BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan membahas mengenai temuan penelitian berupa identifikasi tanda pada naskah lakon Malam Jahanam karya Motinggo Boeyse berdasarkan sistem dikotomi, dan identifikasi tanda pada naskah lakon Malam Jahanam karya Motinggo Boeyse berdasarkan sistem trikotomi. Data yang telah diidentifikasi selanjutnya diberi makna. 4.1 Temuan Penelitian
4.1.1 Tabel 1: Identifikasi Tanda dalam Naskah Lakon Malam Jahanam berdasarkan Sistem Dikotomi No.
1
Tanda
Penanda
Petanda
Perasaan
Lubuk hati perempuan Kerinduan/keinginan
Perempuan
yang paling dalam
untuk melakukan
(Hal.15, dialog ke
hubungan intim
185)
2
Jahanam
Bunyi
kata
yang Sisi buruk kehidupan ke
(Hal. 28-29,
dilekatkan pada ke tiga tiga Tokoh Mayor dalam
dialog ke 362 dan
Tokoh
Mayor
369)
naska
lakon
dalam naskah
lakon
Malam
Malam Jahanam
Jahanam Pasir 3
Butiran-butiran yang
(Hal. 9, dialog ke
sangat kecil dan padat/
91. Hal 29, dialog
keras
4
menyebabkan Mat Kontan selalu ketakutan
ke 375) Bangku Jahanam
Benda yang
dan trauma Tempat
duduk
(Hal. 29 Dialog ke berukuran panjang
1
yang
Penyebab perselingkuhan
369) Burung Beo 5
(Hal. 20, Dialog ke 224) Mata Gelap
6
Jenis burung peliharaan yang pandai menirukan Membeberkan rahasia suara manusia Tingkat kewarasan
Menyebabkan Paijah
(Hal. 23, dialog ke seseorang yang hilang 287) Anak Jahanam
7
(Hal. 28, dialog ke
karena tamak
dan Soleman sering ketakutan
Hasil hubungan gelap diluar nikah
Anak haram
362) Lelaki Tulen 8
Lelaki yang normal
Keperkasaan lelaki
(Hal. 17, dialog ke 220) Kebaya
9
Pakaian
wanita
yang
Feminis, seksi dan
(Hal. 11, dialog ke mengikuti lekukan tubuh
anggun
119-126) Lelaki 10
Lawan
jenis
wanita, Bersifat melindungi
(Hal. 17, dialog ke yang postur tubuhnya seseorang yang lemah 107-109)
lebih kuat
Keterangan: Sistem tanda yang terdaftar pada tabel nomor 1 akan dijelaskan pada pembahasan selanjutnya.
4.1.2 Tabel II: Identifikasi Tanda Dalam Naskah Lakon Malam Jahanam Berdasarkan Sistem Trikotomi No.
Ikon
Indeks
Simbol
(Kemiripan)
(Sebab-akibat)
(Kesepakatan)
-
Malam Gelap dan Hati
Kebaya
yang Ikut Gelap
(Hal. 11, dialog ke 119-
(Hal. 5, dialog ke 31-32)
126)
Pasir dan Trauma
Perasaan Perempuan
1
-
2
2
(Hal. 9, dialog ke 91.
(Hal.15, dialog ke 185)
Hal 29, dialog ke 375) 3
Burung Beo dan Rahasia
Lelaki
(Hal. 20, Dialog ke 224)
(Hal. 17, dialog ke 107109)
4
Mata Gelap dan
Lelaki Tulen
Ketakutan
5
(Hal. 23, dialog ke 287)
(Hal. 17, dialog ke 220)
Bangku dan
Jahanam
Perselingkuhan
(Hal. 28-29, dialog ke
(Hal. 29 Dialog ke 369)
362 dan 369)
-
Burung Jahanam
6
(Hal. 28, dialog ke 362) -
Anak Jahanam
-
7
(Hal. 28, dialog ke 362) -
Kematian
-
8
(Boesye, hal. 33 dialog ke 405).
Keterangan: Jenis tanda yang terdaftar pada tabel II akan dibahas pada pembahasan selanjutnya.
4.2 Pembahasan 4.2.1 Pemaknaan Sistem Tanda Berdasarkan Tabel I 1. Perasaan Perempuan Kata Perasaan Perempuan dalam konteks naskah ini adalah tanda. Tanda yang mengacu pada lubuk hati perempuan paling dalam, yang selalu merasakan tekanan batin. Perasaan Perempuan petandanya adalah kerinduan untuk ingin melakukan hubungan intim. Hal ini dapat dibuktikan pada dialog antara Paijah dan Soleman berikut ini:
3
Paijah
: Ah, betul-betul edan dia. (berdiri membelakangi). Betul-betul edan dia, tidak mengerti perasaan perempuan.
Soleman
: Kalau saya lakimu, tentu saya mengerti...(Boesye, hal. 15, dialog ke 185).
