73
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Karakteristik Responden Penyebaran kuesioner terhadap kelompok nelayan dan pengusaha dalam penelitian ini dilakukan terhadap 100 responden, dimana masing-masing mewakili nelayan tangkap, nelayan budidaya dan usaha pengolahan hasil perikanan, sehingga diperoleh karakteristik responden untuk kelompok nelayan, baik tangkap maupun budidayasertapengolahan hasil perikanan.Nelayan tangkap merupakan jenis nelayan yang paling banyak terdapat di Kabupaten Kepulauan Aru, sehingga menjadi responden terbanyak yang diambil untuk mewakili keseluruhan nelayan, yaitu sebanyak 60 responden.Pada umumnya nelayan tangkap ini tidak hanya menggunakan
satu
jenis
peralatan
untuk
menangkap,
melainkan
mengkombinasikan alat tangkap yang digunakan, seperti jaring dan pancing, yang penggunaannya disesuaikan dengan musim maupun jenis ikan yang dicari. Nelayan budidaya merupakan para pelaku yang bergerak dalam bidang budidaya perikanan.Usaha budidaya perikanan yang berkembang hingga saat ini masih terbatas budidaya teripang yang sudah dikembangkan lebih dulu dan budidaya rumput laut yang baru dikembangkan beberapa tahun belakangan.Skala usaha yang dikembangkan masih sangat kecil atau mikro, karena keterbatasan modal dan pengetahuan yang dimiliki oleh pelaku.Sedangkan usaha pengolahan yang berkembang di daerah dan digeluti masyarakat maupun pengusaha kecil, masih sangat minim dan hanya berupa pengolahan ikan asin dan terasi udang.
5.1.1. Nelayan Tangkap A. Umur Berdasarkan Gambar 7 dapat dilihat bahwa dari nelayan tangkap yang menjadi responden, 23 orang (38,33%) memiliki umur antara 41 – 50 tahun, 15 orang (25%) berumur antara 31 – 40 tahun, 14 orang (23,33%) berumur lebih dari 50 tahun dan sebanyak 8 (13,33%) orang berumur antara 20 – 30 tahun.Hal ini
74
menunjukkan bahwa sebagian besar nelayan di Kabupaten Kepulauan Aru berumur antara 41 – 50 tahun dan jumlah terkecil berumur antara 20 – 30 tahun. Nelayan Tangkap Menurut Umur (Tahun) 45,00% 40,00% 35,00% 30,00% 25,00% 20,00% 15,00% 10,00% 5,00% 0,00%
38,33%
25,00%
23,3%
13,33%
20-30 Tahun
31-40 Tahun
41-50 Tahun
>50 Tahun
Gambar 7. Karakteristik Responden Menurut Umur (Tahun)
B. Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan memiliki pengaruh tersendiri bagi nelayan tangkap, terutama yang berkaitan dengan teknologi alat tangkap yang telah menggunakan teknologi modern.Tingkat pendidikan yang yang rendah sangat mempengaruhi kemampuan nelayan tangkap untuk dapat menggunakan peralatan tangkap maupun navigasi yang umumnya sangat membantu dalam peningkatan produksi.Dari Gambar 8 dapat dilihat bahwa untuk kategori tingkat pendidikan dari 60 nelayan tangkap yang menjadi responden, sebanyak 28 orang (46,67%) berpendidikan SMP, dan merupakan jumlah terbanyak, kemudian diikuti dengan 21 orang (35%) berpendidikan SD dan sebanyak 11 orang (18,33%) yang merupakan jumlah terkecil berpendidikan SMA. Dari data di atas, dapat disimpulkan bahwa nelayan tangkap yang berada di Kabupaten Kepulauan Aru masih memiliki kemampuan yang rendah untuk dapat mengadopsi kemajuan teknologi penangkapan ikan, karena dari sebagian besar responden masih memiliki tingkat pendidikan sangat rendah yaitu SD dan SMP.Upaya yang dilakukan untuk dapat bersaing dengan nelayan asing maupun peningkatan produksi menjadi sangat sulit karena kendala ini.
75
Nelayan Tangkap Menurut Tingkat Pendidikan 50,00% 45,00% 40,00%
46,67%
35,00%
35,00% 30,00% 25,00% 20,00%
18,33%
15,00% 10,00% 5,00% 0,00% SD
SMP
SMA
Gambar 8. Karakteristik Responden Menurut Tingkat Pendidikan
C. Status Dalam Keluarga Dari Gambar 9, dapat dilihat bahwa berdasarkan status dalam keluarga, sebanyak 43 responden (71,76%) berstatus sebagai kepala keluarga, 11 responden (18,33%) adalah merupakan saudara/famili yang tinggal bersama keluarganya dan sebanyak 6 responden (10%) berstatus sebagai anak. Nelayan Tangkap Menurut Status Dalam Keluarga 80,00%
71,76%
70,00% 60,00% 50,00% 40,00% 30,00% 18,33%
20,00%
10,00%
10,00% 0,00% Kepala Keluarga
Anak
Saudara/Famili
Gambar 9. Karakteristik Responden Menurut Status Dalam Keluarga
76
D. Jumlah Anggota Keluarga Berdasarkan jumlah anggota keluarga, sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 10, sebanyak 30 responden (50%) memiliki anggota keluarga antara empat sampai lima orang, 28 responden (46,67%) memiliki anggota keluarga antara enam sampai tujuh orang dan sebanyak dua responden (3,33%) memiliki anggota keluarga antara 2 sampai 3 orang.
Nelayan Tangkap Menurut Jumlah Anggota Keluarga 60,00% 50,00% 50,00%
46,67%
40,00% 30,00% 20,00% 10,00%
3,33%
0,00% 2-3 Orang
4-5 Orang
6-7 Orang
Gambar 10. Karakteristik Responden Menurut Jumlah Anggota Keluarga
E. Jenis Armada Tangkap Pengaruh utama yang dapat dilihat dari jenis armada tangkap yang digunakan oleh nelayan adalah hasil tangkapan yang diperoleh, dimana semakin sederhana armada tangkap yang digunakan, maka hasil tangkapan yang diperoleh juga makin sedikit.Berdasarkan jenis armada tangkap sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 11, sebanyak 30 responden (50%) memiliki armada tangkap berupa perahu tanpa motor, 17 responden (28,33%) menggunakan kapal motor, sedangkan sebanyak 12 responden (21,67) menggunakan perahu motor tempel.Dari data ini dapat disimpulkan bahwa nelayan tangkap di Kabupaten Kepulauan Aru masih memiliki hasil tangkapan yang minim karena sebagian besar armada tangkap yang digunakan masih berupa perahu tanpa motor.
77
Nelayan Tangkap Menurut Jenis Armada Tangkap 60,00% 50,00% 50,00% 40,00% 28,33%
30,00% 21,67% 20,00% 10,00% 0,00% Perahu Tanpa Motor
Perahu Motor Tempel
Kapal Motor
Gambar 11. Karakteristik Responden Menurut Jenis Armada Tangkap
F. Nilai Investasi Nilai
investasi
yang
ditanamkan
oleh
nelayan
tangkap
dalam
mengembangkan usahanya di bidang perikanan mempunyai pengaruh besar terhadap hasil produksi dan tingkat pendapatan nelayan, karena nilai investasi yang besar memungkinkan nelayan untuk memperoleh peralatan tangkap dan armada yang lebih maju dari segi teknologi sehingga mampu memberikan hasil tangkapan lebih besar dibandingkan dengan peralatan sederhana yang dimiliki nelayan karena nilai investasi yang lebih kecil. Perbedaan nilai investasi yang ditanamkan oleh nelayan dalam pengembangan usaha dalam bidang perikanan tangkap pada umumnya disebabkan karena katerbatasan dalam pemilikan modal usaha, dimana sebagian besar nelayan yang menjadi responden masih menggunakan modal sendiri dan belum mempunyai akses terhadap bank maupun lembaga keuangan lain yang dapat memberikan pinjaman untuk menambah modal usaha dan peningkatan investasi. Berdasarkan Gambar 12, dapat dilihat bahwa berdasarkan nilai investasi yang dimiliki oleh responden, sebanyak 30 responden (50%) memiliki nilai investasi kurang dari 10 juta rupiah, 18 responden dengan nilai investasi antara 26 – 50 juta rupiah, 8 responden (13,33%) memiliki nilai investasi antara 10 – 25 juta
78
dan yang terakhir dengan nilai investasi terbesar yaitu diatas 51 juta sebanyak 4 responden (6,67%). Nelayan Tangkap Menurut Nilai Investasi (Rupiah) 60,00% 50,00% 50,00% 40,00% 30,00% 30,00% 20,00%
13,33% 6,67%
10,00% 0,00% < 10 Juta
10 - 25 Juta
26 - 50 Juta
> 51 Juta
Gambar 12. Karakterisitk Responden Menurut Nilai Invstasi
G. Lamanya Usaha Lamanya usaha yang telah dijalankan oleh nelayan tangkap yang menjadi responden dalam penelitian ini memberikan pengaruh besar terhadap tingkat pendapatan dan peningkatan nilai investasi. Nelayan tangkap yang menjalankan usaha awal dengan modal dan nilai investasi yang kecil tetapi mampu mengelola usahanya secara baik dan telah berjalan dalam waktu yang lebih lama, memiliki pendapatan dan nilai investasi lebih besar pada saat ini, jika dibandingkan dengan nelayan tangkap yang baru maupun belum lama menjalankan usahanya. Berdasarkan Gambar 13 dapat dilihat bahwa sebagian besar dari 60 nelayan tangkap yang menjadi responden, atau sebanyak 25 responden (41,67%), sudah menjalankan usahanya antara lima hingga sepuluh tahun, 23 responden (38,33%), menjalankan usaha antara 11 – 15 tahun, 7 responden (11,67%) selama tujuh tahun serta 5 respondn (8,33%) sudah berprofesi sebagai nelayan tangkap selama lima tahun.
