22
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Keadaan Sosial Masyarakat Desa Sidomulyo Selatan 1.
Letak geografis dan keadaan alam Letak geografis Desa Sidomulyo Selatan terletak pada 0o37‟ lintang utara
dan 122o38‟ bujur timur. Berada diketinggian 12m dari permukaan laut, memiliki curah hujan rata-rata 2000-3000mm/tahun dan suhu rata-rata pertahun adalah 30o dengan kelembaban udara rata-rata 70% pertahun. Secara administratif desa Sidomulyo Selatan terletak di wilayah kecamatan Boliyohuto Kabupaten Gorontalo, yang terbagi atas dua dusun yakni dusun Karangkates dan dusun Karanganyer, dan dibatasi oleh desa-desa tetangga antara lain : bagian utara berbatasan dengan Desa Sidomulyo, bagian selatan dan barat berbatasan dengan Desa Diloniyohu, sedangkan bagian timur berbatasan dengan Desa Iloheluma.
2.
Identitas penduduk Masyarakat Desa Sidomulyo Selatan hampir sebagian besar merupakan
penduduk Jawa yang bertransmigrasi ke Gorontalo pada tahun 1950an. Penduduk Desa Sidomulyo Selatan terdiri dari beberapa suku yakni suku Jawa, suku Sunda, dan suku Gorontalo. Jumlah penduduk Sidomulyo Selatan yaitu 1.295 jiwa yang terdiri dari laki-laki 595 jiwa dan perempuan 700 jiwa, dengan kepala keluarga sebanyak 383 KK. Mata pencaharian masyarakat dapat diidentifikasi dalam
23
beberapa bidang yakni : petani, buruh tani, pegawai Negeri, pedagang, wirausaha, buruh bangunan/tukang dan peternak. Sebagian besar sumber pendapatan penduduknya melalui sektor perkebunan dan peternakan. Lahan persawahannya tercatat ± 100 Ha dan merupakan sawah irigasi yang produktif. Pendidikan masyarakat desa Sidomulyo Selatan masih sangat minim, hal ini dikarenakan masyarakat kurang menyadari akan pentingnya pendidikan. Desa Sidomulyo Selatan baru memiliki dua sekolah dasar yakni SD Negeri dan MTs. Sesuai data statistik kecamatan, masyarakat yang berada pada jenjang pendidikan TK 32 jiwa, SD 144 jiwa, SMP 45 jiwa, SMA 46 jiwa dan perguruan tinggi 23 jiwa. Kehidupan sosial masyarakat tidak luput dari beberapa hal yang mempengaruhi interaksi sosial maupun interaksi antar individu, dalam hal ini yang mempengaruhi kehidupan masyarakat Desa Sidomulyo Selatan sehari-hari antara lain:
a.
Bahasa Bahasa merupakan alat komunikasi verbal yang digunakan oleh setiap
lapisan masyarakat. Masyarakat desa Sidomulyo Selatan menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan antar suku, disebabkan masing-masing suku memiliki dialek bahasa yang telah melekat dalam masyarakatnya. Penggunaan bahasa tersebut tidak berlaku pada pertunjukan genjringan, karena dalam genjringan bahasa yang digunakan dalam melantunkan syairnya yakni bahasa
24
arab. Pemain genjringan yang sudah terlatih bertahun-tahun dengan fasih melantunkan syair demi syair dalam pertunjukan genjringan.
b. Agama Masyarakat Desa Sidomulyo Selatan berkisar 1.295 jiwa, yang secara keseluruhan beragama Islam dengan tempat peribadatan yang dimiliki desa Sidomulyo Selatan yakni 2 Mesjid dan 4 Mushola. Mesjid dan mushola tersebut memiliki anak santri yang setiap harinya menimba ilmu agama, menurut pengakuan bapak Kardi (57 tahun) bahwa “instrumen genjringan pernah digunakan sebagai alat pembelajaran disalah satu mesjid di Sidomulyo Selatan. Hal ini dimaksudkan untuk menarik perhatian para santri agar mau belajar berkesenian sekaligus berbahasa arab. Santri yang terpilih untuk berlatih ternyata tidak bersungguh-sungguh dan mengakibatkan instrumen genjringan tidak terawat dan tidak terjaga”.
c.
Adat istiadat Pada umumnya, setiap masyarakat memiliki adat istiadat yang selalu
berkaitan erat dengan tradisi dan budaya masing-masing. Begitupula, dengan masyarakat desa Sidomulyo Selatan yang memiiki adat istiadat disetiap masingmasing suku. Suku Jawa memiliki tradisi slametan yang diadakan pada hajatan kelahiran, pernikahan, kematian dan syukuran lainnya. Slametan ini dihadirkan yang tujuannya tidak lain adalah untuk mengucapkan rasa syukur terhadap Allah SWT.
25
Tradisi slametan dalam kelahiran terdiri dari masa kehamilan dan melahirkan, pada masa kehamilan anak pertama akan dilaksanakan tradisi telonan pada kehamilan tiga bulan, setelah itu tradisi piton-piton yang dilaksanakan pada bulan ketujuh. Pelaksanaan tradisi saat bayi telah lahir yakni akan dilaksanakan tradisi brokohan pada hari pertama kelahirannya, selanjutnya hari kelima dari kelahiran tersebut dalam hitungan Jawa dikenal sebagai (pon, wage, kliwon, legi, pahing) yang disebut sepasar akan dilaksanakan tradisi sepasaran
yang
berkenaan dengan pemberian nama pada bayi tersebut. Jika umur bayi telah beranjak 35 hari akan dilaksanakan tradisi selapanan yang menandakan bahwa bayi tersebut telah berumur lebih dari sebulan. Tradisi selanjutnya akan diadakan telonan yakni pada tiga bulan, pitonan pada tujuh bulannya, dan setahunan tepat satu tahun umur anak tersebut. Anak remaja laki-laki yang akan beranjak dewasa dilaksanakan tradisi sunatan (khitanan). Tradisi
slametan
diadakan
pada
pernikahan
dimaksudkan
untuk
memberkati kedua mempelai dalam membina rumah tangga baru, dan slametan diadakan pada malam harinya sebelum akad nikah. Tradisi slametan pada kematian diadakan pada malam hari tepatnya pada hari pertama, ketiga, ketujuh, keempat puluh, keseratus dan keseribu hari. Tradisi masyarakat suku Gorontalo kelahiran bayi ditandai dengan tradisi gunting rambut yang disertai dengan aqiqah. Beranjak dewasa bagi kaum laki-laki akan dilaksanakan khitanan dan bagi perempuan dilaksanakan pembeatan. Prosesi pernikahan masyarakat Gorontalo tradisi lamaran dikenal sebagai antar harta yakni kunjungan mempelai pria kepada mempelai wanitanya dengan membawa
26
beberapa unsur-unsur pendukung dalam lamaran, yang dilaksanakan sebelum prosesi akad nikah dilaksanakan. Tradisi kematiannya akan dilaksanakan ta‟ziah dari hari pertama, ketiga, ketujuh dan keempat puluh dan keseratus.
d. Kesenian Masyarakat desa Sidomulyo Selatan baik pendatang maupun masyarakat asli memiliki kesenian yang terus dilestarikan oleh masing-masing suku. Dalam hal ini kesenian yang dimiliki oleh masyarakat suku Jawa di desa Sidomulyo Selatan antara lain : Ketoprak, Wayang Wong, Jaranan, dan Genjringan. Wayang wong merupakan kesenian wayang yang pelakunya adalah manusia sebagai pengganti wayang kulit, dengan menggunakan riasan dan perhiasan yang sama digunakan oleh wayang kulit, dan diberikan tambahan sedikit coretan-coretan pada wajah yang berbentuk lukisan atau gambar. Biasanya wayang wong membawakan cerita-cerita yang mengisahkan tentang arjuna atau cerita-cerita yang terdapat dalam kisah mahabrata dan ramayana. sedangkan kesenian ketoprak atau bahasa Jawanya kethoprak ini adalah sebuah pertunjukan yang juga mirip dengan wayang wong, hanya saja ketoprak diselingi dengan lagulagu Jawa dan menggunakan alat musik berupa gamelan. Tema yang disajikan pun banyak diambil dari kisah-kisah legenda yang terjadi dalam sejarah Jawa. Jaranan juga merupakan sebuah bentuk kesenian yang mirip dengan kesenian yang disebut kuda lumping, terkenal dengan aksi kesurupannya dan sesajian yang dimakan mentah.
