35
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1
Sejarah World Trade Organization dan GATT
I.
Sejarah pembentukan WTO secara resmi berdiri pada tanggal 1 Januari 1995 tetapi sistem
perdagangan itu sendiri telah ada setengah abad yang lalu. Sejak tahun 1948, General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) – Persetujuan Umum mengenai Tarif dan Perdagangan telah membuat aturan-aturan untuk sistem ini. Sejak tahun 1948-1994 sistem GATT memuat peraturan-peraturan mengenai perdagangan dunia dan menghasilkan pertumbuhan perdagangan internasional tertinggi. Pada awalnya GATT ditujukan untuk membentuk International Trade Organization (ITO), suatu badan khusus PBB yang merupakan bagian dari sistem Bretton Woods (IMF dan bank Dunia). Meskipun Piagam ITO akhirnya disetujui dalam UN Conference on Trade and Development di Havana pada bulan Maret 1948, proses ratifikasi oleh lembaga-lembaga legislatif negara tidak berjalan lancar. Tantangan paling serius berasal dari kongres Amerika Serikat, yang walaupun sebagai pencetus, AS tidak meratifikasi Piagam Havana sehingga ITO secara efektif tidak dapat dilaksanakan. Meskipun demikian, GATT tetap merupakan instrumen multilateral yang mengatur perdagangan internasional. Hampir setengah abad teks legal GATT masih tetap sama sebagaimana pada tahun 1948 dengan beberapa penambahan diantaranya bentuk persetujuan ―plurilateral‖ (disepakati oleh beberapa negara saja) dan upaya-upaya pengurangan
36
tariff. Masalah-masalah perdagangan diselesaikan melalui serangkaian perundingan multilateral yang dikenal dengan nama ―Putaran Perdagangan‖ (trade round), sebagai upaya untuk mendorong liberalisasi perdagangan internasional. II.
Putaran-putaran perundingan Pada tahun-tahun awal, Putaran Perdagangan GATT mengkonsentrasikan
negosiasi pada upaya pengurangan tarif. Pada Putaran Kennedy (pertengahan tahun 1960-an) dibahas mengenai tarif dan Persetujuan Anti Dumping (Anti Dumping Agreement). Putaran Tokyo (1973-1979) meneruskan upaya GATT mengurangi tarif secara progresif. Hasil yang diperoleh rata-rata mencakup sepertiga pemotongan dari bea impor/ekspor terhadap 9 negara industri utama, yang mengakibatkan tariff ratarata atas produk industri turun menjadi 4,7%. Pengurangan tarif, yang berlangsung selama 8 tahun, mencakup unsur ―harmonisasi‖ – yakni semakin tinggi tariff, semakin luas pemotongannya secara proporsional. Dalam isu lainnya, Putaran Tokyo gagal menyelesaikan masalah produk utama yang berkaitan dengan perdagangan produk pertanian dan penetapan persetujuan baru mengenai ―safeguards‖ (emergency import measures). Meskipun demikian, serangkaian persetujuan mengenai hambatan non tarif telah muncul di berbagai perundingan, yang dalam beberapa kasus menginterpretasikan peraturan GATT yang sudah ada. Selanjutnya adalah Putaran Uruguay (1986-1994) yang mengarah kepada pembentukan WTO. Putaran Uruguay memakan waktu 7,5 tahun. Putaran tersebut hampir mencakup semua bidang perdagangan.Pada saat itu putaran tersebut
37
nampaknya akan berakhir dengan kegagalan. Tetapi pada akhirnya Putaran Uruguay membawa perubahan besar bagi sistem perdagangan dunia sejak diciptakannya GATT pada akhir Perang Dunia II. Meskipun mengalami kesulitan dalam permulaan pembahasan, Putaran Uruguay memberikan hasil yang nyata. Hanya dalam waktu 2 tahun, para peserta telah menyetujui suatu paket pemotongan atas bea masuk terhadap produk-produk tropis dari negara berkembang, penyelesaian sengketa, dan menyepakati agar para anggota memberikan laporan reguler mengenai kebijakan perdagangan. Hal ini merupakan langkah penting bagi peningkatan transparansi aturan perdagangan di seluruh dunia. III.
Persetujuan-persetujuan WTO Hasil dari Putaran Uruguay berupa the Legal Text terdiri dari sekitar 60
persetujuan, lampiran (annexes), keputusan dan kesepakatan. Persetujuanpersetujuan dalam WTO mencakup barang, jasa, dan kekayaaan intelektual yang mengandung prinsip-prinsip utama liberalisasi. Struktur dasar persetujuan WTO, meliputi: 1.
Barang/ goods (General Agreement on Tariff and Trade/ GATT)
2.
Jasa/ services (General Agreement on Trade and Services/ GATS)
3.
Kepemilikan
intelektual
(Trade-Related
Aspects
of
Intellectual
Properties/ TRIPs) 4.
Penyelesaian sengketa (Dispute Settlements) Persetujuan-persetujuan di atas dan annexnya berhubungan antara lain dengan
sektor-sektor seperti
Sanitary and Phytosanitary, badan pemantau tekstik
38
dan beberapa sektor lainnya. Sedangkan dalam bidang jasa (dalam Annex GATS), berhubungan dengan sektor – sektor seperti pergerakan tenaga kerja, transportasi udara, jasa keuangan, perkapalam dan telekomunikasi. IV.
Struktur WTO Badan tertinggi dalam struktur WTO adalah Ministerial Conference (MC)
yaitu pertemuan tingkat menteri perdagangan negara anggota WTO yang diadakan sekali dalam dua tahun. Ministerial Conference ini mempunyai wewenang untuk mengambil keputusan atas semua hal-hal yang dirundingkan ditingkat bawah dan menetapkan masalah-masalah yang akan dirundingkan dimasa mendatang. Struktur dibawah Ministerial Conference adalah General Council (GC) yang membawahi 5 badan yaitu : 1.
Council For Trade in Goods (CTG) yaitu badan yang menangani masalah perdagangan barang . yang membawahi berbagai komite ditambah Kelompok Kerja (Working Group) serta badan yang khusus menangani masalah texstil dan pakaian jadi yaitu Textiles Monitoring Body (TMB). Komite dibawah CTG adalah Komite Market Access, Komite Agriculture, Komite Sanitary and Phytosanitary, Komite Rules of Origin, Komite Subsidies and Countervailing measures, Komite Custom Valuation, Komite Technical Barriers to Trade, Komite Anti-dumping Practices, Komite Import Licencing Safequard.
dan Komite
39
2.
Council For Trade in Services (CTS),Council For Trade in Services hanya membawahi satu komite yaitu Committee Trade in Financial Services ditambah dengan tiga Negotiating Group (NG) yaitu NG on Maritime Transport Services, NG. On Basic Telecommunication dan NG on Movement of Natural Persons ditambah lagi dengan satu Working Party (WP) yaitu WP . on Professional Services.
3.
Council For Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (Council For TRIPs).
4.
Dispute Setlement Body (DSB)
5.
Trade Policy Review Body (TPRB). Disamping itu terdapat pula empat Komite yang karena sifat dan subtansinya
– pengawasannya berada dibawah Ministerial Conference dan General Council yaitu : (1) Komite Trade and Environment; (2) Komite Trade and Development; (3) Komite Balance of Payments dan (4) Komite Budget-Finance and Administration. Sedangkan dibawah General Council terdapat pula dua buah Komite dan badan internasional yang menangani perjanjian-perjanjian yang sifatnya plurilateral yaitu (1) Komite Trade in Civil Aircraft dan (2) Komite Government Procurement, International Dairy Council dan International Meat Council. V.
Persetujuan atau komitmen yang ada dalam WTO Sejak awal kemunculannya, WTO telah menghasilkan beberapa persetujuan,
seperti pada awal kemunculannya menghasilkan persetujuan Marrakesh Agreement Establishing World Trade; Understanding on the Interpretation of Article II: (b) of
40
the General Agreement on Tariffs and Trade 1994; Understanding on the Interpretation of Article XVII of the General, dan persetujuan – persetujuan lainnya. Hubungan-hubungan perdagangan internasional antar negara sudah ada sejak lama. Hubungan-hubungan ini sudah ada sejak adanya negara-negara dalam arti negara kebangsaan, yaitu bentuk-bentuk awal negara dalam arti modern.Perjuangan negara-negara ini untuk memperoleh kemandirian dan pengawasan (kontrol) terhadap ekonomi internasional telah memaksa negara-negara ini untuk mengadakan hubungan-hubungan perdagangan yang mapan dengan negara-negara lainnya. Sejarah membuktikan bahwa perdagangan internasional memegang peranan sangat menentukan dalam meneiptakan kemakmuran seluruh bangsa, tetapi di pihak lain perdagangan dan investasi internasional itu juga dapat menyengsarakan bangsa sehingga akhimya menjadi negeri jajahan. Oleh sebab itu kita perlu bertindak sangat hati-hati. Di bidang perdagangan internasional, saling ketergantungan tidak dapat dihindarkan lagi pada saat ini, apalagi dalam abad ke 21. World Trade Organization (WTO) sebagai sebuah organisasi perdagangan internasional diharapkan dapat menjembatani semua kepentingan negara di dunia dalam sektor perdagangan melalui ketentuan-ketentuan yang disetujui bersama.WTO ditujukan untuk menghasilkan kondisi-kondisi yang bersifat timbal balik dan saling menguntungkan sehingga semua negara dapat menarik manfaatnya. Melalui WTO, diluncurkan suatu model perdagangan dimana kegiatan perdagangan antar negara diharapkan dapat berjalan dengan lancar.