79
Nelayan Tangkap Menurut Lamanya Usaha 45,00%
41,67% 38,33%
40,00% 35,00% 30,00% 25,00% 20,00% 15,00% 10,00%
11,67% 8,33%
5,00% 0,00% < 5 Tahun
5 - 10 Tahun
11 - 15 Tahun
16 - 20 Tahun
Gambar 13. Karakteristik Responden Menurut Lamanya Usaha
H. Tingkat Pendapatan Berdasarkan Gambar 14, menunjukkan bahwa tingkat pendapatan nelayan tangkap tertinggi berada pada nilai kurang dari 2,5 juta rupiah. Nilai pendapatan ini dimiliki oleh 32 responden (53,33%), nilai pendapatan antara 2,5 – 5 juta dimiliki oleh 22 nelayan (36,67%), sebanyak 4 responden (6,67%) memiliki pendapatan antara enam hingga 10 juta, serta pendapatan tertinggi yaitu antara 11 – 20 juta dimiliki oleh 2 responden. Besar kecilnya nilai pendapatan yang dimiliki oleh tiap responden sebagaimana tersebut diatas, sangat tergantung pada jenis armada tangkap yang digunakan oleh masing-masing responden serta nilai investasi yang ditanamkan oleh responden tersebut. Nilai pendapatan paling rendah yaitu kurang dari 2,5 juta rupiah, merupakan pendapatan responden yang menggunakan perahu tanpa motor sebagai armada tangkap. Sedangkan nilai pendapatan responden yang menggunakan perahu motor tempel ataupun kapal motor dengan nilai investasi yang lebih besar dibandingkan armada perahu tanpa motor memiliki pendapatan yang lebih besar.
80
Nelayan Tangkap Menurut Pendapatan 60,00%
53,33%
50,00% 36,67%
40,00% 30,00% 20,00%
6,67%
10,00%
3,33%
0,00% < 2.5 Juta
2.5 - 5 Juta
6 - 10 Juta
11 - 20 Juta
Gambar 14.Karakteristik Responden Menurut Pendapatan
5.1.2. Nelayan Budidaya A. Umur Karakteristik nelayan budidaya sebagaimana terlihat Gambar 15 menunjukkan bahwa nelayan budidaya yang menjadi responden, 4 responden (16%) berumur antara 20 – 30 tahun, 8 responden (32%) berumur antara 31 – 40 tahun, 9 responden (36%) berumur ntara 41 – 50 tahun dan sebanyak 4 responden berumur lebih dari 50 tahun. Kelompok umur paling banyak berkisar antara 41 – 50 tahun.
Nelayan Budidaya Menurut Umur 40%
36%
35%
32%
30% 25% 20%
16%
16%
15% 10% 5% 0% 20-30 Tahun
31-40 Tahun
41-50 Tahun
>50 Tahun
81
Gambar 15. Karakteristik Nelayan Budidaya Menurut Umur B. Pendidikan Berdasarkan Gambar 16, nelayan budidaya yang menjadi responden, 8 responden (32%) berpendidikan SD, 9 responden (36%) berpendidikan SMP serta sebanyak 8 responden (32%) berpendidikan SMA. Nelayan Budidaya Menurut Tingkat Pendidikan 37% 36%
36% 35% 34% 33% 32%
32%
32% 31% 30% SD
SMP
SMA
Gambar 16. Karakteristik Nelayan Budidaya Berdasarkan Tingkat Pendidikan
C. Status Dalam Keluarga Dari gambar 17 dapat dilihat bahwa berdasarkan status dalam keluarga, 17 responden nelayan budidaya (68%) merupakan kepala keluarga, 4 responden (16%) berstatus sebagai anak, dan sebanyak 4 responden merupakan sanak saudara atau famili.
82
Nelayan Budidaya Menurut Status Dalam Keluarga 80% 70%
68%
60% 50% 40% 30% 20%
16%
16%
Anak
Saudara/Famili
10% 0% Kepala Keluarga
Gambar 17. Karakteristik Nelayan Budidaya Berdasarkan Status Dalam Keluarga D. E. Jumlah Anggota Keluarga Karakteristik responden nelayan budidaya berdasarkan jumlah anggota keluarga sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 18 menunjukkan bahwa 3 responden (12%) memiliki anggota keluarga antara 2 – 3 orang, 14 responden (56%) memiliki anggota keluarga sebanyak 4 – 5 orang dan sebanyak 8 responden (32%) memiliki anggota keluarga antara 6 – 7 orang.
Nelayan Budidaya Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga 60%
56%
50% 40% 32%
30% 20% 12%
10% 0% 2-3 Orang
4-5 Orang
6-7 Orang
83
Gambar 18. Karakteristik Nelayan Budidaya Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga F. Jenis Budidaya Karakteristik nelayan budidaya berdasarkan jenis budidaya yang ditekuni sebagaimana dilihat pada Gambar 19 menunjukkan bahwa 6 responden (24%) merupakan pembudidaya teripang, sedangkan 19 responden (76%) merupakan pembudidaya rumput laut.
Nelayan Budidaya Berdasarkan Jenis Budidaya 76%
80% 70% 60% 50% 40% 30%
24%
20% 10% 0% Teripang
Rumput Laut
Gambar 19. Karakteristik Reponden Berdasarkan Jenis Budidaya
G. Nilai Investasi Nilai investasi yang dimiliki oleh nelayan budidaya untuk menjalankan usahanya sebagaimana dilihat pada Gambar 20 menunjukkan bahwa sebanyak 5 responden (20%) memiliki investasi kurang dari dua juta rupiah, 16 responden (64%) memiliki investasi antara dua hingga empat juta rupiah, dua responden (8%) memiliki nilai investasi antara lima hingga enam juta, serta dua responden lainnya memiliki nilai investasi lebih besar dari enam juta rupiah.
84
Nelayan Budidaya Berdasarkan Nilai Investasi 70%
64%
60% 50% 40% 30% 20%
20% 10%
8%
8%
5-6jt
>6jtjt
0% <2jt
2-4jt
Gambar 20. Karakteristik Responden Berdasarkan Nilai Investasi
H. Lamanya Usaha Berdasarkan Gambar 21, dapat dilihat karakteristik responden nelayan budidaya menurut lamanya usaha, yaitu 3 responden (12) menjalankan usahanya kurang dari dua tahun, 13 responden (52%) telah menjalankan usaha antara dua hingga tiga tahun, 5 responden (20%) menjalankan usahanya antara empat hingga limat tahun dan 4 responden (16%) telah menjalankan usaha lebih dari lima tahun. Budidaya rumput laut, pada umumnya baru dilaksanakan beberapa tahun belakangan, karena baru dikenal oleh masyarakat lokal, sementara budidaya teripang sudah lebih dulu dilaksanakan, walaupun dalam skala kecil dan menggunakan teknologi sederhana dengan tidak memiliki siklus yang pasti serta tingkat keberhasilan yang rendah.