27
Genjringan adalah sebuah pertunjukan ansambel yang di dalamnya terdapat instrumen dan vokal, instrumen yang digunakan yakni instrumen genjring dan jedor , vokalnya yakni lantunan syair terhadap Nabi Muhammad SAW yang tedapat dalam kitab Barjanji. Masyarakat Gorontalo, yang bertempat dilingkungan desa Sidomulyo Selatan kurang adanya perhatian terhadap kesenian daerah, sehingga jarang dipertunjukan. Salah satu kesenian yang terkadang dipertunjukan dalam mengisi kegiatan masyarakat yakni turunani, turunani yakni sebuah kesenian yang didalamnya membawakan lantunan-lantunan syair yang diiringi oleh instrumen rebana.
B. Tradisi Kelahiran Bayi dalam Masyarakat Sidomulyo Selatan Kelahiran bayi dalam masyarakat desa Sidomulyo Selatan memiliki beberapa tradisi yang mendukung didalamnya, yakni upacara yang dilaksanakan dari bayi lahir hingga berumur 35 hari syukuran yang
bertujuan untuk
memberikan ucapan rasa syukur kepada Allah SWT, maka diadakan syukuran antara lain : 1. Brokohan Brokohan yakni sebuah ritual adat yang dilaksanakan masyarakat Jawa untuk menyambut hadirnya seorang bayi yang akan mengisi keluarga maupun dalam lingkungan masyarakat. Tradisi brokohan ditandai dengan telah dilakukannya pemotongan tali pusar yang menghubungkan bayi dengan sang ibu. Juga telah diadakan ritual penguburan bathur (teman bayi saat dalam rahim ibu).
28
Tradisi brokohan diadakan pada sore atau pada malam hari setelah kelahiran anak tersebut, dengan mengadakan slametan atau syukuran yang mengundang tetangga, sanak saudara dan kerabat. Tradisi slametan selesai maka para tamu undangan akan membawa pulang bungkusan yang berisi makanan atau perangkat sesaji yang disediakan oleh tuan hajat dan makanan tersebut telah dibacakan do‟a sebelumnya oleh seseorang yang dianggap pemimpin atau tetua agama di lingkungan desa tersebut. Selesainya tradisi slametan warga masyarakat akan bertahan untuk berjaga-jaga dan menemani tuan hajat dalam masyarakat kegiatan ini disebut jagongan hingga 5 hari kedepan. Pada tradisi brokohan makanan yang disajikan antara lain : nasi golong 2 bungkus, kulupan (sayur-sayuran rebus), telur rebus, nasi gurih yang sudah diletakan dalam baskom atau wadah, nasi biasa yang juga diletakkan dalam wadah, sambal goreng yang terbuat dari campuran mie kuning dan ubi, bubur merah, bubur putih, jajan pasar, dan ingkung (daging ayam panggang). 2. Sepasaran Tradisi sepasaran merupakan tradisi yang diadakan setelah bayi berumur sepasar (5 hari), sepasar dalam hitungan hari Jawa yaitu pon, wage, kliwon, legi dan pahing. Pelaksanaan sepasaran juga berkenaan dengan pemberian nama bagi si bayi tersebut, dan biasanya pada tradisi ini lebih istimewa diantara upacara lainnya, karena terkadang ada warga yang akan menghadirkan sebuah pertunjukan didalamnya. Saat sore hari pada hari sepasaran ini dalam ruang lingkup masyarakat desa Sidomulyo Selatan akan ditemui ibu-ibu yang berbondong-
29
bondong datang mengunjungi hajatan dengan membawa tas yang berisi beras, mie putih, gula, teh, serta beberapa perlengkapan untuk bayi tradisi masyarakat ini disebut mbecek. Malam harinya merupakan hari terakhir jagongan dan akan tetap diadakan slametan, slametan sepasaran akan menentukan siapa nama bayi tersebut. Pelaksanaannya bagi keluarga yang mampu akan menghadirkan sebuah pertunjukan dan slametan akan diadakan setelah pertunjukan yang akan dilaksanakan langsung oleh pelaku pertunjukan. Setelah selesai makanan yang telah dibacakan do‟a akan dibagi dan dibawa pulang oleh yang mengikuti slametan. Makanan yang disediakan pada pelaksanaan sepasaran dilakukan sangat sederhana, yakni : nasi biasa, nasi gurih, kulupan, telur rebus, ingkung, bubur merah, bubur putih, sambal goreng mie dan ubi, dan jajan pasar. 3. Selapanan Tradisi selapanan merupakan suatu tradisi yang memperingati bahwa bayi itu telah berumur selapan (35 hari). Tradisi ini diadakan pada hari yang sama saat bayi ini lahir dalam hitungan masyarakat Jawa. Pelaksanaan tradisi ini ditandai dengan pemotongan rambut pertama pada bayi yang akan menandakan bahwa bayi tersebut sudah masuk pada masa balita. Tradisi dilaksanakan dengan menyiapkan beberapa jenis makanan yang akan dijadikan perangkat pelaksanaan dan setelah itu akan dibagikan kepada tamu undangan yang telah hadir dalam tradisi selapanan. Makanan yang disiapkan pada tradisi selapanan cukup
30
sederhana yaitu: nasi tumpeng, nasi putih, nasi gurih, sambal goreng, telur rebus, ingkung, kulupan, bubur putih, bubur merah, dan jajan pasar.
C. Bentuk Pertunjukan Genjringan dalam Kelahiran Bayi Bentuk Pertunjukan genjringan dalam kelahiran bayi, merupakan sebuah pagelaran tertutup yakni „suatu pagelaran yang dilaksanakan dalam suatu ruang tertutup (di dalam bangunan)‟. Suasana yang dihasilkan dalam pertunjukan memiliki kesan yang formal, tidak bebas dan lebih tertib, sehingga komunikasi antara para pemain dan penonton hanya berlangsung satu arah. Keterbatasan ruang gerak penonton dan para pelaku genjringan menjadikan suasana terkendali dan lebih terbatas (Palgunadi, 2002:100). Pertunjukan memiliki komponen pendukung yang mudah, salah satunya yakni persiapan. Persiapan yang dilakukan dari menjelang pertunjukan, hingga sebelum pertunjukan dimulai. Pertunjukan genjringan juga memiliki beberapa komponen yakni sebagai berikut : 1. Persiapan Pertunjukan genjringan memiliki beberapa persiapan khususnya pemain yang berpengaruh pada kelangsungan pertunjukan genjringan. Genjringan dalam upacara kelahiran bayi memiliki persiapan yakni pra pertunjukan dan saat pertunjukan. a. Pra Pertunjukan Pertunjukan genjringan yang terdapat dalam upacara kelahiran bayi, diawali dari warga masyarakat yang memiliki niat ketika do‟anya dikabulkan untuk mendapatkan seorang anak laki-laki atau perempuan, maka akan
31
menghadirkan pertunjukan genjringan sebagai ucapan rasa syukur yang mendalam. Ucapan niat dari warga dapat juga disebut sebagai sebuah nazar dari keluarga yang berkeinginan. Persiapan menghadirkan pertunjukan genjringan sepasaran bayi yakni warga yang berkepentingan akan mendatangi kediaman dari ketua genjringan dan menyampaikan maksud dari kedatangannya. Ketua yang telah mengetahui maksud dan tujuan dari warga tersebut, akan segera memberitahu pemain genjringan untuk mengadakan pertemuan. Pertemuan yang diadakan akan membahas tentang kesediaan pemain genjringan, dalam menghadiri undangan yang dimaksud. Hasil kesepakatan, mengenai pengadaan latihan sebelum hari yang ditentukan dan hal ini dilakukan pada malam hari setelah selesainya pekerjaan masing-masing.
