
http://digilib.mercubuana.ac.id/
80
0,976. Hasil ini menunjukan bahwa seluruh variabel independen mampu menjelaskan variabel dependen sebesar 97,6 % sedangkan sisanya sebesar 2,4% dijelaskan oleh variabel lainnya yang tidak diamati dalam penelitian ini atau faktor yang tidak diketahui. 5.1.3.2. Pengujian Model Regresi (Uji F) Model regresi harus dikatakan baik untuk digunakan dalam proses peramalan, untuk menguji baik tidaknya model regresi dapat menggunakan uji F dengan menggunakan tabel ANOVA. Uji F dalam penelitian ini digunakan untuk menilai bagaimana pengaruh secara simultan atau secara bersamaan seluruh variabel. Nilai significant of probability dari nilai F hitung adalah 0,000 lebih kecil dari level of significant sebesar 0,05 atau 5%, maka dapat diambil kesimpulan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima. Berdasarkan kesimpulan tersebut maka model regresi yang digunakan sudah tepat dan seluruh variabel independen secara bersama-sama atau simultan mempengaruhi variabel dependen, oleh sebab itu, model yang terbentuk secara statistik sudah baik untuk digunakan dalam menilai perubahan variabel dependen. 5.1.4. Analisis Pengaruh Variabel Bebas (Uji t) Uji signifikansi koefesien regresi atau sering disebut uji parsial (uji t) berguna untuk menguji koefesien regresi (b), yaitu apakah variabel independen (x) berpengaruh secara (parsial) nyata atau tidak.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
81
Hipotesis dan pengambilan keputusan yang digunakan adalah sebagai berikut : H O : 0 artinya variabel independen tidak mempengaruhi variabel dependen . H a : 0 artinya variabel independen berpengaruh positif atau negatif terhadap
variabel dependen. Hasil dari model regresi menunjukan arah berpengaruh setiap variabel independen yang terdiri dari CSM, kapitalisasi pasar, multiple product, frekuensi pengumuman, suku bunga, teknologi, DER terhadap variabel dependen yaitu respon investor yang diukur dengan cumulative abnormal return (CAR). Diketahui bahwa nilai konstanta sebesar 0,068. Hal ini berarti nilai rata-rata variabel CAR adalah 0,068% yaitu selisih antara return sesungguhnya dikurangi return harapan, jika koefesien regresi variabel CSM, MP, FREQ , SB, HILO, dan DER mengalami dianggap tidak ada atau sama dengan nol. Berdasarkan hasil perhitungan pengujian untuk setiap variabel independen maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1). Competitive Strategic Measure (CSM) Nilai signifikansi sebesar 0,000 lebih kecil dari 0,05 dengan koefesien bertanda positif maka dapat diambil keputusan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima yang artinya Competitive Strategic Measure (CSM) pada perusahaan yang meluncurkan produk baru periode tahun 2013-2015 berpengaruh positif dan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
82
signifikan terhadap respon investor. Koefesien regresi CSM sebesar 0,97 yang berarti bahwa setiap ada kenaikan CSM sebesar 1 satuan, maka akan berpengaruh pada peningkatan CAR sebesar 0,97.
2). Kapitalisasi Pasar Emiten (Q) Hasil perhitungan diperoleh tingkat signifikansi 0,000 lebih kecil dari level of significant sebesar 0,05 ditandai dengan nilai koefesien yang positif. Berdasarkan pada hasil tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima yang artinya kapitalisasi pasar emiten berpengaruh positif dan signifikan terhadap respon investor. Koefesien regresi kapitalisasi pasar (Q) sebesar 0,003 yang berarti jika setiap ada kenaikan 1 angka maka akan berpengaruh kepada CAR sebesar 0,003.
3). Single atau Multiple Product (MP) Tingkat signifikansi 0,299 lebih besar dari level of significant sebesar 0,05 dan nilai koefesien yang negatif, maka dapat diambil keputusan bahwa Ho diterima dan Ha ditolak atau single atau multiple product
tidak mempengaruhi respon
investor. Koefesien multiple product (MP) menunjukan angka sebesar -0,002 yang berarti setiap ada kenaikan MP sebesar 1 maka akan berpengaruh pada penurunan nilai CAR sebesar 0,002.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
83
4). Announcement Frequency (FREQ) Signifikansi dari variabel Announcement Frequency sebesar 0,000 lebih kecil dari 0,05 dengan koefesien bertanda negatif, maka dapat diambil keputusan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima yang artinya announcement frequency pada perusahaan yang meluncurkan produk baru periode tahun 2013-2015 berpengaruh negatif dan signifikan terhadap respon investor . Koefesien regresi frekuensi pengumuman (FREQ) adalah sebesar -0,003 yang berarti bahwa setiap ada kenaikan FREQ sebesar 1 maka akan berpengaruh pada penurunan nilai CAR sebesar 0,003.