41
Pada prinsipnya World Trade Organization (WTO) merupakan suatu sarana untuk mendorong terjadinya suatu perdagangan bebas yang tertib dan adil di dunia ini.Dalam menjalankan tugasnya untuk mendorong terciptanya perdagangan bebas tersebut, World Trade Organization (WTO) memberlakukan beberapa prinsip yang menjadi pilar-pilar World Trade Organization (WTO). Yang terpenting di antara prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut: Prinsip Perlindungan Melalui Tarif, Prinsip National Treatment, Prinsip Most Favoured Nations, Prinsip Reciprocity (Timbal Balik), Prinsip Larangan Pembatasan Kuantitatif. Prinsip Most Favoured Nations merupakan prinsip dasar (utama) WTO yang menyatakan bahwa suatu kebijakan perdagangan harus dilaksanakan atas dasar nondiskriminatif, yakni semua negara harus diperlakukan atas dasar yang sama dan semua negara menikmati keuntungan dari suatu kebijaksanaan perdagangan.
4.1.1
Prinsip-Prinsip Dasar WTO Di dalam perkembangannya, WTO memiliki 5 (lima) prinsip dasar
GATT/WTO yaitu : 1.
Perlakuan yang sama untuk semua anggota (Most Favoured Nations
Treatment-MFN). Prinsip ini diatur dalam pasal I GATT 1994 yang mensyaratkan semua komitman yang dibuat atau ditandatangani dalam rangka GATT-WHO harus diperlakukan secara sama
kepada semua negara anggota
WTO (azas non
diskriminasi) tanpa syarat. Misalnya suatu negara tidak diperkenankan untuk
42
menerapkan tingkat tarif yang berbeda kepada suatu negara dibandingkan dengan negara lainnya. Dengan berdasarkan prinsip MFN, negara-negara anggota tidak dapat begitu saja mendiskriminasikan mitra-mitra dagangnya. Keinginan tarif impor yang diberikan pada produk suatu negara harus diberikan pula kepada produk impor dari mitra dagang negara anggota lainnya. 2.
Pengikatan Tarif (Tariff binding) Prinsip ini diatur dalam pasal II GATT 1994 dimana setiap negara anggota
GATT atau WTO harus memiliki daftar produk yang tingkat bea masuk atau tarifnya harus diikat (legally bound). Pengikatan atas tarif ini dimaksudkan menciptakan
―prediktabilitas‖
dalam
urusan
bisnis
untuk
perdagangan
internasional/ekspor. Artinya suatu negara anggota tidak diperkenankan untuk sewenang-wenang merubah atau menaikan tingkat tarif bea masuk. 3.
Perlakuan nasional (National treatment) Prinsip ini diatur dalam pasal III GATT 1994 yang mensyaratkan bahwa suatu
negara tidak diperkenankan untuk memperlakukan secara diskriminasi antara produk impor dengan produk dalam negeri (produk yang sama) dengan tujuan untuk melakukan proteksi. Jenis-jenis tindakan yang dilarang berdasarkan ketentuan ini antara lain, pungutan dalam negeri, undang-undang, peraturan dan persyaratan yang mempengaruhi penjualan, penawaran penjualan, pembelian, transportasi, distribusi atau penggunaan produk, pengaturan tentang jumlah yang mensyaratkan campuran, pemrosesan
atau penggunaan produk-produk dalam negeri. Negara anggota
43
diwajibkan untuk memberikan perlakuan sama atas barang-barang impor dan lokalpaling tidak setelah barang impor memasuki pasar domestik. 4.
Perlindungan hanya melalui tarif. Prinsip ini diatur dalam pasal XI dan mensyaratkan bahwa perlindungan atas
industri dalam negeri hanya diperkenankan melalui tarif. 5.
Perlakuan khusus dan berbeda bagi negara-negara berkembang (Special dan
Differential Treatment for developing countries – S&D). Untuk
meningkatkan
partisipasi
nagara-negara
berkembang
dalam
perundingan perdagangan internasional, S&D ditetapkan menjadi salah satu prinsip GATT/WTO.Sehingga semua persetujuan WTO memiliki ketentuan yang mengatur perlakuan khusus dan berbeda bagi negara berkembang. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan kemudahan-kemudahan bagi negara-negara berkembang anggota WTO untuk melaksanakan persetujuan WTO.
GATT/WTO mengatur berbagai pengecualian dari prinsip dasar seperti : 1. Kerjasama regional, bilateral dan custom union Pasal XXIV GATT 1994 memperkenankan anggota WTO untuk membentuk kerjasama perdagangan regional, bilateral dan custom union asalkan komitmen tiaptiap anggota WTO yang tergabung dalam kerjasama perdagangan tersebut tidak berubah sehingga merugikan negara anggota WTO lain yang tidak termasuk dalam kerjasama perdagangan tersebut. 2. Pengecualian umum
44
Pasal XX GATT 1994 memperkenankan suatu negara untuk melakukan hambatan perdagangan dengan alasan melindungi kesehatan manusia, hewan, dan tumbuhtumbuhan ;importasi barang yang bertentangan dengan moral;konservasi hutan; mencegah perdagangan barang-barang pusaka atau yang bernilai budaya, perdagangan emas. 3. Tindakan anti- dumping dan subsidi Pasal VI GATT 1994, Persetujuan Antidumping dan subsidi memperkenankan pengenaan bea masuk anti-dumping dan bea masuk imbalan hanya kepada perusahaan-perusahaan
yang
terbukti
bersalah
melakukan
dumping
dan
mendapatkan subsidi. 4. Tindakan safeguards. Pasal XIX GATT 1994 dan persetujuan Safeguard memperkenankan suatu negara untuk mengenakan kuota atas suatu produk impor yang mengalami lonjakan substansial yang merugikan industri dalam negeri. 5. Tindakan safeguard untuk mengamankan balance of payment 6. Melarang masuknya suatu produk yang terbukti mengandung penyakit berbahaya atau penyakit menular yang membahayakan kesehatan manusia, hewan dan tumbuhtumbuhan.
45
4.1.2
Dinamisme WTO Dalam perjalanannya, WTO telah mengalami pasang surut serta pengalaman –
pengalaman yang berharga, seperti yang dipaparkan dalam jurnal yang diterbitkan oleh Kementeian Luar Negeri.37 Pendirian WTO berawal dari negosiasi yang dikenal dengan "Uruguay Round" (1986 - 1994) serta perundingan sebelumnya di bawah "General Agreement on Tariffs and Trade" (GATT). WTO saat ini terdiri dari 154 negara anggota, di mana 117 di antaranya merupakan negara berkembang atau wilayah kepabeanan terpisah. Saat ini, WTO menjadi wadah negosiasi sejumlah perjanjian baru di bawah "Doha Development Agenda" (DDA) yang dimulai tahun 2001. Pengambilan keputusan di WTO umumnya dilakukan berdasarkan konsensus oleh seluruh negara anggota. Badan tertinggi di WTO adalah Konferensi Tingkat Menteri (KTM) yang dilaksanakan setiap dua tahun sekali. Di antara KT, kegiatankegiatan pengambilan keputusan WTO dilakukan oleh General Council. Di bawahnya terdapat badan-badan subsider yang meliputi dewan, komite, dan subkomite yang bertugas untuk melaksanakan dan mengawasi penerapan perjanjianperjanjian WTO oleh negara anggota. Prinsip pembentukan dan dasar WTO adalah untuk mengupayakan keterbukaan batas wilayah, memberikan jaminan atas "Most-Favored-Nation principle" (MFN) dan perlakuan non-diskriminasi oleh dan di antara negara anggota, 37
Kementerian Luar Negeri RI. Kerjasama Multilateral World Trade Organization (wto). Diakses di http://www.kemlu.go.id/Pages/IFPDisplay.aspx?Name=MultilateralCooperation&IDP=13&P=Multilat eral&l=id pada tanggal 2 Juli 2015
46
serta komitmen terhadap transparansi dalam semua kegiatannya. Terbukanya pasar nasional terhadap perdagangan internasional dengan pengecualian yang patut atau fleksibilitas
yang
memadai,
dipandang
akan
mendorong
dan
membantu
pembangunan yang berkesinambungan, meningkatkan kesejahteraan, mengurangi kemiskinan, dan membangun perdamaian dan stabilitas. Pada saat yang bersamaan, keterbukaan pasar harus disertai dengan kebijakan nasional dan internasional yang sesuai dan yang dapat memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan dan pembangunan ekonomi sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi setiap negara anggota. Terkait dengan DDA, KTM Doha pada tahun 2001 memandatkan negara anggota untuk melakukan putaran perundingan dengan tujuan membentuk tata perdagangan multilateral yang berdimensi pembangunan. Tata perdagangan ini akan memberikan kesempatan bagi negara berkembang dan LDCs untuk dapat memanfaatkan perdagangan internasional
sebagai
sumber pendanaan bagi
pembangunan. Isu-isu utama yang dibahas mencakup isu pertanian, akses pasar produk bukan pertanian (Non-Agricultural Market Access—NAMA), perdagangan bidang jasa, dan Rules. Dalam perkembangannya, isu pertanian khususnya terkait penurunan subsidi domestik dan tarif produk pertanian menjadi isu yang sangat menentukan jalannya proses perundingan. Bagi sebagian besar negara berkembang, isu pertanian sangat terkait dengan permasalahan sosial ekonomi (antara lain food security, livelihood security dan rural development). Sementara bagi negara maju, pemberian subsidi domestik mempunyai dimensi politis yang penting dalam kebijakan pertanian
47
mereka. Proses perundingan DDA tidak berjalan mulus. Hal ini diakibatkan oleh perbedaan posisi runding di antara negara anggota terkait isu-isu sensitif, khususnya pertanian dan NAMA. Setelah mengalami sejumlah kegagalan hingga dilakukan "suspension" pada bulan Juni 2006, proses perundingan secara penuh dilaksanakan kembali awal Februari 2007. Pada bulan Juli 2008, diadakan perundingan tingkat menteri dengan harapan dapat menyepakati modalitas pertanian dan NAMA, dan menggunakan isu-isu single-undertaking seperti isu perdagangan bidang jasa, kekayaan
intelektual,
pembangunan,
dan
penyelesaian
sengketa.
