Analisis Karakter dalam Naskah Bila Malam Bertambah Malam Karya Putu Wijaya Oleh: Melda Silvia Muntu PendidikanSendratasik Abstrak Melda Silvia Muntu, 2013. Analisis Karakter Tokoh Dalam Naskah Bila Malam Bertambah Malam (1970) karya Putu Wijaya. Skripsi Program Studi Pendidikan Seni Drama, Tari, dan musik, Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas Negeri Gorontalo.
Tokoh adalah pemeran dalam naskah yang menyampaikan pesan. Setiap tokoh memiliki watak-watak tertentu, yang mempunyai peran penting dalam pertujukan untuk menyampaikan pesan. karakter tokoh didasarkan pada tokoh, karena tokoh yang menggerakkan alur cerita maka penokohan harus didasarkan pada pesan yang akan disampaikan dan memiliki karakter yang sesuai. Penelitian ini bertujuan untuk Untuk menganalisis dan mengetahui karakter dalam Naskah Bila Malam Bertambah Malam(1970) karya Putu Wijaya. Berdasarkan aspek sosiologis, psikologis dan fisiologis.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif-analitis. Yakni menguraikan data, hal ini diterapkan sesuai sesuai dengan kebutuhan peneliti. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan Studi Pustaka Sebelum melakukan penelitian, peneliti melakukan studi pustaka, dalam studi pustaka ini peneliti mengkaji teori, pendapat, serta temuan penelitian, buku, jurnal hasil penelitian dan lain sebagainya
Hasil penelitian ini membahas tentang Analisis Karakter Tokoh Dalam Naskah Bila Malam Bertambah Malam (1970) karya Putu Wijaya. Setiap tokoh yang akan di analisis melalui aspek Fisiologis, Psikologis dan Sosiologis.
Kata kunci : Analisis Karakter Tokoh, Naskah Bila Malam Bertambah Malam (1970) karya Putu Wijaya.
I Teater merupakan salah satu karya seni yang bersentuhan dengan realita kehidupan. Kehidupan yang berjalan dalam rentang waktu yang panjang dan regang kemudian dipadatkan ke bentuk cerita dalam teater. Cerita inilah yang kemudian dikemas dalam bentuk naskah.Suwardi (2011:37) mengemukakan bahwa naskah drama merupakan satu kesatuan teks yang membuat kisah. Naskah yang akan dipentaskan hendaknya mempunyai ide-ide yang logis untuk dipertunjukkan karena naskah merupakan sumber bagi para aktor untuk melakukan peran. Kisah dalam naskah memiliki peran penting dalam penokohan yang menyampaikan pesan kepada penonton. Pertunjukan drama dengan aturan-aturan di dalamnya mempunyai keterkaitan erat dengan naskah. Naskah merupakan hal yang terpenting karena berfungsi sebagai penentu alur cerita dalam pertujukan, juga sebagai pedoman aktor untuk melakukan akting. Saat ini, naskah merupakan hal terpenting agar apa yang akan disampaikan di atas panggung/pertujukan menjadi terarah. Ibaratnya, naskah bagi para aktor sama pentingnya dengan peta atau kompas bagi pelaut atau pendaki gunung. Naskah drama merupakan satu kesatuan teks yang membuat kisah, Ketika naskah yang akan dipentaskan juga harus mempunyai ide-ide yang logis untuk dipertunjukkan karena naskah merupakan sumber aktor untuk melakukan peran. Kisah dalam naskah yang memiliki peran penting dalam penokohan yang menyampaikan pesan kepada penonton (Suwardi 2011:37). Naskah merupakan petunjuk bagi aktor yang akan melakukan peran, aktor harus dapat memahami tokoh baik dari segi fisiologi, sosiologi, psikologi, moral maupun histori naskah. Menelaah naskah dapat membuat para pemain mengerti akan karakteristik tokoh yang ada di dalam naskah. Fungsi pertama pada naskah lakon adalah memberi inspirasi kepada para seniman penafsir, fungsi kedua adalah memasok kata-kata yang diucapkan oleh si aktor (Anirun, 2002:58).