b. Pelaksanaan Pertunjukan Pertunjukan genjringan yang akan dilaksanakan dalam upacara kelahiran bayi dikediaman bapak Gunung telah bersiap-siap. Pukul 15.30 sore hari seorang penanggung jawab kegiatan memberikan nasihat kepada beberapa orang yang dipercaya agar mengambil alat-alat genjringan dan memberitahu bahwa tuan hajat telah siap menerima kedatangan pemain genjringan dan tempat pertunjukan telah disediakan. Setibanya di kediaman ketua genjringan, maka diutarakan apa yang menjadi pesan dari tuan hajat, untuk menjemput alat-alat genjringan juga kesediaan tuan hajat menyambut kedatangan pemain genjringan. Menjelang malam para pemain genjringan mempersiapkan diri dengan mengenakan kemeja, sarung dan peci (songkok), meskipun pakaian yang dikenakan tidak seragam
32
sekilas terlihat rapi dan sopan. Pemain yang telah mempersiapkan diri di rumah masing-masing, kemudian berangkat menuju kediaman ketua genjringan untuk melihat persiapan pemain yang lain. Waktu menunjukan pukul 20.30 seluruh anggota telah berkumpul dan tiba waktunya untuk berangkat ke tempat pertunjukan, perjalanan ditempuh selama sepuluh menit dengan menggunakan kendaraan bermotor. Setibanya di kediaman bapak Gunung anggota genjringan dan tamu yang ikut masuk bersamanya disambut ramah dan hangat oleh tuan hajat seraya mempersilahkan masuk dan duduk dengan keadaan melantai, sambil bercerita tentang banyak hal. Tidak lama kemudian dari pintu yang mengarah ke dapur seorang pelayan laki-laki dengan membawa lengser (sejenis baki) yang berisi minuman dan kue-kue untuk para tamu dan anggota genjringan yang dihidangkan tepat di depan dari tempat duduk para tamu yang hadir dan pemain genjringan. Sementara itu waktu menunjukan pukul 21.00, pemain genjring mulai menyiapkan dan mencoba-coba alat bantu pengeras suara yang akan digunakan selama pertunjukan dan pemain yang lain mulai menyiapkan instrumen yang akan digunakan, terutama genjring dan jedor. Genjring dipersiapkan dengan memasangkan alat pengencang yang terbuat dari rotan untuk mengatur ketegangan selaput bidang, yang dipasangkan tepat dibawah selaput kulit didalamnya menggunakan palu yang terbuat dari kayu yang disebut tangkal. Sedangkan alat jedor dipersiapkan dengan mengencangkan kawat pengait yang terpasang pada tubuhnya dengan cara dipukul pada bagian kayunya dengan menggunakan palu yang juga terbuat dari kayu yang disebut ganden. Setelah
33
selesai jedor akan dipukul 3 kali yang menandakan bahwa pertunjukan genjringan akan segera dimulai. Gambar di bawah ini adalah cara mengencangkan instrumen genjring dan alat yang digunakan sebagai pengencang.
Gambar. 1. Cara mengencangkan genjring (foto dokumentasi penulis)
34
Gambar 2. Tangkal (kiri),ganden (kanan) (foto dokumentasi penulis) Pemain yang telah mendapat tugas masing-masing dalam memainkan instrumen telah bersiap pada posisi duduk bersila dengan tempat duduk saling berhadapan antara pemain dan penyair. Terlihat seorang pemain genjringan yang bertugas memainkan instrumen jedor duduk diatas sebuah benda yang disebut dingklêk (bangku kecil yang terbuat dari kayu). Peristiwa tersebut dikarenakan pemain genjringan tersebut telah mengalami osteoporosis sehingga sangatlah sulit baginya untuk duduk bersila seperti teman-temannya yang lain.
35
Gambar. 3. Posisi pemain dan penonton (foto dokumentasi penulis)
2. Penyajian Pelaksanaan pertunjukan genjringan dimulai tepat pada pukul 22.00, yang diawali dengan salam oleh ketua genjringan seraya membuka kitab Barjanji dan meletakkannya tepat di depan pemain alat yang juga sekaligus membuka pukulan pertama daripada genjring yang disebut kenting, dan disahut oleh instrumen pendukung lainnya, saat mulai bertalu-talu penyanyi telah bersiap untuk melantunkan bawaan pertama yang merupakan tahap awal dari pertunjukan genjringan. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan tahapan genjringan terbagi atas 3 tahap yakni tahap awal, tahap pertengahan dan tahap akhir, disetiap tahapan memiliki babak yang terdiri dari beberapa lagu bawaan. Palgunadi (2002:129) mengatakan bahwa “babak dalam sebuah pagelaran adalah pembagian pagelaran
36
menjadi penggal-penggal waktu tertentu”. Tahap awal hanya terdapat satu babak yang terdiri dari 3 bawaan yakni : Assalam, Allahmuko dan Abi Bakri. Assalam merupakan lagu pembuka pertama
yang lirik syairnya
menceritakan tentang suatu perdamaian dan ketenangan untuk umat Islam semua yang menjadi pengikut Nabi Muhammad SAW, saurannya terdapat pada baris pertama lagu Assalam, lirik bawaannya akan berulang setelah 1 baris bawaan selesai dan dibalas dengan lirik sauran. Dinamika lagu terjadi saat akan masuk pada sauran kedua, maka genjring yang disebut kendang akan memberikan tanda dimana mulai naiknya nada dari syair yang dibawakan, setelah lagu Assalam selesai para pemain berhenti sejenak untuk menunggu aba-aba masuk pada lagu selanjutnya, dan setelah ketua memberi aba-aba lagu dilanjutkan dengan lagu bawaan Allahmuko, bawaan Allahmuko menceritakan tentang perangai kemuliaan Nabi Muhammad dihadapan Allah SWT, yang pembawaannya pada prinsipnya hampir mirip dengan Assalam letak perbedaannya terdapat pada liriknya saja. Pengulangan yang terjadi tetap 1 baris setelah lirik bawaan akan dibalas dengan lirik sauran. Pertunjukan bawaan Allahmuko telah selesai dan dilanjutkan dengan bawaan Abi Bakri, Abi Bakri menceritakan tentang perjalanan Nabi dalam mengenalkan Islam kepada kaumnya dan Abu Bakar merupakan pengikut setia Nabi, masih sama dengan bawaan lagu sebelumnya sauran Abi Bakri terletak diawal lagu, dan mengalami pengulangan setiap selesainya satu baris dari lirik bawaan. Bawaan pertama ini dalam kitab Barjanji terdapat pada halaman (21-28), dari hasil pengamatan bahwa bawaan pertama ini merupakan satu komponen yang tidak terpisah hanya saja dibagi menjadi tiga bagian dengan alasan bahwa sauran
37