Namun
perundingan Juli 2008 juga mengalami kegagalan. Berbagai upaya telah dilakukan untuk mendorong kemajuan dalam perundingan, mulai dari pertemuan tingkat perunding, Pejabat Tinggi, dan Tingkat Menteri; baik dalam format terbatas (plurilateral dan bilateral) maupun multilateral. Namun semua upaya tersebut belum menunjukkan hasil yang menggembirakan. Pihak-pihak utama yang terlibat tampaknya belum dapat bergerak dari posisi awal mereka. Target Program Kerja WTO di tahun 2011 adalah 9 (sembilan) Komite/Negotiating Groups diharapkan mengeluarkan ―final texts‖ atau teks modalitas yang akan menjadi dasar kesepakatan single undertaking Putaran Doha pada bulan April 2011. Selanjutnya, kesepakatan atas keseluruhan paket Putaran Doha tersebut diharapkan selesai pada bulan Juli 2011; dan pada akhirnya seluruh jadwal dan naskah hukum kesepakatan Putaran Doha selesai (ditandatangani) akhir
48
tahun 2011. Namun target tersebut tampaknya sudah terlampaui batas waktunya dan belum ada perubahan terhadap Program Kerja yang ada. Pada bulan Desember 2011, telah diselenggarakan Konferensi Tingkat Menteri (KTM) WTO di Jenewa. KTM menyepakati elemen-elemen arahan politis (political guidance) yang akan menentukan program kerja WTO dan Putaran Doha (Doha Development Agenda) dua tahun ke depan. Arahan politis yang disepakati bersama tersebut terkait tema-tema sebagai berikut: (i) penguatan sistem perdagangan multilateral dan WTO; (ii) penguatan aktivitas WTO dalam isu-isu perdagangan dan pembangunan; dan (iii) langkah ke depan penyelesaian perundingan Putaran Doha. Sebuah titik terang muncul pada KTM ke-9 (Bali, 3 – 7 Desember 2013), di mana untuk pertama kalinya dalam sejarah WTO, organisasi ini dianggap telah ―fully-delivered‖. Negara-negara anggota WTO telah menyepakati ―Paket Bali‖ sebagai outcome dari KTM ke-9 WTO. Isu-isu dalam Paket Bali—mencakup isu Fasilitasi Perdagangan, Pembangunan dan LDCs, serta Pertanian—merupakan sebagian dari isu perundingan DDA. Disepakatinya Paket Bali merupakan suatu capaian historis. Pasalnya, sejak dibentuknya WTO pada tahun 1995, baru kali ini WTO mampu merumuskan suatu perjanjian baru yaitu Perjanjian Fasilitasi Perdagangan. Perjanjian ini bertujuan untuk melancarkan arus keluar masuk barang antar negara di pelabuhan dengan melakukan reformasi pada mekanisme pengeluaran dan pemasukan barang yang ada. Arus masuk keluar barang yang lancar di pelabuhan tentu akan dapat mendukung
49
upaya pemerintah Indonesia untuk meningkatkan daya saing perekonomian dan memperluas akses pasar produk ekspor Indonesia di luar negeri. Selain itu, Paket Bali juga mencakup disepakatinya fleksibilitas dalam isu public stokholding for food security. Hal ini akan memberikan keleluasaan bagi negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, untuk memberikan subsidi bagi ketersediaan pangan yang murah bagi rakyat miskin, tanpa khawatir digugat di forum Dispute Settlement Body -WTO. Dengan Paket Bali, kredibilitas WTO telah meningkat sebagai satu-satunya forum multilateral yang menangani kegiatan perdagangan internasional, sekaligus memulihkan political confidence dari seluruh negara anggota WTO mengenai pentingnya penyelesaian perundingan DDA. Hal tersebut secara jelas tercantum dalam Post Bali Work, di mana negara-negara anggota diminta untuk menyusun work program penyelesaian DDA di tahun 2014. Selesainya perundingan DDA akan memberikan manfaat bagi negara-negara berkembang dan LDCs dalam berintegrasi ke dalam sistem perdagangan multilateral.
4.1.3
Paket Bali Munculnya Paket Bali dianggap sebagai capaian sejarah, khususnyta bagi
Indonesia sebagai tuan rumah. Namun, beranjak dari capaian itu, muncul berbagai pendapat, salah satu yang menarik adalah tulisan yang dipublikasikan oleh
50
Sekretariat Kabinet Republik Indonesia.38 Konferensi para menteri anggota Organsasi Perdagangan Dunia (WTO) ke-9 telah berakhir pada hari Sabtu tanggal 7 Desember 2013, atau mudur sehari dari waktu yang direncanakan. Hasil konferensi di Bali ini dapat dikatakan menjadi penyelamat dari rasa putus asa yang semakin menumpuk setelah bertahun-tahun konferensi WTO tidak menghasilkan kesepakatan yang berarti. Sejak Putaran Doha (Doha Round) diluncurkan pada tahun 2001 di Doha-Qatar, negosiasi tidak pernah mengalami kemajuan. Bali yang indah mempesona, hangat, sekaligus memiliki aura yang menenangkan hati, tampaknya mampu membuat para delegasi saling memberi dan menerima, yang pada akhirnya sampai pada kesepakatan. Kesepakatan konferensi WTO di Bali, yang disebut Paket Bali, disambut gembira oleh negara-negara para peserta konferensi, yang memiliki berbagai latar belakang ideologi pembangunan ekonomi yang berbeda-beda. Perdebatan Putaran Doha, atau disebut juga Agenda Pembangunan Doha, dimaksudkan untuk menciptakan aturan tunggal yang berlaku bagi 159 negara anggota WTO di berbagai bidang, seperti menurunkan pajak impor, mengurangi subsidi pertanian yang mendistorsi perdagangan, dan menciptakan prosedur standar kepabeanan.
Dengan disepakati dan diterapkannya aturan-aturan yang seragam
tersebut, diharapkan pergerakan barang antar negara dapat lebih lancar dan perdagangan dunia semakin meningkat lebih cepat. Dasar pemikiran Putaran Doha adalah, jika seluruh negara menjalankan aturan perdagangan yang sama maka semua 38
Harianto.Paket Bali WTO dan Relevansinya Bagi Pertanian Indonesia. Diakses di http://www.setkab.go.id/artikel-11423-paket-bali-wto-dan-relevansinya-bagi-pertanian-Indonesia/ pada tanggal 2 Juli 2015.
51
negara akan dapat memperoleh keuntungan dari perdagangan, baik itu negara kaya maupun negara miskin. Perdagangan yang semakin berkembang diharapkan akan menciptakan peluang-peluang usaha yang lebih banyak lagi dan membuka kesempatan kerja yang lebih besar. Dalam prakteknya, banyak negara yang merasa bahwa perdagangan yang lebih bebas ternyata tidak memberikan manfaat seperti yang diharapkan. Perdagangan memang meningkat pesat, baik volume maupun nilainya, namun distribusi manfaat dari perdagangan itu dipandang belum adil. Pada aspek keadilan inilah kritik keras disuarakan oleh banyak pihak di luar ruang-ruang konferensi WTO di berbagai tempat dan waktu. Dalam sambutan pembukaan konferensi WTO di Bali, Presiden RI juga mengingatkan perlunya perdagangan yang memenuhi aspek keadilan bagi semua. Aspek keadilan telah menjadi hambatan utama bagi konferensi-konferensi WTO untuk mencapai kesepakatan di tahun-tahun sebelumnya, dan mungkin juga di tahun-tahun mendatang.
