30
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pencemaran Udara yang Terjadi di Lokasi Penelitian 5.1.1 Potensi pencemaran yang terjadi di lokasi penelitian Kualitas udara dapat diketahui dengan membandingkan hasil pengukuran dengan kualitas udara baku yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang. Pencemaran udara yang terjadi di lokasi penelitian dapat dilihat dari hasil pemantauan dan pengujian kualitas udara yang dilakukan oleh Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Kabupaten Bogor. Lokasi penelitian terletak di antara dua lokasi pemantaun yang dilakukan oleh BLHD yaitu di depan pintu Tol Gunung Putri serta kawasan CCIE Citeureup. Potensi pencemaran yang terbesar adalah pencemaran udara karena partikel debu atau total suspended particle (TSP) yang melebihi batas baku mutu udara yaitu sebesar 158,10 µg/Nm2 hingga 879.10 µg/Nm2. Hasil pemantauan udara oleh BLHD Kabupaten Bogor dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Hasil pemantauan udara BLHD Kabupaten Bogor semester 1 tahun 2012 Parameter
Unit
Baku mutu PPRI No. KEP. MENLH 41/1999 No.48/1988
TSP 230 g/Nm2 SO2 900 g/Nm2 CO2 Ppm NO2 µg/Nm2 400 H2S µg/Nm2 NH3 µg/Nm2 O3 µg/Nm2 235 Sumber : BLHD Kabupaten Bogor (2012)
260 260 92,5 42 360 -
Pengukuran Pertigaan Depan CCIE Pintu Tol Citereup Gunung Putri 879.10 158,10 10,00 5,96 778,50 749,00 <10 <10 21,0 22,6 790,4 <20,00 <19,60 <19,60
Potensi pencemaran yang terjadi pada RW 03 dan RW 06 tidak jauh berbeda karena kedua lokasi penelitian ini hanya berjarak 1 km dan berjarak 1 km dari sumber pencemar. Partikel debu merupakan parameter pencemar yang melebihi baku mutu udara di lokasi penelitian karena lokasi penelitian ini berdekatan dengan pabrik semen dengan kapasitas produksi 3,1 juta ton per tahun (PT. Indocement 2010) dan pada akhir tahun 2012 akan dinaikkan menjadi 4,4 juta ton per tahun (Syafputri 2012). Pabrik semen ini akan mengeluarkan polutan ke udara berupa partikel halus karena aktivitas produksi.
31
Berdasarkan penelitian yang sudah dilaksanakan oleh Septiyani pada tahun 2010 sebelumnya potensi pencemaran yang terjadi di Desa Gunung Putri pada jarak 1000 meter dengan pengujian di beberapa titik vegetasi dapat dilihat pada Tabel 6. Jarak ini sesuai dengan kondisi RW 03 dan RW 06 yang berjarak 1000 m dari sumber pencemar yang dijadikan sebagai titik acuan. Pengukuran pada titik yang tidak ada vegetasi dan tidak rindang menggambarkan kondisi RW 03 dengan kondisi vegetasi yang mempunyai kerapatan pohon 9 pohon per hektar. Pengukuran pada titik rindang dan sangat rindang menggambarkan kondisi RW 06 yang mempunyai kerapatan vegetasi 88 pohon per hektar. Tabel 6 Konsentrasi partikel debu Desa Gunung Putri tahun 2009 pada jarak 1000 m dari pabrik semen. Titik pengukuran
Baku mutu (TSP) (g/Nm2)* 24 jam
Tidak ada vegetasi Tidak rindang 230,00 Rindang Sangan rindang Sumber : Septiyani (2010). Keterangan : *) Peraturan Pemerintah No. 41 tahun 1999.
Konsentrasi debu di bawah tegakan (g/Nm2) 1 jam 3194,74 337,57 230,24 124,93
Besarnya konsentrasi debu di Desa Gunung Putri disebabkan oleh beberapa faktor. Aktivitas produksi pabrik semen merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya pencemaran udara. Selain itu aktivitas distribusi hasil produksi mengakibatkan arus lalu lintas transportasi cukup padat menyebabkan konsentrasi zat pencemar terutama debu akan semakin meningkat (Yusad 2003). 5.1.2 Potensi kemampuan pekarangan dalam mereduksi zat pencemar 5.1.2.1 Pengaruh parameter vegetasi dalam mereduksi zat pencemar Keberadaan pohon di pekarangan rumah akan menjadi filter udara bebas. Berdasarkan analisis vegetasi yang dilakukan di lokasi penelitian dengan mengambil beberapa contoh pekarangan berdasarkan SPPT Desa Gunung Putri 2012
jenis yang banyak ditanam di pekarangan warga RW 03 dan RW 06
merupakan jenis tanaman buah. Jenis yang ditemukan di RW 03 terdapat 5 jenis spesies pohon dari 5 famili. Pohon yang ditemukan di RW 06 terdapat 27 jenis dari 17 famili. Berdasarkan pengukuran yang dilakukan kerapatan vegetasi di
32
RW 03 dapat dikatakan rendah karena hanya berkisar 9 pohon per ha. RW 06 mempunyai kerapatan vegetasi yang lebih tinggi yaitu 88 pohon per ha. Jenis pohon mempunyai kemampuan yang berbeda dalam menjerap dan menyerap zat pencemar. Berdasarkan Iwan (2011) diacu dalam Santoso (in press) tanaman yang mempunyai kemampuan tinggi dalam menyerap polutan secara umum mempunyai ciri yang serupa. Ciri tersebut antara lain tanaman memiliki tajuk yang rimbun, tidak gugur daun, tanaman tinggi. Pohon yang terdapat di pekarangan mempunyai kemampuan dalam mereduksi zat pencemar. Parameter vegetasi seperti luas proyeksi tsajuk, leaf area index dan tinggi pohon yang terdapat di pekarangan diduga dapat mempengaruhi kemampuan vegetasi dalam mereduksi zat pencemar (Septiyani 2010).