II Para aktor teater berusaha memerankan tokoh dalam naskah yang berfungsi sebagai mediator pesan. Setiap tokoh memiliki watak-watak tertentu, yang mempunyai peran penting dalam pertujukan untuk menyampaikan pesan. Unsur karakter yang dalam drama disebut tokoh. Tokoh adalah bahan aktif untuk menggerakkan alur lewat penokohan ini pengarang dapat menggungkapkan alasan logis terhadap tingkah laku tokoh. Tokoh-tokoh inilah yang membawakan tema dalam keseluruhan rangkaian latar alur di samping itu, perwatakan atau penokohan itulah yang menjadi inti lakon. Hal ini disebabkan tokoh menjalin alurnya sendiri. Oemarjati (dalam Dewojati 2010:169). Penulis naskah menciptakan tokoh dengan watak yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya, sehingga terciptalah karakter tokoh yang unik.Tokoh orang gila, depresi, congkak, pemurung dan lain-lain sengaja diciptakan untuk memberi variasi dalam kehidupan pada naskah.Jika tokoh memiliki watak yang sama maka naskah akan menjadi sangat membosankan. Berbicara tentang naskah berhubungan juga dengan tokoh, dimana tokoh yang memiliki peran penting dalam menyampaikan dialog tokoh. Dialog yang disampaikan
dapat
juga
menggambarkan
tokoh
yang
memiliki
karakteristikpsikologis yang berbeda-beda. Naskah juga dapat menjadi panduan deskripsi fisik dan usia tokoh untuk mempermudah aktor untuk menginterpretasi cerita. Lingkungan masyarakat, kebiasaan-kebiasan yang dilakukan setiap individu dan kehidupan sosial sangat berpengaruh terhadap pembentukan karakter dalam naskah.Para penulis naskah akan mengemas citra yang ditangkap oleh inderanya yang kemudian dituliskan berdasarkan pemahaman atau pemikirannya. Hal
ini
dapat
dilihat
dalam
naskah
Bila
Malam
Bertambah
Malam(1970)karyaPutu Wijaya. Naskah ini menceritakan tentang kehidupan di Bali yang mempermasalahkan tentang kasta yang harus tetap dipertahankan hingga saat ini sehingga terjadi perbedaan pendapat antara ibu dan anak. Dalam naskah ini, tokoh Gusti Biang hendak menjodohkan Ngurah, anaknya kepada Sagung Rai yang memiliki kasta yang sama yakni kasta Waisya. Sementara itu, Ngurah justru mencintai Nyoman, seorang pelayan yang
mempunyai kasta yang lebih rendah darinya yakni kasta Sudra. Atas keinginan besarnya untuk menikahi Nyoman, Ngurah membangkang dan menentang kehendak ibunya yang berkeras dengan pernikahan sesama kasta. Akan tetapi, di tengah kerasnya pemahaman tokoh Gusti Biang tentang kasta, hadirlah tokoh Wayan, seorang pelayan yang diceritakan pernah memiliki hubungan gelap dengan Gusti Biang. Wayan adalah teman almarhum suami Gusti Biang yang mengetahui semua kisah hidup suami Gusti Biang yang dirahasiakan oleh Gusti Biang dari anaknya Ngurah. Tokoh Wayan menjadi pengontrol jalan cerita atas kemunculannya dalam membeberkan rahasia yang dipendamnya sekian lama. Bahwasanya ia memiliki hubungan dengan Gusti Biang yang juga menjelaskan bahwa ia adalah ayah biologis Wayan. Pada bagian inilah tokoh-tokoh dalam cerita menemukan titik temu. Gusti Biang yang semula sangat kaku pandangannya tentang kasta akhirnya menjadi luluh juga. Sebab apa mau dikata, ia pun telah menjalani hubungan beda kasta secara sembunyi-sembunyi. Ngurah, sang anak, akhirnya mendapat restu untuk menikahi Nyoman. Sangat jelas bahwa naskah ini sangat kental berkaitan dengan budaya masyarakat Bali. Akan tetapi yang menjadi fokus pembahasan dalam tulisan ini adalah hasil analisis terhadap tokoh-tokoh dalam naskah ditinjau dari segi fisiologi, sosiologi, psikologi, dan moral yang dapat dijabarkan sebagai berikut: 1.
Gusti Biang GustiBiangmerupakanseorang perempuan tua, janda, penglihatannya mulai kabur, suka marah-marah. Ia marah-marah dengan cara membentak orang yang dimarahinya. Pengaruh usia yang mulai lanjut berdampak pada penglihatan yang sudah mulai kabur, sehingga biasanya orang tua sudah menggunakan alat bantu kacamata untuk melihat.Panggilan ibu merupakan panggilan anak kepada orang tua perempuan. Gusti Biang memiliki ciri-ciri fisik berusia lanjut, umur manusia yang dikatakan usia lanjut dari usia 60 ke atas, Orang yang sudah tua fisiknya sudah mulai renta, rambut sudah memutih, dan badan sudah sedikit bongkok, kulit keriput, dan suara sudah mulai berubah. Gusti
Biang memiliki sakit jantung, yang telah lama dia alami membuat dia harus mengkonsumsi obat-obatan. Gusti Biang merupakan istri dari I Gusti Ngurah Ketut Mantri, seorang bangsawan yang mempunyai 15 orang selir atau istri. Gusti Biang merupakan salah satu istri I Gusti Ketut Mantri yang masih setia, dan masih mengingat
mendiang
meninggal.Gusti
Biang
suaminya
meskipun
memiliki
seorang
suaminya anak
telah
laki-laki
lama
bernama
Ngurah.Ngurah merupakan anak Gusti Biang semata wayang, yang pergi merantau untuk melanjutkan studi. Gusti Biang juga terlibat dalam sebuah perselingkuhan dengan Wayan. GustiBiangterlibatperselingkuhandenganWayankarenamerekaberduasalingme ncintaisedarikecil
hinggadewasa,
sampaipadasaat
GustiBiangmenikah.
