61
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Sebaran Gaya Berpikir Kreatif-Kritis Berdasarkan yang telah dijelaskan dalam kajian pustaka bahwa cara untuk meningkatkan berpikir kritis yaitu dengan memulai pelajaran dengan sebuah masalah atau pertanyaan dan mengakhiri dengan latihan evaluatif singkat (Filsaime, 2008), sedangkan berpikir kreatif akan mudah terwujudkan dalam lingkungan belajar yang secara langsung memberi peluang untuk berpikir terbuka, sebagai contoh situasi belajar yang di bentuk harus memfasilitasi terjadinya diskusi, mendorong seseorang untuk memberikan ide dan pendapat (Hassoubah, 2008:70), maka seharusnya PBL dapat melatihkan semua gaya berpikir. Jika gaya berpikir kreatif dan kritis tersebut terlatih dengan baik secara seimbang, maka gaya berpikir pun akan tetap. Berdasarkan wawancara dengan ahli dalam bidang psikologi gaya berpikir tidak mudah untuk dirubah dalam waktu yang singkat. Setelah dilakukan pre-test dan post-test mengenai gaya berpikir kreatif-kritis pada siswa, sebaran gaya berpikir kreatif-kritis siswa dapat dilihat pada lampiran C. 5. Dari lampiran tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut.
62
Tabel 4.1 Perubahan Gaya Berpikir Siswa Perubahan Arah
Jumlah Siswa
Gaya Berpikir Gaya Berpikir
Nominal
Persentase
Kreatif
2
9,52%
Tetap
2
9,52%
Kritis
2
9,52%
Kreatif
3
14,28%
D
Kritis
1
4,76%
C→B
Kreatif
2
9,52%
B→C
Kritis
4
19,05%
C→D
Kritis
5
23,81%
B
Tetap
Berubah
C
Perubahan skor gaya berpikir menentukan arah perubahan gaya berpikir siswa. Jika nilainya turun, maka ia akan berarah ke sebelah kiri dari indikator penskoran YKreatif-Kritis, itu artinya perubahan arah berpikirnya ke arah kreatif. Sedangkan jika nilainya naik, maka ia akan berarah ke sebelah kanan dari indikator penskoran YKreatif-Kritis, itu artinya perubahan arah berpikirnya ke arah kritis. Berdasarkan data yang didapat setelah penelitian diatas, ternyata gaya berpikir siswa dapat berubah. Yang gaya berpikir dan nilai gaya berpikirnya tetap hanya 9,52%. Jika dilihat dari persentase rata-rata keterlaksanaan model PBL oleh siswa yang tidak mengalami perubahan gaya berpikir (lampiran C. 6), PBL telah
63
dilaksanakan dengan baik. Karena tidak adanya observasi lebih lanjut tentang psikis mereka, maka ada beberapa kemungkinan yang menyebabkan beberapa siswa tidak berubah gaya berpikirnya, yaitu : 1.
Mereka melakukan semua kegiatan dalam PBL dengan benar, sesuai dengan yang di tuntut oleh tiap tahapnya.
2.
Mereka melaksanakan tiap tahapan dalam PBL tidak dengan benar, tidak sesuai dengan yang di tuntut oleh tiap tahapnya.