Hasil pengukuran
parameter vegetasi dikedua lokasi penelitian ditunjukkan dengan Tabel 7. Tabel 7 Hasil pengukuran parameter vegetasi di kedua lokasi penelitian Lokasi penelitian
Luas Proyeksi tajuk (m2)
RW 03 RW 06
387,05 3.731,12
Rata-rata Leaf Area Index (LAI) 0,82 1,12
Luas tajuk (m2)
Rata-rata tinggi pohon (m)
318,54 4.171,39
5,40 6,09
Vegetasi dapat mereduksi dengan baik zat pencemar apabila terdapat pohon dengan tajuk yang rindang hal ini sesuai dengan pernyataan Irwan (1994) fungsi hutan kota akan lebih efektif apabila banyak vegetasi yang membangun hutan kota. Hal ini dapat diterjemahkan ketika banyak pohon di pekarangan maka fungsi pekarangan akan lebih efektif dalam menyerap dan menjerap zat pencemar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbandingan LAI yang ditunjukkan oleh pohon di RW 03 dengan LAI 0,82 dan RW 06 1,12 cukup kecil hal ini disebabkan karena perhitungan jenis pohon yang berada di kedua lokasi hampir sama yaitu jambu air, mangga dan rambutan. Pengambilan data LAI di kedua lokasi penelitian dilakukan per pohon sehingga memperlihatkan rata-rata LAI masing-masing pohon. Luas tajuk mempunyai hubungan yang erat dengan LAI dimana LAI merupakan perbandingan antara luas proyeksi tajuk dan LAI. Berdasarkan penelitian Septiyani (2010) luas proyeksi tajuk tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap konsentrasi debu. Hal ini disebabkan oleh parameter yang digunakan hanya strata bawah sehingga memerlukan parameter lain yaitu luas tajuk. Perhitungan luas tajuk diperoleh
33
dengan mengalikan LAI dengan luas proyeksi tajuk, sehingga diperoleh luas tajuk untuk masing-masing lokasi penelitian. Berdasarkan Wood (2001) diacu dalam Wawo (2010) menyebutkan LAI merupakan perbandingan luas daun total dengan luas tanah yang ditutupi. Penelitian Wawo (2010) menunjukkan bahwa pohon dengan LAI yang lebih besar akan mampu menurunkan konsentrasi zat pencemar yang lebih besar sehingga dapat dijelaskan bahwa dengan semakin besar luas tajuk maka kemampuan pohon dalam mereduksi zat pencemar juga akan semakin tinggi. Berdasarkan Septiyani (2010) menjelaskan bahwa korelasi antara parameter vegetasi dengan partikel di udara mempunyai korelasi yang negatif. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai dari parameter vegetasi maka konsentrasi zat pencemar terutama partikel debu akan semakin rendah. Penelitian Septiyani menunjukkan bahwa parameter vegetasi berupa LAI dan tinggi pohon sangat mempengaruhi penurunan konsentrasi zat pencemar di udara. Hal ini menunjukkan bahwa dengan luas tajuk yang luas maka konsentrasi zat pencemar juga akan semakin berkurang. 5.1.2.2 Kemampuan pekarangan dalam mereduksi zat pencemar Kemampuan daun pohon dalam mereduksi zat pencemar bervariasi hal ini dipengaruhi oleh beberapa hal. Menurut Smith (1981) diacu dalam Dahlan (2004) faktor tersebut antara lain daya kelarutan polutan di dalam air atau cairan sel, kelembaban lingkungan di sekitar daun, intensitas cahaya matahari, kedudukan daun, SO2 dan NO2 mampu diserap dalam keadaan gelap sedangkan laju penyerapan akan berkurang jika dalam keadaan terang. Kemampuan vegetasi di lokasi penelitian dalam mereduksi zat pencemar dapat dilihat dalam Tabel 8. Tabel 8 Kemampuan serapan zat pencemar oleh pekarangan No.