85
Nelayan Budidaya Berdasarkan Lamanya Usaha 60% 52%
50% 40% 30% 20%
20%
16% 12%
10% 0% < 2 Tahun
2 - 3 Tahun
4 - 5Tahun
>5 Tahun
Gambar 21. Karakteristik Reponden Berdasarkan Lamanya Usaha
I. Pendapatan Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendapatan sebagaimana terdapat pada Gambar 22, menunjukkan bahwa 6 responden (24%) memiliki pendapatan kurang dari dua juta, 14 responden (56%) memiliki pendapatan antara 2,5 – 5 juta rupiah, 4 responden (16) memiliki pendapatan antara 6 – 10 juta rupiah dan 1 responden memiliki pendapatan antara 11 – 20 juta. Karakateristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan 60%
56%
50% 40% 30%
24%
20%
16%
10%
4%
0% <2.5jt
2.5 - 5 Juta
6 - 10 Juta
11 - 20 Juta
Gambar 22. Karakteristik Responden Menurut Tingkat Pendapatan
86
5.1.3. Pengolahan Hasil Perikanan A. Jenis Kelamin Berdasarkan jenis kelamin, karakteristik responden yang dapat dilihat pada Gambar 23 menunjukkan bahwa sebanyak 10 responden (66,67%) adalah pria dan sisanya 5 orang responden (33,33%) adalah wanita. Responden pria pada umumnya melakukan usaha pengolahan ikan asin sedangkan responden wanita lebih banyak pada pengolahan terasi udang.
Karakteristik Responden Menurut Jenis Kelamin 80,00% 70,00%
66,67%
60,00% 50,00% 40,00%
33,33%
30,00% 20,00% 10,00% 0,00% LAKI
PEREMPUAN
Gambar 23. Karakteristik Responden Menurut Jenis Kelamin
B. Umur Berdasarkan Gambar 24, dapat dilihat bahwa jika dilihat menurut umur, terdapat satu orang responden yang berumur antara 20 – 30 tahun, 4 responden (26,67%) berumur antara 31 – 40 tahun, 8 responden (53,33%) berumur antara 41 – 50 tahun dan 2 responden memiliki umur lebih dari 50 tahun.
87
Karakteristik Responden Menurut Umur 60,00%
53,33%
50,00% 40,00% 26,67%
30,00% 20,00% 10,00%
13,33% 6,67%
0,00% 20-30 Tahun
31-40 Tahun
41-50 Tahun
>50 Tahun
Gambar 24. Karakteristik Responden Menurut Umur
C. Tingkat Pendidikan Berdasarkan Gambar 25, dapat dilihat bahwa jika dilihat menurut tingkat pendidikan, responden yang berusaha dalam bidang pengolahan hasil perikanan yang memiliki pendidikan hanya setingkat SD sebanyak empat responden (26,67%), tujuh responden (46,67%) memiliki tingkat pendidikan SMP dan sisanya sebanyak empat responden (26,57%) berpendidikan SMA.
Karakteristik Responden Menurut Tingkat Pendidikan 50,00% 45,00% 40,00% 35,00% 30,00% 25,00% 20,00% 15,00% 10,00% 5,00% 0,00%
46,67%
26,67%
SD
26,67%
SMP
SMA
Gambar 25. Karakteristik Responden Menurut Tingkat Pendidikan
88
D. Status Dalam Keluarga Berdasarkan Gambar 26, dapat dilihat bahwa jika dilihat berdasarkan status dalam keluarga, terdapat sembilan responden (60,00%) berstatus sebagai kepala keluarga, dua responden (13,33%) berstatus sebagai anak dan empat responden (26,67%) berstatus sebagai ibu. Karakteristik Responden Menurut Status Dalam Keluarga 70,00% 60,00%
60,00% 50,00% 40,00% 26,67%
30,00% 20,00%
13,33%
10,00% 0,00% Kepala Keluarga
Anak
Ibu
Gambar 26. Karakteristik Responden Menurut Status Dalam Keluarga
E. Jumlah Anggota Keluarga Karakteristik responden menurut jumlah anggota keluarga, sebagaimana dilihat pada Gambar 27, menunjukkan bahwa sebanyak lima responden (33,33%) memiliki empat anggota keluarga,
lima responden (33,33%) memiliki lima
anggota keluarga, tiga responden (20,00%) memiliki enam anggota keluarga, serta terdapat dua responden (13,33%) memiliki tujuh anggota keluarga.
89
Karakteristik Responden Menurut Jumlah Anggota Keluarga 35,00%
33,33%
33,33%
30,00% 25,00% 20,00%
20,00% 13,33%
15,00% 10,00% 5,00% 0,00% 4 Orang
5 Orang
6 Orang
7 Orang
Gambar 27. Karakteristik Responden Menurut Jumlah Anggota Keluarga F. Jenis Usaha Pengolahan Jenis usaha pengolahan yang ditekuni oleh responden sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 28 menunjukkan bahwa sebanyak 10 responden (66,67%) menekuni usaha pengolahan ikan asin, dan sebanyak lima responden (33,33%) menekuni usaha pengolahan terasi udang.
Karakteristik Responden Menurut Jenis Usaha Pengolahan 80,00% 70,00%
66,67%
60,00% 50,00% 40,00%
33,33%
30,00% 20,00% 10,00% 0,00% Ikan Asin
Terasi Udang
Gambar 28. Karakteristik Responden Menurut Jenis Usaha Pengolahan
90
G. Nilai Investasi Karakteristik responden berdasarkan nilai investasi sebagaimana dilihat pada Gambar 29, menunjukkan bahwa terdapat 2 responden (13,33%) memiliki investasi sebesar satu juta rupiah, empat responden (26,67%) memiliki investasi sebesar 1,5 juta rupiah, lima responden (33,33%) memiliki nilai investasi sebesar dua juta rupiah serta empat responden lainnya (26,67%) memiliki nilai investasi sebesar 2,5 juta rupiah). Karakteristik Responden Menurut Nilai Investasi 33,33%
35,00% 30,00%
26,67%
26,67%
25,00% 20,00% 15,00%
13,33%
10,00% 5,00% 0,00% 1 Juta
1,5 Juta
2 Juta
2,5 Juta
Gambar 29. Karakteristik Responden Menurut Nilai Investasi
H. Lamanya Usaha Karakteristik responden menurut lamanya usaha sebagaimana terlihat pada Gambar 30 menunjukkan bahwa satu responden (6,67%) sudah menjalankan usahanya dalam kurun waktu antara satu hingga 3 tahun, enam responden (40,00%) selama 4 – 5 tahun, lima responden (33,33%) selama 6 – 7 tahun dan sisanya tiga responden telah menekuni usahanya antara 8 – 9 tahun.
91
Karakteristik Responden Menurut Lamanya Usaha 45,00% 40,00% 35,00% 30,00% 25,00% 20,00% 15,00% 10,00% 5,00% 0,00%
40,00% 33,33%
20,00%
6,67%
1 - 3 Tahun
4 - 5 Tahun
6 - 7 Tahun
8 - 9 Tahun
Gambar 30. Karakteristik Responden Menurut Lamanya Usaha
I. Tingkat Pendapatan Karakteristik responden menurut tingkat pendapatan yang ditampilkan pada gambar 31 menunjukkan bahwa tiga responden (20,00%) memiliki pendapatan per bulan sebesar satu juta rupiah, empat responden sebesar 1,5 juta rupiah, lima responden sebesar dua juga rupiah dan sisanya tiga responden memiliki pendapatan sebesar 2,5 juta rupiah. Karakteristik Responden Menurut Tingkat Pendapatan 33,33%
35,00% 30,00%
26,.67%
25,00% 20,00%
20,00%
20,00% 15,00% 10,00% 5,00% 0,00% 1 Juta
1,5 Juta
2 Juta
2,5 Juta
Gambar 31. Karakteristik Responden Menurut Tingkat Pendapatan
92
5.2 AnalisisLocation Quotient (LQ) Analisis LQ dilakukan untuk menentukan apakah suatu sektor merupakan basis/non basis bagi perekonomian suatu daerah.Penentuan sektor basis pada kajian ini berdasarkan data awal bahwa suatu sektor dikatakan sebagai basis bila sektor/sub sektor tersebut memiliki kontribusi yang relatif lebih besar dalam penyusunan struktur perekonomian daerah. Dalam konteks ini, sub sektor perikanan yang direkomendasikan untuk dijadikan sebagai basis perekonomian di Kabupaten Kepulauan Aru memiliki kontribusi yang lebih menonjol dalam perekonomian daerah dibanding sektor lain. Untuk mengetahui apakah suatu sektor merupakan basis atau tidak dapat dilakukan melalui analisis Location Quotient (LQ), dengan cara membandingkan besarnya peranan suatu sektor di suatu daerah terhadap besarnya peranan sektor tersebut secara nasional pada satu titik waktu tertentu. Wilayah nasional adalah wilayah yang secara hirarki lebih tinggi (supra wilayah).Misalnya jika diperbandingkan wilayah kabupaten maka supra wilayahnya adalah provinsi, jika provinsi maka wilayah supranya adalah negara.
