BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Analisis Terhadap Karakter Dramatik dalam Naskah Bila Malam Bertambah Malam (1970) karya Putu Wijaya Tokoh-tokoh dramatik dalam naskah lakon Bila Malam Bertambah Malam (1970) karya Putu Wijaya, terdiri atas empat tokoh dengan nama-nama antara lain Gusti Biang, Wayan, Nyoman, dan Ngurah. Putu Wijaya menciptakan karakter yang berbeda-beda dalam setiap tokohnya, dimana tokoh yang berperan mempunyai watak-watak tertentu. Tokoh merupakan penentu alur cerita dalam naskah sehingga tokoh yang ada dalam naskah akan dibuat semenarik mungkin, tokoh yang membawa cerita jadi ketika diperankan tokoh tersebut akan memiliki karakteristik. Tokoh yang menyampaikan cerita, seperti halnya dalam naskah Bila Malam Bertambah Malam (1970) karya Putu Wijaya adalah juga menarik karena di dalam naskah tersebut cerita memiliki konflik antar tokoh, sehingga bagi yang membaca maupun yang telah menonton naskah yang telah dipentaskan dapat memahami cerita naskah tersebut. Menganalisis karakter tersebut berdasarkan apa yang telah diklasifikasikan Suyatna Anirun yang sudah dijelaskan pada Bab II pada landasan teori.
19
Pada bagian ini penulis akan menganalisis keempat tokoh pada naskah tersebut baik itu dari segi fisiologi, psikologi, sosiologi, dan moral pada setiap tokohnya. Tokoh-tokoh tersebut akan di analisis sebagai berikut: A.1 Analisis Tokoh Gusti Biang a. Segi Fisiologis (Fisikal) Gusti Biang merupakan seorang perempuan tua, janda, penglihatannya mulai kabur, suka marah-marah. Ia marah-marah dengan cara membentak orang yang dimarahinya. Ciri-ciri tersebut dapat di lihat pada dialog berikut: 9. GUSTI BIANG Lubangnya terlalu kecil. Benangnya terlalu besar, sekarang ini serba terlampau. Terlampau tua, terlampau gila, terlampau kasar, terlampau begini, terlampau begitu. Sejak kemarin aku tidak berhasil memasukkan benang ini. Sekarang mataku berkunang-kunang. Oh, barangkali toko itu sudah menipu lagi. Atau aku terbalik memegang ujungnya? Wayaaaaan ...
Pengaruh usia yang mulai lanjut berdampak pada penglihatan yang sudah mulai kabur, sehingga biasanya orang tua sudah menggunakan alat bantu kacamata untuk melihat. 254. NGURAH Ibu ...
Panggilan ibu merupakan panggilan anak kepada orang tua perempuan. Gusti Biang memiliki ciri-ciri fisik berusia lanjut, umur manusia yang dikatakan usia lanjut dari usia 60 ke atas, hal ini dapat dilihat pada dialog: 128. WAYAN Sudahlah, dia cuma orang tua bangka. Umurnya hampir tujuh puluh tahun. Kenapa Nyoman pusing benar kepadanya?
20
Orang yang sudah tua fisiknya sudah mulai renta, rambut sudah memutih, dan badan sudah sedikit bongkok, kulit keriput, dan suara sudah mulai berubah. Gusti Biang memiliki sakit jantung, yang telah lama dia alami membuat dia harus mengkonsumsi obat-obatan. Dapat dilihat pada dialog berikut: 21. GUSTI BIANG Aku tak perduli. Apa tugasmu di sini? 22. NYOMAN Sekarang sudah saatnya Gusti Biang minum obat. 23. GUSTI BIANG Hari ini aku tak mau minum obat. 16. GUSTI BIANG Kau .. kau setan, kukira ular belang jatuh dari pohon, bikin sakit jantungku kumat lagi.
b. Segi Sosiologis Beberapa ciri-ciri sosiologi yang melekat pada tokoh Gusti Biang antara lain sebagai berikut: 1. Gusti Biang merupakan istri dari I Gusti Ngurah Ketut Mantri, suami Gusti Biang mempunyai 15 orang selir atau istri, dan Gusti Biang merupakan seorang janda bangsawan juga seorang pahlawan dan ia sendiri seorang keturunan bangsawan. Dapat dilihat pada dialog berikut: 369. WAYAN (Tertawa) Semua pahlawan mati tertembak Nica, tetapi dia tidak. I Gusti Ngurah Ketut Mantri bukan seorang pahlawan, dia ditembak mati gerilya sebagai penghianat.
21
370. GUSTI BIANG Dengar, dia menghina ayahmu! Usir dia! Tembak dia sampai mati! 371. NGURAH (Memegang ibunya yang hendak memukul) Tenang ibu! 372. GUSTI BIANG Coba katakan lagi suamiku penghianat! Coba! Kupukul kau bedebah.
Juga pada dialog: 215. GUSTI BIANG Bisa saja dipelihara sebagai selir. Suamiku dulu memelihara lima belas orang selir. Kalau tidak, jangan mendekati anakku. Dialog selanjutnya: 213. GUSTI BIANG Tidak, semua itu hasutan. Anakku tidak akan kuperkenankan kawin dengan bekas pelayannya. Dan, kami keturunan ksatria kenceng. Keturunan raja-raja Bali yang tak boleh dicemarkan oleh darah sudra.
Gusti Biang merupakan salah satu istri I Gusti Ketut Mantri yang masih setia, dan masih mengingat mendiang suaminya meskipun suaminya telah lama meninggal. 2. Gusti Biang memiliki seorang anak laki-laki bernama Ngurah. Dapat dilihat pada dialog berikut: 252. NGURAH Ibu ... 253. GUSTI BIANG Siapa? 254. NGURAH Tiyang Ngurah, Tiyang datang Ibu ....
22
Ngurah merupakan anak Gusti Biang semata wayang, yang pergi merantau untuk melanjutkan studi. 3. Gusti Biang juga terlibat dalam sebuah perselingkuhan dengan Wayan. Hal ini dapat dilihat pada dialog berikut: 404. WAYAN Diam! Diam! Sudah waktunya menerangkan semua ini sekarang. Dia sudah cukup tua untuk tahu. (Kepada Ngurah) Ngurah, Ngurah mungkin mengira ayah Ngurah yang sejati, sebab dia suami sah ibu Ngurah. Tapi dia bukanlah seorang pejuang. Dia seorang penjilat, musuh gerilya. Dia bukan lelaki jantan, dia seorang wandu. Dia memiliki lima belas orang istri, tapi itu hanya untuk menutupi kewanduannya. Kalau dia harus melakukan tugas sebagai seorang suami, tiyanglah yang sebagian besar melakukannya. Tapi semua itu menjadi rahasia ... sampai ... Kau lahir, Ngurah, dan menganggap dia sebagai ayahmu yang sebenarnya. Coba tanyakan kepada ibu Ngurah, siapa sebenarnya ayah Ngurah yang sejati. NGURAH TAK PERCAYA DAN MENGHAMPIRI IBUNYA YANG MULAI MENANGIS `Dia pura-pura saja tidak tahu siapa laki-laki yang selalu tidur dengan dia. Sebab sesungguhnya kami saling mencintai sejak kecil, sampai tua bangka ini. Hanya kesombongannya terhadap martabat kebangsawanannya menyebabkan dia menolakku, lalu dia kawin dengan bangsawan, penghianat itu, semata-mata hanya soal kasta. Meninggalkan tiyang yang tetap mengharapkannya. Tiyang bisa ditinggalkannya, sedangkan cinta itu semakin mendalam.
Gusti Biang terlibat perselingkuhan dengan Wayan karena mereka berdua saling mencintai sedari kecil. Hingga dewasa, sampai pada Gusti Biang menikah. Wayan juga adalah kekasih Gusti Biang dan merupakan teman dekat suami Gusti Biang. Wayan
yang menggantikan posisi
suami Gusti Biang untuk menemui selir-selirnya karena suami Gusti biang adalah seorang wandu (banci). Terjadilah perselingkuhan dan
23
akhirnya mereka berdua memiliki seorang anak laki-laki bernama Ngurah. 4. Gusti Biang mengadopsi seorang anak perempuan bernama Nyoman yang diperlakukan layaknya sebagai pelayan. Dilihat pada dialog berikut: 195. NYOMAN Lebih dari sepuluh tahun tiyang menghamba di sini. Bekerja keras dengan tidak menerima gaji. Kalau tidak ada Bape Wayan sudah lama tiyang pergi dari sini. Selama ini tiyang telah membiarkan diri diinjakinjak, disakiti, dijadikan bulan-bulanan seperti keranjang sampah. Tidak perlu rentenya, pokoknya saja. Hutang Gusti Biang kepada tiyang, sepuluh juta kali sepuluh tahun. Belum lagi sakit hati tiyang karena fitnahan dan hinaan Gusti. Pokoknya melebih harta benda yang masih Gusti miliki sekarang. Tapi ambillah semua itu sebagai tanda bakti tiyang yang terakhir.
Nyoman merupakan anak yang diadopsi oleh Gusti Biang, yang selama ini ia perlakukan sebagai pembantu untuk melayani dirinya tanpa ia beri upah, akan tetapi biaya hidup Nyoman ditanggung Gusti Biang. Atas dasar itu perlakuan Gusti Biang terhadap Nyoman sangat semenamena. 5. Gusti Biang masih memegang teguh tentang tingkatan kasta yang ada pada masyarakat Bali, sehingga dia tidak akan menerima perempuan yang memiliki kasta rendah untuk menjadi istri anaknya, hal ini dapat di lihat pada sikap Gusti Biang setelah mengetahui hubungan cinta antara Ngurah dan Nyoman, seperti pada dialog berikut: 171. GUSTI BIANG (Meludah) Ha.. ha .. kau tidak perlu pidato omong kosong, kau perempuan sudra. Kau akan kena tulah karena berani menentangku, hei cepat Wayan!
24
Juga pada dialog berikut: 213. GUSTI BIANG Tidak, semua itu hasutan. Anakku tidak akan kuperkenankan kawin dengan bekas pelayannya. Dan, kami keturunan ksatria kenceng. Keturunan raja-raja Bali yang tak boleh dicemarkan oleh darah sudra.
