15
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Paremeter pertumbuhan tanaman yang diukur dalam penelitian ini adalah pertambahan tinggi dinyatakan dalam satuan cm dan pertambahan diameter tanaman dinyatakan dalam satuan mm. Pengaruh teknik LRM dengan menggunakan HSC, pupuk polimer Terabuster, dan kombinasinya terhadap parameter pertumbuhan tanaman dapat diketahui dengan melakukan analisis sidik ragam. Hasil analisis sidik ragam untuk parameter tinggi dan diameter tanaman disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Rekapitulasi hasil sidik ragam pengaruh kelompok, pemotongan akar dengan teknik LRM, pemberian HSC, dan pemberian Terabuster serta interaksinya terhadap parameter tinggi dan diameter tanaman pinus di PT Holcim Tbk, Sukabumi Faktor Kelompok (R) Pemotongan akar lateral (P) Pemberian HSC (H) Pemberian Terabuster (T) P*H H*T P*T P*H*T
Parameter Tinggi <.0001sn <.0001 sn <.0001 sn 0.4064 tn 0.0243 n 0.9726 tn 0.6920 tn 0.8814 tn
Diameter <.0001 sn <.0001 sn <.0001 sn <.0001 sn 0.1080 tn 0.9020 tn 0.0003 n 0.9677 tn
Angka-angka dalam tabel adalah nilai signifikan (Pr > F). sn=perlakuan yang berpengaruh sangat nyata pada selang kepercayaan 95% dengan nilai signifikan; n=perlakuan yang berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 95% dengan nilai signifikan; tn=perlakuan yang tidak berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 95% dengan nilai signifikan; P*H=interaksi pemotongan akar dengan pemberian HSC; H*T=interaksi pemberian HSC dan Terabuster; P*T=interaksi pemotongan akar dengan pemberian Terabuster; P*H*T=pemotongan akar, pemberian HSC, dan Terabuster
16
b a Gambar 4 Kondisi tanaman: a) tanaman pinus yang normal; b) tanaman pinus yang stagnasi
5.1. Pengaruh Kelompok Terhadap Pertumbuhan Diameter dan Tinggi Pinus Tabel 3 menunjukkan bahwa pengelompokan lokasi penelitian memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan tinggi dan diameter tanaman pinus pada selang kepercayaan 95%. Kondisi tanah yang berbeda antara ketiga kelompok berdasarkan hasil analisis tanah (Lampiran 1) memberikan pengaruh nyata pada
Rata-rata pertumbuhan diameter (mm)
parameter pertumbuhan yang diukur. 2,5 2 1,5 1 0,5 0 1
2
3
Kelompok (Blok)
Gambar 5 Pertumbuhan diameter pinus berdasarkan kelompok (blok) di PT Holcim Tbk, Sukabumi
17
Rata-rata pertumbuhan tinggi (cm)
14 13,8 13,6 13,4 13,2 13 12,8 12,6 12,4 1
2
3
Kelompok (Blok)
Gambar 6 Pertumbuhan tinggi pinus berdasarkan kelompok (blok) di PT Holcim Tbk, Sukabumi
Gambar 2 dan Gambar 3 menunjukkan bahwa pertumbuhan diameter dan tinggi terendah terdapat di blok 2. Hal ini diduga karena kondisi tanah pada blok 2 kurang mendukung pertumbuhan tanaman. Hasil analisis tanah dari beberapa contoh uji yang diambil di ketiga blok penelitian menunjukkan bahwa blok 2 memiliki pH dan KTK terendah serta konsentrasi Fe dan Al tertinggi. 5.2
Pertumbuhan Diameter Pinus Tabel 3 menunjukkan perlakuan tunggal pemotongan akar lateral,
pemberian HSC, dan pemberian Terabuster berpengaruh sangat nyata pada pertumbuhan diameter. Kombinasi antara pemotongan akar dan pemberian Terabuster berpengaruh nyata pada pertambahan diameter pada selang kepercayaan 95%. Tabel 4
Hasil uji Duncan pengaruh perlakuan pemotongan akar terhadap pertumbuhan diameter pinus
Duncan grouping
Nilai tengah
N
Pemotongan akar
A
2,7600
27
Ada pemotongan akar (P1)
B
1,3748
27
Tanpa pemotongan akar (P0)
Tabel 4 menunjukkan bahwa perlakuan pemotongan akar (P1) dan tanpa perlakuan pemotongan akar (P0) berbeda nyata pada selang kepercayaan 95%.
