BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1
Hasil Penelitian Cara pengambilan sampel pada penelitian ini yaitu dengan cara teknik
Purposive Sampling (non probability sampling) yaitu teknik penetapan sampel dengan cara memilih sampel di antara populasi sesuai dengan yang dikehendaki dan berdasarkan pada suatu pertimbangan peneliti. Dalam penelitian ini diperoleh sampel sebanyak 67 orang. Penelitian ini dilaksanakan kurang lebih selama 1 minggu yaitu dari tanggal 4 Juni – 11 Juni 2012. Adapun hasil penelitian ini di sajikan dalam bentuk tabel. 1.1.1 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas 1. Hasil Uji Validitas Angket Validitas adalah suatu indeks yang menunjukan alat ukur itu benar-benar mengukur apa yang diukur (Notoatmodjo, 2005). Pada penelitian ini uji validitas menggunakan software SPSS 17,0. Dalam uji validitas dinyatakan bahwa butir-butir pernyataan pada alat ukur (angket) seluruhnya valid karena koefisien kolerasinya >0,3. 2. Hasil Uji Reliabilitas Angket Reliabilitas adalah indeks yang menunjukan sejauh mana suatu alat pengukur dapat diandalkan (Notoatmodjo, 2005). Dalam pengujian reliabilitas ini menggunakan software SPSS 17,0. Dalam uji reliabilitasi ini dinyatakan bahwa butir-butir pertanyaan pada kuesioner seluruhnya reliabel karena koefisien alpha adalah 0,6.
Tabel 1: Distribusi tingkat pengetahuan siswa tentang penggunaan DMP di SMA Negeri 1 Kota Gorontalo No
Pengetahuan
Jumlah
%
1
Baik
1
1,49
2
Cukup
53
79,10
3
Kurang
13
19,40
67
100
Jumlah
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dari 67 responden yang dijadikan sampel, yang memiliki pengetahuan baik tentang penggunaan obat DMP (Dextromethorphan) sebanyak 1 siswa (1,49%), 53 siswa (79,10%) memiliki pengetahuan cukup dan 13 siswa (19,40%) memiliki pengetahuan kurang. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa pengetahuan siswa tentang penggunaan obat DMP di SMA Negeri 1 Gorontalo dikategorikan Cukup. Tabel 2: Distribusi tingkat pengetahuan siswa tentang efek samping pemakaian obat DMP di SMA Negeri 1 Gorontalo No
Pengetahuan
Jumlah
%
1
BAIK
20
29,85
2
CUKUP
29
43,28
3
KURANG
18
26,87
67
100
JUMLAH
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dari 67 responden yang terdaftar di buku rekapan bimbingan konseling, yang memiliki pengetahuan baik
tentang efek toksik pemakaian obat DMP (Dextromethorphan) sebanyak 20 siswa (29,85%), 29 siswa (43,28%) memiliki pengetahuan cukup dan 18 siswa (26,87) memiliki pengetahuan kurang. Sehingga ditarik kesimpulan bahwa pengetahuan siswa tentang efek toksik pemakaian obat DMP di SMA Negeri 1 Gorontalo dikategorikan Cukup. Tabel 3: Distribusi tingkat pengetahuan siswa tentang efek pemakaian jangka panjang obat DMP di SMA Negeri 1 Gorontalo No
Pengetahuan
Jumlah
%
1
BAIK
5
7,46
2
CUKUP
36
53,73
3
KURANG
26
38,81
67
100
Jumlah
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dari 67 responden yang terdaftar direkapan bimbingan konseling, yang memiliki pengetahuan baik tentang efek toksik pemakaian jangka panjang obat DMP (Dextromethorphan) sebanyak 5 siswa (7,46%), 36 siswa (53,73) memiliki pengetahuan cukup dan 26 siswa (38,81%) memiliki pengetahuan kurang. Sehingga ditarik kesimpulan bahwa pengetahuan siswa tentang efek toksik pemakaian jangka panjang obat DMP di SMA Negeri 1 Gorontalo dikategorikan cukup.