Wayan juga adalah kekasih Gusti Biang dan merupakan teman dekat suami Gusti Biang. Wayan yang menggantikan posisi suami Gusti Biang untuk menemui selir-selirnya karena suami Gusti biang adalah seorang wandu (banci). Terjadilah perselingkuhan dan akhirnya mereka berdua memiliki seorang anak laki-laki bernama Ngurah. Gusti Biang mengadopsi seorang anak perempuan bernama Nyoman yang diperlakukan layaknya pelayan. Nyoman merupakan anak yang diadopsi oleh Gusti Biang, yang selama ini ia perlakukan sebagai pembantu untuk melayani dirinya tanpa ia beri upah, akan tetapi biaya hidup Nyoman ditanggung Gusti Biang. Atas dasar itu perlakuan Gusti Biang terhadap Nyoman sangat semena-mena. Gusti Biang masih memegang teguh tentang tingkatan kasta yang ada pada masyarakat Bali, sehingga dia tidak akan menerima perempuan yang memiliki kasta rendah untuk menjadi istri anaknya, hal ini dapat dilihat pada sikap Gusti Biang setelah mengetahui hubungan cinta antara Ngurah dan Nyoman. Ada empat pembagian kasta pada masyarakat Bali, yaitu: kasta Brahmana, Ksatria, Waisya, dan Sudra. Kasta Brahmana merupakan kasta
tertinggi pada masyarakat Bali dimana kasta ini merupakan kasta yang dimiliki oleh para
Pendeta atau orang suci, kemudian kasta Ksatria
merupakan pahlawan-pahlawan dan juga sederajat dengan profesi TNI dan Polri, kemudian kasta Waisya merupakan kasta menengah yang dimiliki oleh para pedagang, saudagar, ningrat dan bangsawan, yang terakhir Kasta Sudra merupakan kasta rendah yang ada pada masyarakat Bali, yakni pada masyarakat petani dan buruh. Gusti Biang merupakan keturunan kasta Waisya yang setingkat lebih tinggi dari Nyoman yang berasal dari kasta Sudra. Atas dasar itulah ia menentang anaknya yang akan menikahi Nyoman karena Nyoman dianggap tidak setara. Gusti Biang mempunyai nama asli Sagung Mirah. Dalam tradisi masyarakat Bali seorang bangsawan harus mengganti namanya setelah ia menikah. Seorang bangsawan sangat dihormati oleh masyarakat yang memiliki kasta yang setingkat lebih rendah. Gusti Biang merupakan tokoh yang memiliki sifat perhitungan. Hal itu cenderung menjadikannya memiliki tabiat kikir. Dia selalu menghitung secara terperinci yang telah ia berikan kepada Nyoman segala biaya pengeluaran dan pemasukan, untuk meminta Nyoman mengganti biaya hidup yang telah dikeluarkan untuknya. Atas dasar itu, Gusti Biang menuntut Nyoman untuk mengganti semua biaya hidup yang telah dikeluarkannya. Tabiat kikir Gusti Biang menyebabkan dia menghitung semua pengeluaran yang ia keluarkan untuk Nyoman dari masa kecil hingga Nyoman dewasa, sehingga ketika ia hendak mengusir Nyoman, semua pengeluaran ia bacakan agar Nyoman bisa membayar semua utang itu pada Gusti Biang. Gusti Biang memiliki Emosionalisme yang tinggi menyebabkan Gusti Biang merasa takut dan curiga terhadap Nyoman seoranggadis yang merawatnya, ia selalu berfikir bahwa Nyoman merupakan masalah buatnya, dan membuat Gusti Biang ingin mengeluarkan Nyoman dari rumahnya. Gusti Biang yang suka mengumpat, dan mudah tersinggung. Gusti Biang selalu mencurigai apa yang hendak dilakukan Nyoman, keramahtamahan Nyoman ia tolak karena ia takut akan sifat Nyoman yang baik akan mencelakakan
dirinya, karena kecurigaannya yang besar. Penyakit jantung yang dialami Gusti Biang menyebabkan ia harus mengkonsumsi obat-obatan secara rutin. Hal ini menimbulkan kebosanan, dan ia menjadi sangat marah ketika diingatkan untuk minum obat. Gusti Biang dengan mudah menghardik dan mengusir Nyoman. Mengambil keputusan tanpa memikirkan apa akibatnya, karena jika Nyoman pergi maka Gusti Biang kehilangan orang yang merawat dan melayani.Gusti Biang membentak Wayan untuk menutupi kesalahankesalahan yang ia perbuat. Gusti Biang memiliki sifat hipokrit (munafik), karena Gusti Biang merasa malu untuk mengakui kesalahan yang ia lakukan. Sehingga untuk menutupi sifat munafiknya itu dia memperlakukan Nyoman dan Wayan dengan sesuka hatinya. Sampai pada akhirnya Wayan menceritakan semua peristiwa yang ia ketahui kepada Ngurah. Gusti Biang merasa dirinya adalah orang yang terhormat sebagai istri seorang bangsawan. Maka, ia bisa memperlakukan orang lain dengan sesuka hatinya. Dia suka hidup dengan kesombongannya, tanpa ia sadari kesombongannya membawa petaka untuk dirinya karena dia telah menginjakinjak harga diri Nyoman. 