2. Jahanam Kata Jahanam pada naskah ini merupakan satuan kata atau bunyi kata yang mempunyai makna, yang dilekatkan pada ke tiga tokoh mayor dalam naskah lakon Malam Jahanam. Kata Jahanam adalah tanda, yang petandanya menyiratkan adanya sisi buruk kehidupan ke tiga tokoh mayor tersebut (Mat Kontan, Soleman dan Paijah), lihat penggalan dialog berikut ini: Soleman
: Memang saya jahanam. Tapi kau juga jahanam (dan membalikan badan ke arah Paijah) kau juga jahanam. Dan burung itu juga jahanam! (lambat) dan anak yang menangis itu juga jahanam...(Boesye, Hal. 28-29, dialog ke 362).
Kata Jahanam yang dilekatkan pada Soleman bermakna negatif, artinya Soleman yang selama ini dianggap sebagai tetangga yang baik, suka bertukar cerita antara Mat Kontan, berjanji akan menolong Paijah terhadap amarah suaminya yang sering kalap, ternyata hanyalah kebohongan besar, tenyata ia hanya pembual. Soleman-lah yang membunuh burung Beo si Mat Kontan, dialah yang berselingkuh dengan Paijah, istri Mat Kontan. Makna kata Jahanam yang dilekatkan pada Mat Kontan, diartikan bahwa ia selalu lari dari kenyataan, penyombong, angkuh, penakut, egois,
4
emosional, dan sok tahu. Ia juga selalu membanggakan istrinya yang tidak setia terhadapnya, ia juga bangga terhadap Kontan Kecil, padahal bukanlah anak kandungnya, terlebih lagi Mat Kontan tidak bisa berhubungan intim dengan istrinya sebab ia mempunyai penyakit kelamin yakni mandul. Makna kata Jahanam yang dilekatkan pada Paijah, disebabkan karena ia tidak setia pada suaminya, ia selalu tidak jujur terhadap Mat Kontan dan walaupun Mat Kontan tidak bisa membahagiakan secara lahir batin, namun Paijah harus tetap setia. Paijah harus berterus terang pada Mat Kontan sebab ia suaminya yang syah, tetapi pada kenyataannya Paijah selingkuh dengan Soleman, tetangganya. Jadi kesimpulannya adalah kata Jahanam merupakan sebuah tanda yang merujuk pada sebuah kata negatif, yang petandanya adalah sisi buruk kehidupan ke tiga tokoh mayor dalam naskah lakon Malam Jahanam karya Motingo Boesye. 3. Pasir Pasir adalah tanda, yang merujuk pada pengertian; butiran-butiran halus, padat dan keras. Di dalam naskah ini, kata pasir adalah benda yang menyebabkan Mat Kontan selalu ketakutan dan trauma. Lihat penggalan dialog berikut ini: Soleman
: Kau juga mengerti pasir? Pasir boblos?
Mat Kontan
: (merasa sesuatu hingga ia tersentak,...ketika mukanya tiba-tiba di sentuh tragedi, sehingga ia berkeringat. Didekapnya kawan itu). Jangan
5
bilang tentang itu, Man. Saya paling takut kalau kau bilang perkara itu...saya adalah orang yang kepingin panjang umur, Man...(Boesye, hal. 9 dialog 91). Berdasarkan penggalan dialog di atas, bahwa Pasir adalah benda yang menyebabkan Mat Kontan selalu takut dan trauma. Ia akan bermohon pada Soleman agar jangan menceritakan tentang kejadian masa lalunya. 4. Bangku Jahanam Bangku adalah jenis kursi kayu (bisa juga terbuat dari rotan atau bambu) yang berukuran panjang. Pada naskah lakon Malam Jahanam ini, Bangku merupakan tanda yang mempunyai sisi negatif, yakni benda yang digunakan untuk memulai perselingkuhan antara Soleman dan Paijah, hal ini dibuktikan berdasarkan penggalan dialog di bawah ini: Soleman
: Bangku ini juga jahanam! Karena Paijah sering duduk di sini terkadang sampai malam. Dan saya duduk di sana (menunjuk Bangkunya) Kami saling memandang (kepada Kontan). Kenapa kau sering tak di rumah, Tan? Itu juga perbuatan yang jahanam...(Boesye, Hal. 29 Dialog ke 369).
Berangkat dari penggalan teks di atas, dapat maknai bahwa kata Bangku Jahanam merupakan sebuah tanda, penandanya adalah tempat duduk berukuran panjang, yang biasa diduduki oleh Paijah dan Soleman, bermakna penyebab perselingkuhan. 5. Burung Beo Burung Beo merupakan jenis burung yang pandai menirukan suara manusia, karena kepandaiannya Beo dijadikan peliharaan orang. Di
6
dalam naskah lakon Malam Jahanam ini, burung Beo mempunyai sisi buruk. Lihat penggalan dialog berikut ini: Soleman
: Kau ingat, bahwa ketika saya mengganggumu, ketika si kecil masih berumur sebulan? Kau bilang; jangan ganggu saya. Man! Jangan ganggu saya!”, dan perkataan itu diulangi oleh Beo itu. Dua hari yang lalu, ketika saya pegang tanganmu dan kau bilang; “jangan ganggu saya”, Beo itu mengulangi lagi. (setelah menarik nafas). Karena itu ia saya potong lehernya. Saya potong dan saya lempar ke dekat sumurmu...(Boesye, Hal. 20, Dialog ke 224).