dari setiap bawaan akan dibawakan dengan lantunan syair yang berbeda sehingga untuk lebih bervariasi dibagi menjadi 3 bagian. Kurangnya pemain genjringan menjadikan setiap anggota genjringan harus merangkap sebagai pemain instrumen juga sebagai penyair dari lagu bawaan dan lagu sauran. Bagi pemain yang belum mendapat tugas, akan menunggu giliran saat pemain yang lain sudah tidak kuat lagi, sehingga terjadi pertukaran pemain. Teknik permainan genjringan tersebut disebut saling mengisi atau sambung menyambung. Penggunaan teknik tersebut dimaksudkan agar pertunjukan tidak berhenti ditengah-tengah saat jalannya pertunjukan dalam satu kali bawaan. Sahut-sahutan antara lagu dan musik akan terjalin dan terdengar sangat merdu merasuk hingga nurani setiap individu yang mendengarkan. Penonton juga tamu dari tuan hajat, yang ikut bergabung dalam pertunjukan namun hanya sebagai batur (teman) dan tidak turut berpatisipasi saat pertunjukan berlangsung. Alunan genjring dan syair membuat orang yang mendengarkan terbawa suasana dari setiap tempo dan lirik yang dibawakan, sehingga terlihat pemain genjring yang asyik dengan lagu yang dibawakan sambil menggeleng-gelengkan kepalanya, adapun yang memukul genjring sambil matanya tertutup karena tak tahan dengan ngantuk mengingat banyaknya kegiatan yang dilakukan seharian, sehingga rasa penat dan letih tak terasa lagi terobati dengan meresapi setiap lirik yang terdapat dalam alunan lagu dalam genjringan. Ritme yang dihasilkan dari syair yang dibawakan dapat disimbolkan kedalam simbol berikut ini : ║: x x x x x Assala a
x x │x x x . x x x │x x x . x x x │ x x amu alaik alaikayaa a a Zainal …
x . .│
38
x x x x x x x │ x x x . x │ x x x x x │ x x :║ Anbiya a a a i Assala a mualaik ║: . x x x x x x │ x x x x . │ . x x . x │ x x x x . │ . x x x x │ Allahmuko o o Dzamili lima a a mati Sholallahu
x x x x . :║ Alaik ║: x x x x │ x x x x │ x x x x │ x x x . . │ x x x x │ x x x x :║ Abi Bakri mubintidja Allah Allah hidina Arodiya Allahu’an Keterangan : simbol dan lirik diatas merupakan bagian dari syair yang terdapat pada genjringan, simbol menandakan ritme dari lirik lagu dibawahnya dengan membunyikan suara tang. Pengulangan terjadi setiap bawaan dan sauran sebanyak dua kali dan sebelum masuk ke syair sauran terjadi pukulan transisi yang menandakan bahwa akan beralih lagi pada sauran yang menandakan dinamika dari sebuah lagu dan ditandai oleh instrumen genjring yang bertindak sebagai kendang, pola pukulannya perhatikan simbol dibawah ini : ║: p p p
p │ p p p p :║
Pembawaan pertama selesai atau tahap awal dalam pertunjukan genjringan, yang mengisyaratkan bahwa adanya pertunjukan genjringan di kediaman tersebut. Warga masyarakat yang memiliki waktu luang dapat hadir dan menyaksikan genjringan malam itu. Pertunjukan akan berhenti sejenak sebelum masuk pada tahap berikutnya, dan seseorang yang ditugaskan untuk membawakan makanan akan keluar dengan membawa lengser berisi makanan untuk para pemain genjringan dan tamu yang hadir. Tuan hajat akan memberikan pesan dan
39
kesan dan mempersilahkan untuk menikmati makanan yang telah dihidangkan di tempat duduk masing-masing. Pemain sangat menikmati makanan yang dihidangkan, dan masih melanjutkannya dengan merokok atau sekedar minum teh sambil membicarakan banyak hal, waktu menunjukan pukul 23.00 pembawaan dilanjutkan dengan tahap pertengahan. Pada tahap pertengahan sesuai pengamatan terbagi menjadi 4 babak, babak pertama terdiri dari 2 bawaan yakni bawaan Bisyahri dengan sauran Allahu Allah dan bawaan Tanakol dengan sauran Ya Habib. Pertunjukan dimulai kembali pada bawaan Bisyahri dalam kitab Barjanji terletak pada halaman (37), yang menceritakan tentang perjalanan Nabi hingga menjadi kekasih Allah, saurannya juga tetap berada pada awal lagu, dan pada bawaannya akan dibawakan setiap 2 baris. Terdapat perbedaan pada setiap barisnya ditandai oleh simbol pada setiap akhir dari baris syair yang terdapat pada kitab Barjanji, untuk menandakan bahwa lirik yang memiliki simbol pada awal akan dilanjutkan dengan syair sauran. Pembawaan syair bisyahri selesai maka dilanjutkan dengan bawaan Tanakol dalam Barjanji terletak pada awal lirik syair, dan setiap 2 baris bawaan akan dilanjutkan dengan sauran, meskipun pada dasarnya hampir sama disetiap bawaannya. Ritme yang dihasilkan pula menyerupai ritme sebelum-sebelumnya tetapi masih dapat terlihat perbedaannya, sebagai berikut: ║: x x . x x x │ x x . . │ x x . x x x │ x x . . │ x x . x x x │ x x . . │ x x Allah Allahu Allah, Allah Allahu Allah, Allah Allahu Allah, lailaha
x x x x x │ x x x x │ x x x x │ x x x x x x :║ ilallah Allah Yaka Akhiruhman saydul qiram
40
║: x x x x x x x │ . x x x x x x │ x x . x x x x x │ x x . . :║ Ya Habib Allah hulla y air Allah Ya ir . . yaa. . . ya. . . . x x x . x x x │ x x x . x x │ x x x x x x │ x x x x x x x │. x x . . │ x x . Muhammad Allah yaa Muhammad dinil Islam walailahailalla akhirul dzaman
x x │ x x :║ Allah Munajam Keterangan : simbol dan lirik diatas merupakan bagian dari syair yang terdapat pada genjringan, simbol menandakan ritme dari lirik lagu dibawahnya dengan membunyikan suara tang.
Pertunjukan genjringan babak pertama selesai, pemain akan berhenti sejenak, sambil menikmati makanan seperti kue-kue dan minuman yang telah dihidangkan sejak tadi atau merokok sambil bercerita. Kue-kue dan minuman akan terus disediakan oleh tuan hajat untuk menjaga stamina para pemain dan menjaga kenyamanan dalam melakukan pertunjukan yang berlangsung semalam penuh. Pemain genjringan menikmati setiap hisapan rokok dan seruputan wedang jahe (sejenis minuman yang terbuat dari jahe). Ketua kembali memberikan abaaba bahwa pertunjukan genjringan akan dilanjutkan kembali pada tahap pertengahan dengan babak kedua, babak kedua yang terdiri dari 1 bawaan Wulidal Habi dengan 3 sauran Soliyas Rohman, Loh Allah dan Mohidina. Pertunjukan yang berlangsung babak kedua ini bawaan akan mengalami pengulangan sebanyak tiga kali sesuai dengan saurannya, saat genjring yang disebut kendang mulai ditabuh, genjring lainnya sekaligus jedor mengikutinya dan diiringi lantunan bawaan Wulidal Habi dengan Sauran Soliyas Rohman, namun yang pertama kali dilantunkan yakni saurannya, setelah sauran Soliyas
41
Rohman terjadi pengulangan 2 kali maka dilanjutkan dengan bawaannya yakni Wulidal Habi. Bawaan Wulidal Habi dalam Kitab Barjanji terletak pada halaman (45-47) yang menceritakan tentang kisah awal mula kelahiran Nabi Muhammad SAW hingga mengemban tugas menjadi utusan Allah, dari pengamatan yang dilakukan bahwa ritme dari bawaan Wulidal habi sauran Soliyas Rohman, pada dasarnya bawaan yang mengikuti alunan ritme dari sauran sehingga dapat dituliskan dalam simbol bunyi dibawah ini : ║: x . x x x │ x . . x │ x . x x x │ x . . x │ x . x x x │ x . . x │ Soliyas Rohman, Anta bangun sholat, anta bangun sholat
x . x x x x x │ x . x x x x x │ x . x x x x │ x . . . :║ Allah Allah ya Allah maulairobbuna Allah Keterangan : simbol dan lirik diatas merupakan bagian dari syair yang terdapat pada genjringan, simbol menandakan ritme dari lirik lagu dibawahnya dengan membunyikan suara tang.