Kedua kemungkinan ini bisa saja terjadi. Jika kemungkinan pertama yang terjadi, artinya siswa tersebut melakukan setiap tahapannya sesuai dengan tuntutan yang harus dilakukan siswa dalam tahapan-tahapan PBL. Dengan melakukan semua tahapan dengan benar, maka gaya berpikir kreatif dan kritis akan terlatih secara seimbang sehingga tidak akan merubah gaya berpikirnya. Jika kemungkinan kedua yang terjadi, jelas gaya berpikir siswa tidak akan berubah karena siswa tersebut dianggap tidak melakukan setiap tahapan dalam PBL yang akan melatihkan berpikir kreatif dan kritis. Jadi, tidak berubahnya gaya berpikir dapat terjadi jika para siswa melakukan setiap tahapan dalam PBL dengan benar atau tidak benar, yang akan terlihat dari keterlaksanaan model PBL oleh siswa dan peningkatan prestasi belajarnya. Sedangkan yang berubah gaya berpikirnya lebih banyak. Perubahan gaya berpikir ini terjadi dalam dua arah yang berlawanan. Yang menuju ke arah kritis ada 57,14% sedangkan ke arah kreatif hanya 33,32%. Lebih banyaknya siswa yang berubah ke
64
arah kritis bisa dikarenakan PBL yang diterapkan lebih menekankan pada berpikir kritis. Pemberian masalah cukup merangsang para siswa untuk berpikir kritis, karena model PBL berarti pembelajaran berbasis masalah, maka masalahlah dalam model ini yang menjadi perhatian khusus guru untuk membuat masalah yang dapat menarik minat siswa untuk belajar dan menyesuaikannya dengan materi. Memulai pelajaran dengan sebuah masalah atau pertanyaan di dalam PBL ada pada tahap 1: orientasi siswa pada masalah. Dan latihan evaluatif singkat pada tahap ke-5 (analisis dan evaluasi proses pemecahan masalah) dalam PBL juga membuat siswa berpikir kritis dengan mengaplikasikan yang telah mereka pelajari untuk menyelesaikan soal-soal pada post-test. Seperti dijelaskan pada kajian pustaka, salah satu cara untuk meningkatkan berpikir kritis yaitu dengan memulai pelajaran dengan sebuah masalah atau pertanyaan dan mengakhiri dengan latihan evaluatif singkat (Filsaime, 2008). Dengan pengajuan masalah atau pertanyaan dalam tahap satu dan diakhiri dengan latihan evaluatif singkat pada tahap satu dan lima yang terfasilitasi dalam penelitian ini, maka PBL mampu meningkatkan berpikir kritis siswa. Pada tahap dua PBL yaitu mengorganisasikan siswa untuk belajar, merangsang siswa untuk berdiskusi bersama teman mereka untuk menentukan masalah apa yang akan mereka pecahkan dan bagaimana cara memecahkannya. Pada tahap empat yaitu analisis dan evaluasi proses pemecahan masalah, akan merangsang siswa juga untuk berdiskusi dengan teman mereka yang mempresentasikan hasil karyanya dan temanteman dari kelompok lain. Diskusi yang dibutuhkan untuk meningkatkan berpikir
65
kreatif kurang terfasilitasi, karena waktu pembelajaran yang singkat. Sebenarnya guru telah merencanakan terjadinya diskusi dalam RPP, akan tetapi ketika ditanyakan pada siswa materi yang ingin ditanyakan atau dipermasalahkan, siswa lebih banyak diam sehingga guru melanjutkan pembelajaran agar semua yang telah direncanakan dalam RPP terlaksana. Diamnya siswa dalam sesi diskusi ini bisa disebabkan siswa malu untuk bertanya karena takut dianggap tidak mengerti oleh temannya dan karena belum mengenal lama gurunya seperti guru fisika yang sering mereka temui. Jika waktu pembelajaran lebih lama, guru bisa merangsang diskusi dengan terus memberi pertanyaan, sehingga siswa pun akan lebih banyak bicara. Hal ini menyebabkan diskusi tidak berjalan dengan baik. Seperti dijelaskan pada kajian pustaka, untuk meningkatkan berpikir kreatif akan mudah terwujud dalam lingkungan belajar yang secara langsung memberi peluang untuk berpikir terbuka, sebagai contoh situasi belajar yang di bentuk harus memfasilitasi terjadinya diskusi, mendorong seseorang untuk memberikan ide dan pendapat (Hassoubah, 2008:70). Itulah sebabnya lebih banyak siswa yang berubah gaya berpikir kearah gaya berpikir kritis. Seharusnya PBL juga dapat memfasilitasi siswa untuk meningkatkan berpikir kreatifnya melalui diskusi. Akan tetapi dalam penelitian ini, karena keterbatasan waktu maka waktu untuk berdiskusi tersebut tidak terlalu banyak. Sehingga untuk perbaikan penelitian selanjutnya, hendaknya di coba memberikan waktu yang banyak untuk diskusi agar merangsang siswa untuk berpikir kreatif. Sehingga dapat terlihat dengan penggunaan PBL yang menekankan pada pemberian masalah, diskusi, dan
66
latihan evaluatif apakah tetap akan merubah gaya berpikir siswa ke arah kritis atau nantinya akan kearah kreatif, atau bahkan kearah seimbang. Sehingga semua pendekatan untuk melatih kekurangan gaya berpikir yang ada dalam tahapan-tahapan PBL dapat dimaksimalkan. B. Peningkatan Prestasi Belajar Siswa Skor rata-rata pre-test dan post-test prestasi belajar yang diperoleh siswa tercantum pada tabel 4.2 sebagai berikut: Tabel 4.2 Rekapitulasi Skor Tes Prestasi Belajar Siswa Skor
Skor
Skor
Rata-
ideal
maks.