Jenis Polutan
Luas Tajuk (m2) RW 03
RW 06
Serapan Oleh Tajuk Pohon (g/m2/jam)* 2.600 2.300 4.100
1 CO2 2 NO 318,54 4171,39 3 SO2 Total serapan Sumber: *) Smith (1981) diacu dalam Dahlan (2004)
Kemampuan Serapan Oleh Tajuk (g/jam) RW 03 RW 06 828.209,59 10.845.619,62 732.646,95 9.594.201,97 1.306.022,82 17.102.707,86 2.866.879,35 37.542.529,44
34
Berdasarkan Tabel 8 terlihat bahwa kemampaun vegetasi menyerap zat pencemar pada RW 06 lebih tinggi yaitu sebesar 37.542.529,44 g/jam dari RW 03 sebesar 2.866.879,35g/jam. Hal ini disebabkan karena luas tajuk di RW 06 lebih luas dibandingkan di RW 03. Luas tajuk RW 06 dipengaruhi oleh keberadaan vegetasi di wilayah tersebut. Kemampuan vegetasi dalam menyerap zat pencemar akan mengurangi gangguan kesehatan bagi manusia.
Melihat kemampuan
vegetasi dalam mereduksi pencemaran yang terjadi maka keberadaan pekarangan akan sangat bermanfaat bagi masyarakat dan perlu dijaga keberadaanya. Menjaga keberadaan pekarangan yang merupakan bagian dari RTH merupakan pendekatan planologis yaitu upaya pencegahan pencemaran lingkungan dengan penataan fisik. Penataan ini penting dilakukan untuk menciptakan lingkungan yang aman, nyaman serta sehat (Kristanto 2004). Berdasarkan hasil pemantauan dari BLHD Kabupaten Bogor emisi partikel debu di Desa Gunung Putri sudah melebihi batas baku mutu udara sehingga akan mengganggu kesehatan masyarakat. Partikel debu akan berbahaya bagi kesehatan karena partikel debu mengakibatkan beberapa penyakit dan dapat memicu munculnya beberapa penyakit. Penyakit yang disebabkan karena partikel debu antara lain batuk, iritasi kerongkongan, kanker serta akan memperberat penyakit jantung (Satriyo 2008). Penelitian Septiyani (2010) dan Wawo (2010) menunjukkan bahwa keberadaan pohon di pekarangan dapat mengurangi pencemaran udara terutama debu.
Berdasarkan Karyono (2005) pohon sangat membantu bagi kesehatan
manusia, disamping menyerap gas polutan dan debu di udara juga menghasilkan gas oksigen yang diperlukan untuk kelangsungan hidup manusia
Jumlah
penderita penyakit yang diduga karena pencemaran udara pada RW 06 lebih sedikit dibandingkan dengan warga RW 03.
Hal ini menunjukkan manfaat
ekologis adanya pekarangan bagi masyarakat. 5.2 Dampak Pencemaran Udara 5.2.1 Korelasi parameter vegetasi dengan kesehatan masyarakat Parameter vegetasi yang diduga akan mempengaruhi konsentrasi zat pencemar di udara yiatu luas proyeksi tajuk, LAI serta tinggi pohon. Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan oleh Wawo (2010) dan Septiyani (2010)
35
menunjukkan bahwa LAI dan tinggi pohon merupakan parameter vegetasi yang mempunyai korelasi negatif dengan konsentrasi zat pencemar. LAI merupakan perbandingan antara luas proyeksi tajuk dan luas tajuk, sehingga semakin tinggi LAI maka tajuk pohon akan semakin luas. Hal ini akan meningkatkan penjerapan dan penyerapan partikel debu di udara oleh pekarangan akan semakin tinggi. Partikel debu merupakan salah satu zat pencemar yang akan memengaruhi kesehatan masyarakat sehingga dengan adanya pekarangan dapat mengurangi kadar debu di udara (Wardhana 2004). 5.2.2 Dampak pencemaran udara terhadap kesehatan masyarakat Potensi pencemaran yang terdapat di lokasi penelitian akan mempengaruhi kesehatan masyarakat. Gangguan kesehatan ini akan dialami oleh semua orang baik laki-laki, perempuan, anak-anak maupun dewasa akan berpotensi terkena penyakit yang disebabkan karena pencemaran udara ini. Hal ini disebabkan oleh semua orang membutuhkan O2 dari udara yang sama sedangkan kondisi udara yang ada sudah tercemar. Ada tiga cara masukkanya bahan pencemar udara ke tubuh manusia yaitu melalui sistem pernapasan atau inhalasi, melalui sistem pencernaan ingestasi dan penetrasi kulit (Budiyono 2001). Jenis zat pencemar akan memberikan pengaruh yang berbeda untuk kesehatan. Zat pencemar yang banyak terjadi di lokasi penelitian adalah debu sehingga penyakit yang banyak terjadi di lokasi penelitian adalah jenis penyakit yang disebabkan karena debu. Gangguan kesehatan dari zat pencemar ini tergantung dari ukuran yang terhembus ke udara. Menurut Budiyono (2001) pada tingkat konsentrasi tertentu zat pencemar akan berakibat langsung terhadap kesehatan baik secara mendadak atau akut, menahun atau kronis dengan gejalagejala yang samar. Gejala ini biasanya dimulai dari iritasi saluran pernapasan, iritasi mata hingga timbulnya kanker paru-paru. Berdasarkan data yang diperoleh dari Puskesmas Kecamatan Gunung Putri ada 10 golongan penyakit dengan jumlah penderita terbanyak. Jumlah penderita terbanyak selama 5 tahun terakhir adalah jenis penyakit ISPA (infeksi saluran pernapasan akut) serta jenis penyakit lain yang berhubungan dengan saluran pernapasan antara lain nesofaringis akuta (flu/ CC) dan faringis akuta untuk lebih jelasnya pada Gambar 6.