Tiadanya kemajuan yang berarti dalam konferensi-
konferensi Putaran Doha WTO telah menyebabkan banyak negara membuat kesepakatan-kesepakatan
perdagangan
bilateral
dan
kesepakatan-kesepakatan
perdagangaan regional dan antar kawasan, seperti Trans-Pacific Partnership antara Amerika Serikat dengan 11 negara kawasan Pasifik ataupun pasar bebas Amerika Serikat dengan Uni Eropa. Itu sebabnya, kesepakatan yang berhasil dicapai pada konferensi WTO di Bali ini dipandang sebagai salah satu tonggak penting pagi
52
kemajuan menuju Agenda Pembangunan Doha, sekaligus menyelamatkan relevansi WTO sebagai lembaga perdagangan multilateral. Paket Bali (Bali Package) terdiri dari 10 dokumen yang mencakup fasilitasi perdagangan, pertanian, dan berbagai isu pembangunan. Paket Bali memberikan ruang dan fleksibilitas bagi negara-negara berkembang untuk mengatur kebijakan ketahanan pangannya. Bagi Indonesia, Paket Bali tidak memberikan hambatan terhadap agenda-agenda ketahanan pangan dan pembangunan pertanian yang selama ini telah dijalankan. Subsidi maksimal sebesar 10 persen dari total produksi pangan dalam rangka stok untuk ketahanan pangan, yang menjadi isu panas dalam konferensi WTO di Bali, juga belum pernah terlampaui oleh Indonesia. Perbaikan prosedur kepabeanan yang ada dalam Paket Bali, juga telah menjadi program pemerintah selama ini. Perbaikan prosedur kepabeanan di Indonesia tidak hanya dimaksudkan agar barang lebih mudah mengalir keluar-masuk, tetapi juga agar korupsi dan pungutan liar dapat dihilangkan dari kepabeanan. Posisi pemerintah Indonesia tetap tegas dalam menempatkan pertanian sebagai sektor strategis dalam pembangunan.
Pemerintah menyadari sektor
pertanian masih menjadi sumber matapencaharian bagi mayoritas tenaga kerja di Indonesia, dan di sektor ini masih banyak petani yang taraf kehidupannya perlu ditingkatkan. Indonesia juga telah mengalami dampak buruk dari lonjakan-lonjakan harga pangan. Harga pangan yang naik tajam tidak saja menurunkan daya beli dan mendorong inflasi, tetapi juga menimbulkan berbagai masalah sosial dan politik. Iklim yang semakin tidak mudah diramalkan menjadikan risiko produksi dan risiko
53
harga meningkat, sehingga ketahanan pangan Indonesia menjadi rentan apabila sepenuhnya mengandalkan pada pasar internasional. Indonesia tetap perlu memiliki stok pangan sebagai salah satu faktor penunjang penting ketahanan pangan. Stok pangan nasional pada tingkat yang aman juga tetap diperlukan untuk programprogram pengentasan kemiskinan dan dalam menghadapi bencana. Berbagai aspek tersebut menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam perjuangan Indonesia di berbagai forum WTO. Dalam konferensi WTO di Bali, Indonesia bersama-sama dengan negara berkembang lain tetap memperjuangkan subsidi pertanian. Bagi Indonesia Paket Bali bukanlah akhir, tetapi awal dari upaya-upaya lebih keras untuk meningkatkan daya saing pertanian, ketahanan pangan nasional, dan kesejahteraan petani. Subsidi dan topangan harga adalah kebijakan-kebijakan jangka pendek yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produksi dan pendapatan petani. Tetapi kebijakan-kebijakan ini sering tidak berkelanjutan hasilnya dan juga dapat menciptakan ketidakadilan baru, karena sifatnya yang poorly targeted. Kebijakan yang bertumpu hanya pada harga sering mengalami hambatan dari sisi penyediaan anggaran dan ketepatan waktu, sehingga efektivitasnya redah. Kebijakan harga dapat membenturkan kepentingan produsen dengan kepentingan konsumen, apabila anggaran yang dialokasikan tidak memadai.
Kebijakan
meningkatkan harga untuk membantu produsen dapat berarti naiknya harga di tingkat konsumen. Sebaliknya, menurunkan harga di tingkat konsumen bisa berdampak menekan harga yang diterima petani.
54
Keberlanjutan pertanian tergantung pada kebijakan-kebijakan yang mampu meningkatkan
kesejahteraan
petani
secara
berkelanjutan.
Perbaikan
dan
pembangunan sarana dan prasarana pertanian, jalan desa, kelembagaan pemasaran faktor produksi dan hasil produksi, akses terhadap sarana produksi, akses terhadap tanah dan kapital, dan penemuan benih/bibit unggul dan teknik budidaya pertanian yang lebih baik adalah tugas-tugas publik yang perlu terus ditingkatkan dari tahun ke tahun, untuk memastikan petani meningkat kesejahteraannya. Tugas pemerintah, dari tingkat pusat sampai daerah, untuk memastikan bahwa produktivitas pertanian terus tumbuh dari tahun ke tahun. Tanah-tanah pertanian juga perlu terus dikembangkan dan tidak hanya mengandalkan tanah-tanah di Jawa.Untuk itu diperlukan pemuliaan tanaman dan pengembangan teknologi budidaya yang sesuai dengan kondisi agro-ekologi setempat. Kebijakan harga dan subsidi harga memang hasilnya dapat secara cepat dapat dilihat daripada kebijakan non-harga. Itu sebabnya kebijakan harga dan subsidi harga adalah kebijakan yang paling banyak digunakan di berbagai negara. Namun kebijakan harga dan subsidi harga memiliki banyak kelemahan dari aspek sosial ekonomi, karena sifatnya yang distortif.
Sebaliknya kebijakan non-harga
memerlukan kerja keras dan waktu yang lebih lama untuk memperlihatkan hasilnya. Kebijakan non-harga, seperti kebijakan irigasi, kebijakan kelembagaan, maupun kebijakan teknologi memerlukan konsistensi dan persistensi dalam jangka panjang, sebelum hasilnya dapat dilihat dan dirasakan dengan nyata. Pada aspek inilah tampaknya yang belum dimiliki Indonesia, yaitu konsistensi dan persistensi
55
kebijakan pertanian dari waktu ke waktu, antar pemerintahan dan antar generasi. Perjalanan Putaran Doha, dimana Paket Bali menjadi bagiannya, diperkirakan masih memerlukan waktu panjang dan masih tinggi risikonya untuk gagal. Namun berbagai upaya peningkatan kesejahteraan petani perlu lebih keras lagi dilakukan. Peningkatan kesejahteraan petani adalah suatu keharusan dan tidak perlu menunggu Putaran Doha selesai didiskusikan dan diterapkan.
4.2
Berita Mengenai WTO di Media Kompas dan Bisnis Indonesia Atas dasar kebuntuan yang terus menerus terjadi pada setiap penyelenggaraan
perundingan WTO mungkin menjadi alasan kedua media tersebut mewacanakan perhelatan Konferensi WTO sebagai perlehatan yang akan sia-sia semata. Seperti pada tajuk Kompas pada tanggal 29 November 2013 yang berbunyi ‗Sulit Berharap pada KTM WTO Bali‘, atau pada Bisnis Indonesia pada tanggal 2 Desember 2013 yang berbunyi ‗Harap-Harap cemas Tunggu Hasil WTO‘. Tidak hanya terjadi pada pra pelaksanaan konferensi WTO, wacana negatif juga cukup terasa dalam pemberitaan kedua media diatas pada saat pelaksanaan Konferensi WTO. Seperti pada media kompas pada tanggal 5 Desember 2013 yang berbunyi ‗Taruhan Paket Bali‘, Kompas merasa paket bali adalah sebuah taruhan yang sangat minim keberhasilannya. Wacana pesimisme makin tercium ketika konferensi mendekati akhir, seperti pewacanaan kompas yang berjudul ‗Paket Bali Terancam Gagal‘. Atau pada harian Bisnis Indonesia pada tanggal 6 Desember 2013 yang bernada tidak kurang pesimisnya yaitu ‗Nasib Paket Bali Ditangan Siapa?‘. Dari wacana kedua
56
media tersebut diatas dapat diartikan bahwa media cetak memiliki kecenderungan pandangan yang kurang baik terhadap penyelenggaraan Konferensi WTO 2013 di bali, dan menganggap bahwa konferensi tersebut adalah kesia siaan.
4.3
Gambaran Umum Objek Penelitian
4.3.1
Profil Koran Kompas
1.
Sejarah Umum Koran Kompas Ide awal penerbitan harian ini datang dari Jenderal Ahmad Yani, yang
mengutarakan keinginannya kepada Frans Seda untuk menerbitkan surat kabar yang berimbang, kredibel, dan independen. Frans kemudian mengemukakan keinginannya itu kepada dua teman baiknya, P.K. Ojong (1920-1980) dan Jakob Oetama yang pada waktu itu sudah mengelola majalah Intisari yang terbit tahun 1963. Hampir 3 tahun kemudian, tepatnya pada tanggal 28 Juni 1965, diterbitkan Surat Kabar KOMPAS, yang berawal dari ide menerbitkan Koran untuk melawan pers komunis. Pada mulanya KOMPAS terbit sebagai surat kabar mingguan dengan 8 halaman, lalu terbit 4 kal seminggu, dan hanya dalam kurun waktu 2 tahun telah berkembang menjadi surat kabar harian nasional dengan oplah mencapai 30.650 eksemplar. Melihat perkembangan usaha yang sangat baik dan dengan semangat membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pembukaan lapangan kerja baru, P.K. Ojong mulai melakukan diversifikasi usaha. Pada tanggal 2 Februari
57
1970 didirikan Toko Buku Gramedia untuk memperkuat penyebaran produk dan menjual buku – buku yang berasal dari luar negeri. Sebagai langkah awal, dibuka sebuah toko kecil berukuran 25 m2, di Jalan Gajah Mada, Jakarta Pusat. Pada awalnya harian KOMPAS dicetak di percetakan PT Keng Po. Seiring perkembangan oplah yang semakin meningkat, dan agar dapat menjamin KOMPAS dapat terbit pagi hari, dipandang perlu memiliki usaha percetakan sendiri. Pada tahun 1971 perusahaan mendirikan Percetakan Gramedia di Jalan Palmerah Selatan, yang mulai beroperasi pada bulan Agustus 1972, dan diresmikan pada tanggal 25 November 1972 oleh Ali Sadikin, selaku Gubernur DKI Jakarta saat itu Dalam perkembangannya, pada tahun 1997 dibangunlah sistem cetak jarak jauh (remote printing) sebagai terobosan baru teknologi percetakan untuk mempercepat distribusi Koran harian KOMPAS di daerah. Sistem cetak jarak jauh yang pertama kali didirikan pada tahun 1997 di Bawen, dan dilanjutkan dengan kotakota lainnya seperti Makasar (Oktober 1998), Surabaya (November 1999), Palembang (Juni 2001), Medan (Juni 2003), Banjarmasin (Agustus 2002), Bandung I (Februari 2006), Bandung II (Januari 2007), Bali (Maret 2009).39
39
Harian Kompas. History. Diakses di http://www.kompasgramedia.com/aboutkg/history pada tanggal 2 Juli 2015.
