BAB IV METODELOGI PENELITIAN
4. 1
Jenis dan Teknik Analisis Data
4.1.1
Jenis Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data
yang diperlukan dalam penelitian ini dikumpulkan menggunakan teknik desk research dan pengolahan data menggunakn E-views 8. 4.1.2
Teknik Analisis Data Untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini digunakan tahapan analisis
dengan melakukan uji lolos kendala linier atau yang disebut dengan uji asumsi klasik. Untuk melihat apakah model regresi berganda layak atau tidak digunakan dalam penelitian ini. Juga melakukan uji hipotesis yaitu analisis regresi linier berganda, yang harus memenuhi kriteria yaitu, uji R2, uji F dan Uji T. 4. 2
Model Penelitian Penelitian ini akan menggunakan model regresi linear berganda sebagai
berikut:
Ξ₯ = Ξ± +π½1 Γ1 + π½2 Γ2 + π½3 Γ3 + π½4 π½ Γ4 + π½5 Γ5 + π¦
Keterrangan: Ξ₯
= Return On Asset
38
39
4. 3
Ξ±
= Intersep
Ξ²
= Koefisien Regresi dari masing-masing model
X1
= Current Ratio
X2
= Total Asset Turnover
X3
= Debt to Asset Ratio
X4
= Sales
X5
= Size
Operasional Variabel Operasionalisasi variabel diperlukan dalam menentukan jenis, indikator,
serta skala dari variabel β variabel yang terkait dalam suatu penelitian, sehingga pengujian hipotesis dengan alat bantu statistik dapat dilakukan secara benar. Untuk menguji hipotesis yang diajukan, maka variabel-variabel yang akan diteliti perlu diberi batasan-batasan sebagai berikut: (1). Variabel Independen ( X ) Variabel independen yaitu variabel bebas yang keberadaannya tidak dipengaruhi oleh variabel β variabel lain, bahkan variabel ini merupakan faktor penyebab yang akan mempengaruhi variabel lainnya. Variabel independen dalam penelitian ini adalan Current Asset, Total Asset Turnover, Debt to Asset Ratio, Sales dan Size. (2). Variabel Dependen ( Y ) Variabel dependen adalah variabel terkait yang dipengaruhi atau yang menjadikan akibat karena adanya variabel bebas, yaitu Return On Asset
40
(ROA). Lebih jelas lagi mengenai operasionalisasi variabel tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini : Berdasarkan variabel yang digunakan dalam penelitian ini, maka dapat diuraikan dalam berbagai variabel operasional yang didefinisikan sebagai berikut: 1). Return On Asset (ROA) ROA merupakan suatu pendekatan yang digunakan untuk untuk mengukur tingkat pengembalian aset. 2). CR ( Current Ratio ) Kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban yang harus segera dipenuhi atau dengan kata lain untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya. 3). TATO (Total Asset Turnover) Total Asset Turnover menunjukkan perputaran total aktiva diukur dari volume penjualan dengan kata lain seberapa jauh kemampuan semua aktiva menciptakan penjualan. Semakin tinggi rasio ini semakin baik, karena penggunaan aktiva yang efektif dalam menghasilkan penjualan, sehingga dapat dikatakan bahwa laba yang dihasilkan juga tinggi dan demikian kinerja keuangan semakin baik. 4). DAR (Debt To Asset Ratio) Debt to Asset Ratio menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi total utang (total debt) berdasarkan total aset (total asset). Satuannya adalah persen (%) dengan ukuran variabel yang digunakan adalah total utang dan total asset. Pada setiap laporan keuangan didalam ICMD 2005 - 2007 sudah
41
mencantumkan DAR, apabila nilai DAR tidak dicantumkan maka variabel DAR dihitung dengan membagi jumlah total utang dengan total asset. 5). Sales (Penjualan) Sales (penjualan) memiliki peranan yang penting dalam manajemen modal kerja. Menunjukkan aktivitas penjualan yang diukur dari penjualan bersih (net sales) dari perusahaan. Untuk mengetahui seberapa besar penjualan, perusahaan dapat memprediksi seberapa besar profit yang akan didapatkan. 6). Size (Ukuran Perusahaan) Ukuran perusahaan menunjukkan seberapa besar perusahaan dilihat dari total aset yang dimiliki. Untuk mempermudah pembahasan operasional pada masing β masing variabel penelitian diatas, dapat dilihat pada tabel 4.1 sebagai berikut:
Tabel IV.1 Definisi Variabel Operasional