Tabel 18. Nilai Location Quotient (LQ) Kabupaten Kepulauan Aru TAHUN
Sektor Perekonomian
2004
2005
2006
2007
2008
Pertanian
1,687
1,788
1,814 1,802
1,868
Pertambangan dan penggalian
0,890
0,924
0,931 1,056
1,093
Industri Pengolahan
0,058
0,057
0,062 0,061
0,.06 3
Listrik, gas, dan air bersih
0,421
0,415
0,415 0,401
0,394
Bangunan
0,.84 7
0,850
0,844 0,835
0,867
Perdagangan, hotel, dan restoran
1,075
1,086
1,087 1,098
1,067
Pengangkutan dan komunikasi
0,142
0,139
0,134 0,131
0,135
0,364
0,372
0,375 0,367
0,374
0,395
0,.39 7
0,401 0,402
0,406
Keuangan, perusahaan
persewaan,
dan
Jasa-jasa Sumber : Data Sekunder (Diolah)
jasa
93
Hasil analisis dilakukan dalam bentuk time series/trend dari tahun 2004 – 2008, yang dihitung terhadap provini Maluku sebagai wilayah induk.Secara lengkap, hasil analisi LQ Kabupaten Kepulauan Aru berdasarkan harga berlaku dari tahun 2004 - 2008, disajikan pada Tabel 5.1. Dari data pada tabel diatas dapat dilihat dengan jelas bahwa dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2008, koefisien LQ yang lebih besar dari satu hanya dimiliki oleh sektor pertanian dan sektor perdagangan, hotel dan restoran. Selama lima tahun berturut-turut (2004 – 2008) sektor pertanian memiliki nilai LQ tertinggi, yaitu sebesar 1.687 pada tahun 2004 dan sebesar 1.868 pada tahun 2008. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan perekonomian Kabupaten Kepulauan Aru sangat tergantung pada sektor pertanian, khususnya sub sektor perikanan. Besarnya kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB Kabupaten Kepulauan Aru tidak terlepas dari peran sub sektor perikanan yang memberikan kontribusi terbesar dalam sektor tersebut. Berdasarkan hasil analisis data sekunder yang dilakukan, sub sektor perikanan merupakan sektor basis dalam perekonomian Kabupaten Kepulauan Aru, dengan koefisien LQ lebih besar dari satu dalam lima tahun terakhir yang disajikan pada tabel dibawah ini. Tabel 19. Nilai LQ Sektor Tahun 2004 – 2008 Sektor Pertanian
Pertanian
Kabupaten
Kepulauan
Aru
2004
2005
2006
2007
2008
Tanaman Pangan
0,68
0,68
0,67
0,68
0,68
Perkebunan
0,58
0,56
0,53
0,49
0,47
Peternakan
0,14
0,13
0,12
0,13
0,13
Kehutanan
0,31
0,30
0,29
0,30
0,29
Perikanan
1,50
1,50
1,52
1,54
1,54
Sumber : Data Sekunder (Diolah)
Berdasarkan data diatas dapat dilihat bahwa dalam sektor pertanian, hanya sub sektor perikanan yang memiliki koefisien LQ lebih besar dari satu dalam lima tahun terakhir. Hasil perhitungan data sekunder menunjukkan bahwa koefisien LQ
94
sub sektor perikanan Kabupaten Kepulauan Aru sebesar 1,50 pada tahun 2004 dan 2005, sebesar 1,52 pada tahun 2006, serta sebesar 1,54 pada tahun 2007 dan 2008. Sedangkan dari analisis data sekunder untuk mengetahui sektor basis per kecamatan dengan menggunakan data yang tersedia dalam dua tahun terakhir (2007 dan 2008) menunjukkan bahwa perikanan menjadi basis ekonomi pada Kecamatan Aru Utara, Aru Tengah Timur, Aru Tengah Selatan dan Aru Selatan. Selengkapnya disajikan pada tabel dibawah ini.
Tabel 20. Nilai LQ Sub Sektor Perikanan Per Kecamatan di Kabupaten Kepulauan Aru Tahun 2004 – 2008 KECAMATAN
TAHUN 2007
2008
Pulau-Pulau Aru
0,94
0,94
Aru Utara
1,03
1,03
Aru Tengah
0,91
0,92
Aru Tengah Timur
1,14
1,13
Aru Tengah Selatan
1,11
1,11
Aru Selatan
1,01
1,01
0,94
0,95
Aru Selatan Timur Sumber : Data Sekunder (Diolah)
Dari data pada Tabel 5.4 diatas dapat dilihat bahwa dari tujuh kecamatan yang ada di Kabupaten Kepulauan Aru, sub sektor perikanan merupakan basis pada empat kecamatan, yaitu Kecamatan Aru Utara, Aru Tengah, Timur, Aru Tengah Selatan dan Kecamatan Aru Selatan. Sedangkan pada tiga kecamatan, masing-masing Kecamatan Pulau-Pulau Aru, Aru Tengah dan Aru Selatan Timur, perikanan belum mampu menjadi basis ekonomi. Pengembangan sub sektor ini kedepan, baik perikanan tangkap, budidaya maupun industri pengolahan hasil perikanan, diharapkan mampu mendorong perikanan sebagai basis ekonomi bagi ketiga kecamatan tersebut. Dengan melihat keseluruhan hasil analisis diatas dapat disimpulkan bahwa sub sektor perikanan tetap akan menjadi penggerak utama bagi perekonomian di Kabupaten Kepulauan Aru. Pengembangan sub sektor ini lebih jauh akan mampu memberikan dampak pengganda (multiplier effect) tidak hanya bagi sub sektor
95
perikanan sendiri, melainkan terhadap sektor-sektor lain baik sebagai pemasok bahan baku bagi industri pengolahan hasil perikanan, industri cold chain system (penyedia jasa sistem rantai dingin (forward linkage) tetapi juga sebagai pasar bagi sektor penyedia sarana produksi, maupun industri kapal perikanan (backward linkage). Peranan sub sektor perikanan sebagai penggerak utama perekonomian di Kabupaten Kepulauan Aru tidak hanya terbatas sebagai sumber pendapatan asli daerah, tetapi juga merupakan sub sektor yang paling besar menyerap tenaga kerja di Kabupaten Kepulauan Aru. Data dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kepulauan Aru menunjukkan bahwa sampai dengan Juni 2007, jumlah nelayan di Kabupaten Kepulauan Aru tercatat sebanyak 24.833 orang, sedangkan kelompok nelayan yang sudah terbentuk sebanyak 1.116 kelompok dengan jumlah anggota 7.028 orang, dengan jenis-jenis usaha yang dilakukan oleh nelayan meliputi usaha penangkapan 1.028 kelompok, budidaya 40 kelompok dan pedagang ikan sebanyak 48 kelompok. Penyerapan tenaga kerja ini akan mengalami peningkatan yang signifikan jika perhatian pemerintah terhadap pengembangan sub sektor perikanan dapat lebih ditingkatkan, mengigat hingga saat ini industri pengolahan hasil perikanan yang terdapat di Kabupaten Kepulauan Aru masih sangat minim. Data statistik menunjukkan bahwa sampai pada tahun 2008, kontribusi industri pengolahan terhadap PDRB Kabupaten Kepulauan Aru hanya sebesar 0,28%. Upaya ke depan untuk pengembangan industri pengolahan hasil perikanan akan mampu memberikan dampak positif terhadap penyerapan tenaga kerja sehingga angka pengangguran dapat dikurangi, disamping itu akan terjadi peningkatan pendapatan masyarakat. Jika program ini secara konsisten dapat dikembangkan diharapkan dapat terjadi peningkatan daya beli masyarakat sehingga mendorong perkembangan sektor konsumsi yang pada akhirnya mampu memberikan dampak positif terhadap permintaan barang dan jasa diluar sub sektor perikanan. Sektor lain yang juga merupakan sektor basis, dimana memiliki nilai LQ lebih besar dari satu sehingga kedepan layak untuk dikembangkan lebih lanjut adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran. Sektor ini memiliki nilai LQ sebesar 1,075 (2004), 1.086 (2005), 1,087 (2006), 1.098 (2007) dan 1,067 (2008).
