Bab IV PEMBAHASAN Perhitungan harga pokok produksi yang akurat sangatlah penting bagi perusahaan, sehingga perusahaan dapat menentukan harga jual yang kompetitif. Untuk dapat menentukan harga pokok produksi yang akurat, terlebih dahulu harus diidentifikasikan dengan baik unsur-unsur biaya yang menentukan harga pokok produksi tersebut. Unsur harga pokok produksi terdiri dari tiga hal yaitu biaya bahan baku atau bahan langsung, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik. Biaya bahan baku merupakan biaya yang mencakup biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk memperoleh bahan baku yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari produk jadi. Biaya tenaga kerja langsung merupakan upah yang dibayarkan kepada pekerja yang berpartisipasi secara langsung dalam mengubah bahan mentah menjadi produk jadi. Unsur biaya terakhir yaitu biaya overhead pabrik yang mencakup semua biaya produksi selain bahan langsung dan tenaga kerja langsung Masalah utama yang sering dijumpai oleh tiap-tiap perusahaan dalam melakukan perhitungan harga pokok produksi adalah mengenai pengalokasian biaya overhead produksi. Hal ini tidaklah menjadi masalah bagi perusahaan yang hanya memproduksi satu jenis produk, karena semua biaya overhead akan dapat langsung dialokasikan pada seluruh unit yang diproduksi. Di sisi lain hal ini akan menjadi masalah terutama bagi perusahaan dengan multiproduk. Tidak mungkin setiap jenis produk yang dihasilkan akan menyerap biaya overhead yang sama besarnya Dengan demikian, biaya overhead harus dialokasikan secara benar dan akurat sehingga menghasilkan perhitungan harga pokok produksi yang tepat. Pada akhirnya 62
dengan perhitungan harga pokok produksi yang tepat tersebut, maka pihak manajemen akan mengambil keputusan yang tepat bagi kepentingan perusahaan. IV.1. Tinjauan Perhitungan Harga Pokok Produksi yang Diterapkan Perusahaan Dan Permasalahannya. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa dalam melakukan perhitungan harga pokok produksinya UD Safety Motor menggunakan sistem akuntansi biaya tradisional. Dalam menghitung harga pokok produksi, seluruh biaya overhead dialokasikan ke produk dengan berdasarkan satu penggerak biaya, yaitu volume produksi. Jadi seluruh biaya overhead yang dikeluarkan oleh perusahaan dibebankan ke masing-masing produk hanya dengan membagi total biaya overhead dengan volume produksi. Perhitungan tarif overhead yang hanya menggunakan volume produksi sebagai satu-satunya dasar alokasi akan menyebabkan timbulnya biaya yang terdistorsi, karena biaya yang dibebankan tidak mencerminkan besarnya biaya yang benar-benar diserap oleh produk. Biaya yang dibebankan menjadi lebih besar atau lebih kecil dari yang seharusnya. Hal ini akan berdampak pada perhitungan harga per unit produk, sehingga dapat mempengaruhi pengambilan keputusan oleh manajemen seperti penetapan harga jual yang tidak kompetitif yang dapat memberikan dampak negatif bagi kelangsungan hidup perusahaan. Dengan menggunakan volume produksi sebagai dasar pengalokasian biaya overhead, pembebanan biaya overhead tidaklah tepat. Produk yang bervolume besar akan menyerap biaya overhead yang lebih besar dibanding dengan produk yang bervolume kecil. Padahal belum tentu hal tersebut benar. Dengan kata lain, penggunaan 63
penggerak
biaya
tunggal
menyebabkan
pengalokasian
biaya
overhead
tidak
mencerminkan pemakaian biaya overhead yang sebenarnya dari tiap produk. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis hanya akan membahas dua tipe helm yang diproduksi oleh perusahaan, yaitu helm tipe SMI 102 (orang dewasa) dan helm tipe Full Face Anak. Alasan penulis membahas perhitungan harga pokok produksi untuk tipe STD. SMI 102 adalah karena tipe ini adalah tipe yang diproduksi paling banyak (volume tinggi) oleh UD Safety Motor, sedangkan tipe Full Face Anak dipilih karena tipe ini adalah tipe yang diproduksi paling sedikit (volume rendah) oleh UD Safety Motor. Selanjutnya penulis akan menyajikan kembali laporan biaya produksi untuk tipe SMI 102 (orang dewasa) maupun laporan biaya produksi untuk tipe Full Face Anak yang terjadi pada tahun 2006 Selanjutnya akan disajikan tabel IV.1 yang berisikan data laporan biaya produksi pada tahun 2006 yang akan menyajikan semua biaya produksi yang timbul selama memproduksi helm tipe SMI 102 (Orang dewasa) dengan volume produksi sebesar 218.300 unit
64
Tabel III.2 UD Safety Motor Laporan Biaya Produksi Tipe SMI-102 (Orang dewasa) Tahun 2006 Bahan baku langsung
Rp 4.227.288.000
Tenaga kerja langsung
Rp
132.360.000
Rp
447.703.756
Overhead pabrik: Biaya bahan baku tidak langsung
Rp 126.818.640
Biaya tenaga kerja tidak langsung
Rp
6.618.000
Biaya penyusutan mesin
Rp
43.660.000
Biaya pemeliharaan mesin
Rp
2.700.062
Biaya penyusutan kendaraan
Rp
20.700.474
Biaya perawatan kendaraan
Rp
360.000
Biaya kebersihan dan keamanan.