Tabel 4: Distribusi pertanyaan terbuka siswa yang menjadi sampel penelitian dari 67 responden di SMA Negeri 1 Gorontalo No
Pertanyaan
Jumlah (n = 67)
%
1
Apakah anda pernah menggunakan obat Dextromethorphan
64 yang menjawab 3 tidak menjawab
95,52% 4,47%
2
Bagaimana anda mendapatkan obat Dextromethorphan
49 yang menjawab 18 tidak menjawab
73,13% 26,86%
3
Apakah pengetahuan obat yang digunakan khususnya DMP itu penting
44 yang menjawab 23 tidak menjawab
65,67% 34,32%
4
Bagaimana informasi yang diperoleh saudara/I
53 yang menjawab 14 tidak menjawab
79,10% 20,89%
Total
67
100
Dari 67 responden yang terdaftar di rekapan bimbingan konseling menjawab butir pertanyaan terbuka nomor pertama sebanyak 64 orang (95,52%) dan 3 orang (4,47%) tidak menjawab sama sekali. Untuk butir pertanyaan yang ke dua yang menjawab sebanyak 49 orang (73,13%) dan 18 orang (26,86%) tidak menjawab. Untuk pertanyaan terbuka ketiga sebanyak 44 orang (65,67%) yang menjawab dan 23 orang (34,32%) yang tidak menjawabnya. Sedangkan untuk pertanyaan terbuka keempat 53 orang yang menjawab (79,10%) dan 14 orang yang tidak menjawab (20,89%).
Tabel 5: Persentase Siswa yang menjawab, pada pertanyaan terbuka di SMA Negeri 1 Gorontalo Pertanyaan
Jumlah (n = 67)
Jawaban
%
Apakah anda pernah menggunakan obat Dextromethorphan
64 yang menjawab 58 menggunakan 6 tidak menggunakan
90,62% 9,37%
Bagaimana anda mendapatkan obat Dextromethorphan
49 yang menjawab 37 di dapat dari teman 12 dibeli dari apotek
75,51% 24,48%
Apakah pengetahuan obat yang digunakan khususnya DMP itu penting
44 yang menjawab 41 menjawab penting 3 tidak penting
93,18% 6,81%
Bagaimana informasi yang diperoleh saudara/I
53 yang menjawab 46 untuk obat penenang 7 untuk obat Batuk
86,79% 13,20%
4.2 Pembahasan Penelitian ini dilakukan di SMA N 1 Kota Gorontalo, dengan jumlah keseluruhan siswa tahun ajaran 2011/2012 adalah 670 maka besar sampel yang diambil adalah 10% dari jumlah populasi, yakni 67 siswa. Penentuan jumlah sampel ini didasarkan atas teori yount yakni jika besar populasi 101 – 1000 maka sampel yang diambil adalah 10% dari populasi. Siswa yang dijadikan sampel ini adalah siswa yang terdaftar pada buku rekapan bimbingan konseling (BK) yang diambil adalah 67 siswa yang terdiri dari 49 laki-laki dan 18 perempuan. Diambil siswa dari daftar bimbingan konseling karena dianggap sampel yang tepat yang dapat memberikan informasi yang dibutuhkan peneliti sebagaimana metode yang digunakan yakni purposive
sampling atau suatu metode yang digunakan dengan kriteria atau tujuan tertentu (Notoatmodjo, 2010). Dengan alat penelitian yang berupa angket, seluruh siswa yang telah tentukan sebagai sampel dapat mengisi atau memberikan informasi dengan mudah pada peneliti dalam waktu yang singkat. Berdasarkan hasil penelitian yang telah diolah terlebih dahulu, dengan butirbutir pertanyaan dengan skor yang yang telah ditentukan, hasilnya adalah sebagai berikut : 4.2.1
Tingkat
pengetahuan
siswa
tentang
penggunaan obat
DMP
(
Dextrometorphan) di SMA N 1 Kota Gorontalo. Sebagaimana yang telah dipaparkan pada hasil tabel 1 bahwa dari 67 sampel penelitian didapatkan pengetahuan baik tentang penggunaan obat Dextrometorphan hanyalah 1 siswa (1,49%) sedangkan yang memiliki pengetahuan Cukup sebanyak 53 siswa (79,10%) dan yang memiliki pengetahuan kurang sebanyak 13 siswa (19,40%). Berdasarkan data diatas dapat dilihat bahwa persentase pengetahuan baik hanya 1,49% sangatlah memprihatinkan. Hasil yang bisa ditarik adalah banyak siswa yang tidak tahu tentang fungsi sebenarnya dari obat DMP, terbukti dengan hanya beberapa siswa saja yang tahu obat DMP adalah obat batuk (antitusive).