Berdasarkan penggalan dialog di atas, dapat diartikan bahwa burung Beo merupakan sebuah tanda, yang pandai menirukan suara Soleman kala sedang berdua dengan Paijah di dalam rumahnya. Petandanya adalah dapat membeberkan rahasia perselingkuhan kepada Mat Kontan mengenai perselingkuhan Soleman dan Paijah, istrinya. 6. Mata Gelap Mata Gelap adalah tanda yang mengacu pada hilangnnya kewarasan seseorang secara berlebihan. Di dalam naskah ini kata Mata Gelap lebih mengarah pada sifat Mat Kontan yang sering berlebihan terhadap Paijah, istrinya, maupun Soleman tetangganya, akibatnya Paijah selalu ketakutan. Lihat penggalan teks berikut ini: Soleman
: Dia sakit tuh Mat! Tuh mukanya kan pucat
7
Mat Kontan
: Jangan urus urusan orang lain, Leman. Nanti saya ikut mata gelap pada kau!...(Boesye, hal. 23, dialog ke 287).
Berdasarkan penggalan dialog di atas, kata Mata Gelap adalah tanda, yang petandanya adalah sifat buruk Mat Kontan yang berlebihan. 7. Anak Jahanam Di dalam naskah lakon ini, Anak Jahanam merupakan tanda, yang penandanya adalah hasil hubungan gelap diluar nikah, yang berarti anak haram. Lihat penggalan dialog berikut ini: Soleman
: Memang saya jahanam. Tapi kau juga jahanam (dan membalikan badan ke arah Paijah) kau juga jahanam. Dan burung itu juga jahanam! (lambat) dan anak yang menangis itu juga jahanam...(Boesye, Hal. 28-29, dialog ke 362).
Anak Jahanam merupakan hasil dari perselingkuhan antara Paijah dan Soleman. Sementara Mat Kontan tidak mengetahui bahwa anak yang selama ini ia banggakan ternyata bukanlah anak kandungnya. 8. Lelaki Tulen Lelaki Tulen merupakan sebuah tanda, yang penandanya adalah lelaki normal yang pandai dalam berhubungan intim, hal ini diketahui berdasarkan penggalan teks dibawah ini: Soleman
: Lelaki tulen juga bisa mati karena takut. Ia takut menghadang pucuk senapan, sehingga ia mati membelakangi! Dan ketika ia lari itu, ia di tembak. Ia di tembak... Tapi, betapapun, ia lelaki tulen, 8
Jah. Lelaki tulen dengan darahnya yang benarbenar merah...(Boesye, Hal. 17, dialog ke 220). Penggalan teks di atas dapat dimaknai bahwa Lelaki Tulen adalah sebuah tanda, yang penandanya adalah lelaki normal, mengacu pada makna; keperkasaan/kejantanan seorang lelaki, dalam hal ini ayah Soleman. 9. Kebaya Kebaya termasuk simbol pakaian wanita Indonesia, dalam naskah lakon Malam Jahanam ini, Kebaya adalah jenis pakaian, yang digunakan oleh Paijah. Kebaya selalu mengikuti lekukan tubuh wanita, oleh karena itu, kebaya
merupakan tanda, yang penandanya adalah feminis, seksi
dan anggun. Lihat kutipan dialog berikut ini: Soleman
: Tapi binimu lebih bagus pakai kebaya sempit begitu.
Mat Kontan
: Kau tahu apa tentang perempuan. Buktinya kau belum punya bini sampai sekarang. Itu sudah kuno, Bung.
Soleman
: Kuno dan tidak kuno bukan pada pakaian.
Mat Kontan
: Ah. Tapi kenapa kau bilang mesti berkebaya.
Soleman
: Pakai kebaya itu gulung kainnya sempit, jadi bisa menggiurkan jejaka-jejaka...(Boesye, hal. 11, dialog ke 119-126)
10. Lelaki Di dalam naskah lakon Malam Jahanam, kata Lelaki merupakan sebuah tanda, yang penandanya adalah lawan jenis wanita, postur tubuh yang lebih kuat dibanding kaum wanita, yang bermakna melindungi seseorang yang lemah, dalam hal ini Paijah meminta perlindungan pada
9
Soleman untuk melindungi dari amarah suaminya, Mat Kontan. Hal ini dibuktikan berdasarkan kutipan dialog berikut ini Paijah
: Carilah jalannya sebelum ia kembali!
Soleman
: Jalan satu-satunya, karena saya lelaki ialah menghadapinya sebagai lelaki!... (Boesye, hal. 17. Dialog ke 107-109)
4.2.2 Pemaknaan Sistem Tanda Berdasarkan Tabel II 4.2.2.1 Pemaknaan Berdasarkan Jenis Tanda Indeks 1. Malam Gelap dan Hati Yang Ikut Gelap Seperti hari-hari biasanya, Soleman adalah tetangga Paijah selalu memanfaatkan keadaan untuk saling bertemu disaat malam ketika suami Paijah keluar rumah. Malam itu ada sesuatu yang tidak biasa antara Paijah dan Soleman, sebab semua membisu dalam Gelap Malam, dan kebisuan merasuk di hati sehingga perasaan ke dua orang itu terutama Paijah tidak karuan (ikut gelap). Hal ini dapat di lihat berdasarkan penggalan dialog pada lakon Malam Jahanam antara Paijah dan Soleman: Soleman
: (masih memandangi Paijah, memasang rokok dan berkata acuh tak acuh). Kau nggak keluar malam ini Jah?