Rp
8.676.198
Biaya sewa pabrik
Rp
15.000.344
Biaya penyusutan perlengkapan kantor
Rp
3.000.000
Biaya packing
Rp
87.320.000
Biaya pengiriman
Rp
34.740.000
Biaya listrik
Rp
36.959.838
Biaya telepon
Rp
18.519.120
Biaya air PAM
Rp
7.276.667
Biaya overhead lainnya
Rp
35.354.413
Total overhead pabrik
65
Harga pokok produksi
Rp 4.807.351.756
Volume produksi
218300 Unit
Harga pokok produksi per unit
Rp
22.022
Tabel IV.1 Laporan Biaya Produksi Tipe SMI-102 Sumber: UD. Safety Motor
Dari tabel IV.1 diatas dapat diketahui bahwa biaya bahan baku langsung dijumlahkan dengan biaya tenaga kerja langsung dan overhead. Totalnya adalah harga pokok produksi secara keseluruhan untuk tipe SMI-102 (Rp 4.807.351.756). Untuk menghitung harga pokok produksi per unit maka perusahaan membagi harga pokok produksi secara keseluruhan (Rp 4.807.351.756) dengan volume produksi yaitu 218.300 unit helm untuk tipe SMI-102. Maka harga pokok per unit untuk helm tipe
SMI-102
adalah Rp 22.022 Selanjutnya akan disajikan tabel IV.2 yang berisikan data laporan biaya produksi pada tahun 2006 yang akan menyajikan semua biaya produksi yang timbul selama memproduksi helm tipe Full Face Anak dengan volume produksi sebesar 14.500 unit..
66
Tabel IV.2 UD Safety Motor Laporan Biaya Produksi Tipe Full Face Anak Tahun 2006 Bahan baku langsung
Rp
187.050.000
Tenaga kerja langsung
Rp
8.820.000
Rp
34.283.672
Overhead pabrik: Biaya bahan baku tidak langsung
Rp
5.611.500
Biaya tenaga kerja tidak langsung
Rp
441.000
Biaya penyusutan mesin
Rp
1.450.000
Biaya pemeliharaan mesin
Rp
179.344
Biaya penyusutan kendaraan
Rp
1.374.974
Biaya perawatan kendaraan
Rp
23.913
Biaya kebersihan dan keamanan.
Rp
576.294
Biaya sewa pabrik
Rp
996.359
Biaya penyusutan perlengkapan kantor
Rp
199.272
Biaya packing
Rp
5.800.000
Biaya pengiriman
Rp
11.070.000
Biaya listrik
Rp
2.498.310
Biaya telepon
Rp
1.231.050
Biaya air PAM
Rp
483.333
Biaya overhead lainnya
Rp
2.348.323
Total overhead pabrik
67
Harga pokok produksi
Rp
230.153.672
Volume produksi
14500
Harga pokok produksi per unit
Rp
15.873
Tabel IV.2 Laporan Biaya Produksi Tipe Full Face Anak Sumber: UD. Safety Motor
Dari tabel IV.2 dapat diketahui bahwa biaya bahan baku langsung dijumlahkan dengan biaya tenaga kerja langsung dan overhead pabrik. Totalnya adalah harga pokok produksi secara keseluruhan untuk tipe Full Face Anak (Rp 230.153.672).
Untuk
menghitung harga pokok produksi per unit maka perusahaan membagi harga pokok produksi secara keseluruhan (Rp 230.153.672) dengan volume produksi yaitu 14.500 unit helm untuk tipe Full Face Anak. Maka harga pokok per unit untuk helm tipe Full Face Anak adalah Rp 15.873 Selanjutnya pada tabel IV.3 akan disajikan data laporan biaya produksi pada tahun 2006 yang akan menyajikan semua biaya produksi yang timbul selama memproduksi helm tipe Full Face Anak dan juga tipe SMI 102 (orang dewasa)
68
Tabel IV.3 UD Safety Motor Laporan Biaya Produksi Tahun 2006 SMI 102 Keterangan
(orang dewasa)
Full Face Anak
Bahan baku langsung
Rp 4.227.288.000
Rp
187.050.000
Tenaga kerja langsung
Rp
132.360.000
Rp
8.820.000
Biaya bahan baku tidak langsung
Rp
126.818.640
Rp
5.611.500
Biaya tenaga kerja tidak langsung
Rp
6.618.000
Rp
441.000
Biaya penyusutan mesin
Rp
43.660.000
Rp
1.450.000
Biaya pemeliharaan mesin
Rp
2.700.062
Rp
179.344
Biaya penyusutan kendaraan
Rp
20.700.474
Rp
1.374.974
Biaya perawatan kendaraan
Rp
360.000
Rp
23.913
Biaya kebersihan dan keamanan.