2. Nyoman Dari segi fisiologis Nyoman merupakan seorang gadis desa yang telah lama mengabdi pada Gusti Biang, berusia 18 tahun, memiliki kulit berwarna kuning, rambut panjang dan memiliki postur tubuh yang agak tinggi, lebih tinggi dari Gusti Biang. NyomanberasaldariDesa Maliling, merupakan keturunan kasta Sudra, yang menganut agama Hindu. Kasta sudra adalah kasta terendah pada masyarakat Bali. Dialog yang diucapkan Gusti biang kepada Nyoman menandakan bahwa Gusti Biang memandang rendah terhadap Nyoman. Nyoman merupakan anak asuhan Gusti Biang yang sejak kecil sudah tinggal bersama Gusti Biang. Ia mengabdi menjadi seorang pelayan. Semasa hidup ia tinggal di rumah Gusti Biang. Ia tidak mendapatkan gaji, melainkan
Gusti Biang menanggung biaya hidupnya dari kecil sampai berusia 18 tahun. Termasuk sampai tingkat SMP dan dilanjutkan dengan kursus mode. Nyoman dicintai oleh Ngurah, anak Gusti Biang hingga akhirnya mereka menjalin kasih. Ketika Gusti Biang menyetujuinya,
tetapi
Nyoman
mengetahui hal ini ia tidak
sabar
menghadapi
Gusti
Biang.NgurahsangatmencintaiNyoman, meskipunGustiBiangmelaranghubunganmerekaberdua, Ngurahtetapbersikerasuntukmempertahankanhubungannyameskipunmelawan ibunya, danberlarimenjemput Nyoman yang telahpergi karena diusir ibunya. Nyoman adalah orang yang mengabdidantaatmelayaniGustiBiang, selamabertahun-tahunGustiBiangmemperlakukan kasardanmemberikantekanan yang terus- menerus sehingga membuat Nyoman menjadi ingin segera pergi dari rumah Gusti Biang. Ketaatan Nyoman kepada Gusti Biang diakibatkan dia memiliki rasa hormat kepada orang yang telah merawatnya juga menghargai
perbedaan kasta. Akan
tetapisifatGustiBiang
yang
menjunjungtinggikebangsawanannyamembuatNyomanmerasacukupuntukmer endahkandirikarenasudahmerasadirendahkan, sehinggaiaberaniuntuksegerakeluardarirumahGustiBiang. KesabaranNyomansudahmelampaui batas, sehingga keinginannya untuk keluar dari rumah sangat kuat, karena ia sudah merasa diberlakukan seperti binatang oleh Gusti Biang, membuat ia sakit hati dan ingin keluar rumah. Keinginan yang kuat membuat Bape Wayan tak dapat menahannya, sampai akhirnya Nyoman pergi meninggalkan rumah. Nyoman masih terikat pada nilai-nilai kasta yang menyebabkan Nyoman menaruh rasa hormat kepada Gusti Biang yang memiliki kasta lebih tinggi darinya. Rasa hormat yang dimiliki Nyoman membuat Gusti Biangtidakbisamenerimanya, sehinggaNyomanmulairisihdengansifatGustiBiangdaninginpergimeninggalka nnya.
Rasa hormatNyomankepadaGustiBiangdibalasdenganperlakuanburuk sepertidiinjak-injakdandihina, dipukul, diumpat yang membuat rasa hormat hilang dan ia berani untuk membalas mengumpat Gusti Biang. Rasa kesabaran
Nyomansudahhabis,
sehinggaNyoman
yang
tertekan,
setiapperkataanGustiBiangiaucapkankembali. Merasa diperlakukan dengan kasar, Nyoman berani membantah semua perkataan yang diutarakan Gusti Biang, untuk membela dirinya karena Nyoman merasa tidak bersalah. 3. Wayan Wayan merupakan seorang laki-laki yang sudah tua, penglihatannya sudah mulai kabur. Pengaruh faktor usia menyebabkan penglihatan Wayan sudah mulai kabur, sehingga dia tidak bisa membaca. Wayan adalah seorang laki-laki yang dipanggil bape, Bape merupakan bahasa Bali, panggilan untuk laki-laki yang sudah tua, Bape ini memiliki arti paman dalam bahasa indonesia. Wayan merupakan teman dekat suami Gusti Biang, bisa dikatakan sebagai orang yang dipercaya oleh suami Gusti Biang karena Wayan merupakan orang yang ditugaskan untuk menemui ke 15 selirnya selama suami Gusti Biang masih hidup. Sudah bertahun-tahun tinggal bersama keluarga Gusti Biang, mengabdi sebagai abdi dalem. Wayan telah lama mengetahui semua rahasia suami Gusti Biang tetapi Wayan menyimpan rahasia
itu
sejak
lama,
sampai
padaakhirnyaWayanberanimengungkapkankarenasudahsepantasnyarahasiaini diketahuiolehNgurah, anak Gusti Biang. Wayan adalah seorang seniman, pembuat patung dari kayu. Sudah berpuluh-puluh tahun wayan mengabdi, sehingga kegiatan yang ia lakukan adalah merawat Gusti Biang serta membuat patung. Wayan merupakan abdi dalem pada keluarga Gusti biang, orang yang berpengaruh pada lingkungan keluarga Gusti Biang karena ia yang telah menjaga kepercayaan mendiang suami Gusti Biang dan yang menjaga Nyoman dan juga kepercayaan Ngurah. Wayan telah lama mengabdi pada Gusti Biang sampai tua, Wayan tidak menikah karena ia sangat mencintai
Gusti
Biang.