5). Suku Bunga Suku bunga dengan signifikansi sebesar 0,000 lebih kecil dari 0,05 dengan koefesien bertanda negatif, maka dapat diambil keputusan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima yang artinya suku bunga berpengaruh negatif dan signifikan terhadap respon investor. Koefesien regresi suku bunga (SB) sebesar -0,886 yang berarti bahwa jika setiap ada kenaikan SB sebesar 1% maka akan berpengaruh pada penurunan nilai CAR sebesar 0,886.
6.) High Technology (HILO) Nilai dari level of significant sebesar 0,613 lebih besar dari 0,05 dan nilai koefesien yang positif. Berdasarkan hasil tersebut dapat diambil keputusan bahwa Ho diterima dan Ha ditolak atau high technology tidak mempengaruhi respon investor .
http://digilib.mercubuana.ac.id/
84
Koefesien regresi teknologi adalah 0,001 yang berarti bahwa jika ada kenaikan sebesar 1 maka akan berpengaruh kepada kenaikan CAR sebesar 0,001.
7.) Debt to Equity Ratio (DER) Tingkat signifikansi 0,135 lebih besar dari level of significant sebesar 0,05 dan nilai koefesien yang positif, maka dapat diambil keputusan bahwa Ho diterima dan Ha ditolak atau debt to equity ratio (DER) tidak mempengaruhi respon investor. Koefesien DER adalah 0,001 yang berarti bahwa jika ada kenaikan kedua variabel ini sebesar 1% maka akan berpengaruh kepada kenaikan CAR sebesar 0.001.
5.2. Pembahasan 5.2.1. Pengaruh Competitive Strategic Measure (CSM) terhadap respon investor Berdasarkan hasil uji t, diketahui bahwa Competitive Strategic Measure (CSM) berpengaruh positif dan signifikan terhadap respon investor . kenaikan nilai CSM membuat perusahaan semakin kompetitif dan perusahaan cenderung menggunakan Strategic Complements (CSM >0) maka semakin besar respon investor, karena akan ada peluang bagi investor untuk mendapatkan abnormal return. Hasil ini sama dengan penelitian sebelumnya yang sudah dilakukan oleh Sundaram et al. (1996), Chaney et al. (1991) dan Bulow et al. (1985) bahwa CSM berpengaruh positif terhadap respon investor. Aksi peluncuran produk baru memberikan signal bagi investor dan diharapkan kandungan informasi dalam sinyal direspon oleh investor secara positif (Santosa, 2009 dalam Pratiwi dan Ulupui, 2013:471). Ketika
http://digilib.mercubuana.ac.id/
85
suatu perusahaan mengumumkan produk baru, signal yang masuk ke pasar menciptakan anggapan bahwa produk baru ini merupakan diferensiasi dan keunggulan positif, sehingga dapat meningkatkan keuntungan jangka panjang dan peningkatan pangsa pasar yang dimiliki perusahaan (Chaney et al. 1991;. Kleinschmidt dan Cooper, 1991). Karena strategi seperti peluncuran produk baru merupakan salah satu strategi yang tetap diperlukan dalam perkembangan persaingan bisnis, maka perlu strategi produk yang tepat sehingga dapat bersaing. Strategi yang digunakan perusahaan sangat bervariasi bahkan peneliti menemukan bahwa pada UNVR tahun 2013 menggunakan strategi SC memiliki strategi yang berbeda pada tahun 2014 yang menggunakan strategi SS, pada TCID untuk 2012 adalah termasuk strategi SC dan SS untuk 2014, hal ini menunjukan bahwa perusahaan juga menerapkan strategi yang sesuai setiap tahunnya untuk meraih keuntungan. Hasil ini didukung juga oleh Sundaram et al. (1996) yang berpendapat bahwa strategi SS atau SC yang digunakan tergantung pada kebijakan perusahaan tersebut, karena kebijakan yang dihasilkan berbeda-beda apakah meluncurkan produk baru atau melengkapi produk yang sudah ada. Hal ini terkait dengan keuntungan yang didapat, apakah dengan meluncurkan produk baru dapat meraih pangsa pasar baru dan keuntungan baru atau dengan melengkapi produk pesaing. Bulow et al. (1985) berpendapat bahwa perusahaan yang inovator termasuk kategori SC dapat meraih pangsa pasar yang besar dan keuntungan jangka panjang.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
86