Rp
8.676.198
Rp
576.294
Biaya sewa pabrik
Rp
15.000.344
Rp
996.359
Biaya penyusutan perlengkapan kantor
Rp
3.000.000
Rp
199.272
Biaya packing
Rp
87.320.000
Rp
5.800.000
Biaya pengiriman
Rp
34.740.000
Rp
11.070.000
Biaya listrik
Rp
36.959.838
Rp
2.498.310
Biaya telepon
Rp
18.519.120
Rp
1.231.050
Biaya air PAM
Rp
7.276.667
Rp
483.333
Overhead pabrik:
69
Biaya overhead lainnya
Rp
Total overhead pabrik Harga pokok produksi
35.354.413
Rp
2.348.323
Rp 447.703.756
Rp
34.283.672
Rp 4.807.351.756
Rp
230.153.672
Volume produksi
218.300
Harga pokok produksi per unit
Rp
22.022
14.500 Rp
15.873
Tabel IV.3 Laporan Biaya Produksi Sumber: UD. Safety Motor
Dari laporan biaya produksi tipe SMI-102 dan laporan biaya produksi tipe Full Face Anak dapat diketahui bahwa metode yang digunakan untuk menghitung harga pokok produksinya UD. Safety Motor menggunakan sistem tradisional karena UD. Safety Motor hanya menggunakan volume produksi sebagai pemicu biaya. Dari perhitungan yang diterapkan perusahaan tersebut, tampak bahwa alokasi overhead berdasar volume produksi hanya melihat volume masing-masing produk, sehingga produk yang bervolume besar akan memperoleh alokasi overhead yang besar dan sebaliknya untuk produk yang bervolume kecil akan memperoleh alokasi overhead yang kecil pula. Pada kenyataannya perhitungan tarif overhead yang hanya menggunakan volume produksi sebagai satu-satunya dasar alokasi akan menyebabkan timbulnya biaya yang terdistorsi, karena biaya yang dibebankan tidak mencerminkan besarnya biaya yang benar-benar diserap oleh produk. Biaya yang dibebankan menjadi lebih besar atau lebih
70
kecil dari yang seharusnya. Hal ini akan berdampak pada perhitungan harga pokok produk per unit. Produk bervolume besar jika menggunakan sistem tradisional harga pokok produksinya cenderung lebih besar dibandingkan jika melakukan perhitungan dengan sistem ABC. Sedangkan untuk produk yang bervolume kecil jika menggunakan sistem tradisional harga pokok produksinya cenderung lebih kecil dibandingkan jika melakukan perhitungan dengan sistem ABC. Hal ini terjadi karena asumsi bahwa biaya yang diserap oleh produk berbanding lurus dengan volume produksi masing-masing produk. Produk yang bervolume besar akan menyerap biaya overhead yang lebih besar dibanding dengan produk yang bervolume kecil. Padahal belum tentu hal tersebut benar.
Dengan kata lain, penggunaan penggerak biaya tunggal menyebabkan
pengalokasian biaya overhead tidak mencerminkan pemakaian biaya overhead yang sebenarnya dari tiap produk. Alokasi dengan hanya menggunakan satu penggerak biaya akan menjadi tidak tepat.
Seharusnya penggerak biaya yang digunakan dalam mengalokasikan biaya
overhead adalah penggerak biaya unit dan non unit. Jadi tidak hanya volume produksi saja yang digunakan sebagai dasar alokasi, tetapi diperlukan penggerak lain seperti jam tenaga kerja langsung, jam mesin,jumlah pengiriman, dan luas lantai. Berdasarkan data biaya overhead pada UD Safety Motor terdapat alokasi biaya yang tidak tepat atas dasar volume produksi. Biaya tersebut adalah biaya tenaga kerja tidak langsung, biaya kebersihan dan keamanan, biaya penyusustan mesin, biaya pemeliharaan mesin, biaya pemakaian listrik, biaya penyusutan kendaraan, biaya perawatan kendaraan, biaya pengiriman, biaya pemakaian telepon, dan biaya sewa pabrik.
Jika yang digunakan sebagai dasar alokasi adalah volume produksi, maka 71
pembebanan biaya-biaya tersebut ke produk menjadi keliru karena biaya-biaya tersebut cost drivernya bukan volume produksi. Untuk memperbaiki cara pembebanan biaya overhead yang telah diterapkan perusahaan, terdapat suatu sistem pembebanan biaya overhead pabrik yang dikenal dengan Activity based costing system atau sistem kalkulasi berdasarkan aktivitas. IV.2. Penerapan Sistem Activity Based Costing pada UD Safety Motor Sistem akuntansi biaya tradisional yang hanya menggunakan penggerak biaya tunggal dirasa tidak tepat lagi untuk menjadi dasar perhitungan harga pokok produksi. Selain itu, jika sistem ini tetap diterapkan, maka akan timbul distorsi biaya. Distorsi biaya tersebut timbul akibat penggunaan penggerak biaya tunggal, yang dalam masalah ini adalah volume produksi. Walaupun mempunyai hubungan dengan biaya overhead, volume produksi tidak dapat dijadikan dasar dalam mengalokasikan biaya overhead, karena volume produksi bukan faktor utama yang menimbulkan konsumsi biaya oleh produk. Faktor utama yang menjadi pemicu timbulnya biaya overhead adalah aktivitas atau kegiatan yang terjadi selama produksi. Pada dasarnya, sistem activity based costing merupakan metode penentuan harga pokok yang ditujukan untuk menyajikan informasi harga pokok yang akurat bagi pihak menajemen.