Sauran Soliyas Rohman selesai akan dilanjutkan dengan bawaan Wulidal Habi dengan sauran Loh Allah, seperti halnya bawaan sebelumnya ritme yang terjadi pada sauran Loh Allah, bawaan Wulidal Habi yang dibawakan juga pada sauran sebelumnya pada pengulangannya yang terjadi di sauran Loh Allah akan mengikuti ritme dari alunan lagu Loh Allah yang dari hasil pengamatan dapat dituliskan dalam simbol berikut ini : ║: x x x . x x x │ x x . . │ x x x . x x x │ x x . . │ x x x x x x x │ Loh Allah Allahhu Allah loh Allah Allahhu Allah ya robbi
x x .. x│x x x x x x x │x x x x x x x │x x x .. x │ Shubhanalloh iman turkam tulaulau yae e tau lau lau ya e
42
x x . . x │ x x x x x x x │ x x . .│ x x x x x x x │ x x x x x x x │
Ta barokta mulaik Qu’ran tabarokata mualaik Qu’ran, bersiap-bersiap sholat
x x x .. x │x x x x x x x │x x x . │x x x .. x x│ Magrib bersiap sholat magrib orang satu membuka Qur’an . x x x x │ x x x . . x x │ . x x x x :║ Satu. Allahu Allah yaa subhan sifat Allah Rohman rohim
Wulidal Habi dengan sauran Mohidina merupakan bawaan selanjutnya, hal yang serupa juga terjadi pada bawaan Wulidal Habi dengan sauran Mohidina yakni konsep pembawaannya mengikuti alunan dari saurannya. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan sauran Mohidina memiliki ritme yang tidak jauh berbeda dengan sauran-sauran sebelumnya yang dapat dituliskan dengan simbol sebagai berikut: ║: . x x x x . │ . x x . │ . x x x x . │ . x x x │ x x x x x x │ x . x x . │ Mohidinna ila, mohidina ila, yaa shortoni Allah yahu yahu Allah syiwa
. x x x x x x x │ x x x . :║ indul yahu yahu. Keterangan : simbol dan lirik diatas merupakan bagian dari syair yang terdapat pada genjringan, simbol menandakan ritme dari lirik lagu dibawahnya dengan membunyikan suara tang. Babak kedua selesai pemain genjringan akan beristirahat kembali, mengingat begitu banyak tenaga yang dibutuhkan untuk mengatur tinggi rendahnya nada dalam alunan syair genjringan, dan umur dari pemain genjringan yang melainkan orang-orang yang telah berumur. Pertunjukan genjringan menjadi lebih sering melakukan istirahat untuk sekedar melepaskan dahaga maupun untuk sambil
43
menghabiskan sebatang rokok dan minum kopi demi menghilangkan rasa ngantuk yang mulai menyelimuti ditengah malam yang dingin. Waktu menunjukan pukul 01.00 masih 2 babak lagi untuk tahap pertengahan, disekitar terlihat sepi penonton yang tadinya masih asyik bercerita sambil menikmati segelas kopi. Kini mulai tak terdengar lagi suaranya melainkan mendengarkan pertunjukan genjringan sambil tiduran di lantai beralaskan karpet, dalam kesunyian ketua memberikan aba-aba untuk melanjutkan pertunjukan pada babak selanjutnya, babak ketiga terdiri dari 2 bawaan yakni Shola Alaika dengan sauran Mithakol Jannah dan Badad Lanah dengan sauran Sholuila, masuk pada bawaan shola alaika, genjring mulai naik dan saling bergema syair sauran Mithakol Jannah dan dilanjutkan dengan bawaan Shola Alaika yang dalam kitab Barjanji terletak pada halaman (52-53) yang intinya menceritakan tentang salawatan yang ditujukan kepada Nabi Muhammad, untuk memohon hidayah-Nya dan dapat memberikan pertolongan menuju jalan yang diridhoi Allah. Saat bawaan Shola Alaika ritme yang didapatkan dari pengamatan mengikuti ritme yang ada pada saurannya yakni Mithakol Jannah, yang dapat dituliskan dalam simbol berikut ini : ║: x . x x . x │ x . . . │ x . x x . x │ x x x x x │ x . x x x │ x . x x . x │ Mithakol jannah lailahailallah Robbi robbahu, Allah Allah lailahailallah
x . x x . x │x x x x x x x │x .. x│x . x x . x │x . x x . x │x x x x x x x│ . . :║ Robbi robbahu ya muhamad ya rosullulloh. Keterangan : simbol dan lirik diatas merupakan bagian dari syair yang terdapat pada genjringan, simbol menandakan ritme dari lirik lagu dibawahnya dengan membunyikan suara tang.
44
Saat sauran Mithakol Jannah mulai naik terjadi pukulan transisi yang menandakan bahwa adanya dinamika lagu, dan terjadi pengulangan 2 kali pada saurannya setelah itu selesailah bawaan Shola Alaika, para pemain menghentikan permainan sejenak namun tidak meletakkan alat musik, ketua mengomentari pemain instrumen genjring yang lain bahwa ada yang akan menggantikan posisi teman yang sudah mulai tidak kuat lagi, akhirnya salah seorang dari pemain menggantikannya dan permainan dilanjutkan kembali pada bawaan Badad Lanah dengan sauran Sholuila. Bawaan Badad Lanah dalam kitab Barjanji terletak di halaman (54-55), yang menceritakan tentang kemuliaan Nabi Muhammad kepada umatnya yang dalam kesusahan. seperti bawaan sebelumnya, bawaan Badad Lanah ritme dari syairnya akan mengikuti ritme yang terdapat dalam syair saurannya yakni Sholuila, dan dari hasil pengamatan ritme dari syair sauran Sholuila dapat disimbolkan sebagai berikut : ║: x x
.. │x
Sholu
x
.. │x
x
.. │x
x
.. │x
ila sholu manji dono
x
.. │x
x x x x│
sakina
x x .. x│x x x x x │x x x x│x x x x│x x .. │x x .. │x x .. │ Badad nik ma lamah mau lana Allah yahum durja lale xx
.. │x
x x x x│x x x x x x x x │x x x x x │x x
. . :║
Durja lale shoratun shoratun nikmalamah nikmalamah Keterangan : simbol dan lirik diatas merupakan bagian dari syair yang terdapat pada genjringan, simbol menandakan ritme dari lirik lagu dibawahnya dengan membunyikan suara tang. Berhentinya syair Sauran Sholuila dari Bawaan Badad Lanah, berarti babak ketiga telah selesai, salah seorang pemain dengan keringat yang bercucuran
45
dihilangkannya menggunakan handuk kecilnya, tuan hajat memang sangat perhatian malam itu, dari dalam keluarlah seseorang dengan membawa sebuah teko (sejenis tempat minuman) yang berisi penuh kopi panas untuk menggantikan kopi yang sudah terlanjur dingin. Seorang pemain genjringan yang penuh semangat menggilir teko tersebut untuk mengisi gelas-gelas kosong, ditemani sebatang rokok dan kopi panas sesaat dapat menghilangkan rasa ngantuk yang mulai terasa sangat menyerang, tidak lama kepulan asap yang sempat memenuhi ruangan tersebut menghilang dan permainan dilanjutkan kembali untuk babak selanjutnya. Babak keempat terdiri dari 2 bawaan lagi yakni Badad lanah dengan sauran Siti Fatimah dan Bawaan Shola Alaika dengan sauran Ya Umat, pada bawaan Badad Lanah dengan sauran Siti Fatimah hanya mengulangi bawaan Badad Lanah sebelumnya namun, dengan sauran yang berbeda. Sehingga pada sauran Siti Fatimah ini bawaan Badad Lanah mengikuti alunan Syair yang terdapat dalam sauran Siti Fatimah. Ritme yang dihasilkan pada dasarnya hampir sama dengan bawaan sebelumnya, tetapi dapat dilihat pada simbol berikut ini : ║: x . x x x │ x x x x x │ x x x x x │ x x x . :║ Siti Fatimah, Fatimah binti yaa Rosullulloh yaasin Keterangan : simbol dan lirik diatas merupakan bagian dari syair yang terdapat pada genjringan, simbol menandakan ritme dari lirik lagu dibawahnya dengan membunyikan suara tang. Bawaan Badad Lanah dengan sauran Siti Fatimah selesai, akan langsung dilanjutkan dengan bawaan Shola Alaika sauran Ya Umat, bawaan Shola Alaika
46
merupakan pengulangan dari bawaan Shola Alaika sebelumnya, namun dengan sauran yang berbeda. Bawaan Shola Alaika dengan sauran Ya Umat pada pembawaannya mengikuti ritme yang ada pada syair saurannya seperti pada bawaan sebelum-sebelumnya yakni dapat dituliskan dalam simbol berikut ini : ║: x x x x x x x x │ x x x . . │ . x x . x x │ . x x x x x x │ . x x x x x │ Ya umat lanuyak geni neroko, njalok tulong mareng kanjeng nabi nurah bisǒ
x x x x x x x x :║ sebab umat kakean dusǒ. Keterangan : simbol dan lirik diatas merupakan bagian dari syair yang terdapat pada genjringan, simbol menandakan ritme dari lirik lagu dibawahnya dengan membunyikan suara tang. Sauran ya Umat merupakan akhir dari babak pertengahan dan akan memasuki pada babak terakhir, sebelum memasuki babak terakhir para pemain akan mengadakan latihan sejenak untuk mempersiapkan syair selanjutnya. Syair yang akan dibawakan pada babak terakhir yakni syair shrokalan, pada pembawaannya agar lebih khidmat pemain yang tadinya dalam posisi duduk bersila akan membawakannya dengan berdiri diikuti dengan para penonton dan tamu yang hadir. Syair shrokalan memiliki ritme yang dapat disimbolkan sebagai berikut :
║: x x x . x │ x x x . │ . x x x . │ x x x x │ . . x x x │ x x x x │ x x :║ Yaa Nabi salam alaika yaa Rasul salam alaika yaa habib salam alaika Keterangan : simbol dan lirik diatas merupakan bagian dari syair yang terdapat pada genjringan, simbol menandakan ritme dari lirik lagu dibawahnya dengan membunyikan suara tang.
47
Gambar. 4. Posisi pemain saat shrokalan. (foto dokumentasi penulis)
3.