96
5.3 AnalisisSpecial Quotient (SQ) Keunggulan komparatif satu sektor bagi suatu daerah memiliki arti bahwa sektor tersebut memiliki keunggulan lebih jika dibandingkan sektor lain dan memberikan kontribusi yang lebih besar dalam menyusun perekonomian daerah, sehingga pembangunan bagi sektor yang memiliki keunggulan komparatif lebih menguntungkan bagi pengembangan perekonomian daerah. Pengetahuan akan keunggulan komparatif suatu daerah dapat digunakan para penentu kebijakan untuk mendorong perubahan struktur perekonomian daerah ke arah sektor yang mengandung keunggulan komparatif. Dengan demikian, apabila sektor yang memiliki keunggulan komparatif bagi suatu daerah telah diketahui lebih dahulu, pembangunan sektor ini dapat didahulukan. Gambaran
keunggulan
komparatif
dari
masing-masing sektor di
Kabupaten Kepulauan Aru yang diperoleh melalui hasil analisis SQ disajikan pada
tabel
dibawah ini. Tabel 21. Nilai SQ Kaupaten Kepulauan Aru
SEKTOR PEREKONOMIAN
TAHUN 2004
2005
2006
2007
2008
Pertanian
0,245
0,256
0,258
0,255
0,263
Pertambangan dan penggalian
-0,001
-0,001
-0,001
0,000
0,000
Industri Pengolahan
-0,043
-0,043
-0,042
-0,044
-0,044
Listrik, gas, dan air bersih
-0,004
-0,005
-0,005
-0,005
-0,005
Bangunan
-0,002
-0,002
-0,002
-0,003
-0,002
Perdagangan, hotel, dan restoran
0,019
0,011
0,009
0,013
0,002
Pengangkutan dan komunikasi
-0,075
-0,077
-0,081
-0,081
-0,080
Keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan
-0,033
-0,033
-0,032
-0,032
-0,031
Jasa-jasa
-0,106
-0,106
-0,104
-0,102
-0,103
Sumber : Data Sekunder (Diolah)
97
Data hasil analisis pada tabel diatas menunjukkan bahwa dari sembilan sektor, terdapat dua sektor yang memiliki nilai SQ positif yaitu sektor pertanian, dan sektor perdagangan, hotel dan restoran.Hal ini menggambarkan bahwa di Kabupaten Kepulauan Aru, sektor yang memiliki keunggulan komparatif serta memiliki spesialisasi adalah sektor pertanian, dan sektor perdagagan, hotel dan restoran. Sub sektor perikanan mempunyai peran yang sangat penting dalam mendorong peningkatan keunggulan komparatif sektor pertanian sebagaimana dapat dilihat pada tabel dbawah ini.
Tabel 22. Nilai SQ Sektor Pertanian Kabupaten Kepulauan Aru Sektor Pertanian
2004
2005
2006
Tanaman Pangan
-0,082
-0,079 -0,085 -0,089 -0,082
Perkebunan
-0,085
-0,095 -0,108 -0,138 -0,153
Peternakan
-0,028
-0,031 -0,035 -0,039 -0,041
Kehutanan
-0,033
-0,040 -0,047 -0,054 -0,058
Perikanan
0,229
0,306
0,367
2007
0,415
2008
0,494
Sumber : Data Sekunder (Diolah)
Berdasarkan data hasil analisis diatas dapat dilihat bahwa dari kelima sub sektor yang terdapat pada sektor pertanian, hanya sub sektor perikanan yang memiliki nilai SQ positif, dengan nilai sebesar 0,229 pada tahun 2004 dan sebesar 0,494 pada tahun 2008. Hal ini menunjukkan bahwa di Kabupaten Kepulauan Aru, sub sektor perikanan merupakan sub sektor yang komparatif dan memiliki keunggulan spesialisasi. Keunggulan sub sektor perikanan Kabupaten Kepulauan Aru sebagaimana ditunjukkan hasil analisis diatas karena didukung oleh beberapa faktor sebagai berikut : 1. Kabupaten Kepulauan Aru memiliki posisi strategis dengan berbatasan langsung dengan Laut Arafura yang memiliki potensi perikanan terbesar setelah laut Jawa dan Cina Selatan, yang merupakan indikator bahwa sektor
98
kelautan dan perikanan dapat menjadi leading sector dan prime mover perekonomian di daerah ini. 2. Kondisi geografis Kabupaten Kepulauan Aru yang didominasi oleh laut (88,3%) dari luas keseluruhan wilayahnya, yakni sebesar 55.270,22 km2. Kondisi ini menggambarkan bahwa kabupaten ini memiliki potensi sumberdaya hayati yang besar dengan tingkat keragaman jenis yang cukup tinggi berupa ikan dan non ikan seperti berbagai jenis ikan pelagis besar, pelagis kecil, demersal, ikan karang, ikan hias, rumput laut, kerang-kerangan, penyu, udang, lobster, kepiting, cumi, dan sebagainya. 3. Wilayah Kabupaten Kepulauan Aru memiliki garis pantai sepanjang 3.900,495 km, yang terdiri dari Kecamatan Pulau-Pulau Aru sepanjang 1.019,3687 km, Kecamatan Aru Tengah 1.923, 984 km dan Kecamatan Aru Selatan 957,142 km. sedangkan perairan Kabupaten Kepulauan Aru (0 – 4 mil) seluas 3.777,495 km2, yang meliputi Kecamatan Pulau-Pulau Aru 1.060,093 km2, Kecamatan Aru Tengah 1.594,372 km2 dan Kecamatan Aru Selatan seluas 1.122,990 km2 4. Berdasarkan data Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kepulauan Aru memiliki jumlah pulau sebanyak 801, yang terdiri dari 167 pulau di Kecamatan Pulau-Pulau Aru, 451 pulau terdapat di Kecamatan Aru Tengah dan 183 pulau terdapat di Kecamatan Aru Selatan, dengan gugusan pulau pada umumnya memiliki topografi dataran rendah dengan pesisir berawa-rawa dan memiliki ekosistem hutan mangrove pada sebagian besar garis pantai. Kondisi ini merupakan keunggulan tersendiri bagi daerah ini, karena hutan mangrove mempunyai peranan besar dalam produktivitas perikanan, dimana ekosistem mangrove mempunyai fungsi yang sangat penting sebagai habitat/tempat tinggal(living ground), tempat mencari makan (feeding ground), tempat asuhan dan pembesaran (nursery ground), tempat pemijahan (spawning ground) bagi berbagai jenis hasil perikanan, baik ikan maupun udang. Kondisi
yang
menjadi
keunggulan
Kabupaten
Kepulauan
Aru
sebagaimana tersebut diatas tidak dimiliki oleh daerah lain sehingga menjadikan sub sektor perikanan di daerah ini memiliki keunggulan komparatif.