Ada empat pembagian kasta pada masyarakat Bali, yaitu: kasta Brahmana, Ksatria, Waisya, dan Sudra. Kasta Brahmana merupakan kasta tertinggi pada masyarakat Bali dimana kasta ini merupakan kasta yang dimiliki oleh para
Pendeta atau orang suci, kemudian kasta
Ksatria merupakan pahlawan-pahlawan dan juga sederajat dengan profesi TNI dan Polri, kemudian kasta Waisya merupakan kasta menengah yang dimiliki oleh para pedagang, saudagar, ningrat dan bangsawan, yang terakhir Kasta Sudra merupakan kasta rendah yang ada pada masyarakat Bali, yakni pada masyarakat petani dan buruh. Gusti Biang merupakan keturunan kasta Waisya yang setingkat lebih tinggi dari Nyoman yang berasal dari kasta Sudra. Atas dasar itulah memegang dia menentang anaknya yang akan menikahi Nyoman karena Nyoman dianggap tidak setara. 6. Gusti Biang mempunyai nama asli Sagung Mirah. Dapat dilihat pada dialog berikut: 418. WAYAN (Tersenyum) Kalau begitu Wayan tidak jadi pergi. Wayan akan menjagamu Sagung Mirah, sampai kita berdua sama-sama mati dan di atas kuburan kita, anakanak itu berumah tangga dengan baik. Sagung Mirah
25
Dalam tradisi masyarakat Bali seorang bangsawan harus mengganti namanya setelah ia menikah. Seorang bangsawan sangat dihormati oleh masyarakat yang memiliki kasta yang setingkat lebih rendah. c. Segi Psikologis Ciri-ciri psikologis khusus yang melekat pada tokoh Gusti Biang antara lain sebagai berikut: 1. Gusti Biang merupakan tokoh yang memiliki sifat perhitungan. Hal itu cenderung menjadikannya memiliki tabiat kikir. Dia selalu menghitung secara terperinci yang telah ia berikan kepada Nyoman segala biaya pengeluaran dan pemasukan, untuk meminta Nyoman mengganti biaya hidup yang telah dikeluarkan untuknya. Atas dasar itu, Gusti Biang menuntut Nyoman untuk mengganti semua biaya hidup yang telah dikeluarkannya. Hal ini dapat dilihat pada dialog berikut: 179. GUSTI BIANG Setan bawa kemari buku itu! (gusti biang mengambil buku itu dan memberi isyarat kepada wayan agar mengambil kaca mata dan lampu teplok. wayan segera melakukannya dan mengangkat lampu teplok tinggi-tinggi) Nah, di sini dicatat semua perongkosan yang kau habiskan selama kau dipelihara di sini. Nyoman Niti, asal dari desa Maliling, umur lebih kurang delapan belas tahun. Kulit kuning dan rambut panjang. Badan biasa, lebih tinggi sedikit dari Gusti Biang. Mulai dari tahun lima puluh empat, lima pasang baju, sebuah boneka, sebuah bola bekel, satu biji kelerang, satu tusuk konde, dan ... 180. GUSTI BIANG Tahun lima puluh lima, sekarang! Dua baju rok, batu tulis, kebaya, pinsil, satu batang jarum, sepasang teklek, tikar dan seekor anak kucing belang.
26
181. GUSTI BIANG Selama dua tahun ini sudah berjumlah dua juta rupiah ... kemudian sekarang tahun lima puluh enam! Tidak ada, sebab aku lupa mencatatnya. Tahun lima puluh tujuh, aku juga lupa mencatatnya. Tetapi di sini yang kuingat, ia memecahkan sebuah cangkir dan kaca mataku. Lalu tahun lima puluh delapan! Sepasang sandal, sekotak bedak, kaca jendela dipecahkannya, dua buah gelas tiba-tiba menghilang, sekilo daging dimakan si belang karena lupa mengunci dapur. Tiga buah sisir, tiga butir kelapa hilang. Seekor ayamku yang paling baik disembelihnya, sepuluh anak ayam tiba-tiba mati, yang bulu putih, hitam, coklat, kuning, dan berumbun. Lalu ... 182. GUSTI BIANG Diam! Diam kataku! Ini adalah urusanku, nanti kau akan mendapat bagianmu sendiri. Nah, ongkos hidupmu hampir delapan belas tahun di sini, benar-benar sudah kelewat batas. Coba lihat di sini, tahun enam puluh misalnya .. memecahkan kaca jendela, korupsi sabun, menghanguskan nasi, korupsi uang belanja dapur dan pekerjaan yang tidak bisa dipertanggungjawabkan. Beberapa kali aku memanggil mantri untuk mengobatinya, membeli obat waktu ia sakit. Banyak, banyak sekali, itu belum ditambah yang lain-lain yang aku lupa catat. Belum lagi ditambah bunganya.
Tabiat kikir Gusti Biang menyebabkan dia menghitung semua pengeluaran yang ia keluarkan untuk Nyoman dari masa kecil hingga Nyoman dewasa, sehingga ketika ia hendak mengusir Nyoman, semua pengeluaran ia bacakan agar Nyoman bisa membayar semua utang itu pada Gusti Biang. 2. Gusti Biang memiliki Emosionalisme yang tinggi menyebabkan Gusti Biang merasa takut dan kecurigaan terhadap Nyoman seorang gadis yang merawatnya, ia selalu berfikir bahwa Nyoman merupakan masalah buatnya, dan membuat Gusti Biang ingin mengeluarkan Nyoman dari rumahnya. Gusti Biang yang suka mengumpat, dan mudah tersinggung, dapat dilihat pada dialog: 27
28. GUSTI BIANG Siapa bilang? Itu tak ada lobangnya sama sekali, toko itu menjual kawat utuh kepadaku. Setan alas. 29. NYOMAN Tak percaya? Coba sekali lagi. 30. GUSTI BIANG Jangan berlagak di sini (Mengacungkan tongkat). Ini bukan arje roras! Aku sudah bosan dibohongi dengan sulapan palsumu. Kau pikir aku tak bisa menguasai jarum kecil itu, piih, lakiku sendiri tak pernah menghina aku demikian
Gusti Biang selalu mencurigai apa yang hendak dilakukan Nyoman, keramahtamahan Nyoman ia tolak karena ia takut akan sifat Nyoman yang baik akan mencelakakan dirinya, karena kecurigaannya yang besar. Hal ini dapat dilihat pada dialog berikut: 56. NYOMAN Letakkan saja di atas pisang di ujung lidah. Lantas pejamkan mata. Lihat, dan secepat kilat akan meluncur Gusti. 57. GUSTI BIANG Ah ... racunlah dirimu sendiri, gosok punggungmu sendiri. Buat apa kau meributkan benar penyakit orang lain. Itu tugas dokter di rumah sakit, dan bukan tugas penyeorangan seperti engkau .... Kalau memang aku sakit, aku akan berbaring di kamarku, dan memanggil Wayan supaya memijat keningku. Tidak ada yang salah kalau lelaki itu di sini. Wayaaaan Wayaaaan, lehermu akan diputar nanti. 58. NYOMAN Kenapa Gusti Biang jadi seperti ini, Gusti mengecewakan tiyang. 59. GUSTI BIANG Sakit gede, seumur hidupmu. Kalau akhirnya aku mati karena racunmu, awas-awaslah, rohku akan membalas dendam. Aku akan diam di batangbatang pisang dan di batu-batu besar, dan akan mengganggumu sampai mati. Tiap malam, bila malam bertambah malam. Setan, pergi kau, pergi. Sebelum kulempar dengan tongkat ini, pergi!
28
3. Penyakit
jantung yang dialami Gusti Biang menyebabkan ia harus
mengkonsumsi obat-obatan secara rutin. Hal ini menimbulkan kebosanan, dan ia menjadi sangat marah ketika diingatkan untuk minum obat. Dapat dilihat pada dialog berikut: 24. GUSTI BIANG Aku tak perduli. Apa tugasmu di sini? 25. NYOMAN Sekarang sudah saatnya Gusti Biang minum obat. 26. GUSTI BIANG Hari ini aku tak mau minum obat. 17. GUSTI BIANG Kau .. kau setan, kukira ular belang jatuh dari pohon, bikin sakit jantungku kumat lagi.
4. Gusti Biang adalah orang yang tidak bisa mengendalikan amarahnya. Ia melampiaskan amarahnya dengan cara membentak dan menghardik dengan suara keras. Dapat dilihat pada dialog berikut: 75. GUSTI BIANG Pergi leak! Aku sama sekali tidak menyesal! 76. NYOMAN (Berlari keluar) Tiyang tidak akan kembali lagi! 77. GUSTI BIANG Pergi sekarang juga! Wayaaan Wayan tua ... (Duduk) Ratu Singgih, moga-moga tulahlah perempuan itu, Wayaaan .
Gusti Biang dengan mudah menghardik dan mengusir Nyoman. Mengambil keputusan tanpa memikirkan apa akibatnya, karena jika
29
Nyoman pergi apa maka Gusti Biang kehilangan orang yang merawat dan melayani. 5. Gusti Biang membentak Wayan untuk menutupi kesalahan-kesalahan yang ia perbuat. d. Segi Moral Ciri-ciri yang melekat pada moral Gusti Biang sebagai berikut : 1. Gusti Biang memiliki sifat hipokrit (munafik), karena Gusti Biang merasa malu untuk mengakui kesalahan yang ia lakukan. Sehingga untuk menutupi sifat munafiknya itu dia memperlakukan Nyoman dan Wayan dengan sesuka hatinya. Sampai pada akhirnya Wayan menceritakan semua peristiwa yang Wayan ketahui kepada Ngurah. Dapat dilihat pada dialog berikut: 401. WAYAN Diam! Diam! Sudah waktunya menerangkan semua ini sekarang. Dia sudah cukup tua untuk tahu. (Kepada Ngurah) Ngurah, Ngurah mungkin mengira ayah Ngurah yang sejati, sebab dia suami sah ibu Ngurah. Tapi dia bukanlah seorang pejuang. Dia seorang penjilat, musuh gerilya. Dia bukan lelaki jantan, dia seorang wandu. Dia memiliki lima belas orang istri, tapi itu hanya untuk menutupi kewanduannya. Kalau dia harus melakukan tugas sebagai seorang suami, tiyanglah yang sebagian besar melakukannya. Tapi semua itu menjadi rahasia ... sampai ... Kau lahir, Ngurah, dan menganggap dia sebagai ayahmu yang sebenarnya. Coba tanyakan kepada ibu Ngurah, siapa sebenarnya ayah Ngurah yang sejati. NGURAH TAK PERCAYA DAN MENGHAMPIRI IBUNYA YANG MULAI MENANGIS Dia pura-pura saja tidak tahu siapa laki-laki yang selalu tidur dengan dia. Sebab sesungguhnya kami saling mencintai sejak kecil, sampai tua bangka
30
ini. Hanya kesombongannya terhadap martabat kebangsawanannya menyebabkan dia menolakku, lalu dia kawin dengan bangsawan, penghianat itu, semata-mata hanya soal kasta. Meninggalkan tiyang yang tetap mengharapkannya. Tiyang bisa ditinggalkannya, sedangkan cinta itu semakin mendalam.