Definisi Pengukuran Skala Variabel Return On Asset Rasio antara Net Income After Tax Net Income Afer Tax Rasio (ROA) (NIAT) Terhadap Total Asset Total Asset Current Ratio Perbandingan antara aktiva lancar Current Asset x 100% Rasio dengan hutang lancar Current Liability Total Asset Perbandingan antara penjualan dengan Penjualan x 100% Rasio Turnover total aktiva Total Aktiva Debt to Asset Perbandingan antara total hutang Total Debt x 100% Rasio Ratio dengan total modal sendiri yang mencerTotal Aktiva minkan struktur modal perusahaan Sales Sales menunjukkan aktivitas penjualan Rasio LnSales yang diukur dari penjualan bersih dengan Ln (Net Sales) dari perusahaan Size Diukur dengan natural logaritma dari LnAsset Rasio total aset. Variabel
42
4. 4
Metode Analisis Penelitian ini akan menggunakan metode regresi linear berganda, yaitu
regresi yang menggunakan lebih dari 1 variabel independen. Adapun untuk melakukan metode ini, penulis melakukan beberapa pengujian untuk mendapatkan model penelitian yang terbaik. Pengujian itu antara lain: uji normalitas, uji asumsi klasik (uji heteroskedastisitas, uji autokorelasi, uji multikolinearitas), dan uji hipotesis. 4.4.1
Uji Normalitas Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sebuah residual sebuah
model yang dihasilkan dari persamaan regresi telah terdistribusi normal. Uji signifikansi pengaruh variabel dependen terhadap variabel independen melalui uji t hanya akan valid jika residual yang kita dapatkan mempunyai distribusi normal. Ada beberapa metode yang bisa digunakan untuk mendeteksi apakah residual terdistribusi normal atau tidak. Metode itu antara lain melalui histogram dan uji yang dikembangkan oleh Jarque Bera. a. Histogram Residual Histogram merupakan metode sederhana yang bisa digunakan untuk mendeteksi apakah residual terdistribusi normal atau tidak. Jika histogram residual mempunyai grafik simetris, maka bisa dikatakan bahwa residual mempunyai pola distribusi normal berbentuk seperti lonceng. Apabila grafik histogram tersebut dibagi dua dan mempunyai bagian yang sama maka residual telah terdistribusi normal. b. Uji Jarque-Bera
43
Uji normalitas secara formal bisa dilakukan dengan Uji Jarque-Bera. Uji statistik Jarque-Bera ini menggunakan perhitungan skewness dan kurtosis. Adapun formula uji statistik Jarque-Bera adalah sebagai berikut: π 2 (π β 3)2 π½π΅ = π [ + ] 6 24 Keterangan: S = Koefisien Skewness K = Koefisien Kurtosis Jika suatu variabel didistribusikan secara normal, maka nilai koefisien S=0 dan K=3. Maka residual akan dinyatakan terdistribusi normal ketika nilai statistik Jarque-Bera sama dengan nol. Adapun hipotesis uji Jarque-Bera adalah sebagai berikut: H0 : Data terdistribusi normal H1 : Data tidak terdistribusi normal Tolak H0 jika probabilita dari Jarque-Bera kurang dari tingkat signifikansi (Pvalue < Ξ±). Dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan uji Jarque-Bera untuk melakukan uji normalitas terhadap residual dari model.
4.4.2
Pengujian Asumsi Klasik Metode ordinary least square dibangun berdasarkan asumsi-asumsi berikut
ini: 1. Hubungan antara variabel dependen dan variabel independen adalah linear dalam parameter.
44
2. Variabel independen tidak stokastik. 3. Nilai harapan (expected value) atau rata-rata dari variabel gangguan (error) adalah nol, atau dapat dinyatakan: πΈ(ππ |ππ ) = 0 4. Varian dari variabel gangguan (error) adalah sama (homoskedastis), dapat dinyatakan dengan: πππ(ππ |ππ ) = π 2 5. Tidak ada serial korelasi antara error dapat dinyatakan dengan: πΆππ£(ππ , ππ |ππ , ππ ) = 0 6. Variabel gangguan error terdistribusi normal π~π(0, π 2 ) Asumsi 1 sampai dengan 5 dikenal dengan model linear klasik. Dengan memenuhi asums-asumsi diatas, maka model akan menghasilkan estimator yang bersifat BLUE (best linear unbiased estimator) yaitu estimator yang tidak bias, linear dan mempunyai varian yang minimum. Estimator dikatakan mempunyai sifat yang BLUE jika memenuhi kriteria sebagai berikut (Widarjono:2007): 1. Estimator adalah linear, yaitu linear terhadap variabel stokastik sebagai variabel independen. 2. Estimator tidak bias, yaitu nilai rata-rata atau nilai harapan sama dengan nilai sebenarnya. 3. Estimator mempunyai varian minimum. Estimator yang tidak bias dengan varian minimum tersebut estimator yang efisien. 4. Estimator tidak ada hubungan antara variabel bebas error term.