Sistem ini dilandaskan atas dasar bahwa suatu produk memerlukan
aktivitas dan aktivitas mengkonsumsi sumber daya, sumber daya yang dikonsumsi ini menimbulkan biaya. Penerapan sistem activity based costing sangat berbeda dengan cara penerapan sistem kalkulasi biaya tradisional yang telah diterapkan perusahaan. Inti dari perbedaan itu adalah dalam sistem kalkulasi biaya tradisional hanya menggunakan satu penggerak
72
biaya sedangkan dalam sistem ABC penggerak biayanya bukan hanya satu penggerak biaya tetapi ada beberapa penggerak biaya baik penggerak biaya unit maupun non unit. Untuk mengetahui penggerak biaya yang terjadi dalam UD Safety Motor maka penulis menyajikan kembali laporan kegiatan produksi yang dilakukan oleh perusahaan untuk helm tipe SMI 102 (orang dewasa) dan Full Face Anak yang terjadi selama tahun 2006. Laporan kegiatan produksi disajikan pada tabel IV.4
Tabel IV.4 UD Safety Motor Laporan Kegiatan Produksi Tahun 2006 Keterangan
SMI 102 (Orang dewasa)
Full Face Anak
Volume Produksi
218300 unit
14500 unit
Jam Tenaga Kerja Langsung (JTKL)
219907 jam
54977jam
3610 jam
370 jam
700
370
26741.75 m2
1305 m2
Jam Mesin (JM) Jumlah Pengiriman (JP) Luas Lantai (LL)
Tabel IV.4 Laporan Kegiatan Produksi Sumber: UD Safety Motor
Dengan menggunakan sistem activity based costing, perusahaan dapat menggunakan banyak pengerak biaya sebagai dasar alokasi baik penggerak biaya unit
73
maupun non unit, dengan demikian maka tiap aktivitas yang dilalui produk dalam proses produksi dapat ditelusuri. Setelah menelusuri aktivitas-aktivitas tersebut maka dapat diketahui seberapa besar konsumsi sumber daya oleh produk. Penelusuran aktivitas pada tiap produk seperti pada sistem activity based costing ini tidak terdapat pada sistem akuntansi biaya tradisional. Dengan adanya penelusuran aktivitas seperti ini, pembebanan biaya overhead ke produk akan menjadi tepat, karena sistem ini dilandaskan atas dasar bahwa suatu produk memerlukan aktivitas dan aktivitas mengkonsumsi sumber daya, sumber daya yang dikonsumsi ini menimbulkan biaya. Pada bagian ini penulis akan menyajikan perhitungan tentang penerapan sistem activity based costing pada UD Safety Motor. Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam menerapkan sistem activity based costing adalah sebagai berikut: Prosedur tahap pertama 1. Identifikasi dan klasifikasi aktivitas Langkah pertama yang perlu dilakukan adalah mengidentifikasi berbagai aktivitas yang biasa dijalankan oleh perusahaan dalam melaksanakan proses produksinya. Aktivitas-aktivitas yang berkaitan dengan overhead diidentifikasikan menurut tingkatannya disajikan dalam tabel IV.5
74
Tabel IV.5 UD Safety Motor Identifikasi dan Klasifikasi Aktivitas (Sistem ABC) Aktivitas Perusahaan
Tingkat Aktivitas
Aktivitas pemakaian bahan baku tidak langsung
Unit
Aktivitas pemakaian tenaga kerja tidak langsung
Unit
Aktivitas penyusutan mesin
Produk
Aktivitas pemeliharaan mesin
Produk
Aktivitas penyusutan kendaraan
Batch
Aktivitas perawatan kendaraan
Batch
Aktivitas pemeliharaan kebersihan dan keamanan
Fasilitas
Aktivitas sewa pabrik
Fasilitas
Aktivitas penyusutan perlengkapan kantor
Fasilitas
Aktivitas packing
Produk
Aktivitas pengiriman
Batch
Aktivitas pemakaian listrik
Unit
Aktivitas pemakaian telepon
Unit
Aktivitas pemakaian air PAM
Unit
Aktivitas overhead lainnya
Unit
2. Penentuan penggerak biaya (cost driver) Setelah mengidentifikasi dan mengklasifikasi aktivitas yang terjadi maka langkah selanjutnya adalah menentukan penggerak biaya (cost driver) yang akan 75
digunakan untuk membebankan biaya-biaya dari masing-masing aktivitas yang telah diidentifikasikan tingkatannya. Berikut ini akan ditentukan penggerak biaya (cost driver) untuk masing-masing aktivitas •
Aktivitas pemakaian bahan baku tidak langsung cost drivernya adalah volume produksi
•
Aktivitas pemakaian tenaga kerja tidak langsung cost drivernya adalah jam tenaga kerja langsung
•
Aktivitas penyusutan mesin cost drivernya adalah jam mesin
•
Aktivitas pemeliharaan mesin cost drivernya adalah jam mesin
•
Aktivitas penyusutan kendaraan cost drivernya adalah jumlah pengiriman
•
Aktivitas perawatan kendaraan cost drivernya adalah jumlah pengiriman
•
Aktivitas pemeliharaan kebersihan dan keamanan cost drivernya adalah jam tenaga kerja langsung
•
Aktivitas sewa pabrik cost drivernya adalah luas lantai
•
Aktivitas penyusutan perlengkapan kantor cost drivernya adalah volume produksi
•
Aktivitas packing cost drivernya adalah volume produksi
•
Aktivitas pengiriman cost drivernya adalah jumlah pengiriman
•
Aktivitas pemakaian listrik cost drivernya adalah jam mesin
•
Aktivitas pemakaian telepon cost drivernya adalah jumlah pengiriman
•
Aktivitas pemakaian air PAM cost drivernya adalah volume produksi
•
Aktivitas overhead lain cost drivernya adalah volume produksi
76
Dari penentuan cost driver diatas dapat diketahui bahwa tidak semua aktivitas cost drivernya volume produksi, tetapi ada aktivitas-aktivitas yang cost drivernya jam tenaga kerja langsung, jam mesin, jumlah pengiriman dan luas lantai. Inilah yang membedakan antara sistem tradisional dengan sistem activity based costing.