Cintanyatidakpernahhilangmeskipuniatelah
disakitiolehGustiBiang,
bentuk
rasa
cintanyadiabuktikandengantidakmenikahdanmengabdiuntukmeladeniGustiBi ang. Wayan merupakan orang yang setia, serta sabar dalam menangani sifat Gusti Biang yang selalu menginjak-injak harga diri Wayan. Ini disebabkan rasa cintanya yang teramat besar membuat ia tidak ingin terpisah. Sehingga ia mengabdi menjadi abdi dalem. Sifatsabar yangmelekatpadadiriWayanjugamenjadikannyasedikittertekansampaisampaiinginpergidarirumahGustiBiang. WayanmasihinginmengabdikepadaGustiBiangtetapiperlakuanGustiBiangyang sedikitkasarmembuatnya tidak nyaman. Sepertinya apapun kata-kata yang diucapkanWayanmembuatGustiBiangmarahdanhendak
mengusirWayan.
Wayan juga menerima karena ia sudah tidak sanggup meladeni tingkah Gusti Biang. Wayan adalah orang yang menembak suami Gusti Biang dikarenakan suami Gusti Biang adalah seorang pengkhianat.Wayan telah lama menyembunyikan rahasia ini, dan akhirnya dia harus mengatakan sebenarnya kepada Ngurah bahwa ayahnya adalah seorang musuh, penjilat dan pengkhianat. Maka Wayanlah yang telah membunuh suami Gusti Biang karena menjadi musuh Gerilya. Wayan adalah orang yang mementingkan kepentingan bersama ia tidak ingin sendiri menyimpan kebohongan, yang selama ini ia pendam sendiri sehingga dia berani mengungkapkan apa yang seharusnya diketahui oleh Ngurah anak Gusti Biang, agar tidak terkekang dengan perbedaan kasta yang membedakan kedudukannya. Wayan telah merasa bahwa Ngurah sudah harus mengetahui apa yang terjadi pada keluarganya yang selama ini dirahasiakan oleh Wayan dan ibunya Gusti Biang, sehingga dengan tanpa ragu Wayan memberitahukan kepada Ngurah, agar cinta dia tidak terbentur pada perbedaan kasta yang selama ini menyiksa diri Wayan.
Wayan terlibat perselingkuhan dengan Gusti Biang karena cinta mereka yang telah lama terpendam, sehingga Wayan adalah ayah biologis Ngurah anak dari Gusti Biang, dan juga sudah tidak mempercayai perbedaan kasta untuk mencari keturunan. Wayan sudah tidak bisa menutupi semua kebohongan suami Gusti Biang sehingga ia harus mengungkapkan kepada Ngurah kerena Ngurah harus mengetahui apa yang terjadi pada keluarganya. Perbedaan kasta telah menyiksa Wayan dan Gusti Biang, sehingga Wayan tidak mau Ngurah akan tersiksa juga akibat perbedaan kasta sehingga Wayan sudah tidak mempercayai perbedaan kasta yang memisahkan orang yang saling menyayangi. Wayan sudah tidak mengganggap kasta itu penting, karena hanya membuatnya cukup menderita dengan perbedaan kasta itu. Seiring dengan perkembangan zaman perbedaan kasta pada masyarakat Bali sudah tidak dipakai lagi. 4. Ngurah Ngurah merupakan seorang laki-laki, kurus, berkulit hitam.Kulit Ngurah menjadi hitam, diakibatkan dia telah bekerja mencari uang dan untuk kebutuhan hidupnya. Ngurah adalah anak semata wayang Gusti Biang, yang pergi melanjutkan studinya, Ngurah mengirim surat kepada ibunya memberikan kabar bahwa ia ingin berhenti sekolah dan meminta restu kepada ibunya untuk
menikah.Surat
yang
dikirimkanWayanmembuatibunyasangatmarahjugamalukarenaanaknyahenda kmenikahiperempuan yang menjadipelayanibunya, membuat ibunya kaget membaca surat tersebut. Perempuan yang ingin dinikahi Ngurah berama Nyoman. Ngurah hendak meminta restu kepada ibunya, tetapi ibunya melarang hubungan mereka
karena
perbedaan
kasta
yang
diyakini
ibunya.MenurutNgurahperbedaankastasudahtidakdiperlukanlagidalam menentukanpilihanhidup, sehinggaiamerasalebihnyamanjikamenikahiwanita yang
tidaksederajatdengannyatetapibaikdanmengertidengandirinya.
Perbedaan prinsip inilah yang membat ibunya sangat marah kepada Ngurah.