Pemain Pada pertunjukan genjringan secara keseluruhan pemain genjringan terdiri
dari kaum laki-laki, yang umumnya telah berkeluarga. Umur masing-masing berkisar 45-60 tahun. hal ini disebabkan oleh kurangnya generasi muda yang ikut serta dalam kelompok genjringan desa Sidomulyo Selatan. Pemain genjringan dalam setiap pertunjukan pemain terbagi dalam beberapa tugas yakni : a. Ketua genjringan yakni bapak Warni (50 tahun), memiliki wawasan yang cukup, dan pernah mengikuti pendidikan militer. Ketua bertindak sebagai pemegang peran utama dalam pertunjukan, yang akan memberikan abaaba dari mulainya genjringan, waktu istirahat dan waktunya selesai pertunjukan. Terkadang juga bertugas untuk menggantikan pemain yang lain.
48
b. Instrumen genjring 1 yang diberi sebutan kendang, dipegang oleh bapak Baqori (45 tahun) berpendidikan dasar, alat ini biasanya merupakan genjring yang akan mulai pukulan pertama dalam pertunjukan genjringan. c. Instrumen genjring 2 yang diberi sebutan kenting, dipegang oleh bapak Kardi (55 tahun) berpendidikan dasar, genjring ini memulai pukulan setelah kendang berbunyi dan kenting mengisi di sela-sela ketukan daripada kendang. d. Instrumen genjring 3 yang diberi sebutan timbangan 1, dipegang oleh bapak Tumidi (53 tahun) berpendidikan dasar, genjring timbangan 1 ini akan bertindak pada saat semua instrumen telah dibunyikan. Perubahan pukulan terjadi ketika masuk pada pengulangan kedua, timbangan 1 juga merupakan alat yang akan bertindak lebih dulu memperbaiki ketika ada kesalahan dalam pukulan dan tempo. e. Instrumen genjring 4 yang diberi sebutan timbangan 2, dipegang oleh bapak Mimin (43 tahun) berpendidikan menengah pertama, alat timbangan 2 akan bertindak untuk saling berbawaan dengan timbangan 1, serta saling mengisi setiap pukulanya dengan timbangan 1. f. Instrumen jedor dipegang oleh bapak Yamiren (65 tahun) berpendidikan dasar, alat ini bertindak untuk memberikan tanda saat mulainya pertunjukan genjringan dan selesainya pertunjukan. g. Pembawa syair bawaan adalah orang yang bertindak sebagai penyair, biasanya dalam pertunjukan yang membawa alat musik juga sekaligus pembawa syair. Dikarenakan oleh kurangnya pemain genjringan.
49
h. Pembawa syair sauran adalah orang yang bertindak membawakan syair sauran yang dibawakan setelah syair bawaan selesai, biasanya orang yang membawakan syair sauran juga merupakan pemain musik atau anggota lain yang belum mendapat tugas.
4.
Instrumen Instrumen dalam kamus bahasa Indonesia diartikan sebagai „alat-alat
musik‟ (Daryanto, 1998:263). Pelaksanaan pertunjukan genjringan instrumen yang digunakan tergolong pada instrumen musik membranofon. Instrumen musik membranofon sumber bunyinya berasal dari selaput membran atau kulit binatang. Membran dalam kamus bahasa Indonesia diartikan sebagai “rentangan selaput atau
kulit
yang
dapat
membangkitkan
atau
menangkap
getaran”
(Daryanto,1998:400). Instrumen yang digunakan pada pertunjukan genjringan ada dua jenis yang masing-masing alat disebut genjring dan jedor.
a. Genjring Genjring dalam kamus bahasa Indonesia diartikan sebagai rebana kecil (Daryanto, 1998:214), sedangkan menurut Bram Palgunadi genjring adalah sejenis alat musik terbang atau rebana yang dilengkapi dengan piring-piring logam kecil disekeliling tubuhnya (Palgunadi, 2002:341). Tubuh genjring berbentuk lingkaran menyerupai sebuah mangkuk, dengan ketebalan 6 cm, berdiameter 32 cm dan pada sisi-sisinya terdapat piringan logam yang terdiri dari 3 bagian. „Piringan logam tersebut apabila digerakkan akan menghasilkan bunyi
50
gemerincing‟ (Palgunadi, 2002:341), adapun genjring yang tidak memiliki piringan logam berbentuk bulat pipih melainkan bulat bundar yang menyerupai anting-anting dan pada penggunaannya dalam pertunjukan genjringan, genjring ini digunakan sebagai kendangnya. Bagian tubuh genjring terbuat dari kayu jati yang memiliki kualitas kayu laban, dan selaput yang digunakan untuk menutupi lingkaran bagian atasnya terbuat dari kulit kambing yang telah melalui proses pengeringan dan pembersihan. Pemasangan pengencang dibagian tubuh genjring menggunakan paku payung yang kecil sebagai pengganti paku payung hias, permukaan kulit mempunyai ketegangan yang dapat diatur saat akan digunakan biasanya untuk mengatur ketegangan daripada kulit saat dipukul, digunakan tali pengencang yang umumnya terbuat dari rotan atau kawat baja. Pemasangannya dengan dipukulkan pada bagian dalam dari genjring menggunakan palu yang terbuat dari kayu. Genjring ini memiliki ciri khas tersendiri pada bagian tubuhnya dengan warna dasar putih dan dicat hijau dengan motif segitiga.
51
Piringan logam (kecrek)
Gambar 5. genjring (Foto dokumentasi penulis) Gemerincing (klintingan)
52
Cara memegang alat musik genjring yakni dengan menggunakan tangan kiri, lingkaran genjring yang tertutup dengan kulit menghadap kesebelah kanan posisi tangan berada dibawah genjring dengan ibu jari mengait pada lingkaran belakang sebagai penahan dan jari-jari yang memegang pada bagian tubuhnya. Perhatikan gambar berikut :
Gambar 6. Cara Memegang Genjring (foto dokumentasi penulis)
b. Jedor Jedor merupakan sebuah alat musik yang sejenis dengan alat musik bedug yang berukuran sedang, berbentuk menyerupai tabung yang memiliki penutup terbuat dari kulit binatang yang terletak pada bagian atas dan bawahnya. Diameternya 38 cm, keliling 119 cm, dan panjangnya 47 cm. Biasanya pada bagian badannya terbuat dari kayu jati sedangkan kulit yang digunakan terbuat
53
dari kulit kambing yang sudah melalui proses pengeringan dan pembersihan. Ketegangan dari kulit yang terdapat pada jedor diatur oleh kawat pengait yang dipasang pada bagian tubuhnya dengan penahannya terbuat dari kayu dan dikencangkan menggunakan palu yang terbuat dari kayu. Penggunaaan instrumen jedor menggunakan alat pemukul yang terbuat dari kayu dengan ujungnya yang dilapisi kain. Penempatannya jedor digantungkan pada sebuah tatanan kayu yang menyerupai ayunan.
Gambar 7. Jedor (foto dokumentasi penulis)
5.
Teknik Memainkan Instrumen Setiap
instrumen
dalam
pertunjukan
genjringan
memiliki
memainkan yang berbeda, dan dapat diidentifikasi sebagai berikut :
tehnik
54
a. Genjring Cara memainkan genjring terdapat tiga variasi yakni tangan dengan jarijari merapat, tangan dengan jari-jari merenggang dan tangan dengan jari-jari yang dipantulkan. Pukulan jari-jari merapat yang dipukul tepat dipinggir bagian tengah kulitnya yang akan menghasilkan bunyi dung, dan pukulan jari-jari merenggang masih pada tempat yang sama akan menghasilkan bunyi prak, sedangkan untuk jari memantul pada bagian pinggir atas akan menghasilkan bunyi tang. Penjelasan diatas dapat dituliskan simbol bunyi sebagai berikut : t = tang
Gambar. 8. Bunyi tang. (foto dokumentasi penulis)
55
d = dung
Gambar. 9. Bunyi dung (foto dokumentasi penulis) p = prak
Gambar 10. Bunyi prak (foto dokumentasi penulis)
56
Keterangan : definisi diatas berdasarkan pengamatan yang dilakukan peneliti dilapangan, selanjutnya peneliti memberikan simbol-simbol untuk membedakan dari beberapa bunyi yang dihasilkan. b. Jedor Cara memainkan
jedor,
biasanya seseorang akan duduk bersila
disampingnya dengan memegang stick atau kayu pemukul yang digunakan untuk memukul kebagian selaput kulit dari jedor. Stick atau kayu pemukul yang digunakan terlebih dahulu telah dilapisi kain dengan cara membundel atau melilitkanya agar dapat menghasilkan suara yang natural. Jedor dalam pukulannya hanya terdapat satu motif pukulan yakni dengan memukulkan stick pada tengah-tengah rentangan selaput kulit dan akan menghasilkan bunyi dung. perhatikan gambar berikut :
Gambar. 11. Memukul jedor. (foto dokumentasi penulis)
57
6.