45
Pengujian terhadap asumsi klasik diperlukan untuk mengetahui apakah persamaaan regresi yang dihasilkan merupakan estimasi terbaik atau BLUE. Uji asumsi klasik dilakukan untuk mengetahui adanya kemungkinan pelanggaran terhadap asumsi klasik. Uji yang dilakukan adalah uji heteroskedastisitas, uji autokorelasi dan uji multikolinearitas.
4.4.2.1 Uji Heteroskedastisitasitas Pada asumsi ke empat disebutkan bahwa varian dari error adalah sama atau konstan. Asumsi ini disebut komoskedastis. Ketika varian dari error tidak konstan, maka akan terjadi heteroskedastisitas didalam error tersebut. Konsekuensi adanya heteroskedastisitas terhadap model regresi adalah sebagai berikut: 1. Estimator yang dihasilkan akan tetap konsisten, namun estimator tersebut tidak lagi efisien. Artinya varian yang memiliki error lebih kecil dari estimator yang dihasilkan pada persamaan regresi yang mengandung heteroskedastisitas. 2. Estimator yang dihasilkan dari persamaan regresi yang memiliki sifat heteroskedastisitas tidak lagi akurat. Hal ini menyebabkan uji hipotesis yang dihasilkan dengan menggunakan standar eror ini menjadi tidak akurat. Untuk mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dalam model, bisa digunakan cara uji informal maupun uji formal. Uji informal untuk mengetahui adanya heteroskedastisitas adalah dengan mendeteksi pola residual dari sebuah grafik. Jika residual mempunyai varian yang sama (homoskedastis) maka kita
46
tidak mempunyai pola yang pasti dari residual. Sebaliknya jika ada pola tertentu dalam residual, maka terdapat heteroskedastisitas. Cara uji formal dalam mendeteksi heteroskedastisitas bisa dilakukan dengan metode uji White. Adapun langkah dalam melakukan uji White adalah sebagai berikut: 1.
Estimator persamaan dengan melakukan regresi, dan dapat residualnya. Misalnya hasil regresi adalah sebagai berikut: π¦π‘ = π½1 + π½2 π₯2π‘ + π½3 π₯3π‘ + π’π‘
2.
Selanjutnya lakukan regresi auxiliary: 2 2 π’Μπ‘2 = πΌ1 + πΌ2 π₯2π‘ + πΌ3 π₯3π‘ + πΌ4 π₯2π‘ + πΌ5 π₯3π‘ + πΌ6 π₯2π‘ π₯3π‘ + π’π‘
3.
Merumuskan hipotesis pada uji White H0 : Tidak ada heteroskedastisitas H1 : Ada heteroskedastisitas Uji white didasarkan pada jumlah sampel (n) dikalikan R2 yang akan mengikuti pola chi-squares dengan degree of freedom sebanyak variabel independen tidak termasuk konstanta dalam regresi auxiliary. Nilai hitung statistik chi-squares dapat dicari dengan formula: ππ
2 = πππ
4.
Jika nilai dari chi-squares hitung lebih besar dari chi-squares kritis, dengan tingkat signifikansi tertentu (Ξ±) maka tolak H0 atau artinya terdapat heteroskedastisitas dalam model. Adanya heteroskedastisitas atau tidak juga bisa dilihat dari probabilitas chi-squares lebih kecil dari tingkat signifikansi (Ξ±), maka tolak H0 yang artinya ada heteroskedastisitas model.
47
Jika didalam suatu model terdapat masalah heteroskedastisitas, maka dapat diatasi dengan beberapa cara antara lain dengan metode Generalaized Least Squaare dan dengan metode White. Generalaized Least Squaare biasanya digunakan ketika varian dari variabel gangguan telah diketahui. Sedangkan metode White mengembangkan heteroskedasticity-corrected standar error. Software Eviews 8 telah menyediakan White untuk mengatasi masalah heteroskedastisitas ini.