18
Tanaman yang mendapat perlakuan pemotongan akar memiliki nilai tengah yang tertinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa pemotongan akar lateral dapat merangsang pertumbuhan diameter pinus. Tabel 5
Hasil uji Duncan pengaruh perlakuan pemberian HSC terhadap pertumbuhan diameter pinus
Duncan grouping
Nilai tengah
N
Pemberian HSC
A
2,4283
18
HSC 5% (H2)
B C
2,1222 1,6517
18 18
HSC 2,5% (H1) HSC 0% (H0)
Tabel 5 menunjukkan bahwa perlakuan pemberian HSC konsentrasi 2,5% (H1) dan konsentrasi 5% (H2) berbeda nyata dengan kontrol (H0) pada selang kepercayaan 95%. Tanaman yang
mendapat perlakuan pemberian HSC
konsentrasi 5% memiliki nilai tengah yang tertinggi. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian HSC konsentrasi 5% merupakan konsentrasi optimal sehingga mampu mendukung pertumbuhan diameter pinus. Tabel 6 Hasil uji Duncan pengaruh perlakuan pemupukan dengan Terabuster terhadap pertumbuhan diameter pinus Duncan grouping
Nilai tengah
N
Pemupukan dengan Terabuster
A
2,3572
18
Terabuster 10% (T2)
A B
2,2200 1,6250
18 18
Terabuster 0% (T0) Terabuster 5% (T1)
Tabel 6 menunjukkan bahwa perlakuan pemupukan dengan Terabuster konsentrasi 10% (T2) tidak berbeda nyata dengan kontrol (T0), sedangkan pemupukan dengan Terabuster konsentrasi 5% (T1) berbeda nyata dengan kontrol pada selang kepercayaan 95%. Tanaman yang mendapat perlakuan pemupukan dengan Terabuster konsentrasi 10% memiliki nilai tengah yang tertinggi. Hal ini menunjukkan bahwa pemupukan dengan Terabuster konsentrasi 10% merupakan konsentrasi optimal sehingga mampu mendukung pertumbuhan diameter pinus.
19
Tabel 7 Hasil uji Duncan pengaruh interaksi kombinasi perlakuan pemotongan akar dan pemupukan dengan Terabuster Duncan grouping
Nilai tengah
N
A
2,5433
3
B
2.2131
3
C
1.3271
3
Pemupukan dengan Terabuster Pemotongan akar dan Terabuster 10% (P1H0T2) Pemotongan akar dan Terabuster 5% (P1H0T1) Pemotongan akar dan Terabuster 0% (P1H0T0)
pemupukan pemupukan pemupukan
Tabel 7 menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan pemotongan akar dengan pemupukan dengan Terabuster konsentrasi 5% (P1H0T1) dan 10% (P1H0T2) berbeda nyata dengan kontrol (P1H0T0) pada selang kepercayaan 95%. Tanaman yang
mendapat perlakuan pemotongan akar dengan pemupukan dengan
Terabuster konsentrasi 10% memiliki nilai tengah yang tertinggi. Tabel 8 Pengaruh pemotongan akar (LRM) , pemberian HSC, dan pemberian Terabuster terhadap parameter pertumbuhan diameter tanaman pinus di PT Holcim Tbk, Cibadak selama 13 minggu pengamatan Perlakuan Kontrol (P0H0T0) P0H0T1 P0H0T2 P0H1T0 P0H1T1 P0H1T2 P0H2T0 P0H2T1 P0H2T2 P1H0T0 P1H0T1 P1H0T2 P1H1T0 P1H1T1 P1H1T2 P1H2T0 P1H2T1 P1H2T2
Rata-rata Pertumbuhan Diameter (mm) 1,14 1,03 1,08 1,05 1,31 1,88 1,04 1,71 2,05 1,33 2,21 2,54 2,48 3,06 3,29 2,59 3,26 3,38
Peningkatan Diameter Dibandingkan kontrol (%) 0,00 -9,38 -5,28 -7,92 15,25 65,40 -5,57 49,71 79,53 16,37 94,15 123,10 117,84 168,71 188,89 127,49 185,67 196,40
Tabel 8 memperlihatkan bahwa perlakuan pemotongan akar, pemberian HSC konsentrasi 5% dan Terabuster 10% (P1H2T2) menunjukkan pertumbuhan diameter terbaik. Persentase pertumbuhan diameter untuk perlakuan P1H2T2
20