Pola Permainan Genjring dan Jedor
a. Genjring Genjring dalam setiap pertunjukan kelahiran terbagi dalam 4 bagian dan setiap bagian memiliki tugas masing-masing, yakni kendang, kenting, timbangan 1 dan timbangan 2. Kendang, genjring ini bertugas sebagai pengatur dimana mulainya genjringan, apabila disejajarkan dengan genjring yang lain saat pertunjukan letaknya adalah bagian ujung, pukulan dapat disimbolkan sebagai berikut : ║: . t . t . t . t │ . t . t . t . t :║ Kenting, genjring ini bertugas sebagai pengatur kedua setelah kendang, dan saat pertunjukan letaknya juga bagian ujung. Pukulan kenting dapat disimbolkan sebagai berikut : ║: t t t t │t t t t :║ Timbangan 1, genjring ini bertugas untuk mengimbangi antara kendang dan kenting, saat pertunjukan letaknya ditengah dari kendang dan kenting. Pukulan timbangan 1 dapat disimbolkan sebagai berikut : ║: . t . t │. t . t :║ Timbangan 2, genjring ini bertugas untuk mengimbangi timbangan 1, saat pertunjukan letaknya ditengah bersanding dengan timbangan 1. Pukulan timbangan 2 dapat disimbolkan sebagai berikut :
58
║: t t . d t d │ t t . d t d :║ b. Jedor Jedor dalam pertunjukan bertindak sebagai pengatur dalam pemberi aba-aba saat akan mulai masuk pada pertunjukan dan saat masuk pada syair sauran, penempatannya terletak di depan pintu keluar. Hal ini dimaksudkan agar bunyi yang dihasilkan tidak terkurung dalam ruangan. Motif pukulan instrumen jedor disimbolkan sebagai berikut : ║: . d . d d :║ 7. Vokal Vokal yang terdapat dalam pertunjukan genjringan merupakan lantunan syair yang terdapat dalam kitab Barjanji. Setiap syair berkaitan erat dengan instrumen, antara instrumen dan syair saling berbawaan. Syair terdiri dari syair bawaan dan syair sauran, syair bawaan merupakan syair yang utama dan biasanya berisi tentang pertanyaan. Sedangkan syair sauran merupakan syair yang yang berisi jawaban daripada bawaan sebelumnya.
a. Syair bawaan Bawaan Assalam Assalamunalaik Alaikayaa zainal anbiya’i assalamunalaik Assalamunalaik Alaikayaa Asfa Asfi assalamunalaik Assalamunalaik Alaikayaa mirobbisama’i assalamunalaik Assalamunalaik Alaikayaa ahmaduyaa habibi assalamunalaik Assalamunalaik Alaikayaa misqiwatobibi assalamunalaik Assalamunalaik Alaikayaa Aunal khoribi assalamunalaik Assalamunalaik Alaikayaa thohaya mumajat assalamualaik
59
Assalamunalaik alaikayaa ya khusnah tafardhu assalamunalaik Assalamunalaik Alaikayaa khoirol annami assalamunalaik Assalamunalaik Alaikayaa ya nuro tholami assalamunalaik Assalamualaik Alaikayaa ya dzalmu’jizati assalamunalaik Assalamunalaik Alaikayaa hadil hudati assalamunalaik Assalamunalaik Alaikayaa khazanah sifati assalamunalaik Assalamunalaik Alaikayaa ya rukna sholahi assalamunalaik Assalamunalaik Alaikayaa ya zainal milahi assalamunalaik Bawaan Allahmuko Allahmuko dzamili limamati sholaallahualaik Allahmusa pangibil qiyamati sholaallahualaik Allahmutha wazibil kharomati sholaallahualaik Allalmubasiribi shalamati sholaallahualaik Allahnabi yi abil bathali sholaallahualaik Bawaan Abi Bakri Abi Bakri mubintidja Allah Allah hidina arodiya Allahu’an Wadzhi nuraini roshi nasi Allah Allah nasikina Arodiya Allahu’an Wakadza kangaliyu nizamiya Allah Allah miyakina arodiya Allahu’an Assalamuala askabika Allah Allah asmainna arodiya Allahu’an Wakadzal kzanani khoiril alla Allah Allah akamina arodiya Allahu’an Bawaan Bisyahri Allah Allahu Allah, Allah Allahu Allah, Allah Allahu Allah, Allah Allahu Allah lailahaillallah Allah yaka akhiruhman sayidul qiram Bi syahri robbiikho badanuruhu a’la Fa yaa habazabadra bidzakal hiyujla Inaratbihil aqwanu sarqa’u wama’riba Waahlus samaqolullahu murhaba ahla Waulbisa saubanu ri’izau wahriadza Famamisluhu fihuladil husni yustahla Walamaroahul badaru hara lihusnihi Wasahadza minhu bahzata taslibul a’la Bawaan Tanakol Tanakol tafiazla arbabi sudadin Allah bi sudadin Kadasyamsu fiabrajiha tatanaqolu walailahaillallah akhirul dzaman Allah munajam Wasirta sariyafibutu ni tasarofat Allah tasarofat Bihamli alaihi filumuril muamali walailahaillallah akhirul dzaman Allah munajam Hanika likaumi antafihim waminhum Allah waminhumu
60
Badaminka badaru biljamali musarbalu walailahaillallah akhirul dzaman Allah Walilallahi wa’tu ji’ta fihiwatali’u Allah watali’u Saidun alla ahli wudjuti wamu’bilu walailahaillallah akhirul dzaman Allah Allaihi sholatullallahi sumashalatuhu Allah salamuhu Bita’dadi maqodaru minasuhbi yanjilu walailahaillallah akhirul dzaman Allah munajam Hitamu jami’il anbiya’i muhamadun Allah muhamadun Wulidal Habi Wulidal habibu wahaduhu buwahaduhu mutawaridu Wannuru minwajannatihi wajannatihi yatawaqodu Wulidal habibu wamisluhu wamisluhu layuladu Wulidal habibu wanuruhu buwanuruhu yatajadaddu Wulidaladzi laulahuma ngasiqa mangasiqa nuqa Kallawala dukiral hima dukiralhimaa wal ma’hadu Wulidalladzi laulahu madukirat madukirat kuba Asslaullakanal muhashobu kanalmuhashobu yu’sadu Hadalwafi yu bi’ahdihi bi’ahdihi hadalladzi Manqoduhu yashohi’u yashohi’u nuamladu Shola Alaika Shola alaika Allahu ya ad’nani yamustafaya Allah Allah yamustafaya Allah yasyaf watarrahmani Alhamdulilahiladzi a’dani Hadalfulama Allah Allah hadalfulama Allah thoyibal ardani Qodsada fimahdi alalfimani U’iduhubi Allah Allah u’iduhubi Allah bilbayti dil’arkani Hattaarohu bali’al bunyani Antalladisu Allah Allah antalladisu Allah summi tafilqurni Ahmadumaktubu alla bihnani Shola alaika Allah Allah shola alaika Allah Allahu filahyani Ahmaduhu fissirri wali’lani Badad Lanah Sholuilla manjidonosakirin badad ni’malah maulana Allah yahum, Durja Allah shoratun shoratun ni’malamah maulana Allah yahum Badad lana fi robbi’i tal’atul qomari maulana Allah yahum Minwajhiman faqa kulil badwiwal halshori Jalauhu fil kani wal amlaku tahjubulnu maulana Allah yahum Fitalati khusni baynattihi wal khafari Wa kanafimisliha dassahri mauliduhu maulana Allah yahum Akrimbimalidi khoiril holqi wal bashori Tajama’al khusnu fihi fahuwa wahiduhu maulana Allah yahum
61