Paijah
: Nggak.
Soleman
: Begini gelap malamnya.
Paijah
: Ya, gelap. Hati saya juga ikut gelap...(Boesye, hal.5 dialog ke 31-32)
Berdasarkan penggalan dialog di atas, diartikan bahwa kata Gelap Malam merupakan makna konotasi pada malam yang sebenarnya, yakni
10
gelap gulita, hitam, tanpa cahaya sinar, dan ruang gerak kita dibatasi oleh Malam. Di sisi lain, kata Gelap Malam mempunyai makna konotasi negatif, yang dapat diartikan bahwa pada waktu malam hari, semua hal-hal yang buruk akan selalu terjadi tanpa disadari oleh siapapun, ketiadaan cahaya membuat kata Malam identik dengan misteri. Berdasarkan makna konotasi tersebut, kata Gelap Malam mempunyai hubungan secara kausalitas dengan kata Hati yang Ikut Gelap, yang dirasakan oleh Paijah. Hubungan ini disebut hubungan yang bersifat sebab akibat. Hati yang Ikut Gelap secara leksikal sudah mempunyai arti dan makna, yakni keadaan yang kurang mood, keadaan yang suram, tidak menentu, adanya perasaan yang bercampur dengan segala hal, sehingga tujuan yang diinginkan tidak nampak karena diselimuti oleh suasana gelap yang terbawa ke dalam hati Paijah. Berdasarkan hal itu, penyebab kekacauan, kegundahan hati si Paijah diakibatkan adanya kegelapan yang penuh dengan sisi negatif. 2. Pasir dan Trauma Ketika Mat Kontan sedang asyik mengobrol dengan Soleman, Mat Kontan selalu menyombongkan diri, dengan bangganya ia mengatakan bahwa dialah orang yang paling mengerti di dunia ini. Dialah yang memahami tentang angin, ikan, burung, wayang dan agama. Namun kesombongannya itu terhenti menjadi ketakutan besar, sebab Soleman menyinggung tentang kata Pasir.
11
Di dalam naskah ini, kata Pasir adalah sesuatu yang sangat mengerikan bagi Mat Kontan, ia sangat ketakutan akan hal itu, bahkan ia memohon kepada Soleman agar jangan mengungkit lagi kejadian tersebut, padahal jika di lihat dari segi fungsi, Pasir sangat bermanfaat dalam bidang pembangunan, akan tetapi kata Pasir dalam lakon Malam Jahanam ini dikonotasikan sebagai penyebab dari ketakutan akan hilanganya nyawa Mat Kontan. Pasir adalah malapetaka bagi tokoh penyombong seperti Mat Kontan, hal ini dapat dibuktikan berdasarkan penggalan dialog pada lakon Malam Jahanam berikut ini: Mat Kontan
: Saya mengerti angin, ikan, burung, wayang, dan agama.
Soleman
: Kau juga mengerti pasir? Pasir boblos?
Mat Kontan
: (merasa sesuatu hingga ia tersentak,...ketika mukanya tiba-tiba di sentuh tragedi, sehingga ia berkeringat. Didekapnya kawan itu). Jangan bilang tentang itu, Man. Saya paling takut kalau kau bilang perkara itu...saya adalah orang yang kepingin panjang umur, Man...(Boesye, hal. 9 dialog 91).
Berdasarkan penggalan dialog tersebut, dapat diartikan bahwa kata Pasir dalam teks naskah lakon Malam Jahanam adalah benda yang berkonotasi negatif, yang dikiaskan sebagai iblis pencabut nyawa yang akan menghancurkan hidup si Mat Kontan. Akibat dari kejadian itu, Mat Kontan selalu ketakutan dan trauma jika kata Pasir diungkit dalam hidupnya. Lihat pula penggalan berikut ini, ketika Mat Kontan hendak berlari ke dalam rumahnya sambil memegang golok:
12
Soleman
: (membiarkan semua berlalu). Kau berteriak minta tolong, di pantai pasir boblos. Kau ingat itu, Tan? (suaranya lembut) kau minta satu ujung napas agar kau hidup panjang.
Mat Kontan
: Man! Sudah kubilang, jangan ceritakan hal itu. Saya kepingin panjang umur...(Boesye, hal. 29 dialog ke 375).