Ngurah memiliki watak yang keras kepala, karena perbedaan pendapat pada ibunya soal kasta yang masih diyakini ibunya. Dapat dilihat pada keinginannya untuk menikahi Nyoman, meskipun ia menentang ibunya. Sifat Ngurah yang menentang ibunya membuat ibunya marah, dan mengutuk Ngurah. Ngurah menentang diakibatkan ia sudah tidak mempercayai lagi perbedaan kasta dan juga ia tidak suka dijodohkan karena ia ingin memilih pasangan hidupnya. Ngurahmemegangprinsip yang berbeda pada ibunya. Terlihat pada konflik tentang penghianatan suami Gusti Biang yang menyebabkan perdebatan antara Wayan, Ngurah dan Gusti Biang. Ia lebih mempercayai Wayan karena semua kata-kata Wayan lebih meyakinkannya. Semua perkataan Wayan membuat Ngurah terkejut dan Ngurah harus mengetahui apa yang sebenarnya terjadi karena memang seharusnya sudah mengetahui rahasia pada keluarganya. Ngurahadalahanak yang menentang ibunya karena perbedaan prinsip pada ibunya disebabkan oleh pendidikan. Ia memiliki tujuan untuk menyadarkan ibunya bahwa untuk memilih pasangan hidup tidak lagi diperlukan perjodohan pada tingkatan kasta yang sama, tentang kasta dan keturunan bangsawan tidak dilihat lagi pada zaman sekarang. Meskipun Ngurah dikatakan anak durhaka ia tidak perduli, karena ia tidak merasa nyaman
dengan
lahir
dengan
keturunan
bangsawan,
dia
sudah
tidakmerasapantaslagibahwapernikahandilihatdariketurunankasta. Hal yang menarik untuk dikaji dalam naskah ini adalah keberadaan tokohtokoh yang memiliki keterkaitan satu sama lain. Sebagai contoh awal, karakteristik emosi Gusti Biang ikut mempengaruhi emosi tokoh Nyoman. Pada mulanya, Nyoman cukup sabar menghadapi Gusti Biang karena menaruh rasa hormat kepada orang yang telah merawatnya dari kecil, ia juga menghargai perbedaan kasta yang ada pada keluarga Gusti Biang. Hal ini membuatnya merasa tepat untuk tidak lagi merendahkan dirinya dan memutuskan untuk keluar dari rasa tertekan dengan cara memberontak kepada Gusti Biang dan membantah
setiap perkataan yang diucapkan oleh Gusti Biang. Setiap perkataan yang diucapkan Gusti Biang membuat Nyoman merasa bahwa dia sudah diperlakukan seperti binatang, cukup baginya untuk diinjak-injak. Selama ini Nyoman bertahan hanya karena permintaan dari Ngurah untuk menunggu sampai ia pulang studi. Tetapi karena Nyoman tidak bisa menyeimbangi sifat Gusti Biang membuatnya ingin keluar dari rumah. Tokoh Wayan teridentifikasi sebagai tokoh yang memiliki sifat sabar. Sabar dalam mengadapi segala hal, termasuk dalam melayani Gusti Biang meskipun ia selalu diperlakukan kasar oleh Gusti Biang. Hal ini juga dipengaruhi rasa cinta yang telah lama Wayan simpan kepada Gusti Biang. Tetapi sifat Gusti Biang yang angkuh membuat Wayan susah untuk menyeimbanginya. Pada akhirnya Wayan menceritakan semua rahasia Gusti Biang kepada anaknya Ngurah bahwasanya pembunuh ayahnya yang bernama I Gusti Ngurah Ketut Mantri adalah Wayan, abdi dalam keluarganya. Wayan pun sebenarnya adalah ayah biologis Ngurah, buah perselingkuhannya dengan Gusti Biang. Ngurah yang telah pergi merantau untuk melanjutkan studi membuat cara berpikir menjadi berbeda dengan ibunya Gusti Biang sehingga ia menentang ibunya dalam hal memandang perbedaan kasta dalam kebudayaan Bali. Setiap tokoh memiliki emosi yang berbeda-beda, sehingga sangat berpengaruh pada setiap tokoh, ketika emosi Nyoman sudah mulai memuncak pada saat sedang berdialog dengan Gusti Biang keduanya saling berdebat dan sama-sama mempertahankan argumennya. Di sisi lain, Wayan mencoba menetralisir keadaan tersebut, tetapi Wayan menjadi sangat terkejut dengan perhitungan yang dibuat oleh Gusti Biang dan menjadikannya tidak dapat menahan keinginan Nyoman untuk pergi. Pada adegan kelima, terjadi perdebatan antara Ngurah dengan Wayan tentang kematian I Gusti Ngurah Ketut Mantri yang menurut Wayan menjadi pengkhianat negara yang membocorkan rahasia gerilya NICA. Hal ini membuat Ngurah naik pitam ketika mengetahui ayahnya dibunuh oleh Wayan. Kemarahan Ngurah menjadi redam karena Wayan mengatakan bahwa ia adalah ayah kandungnya, Ngurah terkejut dan Gusti Biang yang awalnya mencegah dan