Jalauhufi shuroti faqod alla shuwari Mataa araa robba’ahu ya sya’du az’alahu maulana Allah yahum Sa’ya allarosibal sya’ya allal bashori Inlam ajar qobrahu yasya’du fi umuri maulana Allah yahum Minba’di hadal jafa yathoy’atal umuri Taqassama hubbufihi kulla jarihati maulana Allah yahum Sholawat Yaa nabii salaam ‘alaika, Yaa Rasul salaam ‘alaika Yaa habiib salaam ‘alaika, Shalawatullaah ‘alaika Asyraqalbadru ‘alaina, Fakhtafat minhul buduuru Mitsla husnik maa raainaa, Qaththu yaa wajhas suruuri Anta syamsyun anta badrun, Anta nuurun fauqa nuuri Anta iksiiruw waghaalii Anta mishbaahush shuduuri Yaa habiibii yaa Muhammad, Yaa ‘aruusal khaafiqaini Yaa muayyad yaa mumajjad, Yaa imamal qiblataini Manrra-aa wajhaka yas’ad, Yaa kariimal walidaini Haudhukash shaafil mubarrad,Wirdunaa yauman nusyuuri Maraa-ainal ‘iisa hannat, Bissura illa ilaika Walghamaamah qad azhallat, Walmala shallau’alaika, Wa-ataakal’uudu yabkii, Watadzallal baina yadaika, Wastajaarat yaa habiibii ‘Indakazhzhabyun nufuuru, Inda maa syaddul mahaami watanaadau lirrahiili, b. Syair Sauran Assalam Assalamunalaik alaikaya zainal anbiya’i assalamualaik Allahmuko Allahmuko Dzamili limamati sholaallahualaik Abi Bakri Abi bakri mubintidja Allah Allah hidina arodiya Allahu’an Allahu Allah Allah Allahu Allah, Allah Allahu Allah (2x) lailahaillallah Allah yaka akhiruhman sayidul qiram Ya Habib Ya habib Allah bulayair Allah yairyahya (2x) Muhammad Allah ya Muhammad dinil Islam walailahaillallah akhirul dzaman Allah munajam
62
Soliyas Rohman Soliyas rohman anta bangun sholat, Allah Allah ya Allah ya maulairobbbuna Allah Dzadala qubro walidini samalam aulidini samalam, Allah Allah ya Allah ya maulairobbuna Allah Loh Allah Loh Allah, Allahu Allah Allahu Allah, ya robbi subhanallah imanturkam tulaulauyae (2x) tabarakta maulaik Qur’an (2x), bersiap sholat maghrib (2x) orang satu membuka Qur’an satu (2x), Allahu Allah ya subhan sifat Allah rohman rohim Mohidina Mohidina illa (2x) ya shortoni allayahuyahu alla syiwa indulyahu Mithakol Jannah Mithakol Jannah lailahailallah (2x) Robbi robbahu Allah Allah robbi robbahu ya Muhammad ya Rasulullah Siti Fatimah Siti fatimah, fatimah binti ya Rasulullah yasin (2x) Allahu ya salam mekah madinah air zam-zam baitullah Sholuila Sholuila (2x) manjidonosakirin badad lanah ni’malamah Maulana Allah yahum durja shoratun ni’malamah maulana Allah yahum Ya Umat Ya umat kinuyak geni neroko njalok tulung marang kanjeng nabi nurah bisa sebab umat kakean dosa 8. Tempat pertunjukan Pertunjukan genjringan dilaksanakan pada malam hari tepatnya dimulai pukul 22.00 dan akan berakhir pukul 04.00 dini hari. Pertunjukannya dilakukan di ruangan tertutup, pemain di tempatkan di ruang tamu atau semacamnya yang telah disediakan oleh tuan hajat. Pemain disediakan tempat dengan duduk melantai yang dialasi karpet atau tikar, duduk melingkar dengan posisi kaki bersila yakni
63
keadaan kaki yang ditekuk kedepan, pertunjukan genjringan memiliki komponen pendukungnya yang akan menentukan terlaksananya pertunjukan tersebut:
a.
Posisi pemain Pertunjukan genjringan pada upacara kelahiran bayi, posisi pemain
menyesuaikan keadaan tempat hajat. Namun, posisi pemain lebih cenderung saling berhadapan, atau duduk melingkar. b.
Posisi alat musik Dalam pertunjukan posisi setiap alat musik akan disesuaikan, namun pada
pertunjukannya posisi daripada alat musik yakni berurutan dari sebelah kiri kendang, timbangan 1, timbangan 2 dan kenting. Sedangkan jedor diletakkan di dekat pintu.
9. Pasca Pertunjukan Pasca pertunjukan genjringan masih terdapat kegiatan yang berkenaan dengan kelahiran bayi, yakni upacara sepasaran yang diwujudkan dalam tradisi slametan dengan menyediakan beberapa perangkat makanan yang telah disediakan oleh tuan hajat. Dalam hal ini, anggota genjringan yang akan bertindak untuk memimpin slametan tersebut dan menyebutkan sebuah nama untuk bayi yang baru lahir tersebut. Setelah, slametan selesai maka anggota genjringan maupun tamu hajatan akan membawa pulang bungkusan yang berisi makanan dari perangkat slametan tersebut yang biasanya terdiri dari : nasi biasa, nasi gurih,
64
kulupan, telur rebus, ingkung, bubur merah, bubur putih, sambal goreng mie dan ubi, dan jajan pasar. Pertunjukan genjringan yang telah selesai akan diakhiri dengan slametan yang berkenaan dengan pemberian nama pada bayi tersebut tepat pada hari sepasarannya. Fungsi dari pertunjukan genjringan yang terdapat dalam upacara kelahiran bayi yakni sebagai ucapan rasa syukur sekaligus sebagai batur untuk tuan rumah yang dapat menemani hingga menjelang pagi.
10. Fungsi Pertunjukan Genjringan Dalam Kelahiran Bayi Fungsi genjringan dalam upacara kelahiran sama halnya dengan fungsi pertunjukan yang dikelompokan oleh Soedarsono (2002) yakni pengelompokan fungsi seni pertunjukan menjadi 2 kelompok yakni: fungsi primer dan sekunder. Dalam fungsi primer terdiri dari: (1) sebagai sarana ritual, (2) sebagai ungkapan pribadi yang pada umumnya berupa hiburan pribadi, (3) sebagai presentasi estetis (Soedarsono, 2002:123).
a. Bagi Pemilik Hajatan Kelahiran Bayi Genjringan dalam tradisi kelahiran bayi merupakan perwujudan rasa syukur terhadap anugerah dan rahmat yang diberikan Yang Maha Kuasa. Dengan melaksanakan beberapa tradisi masyarakat yang menjadi budaya dalam masyarakat tersebut. Pada pelaksanaan tradisinya akan dihadirkan sebuah bentuk pertunjukan genjringan yang akan menjadi salah satu ritual tradisi masyrakat desa
65
Sidomulyo Selatan. Sebagaimana fungsi primer yang dikelompokan oleh Soedarsono yakni seni pertunjukan sebagai sarana ritual. b. Bagi Penonton Pertunjukan genjringan tidak banyak penonton, hanya sebagian orang yang berminat untuk menonton dan bertahan hingga pertunjukan selesai. Secara umum, sebuah pertunjukan bagi penonton tidak lain adalah untuk memberikan hiburan yang dapat menenangkan pikiran dan pesan-pesan yang membangun. Sebagaimana fungsi primer yang diungkapkan Soedarsono yakni seni pertunjukan sebagai ungkapan pribadi yang pada umumnya berupa hiburan pribadi.
c. Bagi Pemain Genjringan Pertunjukan genjringan merupakan media penyampaian pesan yang sangat akurat, berdasarkan syair-syair yang dilantunkan dalam pertunjukan genjringan telah berisi pesan-pesan tentang nasehat Nabi Muhamad SAW, dan para sahabatsahabatnya tentang keberadaan hidup di alam semesta ini. Sementara itu, bagi pemain genjringan pertunjukan ini memiliki kekuatan tersendiri dan hikmah yang dapat dipetik pada setiap pertunjukannya. Sebagaimana fungsi primer yang diungkapkan Soedarsono yakni seni pertunjukan sebagai presentasi estetis. Prinsipnya pertunjukan genjringan dalam upacara kelahiran, memiliki makna simbolik yang bertujuan untuk mengucapkan rasa syukur terhadap Allah SWT atas rahmat dan karunia yang telah diberikan. Karena, pada masa sekarang ini masyarakat tidak lagi memikirkan tentang kepercayaan dan arti magis dari sebuah ritual namun hanya diambil makna simboliknya saja.