Sebagaimana
yang
dijelaskan
bahwa
DMP
atau
Dextromethorphan adalah senyawa sintetik yang terkandung dalam berbagai jenis obat batuk yang bersifat antitussive untuk meredam batuk atau menekan batuk akibat iritasi tenggorokan dan saluran napas
bronkhial, terutama pada kasus batuk pilek (Siriana, 2004). Sedangkan sebagian besar siswa lain menjawab DMP bukan merupakan obat batuk. Hal ini merupakan dasar bahwa siswa-siswa masih perlu mendapatkan pengetahuan tentang obat khususnya obat-obat yang marak disalahgunakan seperti dextrometorphan. 4.2.2 Tingkat pengetahuan siswa tentang efek samping penggunaan obat DMP (Dextromethorphan) di SMA N 1 Kota Gorontalo. Sebagaimana yang telah dipaparkan pada hasil tabel 2 bahwa dari 67 sampel penelitian didapatkan pengetahuan baik tentang penggunaan obat Dextrometorphan sebanyak 20 siswa (29,85%) sedangkan yang memiliki pengetahuan Cukup sebanyak 29 siswa (43,28%) dan yang memiliki pengetahuan kurang sebanyak 18 siswa (26,87%). Berdasarkan data diatas dapat dilihat bahwa pengetahuan siswa tentang efek samping dikategorikan cukup. Hasil cukup ini juga belum bisa dijadikan standar melihat perbedaan dengan persentasi pengetahuan baik terpaut cukup jauh. Berbeda dengan persentase pengetahuan kurang yang tidak terlalu jauh perbedaannya dengan persentase pengetahuan baik. Pengetahuan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi penyalahgunaan DMP apalagi berhubungan dengan efek samping. Efek samping itu sendiri adalah segala sesuatu khasiat obat tersebut yang tidak diinginkan untuk tujuan terapi yang dimaksud pada dosis yang dianjurkan atau intinya efek samping adalah efek yang tidak diinginkan (Tjay dan Rahardja, 2007)
Tetapi hal ini berbeda dilapangan yang siswa atau remaja mengkonsumsi obat jenis DMP dengan dosis yang berpuluh-puluh bukan untuk mendapatkan efek terapi yang sesuai tetapi dengan tujuan menghilangkan stress sejenak atau biasa juga DMP digunakan oleh kalangan remaja dalam hal ini siswa sebagai obat penenang. Dari segi farmakologi hal ini sesuai dengan teori karena DMP Mekanisme kerjanya berdasarkan peningkatan ambang pusat batuk di otak. Sehingga Pada penyalahgunaan dengan dosis tinggi dapat terjadi efek stimulasi SSP. Dan hasilnya terjadi euforia dan halusinasi atau dibloknya fungsi kesadaran di dalam otak dan saraf sehingga akan membuat pengguna berhalusinasi dan merasakan seperti berada di dalam mimpi (Tjay dan Rahardja, 2007). Hal ini yang menjadi tujuan utama pada penyalahgunaan obat dikalangan siswa. Dasarnya efek samping ini masih tergolong ringan dan tidak akan menyebabkan kematian karena masih berkisar pada dosis 100 200 mg (Gunawan, 2007). tetapi hal ini tidak bisa dibiarkan begitu saja harus didukung dengan pengetahuan yang baik agar nantinya tidak terjadi over dosis atau mencapai dosis letal yang akan menyebabkan kerusakan saraf bahkan kematian. Jadi bagi para Farmasis atau yang memiliki pengetahuan lebih tentang obat agar lebih meberikan informasi dan lebih peka terhadap