adalah 196,40% dibandingkan kontrol (P0H0T0). Hal ini menunjukkan bahwa HSC konsentrasi 5% dan Terabuster 10% merupakan konsentrasi yang optimal untuk mendukung pertumbuhan tanaman dalam penelitian ini. Tabel 8 juga menunjukkan bahwa pemberian HSC tanpa disertai perlakuan pemotongan akar dan pemupukan dengan Terabuster (P0H1T0 dan P0H2T0) memiliki persentase pertumbuhan diameter yang lebih rendah dibandingkan kontrol. Pemupukan dengan Terabuster pemotongan akar dan pemberian HSC (P0H0T1 dan P0H0T2) memiliki persentase pertumbuhan diameter yang lebih rendah dibandingkan kontrol. 5.3
Pertumbuhan Tinggi Pinus Tabel 3 menunjukkan perlakuan tunggal pemotongan akar lateral dan
pemberian HSC berpengaruh sangat nyata terhadap pertambahan tinggi pinus. Kombinasi antara pemotongan akar dan pemberian HSC
berpengaruh nyata
terhadap pertambahan tinggi pinus pada selang kepercayaan 95%. Tabel 9
Hasil uji Duncan pengaruh perlakuan pemotongan akar terhadap pertumbuhan tinggi pinus
Duncan grouping A B
Nilai tengah 16,0926 11,0000
N
Pemotongan akar
27 27
Ada pemotongan akar Tanpa pemotongan akar
Tabel 9 menunjukkan bahwa perlakuan pemotongan akar (P1) dan tanpa perlakuan pemotongan akar (P0) terhadap pertumbuhan tinggi pinus berbeda nyata pada selang kepercayaan 95%. Tanaman yang
mendapat perlakuan
pemotongan akar memiliki nilai tengah yang tertinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa pemotongan akar lateral dapat merangsang pertumbuhan tinggi pinus. Tabel 10
Hasil uji Duncan pengaruh perlakuan pemberian HSC terhadap pertumbuhan tinggi pinus
Duncan grouping A B C
Nilai tengah 15,5556 13,8056 11,2778
N
Pemberian HSC
18 18 18
HSC 5% (H2) HSC 2,5% (H1) HSC 0% (H0)
21
Tabel 10 menunjukkan bahwa perlakuan pemberian HSC konsentrasi 2,5% (H1) dan konsentrasi 5% (H2) berbeda nyata dengan kontrol (H0) terhadap pertumbuhan tinggi pinus pada selang kepercayaan 95%. Tanaman yang mendapat perlakuan pemberian HSC konsentrasi 5% memiliki nilai tengah yang tertinggi. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian HSC konsentrasi 5% merupakan konsentrasi optimal sehingga mampu mendukung pertumbuhan tinggi pinus. Tabel 11 Hasil uji Duncan pengaruh interaksi kombinasi perlakuan pemotongan akar dan pemberian HSC Duncan grouping
Nilai tengah
N
A
13,1667
3
B
12,6667
3
B
12,6667
3
Pemupukan dengan Terabuster Pemotongan akar dan pemberian HSC 2,5% (P1H1T0) Pemotongan akar dan pemberian HSC 5% (P1H2T0) Pemotongan akar dan pemberian HSC 0% (P1H0T0)
Tabel 11 menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan pemotongan akar dengan pemberian HSC 2,5% berbeda nyata dengan kontrol (P1H0T0) pada selang kepercayaan 95%, sedangkan kombinasi perlakuan pemotongan akar dengan pemotongan akar dan pemberian HSC 5% (P1H2T0) tidak berbeda nyata dengan kontrol. Tanaman yang mendapat perlakuan pemotongan akar dengan pemberian HSC 2,5% memiliki nilai tengah yang tertinggi. Perlakuan pemotongan akar, pemberian HSC konsentrasi 5% dan Terabuster 10%
(P1H2T2)
menunjukkan
pertumbuhan
tinggi
terbaik.
Persentase
pertumbuhan tinggi untuk perlakuan P1H2T2 adalah 137,17% dibandingkan kontrol (P0H0T0). Hal ini menunjukkan bahwa HSC konsentrasi 5% dan Terabuster 10% merupakan konsentrasi yang optimal untuk mendukung pertumbuhan tanaman dalam penelitian ini. Persentase pertumbuhan tinggi pinus tiap perlakuan disajikan pada Tabel 12.