2. Gusti Biang merasa dirinya adalah orang yang terhormat sebagai istri seorang bangsawan. Maka, ia bisa memperlakukan orang lain dengan sesuka hatinya. Dia suka hidup dengan kesombongannya, tanpa ia sadari kesombongannya membawa petaka untuk dirinya karena dia telah menginjak-injak harga diri Nyoman. Hal tersebut dapat dilihat pada dialog - dialog berikut: 166. NYOMAN (Berhenti lalu mendekat dan memandang Gusti Biang dengan marah) Gusti Biang, tiyang bosan merendahkan diri, dulu tiyang menghormati Gusti karena usia Gusti lanjut. Tiyang mengikuti semua apa yang Gusti katakan, apa yang Gusti perintahkan meskipun tiyang sering tidak setuju. Tetapi Gusti sudah keterlaluan sekarang. Orang disuruh makan tanah terus-menerus, Gusti anggap tiyang tak lebih dari cacing tanah. Semutpun kalau diinjak menggigit, apalagi manusia, Gusti yang seharusnya agung, luhur, menjadi tauladan tapi seperti ... 167. GUSTI BIANG Seperti apa?
168. NYOMAN Orang kebanyakan saja mempunyai kasih sayang dan menghargai orang lain. Tapi Gusti, di mana letak keagungan Gusti? Cobalah Gusti berjalan di jalan raya seperti sekarang, Gusti akan ditertawakan oleh orang banyak. Sekarang orang tidak lagi diukur dari
keturunan
tapi
kelakuan
dan
31
kepandaianlah yang menentukan. Sekarang tidak hanya bangsawan, semua orang berhak dihormati kalau baik. Begitu mestinya
A.2 Analisis Tokoh Nyoman a. Segi Fisiologis (Fisikal) Dari segi fisiologis Nyoman merupakan seorang gadis desa yang telah lama mengabdi pada Gusti Biang, berusia 18 tahun, memiliki kulit berwarna kuning, rambut panjang dan memiliki postur tubuh yang agak tinggi, lebih tinggi dari Gusti Biang. Hal ini dapat dilihat pada dialog berikut : 171. GUSTI BIANG Setan bawa kemari buku itu! (gusti biang mengambil buku itu dan memberi isyarat kepada wayan agar mengambil kaca mata dan lampu teplok. wayan segera melakukannya dan mengangkat lampu teplok tinggi-tinggi) Nah, di sini dicatat semua perongkosan yang kau habiskan selama kau dipelihara di sini. Nyoman Niti, asal dari desa Maliling, umur lebih kurang delapan belas tahun. Kulit kuning dan rambut panjang. Badan biasa, lebih tinggi sedikit dari Gusti Biang. Mulai dari tahun lima puluh empat, lima pasang baju, sebuah boneka, sebuah bola bekel, satu biji kelerang, satu tusuk konde, dan
b. Segi Sosiologis (Sosial) Ciri-ciri sosiologi yang melekat pada Nyoman sebagai berikut: 1.
Nyoman berasal dari Desa Maliling, merupakan keturunan kasta Sudra, yang menganut agama Hindu. Kasta sudra adalah kasta terendah pada masyarakat Bali. Hal ini dapat dialog berikut : 171. GUSTI BIANG (Meludah) Ha.. ha .. kau tidak perlu pidato omong kosong, kau perempuan sudra. Kau akan kena tulah karena berani menentangku, hei cepat Wayan!
32
Dialog
yang diucapkan Gusti
biang kepada Nyoman
menandakan bahwa Gusti Biang memandang rendah terhadap Nyoman. 2.
Nyoman merupakan anak asuhan Gusti Biang yang sejak kecil sudah tinggal bersama Gusti Biang. Ia mengabdi menjadi seorang pelayan. Semasa hidup ia tinggal di rumah Gusti Biang. Ia tidak mendapatkan gaji, melainkan Gusti Biang menanggung biaya hidupnya dari kecil sampai berusia 18 tahun. Termasuk sampai tingkat SMP dan dilanjutkan dengan kursus mode. Hal ini dapat dilihat pada dialog berikut: 121. NYOMAN (Pelan-pelan) Memang, saya banyak berhutang budi, dikasih makan, disekolahkan, dibelikan baju, dimasukkan kursus modes, tapi kalau tiap hari dijadikan bal-balan, disalah-salahkan terus? Sungguh mati kalau tidak dikuat-kuatkan, kalau tidak ingat pesan tu Ngurah, sudah dari dulu-dulu sebetulnya. 195. NYOMAN Lebih dari sepuluh tahun tiyang menghamba di sini. Bekerja keras dengan tidak menerima gaji. Kalau tidak ada Bape Wayan sudah lama tiyang pergi dari sini. Selama ini tiyang telah membiarkan diri diinjakinjak, disakiti, dijadikan bulan-bulanan seperti keranjang sampah. Tidak perlu rentenya, pokoknya saja. Hutang Gusti Biang kepada tiyang, sepuluh juta kali sepuluh tahun. Belum lagi sakit hati tiyang karena fitnahan dan hinaan Gusti. Pokoknya melebihi harta benda yang masih Gusti miliki sekarang. Tapi ambillah semua itu sebagai tanda bakti tiyang yang terakhir.
3.
Nyoman dicintai oleh Ngurah, anak Gusti Biang hingga akhirnya mereka menjalin kasih. Ketika Gusti Biang mengetahui hal ini ia tidak
33
menyetujuinya, tetapi Nyoman sabar menghadapi Gusti Biang. Dapat dilihat pada dialog berikut: 212. WAYAN Gusti, Nyoman adalah tunangan Ngurah, calon menantu Gusti Biang sendiri, berani sumpah, Nyoman adalah tunangan Ngurah. Ratu Ngurah sendiri yang mengatakannya. “Aku akan mengawini Nyoman Bape” katanya. “Biar hanya orang desa, pendidikannya rendah tapi hatinya baik, daripada ...” biar dimakan leak. Demi apa saja! 213. GUSTI BIANG Tidak, semua itu hasutan. Anakku tidak akan kuperkenankan kawin dengan bekas pelayannya. Dan, kami keturunan ksatria kenceng. Keturunan raja-raja Bali yang tak boleh dicemarkan oleh darah sudra.
Ngurah sangat mencintai Nyoman, meskipun Gusti Biang melarang hubungan mereka berdua, Ngurah tetap bersikeras untuk mempertahankan hubungannya meskipun melawan ibunya, dan berlari menjemput Noman yang telah pergi karena diusir ibunya. c. Segi Psikologis Ciri-ciri yang melekat pada Nyoman dari segi psikologi sebagai berikut: 1.
Nyoman adalah orang yang mengabdi dan taat melayani Gusti Biang, selama bertahun-tahun Gusti Biang
memperlakuan kasar dan
memberikan tekanan yang terus- menerus sehingga membuat Nyoman menjadi ingin segera pergi dari rumah Gusti Biang. Hal ini dapat dilihat pada dialog berikut: 166. NYOMAN (Berhenti lalu mendekat dan memandang Gusti Biang dengan marah) Gusti Biang, tiyang bosan merendahkan diri, dulu tiyang sti karena usia Gusti lanjut. Tiyang mengikuti semua apa yang Gusti katakan, apa yang Gusti perintahkan meskipun tiyang sering tidak setuju. Tetapi Gusti sudah keterlaluan sekarang. Orang disuruh makan tanah terus-menerus, Gusti
34
anggap tiyang tak lebih dari cacing tanah. Semutpun kalau diinjak menggigit, apalagi manusia, Gusti yang seharusnya agung, luhur, menjadi tauladan tapi seperti ... 167. GUSTI BIANG Seperti apa? 168. NYOMAN Orang kebanyakan saja mempunyai kasih sayang dan menghargai orang lain. Tapi Gusti, di mana letak keagungan Gusti? Cobalah Gusti berjalan di jalan raya seperti sekarang, Gusti akan ditertawakan oleh orang banyak. Sekarang orang tidak lagi diukur dari keturunan tapi kelakuan dan kepandaianlah yang menentukan. Sekarang tidak hanya bangsawan, semua orang berhak dihormati kalau baik. Begitu mestinya.
Ketaatan Nyoman kepada Gusti Biang diakibatkan dia memiliki rasa hormat kepada orang yang telah merawatnya juga menghargai
perbedaan kasta. Akan tetapi sifat Gusti Biang yang
menjunjung tinggi kebangsawanannya membuat Nyoman merasa cukup untuk merendahkan diri karena Nyoman sudah merasa direndahkan, sehingga Nyoman berani untuk segera keluar dari rumah Gusti Biang. 2. Pada puncak batas kesabarannya. Hal ini dapat dilihat dalam dialog berikut: 116. WAYAN Nyoman. Nyoman sudah biasa tinggal di sini, kau tak akan betah tinggal di sana. Nanti kamu akan rusak di sana. 117. NYOMAN Tapi di sana orangnya baik-baik. Saya tidak pernah dipukul, saya lebih senang tinggal di situ, biar cuma makan batu. 118. WAYAN Daripada makan batu lebih baik tinggal di sini, makan minum cukup, ada radio, bisa nonton film India.
35
119. NYOMAN Tapi kalau tertekan seperti binatang? Dimarahi, dihina, dipukul seperti anak kecil! 120. WAYAN Tapi Nyoman harus mengerti, kita berhutang budi pada Gusti Biang. 121. NYOMAN (Pelan-pelan) Memang, saya banyak berhutang budi, dikasih makan, disekolahkan, dibelikan baju, dimasukkan kursus modes, tapi kalau tiap hari dijadikan bal-balan, disalah-salahkan terus? Sungguh mati kalau tidak dikuatkuatkan, kalau tidak ingat pesan tu Ngurah, sudah dari dulu-dulu sebetulnya.
Kesabaran
Nyoman
sudah
melampaui
batas,
sehingga
keinginannya untuk keluar dari rumah sangat kuat, karena ia sudah merasa diberlakukan seperti binatang oleh Gusti Biang, membuat ia sakit hati dan ingin keluar rumah. Keinginan yang kuat membuat Bape Wayan tak dapat menahannya, sampai akhirnya Nyoman pergi meninggalkan rumah. d. Segi Moral Ciri-ciri yang melekat pada segi moral Nyoman dapat dilihat sebagai berikut: 1. Nyoman masih terikat pada nilai-nilai kasta yang menyebabkan Nyoman menaruh rasa hormat kepada Gusti Biang yang memiliki kasta lebih tinggi darinya. Rasa hormat yang dimiliki Nyoman membuat Gusti Biang tidak bisa menerimanya, sehingga Nyoman mulai risih dengan sifat Gusti biang dan ingin pergi meninggalkannya. Hal ini dapat dilihat pada dialog berikut:
36
166. NYOMAN (Berhenti lalu mendekat dan memandang Gusti Biang dengan marah) Gusti Biang, tiyang bosan merendahkan diri, dulu tiyang menghormati Gusti karena usia Gusti lanjut. Tiyang mengikuti semua apa yang Gusti katakan, apa yang Gusti perintahkan meskipun tiyang sering tidak setuju. Tetapi Gusti sudah keterlaluan sekarang. Orang disuruh makan tanah terus-menerus, Gusti anggap tiyang tak lebih dari cacing tanah. Semutpun kalau diinjak menggigit, apalagi manusia, Gusti yang seharusnya agung, luhur, menjadi tauladan tapi seperti ... 167. GUSTI BIANG Seperti apa? 168. NYOMAN Orang kebanyakan saja mempunyai kasih sayang dan menghargai orang lain. Tapi Gusti, di mana letak keagungan Gusti? Cobalah Gusti berjalan di jalan raya seperti sekarang, Gusti akan ditertawakan oleh orang banyak. Sekarang orang tidak lagi diukur dari keturunan tapi kelakuan dan kepandaianlah yang menentukan. Sekarang tidak hanya bangsawan, semua orang berhak dihormati kalau baik. Begitu mestinya.