Menurut D’Aveni (1994) dengan melengkapi produk inovator juga perusahaan (strategic complement) dapat berbagi keuntungan. Sesuai dengan penelitian-penelitian seelumnya bahwa strategi yang sesuai dapat berdampak positif pada respon investor setelah meluncurkan produk baru. 5.2.2. Pengaruh kapitalisasi pasar emiten terhadap respon investor Hasil pengujian hipotesis untuk variabel kapitalisasi pasar diketahui bahwa variabel ini berpengaruh positif dan signifikan terhadap respon investor (CAR). Q merupakan nilai pasar atau kapitalisasi pasar yang dianggap kemakmuran atau keuntungan bagi investor secara maksimum menurut Rika dan Ishlahudin (2008), semakin tinggi kapitalisasi maka semakin tinggi harga saham akan meningkat keuntungan yang diperoleh sehingga keadaan ini direspon positif oleh investor karena kapitalisasi yang meningkat. Kapitalisasi yang besar pada saat harga naik, maka akan menggoyahkan harga pasar sehingga dapat menggeserkan nilai dari abnormal return. Jika harga perusahaan yang memiliki kapitalisasi besar ini naik maka kecenderungan harga indeks saham akan naik dan respon investor akan positif. Q juga digunakan untuk mengukur kesempatan investasi yang dimiliki oleh perusahaan dan menunjukan nilai dari perusahaan itu sendiri. Hal ini menunjukan bahwa ketersediaan atau kurangnya kesempatan investasi dapat menjadi pertimbangan penting dalam menilai nilai investasi strategi peluncuran produk baru. Q yang tinggi juga menandakan bahwa perusahaan memiliki kesempatan tumbuh yang tinggi membuat nilai perusahaan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
87
menjadi lebih tinggi. Menurut Lang et al. (1991), Akhigbe dan Madura (1999) yang membedakan perusahaan dengan peluang investasi yang tinggi dilihat dari nilai Q yang dimiliki, perusahaan dengan nilai Q yang tinggi diharapkan juga mampu menggunakan dana internal mereka dengan efisien. Rata-rata nilai Q pada penelitian ini adalah 5,85 yang berarti lebih dari 1, hal tersebut mengindikasikan bahwa kesempatan investasi lebih baik, memiliki potensi pertumbuhan yang tinggi terutama dengan peluncuran produk baru yang diharapkan dapat menumbuhkembangkan perusahaan sehingga nilai perusahaan semakin tinggi menjadikan perusahan semakin menarik di mata investor. Hal ini bisa terjadi karena nilai pasar asset perusahaan lebih besar dibandingkan dengan
nilai buku asset
perusahaan, sehingga semakin besar kerelaan investor dalam mengeluarkan pengorbanan yang lebih untuk memiliki perusahaan tersebut. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini sejalan dengan hasil dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Chen dan Ho (2002) peluang investasi yang diukur melalui Q berpengaruh positif terhadap respon investor setelah pengumuman produk baru, pengenalan produk baru dianggap sebagai peluang investasi yang baik yang terkandung dalam signal yang diberikan dianggap sebagai sesuatu yang berharga bagi investor sehingga investor merespon positif. 5.2.3. Pengaruh single atau multiple product terhadap respon investor Single atau multiple roduct tidak memiliki pengaruh terhadap respon investor. Hasil ini konsisten dengan hasil yang diperoleh pada hasil penelitian sebelumnya oleh
http://digilib.mercubuana.ac.id/
88
Chen dan Ho (2002). Sampel yang diambil merupakan produk dengan jenis single dan multiple product dengan 33 single procutcs dan 37 sisanya adalah multiple product. Investor lebih melihat ke arah strategi apa yang digunakan dibandingkan dengan single atau multiple product karena jika strategi kompetitif yang digunakan berhasil perusahaan akan mendapatkan laba atas produk baru tersebut. Chaney et al. (1997) berpendapat bahwa
investor menganggap sama antara perusahaan yang
memperkenalkan produk baru dengan single product maupun yang multiple Product, sehingga tidak berpengaruh terhadap respon investor.