36
4%
3%
3% 3% ISPA CC Diare demam Migren Dermatis Myalgia Hypertensi faringitis Peny pulpa
34%
7% 9% 9% 9%
19%
Sumber : Puskesmas Kecamatan Gunung Putri (2011).
Gambar 6 Sepuluh penyakit terbesar Desa Gunung Putri dan Desa Keranggan. Berdasarkan Gambar 6 jenis penyakit gangguan pernapasan di duga akibat dari pencemaran udara yang terjadi di desa tersebut ISPA merupakan salah satu jenis penyakit yang banyak di derita warga Desa Gunung putri. Berdasarkan data yang diperoleh dari laporan tahunan dari tahun 2007 hingga 2011 Puskesmas Kecamatan Gunung Putri jumlah penderita penyakit ini mengalami fluktuasi dari tahun ketahun untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 7. 600 500
Jumlah
400 300 Jumlah penderita ISPA
200 100 0 2007
2008
2009 Tahun
2010
2011
Sumber : Puskesmas Kecamatan Gunung Putri (2007, 2008, 2009, 2010, 2011)
Gambar 7 Jumlah penderita ISPA warga Desa Gunung Putri tahun 2007-2011. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan di RW 03 dan RW 06 sebanyak 77% dan 50 % responden menyatakan bahwa pencemaran udara yang terjadi di Desa Gunung Putri akan mempengaruhi kesehatan.
Gangguan
37
kesehatan yang dialami warga di kedua RW tersebut antara lain gangguan pernapasan, pusing, batuk dan iritasi mata. Gangguan kesehatan tersebut diduga karena adanya pencemaran udara.
Jumlah warga, jenis penyakit dan jumlah
kasusu yang terjadi per tahun yang diduga dampak dari pencemaran udara berdasarkan hasil wawancara dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Pendugaan jumlah kasus dan jenis penyakit yang diduga karena pencemaran udara RW 03 dan RW 06 tahun 2012 No 1 2 3 4 5 6 Total
Penderita
Jenis Penyakit Sakit kepala Gangguan pernapasan Batuk Iritasi mata Pelupa Tidak sakit
RW 03 12
RW 06 10
Rata-rata frekuensi sakit orang per tahun RW 03 4.67
RW 06 1.90
Jumlah kasus per tahun RW 03 RW 06 56.04 19.00
6
7
1.00
2.57
6.00
17.99
20 8 0 1
6 3 1 6
5.40 2.75 0.00 0.00
1.30 4.00 0.00 0.00
108.00 22.00 0.00 0.00 192.04
7.80 12.00 0.00 0.00 56.79
Berdasarkan Tabel 9 terlihat bahwa jumlah kasus penyakit yang terjadi di RW 03 cukup tinggi yaitu sebanyak 192,04 kasus dengan kasus batuk merupakan jenis penyakit terbanyak yang terjadi yaitu 108,00 kasus. Jumlah kasus di RW 06 lebih rendah dibanding dengan RW 03 yaitu 56,79 kasus. Pendugaan jumlah kasus pertahun akan menggambarkan kasus yang terjadi setiap tahun di RW 03 dan RW 06. Kasus Batuk merupakan jenis penyakit yang diduga karena pencemaran udara dan paling banyak diderita dan terjadi di warga RW 03 dibandingkan dengan RW 06. Hal ini disebabkan karena gangguan kesehatan ini disebabkan oleh debu yang terkandung di udara. Debu merupakan zat pencemar yang akan disebarkan oleh angin pada lahan yang luas atau kosong sedangkan kondisi RW 03 padat dengan perumahan warga serta kerapatan vegetasi yang rendah sehingga tidak ada pohon yang akan mampu menjerap debu yang terkandung dalam udara dan debu akan terus berada diruang yang sempit dan akan terhirup oleh manusia (Satriyo 2008). Perbandingan jenis penyakit dan jumlah kasus penyakit yang terkena dampak pencemaran udara antara RW 03 dan RW 06 dapat dilihat pada Gambar 8.