22
Tabel 12 Pengaruh pemotongan akar (LRM) , pemberian HSC, dan pemberian Terabuster terhadap parameter pertumbuhan tinggi tanaman pinus di PT Holcim Tbk, Cibadak selama 13 minggu pengamatan Perlakuan Kontrol (P0H0T0) P0H0T1 P0H0T2 P0H1T0 P0H1T1 P0H1T2 P0H2T0 P0H2T1 P0H2T2 P1H0T0 P1H0T1 P1H0T2 P1H1T0 P1H1T1 P1H1T2 P1H2T0 P1H2T1 P1H2T2
Rata-rata Pertumbuhan Tinggi (mm) 10,33 9,33 9,67 9,00 12,17 12,33 10,00 12,33 13,83 12,67 12,67 13,67 12,50 16,33 19,33 13,17 20,00 24,50
Peningkatan Tinggi Dibandingkan kontrol (%) 0,00 -9,65 -6,42 -12,88 17,78 19,39 -3,19 19,39 33,91 22,62 22,62 32,30 21,01 58,12 87,16 27,46 93,61 137,17
Tabel 12 juga juga menunjukkan bahwa pemberian HSC tanpa disertai perlakuan pemotongan akar dan pemupukan dengan Terabuster (P0H1T0 dan P0H2T0)
memiliki
persentase
pertumbuhan
tinggi
yang
lebih
rendah
dibandingkan kontrol. Pemupukan dengan Terabuster pemotongan akar dan pemberian HSC (P0H0T1 dan P0H0T2) memiliki persentase pertumbuhan tinggi yang lebih rendah dibandingkan kontrol. 5.4
Pembahasan Stagnasi
pada
tanaman
merupakan
keadaan
yang
menunjukkan
terhambatnya pertumbuhan tanaman. Tanaman yang mengalami stagnasi cendrung kerdil dan merana (Setiadi 2009). Salah satu faktor penyebab stagnasi pada tanaman adalah pemadatan tanah (soil compaction). Tekstur tanah sangat mempengaruhi perkembangan akar lateral. Tanaman yang hidup pada tanah yang keras dan kering umumnya memiliki jumlah akar lateral yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan tanaman yang hidup pada kondisi tanah yang lembab dan lunak (Campbell et al. 2003).
23
Pengelompokan lokasi penelitian memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan tinggi dan diameter tanaman pinus pada selang kepercayaan 95%. Ketiga blok penelitian memiliki kondisi tanah yang padat (persentase fraksi pasir < 30%) (Pusat Penelitian Tanah 1983), sehingga pertumbuhan pinus di ketiga blok cendrung lambat. Pertumbuhan pinus di blok 2 cendrung lebih rendah dibanding kedua blok lainnya. Hasil analisis tanah dari beberapa contoh uji yang diambil di ketiga blok penelitian menunjukkan bahwa blok 2 memiliki pH dan KTK terendah serta konsentrasi Fe dan Al tertinggi dibandingkan kedua blok lainnya. Unsur hara makro menjadi tidak tersedia pada tanah masam karena biasanya unsur hara makro diserap tanaman pada pH netral (pH 5,5 – 7,5). Sebaliknya, unsur hara mikro seperti Fe, Cu, dan Zn serta ion-ion Al menjadi sangat mudah terlarut sehingga sering ditemukan dalam jumlah yang berlebihan pada tanah masam. Kelebihan unsur hara mikro dapat menyebabkan keracunan (toksisitas) bagi tanaman (Hardjowigeno 2007). Blok 2 termasuk kategori tanah sangat masam (pH < 4,5) dan konsentrasi Fe tinggi (Fe > 200 ppm) (Langdon 1984). Kondisi pH yang sangat masam ini diduga menyebabkan konsentrasi Fe meningkat ±27 kali lipat dan konsentrasi Al meningkat ±3 kali lipat dibandingkan kedua blok lainnya. Peningkatan konsentrasi Fe menyebabkan pengurangan penyerapan unsur hara mikro Mn. Peningkatan konsentrasi Fe dan Al menyebabkan unsur P menjadi tidak tersedia bagi tanaman (Noor et al. 2003). Unsur P tidak dapat diserap tanaman sebab difiksasi kuat oleh Fe dan Al membentuk senyawa Fe(OH)2H2PO4 dan Al(OH)2H2PO4 (Hardjowigeno 2007). KTK tanah sangat erat kaitannya dengan kesuburan tanah (Agustina 2004). KTK tanah di blok 2 termasuk kategori rendah (KTK < 15) (Landon 1984). Tanah dengan KTK tinggi didominasi oleh kation basa (Ca, Mg, K, dan Na). Kationkation basa ini terdapat dalam kompleks jerapan koloid tanah sehingga unsur hara tidak mudah hilang tercuci air. Sedangkan tanah yang memiliki KTK rendah didominasi oleh kation asam seperti Al dan H. Kelebihan kation asam menjadi racun bagi tanaman.