1. Burung Beo dan Rahasia Setelah Mat Kontan mengetahui bahwa Burung Beonya telah mati, ia pun pergi ke tukang nujum untuk mencari tahu siapa yang membunuh burung kesayangannya itu. Sementara Soleman mengambil kesempatan bertemu Paijah untuk menceritakan dan mau mengakui bahwa dialah yang membunuh Burung Beo tersebut. Mendengar hal itu, Paijah terkejut, kenapa ia tega membunuh burung kesayangan suaminya. Alasannya jelas, Soleman membunuh burung itu sebab ia merasa tersiksa. Tersiksa karena setiap kali ia mengunjungi Paijah di rumah, Beo itu selalu berbuat ulah dengan mengikuti perkataan Paijah. Apa yang dikatakan Paijah, Beo itu selalu mengulangnya. Soleman yang takut akan perselingkuhannya diketahui, akhirnya leher Burung Beo di potong. Sebagaimana uraian di atas, kata Burung Beo dalam konteks naskah lakon Malam Jahanam disimbolkan sebagai pembeber rahasia. Rahasia perselingkuhan antara Paijah dan Soleman. Jadi, seolah-olah Burung Beo mempunyai kesan buruk karena kepandaiannya yang cepat
13
memahami suara manusia, suara yang ditimbulkan oleh Paijah. Hal ini dibuktikan berdasarkan penggalan dialog antara Paijah dan Soleman: Soleman
: Tapi Jah, saya bunuh burung Beo itu karena binatang jahanam itu telah menyiksa saya.
Paijah
: Apa? Kau bunuh? Kau yang memotong lehernya?
Soleman
: Kau ingat, bahwa ketika saya mengganggumu, ketika si kecil masih berumur sebulan? Kau bilang; jangan ganggu saya. Man! Jangan ganggu saya!”, dan perkataan itu diulangi oleh Beo itu. Dua hari yang lalu, ketika saya pegang tanganmu dan kau bilang; “jangan ganggu saya”, Beo itu mengulangi lagi. (setelah menarik nafas). Karena itu ia saya potong lehernya. Saya potong dan saya lempar ke dekat sumurmu...(Boesye, Hal. 20, Dialog ke 224).
Berdasarkan konteks dialog tersebut, dapat dipahami bahwa Burung Beo adalah penyebab kekhawatiran Soleman, karena suatu waktu burung itu dapat memberi “pesan buruk” pada Mat Kontan mengenai perselingkuhan istrinya. Akibatnya, burung itu dibunuh oleh Soleman. 2. Mata Gelap dan Ketakutan Ketika konflik sudah mulai memuncak, emosi Mat Kontan yang mulai tidak terkontrol sehingga menyebabkan Paijah ketakutan. Apalagi Mat Kontan menuduh bahwa Paijah-lah yang membunuh burung Beo itu untuk dijadikan makanan berupa sate. Soleman yang ingin membela Paijah, juga ikut merasakan emosi Mat Kontan. Berikut penggalan dialognya:
14
Mat Kontan
: Hei Jah! Siapa kiramu yang memotong leher burungku!?
Paijah
: Mana saya bisa tahu?
Mat Kontan
: (menirukan) Mana saya bisa tahu? (menghardik) atau kau sendiri ya? Iya? (berdiri menyebabkan Paijah takut) kau potong mau di makan?... ayo jawab!
Soleman
: Dia sakit tu Mat! Tuh mukanya kan pucat. Barangkali...
Mat Kontan
: Jangan urus urusan orang lain, Leman. Nanti saya ikut mata gelap pada kau!...(Boesye, hal. 23, dialog ke 287).
Berdasarkan penggalan dialog di atas, kata Mata Gelap1 yang ditujukan kepada Soleman mempunyai makna, yang berarti hilangnya kewarasan Mat Kontan secara berlebihan, ia sering membuat ulah yang tidak wajar terhadap istrinya. Akibatnya Paijah sering ketakutan jika sifat suaminya itu terlalu berlebihan. Jadi, dalam naskah lakon Malam Jahanam ini, kata Mata Gelap yang dimiliki oleh Mat Kontan adalah sifat buruk Mat kontan yang diwujudkan dalam bentuk simbol, untuk membuat Soleman dan Paijah ketakutan. 1. Bangku dan Perselingkuhan Pada dialog berikutnya, ditemukan pula tanda semiotik berupa Indeks, dimana Soleman dan Paijah memulai perselingkuhannya diawali ketika Paijah sering duduk di bangku halaman rumahnya sampai larut malam.
1
Peribahasa Melayu yang berarti hilangnya kewarasan seseorang karena tamak [penerj].
15
Sementara itu, Soleman juga sering duduk di bangku rumahnya, dari sanalah awal sifat Jahanam terjadi. Lihat penggalannya di bawah ini: Soleman
: Bangku ini juga jahanam! Karena Paijah sering duduk di sini terkadang sampai malam. Dan saya duduk di sana (menunjuk bangkunya) Kami saling memandang (kepada Kontan). Kenapa kau sering tak di rumah, Tan? Itu juga perbuatan yang jahanam...(Boesye, Hal. 29 Dialog ke 369).