2. Rasa hormat Nyoman kepada Gusti Biang dibalas dengan perlakuan buruk sperti diinjak-injak dan dihina, dipukul, diumpat yang membuat rasa hormat hilang dan ia berani untuk membalas mengumpat Gusti Biang. Rasa kesabaran Nyoman sudah habis, sehingga Nyoman yang tertekan, setiap perkataan Gusti biang ia ucapkan kembali. Hal ini dapat dilihat pada dialog berikut: 155. GUSTI BIANG Benar, kau memang liar, genit, dan licik serta apa saja yang jelek-jelek. 156. NYOMAN Baik, baik, tapi kau juga genit. 157. GUSTI BIANG Apa katamu? 158. NYOMAN Kau juga genit, kau ... 159. GUSTI BIANG Apa katamu leak? Wayan akan memutar lehermu! 160. NYOMAN Wayan akan memutar lehermu!
37
161. GUSTI BIANG Dia akan menguncimu dalam gudang! 162. NYOMAN Dia akan menguncimu dalam gudang! 163. GUSTI BIANG Setan! Akan kucarikan kau polisi! 164. NYOMAN Polisi itu akan membawakan Gusti ular belang.
Merasa diperlakukan dengan kasar, Nyoman berani membantah semua perkataan yang diutarakan Gusti Biang, untuk membela dirinya karena Nyoman merasa tidak bersalah. A.3 Analisis Tokoh Wayan a. Segi Fisiologi (Fisikal) Wayan merupakan seorang laki-laki yang sudah tua, penglihatannya sudah mulai kabur. Dapat dilihat pada dialog berikut: 1. GUSTI BIANG Si tua itu tak pernah kelihatan kalau sedang dibutuhkan. Pasti ia sudah berbaring di kandangnya menembang seperti orang kasmaran pura-pura tidak mendengar, padahal aku sudah berteriak, sampai leherku patah. Wayaaaaan ..... Wayaaaaan tuaaaa 177. WAYAN (Masih bingung, mendekatkan lampu) Piih, mata tiyang kurang terang, sebentar, piih kenapa belum terang juga, kabur Gusti. Gusti lupa, Wayan tak pernah belajar membaca.
Pengaruh faktor usia menyebabkan penglihatan Wayan sudah mulai kabur, sehingga dia tidak bisa membaca. Wayan adalah seorang laki-laki dapat dilihat pada dialog berikut: 114. WAYAN Kapan kau akan balik? Kenapa tergesa-gesa? Bape tidak marah Nyoman. Bape bersumpah lebih baik mati dimakan leak daripada memukul engkau. Kenapa tiba-tiba saja pulang?
38
Bape merupakan bahasa Bali, panggilan untuk laki-laki yang sudah tua, Bape ini memiliki arti paman dalam bahasa indonesia. b. Segi Sosiologi (Sosial) Ciri-ciri sosiologi yang melekat pada Wayan sebagai berikut: 1. Wayan merupakan teman dekat suami Gusti Biang, bisa dikatakan sebagai orang yang dipercaya oleh suami Gusti Biang karena Wayan merupakan orang yang ditugaskan untuk menemui ke 15 selirnya selama suami Gusti Biang masih hidup. Sudah bertahun-tahun tinggal bersama keluarga Gusti Biang, mengabdi sebagai abdi dalem. Dapat dilihat pada dialog berikut: 380. WAYAN (Dengan tegas) Tiyang tahu semuanya, tu Ngurah. Sebab tiyang yang telah mendampinginya setiap saat dulu. Sejak kecil tiyang sepermainan dengan dia, seperti tu Ngurah dengan Nyoman. Tiyang tidak buta huruf seperti disangkanya. Tiyang bisa membaca dokumen-dokumen dan surat-surat rahasia yang ada di meja kerjanya. Siapa yang membocorkan gerakan Ciung Wanara di Marga dulu? Nica-nica itu mengepung Ciung Wanara yang dipimpin oleh pak Rai, menghujani dengan peluru dari berbagai penjuru, bahkan dibom dari udara sehingga kawan-kawan semua gugur. Siapa yang bertanggung jawab atas kematian sembilan puluh enam kawan-kawan yang berjuang habis-habisan itu? Dalam perang puputan itu kita kehilangan Kapten Sugianyar, kawan-kawan tiyang yang paling baik, bahkan kehilangan pak Rai sendiri. Dialah yang telah berkhianat, dialah yang telah melaporkan gerakan itu semua kepada Nica.
Wayan telah lama mengetahui semua rahasia suami Gusti Biang tetapi Wayan menyimpan rahasia itu sejak lama, sampai pada akhirnya Wayan berani mengungkapkan karena sudah sepantasnya rahasia ini diketahui oleh Ngurah anak Gusti Biang.
39
2. Wayan adalah seorang seniman, pembuat patung dari kayu. Hal ini dapat dilihat pada kramagung berikut: KELIHATAN NYOMAN SEDANG MENYIAPKAN MAKAN MALAM UNTUK GUSTI BIANG. SEMENTARA WAYAN MENGAMPELAS PATUNG. ORIGINAL SOUNTRACK: WAYAN .. Wayaaaaaan .... NYOMAN MEMBERI ISYARAT KEPADA WAYAN.
Sudah berpuluh-puluh tahun wayan mengabdi, sehingga kegiatan yang ia lakukan adalah merawat Gusti Biang serta membuat patung. 3. Wayan merupakan abdi dalem pada keluarga Gusti biang, orang yang berpengaruh pada lingkungan keluarga Gusti Biang karena ia yang telah menjaga kepercayaan mendiang suami Gusti Biang dan yang menjaga Nyoman dan juga kepercayaan Ngurah. Wayan telah lama mengabdi pada Gusti Biang sampai tua, Wayan tidak menikah karena ia sangat mencintai Gusti Biang. Dialog berikut ini merepresentasikan hal tersebut: 349. WAYAN Ya, tiyang hantu, seperempat abad tiyang mengabdi di rumah ini karena cinta. Sekarang keadaan tambah buruk. Bape pergi tu Ngurah 406. WAYAN Tiyang menghamba di sini karena cinta tiyang kepadanya. Seperti cinta Ngurah kepada Nyoman. Tiyang tidak pernah kawin seumur hidup dan orang-orang selalu menganggap tiyang gila, pikun, tuli, hidup. Cuma tiyang sendiri yang tahu, semua itu tiyang lakukan dengan sengaja untuk melupakan kesedihan, kehilangan masa muda yang tak bisa dibeli lagi. (Memandang Ngurah dengan lembut. Tapi tiba-tiba ia teringat sesuatu dan kemudian berkata)
40
Tidak. Ngurah tidak boleh kehilangan masa muda seperti bape hanya karena perbedaan kasta. Kejarlah perempuan itu, jangan-jangan dia mendapatkan halangan di jalan. Dia pasti tidak akan berani pulang malammalam begini. Mungkin dia bermalam di dauh pala di rumah temannya. Bape akan mengurus ibumu. Pergilah cepat, kejar dia sebelum terlambat.
Cinta wayan kepada Ngurah tidak pernah hilang meskipun ia telah diskiti oleh Gusti Biang, bentuk rasa cintanya dia buktikan dengan tidak menikah dan mengabdi untuk meladeni Gusti Biang. c. Segi Psikologi Ciri – ciri yang melekat pada psikologi Wayan sebagai berikut : 1. Wayan merupakan orang yang setia, serta sabar dalam menangani sifat Gusti Biang yang selalu menginjak-injak harga diri Wayan. Ini disebabkan rasa cintanya yang teramat besar membuat ia tidak ingin terpisah. Sehingga ia mengabdi menjadi abdi dalem. Dapat dilihat pada dialog berikut: 406. WAYAN Tiyang menghamba di sini karena cinta tiyang kepadanya. Seperti cinta Ngurah kepada Nyoman. Tiyang tidak pernah kawin seumur hidup dan orang-orang selalu menganggap tiyang gila, pikun, tuli, hidup. Cuma tiyang sendiri yang tahu, semua itu tiyang lakukan dengan sengaja untuk melupakan kesedihan, kehilangan masa muda yang tak bisa dibeli lagi. (Memandang Ngurah dengan lembut. Tapi tiba-tiba ia teringat sesuatu dan kemudian berkata) Tidak. Ngurah tidak boleh kehilangan masa muda seperti bape hanya karena perbedaan kasta. Kejarlah perempuan itu, jangan-jangan dia mendapatkan halangan di jalan. Dia pasti tidak akan berani pulang malammalam begini. Mungkin dia bermalam di dauh pala di rumah temannya. Bape akan mengurus ibumu. Pergilah cepat, kejar dia sebelum terlambat.
Cinta yang ia miliki tak akan pernah hilang meskipun wayan telah tersakiti oleh Gusti Biang, dengan sengaja wayan menunggu Gusti Biang untuk bisa saling menyayangi. Wayan sangat setia sampai
41
ia tidak menikah karena cintanya kepadanya Gusti Biang yang mekin mendalam. 2. Sifat sabar yang melekat pada diri Wayan juga menjadikan sedikit rasa tertekan yang membuatnya ingin pergi dari rumah Gusti Biang. Dapat dilihat pada kutipan dialog berikut: 245. WAYAN Baik aku akan pergi sekarang. Aku akan menyusul Nyoman. Aku juga bosan di sini meladeni tingkah lakumu. Tapi sebelum aku pergi akan aku jelaskan tentang pahlawan gadungan itu. Gusti harus tahu ....
Wayan masih ingin mengabdi kepada Gusti Biang tetapi perlakuan Gusti Biang kepada wayan sedikit kasar diakibatkan katakata yang diucapkan Wayan membuat Gusti Biang marah dan mengusir Wayan. Wayan juga menerima karena ia sudah tidak sanggup meladeni tingkah Gusti Biang. d. Segi Moral Ciri-ciri yang melekat pada segi moral Wayan adalah sebagai berikut: 1. Wayan adalah orang yang menembak suami Gusti Biang dikarenakan suami Gusti Biang adalah seorang pengkhianat. Dapat dilihat pada dialog berikut: 397. WAYAN Tiyang selalu mendampinginya. Tiyanglah yang selalu dekat dengan dia, dan tiyang seorang gerilya. 398. NGURAH Lalu? 399. WAYAN (Pelan)
42
Aku telah sengaja melupakannya. Belanda itu memungutnya, tetapi tak tahu siapa yang menembaknya. (Membelai bedil) Tiyanglah yang menembaknya.