min.
rata
30
12
3
7.71
Tes
Pre-test
9.10
Post-test
30
20
12
Nilai
Kriteria
0.41
Sedang
16.81
Jika dilihat dari tabel 4.2 di atas, dapat terlihat setelah diterapkan model PBL hasil tes prestasi belajar meningkat. Hal ini ditunjukkan oleh rata-rata skor post-test yang lebih besar daripada rata-rata skor pre-test. Rata-rata skor pre-test yaitu 7,71, sedangkan rata-rata skor post-test yaitu 16,81. Selisih rata-rata skor pre-test dan skor post-test dinyatakan sebagi rata-rata gain yaitu sebesar 9,10. Peningkatan prestasi belajar dilihat dari rata-rata gain yang dinormalisasi () yaitu sebesar 0,41 dengan
67
kriteria sedang. Maka dapat dikatakan bahwa prestasi belajar siswa meningkat setelah diterapkan model PBL pada pokok bahasan Elastisitas Bahan. Hasil perhitungan secara rinci gain ternormalisasi dapat dilihat pada lampiran C. 3. Hasil prestasi belajar ini didapat dengan keterlaksanaan model problem based learning yang dapat dilihat pada lampiran C. 6. Rata-rata keterlaksanaan model oleh guru adalah 100%, berdasarkan interpretasi keterlaksanaan model PBL persentase ini termasuk pada kriteria sangat baik. Sedangkan rata-rata keterlaksanaan model oleh siswa adalah 81%, berdasarkan interpretasi keterlaksanaan model PBL persentase ini termasuk pada kriteria baik. Dengan kriteria keterlaksanaan model oleh guru dan siswa tersebut, keterlaksanaan model sudah memenuhi syarat berpengaruhnya PBL dalam pembelajaran. Berdasarkan keterlaksanaan model PBL oleh siswa dan guru tersebut, hasil tes prestasi belajar siswa meningkat. Maka dapat disimpulkan prestasi belajar siswa dalam pembelajaran fisika dengan model problem based learning (PBL) dapat meningkat. C. Pemetaan Peningkatan Prestasi Belajar Berdasarkan Gaya Berpikir Peningkatan prestasi belajar yang telah dibahas di atas adalah peningkatan prestasi belajar siswa secara keseluruhan setelah diterapkan model PBL. Sekarang akan dibahas peningkatan prestasi belajar siswa yang dipetakan berdasarkan gaya berpikir kreatif-kritis. Pemetaan peningkatan prestasi belajar berdasarkan perubahan gaya berpikir dapat dilihat pada tabel 4.3.