Berdasarkan penggalan dialog di atas, diartikan bahwa Bangku (tempat duduk) mempunyai konotasi negatif, yang diartikan sebagai benda atau alat yang digunakan untuk “menyampaikan pesan” untuk memulai perselingkuhan antara Paijah dan Soleman, dari sanalah kata Bangku mempunyai kesan yang buruk. Jadi kata Bangku adalah penyebab timbulnya cinta antara Paijah dan Soleman, tetangganya. Di sanalah awal mula timbulnya pandangmemandang yang menghadirkan sifat jahanam, akibatnya terjadilah perselingkuhan itu. 4.2.2.2 Pemaknaan Berdasarkan Jenis Tanda Simbol 1. Kebaya sebagai simbol Feminis Simbol berikut ini adalah membahas mengenai pakaian ciri khas wanita Indonesia. Dimana dalam lakon Malam Jahanam ini, diceritakan bahwa Soleman kurang setuju jika istri si Mat Kontan (Paijah), memakai baju rok buatan Sanghai. Menurutnya, Paijah lebih cocok memakai Kebaya, akan tetapi Mat Kontan tidak setuju jika sahabatnya itu mengatakan dan memberikan saran bahwa pakaian Kebaya cocok di tubuh Paijah.
16
Sebagai lelaki normal, Soleman tahu betul jika wanita yang memakai Kebaya, itu bisa menggiurkan para lelaki. Hal ini dapat dibuktikan pada penggalan dialog berikut ini: Soleman
: Apa? Rok. Baju rok Sanghai kata orang itu?
Mat Kontan
: Iya, saya lihat bini si Dadu pakai rok model Cina sekarang. Bini Bastari sudah beranak tiga malah pakai itu.
Soleman
: Tapi binimu lebih bagus pakai kebaya sempit begitu.
Mat Kontan
: Kau tahu apa tentang perempuan. Buktinya kau belum punya bini sampai sekarang. Itu sudah kuno, Bung.
Soleman
: Kuno dan tidak kuno bukan pada pakaian.
Mat Kontan
: Ah. Tapi kenapa kau bilang mesti berkebaya.
Soleman
: Pakai kebaya itu gulung kainnya sempit, jadi bisa menggiurkan jejaka-jejaka...(Boesye, hal. 11, dialog ke 119-126)
Berdasarkan penggalan di atas, yang menjadi pokok pembicaraan antara Soleman dan Mat Kontan adalah pakaian wanita. Pakaian yang lebih modern buatan Sanghai dan pakaian kuno ala Indonesia yakni Kebaya2. Pada kenyataannya, Kebaya merupakan simbol ciri khas pakaian wanita Indonesia. Sejak zaman kerajaan, Kebaya selalu digunakan oleh istri raja-raja dan para pelayannya. Walau terlihat kuno dan menua, Kebaya tetap menjadi warisan yang harus dilestarikan dan dibanggakan oleh wanita Indonesia, dan jika dibandingkan dengan pakaian luar negeri,
2
Kebaya merupakan kombinasi blus-pakaian tradisional yang pertama kali dikenakan wanita Indonesia, pada abab ke 15-16, terutama perempuan Jawa, yang digunakan bersama kain. Sumber: Blogspot.Com/2010/12/baju-kebaya-dan-asal-usulnya.Html.
17
dalam hal ini baju rok buatan Sanghai, Kebaya lebih terlihat anggun dan seksi di tubuh wanita dan tentunya menggiurkan bagi para lelaki seperti Soleman. 2. Perasaan Perempuan sebagai simbol Kerinduan Bersetubuh Setelah Mat Kontan pergi ke tukang nujum (dukun) untuk melihat siapa yang membunuh burung Beonya. Soleman, tetangga Paijah bertanya tentang Mat Kontan ke mana perginya. Kejadian ini terjadi pada malam hari ketika Paijah yang selalu ditinggalkan suaminya. Paijah yang ingin merasakan hubungan “suami-istri” selalu tidak dipenuhi. Sebagai wanita normal, tentu tidak tahan dengan kesepian. Soleman yang seorang lelaki normal, walaupun belum beristri, ia sangat memahami Perasaan Perempuan, namun ia bukanlah lelaki yang syah untuk memenuhi Perasaan Paijah. Di dalam lakon Malam Jahanam ini, kata Perasaan Perempuan yang ditujukan pada Mat Kontan merupakan ketaklangsungan ekspresi, artinya pengarang dengan “sopannya” mengganti kata maupun kalimat yang mengandung makna konotasi negatif ke dalam makna denotatif atau makna leksikal. Kata Perasaan Perempuan dalam konteks naskah ini merupakan kiasan yang bermakna “kerinduan untuk ingin bersetubuh, ingin melakukan hubungan seksual agar nafsu birahi atau hasrat terpenuhi”. Hal ini dapat dibuktikan berdasarkan penggalan dialog di bawah ini: Soleman
: Lakimu pergi?
Paijah
: Ya, ke tempat nujum. 18
Soleman
: Begitu jauh, ada dua kilo setengah kan?
Paijah
: Ah, betul-betul edan dia. (berdiri membelakangi). Betul-betul edan dia, tidak mengerti perasaan perempuan.