Wayan telah lama menyembunyikan rahasia ini, dan akhirnya dia harus mengatakan sebenarnya kepada Ngurah bahwa ayahnya adalah seorang musuh, penjilat dan pengkhianat. Maka Wayanlah yang telah membunuh suami Gusti Biang karena menjadi musuh Gerilya. 2. Wayan adalah orang yang mementingkan kepentingan bersama ia tidak ingin sendiri menyimpan kebohongan, yang selama ini ia pendam sendiri sehingga dia berani mengungkapkan apa yang seharusnya diketahui oleh Ngurah anak Gusti Biang, agar tidak terkekang dengan perbedaan kasta yang membedakan kedudukannya. Hal ini dapat dilihat pada kutipan dialog berikut: 405. WAYAN Tiyang menghamba di sini karena cinta tiyang kepadanya. Seperti cinta Ngurah kepada Nyoman. Tiyang tidak pernah kawin seumur hidup dan orang-orang selalu menganggap tiyang gila, pikun, tuli, hidup. Cuma tiyang sendiri yang tahu, semua itu tiyang lakukan dengan sengaja untuk melupakan kesedihan, kehilangan masa muda yang tak bisa dibeli lagi. (Memandang Ngurah dengan lembut. Tapi tiba-tiba ia teringat sesuatu dan kemudian berkata) Tidak. Ngurah tidak boleh kehilangan masa muda seperti bape hanya karena perbedaan kasta. Kejarlah perempuan itu, jangan-jangan dia mendapatkan halangan di jalan. Dia pasti tidak akan berani pulang malammalam begini. Mungkin dia bermalam di dauh pala di rumah temannya. Bape akan mengurus ibumu. Pergilah cepat, kejar dia sebelum terlambat. KEDUA LAKI-LAKI ITU SALING MEMANDANG, GUSTI BIANG TERPAKU DAN MERASA MALU SEKALI. WAYAN KASIHAN DAN MENDEKATI GUSTI BIANG. BEBERAPA SAAT KEMUDIAN WAYAN MEMANDANG NGURAH LAGI
43
Ngurah, sudah tahu semuanya. Ngurah sudah pantas mendengar itu. Tapi Jangan terlalu memikirkannya. Lupakan saja itu semua. Itu memang sudah terjadi tetapi sekarang setelah Ngurah tahu, hati kami merasa lega. Sekarang lupakan semua itu. Lupakan, jangan bersakit-sakit memikirkannya.
Wayan telah merasa bahwa Ngurah sudah harus mengetahui apa yang terjadi pada keluarganya yang selama ini dirahasiakan oleh Wayan dan ibunya Gusti Biang, sehingga dengan tanpa ragu Wayan memberitahukan kepada Ngurah, agar cinta dia tidak terbentur pada perbedaan kasta yang selama ini menyiksa diri Wayan. 3. Wayan terlibat perselingkuhan dengan Gusti Biang karena cinta mereka yang telah lama terpendam, sehingga Wayan adalah ayah biologis Ngurah anak dari Gusti Biang, dan juga sudah tidak mempercayai perbedaan kasta untuk mencari keturunan. Dapat dilihat pada dialog berikut: 401. WAYAN Diam! Diam! Sudah waktunya menerangkan semua ini sekarang. Dia sudah cukup tua untuk tahu. (Kepada Ngurah) Ngurah, Ngurah mungkin mengira ayah Ngurah yang sejati, sebab dia suami sah ibu Ngurah. Tapi dia bukanlah seorang pejuang. Dia seorang penjilat, musuh gerilya. Dia bukan lelaki jantan, dia seorang wandu. Dia memiliki lima belas orang istri, tapi itu hanya untuk menutupi kewanduannya. Kalau dia harus melakukan tugas sebagai seorang suami, tiyanglah yang sebagian besar melakukannya. Tapi semua itu menjadi rahasia ... sampai ... Kau lahir, Ngurah, dan menganggap dia sebagai ayahmu yang sebenarnya. Coba tanyakan kepada ibu Ngurah, siapa sebenarnya ayah Ngurah yang sejati. NGURAH TAK PERCAYA DAN MENGHAMPIRI IBUNYA YANG MULAI MENANGIS Dia pura-pura saja tidak tahu siapa laki-laki yang selalu tidur dengan dia. Sebab sesungguhnya kami saling mencintai sejak kecil, sampai tua Bangka ini. Hanya kesombongannya terhadap martabat kebangsawanannya menyebabkan dia menolakku, lalu dia kawin dengan bangsawan,
44
penghianat itu, semata-mata hanya soal kasta. Meninggalkan tiyang yang tetap mengharapkannya. Tiyang bisa ditinggalkannya, sedangkan cinta itu semakin mendalam.
Wayan sudah tidak bisa menutupi semua kebohongan suami Gusti Biang sehingga ia harus mengungkapkan kepada Ngurah kerena Ngurah harus mengetahui apa yang terjadi pada keluarganya. Perbedaan kasta telah menyiksa Wayan dan Gusti Biang, sehingga Wayan tidak mau Ngurah akan tersiksa juga akibat perbedaan kasta sehingga Wayan sudah tidak mempercayai perbedaan kasta yang memisahkan orang yang saling menyayangi. Hal ini dapat dilihat pada dialog berikut: 412. Wayan Kenapa Ngurah dicegah kawin? Kita sudah cukup menderita karena perbedaan kasta ini. Sekarang sudah waktunya pemuda-pemuda bertindak. Dunia sekarang sudah berubah. Orang harus menghargai satu sama lain tanpa membeda-bedakan lagi, bagaimana Gusti Biang?
Wayan sudah tidak mengganggap kasta itu penting, karena hanya membuatnya cukup menderita dengan perbedaan kasta itu. Seiring
dengan
perkembangan
zaman
perbedaan
kasta
pada
masyarakat Bali sudah tidak dipakai lagi. A.4 Analisis Tokoh Ngurah a. Segi Fisiologis (Fisik) Ngurah merupakan seorang laki-laki, kurus, berkulit hitam. Dapat dilihat pada dialog berikut:
45
258. GUSTI BIANG (Mengusap matanya tak percaya lalu terbelalak sambil tersenyum) Ngurah .. Ngurah, kenapa kau baru pulang, kau sudah lupa pada ibumu. Kurang ajar, aku telah dihina, direndahkan, leak. Kalau kau ada di rumah, mereka tidak akan berani. Semua orang sudah pergi, tak ada yang merawatku. Kamu jadi kurus hitam, seperti kuli.
Kulit Ngurah menjadi hitam, diakibatkan dia telah bekerja mencari uang dan untuk kebutuhan hidupnya. b. Segi Sosiologi (Sosial) Ciri-ciri sosiologi yang melekat pada Ngurah sebagai berikut : 1. Ngurah adalah anak semata wayang Gusti Biang, yang pergi melanjutkan studinya, Ngurah
mengirim surat kepada ibunya
memberikan kabar bahwa ia ingin berhenti sekolah dan meminta restu kepada ibunya untuk menikah. Hal ini dapat dilihat pada dialog berikut: 229. GUSTI BIANG Swatiastu, ibunda tercinta .... Kalau aku bilang tadi, kamu bilang sudah lima hari, apa saja yang aku katakan kamu lawan! Dewa Ratu, dengarlah Wayan. Betapa pinternya ia menghormati (Membaca lagi) dengan singkat ananda kabarkan bahwa ananda segera pulang. Ananda telah merencanakan berunding dengan ibu. Sudah masanya sekarang ananda menjelaskan. Meskipun ananda belum menyelesaikan pelajaran, bahkan mungkin ananda akan berhenti sekolah saja, sebab tak ada lagi gunanya. Ananda hendak menjelaskan kepada ibu bahwa ananda tidak bisa lagi berpisah lebih lama. Rahasia ini ananda simpan sejak lama. Supaya ibu tidak kaget nanti, akan saya terangkan bahwa ananda bermaksud, ananda bermaksud ... ananda bermaksud MENGULANG SAMBIL MENDEKATKAN LAMPU TEPLOK 230. WAYAN Bermaksud apa? 231. GUSTI BIANG Bermaksud, bermaksud ... 232. WAYAN Ya bermaksud apa? Baca terusnya Gusti Biang.
46
233. GUSTI BIANG (Tiba-tiba surat itu jatuh dari pegangannya) Jadi, dia benar-benar mau kawin dengan perempuan itu?
Surat yang dikirimkan Wayan membuat ibunya sangat marah juga malu karena anaknya hendak ingin menikahi perempuan yang menjadi pelayan ibunya,
membuat ibunya kaget membaca surat
tersebut. 2. Perempuan yang ingin dinikahi Ngurah berama Nyoman. Ngurah hendak meminta restu kepada ibunya, tetapi ibunya melarang hubungan mereka karena perbedaan kasta yang diyakini ibunya. Dapat dilihat pada dialog berikut: 235. GUSTI BIANG Tidak! Ini tidak boleh terjadi. Aku melarang keras, Ngurah harus kawin dengan orang patut-patut. Sudah kujodohkan sejak kecil dia dengan Sagung Rai. Sudah kurundingkan pula dengan keluarganya di sana, kapan hari baik untuk mengawinkannya. Dia tidak boleh mendurhakai orang tua seperti itu. Apapun yang terjadi dia harus terus menghargai martabat yang diturunkan oleh leluhur-leluhur di puri ini. Tidak sembarang orang dapat dilahirkan sebagai bangsawan. Kita harus benarbenar menjaga martabat ini. Oh, aku akan malu sekali, kalau dia mengotori nama baikku. Lebih baik aku mati menggantung diri daripada menahan malu seperti ini. Apa nanti kata Sagung Rai? Apa nanti kata keluarganya kepadaku? Tidak, tidak! (Wanita Itu Menjerit Dan Mendekati Wayan Dengan Beringas) Kau, kau biang keladi semua ini. Kau yang menghasut supaya mereka bertunangan. Kau sakit gede!
Menurut Ngurah perbedaan kasta sudah tidak diperlukan lagi dalam memilih pilihan hidup, sehingga ia merasa lebih nyaman jika menikahi wanita yang tidak sederajat dengannya tetapi baik dan
47
mengerti dengan dirinya. Perbedaan prinsip inilah yang membat ibunya sangat marah kepada Ngurah. c. Segi Psikologi Ciri-ciri psikologi yang melekat pada Ngurah sebagai berikut : 1. Ngurah memiliki watak yang keras kepala, karena perbedaan pendapat pada ibunya soal kasta yang masih diyakini ibunya. Dapat dilihat pada keinginannya untuk menikahi Nyoman, meskipun ia menentang ibunya. Hal ini dapat dilihat pada kutipan dialog-dialog berikut: 322. GUSTI BIANG Dia tidak pantas menjadi istrimu! Dia tidak pantas menjadi menantuku! 323. NGURAH Kenapa tidak ibu? Kenapa? Siapa yang menjadikan Sagung Rai lebih pantas dari Nyoman untuk menjadi istri? Karena derajatnya? Tiyang tidak pernah merasa derajat tiyang lebih tinggi dari orang lain. Kalau toh tiyang dilahirkan di purian, itu justru menyebabkan tiyang harus berhati-hati. Harus pintar berkelakuan baik agar bisa jadi teladan orang, yang lain omong kosong semua! (Gusti Biang Terbelalak Dan Mendekat) Tiyang sebenarnya pulang meminta restu dari ibu. Tapi karena ibu menolaknya karena soal kasta, alasan yang tidak sesuai lagi. Tiyang akan menerima akibatnya (Gusti Biang Menangis, Ngurah Bergulat Dengan Batinnya) Tiyang akan kawin dengan Nyoman. Sekarang ini soal kebangsawanan jangan di besar-besarkan lagi. Ibu harus menyesuaikan diri, kalau tidak ibu akan ditertawakan orang. Ibu ... 324. GUSTI BIANG Tinggalkan aku anak durhaka! Pergilah memeluk kaki perempuan itu! Kau bukan anakku lagi! Leluhurmu akan mengutukmu,kau akan ketulahan.