pendistribusian atau penyaluran obat-obatan agar tidak terjadi hal-hal yang merugikan bagi kesehatan terutama para remaja. 4.2.3 Tingkat pengetahuan siswa tentang efek pemakaian jangka panjang obat DMP (Dextromethorphan) di SMA N 1 Kota Gorontalo. Sebagaimana yang telah dipaparkan pada hasil tabel 3 bahwa dari 67 sampel penelitian didapatkan pengetahuan baik tentang penggunaan obat Dextrometorphan sebanyak 5 siswa (7,46%) sedangkan yang memiliki pengetahuan Cukup sebanyak 36 siswa (53,73%) dan yang memiliki pengetahuan kurang sebanyak 26 siswa (38,81%). Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa pengetahuan siswa tentang efek pemakaian jangka panjang obat DMP (Dextromethorphan) di SMA N 1 Kota Gorontalo diketogorikan cukup. Dari persentase pengetahuan yang cukup belum bisa dijadikan sebagai jaminan bahwa seorang siswa tidak akan menyalahgunakan obat dextromethorphan. Hal ini juga didukung oleh persentase pengetahuan kurang yang cukup tinggi yang menandakan bahwa masih banyak siswa yang memiliki pengetahuan dibawah tentang dextrometorphan sehingga berdampak pada penyalahgunaan obat, yang bukan hanya merugikan diri sendiri tetapi juga dapat merugikan siswa-siswa sekitar karena akan saling terpengaruh. Hal mendasar yang harus diperhatikan adalah membentengi diri dengan pengetahuan-pengetahuan tambahan tentang obat. Baik yang di dapat dari sosialisasi, buku-buku, ataupun informan lain yang mendukung.
Karena penyalahgunaan dextrometorphan sangat besar dampak negatifnya. Apalagi orang yang tidak mengetahui efek samping jangka panjang dari obat DMP itu sendiri. Dasarnya DMP dalam dosis normal efek sampingya hanyalah ringan (Siriana, 2004) tetapi jika dalam dosis besar atau dikonsumsi berpuluh-puluh butir maka akan berdampak fatal sebagaimana yang dijelaskan dalam pustaka bahwa efek jangka panjang penyalahgunaan DMP dapat mengakibatkan tekanan darah menjadi tinggi, jantung berdebar-debar, amnesia, tidak bisa mengenal kata-kata dan objek yang terlihat, paranoid dan merasakan seperti akan mati, serta koma bahkan kematian (Theodorus, 1996). Penyalahgunaan obat DMP ini juga disebabkan oleh harga DMP itu sendiri yang sangat murah dan mudah didapat karena termasuk obat golongan OWA atau obat wajib apotek dan dapat diperoleh tanpa resep dokter (Anonim, 2001). Oleh karena kita harus saling mengingatkan, saling memberikan informasi saling mengajak dalam hal postif terutama untuk para farmasis ataupun para petugas apotek lebih memberikan informasi tentang obat dan penggunaan serta efek samping dari suatu obat yang berpotensi disalahgunakan. 4.2.4 Distribusi Pertanyaan terbuka Dari hasil penelitian yang telah di paparkan pada tabel 4 tentang pertanyaaan terbuka yang diisi oleh 67 responden dengan empat
pertanyaan. Pada pertanyaan pertama 64 siswa (95,52%) yang menjawab dan 3 siswa (4,47%) yang tidak menjawab, untuk pertanyaan kedua 49 siswa (73,13%) yang menjawab dan 18 siswa (26,86%) yang tidak menjawab, pertanyaan ketiga 44 siswa (65,67%) yang menjawab dan 23 siswa (34,32%) yang tidak menjawab dan pertanyaan keempat 53 siswa (79,10%) yang menjawab dan 14 siswa (20,89%)