Soleman
: Kalau saya lakimu, tentu saya mengerti...(Boesye, hal. 15, dialog ke 185)
Walaupun dalam konteks lain, Paijah syah untuk melakukan hubungan seksual dengan suaminya, namun kata Perasaan Perempuan tetap mengandung
makna
yang
berkonotasi
negatif,
sebab
Paijah
mengutarakan Perasaannya itu bukan pada suaminya melainkan pada Soleman, tetangganya. 3. Lelaki sebagai simbol Pelindung Berangkat dari pemaknaan di atas, dalam naskah lakon Malam Jahanam ini ditemukan pula kata yang mempunyai makna yang sebenarnya, maupun makna yang berupa sistem semiotik tingkat ke tiga yakni simbol, salah satunya adalah kata Lelaki yang terdapat pada dialog antara Soleman dan Paijah. Kata Lelaki pada naskah ini mempunyai arti yang ambigu. Kata Lelaki secara leksikal adalah lawan jenis dari wanita, bentuk tubuh yang dominan kekar dan bentuk suara yang dominan keras. Namun secara semiotik, kata Lelaki dalam naskah ini bermakna sebagai simbol yang bersifat melindungi. Pelindung yang lemah, dalam hal ini Soleman akan melindungi Paijah dari ancaman suaminya yang sering kalap. Hal ini dapat diamati pada penggalan dialog berikut ini: Paijah
: Carilah jalannya sebelum ia kembali!
19
Soleman
: Jalan satu-satunya, karena saya lelaki ialah menghadapinya sebagai lelaki!
Paijah
: Apa? Apa maksudmu?
Soleman
: Kalau kau di sentuh saja, akan saya sentuh pula dia. Kalau kau dilukainya, akan saya lukai dia! Dan kalau kau dibunuhnya, akan saya bunuh dia (berjalan pelan mendekati Paijah)...(Boesye, Hal. 17, dialog ke 107-109)).
Berdasarkan penggalan dialog di atas, Paijah sangat khawatir dan takut jika Mat Kontan datang mengamuk, karena itu ia berharap agar Soleman
dapat
membantu
melindunginya,
namun
Soleman
menanggapinya dengan cara Lelaki, yakni melindungi Paijah secara kontak fisik. Jadi, makna kata Lelaki dalam naskah lakon Malam Jahanam ini, merupakan simbol pelindung atau sikap pembelaan terhadap seseorang dengan cara kontak fisik atau dengan cara kekerasan. 1. Lelaki Tulen sebagai simbol Keperkasaan Lelaki Diceritakan bahwa, Soleman mempunyai seorang ayah yang selalu Menjahati istri orang, begitu juga dengan Ibu Soleman yang berselingkuh dengan lelaki lain. Walaupun ke dua orang tua Soleman telah mati, namun Soleman tetap akui ayahnya sebagai Lelaki Tulen. Sebagai seorang anak, tentu ia mewarisi sifat hidup sang ayah. Berangkat dari penjelasan di atas, kata Lelaki Tulen dalam konteks naskah lakon Malam Jahanam adalah bentuk simbol. Simbol itu dapat diamati berdasarkan penggalan dialog di bawah ini:
20
Soleman
: (memandang Paijah dengan aneh). Karena perempuan ia mati. Karena perempuan ia jahanam. Tapi aku akui, ia lelaki tulen
Paijah
: (jadi gelisah)
Soleman
: Lelaki tulen juga bisa mati karena takut. Ia takut menghadang pucuk senapan, sehingga ia mati membelakangi! Dan ketika ia lari itu, ia di tembak. Ia di tembak... Tapi, betapapun, ia lelaki tulen, Jah. Lelaki tulen dengan darahnya yang benarbenar merah...(Boesye, Hal. 17, dialog ke 220).
Berdasarkan konteks dialog tersebut, dapat diketahui bahwa kata Lelaki Tulen secara semiotik merupakan simbol kejantanan/kelelakian yang berkonotasi negatif, dalam hal ini ayah Soleman adalah seorang yang hebat dalam melakukan hubungan intim, baik dengan istrinya maupun istri orang lain. Makna Lelaki Tulen sebagai simbol kejantanan mempunyai kesan negatif, sebab simbol tersebut digunakan untuk Menjahati orang lain, kemudian simbol yang konotasinya negatif itu, secara alamiah diwarisi oleh Soleman. 2. Jahanam sebagai simbol Sisi Buruk Kehidupan Dugaan Mat Kontan membuahkan hasil, ternyata burung Beo kesayangannya mati karena Solemanlah yang membunuhnya. Soleman yang iri pada semua kepunyaan Mat Kontan akhirnya diluapkannya, Soleman iri pada apa yang dipunyai si Mat Kontan. Soleman juga mengakui bahwa dirinya memang Jahanam, tapi bukan hanya Soleman yang menyandang kata itu. Berikut penggalan dialognya:
21
Soleman
: Ya! Saya iri pada semua yang kau punyai. Pada uangmu, pada binimu, pada anakmu, pada burungmu dan pada kesombongan kamu!
Mat Kontan
: Memang kau jahanam!
Soleman
: Memang saya jahanam. Tapi kau juga jahanam (dan membalikan badan ke arah Paijah) kau juga jahanam. Dan burung itu juga jahanam! (lambat) dan anak yang menangis itu juga jahanam...(Boesye, Hal. 28-29, dialog ke 362).