Sifat Ngurah yang menentang ibunya membuat ibunya marah, dan mengutuk Ngurah. Ngurah menentang diakibatkan ia sudah tidak
48
mempercayai lagi perbedaan kasta dan juga ia tidak suka dijodohkan karena ia ingin memilih pasangan hidupnya. 2. Ngurah memegang prinsip yang berbeda pada ibunya. Terlihat pada konflik tentang penghianatan suami Gusti Biang yang menyebabkan perdebatan antara Wayan, Ngurah dan Gusti Biang. Ia lebih mempercayai
Wayan
karena
semua
kata-kata
Wayan
lebih
meyakinkannya. 391. NGURAH Coba buktikan, buktikan kalau ayah saya seorang penghianat. Berikan bukti yang nyata, jangan hanya prasangka! 392. WAYAN (Menggeleng) Berikan bedil itu Tu Ngurah! 393. GUSTI BIANG Ayahmu ditembak Nica! 394. NGURAH (Membentak) Buktikan! 395. WAYAN Buat apa? 396. NGURAH Buktikan! 397. WAYAN Tiyang selalu mendampinginya. Tiyanglah yang selalu dekat dengan dia, dan tiyang seorang gerilya. 398. NGURAH Lalu? 399. WAYAN (Pelan)
49
Aku telah sengaja melupakannya. Belanda itu memungutnya, tetapi tak tahu siapa yang menembaknya. (Membelai bedil) Tiyanglah yang menembaknya. 400. NGURAH Bape? 401. GUSTI BIANG Tidak! Tidak! Tidak!
Semua perkataan Wayan membuat Ngurah terkejut dan Ngurah harus mengetahui apa yang sebenarnya terjadi karena memang seharusnya sudah mengetahui rahasia pada keluarganya. d. Segi Moral Ciri-ciri moral yang melekat pada Ngurah sebagai berikut : Ngurah adalah anak yang menentang ibunya karena perbedaan prinsip pada ibunya disebabkan oleh pendidikan. Ia memiliki tujuan untuk menyadarkan ibunya bahwa untuk memilih pasangan hidup tidak lagi diperlukan perjodohan pada tingkatan kasta yang sama, tentang kasta dan keturunan bangsawan tidak dilihat lagi pada zaman sekarang. Dapat dilihat pada dialog berikut: 322. NGURAH Kenapa tidak ibu? Kenapa? Siapa yang menjadikan Sagung Rai lebih pantas dari Nyoman untuk menjadi istri? Karena derajatnya? Tiyang tidak pernah merasa derajat tiyang lebih tinggi dari orang lain. Kalau toh tiyang dilahirkan di purian, itu justru menyebabkan tiyang harus berhati-hati. Harus pintar berkelakuan baik agar bisa jadi teladan orang, yang lain omong kosong semua! (Gusti Biang Terbelalak Dan Mendekat) Tiyang sebenarnya pulang meminta restu dari ibu. Tapi karena ibu menolaknya karena soal kasta, alasan yang tidak sesuai lagi. Tiyang akan menerima akibatnya
50
(Gusti Biang Menangis, Ngurah Bergulat Dengan Batinnya) Tiyang akan kawin dengan Nyoman. Sekarang ini soal kebangsawanan jangan di besar-besarkan lagi. Ibu harus menyesuaikan diri, kalau tidak ibu akan ditertawakan orang. Ibu ... 323. GUSTI BIANG Tinggalkan aku anak durhaka! Pergilah memeluk kaki perempuan itu! Kau bukan anakku lagi! Leluhurmu akan mengutukmu,kau akan ketulahan.
Meskipun Ngurah dikatakan anak durhaka ia tidak perduli, karena ia tidak merasa nyaman dengan lahir dengan keturunan bangsawan, dia sudah tidak merasa pantas lagi bahwa pernikahan dilihat dari keturunan kasta. B. Pembahasan Setelah melakukan analisis terhadap tokoh dalam naskah Bila Malam Bertambah Malam, ciri-ciri tokoh pada aspek fisiologis, psikologis, sosiologis dan moral telah terindentifikasi melalui temuan-temuan dalam naskah. Berikut ini disajikan elaborasi temuan penelitian pada keempat aspek tersebut sebagai wujud interpretasi peneliti. Pada naskah Bila Malam Bertambah Malam karya Putu Wijaya, Putu Wijaya mempresentasikan aspek fisiologis para tokoh dengan jelas, seperti yang telah dipaparkan dalam temuan penelitian. Bagian ini akan membahas aspek fisiologi masing-masing tokoh berdasarkan jenis dan warna kulit berikut interpretasi peneliti terhadap presentasi Putu Wijaya terhadap tokoh-tokoh tersebut dalam naskah. Tentang warna kulit, pada tokoh Gusti Biang tidak dijelaskan dalam naskah jenis dan warna kulitnya. Putu hanya menjelaskan dalam naskah bahwa tokoh
51
Gusti Biang berumur hampir 70 tahun. Maka dari itu, dapat diinterpretasikan bahwa Gusti Biang memiliki jenis kulit yang keriput sebagaimana seorang nenek pada umumnya. Oleh karena warna kulit tidak dapat terindentifikasi dalam naskah, peneliti menginterpretasi berdasarkan aktivitas tokoh Gusti Biang yang digambarkan dalam naskah. Gusti Biang dijelaskan bahwa ia sudah lama berpenyakit jantung dan hanya berkeseharian dalam rumah dengan duduk di kursi goyang sambil menyulam sarung bantal. Gusti Biang dapat digambarkan sebagai seorang nenek yang berkulit kuning langsat oleh karena aktivitas tokoh yang tidak pernah keluar rumah lagi sehingga ia tidak lagi terpapar sinar matahari. Tokoh Nyoman memiliki kulit berwarna kuning langsat (lihat dialog 171). Dalam naskah, tokoh Nyoman beraktivitas di dalam rumah dan sehari-hari merawat Gusti Biang untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan rumah tangga. Berbeda halnya dengan tokoh Ngurah yang mengalami perubahan warna kulit. Dalam dialog 258 jelas bahwa Ngurah berkulit hitam, akan tetapi kulit hitam tersebut merupakan hasil perubahan yang disebabkan dia bekerja keras untuk membiayai studinya. Ia tidak meminta biaya studi kepada orang tuanya sehingga ia bekerja keras untuk membiayai hidupnya. Pekerjaan apa pun ia lakukan sehingga membuat perubahan pada kulitnya. Tidak dijelaskan secara terang semula Ngurah berwarna kulit kuning atau sawo matang. Di sinilah Putu memberikan
kesempatan
kepada
pembaca
atau
seniman
teater
untuk
52
menginterpretasikan ciri fisik sang tokoh, bahwa pada awalnya Ngurah tidak berkulit hitam. Wayan berusia lebih tua dari Gusti Biang, yang dapat diinterpretasikan bahwa ia memiliki jenis kulit yang kurang lebih sama keriputnya dengan Gusti Biang. Khusus untuk warna kulit, tidak terindentifikasi secara jelas dalam naskah. Tokoh Wayan dapat diinterpretasikan sesuai dengan aktivitasnya sebagai abdi dalem sekaligus pembuat patung kayu. Jadi, selain keriput terdapat kemungkinan Wayan juga memiliki tekstur telapak tangan yang kasar akibat kontak dengan kayu dan alat pahat. Apabila diurutkan, usia masing-masing tokoh adalah: (1) Wayan: lebih dari 70 tahun; (2) Gusti Biang: hampir 70 tahun; (3) Ngurah: 20 tahun; dan (4) Nyoman: 18 tahun. Pada tokoh Gusti Biang dan Wayan, usia memiliki pengaruh pada kemampuan fisik lainnya seperti penglihatan yang sudah mulai kabur karena usia mereka yang sama-sama sudah tua. Suara sudah mulai berubah. Gusti Biang karena termakan usia, sudah menggunakan alat bantu jalan berupa tongkat. Akan tetapi, keseluruhan dialog tidak mengindikasikan bahwa usia kedua tokoh ini telah mempengaruhi kemampuan pendengaran mereka. Sedangkan pada tokoh Nyoman dan Ngurah yang masih berusia muda, tidak terdapat pengaruh pada mata dan suara. Nyoman seperti yang dijelaskan pada naskah memiliki tinggi badan yang lebih tinggi dari Gusti Biang. Selain Nyoman, ketiga tokoh lain tidak dijelaskan seberapa tinggi badan setiap tokoh. 53
Bentuk fisik yakni jenis rambut hanya dijelaskan pada tokoh Nyoman yang memiliki rambut lurus berwarna hitam. Kebiasaan pada masyarakat Bali untuk perawatan rambut mereka menggunakan minyak kemiri dan bunga kenanga. Tradisi ini sudah dilakukan secara turun temurun sehingga rambut masyarakat Bali memiliki ciri khas tersendiri. Tokoh Gusti Biang sudah tua berumur hampir 70 tahun berpengaruh pada rambut yang sudah berwarna putih (beruban), begitu juga pada tokoh Wayan. Ngurah yang dulunya memiliki badan yang sedikit gemuk kemudian berubah menjadi kurus diakibatkan ia merantau dan bekerja sambil studi. Tokoh Nyoman memiliki badan sedang, tidak gemuk dan tidak juga kurus. Dapat diinterpretasikan bahwa bentuk tubuh Gusti Biang sudah membungkuk karena usianya yang sudah lanjut. Hal ini ditandai dengan penggunaan tongkat oleh tokoh tersebut. Interpretasi ini tidak dapat dengan mudah dilekatkan ke tokoh Wayan oleh karena aktivitas fisiknya masih sangat dinamis yang ditandai oleh kegiatan mengamplas patung, memahat dan melakukan segala permintaan Gusti Biang. Aspek fisik lain yang ada pada tokoh Gusti Biang adalah bahwa memiliki penyakit jantung. Sehingga ia mengkonsumsi obat-obatan baik itu obat dari dokter ataupun dari dukun. Pada aspek psikologis keempat tokoh mempunyai karakteristik emosi yang berbeda-beda. Dibanding dengan tokoh lain, tokoh Gusti Biang mempunyai emosionalisme yang lebih menonjol. Sifat Gusti Biang yang perhitungan 54