38
Jumlah Kasus
120 100 80 60 40
RW 03
20
RW 06
0 Sakit kepala
Gambar 8
Gangguan Batuk pernapasan Jenis Penyakit
Iritasi mata
Pendugaan perbandingan jumlah kasus penyakit akibat pencemaran udara di RW 03 dan RW 06 tahun 2012.
RW 03 merupakan daerah dengan kerapatan vegetasi yang rendah sehingga potensi pencemaran udara akan mengganggu kesehatan masyarakat. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan sebagian besar responden sering mengalami batuk sebanyak 56 % dari seluruh kasus yang terjadi. Batuk merupakan jenis penyakit yang diduga karena pencemaran udara yang disebabkan oleh kadar debu di udara yang tinggi. Persentase gangguan kesehatan yang dialami oleh warga RW 03 dapat dilihat pada Gambar 9. Iritasi mata 12% Sakit kepala 29%
Batuk 56%
Gangguan pernapasan 3%
Gambar 9 Persentase penyakit yang diduga karena pencemaran udara warga RW 03 tahun 2012. Jenis penyakit yang diduga karena pencemaran udara warga RW 06 tidak jauh berbeda dengan warga yang berada di RW 03. Hal ini disebabkan letak kedua lokasi ini yang berdekatan serta mempunyai jarak yang sama dengan sumber pencemar. Berdasarkan hasil wawancara gangguan kesehatan yang paling
39
banyak dialami adalah sakit kepala dan gangguan pernapasan sebanyak 33% dan 32% dari seluruh kasus yang terjadi. Jenis penyakit dan persentase warga RW 06 yang mengalami gangguan kesehatan dapat dilihat pada Gambar 10.
Iritasi mata 21%
Sakit kepala 33%
Batuk 14%
Gangguan pernapasan 32%
Gambar 10 Persentase penyakit yang diduga karena pencemaran udara warga RW 06 tahun 2012. Mengacu pada Tabel 9 maka dugaan terhadap jumlah kasus penyakit per kapita yang terkena dampak pencemaran udara akan dapat dihitung.
Kasus
perkapita ini akan menggambarkan peluang sakit setiap orang dalam satu tahun. Hal ini dapat dilihat dalam Tabel 10. Tabel 10 Pendugaan jumlah kasus penyakit karena dampak pencemaran udara di RW 03 dan RW 06 tahun 2012 Jenis penyakit Sakit kepala Gangguan pernapasan Batuk Iritasi mata Pelupa Tidak sakit Jumlah total
Jumlah kasus per tahun RW 03 RW 06 56,04 19,00 6,00 17,99 108,00 7,80 22,00 12,00 0,00 0,00 0,00 0,00 19,04 56,79
kasus per kapita RW 03 RW 06 1,87 0,63 0,20 0,60 3,60 0,26 0,73 0,40 0,00 0,00 0,00 0,00 6,40 1,89
Tabel 10 memperlihatkan bahwa jumlah kasus penyakit karena dampak pencemaran udara di RW 03 lebih tinggi yaitu 192,04 kasus di bandingkan dengan RW 06 sebanyak 56,79 kasus penyakit. Jumlah kasus pertahun ini akan mempengaruhi kasus per kapita masing-masing RW.
Berdasarkan Tabel 10
40
terlihat bahwa peluang sakit setiap orang RW 03 lebih tinggi yaitu sebanyak 6,04 kasus setiap tahun. Hal ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain kondisi vegetasi, lokasi tempat bekerja atau lokasi aktivitas keseharian. Wawancara di lakukan kepada responden dengan lokasi kerja di luar dari sumber pencemar sehingga faktor tempat bekerja untuk penelelitian ini dapat diabaikan. Responden yang bekerja di sumber pencemar secara langsung akan terpapar dengan zat pencemar. 5.2.3 Biaya pengobatan sebagai dampak pencemaran udara Pengobatan merupakan salah satu langkah yang harus ditempuh ketika mengalami gangguan kesehatan. Penyakit yang diduga diakibatkan oleh pencemaran udara dapat menyerang kepada seluruh masyarakat baik laki-laki perempuan bahkan juga anak-anak sehingga biaya pengobatan yang harus dikeluarkan sama. Biaya pengobatan ini sebagai bentuk kerugian ekonomi dalam jangka pendek.