Kata Jahanam dalam naskah ini, telah sering diucapkan oleh tokohtokoh pada dialog sebelumnya. Namun pada dialog di atas, ketika masalah mulai klimaks3, kata Jahanam berulang kali diucapkan oleh Soleman. Jahanam yang dilekatkan pada diri Soleman diartikan bahwa Soleman yang selama ini dianggap sebagai tetangga yang baik, suka bertukar cerita antara Mat Kontan, berjanji akan menolong Paijah terhadap amarah suaminya yang sering kalap, ternyata hanyalah kebohongan besar, tenyata ia hanya pembual. Soleman-lah yang membunuh burung Beo si Mat Kontan, dialah yang berselingkuh dengan Paijah, istri Mat Kontan. Kata Jahanam yang dilekatkan pada Mat Kontan diartikan bahwa ia selalu lari dari kenyataan, penyombong, angkuh, penakut, egois, emosional, dan sok tahu. Ia juga selalu membanggakan istrinya yang tidak setia terhadapnya, ia juga bangga terhadap Kontan Kecil,
3
Memuncaknya ketegangan dalam struktur cerita disebut klimaks (major klimaks). Dikutip dari buku Drama; Teori dan Aplikasinya, oleh C. Dewojati, (2010) Hal. 167.
22
padahal bukanlah anak kandungnya, terlebih lagi Mat Kontan tidak bisa berhubungan intim dengan istrinya sebab ia mempunyai penyakit kelamin yakni mandul. Makna kata Jahanam yang dilekatkan pada Paijah, disebabkan karena ia tidak setia pada suaminya, ia selalu tidak jujur terhadap Mat Kontan dan walaupun Mat Kontan tidak bisa membahagiakan secara lahir batin, namun Paijah harus tetap setia. Paijah harus berterus terang pada Mat Kontan sebab ia suaminya yang syah, tetapi pada kenyataannya Paijah selingkuh dengan Soleman. 3. Burung Jahanam sebagai simbol Pembeber Rahasia Makna kata Burung Jahanam yang dilekatkan pada burung Beo tersebut
disimbolkan
sebagai
pembeber
rahasia.
Rahasia
perselingkuhan antara Soleman dan Paijah. Artinya, burung Beo itu tidak baik untuk dipelihara karena dapat merusak rumah tangga orang, dan dengan kepandaian burung itu, rumah tangga Mat Kontan dan persahabatannya dengan Soleman menjadi tidak harmonis. 4. Anak Jahanam sebagai simbol Anak Haram Sedangkan makna kata Anak Jahanam dalam naskah lakon Malam Jahanam, disimbolkan sebagai anak haram, anak dari perselingkuhan antara Paijah dan Soleman, tetangganya. Jadi kesimpulannya, kata Jahanam pada naskah lakon Malam Jahanam karya Motinggo Boesye, adalah simbol yang diartikan sebagai “sisi buruk kehidupan manusia”.
23
5. Kematian sebagai simbol Berakhirnya Rahasia Pada akhir cerita naskah lakon Malam Jahanam ini, Paijah dikejutkan dengan kematian si Utai, anak yang setengah pandir itu. Ia ditendang di leher oleh Soleman ketika mau menangkapnya. Sementara Soleman berhasil lolos dari kejaran Mat Kontan. Kematian Utai secara tragis adalah simbol yang menandai bahwa rahasia kerusuhan dan perselingkuhan mereka tidak akan pernah terungkap, sebab hanya si Utailah yang tahu semua rahasia mereka. Adapun Soleman yang melarikan diri dengan selamat, tetapi ia tidak akan tenang dengan pikirannya.
Sedangkan
anak
mereka
yang
menjadi
hasil
kejahanaman, juga mati karena penyakitnya yang bertambah parah, berikut penggalan dialognya: Mat Kontan
: Ia di tendang Soleman jahanam itu ketika Utai menangkapnnya...jahanam itu selamat...tapi pikirannya akan selalu di buru! (bayi menangis), bawa ke dalam nanti masuk angin lagi!...Kenapa kau lihat saya seperti itu? Apa saya ini Macan?
Paijah
: Si Utai, Tan!!!
Mat Kontan
: Apa boleh buat dia mati. Kalau hidup tentu ia akan menyebarkan berita kerusuhan kita ini. Kita mesti rahasiakan ini, Jah...
Paijah
: Pak! Anakku mati Pak!...(Boesye, hal. 33 dialog ke 405).
Kalimat yang ditandai di atas adalah sebuah ironi, dikatakan demikian karena Utai yang selama ini mengetahui rahasia mereka akhirnya mati dengan cara tragis. Kematian Utai memberikan kesimpulan bahwa
24
rahasia busuk mereka juga telah berakhir, sebab kalau saja Utai hidup tentu ia akan menyebarkannya. Apalagi Utai dikenal sebagai tokoh yang pandir dalam naskah ini. Pada naskah lakon Malam Jahanam karya Motinggo Boesye, ada beberapa tanda yang terdapat pada dikotomi Saussure dan pada trikotomi Peirce, akan tetapi ada tanda-tanda tertentu yang hanya bisa dijelaskan melalui Semiologi Saussure, salah satunya adalah tanda berupa Bangku Jahanam. Sebaliknya, sistem tanda yang terdapat pada lakon Malam Jahanam berdasarkan dikotomi Saussure, hanya bisa dikelompokkan ke dalam jenis tanda Peirce, hal ini disebabkan karena teori Sausure hanya berupa sistem tanda, bukan pada jenis tanda.
25