menjadikan tabiat kikir sehingga semua biaya yang ia keluarkan untuk Nyoman ia catat secara terperinci begitu pula kepada anaknya Ngurah, semua barang yang dia berikan kepada Ngurah dihafalnya dengan baik. Sifat seperti inilah yang membuatnya angkuh dan menaruh rasa curiga berlebihan kepada Nyoman, setiap perhatian yang diberikan Nyoman selalu ditolaknya dan membalas dengan umpatan dan pukulan. Hal yang sama ia lakukan kepada Wayan meskipun Wayan lebih tua darinya ia selalu membentak Wayan dan mengumpatnya. Hal ini diakibatkan Gusti Biang takut rahasia yang disimpannya bersama Wayan akan terbeber kepada Nyoman dan Ngurah, sehingga ia memperlakukan Nyoman dengan tidak wajar begitu pula pada Wayan. Gusti Biang tidak bisa menahan emosinya sehingga begitu mudahnya mengeluarkan kata-kata kasar kepada Ngurah anaknya sendiri, karena ia merasa Ngurah telah menentang keinginannya yang telah menjodohkan Ngurah kepada Sagung Rai. Karakteristik emosi Gusti Biang ikut mempengaruhi emosi tokoh Nyoman. Pada mulanya, Nyoman cukup sabar menghadapi Gusti Biang karena menaruh rasa hormat kepada orang yang telah merawatnya dari kecil, ia juga menghargai perbedaan kasta yang ada pada keluarga Gusti Biang. Hal ini membuatnya merasa tepat untuk tidak lagi merendahkan dirinya dan memutuskan untuk keluar dari rasa tertekan dengan cara memberontak kepada Gusti Biang dan membantah setiap perkataan yang diucapkan oleh Gusti Biang. Setiap perkataan yang diucapkan Gusti Biang membuat Nyoman merasa bahwa dia sudah diperlakukan seperti binatang, cukup baginya untuk diinjak-injak. Selama ini Nyoman 55
bertahan hanya karena permintaan dari Ngurah untuk menunggu sampai ia pulang studi. Tetapi karena Nyoman tidak bisa menyeimbangi sifat Gusti Biang membuatnya ingin keluar dari rumah. Tokoh Wayan teridentifikasi sebagai tokoh yang memiliki sifat sabar. Sabar dalam mengadapi segala hal, termasuk dalam melayani Gusti Biang meskipun ia selalu diperlakukan kasar oleh Gusti Biang. Hal ini juga dipengaruhi rasa cinta yang telah lama Wayan simpan kepada Gusti Biang. Tetapi sifat Gusti biang yang angkuh membuat Wayan susah untuk menyeimbanginya. Pada akhirnya Wayan menceritakan semua rahasia Gusti Biang kepada anaknya Ngurah bahwasanya pembunuh ayahnya yang bernama I Gusti Ngurah Ketut Mantri adalah Wayan, abdi dalam keluarganya. Wayan pun sebenarnya adalah ayah biologis Ngurah, buah perselingkuhannya dengan Gusti Biang. Ngurah yang telah pergi merantau untuk melanjutkan studi membuat cara berpikir menjadi berbeda dengan ibunya Gusti Biang sehingga ia menentang ibunya dalam hal memandang perbedaan kasta dalam kebudayaan Bali. Setiap tokoh memiliki emosi yang berbeda-beda, sehingga sangat berpengaruh pada setiap tokoh, ketika emosi Nyoman sudah mulai memuncak pada saat sedang berdialog dengan Gusti Biang keduanya saling berdebat dan sama-sama mempertahankan argumennya. Di sisi lain, Wayan mencoba menetralisir keadaan tersebut, tetapi Wayan menjadi sangat terkejut dengan perhitungan yang dibuat oleh Gusti Biang dan menjadikannya tidak dapat menahan keinginan Nyoman untuk pergi. 56
Pada adegan kelima, terjadi perdebatan antara Ngurah dengan Wayan tentang kematian I Gusti Ngurah Ketut Mantri yang menurut Wayan menjadi pengkhianat negara yang membocorkan rahasia gerilya NICA. Hal ini membuat Ngurah naik pitam ketika mengetahui ayahnya dibunuh oleh Wayan. Kemarahan Ngurah menjadi redam karena Wayan mengatakan bahwa ia adalah ayah kandungnya, Ngurah terkejut dan Gusti Biang yang awalnya mencegah dan menghasut Ngurah untuk tidak mendengarkan kata-kata Wayan, akhirnya menjadi malu dan terdiam diakibatkan kebenaran telah diketahui anaknya. Perubahan watak pada tokoh dapat dilihat pada tokoh Gusti Biang yang awal lakonnya memiliki emosionalisme yang tinggi atau angkuh, berubah menjadi netral ketika rahasianya terbongkar. Ketika Wayan menceritakan rahasia itu kepada Ngurah, sehingga Gusti Biang menjadi sangat malu kepada anaknya dan akhirnya merelakan anaknya untuk mencari jodohnya sendiri tanpa terikat pada kasta. Seperti halnya pada tokoh Nyoman dan Wayan, kedua tokoh yang dulunya sangat telaten melayani Gusti Biang menjadi memberontak karena perlakuan Gusti Biang yang tidak wajar terutama pada Nyoman. Nyoman menjadi tertekan dan berani melawan Gusti Biang dengan membalikkan semua kata-kata yang dituduhkan kepadanya. Sempat terjadi perubahan emosi ketika Ngurah bercerita dengan Wayan, terjadi perdebatan diakibatkan Ngurah tersinggung dengan kata-kata Wayan yang menurutnya menjelek-jelekan almarhum ayahnya. Tetapi emosi Ngurah bisa 57
terkendali kerena perkataan yang diucapkan Wayan adalah benar sehingga Ngurah menjadi terkejut dan akhirnya bisa menerima rahasia keluarganya yang baru ia ketahui setelah berumur 20 tahun. Eksistensi kasta pada masyarakat Bali sekarang sudah tidak dilihat lagi perbedaannya. Konon stratifikasi sosial ini merupakan bentuk interpretasi terhadap catur warna dalam ajaran Hindu. Semula warna yang membagi masyarakat ke dalam kelompok Brahmana (agamawan), Ksatria (pejuang atau orang pemerintahan), Waisya (pedagang) dan Sudra (buruh), bermaksud untuk membagi masyarakat ke dalam kelompok berdasarkan fungsinya dalam masyarakat. Kemudian terjadi pergeseran persepsi yang menempatkan catur warna sebagai bentuk stratifikasi sosial secara vertikal yang mana satu kelompok kemudian memposisikan diri lebih tinggi dibanding yang lain (Rudi, 2011:1) Pada naskah Bila Malam Bertambah Malam karya Putu Wijaya, isu ini menjadi konflik. Oleh karena kasta telah berfungsi secara vertikal, maka anggota masyarakat dalam masing-masing kasta memiliki pemikiran dan kondisi psikologi yang berbeda secara vertikal pula. Putu menempatkan tokoh Gusti Biang sebagai representasi dari hal ini, dimana kondisi psikologi Gusti Biang yang menganggap diri pantas mendominasi peran dan kedudukan tokoh lain dalam masyarakat (dalam hal ini orang-orang dalam puri). Kedudukan tokoh Gusti Biang yang tinggi inilah yang membuat tokoh ini menjadi pengontrol cerita berikut konflik yang ada di dalamnya. Paham ketimuran yang cenderung menempatkan orang yang lebih tua dalam strata sosial yang lebih tinggi, 58
digambarkan oleh Putu melalui perlakuan tokoh Ngurah, Nyoman dan Wayan yang menghormati Gusti Biang dalam keluarga. Gusti Biang juga merupakan representasi pemikiran yang coba dikuak oleh Putu untuk kemudian ditubrukkan dengan pemikiran oleh tokoh lain. Pemikiran Gusti Biang mewakili kebanggaan generasi tua terhadap betapa pentingnya kasta dalam kehidupan bermasyarakat di Bali. Kebanggaan yang lahir dari transformasi pemahaman catur warna yang mestinya bersifat egaliter, menjadi kedudukan yang diwariskan turun temurun dan tidak bisa tidak, mesti dipertahankan agar kedudukan yang sudah berada dalam “zona nyaman” tidak tergeser. Pemahaman inilah yang ditumbukkan oleh Putu dengan pemahaman lain oleh tokoh lain yang merupakan representasi pemahaman generasi yang berbeda, yakni generasi muda yang diwakili oleh Ngurah dan Nyoman. Meski mewarisi kasta yang tinggi, Ngurah tidak begitu saja menganggap kasta tersebut sebagai bentuk pengkotak-kotakan terhadap anggota masyarakat yang lantas membatasi hak-hak hidup masing-masing anggota masyarakat. Demikian pula Nyoman yang meskipun menyadari kastanya yang rendah, tidak lantas menerima begitu saja hak-haknya yang dibatasi oleh Gusti Biang. Zaman telah bergeser, demikian pula cara hidup masyarakat pada zaman itu. Akan tetapi, Putu merespon pergeseran tersebut dengan memberi tahu kepada pembaca bahwa apa yang telah dilahirkan oleh generasi pendahulu, apa yang telah menjadi kebanggaan secara turun temurun tidak bisa diubah semudah membalik telapak tangan. Generasi tua yang berusaha mempertahankan 59
kedudukannya dalam masyarakat, tidak akan dengan muda menerima keturunan mereka untuk menghadirkan orang dari kasta berbeda menjadi anggota keluarga. Atas alasan itulah Putu menghadirkan tokoh Gusti Biang yang memiliki pemahaman yang kaku dan tidak mengizinkan Nyoman, seorang Sudra untuk sepenuhnya menjadi anggota keluarga. Tidak hanya Putu yang mengangkat isu perbedaan kasta ini. Penulis Bali lain juga ikut memberikan pandangan serupa. Oka Rusmini yang juga intens mengeksplor nuansa Bali dalam karyanya, mengangkat isu ini dengan sudut pandangnya selaku perempuan Bali. Dalam kumpulan cerpennya Sagra (2013) Oka secara terang-terangan mengangkat isu perbedaan kasta sebagai pengganjal besar dalam kehidupan keluarga. Salah satu cerpen dalam kumpulan ini ia beri judul Putu Menolong Tuhan, menceritakan seorang wanita bernama Ratih yang berkasta Waisya menikah dengan lelaki berkasta Sudra harus rela meninggalkan kehidupannya yang mewah. Semula Ratih terbiasa hidup dengan dilayani oleh wang jero, pembantu rumah tangga, sebelum akhirnya ia menikah dan kemudian dikucilkan oleh keluarganya juga oleh keluarga suaminya. Subagia (2012: 1) berpendapat bahwa seiring perkembangan jaman, mestinya kasta tidak lagi menjadi penghalang dalam kehidupan masyarakat Bali. Akan tetapi sebagian kelompok, utamanya yang berkasta tinggi masih mempertahankan pemahaman terhadap perbedaan kasta ini. Putu Wijaya sendiri secara langsung mengungkapkan penolakan terhadap pengkotak-kotakan strata sosial ini melalui tiga tokoh dalam naskah Bila Malam Bertambah Malam, yakni 60