Kerugian ekonomi dalam jangka panjang akibat pencemaran
udara ini yaitu timbulnya masalah sosial ekonomi keluarga dan masyarakat (Budiyono 2001) Pengobatan penyakit yang diduga disebabkan oleh pencemaran udara yang terjadi di RW 03 dan RW 06 dapat dihitung dengan menggunakan standar pengobatan dari salah satu rumah sakit swasta di Bogor dengan menggunakan obat generik. Perhitungan biaya pengobatan akan memperlihatkan biaya yang harus disediakan oleh masyarakat per kapita. Perhitungan ini dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11 Pendugaan biaya pengobatan penyakit akibat pencemaran udara di RW 03 dan RW 06 Gunung Putri tahun 2012 Biaya pengobatan per kapita (Rp.) RW 03 RW 06 RW 03 RW 06 1,87 0,63 623.912 211.533 Sakit kepala 0,20 0,60 68.000 203.887 Gangguan pernapasan 3,60 0,26 1.249.200 90.220 Batuk 0,73 0,40 264.000 144.000 Iritasi mata 0,00 0,00 0 0 Pelupa 0,00 0,00 0 0 Tidak sakit 6,40 1,89 2.205.112 649.640 Jumlah total Keterangan : penyakit pelupa tidak dihitung karena biaya pengobatan penyakit ini tidak dapat ditentukan. Jenis penyakit
Kasus per kapita
Biaya per pengobatan (Rp.) 334.000 340.000 347.000 360.000 0 0
41
Berdasarkan Tabel 11 memperlihatkan biaya pengobatan per kapita yang harus disediakan oleh warga RW 06 lebih rendah dibandingkan dengan warga RW 03. Biaya pengobatan per kapita per tahun warga RW 03 mencapai Rp 2.205.112,- atau tiga kali lipat pengobatan per kapita per tahun RW 06 hanya berkisar Rp 649.640,-. Biaya ini menunjukkan bahwa terjadi perubahan pengeluaran untuk pengobatan penyakit yang disebabkan oleh pencemaran udara (Fuady
2003).
Biaya yang semula disediakan untuk pemenuhan kebutuhan
sehari-hari karena pencemaran udara masyarakat harus menyediakan biaya yang lebih untuk biaya pengobatan. 5.2.3 Biaya yang dikeluarkan untuk menjaga kesehatan Berbagai zar pencemar yang terkandung di dalam udara akan berpotensi menimbulkan berbagai macam gangguan kesehatan. Upaya pencegahan untuk menghindarkan dari penyakit juga perlu untuk dilakukan.
Berdasarkan hasil
wawancara di RW 03 dan RW 06 terlihat 50% dan 40% warga melakukan upaya pencegahan. Upaya yang dilakukan antara lain dengan mengkonsumsi vitamin tambahan, menggunakan masker serta olah raga. Warga harus mengeluarkan biaya tambahan untuk upaya pencegahan ini. Perhitungan biaya pencegahan ini dibuat dengan harga standar vitamin dan masker. Biaya yang harus disediakan oleh warga untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12 Pendugaan biaya pencegahan yang dikeluarkan oleh warga RW 03 dan RW 06 tahun 2012 Jenis pencegahan Vitamin masker Senam Tidak melakukan Total
11 5 15
8 2 2
37.500 45.000 8.000
Biaya orang per tahun (Rp.) 450.000 540.000 96.000
0
18
0
0
Responden RW 03 RW 06
Biaya orang per bulan (Rp.)
30 30 Biaya pencegahan per kapita
Total Biaya per tahun (Rp.) RW 03
RW 06
4.950.000 2.700.000 1.440.000
3.600.000 1.080.000 192.000
0
0
9.090.000 303.000
4.872.000 162.400
Berdasarkan Tabel 12 terlihat bahwa biaya yang harus disediakan oleh per orang pada RW 03 lebih besar dari pada RW 06. Biaya yang harus disediakan oleh per kapita di RW 03 mencapai Rp 300.000,- dan Rp 162.400,- untuk RW 06.