Dalam sistem tradisional semua aktivitas yang terjadi cost
drivernya adalah volume produksi. Hubungan antara biaya dengan tingkat aktivitas dan cost drivernya disajikan pada tabel IV.6
Tabel IV.6 UD Safety Motor Hubungan Biaya dengan Aktivitas dan Cost Driver Tingkat Aktivitas Perusahaan
Aktivitas
Cost Driver
Unit
Volume produksi
Unit
JTKL
Aktivitas pemakaian bahan baku tidak langsung Aktivitas pemakaian tenaga kerja tidak langsung Aktivitas penyusutan mesin
Produk
Jam Mesin
Aktivitas pemeliharaan mesin
Produk
Jam Mesin Jumlah
Aktivitas penyusutan kendaraan
Batch
77
Pengiriman
Jumlah Aktivitas perawatan kendaraan
Batch
Pengiriman
Aktivitas pemeliharaan kebersihan dan keamanan
Fasilitas
JTKL
Aktivitas sewa pabrik
Fasilitas
Luas Lantai
Aktivitas penyusutan perlengkapan kantor
Fasilitas
Volume produksi
Aktivitas packing
Produk
Volume produksi Jumlah
Aktivitas pengiriman
Batch
Pengiriman
Aktivitas pemakaian listrik
Unit
Jam Mesin Jumlah
Aktivitas pemakaian telepon
Unit
Pengiriman
Aktivitas pemakaian air PAM
Unit
Volume produksi
Aktivitas overhead lainnya
Unit
Volume produksi
3. Pengelompokan biaya (cost pool) yang homogen Berdasarkan cost driver yang telah ditentukan, maka biaya dari beberapa aktivitas dapat dikelompokan ke dalam suatu kelompok biaya yang sejenis (cost pool). Pengelompokan biaya dilakukan untuk menghemat waktu dan biaya karena jika tidak dikelompokan maka akan memakan waktu dan biaya untuk menghitung masing-masing tarif overhead untuk tiap aktivitas.
78
Dari data yang didapat dari UD Safety Motor maka ada 5 kelompok biaya (cost pool) dari semua aktivitas yang terjadi selama tahun 2006, yaitu: •
Kelompok biaya overhead yang berhubungan dengan volume produksi
•
Kelompok biaya overhead yang berhubungan dengan jam mesin
•
Kelompok biaya overhead yang berhubungan dengan jumlah pengiriman
•
Kelompok biaya overhead yang berhubungan dengan jam tenaga kerja langsung
•
Kelompok biaya overhead yang berhubungan dengan luas lantai
Pengelompokan biaya (cost pool) yang homogen disajikan dalam tabel IV.7
Tabel IV.7 UD Safety Motor Kelompok Aktivitas dan Kelompok Biaya Sejenis Tingkat Aktivitas Perusahaan
Aktivitas
Cost Driver
Kelompok Biaya 1: Aktivitas pemakaian bahan baku tidak langsung
Unit
Volume produksi
Aktivitas penyusutan perlengkapan kantor
Fasilitas
Volume produksi
Aktivitas packing
Produk
Volume produksi
Aktivitas pemakaian air PAM
Unit
Volume produksi
Aktivitas overhead lainnya
Unit
Volume produksi
79
Kelompok Biaya 2: Aktivitas pemakaian tenaga kerja tidak langsung
Unit
JTKL
Aktivitas pemeliharaan kebersihan dan keamanan
Fasilitas
JTKL
Aktivitas penyusutan mesin
Produk
Jam Mesin
Aktivitas pemeliharaan mesin
Produk
Jam Mesin
Unit
Jam Mesin
Aktivitas penyusutan kendaraan
Batch
Jumlah Pengiriman
Aktivitas perawatan kendaraan
Batch
Jumlah Pengiriman
Aktivitas pengiriman
Batch
Jumlah Pengiriman
Aktivitas pemakaian telepon
Unit
Jumlah Pengiriman
Kelompok Biaya 3:
Aktivitas pemakaian listrik Kelompok Biaya 4:
Kelompok Biaya 5: Aktivitas sewa pabrik
Fasilitas
Luas Lantai
4. Perhitungan tarif overhead kelompok (Pool rate) Setelah mengelompokkan biaya yang sejenis maka langkah selanjutnya adalah menghitung tarif overhead dari masing-masing kelompok biaya, yaitu dengan cara membagi biaya overhead dengan cost drivernya.