Ngurah, Nyoman dan Wayan. Hanya tokoh Gusti Biang yang menjadi perwakilan kelompok yang menganggap perbedaan kasta adalah hal yang penting dalam berkehidupan di Bali. Akan tetapi, Gusti Biang sendiri tidak dapat membohongi diri dengan menaati pemahaman tersebut. Dalam naskah tersebut, Gusti Biang justru melakukan perselingkuhan dengan Wayan, pelayannya sendiri yang notabene memiliki kasta yang lebih rendah. Pada bagian lain tulisannya Subagia menjelaskan bahwa hingga kini terdapat masalah yang cukup serius pada masyarakat Bali mengenai pernikahan antar kasta yang dianalogikan dengan pernikahan beda agama dalam Islam. Hal ini cukup menciptakan kesenjangan sosial pada masyarakat Bali yang oleh Putu digambarkan dengan jelas dalam naskahnya. Pada bagian akhir naskah ini, Putu seperti memberikan pesan kepada pembaca tentang pentingnya mengevaluasi kembali isu perbedaan kasta ini. Pada bagian akhir naskah terjadi perubahan pemikiran pada tokoh Gusti Biang yang semula menolak dengan keras rencana pernikahan anaknya, Ngurah dengan Nyoman, perempuan berkasta Sudra. Terjadi kesamaan paham tokoh-tokoh dalam naskah ketika cerita mencapai resolusi di akhir naskah, dimana peran Wayan yang telah membeberkan rahasia keluarga Gusti Biang kepada Ngurah menjadi penentu alur cerita. Dari keempat tokoh, hanya satu tokoh yang pro dengan isu perbedaan kasta yakni tokoh Gusti Biang. Ia pun memilih untuk menjodohkan Ngurah dengan Sagung Rai, yang memiliki kasta sederajat dengan Gusti Biang karena
61
menurutnya sudah sepantasnya bagi Ngurah untuk tidak menambah anggota keluarga dengan orang yang memiliki kasta lebih rendah. Ngurah, Nyoman, Wayan merupakan tokoh yang kontra dengan tingkatan kasta yang ada pada masyarakat Bali. Wayan sudah cukup merasa tersiksa dengan adanya tingkatan kasta pada masyarakat Bali yang menyebabkan cintanya kepada Gusti Biang terhalang. Gusti Biang kemudian malah menikah dengan I Gusti Ngurah Ketut Mantri, sahabat Wayan yang memiliki kasta yang sederajat dengan Gusti Biang, Meskipun I Gusti Ngurah Ketut Mantri telah lama meninggal Wayan tetap mencintai Gusti Biang dan memutuskan untuk tidak menikah. Hal ini yang menyebabkan Wayan kontra dengan perbedaan kasta, ketika Ngurah dan Nyoman saling mencintai Wayan sangat mendukung, meskipun Ngurah berasal dari kasta Waisya sedangkan Nyoman berasal dari kasta Sudra. Putu Wijaya menempatkan tokoh Wayan sebagai pembawa solusi terhadap konflik yang terjadi dalam naskah ini walaupun dengan cara membeberkan rahasia yang telah lama ia simpan. Seperti ada harapan besar di pikiran Putu kepada masyarakat Bali secara luas untuk pelan-pelan menghilangkan kesenjangan sosial yang diakibatkan oleh perbedaan kasta. Ada pesan bahwa peristiwa dan konflik dalam naskah Bila Malam Bertambah Malam hanyalah potongan kecil dari cerita “besar” yang terjadi pada masyarakat Bali secara luas. Solusi yang diberikan Putu pun agaknya hanya gambaran sekaligus harapan yang hanya bisa terwujud jika masyarakat Bali pada khususnya dan masyarakat 62
Indonesia pada umumnya mau menyatukan pendapat dan pemahaman mengenai norma sosialnya yang kemudian mewujud harmoni. Mengacu pada Subagia (2012:1) perbedaan kasta juga berpengaruh kepada perlakuan dan sikap antar anggota masyarakat. Orang-orang berkasta rendah mesti menggunakan bahasa halus dan bersikap sopan kepada yang lebih tinggi kastanya, tapi tidak berlaku sebaliknya. Hal ini amat jelas terlihat dalam naskah Bila Malam Bertambah Malam karya Putu Wijaya, yang diwakili oleh tokoh Gusti Biang. Perlakuan Gusti Biang kepada Nyoman terbilang kasar, tapi Nyoman selalu merespon itu dengan sabar oleh karena kesadarannya akan posisinya sebagai perempuan berkasta rendah. Dengan memperhatikan adegan ini, masyarakat di luar Bali bisa saja beranggapan bahwa masyarakat Bali secara umum tidak egaliter. Kesempatan dan keleluasaan hidup sebagai masyarakat Bali yang notabene terlahir dalam kondisi yang sama sebagaimana manusia lain dalam sistem kemasyarakatan di daerah lain, justru menjadi sangat terbatas oleh eksistensi kasta. Selain disebabkan oleh perbedaan kasta, perlakuan antar tokoh dalam naskah Bila Malam Bertambah Malam juga dipengaruhi oleh posisi tokoh dalam keluarga. Hal ini terlihat pada hubungan tokoh Gusti Biang dengan Nyoman, sang pelayan. Gusti Biang memiliki sifat hipokrit atau munafik yang membuatnya memperlakukan Nyoman dan Wayan secara tidak wajar. Ia takut rahasianya akan terbongkar sehingga sifatnya juga menjadi sangat angkuh karena merasa orang yang paling tinggi derajatnya. Awalnya Nyoman sangat 63
menghormati Gusti Biang karena posisi Gusti Biang yang lebih tua darinya dan juga ia ingin membalas budi karena telah disekolahkan, tetapi perlakuan Gusti Biang yang tidak wajar terhadapnya membuatnya sedikit merasa tertekan dan pada akhirnya Nyoman memberontak dan membalas semua perlakuan dengan kata-kata umpatan yang ia lontarkan kepada Gusti Biang. Ini merupakan bentuk ekspresinya yang membuatnya menjadi berani untuk segera keluar dari rumah Gusti Biang karena sudah cukup baginya untuk sabar dan menerima umpatan yang tidak sepantasnya ia dengarkan. Selanjutnya dapat ditinjau perlakuan Gusti Biang kepada Wayan, pelayannya. Perlakuan Gusti Biang yang kurang wajar, membuat Wayan akhirnya berani untuk mengutarakan semua rahasia perselingkuhannya dengan Gusti Biang kepada Ngurah. Hal serupa juga terjadi pada perlakuan Gusti Biang terhadap Ngurah, dimana Gusti Biang menentang untuk merestui hubungan Ngurah dengan Nyoman. Perlakuan yang membuat perdebatan akibat perbedaan pemikiran tentang kasta, membuat Gusti Biang sangat marah dan mengeluarkan kata-kata kasar terhadap Ngurah. Gusti Biang adalah tokoh yang paling tinggi dan paling kuat posisinya dalam keluarga, yang secara moral menjadi orang yang paling dituakan dan dihormati oleh tokoh-tokoh lain. Akan tetapi, perlakuannya yang sebegitu rupa membuat tokoh lain mengalami tekanan untuk kemudian secara terang-terangan menentangnya.
64
Perbedaan kasta yang terdapat pada masyarakat Bali sudah tidak perlu dipandang lagi sebagai hal yang krusial untuk dipertahankan. Terdapat banyak perlakuan yang diskriminatif oleh masyarakat berkasta tinggi kepada yang lebih rendah. Dalam naskah ini, Putu mengambil sudut pandang pernikahan sebagai contoh konkrit pengaruh negatif adanya pembagian masyarakat Bali ke dalam kasta. Pada realita di Bali, sudah lazim terjadi pernikahan antar kasta tapi perlakuan tetap saja mengalami pengkotak-kotakan. Perempuan berkasta rendah yang menikah dengan lelaki berkasta tinggi bisa saja mendapatkan kebanggaan bahkan penghidupan yang layak karena kastanya menjadi naik mengikuti suaminya, akan tetapi perlakuan yang ia dapatkan tidak jarang tetap saja direndahkan oleh keluarga pihak suami. Melalui naskah ini, Putu Wijaya menyampaikan kepada pembaca akan pentingnya kesamaan derajat dalam bermasyarakat. Ada efek yang meluas yang diakibatkan oleh perbedaan kasta. Bukan hanya pada persoalan kesempatan untuk menikah dengan orang beda kasta, tapi juga membias pada isu perlakuan terhadap perempuan, bahkan mungkin akan melebar pada kesempatan mengakses pendidikan dan hak untuk memilih dan dipilih dalam proses berdemokrasi. Pada dasarnya Bali adalah bagian dari Indonesia, masyarakat Bali pun adalah bagian dari bangsa Indonesia yang meyakini kemanusiaan yang berkeadilan dan demokratis. Ada pun jika pembagian kasta adalah bagian dari budaya Bali, mestinya diinterpretasikan dengan lebih luas dan tidak menyempit pada diskrimasi antar strata sosial. 65
Berdasarkan uraian yang telah dielaborasikan pada bagian sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa naskah Bila Malam Bertambah Malam karya Putu Wijaya, mengangkat cerita tentang tingkatan kasta yang
kemudian menjadi
konflik dalam naskah. Perbedaan kasta telah memicu pro kontra yang menyebabkan terungkapnya dua rahasia yang disembunyikan oleh Gusti Biang dan Wayan. Setiap tokoh memiliki karakteristik yang berbeda-beda, baik dari segi fisiologis, psikologis, sosiologis dan moral. Pada segi fisiologis tokoh dapat diklasifikasikan bahwa tokoh yang paling tua adalah Wayan dan Gusti Biang dan tokoh muda adalah Ngurah dan Nyoman. Dari segi psikologis tokoh yang sangat berpengaruh
pada
kejiwaan
tokoh
lain
adalah
Gusti
Biang
karena
emosionalismenya yang sangat tinggi dan susah dikendalikan, sedangkan tokoh lain memiliki emosional yang bisa dikendalikan walaupun pada akhirnya meledak oleh karena tekanan yang dilakukan oleh Gusti Biang. Dari segi sosiologis, tokoh Gusti Biang sangat mendukung pada tingkatan kasta, sedangkan tokoh lainnya menentang. Dari segi moral, tokoh Gusti Biang justru melanggar norma yang ia yakini dan melakukan perselingkuhan dengan pelayannya yang berkasta lebih rendah. Singkatnya, Putu Wijaya menempatkan setiap tokoh dengan fungsi peran yang berbeda-beda dan saling berhubungan dan bahkan bertumbukan satu sama lain.
66