42
Kondisi RW 03 yang mempuyai kerapatan vegetasi rendah sehingga tidak ada filter terhadap zat-zat pencemar. Hal ini menyebabkan udara yang ada banyak mengandung zat pencemar sehingga dibutuhkan biaya yang lebih untuk menjaga kesehatan karena pencemaran lingkungan. Biaya ini menunjukkan perubahan pengeluaran untuk menghindari polutan yang berbahaya (Fuady 2003). 5.2.4 Pendapatan yang hilang karena dampak pencemaran udara Salah satu faktor yang memepengaruhi kondisi tubuh manusia adalah kualitas udara, yaitu dengan kondisi udara yang bersih maka kesehatan manusia akan semakin baik. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan pada warga di RW 03 dan RW 06 menunjukkan pendapatan warga yang hilang akibat sakit karena pencemaran udara di kedua lokasi tersebut dapat dihitung dengan banyaknya hari kerja yang ditinggalkan. Penghitungan pendapatan yang hilang didasarkan pada waktu yang dibutuhkan untuk penyembuhan. Dimana waktu yang dibutuhkan untuk sembuh masing-masing jenis penyakit berbeda. Hal ini tergantung kondisi badan manusia itu sendiri sehingga dalam perhitungan ini waktu kerja yang hilang dihitung hanya 1 hari yaitu waktu yang digunakan untuk berkunjung berobat. Produktivitas kerja akan berpengaruh terhadap tingkat upah akibat berubahnya status kesehatan sehingga akan berakibat pada bertambah atau berkurangnya waktu kerja (Fuady 2003). Upah yang diterima akan berkaitan dengan jenis pekerjaan. Perhitungan pendapat warga yang hilang karena sakit akibat pencemaran udara dengan mengelompokkan jenis pekerjaan menjadi empat (4) kelompok yaitu pekerjaan sendiri (wiraswasta), PNS, karyawan serta tidak bekerja. Pengelompokan jenis pekerjaan dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13 Pendugaan jumlah kasus per tahun berdasarkan jenis pekerjaan RW 03 dan RW 06 tahun 2012 Jenis pekerjaan Pekerjaan sendiri Karyawan PNS Tidak bekerja Total
Jumlah responden RW 03 4 16 1 9 30
RW 06 10 9 1 10 30
Kasus perkapita RW 03
RW 06
6.40
1.89
Jumlah kasus per tahun RW 03 RW 06 25.61 18.93 102.42 17.04 6.40 1.89 57.61 18.93 192.04 56.79
43
Perhitungan pendapatan yang hilang menggunakan standar pendapatan pedagang kelontong dan UMR (upah minimum regional). Pekerjaan sendiri menggunakan standar pendapatan pedagangan kelontong karena sebagian besar warga di lokasi penelitian merupakan pedagang kelontong. Standar gaji karyawan menggunakan UMR Kabupaten Bogor sesuai dengan Surat Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 561/Kep-1540-bangsos/2011 tentang Upah Minimum Kabupaten/ Kota di Jawa Barat yang menegaskan bahwa UMR Kabupaten Bogor sebesar Rp 1.174.200,-.. PNS dan tidak bekerja tidak dihitung karena kedua pekerjaan meskipun tidak sakit tidak ada pendapatn yang hilang. Kerugian yang ditimbulkan adalah pekerjaan tersebut harus digantikan oleh orang lain. Berdasarkan hasil wawancara menunjukkan pendapatan yang hilang RW 03 lebih besar dari RW 06 untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14 Pendugaan pendapat yang hilang per kapita RW 03 dan RW 06 tahun 2012 Jumlah kasus per Pendapatan tahun (Rp.) Jenis pekerjaan per hari (Rp.) RW 03 RW 06 25,61 18,93 75.000 Pekerjaan sendiri 102,42 17,04 53.000 Karyawan 6,40 1,89 0 PNS 57,61 18,93 0 Tidak bekerja 192,04 56,79 Total Pendapatan yang hilang per kapita
Pendapatan yang hilang per tahun (Rp.) RW 03 RW 06 1.920.400 1.419.750 5.428.331 902.961 0 0 0 0 7.348.731 2.322.711 244.957,7 77.423,7
Berdasarkan pada Tabel 14 terlihat bahwa pendapatan yang hilang per kapita per tahun warga RW 03 mencapai Rp 244.957,7,-. Hal ini memperlihatkan bahwa terjadinya perubahan tingkat upah karena berkurangnya produktivitas kerja.
5.3 Valuasi Pekarangan Pekarangan merupakan salah stau RTH dengan manfaat yang tinggi. Dewasa ini kebutuhan akan lahan yang semakin meningkat dibarengi dengan pengukuran segala sesuatu dengan uang maka keberadaan pekarangan akan semakin berkurang. Pekarangan bagian dari RTH privat dengan kepemilikan pribadi sehingga pengelolaannya pun diserahkan kepada masing-masing pemiliknya. Hal ini akan membuka peluang lebih besar untuk hilangnya
44
pekarangan rumah yang menjadi filter dalam mereduksi sumber pencemar bagi penghuni rumah. Pekarangan memberikan manfaat besar untuk lingkungan. Dari data hasil wawancara terlihat bahwa nilai ekonomi pekarangan sangat tinggi.