Pool rate =
Total overhead cost Cost Driver
Perhitungan pool rate pada UD Safety Motor akan disajikan dalam tabel IV.8
80
Tabel IV.8 UD Safety Motor Perhitungan Pool Rate Kelompok Biaya 1: Overhead yang berhubungan dengan Volume produksi Aktivitas pemakaian bahan baku tidak langsung
Rp
132.430.140
Aktivitas penyusutan perlengkapan kantor
Rp
3.199.272
Aktivitas packing
Rp
93.120.000
Aktivitas pemakaian air PAM
Rp
7.760.000
Aktivitas overhead lainnya
Rp
37.702.736
Rp
274.212.148
Total Biaya 1 Volume produksi
232.800 Unit
Tarif Overhead per kelompok biaya 1
Rp
1.178
Aktivitas pemakaian tenaga kerja tidak langsung
Rp
7.059.000
Aktivitas pemeliharaan kebersihan dan keamanan
Rp
9.252.492
Rp
16.311.492
Kelompok Biaya 2: Overhead yang berhubungan dengan Jam Tenaga Kerja Langsung (JTKL)
Total Biaya 2 Jam Tenaga Kerja Langsung (JTKL)
274.884 Jam
Tarif Overhead per kelompok biaya 2
Rp
81
59
Kelompok Biaya 3: Overhead yang berhubungan dengan Jam Mesin (JM) Aktivitas penyusutan mesin
Rp
45.110.000
Aktivitas pemeliharaan mesin
Rp
2.879.406
Aktivitas pemakaian listrik
Rp
39.458.148
Rp
87.447.554
Total Biaya 3 Jam Mesin (JM)
3.980 Jam
Tarif Overhead per kelompok biaya 3
Rp
21.972
Aktivitas penyusutan kendaraan
Rp
22.075.448
Aktivitas perawatan kendaraan
Rp
383.913
Aktivitas pengiriman
Rp
45.810.000
Aktivitas pemakaian telepon
Rp
19.750.170
Rp
88.019.531
Kelompok Biaya 4: Overhead yang berhubungan dengan Jumlah Pengiriman (JP)
Total Biaya 4 Jumlah Pengiriman (JP)
1.070
Taruf Overhead per kelompok biaya 4
Rp
82.261
Rp
15.996.703
Kelompok Biaya 5: Overhead yang berhubungan dengan Luas Lantai (LL) Aktivitas sewa pabrik
28046,75 m2
Luas Lantai (LL) Tarif Overhead per kelompok biaya 5
Rp
82
570
Prosedur tahap kedua Tahap ini adalah tahap terakhir dari penerapan sistem activity based costing. Pada tahap kedua ini kita akan membebankan berbagai biaya aktivitas ke tiap produk. Besarnya alokasi biaya overhead pada masing-masing produk diperoleh dengan cara mengalikan tarif overhead masing-masing pengerak biaya (cost driver) dengan besarnya unit penggerak biaya yang dikonsumsi untuk tiap produk. Pada tabel IV.9 akan disajikan perhitungan overhead berdasarkan sistem activity based costing
Tabel IV.9 UD Safety Motor Perhitungan Overhead Berdasarkan Sistem Activity Based Costing SMI 102 Keterangan
(orang dewasa)
Full Face Anak
Kelompok Biaya 1 Overhead yang berhubungan dengan Volume produksi Rp 1.178 X 218.300 Unit
Rp
257.157.400
Rp 1.178 X 14.500 Unit
Rp
83
17.081.000
Kelompok Biaya 2: Overhead yang berhubungan dengan Jam Tenaga Kerja Langsung (JTKL) Rp 59 X 219.907 Jam
Rp
12.974.513
Rp 59 X 54.977 Jam
Rp
3.243.643
Rp
8.129.640
Rp
30.436.570
Rp
743.850
Rp
59.634.703
Kelompok Biaya 3: Overhead yang berhubungan dengan Jam Mesin (JM) Rp 21.972 X 3610 Jam
Rp
79.318.920
Rp 21.972 X 370 Jam Kelompok Biaya 4: Overhead yang berhubungan dengan Jumlah Pengiriman (JP) Rp 82.261 X 700
Rp
57.582.700
Rp 82.261 X 370 Kelompok Biaya 5: Overhead yang berhubungan dengan Luas Lantai (LL) Rp 570 X 26.741,75
Rp
15.242.798
Rp 570 X 1.305 Total Biaya Overhead
Rp
422.276.331
84
Dari perhitungan pada tabel IV.9 diperoleh pengalokasian overhead pada masing-masing kelompok biaya, sehingga dari jumlah semua kelompok biaya tersebut dapat diketahui total biaya overhead untuk helm tipe SMI 102 sebesar Rp 422.276.331, sedangkan total biaya overhead untuk helm tipe Full Face Anak sebesar Rp 59.634.703. Setelah diketahui biaya overhead maka langkah selanjutnya adalah menghitung harga pokok produksi untuk masing-masing produk.
Cara menghitungnya adalah
dengan menjumlahkan bahan baku langsung, tenaga kerja langsung dan juga biaya overhead.
Untuk menghitung harga pokok produksi per unit maka hasil dari
penjumlahan tersebut dibagi dengan volume produksi untuk masing-masing produk. Jumlah biaya bahan baku langsung dan biaya tenaga kerja langsung untuk perhitungan sistem activity based costing adalah sama dengan sistem akuntansi tradisional, yang berbeda adalah biaya overheadnya, biaya overhead yang digunakan dalam sistem ABC adalah biaya overhead yang menggunakan sistem ABC. Perhitungan harga pokok produksi berdasarkan sistem activity based costing akan disajikan pada tabel IV.10
85
Tabel IV.10 UD Safety Motor Harga Pokok Produksi Berdasarkan Sistem Activity Based Costing SMI 102 Keterangan
(orang dewasa)
Full Face Anak
Bahan baku langsung
Rp
4.227.288.000
Rp 187.050.000
Tenaga kerja langsung
Rp
132.360.000
Rp
Biaya Overhead
Rp
422.276.331
Rp 59.634.703
Rp
4.781.924.331
Rp 255.504.703
Total Biaya Produksi Volume Produksi HPP per unit
218.300 Unit Rp
21.905
8.820.000
14.500 Unit Rp
17.621
Dari perhitungan dengan sistem activity based costing diatas, terlihat bahwa biaya bahan baku langsung dan tenaga kerja langsung menurut activity based costing dan sistem tradisional adalah sama. Helm tipe SMI 102 (orang dewasa) bahan baku langsungnya
sebesar
Rp
4.227.288.000
dan
tenaga
kerja
langsung
sebesar
Rp 132.360.000, sedangkan untuk helm tipe Full Face Anak bahan baku langsungnya sebesar Rp 187.050.000 dan tenaga kerja langsung sebesar Rp 8.820.000.Pengalokasian biaya overhead sistem activity based costing ini menelusuri setiap aktivitas overhead yang dikonsumsi oleh tiap produk. Dengan adanya penelusuran aktivitas ini, maka dapat diketahui besarnya biaya yang benar-benar diserap oleh masing-masing produk tersebut selama proses produksinya. Hal ini tidak dapat dilakukan oleh sistem biaya tradisional.