menghasut Ngurah untuk tidak mendengarkan kata-kata Wayan, akhirnya menjadi malu dan terdiam diakibatkan kebenaran telah diketahui anaknya. Perubahan watak pada tokoh dapat dilihat pada tokoh Gusti Biang yang awal lakonnya memiliki emosionalisme yang tinggi atau angkuh, berubah menjadi netral ketika rahasianya terbongkar. Ketika Wayan menceritakan rahasia itu kepada Ngurah, sehingga Gusti Biang menjadi sangat malu kepada anaknya dan akhirnya merelakan anaknya untuk mencari jodohnya sendiri tanpa terikat pada kasta. Seperti halnya pada tokoh Nyoman dan Wayan, kedua tokoh yang dulunya sangat telaten melayani Gusti Biang menjadi memberontak karena perlakuan Gusti Biang yang tidak wajar terutama pada Nyoman. Nyoman menjadi tertekan dan berani melawan Gusti Biang dengan membalikkan semua kata-kata yang dituduhkan kepadanya. Sempat terjadi perubahan emosi ketika Ngurah bercerita dengan Wayan, terjadi perdebatan diakibatkan Ngurah tersinggung dengan kata-kata Wayan yang menurutnya menjelek-jelekan almarhum ayahnya. Tetapi emosi Ngurah bisa terkendali kerena perkataan yang diucapkan Wayan adalah benar sehingga Ngurah menjadi terkejut dan akhirnya bisa menerima rahasia keluarganya yang baru ia ketahui setelah berumur 20 tahun. Ngurah, Nyoman, Wayan merupakan tokoh yang kontra dengan tingkatan kasta yang ada pada masyarakat Bali. Wayan sudah cukup merasa tersiksa dengan adanya tingkatan kasta pada masyarakat Bali yang menyebabkan cintanya kepada Gusti Biang terhalang. Gusti Biang kemudian malah menikah dengan I Gusti Ngurah Ketut Mantri, sahabat Wayan yang memiliki kasta yang sederajat dengan Gusti Biang, Meskipun I Gusti Ngurah Ketut Mantri telah lama meninggal Wayan tetap mencintai Gusti Biang dan memutuskan untuk tidak menikah. Hal ini yang menyebabkan Wayan kontra dengan perbedaan kasta, ketika Ngurah dan Nyoman saling mencintai Wayan sangat mendukung, meskipun Ngurah berasal dari kasta Waisya sedangkan Nyoman berasal dari kasta Sudra. Putu Wijaya menempatkan tokoh Wayan sebagai pembawa solusi terhadap konflik yang terjadi dalam naskah ini walaupun dengan cara membeberkan
rahasia yang telah lama ia simpan. Seperti ada harapan besar di pikiran Putu kepada masyarakat Bali secara luas untuk pelan-pelan menghilangkan kesenjangan sosial yang diakibatkan oleh perbedaan kasta. Ada pesan bahwa peristiwa dan konflik dalam naskah Bila Malam Bertambah Malam hanyalah potongan kecil dari cerita “besar” yang terjadi pada masyarakat Bali secara luas. Solusi yang diberikan Putu pun agaknya hanya gambaran sekaligus harapan yang hanya bisa terwujud jika masyarakat Bali pada khususnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya mau menyatukan pendapat dan pemahaman mengenai norma sosialnya yang kemudian mewujud harmoni. Mengacu pada Subagia (2012:1) perbedaan kasta juga berpengaruh kepada perlakuan dan sikap antar anggota masyarakat. Orang-orang berkasta rendah mesti menggunakan bahasa halus dan bersikap sopan kepada yang lebih tinggi kastanya, tapi tidak berlaku sebaliknya. Hal ini amat jelas terlihat dalam naskah Bila Malam Bertambah Malam karya Putu Wijaya,yang diwakili oleh tokoh Gusti Biang. Perlakuan Gusti Biang kepada Nyoman terbilang kasar, tapi Nyoman selalu merespon itu dengan sabar oleh karena kesadarannya akan posisinya sebagai perempuan berkasta rendah. Dengan memperhatikan adegan ini, masyarakat di luar Bali bisa saja beranggapan bahwa masyarakat Bali secara umum tidak egaliter. Kesempatan dan keleluasaan hidup sebagai masyarakat Bali yang notabene terlahir dalam kondisi yang sama sebagaimana manusia lain dalam sistem kemasyarakatan di daerah lain, justru menjadi sangat terbatas oleh eksistensi kasta. Selain disebabkan oleh perbedaan kasta, perlakuan antar tokoh dalam naskah Bila Malam Bertambah Malam juga dipengaruhi oleh posisi tokoh dalam keluarga. Hal ini terlihat pada hubungan tokoh Gusti Biang dengan Nyoman, sang pelayan. Gusti Biang memiliki sifat hipokrit atau munafik yang membuatnya memperlakukan Nyoman dan Wayan secara tidak wajar. Ia takut rahasianya akan terbongkar sehingga sifatnya juga menjadi sangat angkuh karena merasa orang yang paling tinggi derajatnya. Awalnya Nyoman sangat menghormati Gusti Biang karena posisi Gusti Biang yang lebih tua darinya dan juga ia ingin membalas budi karena telah disekolahkan, tetapi perlakuan Gusti Biang yang tidak wajar