68
Tabel 4.3 Pemetaan Peningkatan Prestasi Belajar Berdasarkan Arah Perubahan Gaya Berpikir Gaya Berpikir
Rata-rata
Kriteria
Jenis
Perubahan Arah
Skor Pre-test
Skor Post-test
B
Kreatif
6
16
0.41
Sedang
B→C
Kritis
9.75
18.25
0.42
Sedang
C→B
Kreatif
7
12.5
0.24
Rendah
Tetap
7
18
0.48
Sedang
Kritis
8
19
0.5
Sedang
Kreatif
7
14.67
0.33
Sedang
C→D
Kritis
8.2
17.6
0.43
Sedang
D
Kritis
5
17
0.48
Sedang
C
Dari tabel 4.3 di atas, terlihat bahwa rata-rata gain ternormalisasi siswa yang berubah gaya berpikirnya ke arah kritis lebih besar dari rata-rata gain ternormalisasi siswa yang berubah gaya berpikirnya ke arah kreatif. Rata-rata gain ternormalisasi siswa yang berubah gaya berpikirnya ke arah kritis nilainya 0,46, sedangkan rata-rata gain ternormalisasi siswa yang berubah gaya berpikirnya ke arah kreatif nilainya 0,33. Untuk yang nilai gaya berpikirnya tetap, rata-rata gain ternormalisasi siswanya paling besar yaitu 0,48. Jadi siswa yang berubah ke arah kreatif lebih kecil rata-rata
69
gain ternormalisasinya dibandingkan dengan yang berubah ke arah kritis dan yang tetap. Jika dilihat pada tabel 4.3, peningkatan prestasi belajar siswa antara siswa yang berubah nilai gaya berpikirnya, siswa yang berubah ke arah kritis lebih besar peningkatannya dibandingkan ke arah kreatif. Hal ini dikarenakan PBL dalam penelitian ini lebih memfasilitasi siswa untuk berpikir kritis, seperti yang telah diungkapkan pada bagian A. Berdasarkan yang telah dijelaskan dalam kajian pustaka, belajar dengan pendekatan berpikir kritis akan lebih cepat dan efektif bagi siswa yang memiliki gaya berpikir kritis (Filsaime, 2008). Karena dalam pembelajaran banyak materi penting setiap detiknya, maka dengan semakin banyaknya porsi waktu untuk melatihkan berpikir kritis maka materi pun akan lebih banyak disampaikan dengan cara kritis. Dengan jumlah waktu yang digunakan untuk melatihkan gaya berpikir kreatif dan kritis dapat terlihat dengan jelas gaya berpikir mana yang lebih banyak menikmati penyampaian materi yang sesuai dengan gaya berpikirnya. Sehingga dengan lebih banyaknya waktu untuk memfasilitasi berpikir kritis, prestasi belajar akan lebih meningkat secara maksimal bagi siswa yang gaya berpikirnya berubah ke arah kritis. Siswa yang tetap skor gaya berpikirnya dan berada pada gaya berpikir seimbang memiliki peningkatan yang cukup bagus. Yaitu dengan nilai rata-rata gain ternormalisasinya 0,48. Dengan penerapan PBL yang lebih mengutamakan pada melatihkan berpikir kritis dalam penelitian ini, peningkatan tersebut cukup bagus. Sangat wajar jika para siswa yang berubah gaya berpikirnya ke arah kreatif lebih
70
kecil peningkatan prestasinya dan para siswa yang berubah ke arah kritis lebih besar peningkatan prestasinya, karena memang dipengaruhi oleh fasilitas yang diberikan oleh PBL yang dilaksanakan. Tapi dengan fasilitas berpikir kritis yang lebih dominan ini, siswa yang tetap skor dan gaya berpikirnya mampu meningkatkan prestasi dengan cukup baik mendekati nilai rata-rata gain ternormalisasi para siswa yang berubah gaya berpikirnya ke arah kritis. Cara untuk menyeimbangkan gaya berpikir agar dapat menyelesaikan masalahmasalah dengan baik adalah dengan melatihkan kekurangan suatu gaya berpikir. Orang yang berpikir kreatif perlu dilatihkan berpikir kritis, sebaliknya orang yang berpikir kritis perlu dilatihkan berpikir kreatif agar kedua pola tersebut menuju ke arah
berpikir
seimbang
yang mampu
mengatasi
masalah-masalah
dengan
menggunakan kemampuan-kemampuan seluruh otak tertentu (Filsaime: 2008). Seperti yang telah dijelaskan di atas siswa yang berpikir seimbang mampu meningkatkan prestasi dengan cukup baik walaupun pembelajaran yang disajikan dominan pada berpikir kritis. Kemampuan berpikir seimbang untuk menggunakan kemampuan-kemampuan seluruh otak tertentulah yang membawanya bisa beradaptasi dengan pembelajaran apapun. Dengan kemampuan berpikir seimbang yang baik inilah maka hendaknya para siswa di ubah gaya berpikirnya menuju ke arah seimbang. Berdasarkan penelitian ini, gaya berpikir siswa dapat di ubah dengan model problem based learning. Jadi peningkatan prestasi belajar dan sebaran gaya berpikir kreatif-kritis siswa bergantung pada tahapan model PBL yang lebih diutamakan. Maka hendaknya porsi PBL untuk
71
melatihkan berpikir kritis atau kreatif disesuaikan dengan sebaran gaya berpikir para siswanya.