99
Hasil analisis data sekunder per kecamatan pada dua tahun terakhir menunjukkan bahwa wilayah kecamatan yang memiliki keunggulan spesialisasi karena memiliki nilai SQ positif adalah Kecamatan Aru Utara, Aru Tengah Timur, Aru Tengah Selatan dan Kecamatan Aru Selatan, sementara wilayah kecamatan yang memiliki nilai SQ negatif adalah Kecamatan Pulau-Pulau Aru, Aru Tengah dan Kecamatan Aru Selatan Timur, sebagaimana disajikan pada tabel dibawah ini. Tabel 23. Nilai SQ Sub Sektor Perikanan Per Kecamatan di Kabupaten Kepulauan Aru Tahun 2004 – 2008 KECAMATAN
TAHUN 2007
2008
Pulau-Pulau Aru
-0,044
-0,033
Aru Utara
0,021
0,030
Aru Tengah
-0,062
-0,052
Aru Tengah Timur
0,101
0,106
Aru Tengah Selatan
0,079
0,086
Aru Selatan
0,010
0,017
-0,040
-0,029
Aru Selatan Timur Sumber : Data Sekunder (Diolah)
Dari kedua sektor yang memiliki nilai SQ positif, sektor pertanian mempunyai nilai yang lebih besar, dan dari sektor perikanan tersebut, hanya sub sektor perikanan yang memiliki nilai SQ positif. Hal ini menunjukkan bahwa sub sektor perikanan lebih komparatif untuk dikembangkan lebih lanjut. Oleh sebab itu, diharapkan perhatian yang lebih besar dari pemerintah daerah dalam pengembangan sektor ini kedepan karena peluang pengembangan sub sektor perikanan di daerah ini masih sangat besar. Beberapa permasalahan internal yang perlu mendapat perhatian lebih dari Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan Aru dalam upaya pengembangan dan peningkatan sub sektor perikanan agar bisa tetap menjadi basis ekonomi serta memiliki nilai komparatif yang lebih besar. Keberhasilan mengatasi permasalahan diharapkan mampu mereduksi kendala-kendala dalam pembangunan perikanan menjadi peluang, sehingga sub sektor perikanan akan tetap mampu menjadi prime mover dalam
100
perekonomian di daerah ini. Permasalahan internal tersebut adalah sebagai berikut : 1. Pengembangan ekonomi di daerah dengan berbasiskan potensi lokal membutuhkan komitmen khusus dari pemerintah daerah, baik kebijakan yang diambil dalam upaya pengembangannya, penyediaan infrastruktur maupun pembuatan regulasi yang mendukung bagi masuknya investor luar untuk menamkan modalnya di daerah. Iklim usaha yang kondusif dengan dukungan potensi lokal yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan prospek pasar yang baik, akan memberikan daya tarik tersendiri bagi masuknya investasi. Dengan kata lain, bahwa pemerintah daerah mempunyai peranan paling besar dalam upaya pengembangan ekonomi di daerah. 2. Alokasi anggaran merupakan merupakan salah satu faktor penting dalam upaya pengembangan ekonomi di daerah, dan jika pemerintah daerah telah mempunyai komitmen khusus dalam pengembangannya. Alokasi anggaran untuk pengembangan sub sektor perikanan pada Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kepulauan Aru Tahun Anggaran 2007 sebesar 7.439.269.148 dari total APBD Kabupaten Kepulauan Aru Tahun Anggaran 2007 sebesar 314.187.897.011. Pada tahun 2008 sebesar 11.067.584.440 dari 400.811.092.207 dan tahun 2009 menjadi 13.393.697.376 dari total total APBD sebesar 565.515.433.535. Dari data diatas dapat dilihat bahwa pada tahun 2007, alokasi anggaran untuk pengembangan perikanan pada Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kepulauan Aru hanya sebesar 2,37% dari total APBD Kabupaten Kepulauan Aru. Alokasi mengalami sedikit peningkatan pada tahun 2008 yaitu sebesar 2,76% kemudian menurun lagi pada tahun 2009 menjadi 2,73%. Data ini juga menunjukkan bahwa dari segi jumlah, peningkatan terus terjadi dalam tiga tahun terakhir, tetapi jika dilihat dari persentase alokasi APBD untuk pengembangan sub sektor perikanan sangat kecil. Dukungan pendanaan yang lebih besar merupakan jalan utama dalam mempercepat pengembangan sektor basis di daerah tanpa mengabaikan sektor-sektor lainnya, terutama dalam penyediaan infrastruktur pendukung. 3. Keberadaan infrastruktur perikanan yang dapat mendorong peningkatan produksi hasil perikanan masih sangat minim. Upaya pembangunan sektor
101
perikanan sangat ditentukan oleh infrastruktur pendukung, seperti ketersediaan fasilitas rantai pendingin (cold chain) untuk dapat mempertahankan kualitas hasil tangkapan, tidak ada jaminan ketersediaan pasokan bahan bakar untuk kebutuhan nelayan ketersediaan Tempat Pendaratan Ikan (TPI), menyebabkan produktivitas dan kualitas hasil produksi menjadi rendah. Pembangunan infrastruktur yang merupakan tanggung jawab pemerintah mutlak dilakukan dalam upaya daerah untuk mendorong pembangunan sektor basis. 4. Hasil produksi perikanan di Kabupaten Kepulauan Aru sebagian besar masih berasal dari perikanan tangkap, sementara kontribusi dari perikanan budidaya masih sangat minim. Hal ini kontradiktif dengan kondisi yang ada, dimana luas lahan yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan budidaya perikanan sebesar 1.453,69 ha. Sampai tahun 2006, jumlah produksi perikanan hanya sebesar 144,98 ton, yang terdiri dari teripang 71.10 ton, lobster 6,70 ton, ikan kerapu 7,48 ton dan rumput laut sebesar 17,10 ton. 5. Pengembangan budidaya perikanan belum dilaksanakan secara maksimal dimana hasil produksi teripang, lobster maupun kerapu hanya dilakukan dengan sistem pembesaran, sementara pembibitannya belum mampu dilaksanakan. Pengembangan budidaya perikanan secara maksimal diharapkan mampu meningkatkan hasil produksi perikanan secara siginifikan. 6. Data dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kepulauan Aru menunjukkan bahwa teknologi alat tangkap dan produksi hasil perikaan yang digunakan oleh nelayan di daerah tersebut masih sangat sederhana, dimana sebagian besar nelayan masih menggunakan perahu tanpa motor, dengan peralatan tangkap tradisional. Sampai dengan tahun 2007, dari 2.542 armada tangkap yang ada di Kabupaten Kepulauan Aru, 1.537 unit merupakan armada perahu tanpa motor, 162 armada motor tempel dan sisanya menggunakan armada kapal motor. Perbaikan dan peningkatan teknologi alat tangkap bagi nelayan mutlak diperlukan dalam upaya meningkatkan produktivitas hasil tangkapan. 7. Industri pengolahan hasil perikanan di Kabupaten Kepulauan Aru masih sangat minim. Kegiatan pengolahan hasil perikanan masih dilakukan dengan teknologi yang sangat sederhana, yang meliputi pengeringan (ikan
102
dan udang), penggaraman ikan dan pengolahan terasi udang. Pengolahan dengan menggunakan teknologi hanya berkisar pada pembekuan (ikan dalam bentuk utuh, fillet dan udang). Pengembangan dan transfer teknologi dalam industri pengolahan dengan menggunakan teknologi yang lebih maju, baik skala kecil maupun menengah bukan saja mampu meningkatkan produktivitas tetapi juga mampu meningkatkan nilai tambah hasil produksi perikanan, disamping itu akan mampu menyerap tenaga kerja dalam sektor industri pengolahan hasil perikanan. 8. Rendahnya akses pasar merupakan salah satu permasalahan yang ada dalam pengembangan sub sektor perikanan di Kabupaten Kepulauan Aru. Jika dapat dipecahkan oleh Pemerintah Daerah, bekerja sama dengan dunia usaha akan mampu memberikan dampak positif dalam pembangunan perikanan di Kabupaten Kepulauan Aru. Masalah ini mengakibatkan sebagian hasil produksi perikanan di wilayah yang tidak mempunyai akses pasar, walaupun memiliki nilai ekonomis tinggi hanya digunakan untuk konsumsi rumah tangga. 9. Kualitas Sumber Daya Manusia Nelayan di Kabupaten Kepulauan Aru masih sangat rendah, dimana rata-rata pendidikan hanya setingkat Sekolah Dasar. Kemampuan nelayan untuk mampu mengadopsi teknologi perikanan dalam upaya peningkatan produktivitas menjadi suatu tugas berat karena taraf pendidikannya sangat rendah. Peningkatan kualitas sumber daya manusia nelayan diharapkan mampu pula meningkatkan kemampuan untuk menyerap teknologi baru dalam upaya peningkatan produktivitas hasil perikanan, baik perikanan tangkap maupun budidaya. 10. Akses terhadap permodalan memiliki hubungan erat dengan kualitas dan tingkat pendidikan masyarakat yang bergerak dalam bidang perikanan. Rendahnya tingkat pendidikan dan pengetahuan mengakibatkan masyarakat nelayan di Kabupaten Kepulauan Aru, baik nelayan tangkap, nelayan budidaya, maupun para pengolah hasil perikanan pada umumnya tidak mempunyai akses, bahkan tidak mengerti cara dan prosedur untuk memperoleh akses ke lembaga keuangan, baik terhadap bank maupun lembaga keuangan lain. Sebagai akibat dari rendahnya akses terhadap lembaga
103
keuangan, usaha nelayan akan sangat sulit berkembang karena minimnya modal untuk pengembangan usaha mereka. Faktor lain yang juga berpengaruh adalah akses informasi terhadap sumber-sumber modal.
5.4. Analisis Shift Share Dalam pengembangan ekonomi lokal di Kabupaten Kepulauan Aru, pengetahuan akan keunggulan komparatif yang dimiliki oleh sub sektor perikanan saja bukan merupakan dasar yang cukup untuk pengambilan keputusan oleh para pengambil kebijakan (policy maker) mengenai kebijakan prioritas pengembangan. Untuk
mendukung
dasar
pengambilan
keputusan
terhadap
prioritas
pengembangan sub sektor perikanan di Kabupaten Kepulauan Aru, perlu diketahui juga, apakah sub sektor perikanan di daerah ini selain memiliki keunggulan komparatif, sub sektor perikanan juga memiliki keunggulan kompetitif untuk dijadikan prioritas dalam pengembangan ke depan. Hasil
analisis
Shift
Share
dapat
menggambarkan
pertumbuhan
perekonomian sektor-sektor di Kabupaten Kepulauan Aru dan pertumbuhan sub sektor perikanan yang dilakukan dari tahun 2004 sebagai tahun dasar dan tahun 2008 sebagai tahun akhir analisis. Analisis ini dilakukan untuk mendukung hasil analisis Location Quotient (LQ) dan Specialization Quotient (SQ) yang telah dilakukan
sebelumnya.