58
2.
Visi Koran Kompas ‗Berpartisipasi dalam membangun masyarakat Indonesia baru. Yaitu
masyarakat dengan kemanusiaan yang transcendental, persatuan dalam perbedaan, menghormati individu, dan masyarakat yang adil dan makmur.40 3.
Misi Koran Kompas ‗Menjadi nomor satu dalam semua aspek usaha, diantara usaha – usaha yang
sejenis dan dalam kelas yang sama. Hal tersebut dicapai dengan melakukan etika usaha bersih dan melaksanakan kerjasama dengan perusahaan – perusahaan lain.41 4.
Logo Koran Kompas
5.
Data Perusahaan Koran Kompas
a. Nama Perusahaan : PT. Kompas Media Nusantara b. Alamat
: Jalan Palmerah Selatan, No. 22–28, Jakarta 10270
c. No. Telepon
: (021) 534 7710
d. Homepage
: http://www.kompas.com
6.
Susunan Organisasi Kompas Pemimpin Redaksi : Budiman Tanuredjo
40 41
Santoso, F.A, Sejarah, Organisasi dan Visi-Misi Kompas, Arsip. Jakarta, 2011 : 4 Santoso, F.A, Sejarah, Organisasi dan Visi-Misi Kompas, Arsip. Jakarta, 2011 : 4
59
Wapemred
: Trias Kuncahyono, Ninuk Mardiana Pambudy, James Luhulima
Redaktur Senior
: St. Sularto
Redaktur Pelaksana : Mohammad Bakir Wakil Redpel
: Bambang Sigap Sumantri, Try Harijono, Subur Tjahjono, Sutta Dharmasaputra
Sekretaris Redaksi : Rusdi Amral, Mohammad Nasir
4.3.2
Profil Koran Bisnis Indonesia
1.
Sejarah Umum Koran Bisnis Indonesia Bisnis Indonesia adalah surat kabar harian dengan segmentasi pemberitaan
bisnis dan ekonomi berbahasa Indonesia yang diterbitkan di Jakarta, Indonesia, sejak 14 Desember 1985. Bisnis Indonesia diterbitkan oleh PT. Jurnalindo Aksara Grafika (PT. JAG) yang merupakan kongsi bisnis empat pengusaha Sukamdani Sahid Gitosardjono (Sahid Group), Ciputra (Ciputra Group), Anthony Salim (Salim Group), dan Eric Samola. Awalnya, koran Bisnis Indonesia berkantor di bekas bengkel reparasi mesin jahit Singer di Jalan Kramat 5 Nomor 8 Kenari, Senen, Jakarta Pusat. Bisnis Indonesia meroket berkat booming yang melanda lantai Bursa Efek Jakarta pada tahun 1987 dan akibat maraknya industri perbankan sebagai hasil penerapan kebijakan Paket Oktober (Pakto) 1988.
60
Pertumbuhan yang baik tersebut membuat Bisnis Indonesia mampu membangun gedung sendiri dan kantor pun pindah ke Wisma Bisnis Indonesia (WBI) di Jalan Letjen Siswondo Parman Kavling. 12A Slipi, Palmerah, Jakarta Barat, pada bulan Desember 1990. Namun kemacetan luar biasa di lokasi tersebut dan perhitungan bisnis pada masa depan membuat Bisnis Indonesia kembali pindah ke wilayah Segitiga Emas Sudirman. Sejak tanggal 1 Januari 2005 kegiatan operasional Bisnis Indonesia berpusat di Lantai 5-8 Wisma Bisnis Indonesia (WBI) di Jalan Kiai Haji Mas Mansyur Nomor 12A, Karet Tengsin, Tanah Abang, Jakarta Pusat. Saat ini, Bisnis Indonesia memiliki kantor perwakilan di sejumlah kota di Indonesia yakni di Medan, Pekanbaru, Batam, Palembang, Bandung, Semarang, Solo, Surabaya, Denpasar, Balikpapan dan Makassar. Sejak 14 Agustus 2002, ada yang berubah dari penampilan Bisnis Indonesia. Jumlah halaman diperbanyak, diterbitkan menjadi tiga bagian/seksi. Seksi pertama berisi masalah makro ekonomi, perdagangan, jasa, dan bisnis menengah-kecil. Seksi kedua mengulas seputar pergerakan pasar modal, bisnis keuangan, dan perdagangan komoditas. Sementara bagian ketiga membahas perkembangan bisnis teknologi informasi, manufaktur, agribisnis, dan berbagai informasi bisnis dari sektor riil. Tampilan ini kembali berubah pada 1 Agustus 2005. Selain format koran makin compact, dicantumkan pula nama reporter penulis berita beserta alamat email si penulis berita. Pencantuman identitas secara lebih gamblang ini menandai semangat keterbukaan di kalangan pelaku pers di negeri ini. Bahkan, pencatuman e-
61
mail ini merupakan yang pertama di Indonesia. Terobosan ini menyebabkan interaksi antara penulis berita dan pembaca semakin meningkat. Pada 14 Desember 2013, Bisnis Indonesia kembali berubah tampilan, kali ini sekaligus berubah logo dan tagline. Jika semula tagline Bisnis Indonesia adalah "Referensi Bisnis Terpercaya", sejak 14 Desember 2013 berubah menjadi "Navigasi Bisnis Terpercaya".42 2.
Visi Koran Bisnis Indonesia Menjadi penyelenggara media informasi/multi media yang terpercaya dalam
rangka ikut mencerdaskan kehidupan bangsa.43 3.
Misi Koran Bisnis Indonesia Melakukan diversifikasi usaha multimedia. Memberdayakan sumber daya
manusia lebih optimal (competence base). Menjaga & mempertahankan kredibilitas usaha yang sehat (sound business). Menghasilkan keuntungan yang wajar. Memberikan manfaat bagi lingkungan dunia usaha.44
4.
42
Logo Koran Bisnis Indonesia
Harian Bisnis Indonesia. Visi Misi Bisnis Indonesia. Diakses di http://www.bisnis.com/bigmedia/sejarah.html pada tanggal 2 Juli 2015. 43 Ibid 44 Ibid
62
5.
Data Perusahaan Koran Bisnis Indonesia
a. Nama Perusahaan : Bisnis Indonesia Group of Media (BIG Media) b. Alamat
: Wisma Bisnis Indonesia Lt. 5-8, Jl. KH. Mas Mansyur Kav 12A Karet Tengsin, Jakarta Pusat 10220
c. No. Telepon
: (021) 579 01023
d. Homepage
: http://www.bisnis.com/
6.
Susunan Organisasi Bisnis Indonesia
Pemimpin Redaksi
: Arif Budisusilo
Wapemred
: Y. Bayu Widagdo
Redaktur Pelaksana : Aprilian Hermawan, Chamdan Purwoko, M. Rochmat Purboyo Sekretaris Redaksi
4.3
: Indyah Sutriningrum
Hasil Penelitian Dalam bab ini dipaparkan penggambaran data-data hasil temuan di lapangan.
Data tersebut disajikan dalam bentuk deskripsi tentang pola produksi dan faktorfaktor yang mempengaruhi perubahan pemberitaan media selama berlangsungnya WTO 2013. Melalui analisa ini, diharapkan dapat memberikan pemahaman lebih mendalam mengenai pesimisme media dan objektivitas pemberitaan WTO 2013 pada Koran Kompas dan Harian Bisnis Indonesia serta strategi yang dilakukan Pusat Humas Kemendag dalam menangani pemberitan pada kedua surat kabar tesebut.