24
a
b
c
Gambar 7 Lokasi penelitian: a) blok 1; b) blok 2; c) blok 3
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan tunggal pemotongan akar lateral pada pinus (P1H0T0) mampu merangsang pertumbuhan akar baru. Kondisi perakaran baru saja tidak cukup untuk meningkatkan pertumbuhan diameter dan tinggi pinus yang mengalami stagnasi. Tanaman membutuhkan unsur hara cukup agar dapat tumbuh optimal (Bunganagara 2011). Pinus yang mendapat kombinasi perlakuan pemotongan akar lateral, pemberian HSC, dan pemupukan dengan Terabuster pada berbagai konsentrasi (P1H1T1, P1H1T2, P1H2T1, dan P1H2T2) menunjukkan respon pertumbuhan diameter dan tinggi pinus yang lebih tinggi dibandingkan dengan pinus yang hanya mendapat perlakuan pemberian HSC dan pemupukan dengan Terabuster pada berbagai konsentrasi tanpa disertai pemotongan akar (P0H1T1, P0H1T2, P0H2T1, dan P0H2T2). Pemotongan akar lateral disertai pembenahan tanah dengan HSC mampu merangsang pertumbuhan akar lateral baru serta meningkatkan KTK dan pH sehingga unsur hara menjadi tersedia bagi tanaman. Pemupukan dengan Terabuster perlu dilakukan mengingat lokasi penanaman pinus adalah lahan pasca tambang pasir kuarsa yang marginal (miskin hara). Perbaikan sifat kimia tanah, peningkatan jumlah akar lateral, serta penambahan unsur hara pada tanaman memberikan respon pertumbuhan yang positif terhadap parameter pertumbuhan diameter dan tinggi pinus. Bioremedy sebagai perangsang pertumbuhan akar dan perangsang aktivitas mikroorganisme tanah juga digunakan dalam penelitian ini. Bioremedy diberikan pada semua pinus dalam penelitian ini baik pinus yang mendapat perlakuan
25
pemotongan akar (P1) maupun tanpa pemotongan akar (P0).
Meskipun
penyiraman Bioremedy dilakukan pada semua tanaman, namun pinus yang mendapat perlakuan P1 menunjukkan peningkatan pertumbuhan diameter dan tinggi yang lebih besar dibandingkan pinus dengan perlakuan P0. Pemotongan akar lateral diduga mampu menurunkan konsentrasi sitokinin yang disintesis di ujung akar, dimana sitokinin merupakan hormon perangsang perkecambahan dan penunda senesens (penuaan) organ tanaman. Penurunan konsentrasi sitokinin akan diikuti dengan peningkatan auksin. Aksin yang disintesis di meristem apikal berperan sebagai hormon perangsang perpanjangan sel dan peningkatan aktivitas pembentukan akar dan buah. Kedua hormon ini selalu berbalik peranannya dalam perkembangan akar lateral; sitokinin sebagai inhibitor sedangkan auksin katalisator percabangan akar (akar lateral) (Campbell et al. 2003). Penurunan konsentrasi sitokinin akan menyebabkan peningkatan hormorn auksin. Konsentrasi auksin pada tanaman yang mendapat perlakuan P1 secara otomatis akan meningkat. Peningkatan konsentrasi auksin disertai pemberian Bioremedy menyebabkan pertambahan akar lateral baru yang lebih tinggi dibandingkan tanaman yang hanya mendapat penyiraman Bioremedy tanpa pemotongan akar (P0). Pinus yang mendapat pelakuan pemberian HSC atau pemupukan dengan Terabuster saja tanpa disertai pemotongan akar lateral (P0H0T1, P0H0T2, dan P0H1T0, dan P0H2T0) menunjukkan respon pertumbuhan diameter dan tinggi yang lebih rendah dibandingkan kontrol. Pemupukan yang dilakukan tidak memberikan hasil optimal tanpa disertai peningkatan pH dan KTK. Peningkatan pH dan KTK dapat dilakukan dengan memberikan pembenah tanah HSC. Kebanyakan unsur hara diserap tanaman dalam kondisi pH netral. Meskipun pemupukan telah dilakukan untuk menambah unsur hara, namun unsur hara tersebut menjadi tidak tersedia bagi tanaman karena tanaman tidak dapat menyerapnya pada pH masam. Selain itu, unsur P juga menjadi tidak tersedia bagi tanaman karena difiksasi Al dan Fe. Pembenahan tanah tanpa disertai kegiatan pemupukan juga tidak memberikan hasil optimal bagi pertumbuhan diameter dan tinggi pinus. Pemberian HSC sebagai pembenah tanah diduga mampu meningkatakan pH dan