Hasil
perhitungan biaya yang harus dikeluarkan karena pencemaran udara dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15 Biaya yang harus disediakan RW 03 dan RW 06 tahun 2012 karena pencemaran udara tahun 2012 Biaya Dampak Pencemaran Biaya pengobatan Biaya pencegahan Pendapatan yang hilang Total
RW 03 (Rp.) 2.205.112 303.000 244.957,7 2.753.069,7
RW 06 (Rp.) 649.640 162.400 77.423,7 889.463,7
Biaya yang harus disediakan per kapita per tahun oleh RW 03 akibat pencemaran udara yaitu sebesar Rp 2.753.069,7,- dan RW 06 sebesar Rp 889.463,7-. Perhitungan dengan pendekatan pendugaan jumlah kasus per kapita
pertahun yang terkena dampak pencemaran udara adalah VP = Rp 2.753.069,7 Rp 889.463,7 = Rp 1.863.606,-. Perhitungan biaya ini menunjukkan potensi biaya yang harus disediakan oleh pemerintah setiap tahunnya untuk setiap orang apabila akan memberikan biaya subsidi kesehatan. 5.4 Persepsi Masyarakat 5.4.1 Karakteristik responden Berdasarkan hasil wawancara 43% responden RW 06 dan 47% responden RW 06 pendidikan terakhir adalah SMA. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka pengetahuan masyarakat juga akan semakin luas. Lama tinggal di suatu lokasi juga akan berpengaruh pada tingkat adaptasi masyarakat terhadap lingkungan. Berdasarkan hasil wawancara responden sudah bertempat tinggal di kedua lokasi penelitian antara 1 tahun- 50 tahun. Perbedaan lama tinggal yang cukup besar ini disebabkan ada responden pendatang dari luar daerah dan penduduk asli. Pekerjaan utama responden adalah karyawan pabrik, pedagang dan ibu rumah tangga.
45
5.4.2 Persepsi masyarakat terhadap pekarangan Persepsi masyarakat tentang pekarangan dapat dilihat dari hasil wawancara yang dilakukan pada kedua lokasi tersebut.
Berdasarkan hasil
wawancara terlihat bahwa 87 % responden di RW 03 dan 60% responden RW 06 sudah mengetahui bahwa pekarangan merupakan bagian dari ruang terbuka hijau. Pengetahuan masyarakat tentang pengertian pekarangan hanya apa yang dilihat dalam kehidupan sehari-hari. Masyarakat mengetahui tentang pekarangan merupakan lahan disekitar rumah. Masyarakat belum mengetahui manfaat secara ekologi dari pekarangan. Berdasarkan hasil wawancara menunjukkan bahwa masyarakat melihat manfaat yang dapat dirasakan langung.
Hal ini sesuai hasil wawancara dimana
pengetahuan masyarakat tentang pekarangan ini tidak menghasilkan sikap masyarakat untuk mempertahankan keberadaan pekarangan. Berdasrkan hasil wawancara sebanyak 66% responden di RW 06 dan 67% responden di RW 03 lebih memilih menjadikan pekarangan sebagai kontrakan. Hal ini disebabkan oleh kondisi lokasi penelitian yang dekat dengan kawasan industri sehingga banyak penduduk pendatang yang mencari tempat tinggal di lokasi penelitian. Sebagian besar responden menyatakan bahwa ketika dibangun sebagai kontrakan akan lebih cepat dalam mendapatkan uang. Pandangan masyarakat tentang manfaat pekarangan sudah baik dari 77 % responden sudah mengetahui keberadaan pohon di pekarangan akan mengurangi pencemaran udara. Selain itu juga responden merasakan kesejukan adanya vegetasi di pekarangan. Hal ini terlihat di RW 06 dimana pekarangan masyaraaat masih banyak yang ditanami berbagai macam tanaman baik tumbuhan buah maupun jenis tanaman yang lain. 5.4.3 Persepsi masyarakat terhadap permasalahan lingkungan Berdasarkan hasil wawancara menunjukkan bahwa 18 dari 30 responden di RW 06 dan 25 responden di RW 03 setuju bahwa pencemaran udara merupakan salah satu permasalahan lingkungan yang terjadi di Desa Gunung Putri saat ini.
Responden yang RW 06 lebih sedikit yang menyatakan bahwa
pencemaran udara merupakan bagian dari pencemaran udara disebabkan oleh kondisi lingkungan. Kondisi lingkungan yang dimaksud adalah kerapatan vegetasi
46
RW 06 lebih rapat darai pada RW 03. Kondisi vegetasi yang arapat akan menyerap dan menjerap zat pencemar lebih baik sehingga warga di RW 06 merasakan udara yang lebih sehat. Sebanyak 50% responden RW 03 dan 70% responden RW 06 menyatakan setuju bahwa pencemaran udara akan mempengaruhi kesehatan masyarakat. Responden RW 03 lebih banyak yang menyatakan setuju karena kondisi RW 03 yang padat dengan bangunan dengan kerapatan pohon 8 pohon per hektar. Hal ini menyebabkan masyarakat di RW 03 banyak terganggu kesehatannya akibat pencemaran udara. 5.4.4 Persepsi masyarakat terhadap keberadaan pohon di pekarangan Salah satu manfaat keberadaan pohon di pekarangan adalah untuk mengurangi pencemaran udara. Hal ini juga sudah diketahui oleh 60% responden RW 06 dan 80% responden RW 03 yang menyatakan bahwa pohon akan mengurangi pencemaran udara. Manfaat ini dirasakan oleh masyarakat karena responden marasa lebih sejuk dan segar ketika berada di bawah pohon. Persepsi ini muncul karena apa yang dirasakan oleh masyarakat secara langsung.