86
Penggerak biaya (cost driver) yang digunakan dalam sistem activity based costing tidak hanya volume produksi saja, tetapi ada penggerak biaya lainnya seperti jam tenaga kerja langsung (JTKL), jam mesin (JM), jumlah pengiriman (JP), dan luas lantai (LL). Hal inilah yang tidak terdapat dalam sistem tradisional yang digunakan oleh perusahaan karena dalam sistem tradisional penggerak biaya yang digunakan hanya satu yaitu volume produksi saja. Dapat disimpulkan bahwa besarnya alokasi biaya overhead yang diterima tiap produk tidak memandang jumlah volume produksi produk yang bersangkutan, tetapi didasarkan atas aktivitas-aktivitas yang terjadi saat produk tersebut diproduksi. Sistem ini dilandaskan atas dasar bahwa suatu produk memerlukan aktivitas dan aktivitas mengkonsumsi sumber daya, sumber daya yang dikonsumsi ini menimbulkan biaya. Dari hasil perhitungan harga pokok produksi berdasarkan sistem activity based costing maka diperoleh harga pokok produksi untuk helm tipe SMI 102 (orang dewasa) adalah sebesar Rp 21.905 per unit, sedangkan harga pokok produksi untuk helm tipe Full Face Anak adalah sebesar Rp 17.621 IV.3. Analisa Perbandingan Harga Pokok Produksi Berdasarkan Perhitungan Perusahaan dengan Sistem Activity Based Costing Terdapat perbedaan harga pokok produksi yang dilaporkan oleh perusahaan dengan sistem tradisional dengan harga pokok produksi yang menggunakan sistem activity based costing. Hal ini dapat terlihat pada tabel IV.11 dan tabel IV.12
87
Tabel IV.11 UD Safety Motor Perbandingan Harga Pokok Produksi Tipe SMI 102 Keterangan
Sistem Tradisional
Sistem ABC
Bahan baku langsung
Rp
4.227.288.000
Rp 4.227.288.000
Tenaga kerja langsung
Rp
132.360.000
Rp
Biaya Overhead
Rp
447.703.756
Rp 422.276.331
Rp
4.807.351.756
Rp 4.781.924.331
Total Biaya Produksi Volume Produksi HPP per unit
218.300 Unit Rp
22.022
132.360.000
218.300 Unit Rp
21.905
Tabel IV.12 UD Safety Motor Perbandingan Harga Pokok Produksi Tipe Full Face Anak Keterangan
Sistem Tradisional
Sistem ABC
Bahan baku langsung
Rp
187.050.000
Rp
187.050.000
Tenaga kerja langsung
Rp
8.820.000
Rp
8.820.000
Biaya Overhead
Rp
34.283.672
Rp
59.634.703
Rp
230.153.672
Rp
255.504.703
Total Biaya Produksi Volume Produksi HPP per unit
14.500 Unit Rp
15.873
88
14.500 Unit Rp
17.621
Dari tabel IV. 11 dan tabel IV 12 dapat terlihat jelas bahwa yang menyebabkan harga pokok produksi antara sistem tradisional dengan sistem ABC berbeda terletak pada perbedaan biaya overhead. Biaya overhead mengalami perbedaan karena cara penglokasian biaya overhead yang berbeda. Pada sistem tradisional hanya terdapat satu penggerak biaya (cost driver) yaitu volume produksi sedangkan pada sistem ABC terdapat beberapa penggerak biaya (cost driver) yaitu volume produksi, jam tenaga kerja langsung (JTKL), jam mesin (JM), jumlah pengiriman (JP), dan luas lantai(LL). Dari tabel IV.11 biaya produksi helm tipe SMI 102 yang dilaporkan dengan menggunakan sistem biaya tradisional adalah sebesar Rp 4.807.351.756, sedangkan sistem ABC melaporkan sebesar Rp 4.781.924.331, hal ini memperlihatkan bahwa harga pokok produksi yang dilaporkan oleh perusahaan mengalami kelebihan biaya produksi sebesar Rp 25.427.426 atau 0,53% dari Rp 4.807.351.756 Dari tabel IV.12 biaya produksi untuk helm tipe Full Face Anak yang dilaporkan dengan menggunakan sistem biaya tradisional adalah sebesar Rp 230.153.672, sedangkan sistem ABC melaporkan sebesar Rp 255.504.703, hal ini memperlihatkan bahwa harga pokok produksi yang dilaporkan oleh perusahaa mengalami kekurangan biaya produksi sebesar Rp 25.351.031 atau 11,01% dari Rp 230.153.672 Pada halaman selanjutnya akan disajikan tabel IV.13 yang berisi penjelasanpenjelasan diatas, dari tabel !V.13 dapat dilihat perhitungan kelebihan dan kekurangan penerapan biaya produksi dari sistem biaya tradisional dengan sistem activity based costing.
89
Tabel IV.13 UD Safety Motor Perhitungan Kelebihan dan Kekurangan Penerapan Biaya Produksi Perkiraan Biaya
Tipe Produk Total
produksi
SMI 102
Full Face Anak
Rp 4.781.924.331
Rp 255.504.703
Rp 5.037.429.034
Rp 4.807.351.756
Rp 230.153.672
Rp 5.037.505.428
Rp
Rp
Rp
Total Biaya Produksi (sistem ABC) Total Biaya Produksi (sistem ABT) {Kelebihan} atau kekurangan penerapan biaya produksi
(25.427.426)
25.351.031
(76.395)
Sistem akuntansi biaya tradisional yang telah diterapkan oleh perusahaan jauh lebih sederhana daripada sistem activity based costing. Sebab pada sistem akuntansi biaya tradisional, pembebanan biaya overhead kepada produk yang dihasilkan,dilakukan sangat praktis yaitu hanya menggunakan satu penggerak biaya (cost driver) yaitu volume produksi. Akan tetapi perhitungan yang dihasilkan oleh sistem akuntansi biaya tradisional tersebut akan menyebabkan terjadinya distorsi pada harga pokok produksi per unit, sehingga jumlah biaya produksi yang dibebankan kepada masing-masing produk tidak tepat.