terhadapnya membuatnya sedikit merasa tertekan dan pada akhirnya Nyoman memberontak dan membalas semua perlakuan dengan kata-kata umpatan yang ia lontarkan kepada Gusti Biang. Ini merupakan bentuk ekspresinya yang membuatnya menjadi berani untuk segera keluar dari rumah Gusti Biang karena sudah cukup baginya untuk sabar dan menerima umpatan yang tidak sepantasnya ia dengarkan. Selanjutnya dapat ditinjau perlakuan Gusti Biang kepada Wayan, pelayannya. Perlakuan Gusti Biang yang kurang wajar, membuat Wayan akhirnya berani untuk mengutarakan semua rahasia perselingkuhannya dengan Gusti Biang kepada Ngurah. Hal serupa juga terjadi pada perlakuan Gusti Biang terhadap Ngurah, dimana Gusti Biang menentang untuk merestui hubungan Ngurah dengan Nyoman. Perlakuan yang membuat perdebatan akibat perbedaan pemikiran tentang kasta, membuat Gusti Biang sangat marah dan mengeluarkan kata-kata kasar terhadap Ngurah. Gusti Biang adalah tokoh yang paling tinggi dan paling kuat posisinya dalam keluarga, yang secara moral menjadi orang yang paling dituakan dan dihormati oleh tokoh-tokoh lain. Akan tetapi, perlakuannya yang sebegitu rupa membuat tokoh lain mengalami tekanan untuk kemudian secara terang-terangan menentangnya. Perbedaan kasta yang terdapat pada masyarakat Bali sudah tidak perlu dipandang lagi sebagai hal yang krusial untuk dipertahankan. Terdapat banyak perlakuan yang diskriminatif oleh masyarakat berkasta tinggi kepada yang lebih rendah. Dalam naskah ini, Putu mengambil sudut pandang pernikahan sebagai contoh konkrit pengaruh negatif adanya pembagian masyarakat Bali ke dalam kasta. Pada realita di Bali, sudah lazim terjadi pernikahan antar kasta tapi perlakuan tetap saja mengalami pengkotak-kotakan. Perempuan berkasta rendah yang menikah dengan lelaki berkasta tinggi bisa saja mendapatkan kebanggaan bahkan penghidupan yang layak karena kastanya menjadi naik mengikuti suaminya, akan tetapi perlakuan yang ia dapatkan tidak jarang tetap saja direndahkan oleh keluarga pihak suami.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa naskah Bila Malam Bertambah Malam karya Putu Wijaya, mengangkat cerita tentang tingkatan kasta yang kemudian menjadi konflik dalam naskah. Perbedaan kasta telah memicu pro kontra yang menyebabkan terungkapnya dua rahasia yang disembunyikan oleh Gusti Biang dan Wayan. Setiap tokoh memiliki karakteristik yang berbeda-beda, baik dari segi fisiologis, psikologis, sosiologis dan moral.
Pada segi fisiologis tokoh dapat
diklasifikasikan bahwa tokoh yang paling tua adalah Wayan dan Gusti Biang dan tokoh muda adalah Ngurah dan Nyoman. Dari segi psikologis tokoh yang sangat berpengaruh
pada
kejiwaan
tokoh
lain
adalah
Gusti
Biang
karena
emosionalismenya yang sangat tinggi dan susah dikendalikan, sedangkan tokoh lain memiliki emosional yang bisa dikendalikan walaupun pada akhirnya meledak oleh karena tekanan yang dilakukan oleh Gusti Biang. Dari segi sosiologis, tokoh Gusti Biang sangat mendukung pada tingkatan kasta, sedangkan tokoh lainnya menentang. Dari segi moral, tokoh Gusti Biang justru melanggar norma yang ia yakini dan melakukan perselingkuhan dengan pelayannya yang berkasta lebih rendah. Singkatnya, Putu Wijaya menempatkan setiap tokoh dengan fungsi peran yang berbeda-beda dan saling berhubungan dan bahkan bertumbukan satu sama lain. Namun lebih jauh lagi, Putu ingin pembaca untuk sama-sama meyakini kesetaraan dalam berkehidupan sosial. Terlepas dari pemahaman tentang kasta yang semula bersumber dari catur-warna, kehidupan bermasyarakat tidak semestinya menempatkan anggotanya ke kotak-kotak yang saling berbeda satu sama lain. Meski tidak dalam porsi yang sama, akan tetapi hak antara tua-muda, miskin-kaya, laki-laki dengan perempuan, mestinya berada dalam posisi yang setara.
III
A.
Tujuan Penulisan Adapun tujuan dalam penelitian Naskah Bila Malam Bertambah Malam
(1970) karya Putu Wijaya. a. Untuk menganalisis dan mengetahui karakter dalam Naskah Bila Malam Bertambah Malam (1970) karya Putu Wijaya. b. Untuk menganalisis karakter berdasarkan aspek sosiologi, psikologi, fisiologi dan moral dalam Naskah Bila Malam Bertambah Malam (1970) karya Putu Wijaya.
B. Metode Penulisan Metode penelitian yang digunakan yakni metode deskriptif-analitis. Yakni menguraikan data, hal ini diterapkan sesuai sesuai dengan kebutuhan peneliti. Sudaryanto (dalam Muhamad 2011:222), mengemukakan bahwa analisis data merupakan upaya peneliti menangani langsung masalah yang terkandung dalam data. Analisis terdapat tindakan mengurai atau membedah setelah penyediaan data selesai. Dengan kata lain analisis dalam hal ini adalah rangkaian kegiatan menyediakan data.