memilih tidak
menjawab. Dari persentase keseluruhan terlihat bahwa sebagian besar siswa yang menjadi sampel memilih menjawab pertanyaan terbuka. Untuk pertanyaan pertama dari 64 siswa yang menjawab, 58 siswa (90,62%) menjawab pernah menggunakan dan 6 siswa (9,37%) tidak pernah menggunakan tetapi hanya beberapa saja yang mengungkapkan alasan menggunakan obat DMP seperti untuk menghilangkan stress ataupun sebagai obat penenang. Tetapi ada juga beberapa dari siswa yang menggunakan obat DMP untuk mengobati penyakit batuk. Dan hal ini sesuai dengan fungsi utama DMP yakni menekan batuk akibat iritasi tenggorokan dan saluran napas bronchial (Siriana, 2004) Pada pertanyaan kedua dari 49 yang menjawab, 37 siswa (75,51%) menjawab mendapatkan obat DMP dari teman dan 12 siswa (24,48%) menjawab dibeli dari apotek. Dari hasil tersebut Berarti diantara mereka dalam hal ini siswa sudah saling mempengaruhi bahkan ikut-ikutan.m Hal ini disebabkan oleh pengetahuan atau faktor ingin tahu yang besar sehingga timbul rasa ingin mencoba sebagaimana definisi Pengetahuan adalah merupakan hasil dari “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu (Notoamidjojo, 2003). Yang berarti ingin mencari tahu dengan cara menkonsumsi sendiri DMP. Sebagian lagi menjawab obat DMP di dapat dari apotek, hal ini dibenarkan karena obat DMP yang merupakan obat wajib apotek hanya bisa di jual dan dibeli di apotek (anonim, 2001). Pada pertanyaan ketiga dari 44 siswa yang menjawab, 41 siswa (93,18%) menjawab penting dan 12 siswa (6,81%) menjawab pengetahuan obat khususnya DMP tidak penting. Siswa yang menjawab penting beralasan untuk menambah pengetahuan tentang obat. Sedangkan untuk pertanyaan keempat dari 53 yang menjawab,
46 siswa (86,79%)
menjawab informasi yang di dapat adalah DMP sebagai obat penenang dan penghilang stress dan 7 siswa (13,20%) menjawab informasi yang di dapat adalah obat DMP sebagai obat batuk. Siswa yang mengatakan bahwa obat DMP merupakan obat penenang dan penghilang stress merupakan pendapat yang keliru karena berbeda dengan fungsi sebenarnya yang digunakan sebagai obat batuk dengan cara menakan pusat batuk di otak (SSP) (antitusive) (Tjay dan Rahardja, 2007). Dari hasil yang di dapat dari penelitian ini dengan sedikit gambaran tentang pengetahuan efek toksik siswa terhadap penyalahgunaan obat DMP di lingkungan siswa SMA N 1 Kota Gorontalo yang masih belum baik dapat mengerakan para farmasis agar dapat memberikan informasi tentang obat melalui sosialisasi-sosialisasi baik dari segi kegunaan hingga efek samping bahkan efek toksik terutama obat DMP
hingga penyalahgunaan obat yang berpotensi di salahgunakan dapat diminimalisir. Dalam penelitian ini terdapat beberapa kekurangan seperti hanya cenderung melakukan penelitian pada aspek pengetahuan saja serta hanya berpatokan pada satu jenis obat dan dari segi lokasi mengambil hanya dari satu sekolah.