5.2.4. Pengaruh frekuensi pengumuman terhadap respon investor Hasil pengujian menunjukan bahwa frekuensi pengumuman produk baru berpengaruh negatif dan signifikan terhadap respon investor. Perusahaan yang memiliki sejarah atau tingkat ferkuensi peluncuran produk baru yang sering akan mengurangi nilai informasi yang terkandung dalam pengumuman produk baru dan nilai dari informasi tersebut cenderung menjadi rendah, karena peluncuran produk baru dianggap hal yang biasa yang dilakukan oleh perusahaan itu. Penelitian ini konsisten dengan penelitian sebelumnya oleh Chaney et al. (1997) yang menunjukan bahwa frekuensi peluncuran produk baru berhubungan negatif terhadap respon investor. Chen dan Ho (2002) berpendapat bahwa biaya yang dikeluarkan untuk peluncuran yang sering akan mengurangi laba yang akan diperoleh karena harus menutupi biaya selama pembuatan produk baru yang sering dan biaya pengumuman yang dilakukan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
89
5.2.5. Pengaruh suku bunga terhadap respon investor Berdasarkan pada hasil penelitian diketahui bahwa suku bunga berpengaruh negatif dan signifikan terhadap respon investor (CAR). Biaya pinjaman modal bergantung pada tingkat suku bunga, maka perusahaan diharapkan dapat mengurangi tingkat investasi akibat dari naiknya suku bunga. Jika perusahaan ingin membuat produk baru dan memerlukan pabrik baru, uang yang digunakan untuk proyek tersebut pada umumnya adalah pinjaman, jika suku bunga naik maka pinjaman akan semakin mahal. Umumnya investor lebih memilih mendepositokan uangnya daripada berinvestasi pada saat bunga tinggi. Menurut McGowan (1993) jika suku bunga rendah, akan menyebabkan biaya pinjaman yang lebih rendah sehingga perusahaan tidak terlalu terbebani akan suku bunga. Suku bunga rendah akan merangsang investasi dan aktivitas ekonomi yang akan menyebabkan harga saham meningkat. Selanjutnya, menurut Chen dan Ho (2002) kenaikan suku bunga bisa menyiratkan penurunan permintaan produk akibat dari pelemahan daya beli sehingga menyebabkan berkurangnya laba dari peluncuran produk baru. Para investor dalam menghadapi kenaikan suku bunga cenderung akan menjual sahamnya sampai suku bunga kembali pada tingkat yang dianggap normal. Hasil penelitian ini sama dengan Chaney et al. (1991) yang menemukan bahwa suku bunga memiliki dampak negatif pada respon investor pada saat peluncuran produk baru.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
90
5.2.6. Pengaruh teknologi terhadap respon investor Hasil pengujian menunjukan bahwa peran teknologi pada sebuah produk tidak berpengaruh terhadap respon investor. Hasil penelitian ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Chen dan Ho (2002) dan Chaney et al. (1997) yang menemukan bahwa teknologi tidak berpengaruh dan signifikan terhadap respon investor saat melakukan peluncuran produk baru. Investor lebih melihat kearah produk yang dihasilkan bukan dari tekhnologi yang digunakan untuk menghasilkan sebuah produk baru. Teknologi yang digunakan di Indonesia juga tergolong masih rendah, hal ini adalah salah satu alasan lain teknologi tidak berpengaruh pada respon investor . Menurut
Mantan Menteri dan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan
Nasional, Alisjah bana mengungkapkan bahwa teknologi di Indonesia masih rendah. Ada beberapa indikator yang menunjukan rendahnya tingkat teknologi di Indonesia seperti kurangnya kontribusi ilmu pengetahuan dan teknologi di sektor industri, data United Nation for Development Programe (UNDP) pada tahun 2013, indeks pencapaian teknologi Indonesia berada pada urutan ke-60 dari 72 negara, yang ukurannya dilihat dari penciptaan teknologi, difusi inovasi teknologi mutakhir yang diukur dari jumlah pengguna internet, teknologi barang ekspor, dan minimnya anggaran untuk riset. Ekspor produk manufaktur didominasi oleh produk dengan teknologi rendah sebanyak 60% .
http://digilib.mercubuana.ac.id/
91
5.2.7. Pengaruh Debt To Equity Ratio (DER ) terhadap respon investor Berdasarkan hasil uji t, diketahui bahwa debt to equity ratio (DER ) tidak berpengaruh terhadap respon investor . Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian sebelumnya oleh Chen et al. (1997), Chen dan Ho (2002) dan Chaney et al. (1991). Besarnya DER menunjukan bahwa nilai dari hutang perusahaan lebih besar daripada modal sendiri. Semakin tinggi perubahan DER menunjukan ketergantungan permodalan perusahaan terhadap pihak luar sehingga beban perusahaan semakin besar. Hal ini tidak akan mengurangi hak pemegang saham sehingga perubahan kenaikan DER tidak dipertimbangkan investor dalam berinvestasi. Pertimbangan investor untuk berinvestasi yang tidak didasarkan oleh kenaikan atau penurunan DER yang tercermin dari harga saham sehingga perubahan DER tidak memiliki pengaruh terhadap CAR (Setyawati : 2011). Pernyataan dan hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Kewal (2012), Soesetio (2006), Sumanti (2007), dan Setiawati (2001) bahwa DER tidak berpengaruh terhadap CAR. Respon Investor tidak hanya didasarkan oleh perubahan DER melainkan bisa didasarkan oleh peruabahan faktor yang lain yang diuji maupun tidak diuji dalam penelitian ini.
http://digilib.mercubuana.ac.id/