63
4.4.1
Deskripsi Informan Informan dalam penelitian ini berfungi sebagai bagian pelengkap informasi
dari data yang mendukung penelitian ini. Informan memberikan informasi tentang pemilihan angle berita pada masing-masing surat kabar dalam hal ini Koran Kompas dan Harian Bisnis Indonesia serta diharapkan dapat menjadi representasi dari institusinya. Dalam penelitian ini, informan adalah dua orang jurnalis yang terlibat secara langsung dalam peliputan, penulisan dan keputusan redaksional hingga surat kabar tersebut terbit serta Kepala Pusat Humas Kemendag tahun 2013 sebagai garda terdepan yang berhubungan langsung dengan media. Arlinda Imbang Jaya Arlinda Imbang Jaya Atau biasa dipanggil Arlinda adalah Kepala Pusat Humas Kemendag yang menjabat pada periode tahun 2013 – 2014. Selama penyelenggaraan WTO 2013 Pusat Humas Kemendag dibawah kepempimpinannya melakukan kerjasama dengan beberapa media, mengundang Menteri Perdagangan dan Dirjen KPI untuk menulis artikel di beberapa media, menayangkan iklan di beberapa media televisi, dll. Sebagai informan yang memiliki kapasitas tertinggi dalam menangani hubungan dengan media selama pelaksanaan WTO 2013, Arlinda cukup kooperatif dalam memberikan informasi dan jawaban yang diberikan oleh peneliti. Rio Sandy Rio Sandy atau yang akrab disapa Rio adalah jurnalis Harian Bisnis Indonesia yang sudah bekerja selama 3 tahun. Rio ikut meliput kegiatan selama WTO 2013
64
sejak persiapan, pelaksanaan hingga terjadinya kesepakatan. Sehari – hari Rio fokus menulis berita mengenai ekonomi. Saat melakukan wawancara dengan beliau, banyak jawaban kritis yang didapat peneliti terkait pemberitaan WTO 2013 pada institusinya, Harian Bisnis Indonesia. Hermas Hermas adalah jurnalis Harian Kompas yang sudah melalukan tugas jurnalistik di sana selama 13 tahun. Sebagai wartawan senior, beliau banyak menulis tentang pertanian hingga paham betul mengenai apa yang tengah dinegosiasikan di dalam WTO. Dalam perjalanan pemberitaan WTO 2013, beliau menyampaikan gagasannya melalui tulisan-tulisannya yang terbit selama penyelenggaraan WTO 2013 berlangsung. Saat peneliti menanyakan tentang pesimisme media terhadap WTO 2013 ini, Hermas menyampaikan alas an-alasan yang konkrit atas hal tersebut.J awaban yang didapat peneliti saat wawancara dengan beliau cukup beragam dan mendalam, peneliti mendapatkan banyak informasi saat wawancara berlangsung.
4.4.2
Pola Produksi Surat Kabar Setiap artikel yang ditampilakan di surat kabar memiliki alur yang paten
untuk menjalankan pekerjaanya. Alur tersebut biasa disebut sebagai sebuah pola produksi. Pola produksi akan memudahkan tim redaksi dalam menjalankan kerja jurnalistiknya sehingga mereka mengetahui apa yang akan ditampilkan pada surat kabarnya, tahapan yang harus dilewati termasuk sebagai prosedur operasional bagi
65
setiap artikel. Pada dasarnya pola produksi pada setiap surat kabat hampir sama, yakni melawati perencanaan konten, peliputan, rapat redaksi, scenario pemberitaan, sampai pada tahap pencetakan dan penerbitan Pada pagi hari, Koordinator Peliputan memimpin perencanaan konten-konten yang akan dimuat pada keesokan harinya. Dari rapat pagi inilah kemudian dirancang skenario pemberitaan yang dirancang sedemikian rupa sehingga tepat pada sasarannya. Umumnya, skenario pemberitaan lebih kepada skenario pengemasan sebuah berita. Misalnya penentuan liputan utama, angle yang digunakan, tulisantulisan pendukung yang diperlukan, narasumber yang dibutuhkan, dan foto-foto yang ditampilkan. ―Iya emang kita sebelum berangkat ada brief dulu dari korlip sama redaktur kita. sama paling dia nitip konten aja sih, tapi kalo soal angle kita dikasih kebebasan, cuma harus sesuai fakta dan objektif di lapangan aja. Lagian kan angle juga kita bangun dari apa yang kita dapet di lapangan‖ (Rio – Bisnis Indonesia) Skenario pemberitaan menentukan jumlah wartawan yang diperlukan. Setelah skenario pemberitaan selesai, kemudian redaktur mengkoordinasikannya dengan wartawan di lapangan. Tugas redaktur sendiri hanya mengontrol kinerja wartawan pada jam kerja dan mendampinginya saat mereka bertugas di lapangan. Redaktur juga bertugas mengembangkan liputan yang ada dari laporan wartawan. Menjelang siang, biasanya Koordinator Peliputan akan menghubungi setiap Redaktur untuk mengetahui apa yang sudah diperoleh wartawan di lapangan. Setelah itu akan diselenggarakan rapat siang untuk membahas perkembangan dari konten yang masuk.
66
―… menjelang siang korlip saya akan nanya tuh, udah dapat apa aja terus nanti mereka rapat dari hasil yang saya dapat. Makanya press conference berkala tuh membantu kita banget untuk update informasi yang ada, jadi tulisannya juga berkembang terus‖ (Rio – Bisnis Indonesia) Pukul 15.00 akan diselenggarakan rapat budgeting. Fungsinya untuk membahas perolehan akhir konten dari wartawan dan perkembangan topik dari rapat pagi hari. Rapat budgeting ini biasanya dipimpin oleh Manajer Produksi. Selain membahas konten, rapat budgeting juga membahas biaya yang dibutuhkan untuk surat kabar tersebut terbit keesokan harinya. Dalam rapat budgeting turut hadir Manajer Iklan dan Manajer Keuangan yang berfungsi mensinergikan antara konten, ruang iklan, dan biaya produksi. Selain itu, Manajer Iklan akan melakukan pengawasan terhadap konten yang berpotensi meningkatkan pemasukan perusahaan. Manajer Produksi sendiri bertanggung jawab pada apa yang akan dicetak keesokan harinya. Redaktur bertanggung jawab kepada Koordinator Liputan dari pagi hingga sore hari. Selepas sore hari, seusai rapat budgeting, Redaktur diperbantukan sebagai editor dalam menangani naskah-naskah yang diupayakan oleh wartawan. Sehingga pertanggungjawaban redaksi berpindah dari Koordinator Peliputan ke Manajer Produksi ketika sore hari. Posisi Redaktur dalam surat kabar cukup penting. Redaktur merupakan manajemen tengah surat kabar dan menentukan hitam-putihnya sebuah surat kabar.
67
Gambar 4.1 Struktur Organisasi Surat Kabar
Koran Kompas sebagai surat kabar yang sudah dikenal luas oleh masyarakat sejak dahulu kala, juga akan melakukan pola produksi yang serupa dengan surat kabar lainnya. ―Untuk WTO ini kami bahkan sudah melakukan perencanaan konten sejak jauh-jauh hari, kan kalau di Kompas ada timeline kegiatan besar yang memang wajib diliput, ya kami sudah mempersiapkannya, pasti dengan analisa dan memori dimasa lalu terkait WTO sebelum-sebelumnya‖ (Hermas – Kompas). Koran Kompas sendiri sudah terbit di Indonesia sejak tahun 1965 Sementara Harian Bisnis Indonesia yang fokus memberikan berita di bidang ekonomi lahir pada tahun 1985.
68
Keduanya merupakan surat kabar besar yang secara rutin memberitakan perjalanan WTO 2013 mulai dari persiapan, pelaksanaan hingga tercapainya kesepakatan.
4.4.3
Konferensi WTO 2013 dalam Perpektif Berita pada Media Cetak Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan informan yang terlibat langsung
pada pemberitaan WTO 2013, mereka setuju bahwa awalnya Hermas dan Rio dalam konteks sebagai jurnalis pesimis dengan penyelenggaraan WTO 2013. ―…yang saya lakukan waktu itu sebelum konfrensi itu berlangsung kita semua kan meraba-raba ya, arahnya itu mau kemana. Bahkan waktu itu kita melihat apakah apa yang akan kita perjuangkan itu (Paket Bali) itu betul-betul akan terlaksana, karena dari beberapa kasus, pertemuan sebelumnya ada poin poin yang sebetulnya kita tidak bisa dorong sehingga sempat tertunda dan sebagainya. Keraguan itu lebih kepada pengalaman dimasa lalu di dalam negosiasi-negosiasi perdagangan di level global kita cenderung kurang fight jadi pesimisme itu akhirnya muncul‖ (Hermas – Kompas) ―Iya, dengan para narasumber juga semuanya pesimis. Cukup sulit waktu itu mencari narasumber yang optimis dengan pelaksanaan WTO, maksudnya bukan acaranya ya, kalau acaranya sih seperti saya bilang tadi, pasti first class dan gak mungkin seadanya. Kita pesimis akan hasil ―isi‖ nya. Perundingan di dalamnya itu kita yang pesimis. Narasumber yang saya wawancara mungkin berkaca dari pengalaman masa lalu dimana konferensi tingkat menteri ini tidak pernah mencapai kesepakatan‖ (Rio – Bisnis Indonesia) Penyelenggaraaan WTO 2013 merupakan momentum baik untuk posisi tawar Indonesia di mata dunia, namun dalam perjalannya tidak semulus yang diharapkan. Rio dan Hermas memandang pesimisme yang muncul di kalangan jurnalis akibat pengalaman di masa lalu, di mana sejak awal terbentuknya WTO tahun 1995 telah
69
dilaksanakan Konferensi Tingkat Menteri (KTM) yang merupakan forum pengambil kebijakan tertinggi dalam WTO selama lima kali dan dalam kurun waktu tersebut belum pernah mencapai kesepakatan. ―…Keraguan itu lebih kepada pengalaman dimasa lalu di dalam negosiasi-negosiasi perdagangan di level global kita cenderung kurang fight jadi pesimisme itu akhirnya muncul. Banyak faktor yang membuat media khususnya saya yang secara pribadi sebagai jurnalis, mengapa tampak kurang fight itu karena beberapa persoalan karena memang tidak ada orang yang in charge disitu dari hulu sampai hilir, dari awal sampai akhir yang betul-betul mengawal proses negosiasi itu sehingga celah-celah itu bisa tertutup. Kalau negara lain kan, kalau mau ada negosiasi mereka menyiapkan dengan baik bahkan mereka punya tim yang tetap sehingga penguasaan terhadap materi sangat baik sehingga kecil kemungkinan terjadi kegagalan dalam upaya negosiasi itu. Dan yang juga saya lihat, karakter kita kurang fight jadi kita ini ada persepsi ―orang-orang baik pada level negosiasi‖ sehingga terkadang dalam poin-poin krusial kita lemah, kita mengikuti arus dan ikut dalam permainan mereka. Atau realitasnya bahwa sering tim negosiasi tidak melihat persoalaan yang terjadi di sektor riil, misalnya terkait dengan ekspor pangan kadang negosiasinya sudah berjalan jauh tapi di sektor riil sendiri belum bergerak sehingga seperti tidak ada koordinasi dan ini juga menjadi concern kita, jangan sampai negosiasi berjalan lebih cepat sementara realitasnya kita tidak bisa memenuhi kesepakatan-kesepakatan perdagangan yang sudah dinegosiasikan itu, nah itu sebetulnya latar belakang yang membuat kita boleh dibilang kemudian ragu-ragu ya pesimis…‖ (Hermas – Kompas) Hermas menyatakan bahwa selain pengalaman di masa lalu, faktor lain yang membuatnya pesimis terhadap keberlangsungan WTO 2013 adalah karena Indonesia yang kurang memiliki posisi tawar serta tim negosiasi yang dimiliki kurang memberikan performa terbaiknya dalam level perundingan global, sehingga terlalu banyak celah pada proses negosiasi tersebut dan berdampak pada hasil yang diperjuangkan oleh Indonesia.