90
Penggunaan volume produksi sebagai satu-satunya penggerak biaya tidak dapat menggambarkan secara tepat pola konsumsi produk terhadap biaya overhead tersebut. Banyak atau sedikitnya volume produk tidak menentukan banyak sedikitnya biaya overhead yang dikonsumsi oleh produk tersebut. Oleh karena itu penggunaan volume produksi sebagai satu-satunya penggerak biaya menyebabkan terdistorsinya informasi harga pokok produksi yang dihasilkan Dalam sistem activity based costing, biaya overhead tersebut dikelompokan menurut aktivitas yang mendasarinya. Jadi dalam sistem ABC, sebelum menentukan penggerak biaya, harus terlebih dahulu diidentifikasi aktivitas-aktivitas yang menyebabkan timbulnya biaya, baru kemudian biaya tersebut dibebankan kepada aktivitas yang mendasarinya. Dapat disimpulkan bahwa besar kecilnya biaya yang dibebankan kepada produk, tergantung dari besar kecilnya aktivitas yang diserap oleh produk yang bersangkutan. Hal ini membuat sistem ABC lebih rumit jika dibandingkan dengan sistem akuntansi biaya tradisional. Walaupun begitu, sistem ABC dapat menghasilkan perhitungan biaya yang lebih akurat daripada sistem biaya tradisional, karena sistem ABC menggunakan cost driver sebagai dasar alokasi. Pada tabel IV.14 akan disajikan perbandingan perhitungan harga pokok produksi per unit menurut sistem tradisional dengan sistem ABC, dari tabel ini akan terlihat overstated dan understated dari harga pokok produksi.
91
Tabel IV.14 UD Safety Motor Perbandingan Harga Pokok antara Sistem Tradisional dengan Sistem ABC Overstated/ Tipe helm
Sistem Tradisional
Sistem ABC
Understated
(orang dewasa)
Rp
22.022
Rp
21.905
Rp
117
Full Face Anak
Rp
15.873
Rp
17.621
Rp
(1.748)
SMI 102
Dari tabel IV.14 dapat dilihat bahwa sistem tradisional melaporkan harga pokok per unit helm tipe SMI 102 sebesar Rp 22.022, sedangkan menurut perhitungan sistem ABC harga pokok per unit helm tipe SMI 102 sebesar Rp 21.905, sehingga diperolehlah kesimpulan bahwa helm tipe SMI 102 (bervolume tinggi) mengalami overstated sebesar Rp 117 Dari tabel IV.14 juga dapat dilihat bahwa sistem tradisional melaporkan harga pokok per unit helm tipe Full Face Anak sebesar Rp 15.873, sedangkan menurut perhitungan sistem ABC harga pokok per unit helm tipe Full Face Anak sebesar Rp 17.621, sehingga dari perhitungan itu diperolehlah kesimpulan bahwa helm tipe Full Face Anak (bervolume rendah) mengalami understated sebesar Rp 1.748 Selisih perhitungan harga pokok produksi tersebut disebabkan oleh perbedaaan pengalokasian biaya overhead ke masing-masing produk.
UD Safety Motor hanya
menggunakan satu penggerak biaya yaitu volume produksi sebagai dasar alokasi, sedangkan dalam sistem ABC digunakan lima penggerak biaya yaitu volume produksi,
92
jam tenaga kerja langsung (JTKL), jam mesin (JM), jumlah pengiriman (JP), dan luas lantai (LL). Dengan adanya lima penggerak yang digunakan dalam sistem ABC maka hal ini dapat memperbaiki kekurangan yang terjadi pada sistem tradisional. Perhitungan yang didapat dari sistem ABC juga lebih akurat sehingga akan mempengaruhi keputusan manajemen dalam menentukan harga jual yang kompetitif Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa sistem kalkulasi biaya tradisional dengan satu penggerak biaya cenderung overstated untuk produk bervolume tinggi, sedangkan untuk produk bervolume rendah cenderung untuk understated. Hal ini terjadi karena pada sistem tradisional produk yang bervolume tinggi akan menyerap biaya overhead yang lebih besar dibanding dengan produk yang bervolume rendah. Dapat disimpulkan UD Safety Motor ada kemungkinan untuk menggunakan sistem ABC dalam perhitungan Harga Pokok Produksinya karena dengan menggunakan sistem ABC perhitungan Harga Pokok Produksi akan lebih akurat, hal ini tentu saja berdampak pada pengambilan keputusan manajemen dalam menentukan harga jual yang kompetitif. Untuk helm tipe SMI 102 (orang dewasa), perusahaan dapat menerapkan harga pokok produksi yang lebih rendah sehingga perusahaan dapat menentukan harga jual yang lebih rendah pula, hal ini akan menjadi keunggulan bagi perusahaan daripada pesaing. Untuk helm tipe Full Face Anak jika dibiarkan menggunakan harga pokok produksi maka perusahaan akan mengalami kerugian karena menetapkan harga pokok produksi yang lebih rendah dari yang seharusnya.
93