26
KTK. Peningkatan pH saja tidak cukup untuk membuat penyerapan hara oleh akar menjadi optimal. Tanaman memerlukan juga hara yang cukup agar dapat tumbuh. Lokasi tempat tumbuh pinus yang terletak di areal pasca tambang pasir kuarsa merupakan lahan marginal (miskin hara) sehingga kurang dapat mendukung pertumbuhan tanaman. Pemupukan perlu dilakukan untuk menambah unsur hara dalam tanah. HSC sebagai bahan pembenah tanah (soil amendment) merupakan bahan organik cair yang mengandung asam humat (humic acid) dan katalis (Hariangbanga 2009). Asam humat diperoleh dengan mengekstrasi senyawa yang bersifat basa dari humus dengan asam encer dan kemudian mengekstraksi sisa humus dengan ammonium peroksida encer. Asam humat dalam tanah berasal dari lignin atau karbohidrat tanaman yang membusuk yang juga mengandung nitrogen dan bahan organik lain (Robinson 1995). Asam humat bermanfaat untuk memperbaki kondisi tanah, mengikat unsur hara, dan merangsang mikroba tanah yang akhirnya dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman (Mansur 2010). HSC mampu meningkatkan pH dan KTK serta mempermudah ketersediaan hara. Peningkatan pH tanah menyebabkan penurunan toksisitas Al dan Fe sehingga unsur P (H2PO4-) menjadi tersedia bagi tanaman. Peningkatan KTK juga diikuti dengan peningkatan kation-kation basa seperti Ca, Mg, N, dan K sehingga dapat meningkatkan kesuburan tanah. Terabuster juga digunakan dalam penelitian ini selain HSC. Terabuster merupakan pupuk polimer yang menganduk NPK, Mg, Ca, dan chelated micronutrients (Hariangbanga 2009). Keunggulan pupuk polimer ini adalah kemampuan larut yang sangat tinggi sehingga sangat mudah diserap tanaman. Terabuster merupakan yang memilki bentuk chelated yang stabil ini membuat kation-kation hara terlindung oleh bahan organik sehingga kation-kation tersebut tidak berfungsi lagi sebagai kation dalam reaksi kimia. Al hanya dapat memfiksasi unsur hara dalam bentuk kation. Hal ini menyebabkan penurunan toksisitas Al dan meningkatkan ketersediaan hara bagi tanaman. Dengan demikian kombinasi perlakuan pemotongan akar, pembenahan tanah dengan HSC, dan pemupukan dengan Terabuster mampu memberikan hasil positif untuk pertumbuhan tinggi dan diameter tanaman pinus.
27
a
b
Gambar 8 Pertumbuhan tanaman pinus perlakuan P0H0T0 di blok 1: a) minggu ke-1; b) minggu ke-13
a
b
Gambar 9 Pertumbuhan tanaman pinus perlakuan P0H0T0 di blok 2: a) minggu ke-1; b) minggu ke-13
28
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan pemotongan akar, pemberian HSC 5%, dan pemupukan dengan Terabuster 10%
memberikan respon
pertumbuhan diameter dan tinggi terbaik. Persentase pertumbuhan tinggi dan diameter perlakuan ini masing-masing adalah 137,17% dan 196,40%. Hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan Lestari (2011) menunjukkan bahwa pemberian Terabuster 2% pada rasamala hanya meningkatkan pertumbuhan tinggi sebesar 43,10% dibandingkan kontrol. Peningkatan konsentrasi Terabuster terbukti mampu meningkatkan pertumbuhan tinggi tanaman yang mengalami stagnasi.
Gambar 10 Pertumbuhan tanaman pinus perlakuan P1H2T2 di blok 3: a) minggu ke-1; b) minggu ke-13
29
a
b
Gambar 10 Pertumbuhan tanaman pinus perlakuan P1H2T2 di blok 1: a) minggu ke-1; b) minggu ke-13