70
Nada pesimis
juga disampaikan oleh Kepala Pusat Humas
Kementerian Perdagangan, Arlinda, sebagai yang berada di pihak pemerintah. ―Sebelumnya memang banyak sekali orang yang beranggapan pesimis akan hasil yang akan dicapai karena di dalam WTO itu dia ada istilahnya Single Undertaking, artinya harus ada satu kesatuan keputusan bulat. Jadi semua anggota itu harus menyetujui atau menyepakati agenda – agenda yang akan dibahas. Nah kalo ada 1 atau 2 negara yang tidak setuju, itu artinya memang dianggap bahwa keberhasilan konferensi ini dianggap gagal‖ (Arlinda – Kapushumas Kemendag) Sebagai Kepala Pusat Humas Kemendag yang menangani langung hubungan dengan media, pernyataan Arlinda cukup senada dengan yang disampaikan oleh kedua jurnalis tersebut, Hermas dan Rio. WTO 2013 merupakan kelanjutan dari Doha Round yang salah satu isu yang disetujui untuk dirundingkan lebih lanjut adalah isu pertanian, dimana Perundingan di bidang pertanian telah dimulai sejak bulan sejak bulan Maret 2000. Sudah 126 anggota (85% dari 148 anggota) telah menyampaikan 45 proposal dan 4 dokumen teknis mengenai bagaimana perundingan seharusnya dijalankan. Salah satu keberhasilan besar negara-negara berkembang dan negara eksportir produk pertanian adalah
dimuatnya
mandat
mengenai
Pengurangan,
dengan
Kemungkinan
Penghapusan, sebagai Bentuk Subsidi Ekspor yang selanjutnya dibahas dalam WTO 2013 Bali. ―…pengalaman gitu ya dikondisi oleh memori masa lalu yang menunjukan bahwa dalam beberapa kali negosiasi kita cenderung lemah, sementara isu yang mau di negosiasikan ini adalah isu-isu yang sangat sentitif kan, perlu berjuang keras kalau perlu ya dead lock tidak apa-apa kan. . Apalagi kalau kita lihat pangan misalnya kan 30 juta rumah tangga petani bergantung dari pangan kan, mungkin sekarang jumlahnya sudah turun menjadi 26 juta, kan. Tapi 26 juta rumah tangga petani kalau rata-rata satu rumah tangga dia
71
punya dua anak saja berarti kan sudah ada 100 juta orang yang bergantung dari sektor pertanian. Nah pangan sendiri itu mendominasi karena skala kita kecil kan, taste kita kecil 18 juta-an kan, nah kalau dikali empat saja sudah 60an juta orang yang bergantung kesitu kan. Nah kalau ini tidak dipersiapkan baik, celaka nasibnya 60 juta orang itu. Nah ini sebetulnya dasar utamanya itu― (Hermas – Kompas) Koran Kompas melalui jurnalisnya, Hermas menganggap bahwa masalah pertanian dan pangan merupakan hal krusial yang perlu mendapatkan sorotan di media, terlebih dalam WTO 2013 kali ini. Hal tersebut kemudian berlanjut pada pemberitaan di Koran Kompas dan Harian Bisnis Indonesia seperti pada artikel di bawah ini. Gambar 4.2 Kliping artikel Kompas yang bernada pesimis
72
Gambar 4.3 Tajuk Bisnis Indonesia yang bernada pesimis
73
4.4.4
Keberhasilan Paket Bali serta Objektivitas Media Konferensi WTO terlah berhasil digelar dan menghasilkan Paket Bali. Hasil
konferensi di Bali ini dapat dikatakan menjadi penyelamat dari rasa putus asa yang semakin menumpuk setelah bertahun-tahun konferensi WTO tidak menghasilkan kesepakatan yang berarti. Isi dari Paket Bali antara lain yang pertama
adalah paket pertanian
(agricultural) di manav proteksi negara berkembang diberikan oleh negara maju. Negara maju juga berkomitmen untuk mengurangi subsidi pertaniannya, paket kedua adalah paket untuk negara miskin atau Least Development Countries (LDCs), dimana negara miskin mendapatkan kemudahan sistem lalu lintas dan fasilitas perdagangan yang bisa dilakukan oleh negara tersebut, sedangkan paket ketiga adalah fasilitasi perdagangan (trade facility) yang digunakan untuk meningkatkan peningkatan kapasitas pelayanan dari negara miskin dan negara berkembang. Cara ini dilakukan dengan catatan bantuan dari negara maju baik bantuan secara financial (keuangan) maupun transfer teknologi. Sejak Putaran Doha (Doha Round) diluncurkan pada tahun 2001 di DohaQatar, negosiasi tidak pernah mengalami kemajuan. Bali yang indah mempesona, hangat, sekaligus memiliki aura yang menenangkan hati, tampaknya mampu membuat para delegasi menggodok kembali kebijakan Negara nya masing – masing, sehingga semua Negara peserta konferensi menyepakati paket Bali. Seiring dengan disepakatinya Paket Bali, sebaran pemberitaan di media mengenai konferensi ini pun mulai berangsur positif dan tidak lagi pesimis seperti pada pra-konferensi.
74
―Gini ya mas, beda antara kita optimis dan mendukung ya, karena menurut saya, karena penyelenggaraan konferensi ini di Indonesia, tuan rumah kita, dan kita media Indonesia, kita jelas mendukung langkah pemerintah. Ini kan momentum bagus, kita lebih kearah mendukung. Kalo optimisnya, Pak Gita juga bilang masih banyak PR yang harus dikerjakan setelah WTO ini kan. Kita belum bisa menyebut itu optimis juga‖ (Rio – Bisnis Indonesia) Dalam hal ini media memposisikan dirinya sebagai pihak yang mendukung kebijakan pemerintah, karena Paket Bali ini merupakan suatu momentum yang bisa dimanfaatkan untuk mulai menata kembali beberepa kebijakan penting. Kesempatan ini juga dimanfaatkan oleh para media untuk ‗menegur pemerintah‘ agar dalam menata kembali segala kebijakan, benar – benar terpikirkan dengan baik. ―Waktu itu ya saya melihat bahwa kita harus berangkat kepada suatu harapan baru bahwa ada suatu kesepakatan-kesepakatan waktu di Bali, kita tidak boleh diam kita harus melihat ke depan apa yang harus dipersiapkan, itu sudah menjadi hal yang pemahaman umum, paling tidak di Kompas, bahwa kita harus melihat ke depan, persiapan apa yang harus kita lakukan, sektor ini persiapan apa? Secara makro kebijakan yang harus apa? Kalau kita mau mengarah kepada persaingan bebas di bidang pangan apa yang harus dipersiapkan? Kan gitu kan, apakah kita juga sudah siap untuk melakukan itu? Apakah daya saing komoditas kita bisa lebih baik atau paling tidak sama. Jangankan komoditas pangan yang kita kalah bersaing, kalau kita lihat komoditas sawit yang kita jelas memiliki daya saing 8-10 kali lipat saja kita tidak bisa berbuat apa-apa dengan Eropa, ya kan. Apalagi pangan yang jelas-jelas kita kalah saing. Untuk itu makanya pemberitaan setelah WTO itu, saya lebih cenderung mengarahkan bahwa genap pemerintah dalam hal ini mesti berbenah dalam arti kita masuk dalam konteks perdagangan bebas, oke pangan ini kita masih bisa perjuangkan, tapi besok-besok apakah bisa kita perjuangkan lagi melakukan hal yang sama? Tekanan dari dunia luar juga kuat, bisa dari sektor pendanaan, investasi, kita tidak pernah tau. Tetapi di luar persoalan itu, yang harus kita benahi kan daya saing, caranya gimana? Ya ayo kita benahi bareng-bareng‖ (Hermas – Kompas) Setelah disepakatinya Paket Bali, Hermas berharap bahwa hal tersebut tidak hanya menjadi dokumen semata namun juga dapat benar-benar dilaksanakan oleh Pemerintah. Fungsi media dalam hal ini adalah mengawal kerja pemerintah untuk
75
melaksanakan hasil Paket Bali tersebut karena pada prinsipnya daya saing produk pangan kita masih kurang dibandingkan Negara-negara maju, sementara untuk produk Indonesia yang memiliki daya saing tinggi seperti kelapa sawit, Indonesia tetap tidak bisa berbuat banyak untuk masuk ke pasar Eropa dan Amerika. Media dalam hal ini Kompas menunjukan objektivitasnya terhadap lahirnya Paket Bali, bahwa ini merupakan pencapaian yang baik bagi Indonesia sebagai tuan rumah, juga keberhasilan setelah sekian lama Konferensi WTO ini mengalami deadlock, khususnya terkait masalah pangan. ―keberhasilan Paket Bali ini memang achievement nya dia yang paling menonjol. Memang menurut saya dia fight betul, dia tidak lelah untuk menjelaskan ke publik, ke media dan kemudian dia juga termasuk kadang dia mendudukan soal kan, ―ini loh ceritanya…ini loh begini‖ runut… Menurut saya dia cukup telaten melakukan itu dan kemampuan teknis dia dalam bernegosiasi memang baik, karena dia tidak punya kendala bahasa dan komitmen terhadap jabatannya…. Kan dia menjabat tidak lama, dia ingin menunjukan sesuatu yang berarti sebetulnya, menurut saya sih. Yang berarti, yang bisa catatat sebagai sebuah sejarah bahwa, ―Gue kasih kontribusi disitu‖. Saya sih tidak meragukan disitu‖. (Hermas – Kompas) Hermas
menyatakan
bahwa
media
sangat
terbantu
dengan
cukup
kooperatifnya Menteri Perdagangan yang saat itu menjabat, Gita Wirjawan yang memang secara berkala menyampaikan apa yang terjadi selama perundingan di dalam. Kompetensinya sebagai Menteri Perdagangan di dukung dengan kemampuan bahasanya yang baik, sehingga paham betul bagaimana menjalankan perundingan ini yang dikabarkan sangat alot. Sebagai tim perundingan, hal
tersebut tentunya
memperkuat anggapan bahwa media berperan secara objektif dalam pemberitaan mengenai WTO 2013.