Analisis
ini
dilakukan
dengan
membandingkan
pendapatan regional kabupaten dengan total jumlah pendapatan di wilayah referensinya. Dalam analisis Shift Share dilakukan perhitungan terhadap tiga komponen pertumbuhan, yaitu Komponen Pertumbuhan Regional (PR), yaitu merupakan perubahan PDRB yang disebabkan oleh perubahan komponen regional, komponen Perubahan Proporsional (PP), yaitu persentase perubahan PDRB yang disebabkan
oleh
perubahan
komponen
pertumbuhan
proporsional
dan
Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW), yaitu persentase perubahan PDRB yang disebabkan oleh perubahan pangsa wilayah.
5.4.1. Analisis Indeks Rasio Pertumbuhan
104
Rasio PDRB Kabupaten Kepulauan Aru dan PDRB Provinsi Maluku dapat ditunjukkan dalam bentuk nilai Ra, Ri, dan ri. Terdapat perbedaan antara rasio tiap sektor apabila nilai PDRB Kabupaten Kepulauan Aru dan PDRB Provinsi Maluku diperbandingkan antara dua titik waktu, yaitu tahun 2004 sebagai tahun dasar analisis dan tahun 2008 sebagai tahun akhir analisis. Tabel 24. Nilai Ra, Ri, dan ri Sektor Perekonomian
Ra
Ri
ri
Pertanian
0,55
0,49
0,65
Pertambangan dan penggalian
0,55
0,24
0,52
Industri Pengolahan
0,55
0,59
0,73
Listrik, gas, dan air bersih
0,55
0,54
0,44
Bangunan
0,55
0,69
0,73
Perdagangan, hotel, dan restoran
0,55
0,68
0,66
Pengangkutan dan komunikasi
0,55
0,62
0,54
Keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan
0,55
0,43
0,47
0,55
0,48
0,52
Jasa-jasa Sumber : Data Sekunder (Diolah)
Nilai Ri diperoleh dari selisih antara PDRB Provinsi Maluku sektor i Tahun 2008 dengan PDRB Provinsi Maluku sektor i Tahun 2003, kemudian dibagi dengan PDRB Provinsi Maluku sektor ke i Tahun 2003. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa nilai Ri setiap sektor di kabupaten/kota yang ada di Provinsi Maluku bernilai positif, sehingga dapat disimpulkan bahwa setiap sektor-sektor perekonomian mengalami pertumbuhan yang positif. Hasil perhitungan diatas juga menunjukkan bahwa sektor pertambangan dan galian memiliki nilai Ri terendah, sedangkan nilai Ri tertinggi dimiliki oleh sektor bangunan. Jika dilihat dari besarnya nilai perubahan, sektor pertanian mencapai perubahan terbesar yaitu Rp. 1.445.953,44 juta pada tahun 2003, dan meningkat menjadi Rp. 2.153.759,25 juta pada tahun 2008, atau mengalami peningkatan sebesar Rp. 707.805,81 juta (48,95%). Perubahan PDRB Provinsi Maluku selengkapnya disajikan pada tabel dibawah ini.
105
Tabel 25.
Pertumbuhan PDRB Provinsi Maluku Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Tahun 2004 – 2008 Pertumbuhan
Sektor Perekonomian
Juta Rupiah
Pertanian
%
707.805,81
48,95
9.078,60
23,83
109.515,60
58,94
Listrik, gas, dan air bersih
16.187,62
54,01
Bangunan
33.940,90
69,31
Perdagangan, hotel, dan restoran
694.673,24
67,68
Pengangkutan dan komunikasi
220.294,00
62,38
91.873,86
43,16
338.057,30
47,81
Pertambangan dan penggalian Industri Pengolahan
Keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan Jasa-jasa Sumber : Data Sekunder (Diolah)
Nilai ri diperoleh dari perubahan PDRB Kabupaten Kepulauan Aru per sektor dari tahun 2004 – 2008 dibagi dengan PDRB Kabupaten Kepulauan Aru Tahun 2004. Nilai ri Kabupaten Kepulauan Aru dari masing-masing sektor bernilai positif, dimana sektor industri pengolahan dan sektor bangunan memiliki nilai tertinggi sebesar 0,73, sedangkan nilai terendah dimiliki oleh sektor listrik, gas dan air bersih sebesar 0,44.
5.4.2. Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah Kabupaten Kepulauan Aru Hasil
analisis
komponen
pertumbuhan
regional
sektor-sektor
perekonomian Kabupaten Kepulauan Aru bernilai positif. Sektor pertanian memiliki pertumbuhan terbesar terhadap PDRB Kabupaten Kepulauan Aru, yaitu sebesar Rp. 66.363,46 juta, sementara pertumbuhan terendah berasal dari sektor bangunan, yang memiliki nilai sebesar Rp. 1.127,89 juta. Tabel 26.
Komponen Pertumbuhan Regional Kabupaten Kepulauan Aru Tahun 2004 – 2008 Sektor Perekonomian
Pertumbuhan Regional Juta Rupiah %
106
Pertanian Pertambangan dan penggalian Industri Pengolahan Listrik, gas, dan air bersih Bangunan Perdagangan, hotel, dan restoran Pengangkutan dan komunikasi Keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan Jasa-jasa Sumber : Data Sekunder (Diolah)
66,363.46 922.83 291.14 343.20 1,127.89 30,018.34 1,363.32 2,110.26 7,591.54
54,87 54,87 54,87 54,87 54,87 54,87 54,87 54,87 54,87
Hasil analisis data sekunder pada tabel diatas menunjukkan bahwa pertumbuhan sektor-sektor perekonomian di Kabupaten Kepulauan Aru dari tahun 2004 – 2008 adalah sebesar 54,87%. Angka ini menunjukkan bahwa pertumbuhan sektor-sektor perekonomian di Kabupaten Kepulauan Aru sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan sektor-sektor perekonomian secara keseluruhan di Provinsi Maluku yang juga sedang meningkat.Dari seluruh sektor perekonomian, sektor pertanian memiliki pertumbuhan tertinggi dengan nilai Rp. 66.363,46 juta, diikuti oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar Rp. 30.018,34 juta. Sedangkan pertumbuhan paling rendah dimiliki oleh sektor industri pengolahan, dengan nilai pertumbuhan sebesar Rp. 291.14 juta
Tabel 27.
Komponen Pertumbuhan Proporsional Kabupaten Kepulauan Aru Tahun 2004 – 2008 Sektor Perekonomian
Pertanian
Pertumbuhan Proporsional Juta Rupiah
%
-7.162,65
-5,92
-522,11
-31,05
Industri Pengolahan
21,55
4,06
Listrik, gas, dan air bersih
-5,39
-0,86
296,65
14,43
7.007,23
12,81
186,46
7,51
-450,31
-11,71
-977,18
-7,06
Pertambangan dan penggalian
Bangunan Perdagangan, hotel, dan restoran Pengangkutan dan komunikasi Keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan Jasa-jasa Sumber : Data Sekunder (Diolah)
107
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa terdapat beberapa sektor yang mengalami pertumbuhan positif, tetapi ada juga sektor lain yang mengalami pertumbuhan negatif. Jika suatu sektor memiliki pertumbuhan proporsional negatif (PP<0), maka menunjukkan bahwa sektor-sektor tersebut memiliki tingkat pertumbuhan yang lambat dan memiliki daya saing yang rendah jika dibandingkan dengan sektor-sektor lain yang memiliki nilai PP positif (PP>1). Hasil analisis Komponen Pertumbuhan Proporsional menunjukkan hasil yang berbeda, yaitu hasil positif dimiliki oleh sektor industri pengolahan, sektor bangunan, sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor pengangkutan dan komunikasi.Sementara hasil negatif dimiliki oleh sektor pertanian, dengan nilai terkecil, kemudian disusul oleh sektor jasa-jasa, sektor pertambangan dan penggalian, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan serta sektor listrik, gas dan air bersih.
Tabel 28.