4.4.2.2 Uji Autokorelasi Model yang didalamnya terdapat autokorelasi berarti melanggar asumsi kelima, dimana asumsi tersebut menyatakan bahwa eror tidak berkorelasi antar satu observasi dengan observasi lainnya. Adanya korelasi antar eror menyebabkan timbulnya
autokorelasi.
Konsekuensi
yang
ditimbulkan
karena
adanya
autokorelasi adalah: 1.
Estimator yang dihasilkan konsisten, namun tidak efisien. Terdapat estimator lain yang memiliki varian yang lebih kecil dari estimator yang terdapat autokorelasi.
2.
Standar eror yang dihasilkan yang memiliki eror yang berautokorelasi menjadi tidak lagi akurat. Hal ini menyebabkan uji hipotesis yang menggunakan standar eror ini menjadi tidak akurat. Cara mendeteksi adanya autokorelasi pada suatu model dapat menggunakan
uji Durbin Watson. Pengujian ini menguji autokorelasi pada order pertama (antara eror sekarang dan eror kebelakang). Pada intinya, rujukan angka D-W dilakukan
48
dengan membandingkan nilai d yang dihitung dengan nilai dl dan du dari tabel Durbin Watson. Aturannya adalah sebagai berikut: Hipotesis: H0 : Ο β 1 (tidak ada autokorelasi) H0 : Ο = 1 (ada autokorelasi) 1. Bila d < dl, maka tolak H0, artinya ada korelasi positif atau kecenderungan Οβ= 1. 2. Bila dl β€ d β€ du, artinya tidak diketahui apakah model mengandung autokorelasi atau tidak. 3. Bila du < d < 4-du, maka gagal ditolak H0 artinya tidak ada korelasi positif maupun negatif. 4. Bila 4-du β€ d β€ 4-dl, artinya tidak ada keputusan. 5. 4-dl β€ d β€ 4 menolak H0, artinya ada autokorelasi negatif.
Tabel IV.2 Posisi Angka Durbin Watson
Positive Autocorelation
0
No Indecission
dl
No - Auto Corelation
Du
No Indecission
2
No
Indecission
4 β dl
4 - du th
Sumber : Damodar N. Gujarati, Basic Econometrics (4 Edition). 2003.
4
49
Dalam melakukan pengujian autokorelasi dengan uji Durbin Watson ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, yaitu: 1. Harus ada intersep pada regresi 2. Variabel independen harus non-stochastic 3. Tidak ada lag dari dependen variabel pada regresi Jika dalam model terdapat autokorelasi, maka dapat dilakukan perbaikan, dengan batuan Eviews 8 yaitu dengan memilih Newey-West pada pilihan Heteroscedaticity consistent coefficient covariance. Cara lain yang dapat digunakan adalah dengan meregresikan variabel independen dengan autoregresif ordo 1 sampai p sehingga tidak ditemukan lagi autokorelasi.
4.4.2.3 Uji Multikolinearitas Istilah kolinearitas ganda diciptakan oleh Ragner Frish, yang artinya kondisi terdapat korelasi yang tinggi diantara dua atau lebih variabel bebas dalam model regresi. Dengan kata lain ada hubungan linear yang eksak/pasti diantara atau semua variabel bebas. Multikolinearitas hanya mungkin terjadi dalam regresi berganda. Apabila terjadi kolinearitas sempurna maka koefisien regresi dari variabel bebas tidak dapat ditentukan (inteminate) dan standar erornya tak terhingga (infinite). Jika kolinearitas kurang sempurna walaupun koefisien regresi dari variabel bebas dapat ditentukan (determinate), tetapi standar erornya tinggi, yang berarti koefisien regresi tidak dapat diperkirakan dengan tingkat ketelitian yang
50
tinggi. Jadi, semakin kecil korelasi antara variabel bebasnya maka semakin baik model regresi yang akan diperoleh. Beberapa ciri bahwa suatu model memiliki penyakit multikolinearitas adalah (Nachrowi dan Usman, 2002): 1. Memiliki variansi dan standar eror yang besar 2. R2 tinggi tetapi tidak banyak variabel yang signifikan dari uji t 3. Hasil taksiran dari koefisien terkadang tidak sesuai dengan substansi, sehingga menghasilkan kesimpulan yang menyesatkan Salah satu teknik yang mudah untuk mendeteksi masalah multikolinearitas adalah dengan melihat korelasi antara kelima variabel bebas melalui tabel output Correlation Matrix pada program Eviews 8. Korelasi dikatakan kuat jika nilainya lebih besar dari 0,8 sehingga patut diduga bahwa antar variabel bebas telah terjadi multikolinearitas. Cara lain mendeteksi adanya multikolinearitas dalam model regresi adalah dengan melihat nilai VIF (Variance Inflation Factor), yaitu dengan rumus sebagai berikut: ππΌπΉ =
1 1 β π
2
Keterangan: R2 = Koefisien determinasi antar variabel bebas dengan variabel terikat. Apabila menggunakan Ξ± = 5% berarti nilai VIF harus kurang dari 5. Apabila nilai VIF lebih besar dari 5 (VIF β₯ 5) maka patut dicurigai adanya hubungan linear antar variabel bebas. Kolinearitas dianggap tidak ada jika VIF mendekati
51
angka 1, dan kolinearitas dianggap tinggi bila nilai VIF lebih besar dari 8 (VIF β₯ 8).