76
Gambar 4.4 Kliping artikel bisnis Indonesia mendukung Konferensi WTO 2013
77
Gambar 4.5 Kliping artikel Kompas mendukung hasil Konferensi WTO 2013
78
4.4.5
Perubahan arah Pemberitaan Kompas dan Bisnis Indonesia adalah dua media yang cukup gencar
mengingatkan pemerintah dalam setiap terbitannya, bahwa Paket Bali adalah bukan capaian melainkan sebuah awal dari proses panjang yang harus mendapat perhatian dengan cermat. Seperti pada terbitannya setelah Konferensi WTO selesai digelar : Gambar 4.6 Perubahan arah pemberitaan di Bisnis Indonesia
79
Gambar 4.7 Perubahan arah pemberitaan di Kompas
80
―Waktu itu ya saya melihat bahwa kita harus berangkat kepada suatu harapan baru bahwa ada suatu kesepakatan-kesepakatan waktu di Bali, kita tidak boleh diam kita harus melihat ke depan apa yang harus dipersiapkan, itu sudah menjadi hal yang pemahaman umum, paling tidak di Kompas, bahwa kita harus melihat ke depan, persiapan apa yang harus kita lakukan‖ (Hermas – Kompas) Hermas menyatakan bahwa setelah disepakatinya Paket Bali, Harian Kompas mulai merubah perspektif tulisannya dan menempatkan posisinya sebagai ‗watch dog‘ dalam sistem ketatanegaraan. Hermas menganggap bahwa Paket Bali merupakan sebuah harapan baru bagi kelangsungan pertanian dan pangan dunia. Bahwa akhirnya terjadi kesepakatan pada WTO 2013 ini merupakan hal positif. Berdasarkan hasil studi kepustakaan dan wawancara yang telah penulis lakukan, didapat bahwa pemberitaan media yang pada awal dan ketika Konferensi berlangsung bernada pesimis, berubah 180 derajat mendukung kebijakan pemerintah ketika Paket Bali disepakati. Perubahan ini sebetulnya telah dirasa ketika Konferensi hampir rampung, pesimisme mulai pudar ketika para pengambil kebijakan menggelar konferensi pers dan memaparkan kondisi sebetulnya yang terjadi di dalam negosiasi serta kepentingan Indonesia yang sedang diperjuangkan. Dukungan tersirat yang dipaparkan oleh media adalah dengan cara mengingatkan pemerintah agar lebih cermat dalam membuat kebijakan, dan benar - benar memperhatikan kepentingan masyarakat. "Menurut saya ini first step ya, terlalu dini kalo kita menyebut ini dengan kesuksesan, masih banyak yang bisa dilakukan untuk memenuhi doha round, paket bali kan cuma sepertiga atau seperlima dari rincian doha round, poin – poin nya." (Rio – Bisnis Indonesia)
81
4.4.6
Langkah – langkah yang dilakukan Pusat Humas Kementerian Perdagangan pada WTO 2013 Pusat Humas Kementerian Perdagangan selaku institusi yang membawahi
segala jenis kegiatan kehumasan Konferensi WTO 2013, bersinergi dengan semua pihak terkait dalam melaksanakan tugasnya. Mulai dari bekerja sama dengan media cetak dalam menerbitkan tulisan - tulisan Menteri Perdagangan hingga bekerja sama dengan Humas WTO di Jenewa dalam mengungang media asing untuk meliput Konferensi WTO 2013 di Bali. ―Banyak sebetulnya yang dipersiapkan Kementerian Perdagangan, khususnya Humas yah, sebenernya PR nya sangat menentukan untuk mensosialisasikan kegiatan ini. Yang pertama itu tentunya kita melakukan informasi ini kepada sosial media, ya di Kementerian Perdagangan itu ada kita punya Facebook, Kita ada social media juga, kemudian kita punya website juga, jadi informasi – informasi yang terkait dengan KTM 9 ini kita informasikan disitu.‖ (Arlinda – Kapushumas Kemendag) Kepala Pusat Humas Kemendag juga menyatakan bahwa disamping melakukan sosialisasi malalui Sosial Media (Jejaring Sosial Online), Pusat Humas Kemendag juga bekerjasama dengan Humas WTO yang ada di Kantor Pusat WTO di Jenewa. Kerjasama yang terjalin antara Humas Kemendag dan Humas WTO antara lain menentukan lokasi Media Centre dan Itinerary nya, menentukan siapa yang bertanggung jawab atas fasilitas tersebut dan media yang diundang. Kolaborasi juga turut dilakukan dengan Direktorat Jenderal terkait yaitu Ditjen Kerjasama Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan, kunjungan kerja dan rapat persiapan dilakukan baik di Bali maupun di Jenewa. Namun yang menurut Kepala Pusat Humas Kemendag paling penting adalah kerjasama dengan media, hal ini
82
merupakan ujung tombak sosialisasi Konferensi WTO 2013 kepada masyarakat, khususnya di Indonesia. Hal lain juga kita melakukan semacam Media Partner, dengan temen – temen dari media terutama seperti The Jakarta post, Tempo, Jaring News, kemudian ada lagi dengan Metro TV, dengan Berita Satu ya, kemudian dengan beberapa media cetak lainnya, seperti Kompas, Bisnis Indonesia, kita juga melakukan penulisan – penulisan, di dalam op-ed ya di media Kompas, kalo saya tidak salah, kemudian ada juga di Bisnis Indonesia, bahkan pak Menteri pun menulis ya, kemudian Dirjen KPI pun menulis, Dubes WTO pun menulis jadi itu semua sudah kita persiapkan dengan baik, sehingga ketika nanti pada hari-H nya dapat berjalan dengan baik‖ (Arlinda – Kapushumas Kemendag) Dalam perjalanannya, tentunya banyak kendala yang dihadapi oleh Pusat Humas Kemendag, dan Pusat Humas Kemendag pun merasa masih banyak hal yang bisa lebih ditingkatkan. ―Pasti ada ya, artinya kita juga learning by doing ya, jadi waktu kita humas itu ada di Bali, kita juga punya semacam tim kecil untuk menjabarkan hasil dari semua sidang – sidang itu. Jadi begitu sidang di ruangan A, dengan tema ‗ini‘, kemudian diruangan B dengan tema ‗itu‘ berlangsung, kita langsung mengambil Substance atau Conclusion daripada Substance tersebut, kemudian dimasukan kedalam Media Advisory nya si WTO, kemudian kita ambil dan kita coba terjemahkan, kemudian itu yang kita publikasi, dalam bentuk Press Release kemudian dalam bentuk tulisan – tulisan juga (Arlinda – Kapushumas Kemendag) Kepala Pusat Kemendag menambahkan bahwa Pusat Humas Kemendag tidak langsung merasa puas akan apa yang telah dilakukan dalam Konferensi WTO 2013 ini, Beliau mengharapkan bahwa kedepan Pusat Humas Kemendag akan lebih Progressive dalam menjalankan setiap tugasnya. Pengalaman acara internasional seperti ini harus menjadi pembelajaran dalam meningkatkan kemampuan setiap orang yang ada di Pusat Humas Kemendag.