Komponen Perubahan Pangsa Wilayah Kabupaten Kepulauan Aru Tahun 2004 – 2008
Sektor Perekonomian Pertanian
Pertumbuhan Pangsa Wilayah Juta Rupiah
%
19.356,18
16,00
-117,42
-6,98
98,84
18,63
-157,53
-25,19
117,35
5,71
2.188,24
4,00
Pengangkutan dan komunikasi
268,97
10,83
Keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan
-31,76
-0,83
7.213,71
52,14
Pertambangan dan penggalian Industri Pengolahan Listrik, gas, dan air bersih Bangunan Perdagangan, hotel, dan restoran
Jasa-jasa Sumber : Data Sekunder (Diolah)
108
Suatu wilayah mempunyai daya saing terhadap sektor i, apabila memiliki nilai PPW positif (PPW>0).Perubahan komponen pangsa wilayah (PPW) yang diperoleh dari hasil analisis data menunjukkan bahwa menunjukkan bahwa sektor yang paling dapat bersaing dengan daerah lain dalam Provinsi Maluku adalah sektor pertanian karena memberikan kontribusi terbesar terhadap PDRB Kabupaten Kepulauan Aru, yaitu sebesar Rp. 19,356.18 juta, diikuti oleh sektor jasa-jasa yang berkontribusi sebesar Rp. 7.213,71 juta, pengangkutan dan komunikasi Rp. 268,97 juta, sektor bangunan Rp. 117,35 juta, industri pengolahan Rp. 98,84 juta. Sementara tiga sektor lain, yaitu pertambangan dan galian, listrik, gas dan air bersih serta keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan memiliki PPW negatif. Dengan memperhatikan hasil analisis sebelumnya bahwa sektor pertanian adalah sektor basis (LQ>1) dan memiliki keunggulan komparatif (SQ positif), sektor ini layak mendapat perhatian lebih dari pemerintah daerah dalam pengembangan kedepan. Tabel 29.
Pergeseran Bersih Sektor-Sektor Perekonomian di Kabupaten Kepulauan Aru Tahun 2004 – 2008 Pergeseran Bersih
Sektor Perekonomian
Juta Rupiah
Pertanian Pertambangan dan penggalian Industri Pengolahan Listrik, gas, dan air bersih Bangunan Perdagangan, hotel, dan restoran Pengangkutan dan komunikasi Keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan Jasa-jasa Sumber : Data Sekunder (Diolah)
Data
pada
tabel
hasil
analisis
%
12.193,53
10,08
-639,53
-38,03
120,39
22,69
-162,92
-26,05
414,00
20,14
9.195,47
16,81
455,44
18,33
-482,07
-12,54
6.236,53
45,08
pergeseran
bersih
sektor-sektor
perekonomian di Kabupaten Kepulauan Aru menunjukkan bahwa pergeseran terbesar dimiliki oleh sektor pertanian dan terkecil adalah sektor pertambangan dan penggalian. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa sektor pertanian di
109
Kabupaten Kepulauan Aru mengalami pertumbuhan tertinggi selama kurun waktu lima tahun terakhir, jika dibandingkan dengan sektor-sektor perekonomian lain. Dari analisis Shift Share diketahui bahwa pertumbuhan sektor pertanian banyak dipengaruhi oleh pertumbuhan sektor pertanian di Provinsi Maluku.Secara proporsional sektor pertanian juga mengalami pertumbuhn terbesar. Laju pertumbuhan sektor pertanian dalam wilayah Kabupaten Kepulauan Aru sangat cepat dan dapat bersaing dengan daerah lain.
5.5. Analisis Shift Share Sub Sektor Perikanan Hasil analisis Shift Share untuk mengetahui perubahan komponen regional (PR), perubahan komponen proporsional (PP), perubahan komponen pangsa wilayah (PPW) serta pergeseran bersih sub sektor perikanan di Kabupaten Kepulauan Aru disajikan pada tabel dibawah ini.
Tabel 30.
Hasil Analisis Shift Share Sub Sektor Perikanan Kabupaten Kepulauan Aru (juta rupiah)
Sektor Pertanian Tanaman pangan
∆Y
PR
10.126,89 10.311,26
PP
PPW
PB
3.414,32
3.229,95
-184,37
Perkebunan
5.122,46
7.099,55
646,82
-2.623,91
-1.977,09
Peternakan
260,39
265,27
-36,98
32,10
-4,88
Kehutanan
1.608,04
872,93
546,82
188,46
735,28
Perikanan Total
61.445,04 40.651,79
3.618,26 17.174,99 20.793,25
78.562,99 59.200,81
1.360,59 19.362,18 19.362,18
Sumber : Data Sekunder (Diolah) Keterangan : PR : Perubahan Komponen Regional (Provinsi Maluku) PP : Perubahan Komponen Pertumbuhan Proporsional PPW : Perubahan Komponen Pangsa Wilayah PB : Pergeseran Bersih Data hasil analisis pada tabel diatas menunjukkan bahwa selama periode tahun 2004 – 2008, pertumbuhan sektor pertanian terhadap PDRB Kabupaten Kepulauan Aru adalah sebesar 78.562,99 juta, karena dipengaruhi oleh komponen
110
pertumbuhan regional (PR) sebesar 59.200,81 juta (48,89%), pertumbuhan proporsional sebesar 1.360,59 juta (1,13%), perubahan komponen pangsa wilayah (PPW) sebesar 19.362,18 juta (16,01), Dari besarnya nilai perubahan PDRB di Kabupaten Kepulauan Aru tersebut, sub sektor perikanan memiliki kontribusi terbesar dengan nilai 61.445,04 juta (78,21%) karena dipengaruhi oleh perubahan regional sebesar 40.651,79 juta (48,95%), pertumbuhan proporsional sebesar 3.618,26 juta (4,36%), dan perubahan pangsa wilayah sebesar 17.174,99 juta (20,68). Secara keseluruhan, dari kelima sub sektor yang ada pada sektor pertanian, sub sektor perikanan memiliki pertumbuhan terbaik. Nilai PR positif selama kurun waktu lima tahun (2004 – 2008) dengan nilai sebesar 40.652,79 juta menunjukkan bahwa pertumbuhan sub sektor perikanan sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan sub sektor perikanan provinsi Maluku. Besarnya pengaruh ini disebabkan karena Ambon sebagai ibukota provinsi merupakan salah satu pintu keluar bagi hasil produksi perikanan di Provinsi Maluku, baik untuk dijual didalam negeri maupun untuk tujuan eksport. Sebagai daerah penghasil, kondisi tersebut tidak menguntungkan bagi daerah sebab penjualan hasil perikanan keluar daerah dalam kondisi mentah tidak memberikan nilai tambah bagi ekonomi daerah.Untuk mengurangi kerugian tersebut, kedepan diharapkan ada upaya serius dari pemerintah daerah untuk dapat mengurangi perdagangan komoditi hasil perikanan keluar daerah dalam kondisi mentah.Sebagai jalan keluar dalam rangka memperkecil nilai kerugian bagi daerah, maka pemerintah daerah harus dapat mengambil kebijakan sehingga mampu mengembangkan iklim investasi yang kondusif dalam upaya merangsang masuknya investor baik dari dalam maupun luar negeri untuk berinvestasi dalam bidang pengolahan hasil perikanan. Jika upaya pemerintah daerah untuk mendorong masuknya industri pengolahan yang bergerak dalam bidang perikanan sebagai sub sektor yang memiliki keunggulan kompetitif di daerah baik dalam skala kecil, menengah maupun besar berhasil dan mampu menjadikan perikanan sebagai basis eksport maka pertumbuhan perekonomian di daerah akan menjadi lebih baik. Hal ini dapat terjadi karena peningkatan eksport tersebut akan memberikan efek pengganda (multiply effect) bagi perekonomian daerah.
111
Nilai PP yang positif menunjukkan bahwa Kabupaten Kepulauan Aru memiliki spesialisasi pada sub sektor perikanan. Selain sub sektor perikanan yang memiliki nilai PP positif, sub sektor kehutanan dan perkebunan juga memiliki nilai yang positif. Sedangkan sub sektor tanaman pangan dan peternakan memiliki pertumbuhan yang lambat karena memiliki nilai PP negatif. Perubahan pangsa wilayah sub sektor perikanan memiliki nilai positif, menunjukkan bahwa sub sektor perikanan sebagai basis perekonomian di Kabupaten Kepulauan Aru dapat bersaing dengan daerah lain. Dalam sektor pertanian di Kabupaten Kepulauan Aru, hanya sub sektor perkebunan yang memiliki nilai PPW negatif, yang berarti bahwa sub sektor perkebunan tidak mampu menjadi basis ekonomi. Pergeseran bersih sub sektor dalam sektor pertanian menunjukkan bahwa pertumbuhan sub sektor perikanan merupakan yang tercepat, dengan nilai sebesar 20.793,25 juta