4.4.3
Uji Hipotesis
4.4.3.1 Ujiβt Uji t dilakukan untuk mengetahui apakah variabel independen secara parsial mempengaruhi variabel dependennya. Hipotesa untuk melakukan uji t pada penelitian adalah sebagai berikut: H0 : Variabel independen tidak berpengaruh terhadap variabel dependen H1 : Variabel independen berpengaruh negatif terhadap variabel dependen Untuk mengetahui apakah H0 ditolak atau gagal ditolak maka perlu dibandingkan antara nilai t-statistik dan nilai kritis, atau probabilita t-statistik (Pvalue) masing-masing variabel independen dengan alpha (Ξ±). Tolak H0, jika t-statistik > t-kritis Atau tolak H0, jika P-value < Ξ± Berdasarkan teori yang ada sebelumnya, maka hipotesis untuk masingmasing variabel independen adalah sebagai berikut: a. Hipotesis yang berkaitan dengan Current Ratio H0 : Ξ²1 β₯ 0 H1 : Ξ²1 < 0 b. Hipotesis yang berkaitan dengan Total Asset Total Ratio H0 : Ξ²2 β₯ 0 H1 : Ξ²2 < 0
52
c. Hipotesis yang berkaitan dengan Debt to Asset Ratio H0 : Ξ²3 β₯ 0 H1 : Ξ²3 < 0 d. Hipotesis yang berkaitan dengan Sales H0 : Ξ²4 β₯ 0 H1 : Ξ²4 < 0 e. Hipotesis yang berkaitan dengan Size H0 : Ξ²5 β₯ 0 H1 : Ξ²5 < 0
4.4.3.2 Uji F Uji F dilakukan untuk mengetahui apakah variabel independen secara bersama-sama mempengaruhi variabel dependennya. Hipotesa untuk melakukan uji F adalah sebagai berikut: H0 : Variabel independen secara bersama-sama tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. H1 : Variabel independen secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Untuk mengetahui apakah H0 ditolak atau gagal ditolak maka perlu dibandingkan antara nilai F-statistik dan nilai F kritis, atau probabilita F-statistik (P-value) masing-masing variabel independen dengan alpha (Ξ±). Tolak H0, jika F-statistik > F-kritis Atau tolak H0, jika P-value < Ξ±
53
4.4.3.3 Uji R-Squared (R2) R2 dikenal dengan coefficient of determination atau coefficient of explanation. R2 menjelaskan seberapa besar variabel dependen dapat dijelaskan oleh variabel independennya dalam model. Nilai dari R2 berada pada rentang 0 hingga 1. Semakin mendekati angka 1 maka model dapat dikatakan semakin baik, karena variabel dependen dapat dijelaskan oleh variabel independennya.
4.4.3.4 Uji Adjusted R-squared Nilai adjusted R-squared tidak akan pernah melebihi R-squared, bahkan dapat turun jika kita masukkan suatu variabel yang tidak perlu ke dalam model. Adjusted R-squared mempunyai nilai antara 0 sampai 1. Semakin mendekati angka 1, maka model tersebut dikatakan semakin baik karena hal ini berarti bahwa variabel independen yang digunakan mampu menjelaskan hampir 100% dari variasi dalam variabel dependen.