BAB II URAIAN TEORITIS 2.1. Teori-teori Ketenagakerjaan 2.1.1. Teori Klasik Adam Smith Adam smith (1729-1790) merupakan tokoh utama dari aliran ekonomi yang kemudian dikenal sebagai aliran klasik. Dalam hal ini teori klasik Adam Smith juga melihat bahwa alokasi sumber daya manusia yang efektif adalah pemula pertumbuhan ekonomi. Setelah ekonomi tumbuh, akumulasi modal (fisik) baru mulai dibutuhkan untuk menjaga agar ekonomi tumbuh. Dengan kata lain, alokasi sumber daya manusia yang efektif merupakan syarat perlu (necessary condition) bagi pertumbuhan ekonomi.
2.1.2. Teori Malthus Sesudah Adam Smith, Thomas Robert Malthus (1766-1834) dianggap sebagai pemikir klasik yang sangat berjasa dalam pengembangan pemikiran-pemikiran ekonomi. Thomas Robert Malthus mengungkapkan bahwa manusia berkembang jauh lebih cepat dibandingkan dengan produksi hasil pertanian untuk memenuhi kebutuhan manusia. Manusia berkembang sesuai dengan deret ukur, sedangkan produksi makanan hanya meningkat sesuai dengan deret hitung. Malthus juga berpendapat bahwa jumlah penduduk yang tinggi pasti mengakibatkan turunnya produksi perkepala dan satu-satunya cara untuk menghindari hal tersebut adalah melakukan kontrol atau pengawasan pertumbuhan penduduk. Beberapa jalan keluar yang ditawarkan oleh malthus adalah dengan menunda usia perkawinan dan mengurangi jumlah anak.
Jika hal ini tidak dilakukan maka pengurangan penduduk akan diselesaikan secara alamiah antara lain akan timbul perang, epidemi, kekurangan pangan dan sebagainya. 2.1.3. Teori Keynes John Maynard Keynes (1883-1946) berpendapat bahwa dalam kenyataan pasar tenaga kerja tidak bekerja sesuai dengan pandangan klasik. Dimanapun para pekerja mempunyai semacam serikat kerja (labor union) yang akan berusaha memperjuangkan kepentingan buruh dari penurunan tingkat upah. Kalaupun tingkat upah diturunkan tetapi kemungkinan ini dinilai keynes kecil sekali, tingkat pendapatan masyarakat tentu akan turun. Turunnya pendapatan sebagian anggota masyarakat akan menyebabkan turunnya daya beli masyarakat, yang pada gilirannya akan menyebabkan konsumsi secara keseluruhan berkurang. Berkurangnya daya beli masyarakat akan mendorong turunya harga-harga. Kalau harga-harga turun, maka kurva nilai produktivitas marjinal labor
( marginal
value of productivity of labor) yang dijadikan sebagai patokan oleh pengusaha dalam mempekerjakan labor akan turun. Jika penurunan harga tidak begitu besar maka kurva nilai produktivitas hanya turun sedikit. Meskipun demikian jumlah tenaga kerja yang bertambah tetap saja lebih kecil dari jumlah tenaga kerja yang ditawarkan. Lebih parah lagi kalau harga-harga turun drastis, ini menyebabkan kurva nilai produktivitas marjinal labor turun drastis pula, dan jumlah tenaga kerja yang tertampung menjadi semakin kecil dan pengangguran menjadi semakin luas.
2.1.4. Teori Harrod-domar Teori Harod-domar (1946) dikenal sebagai teori pertumbuhan. Menurut teori ini investasi tidak hanya menciptakan permintaan, tapi juga memperbesar kapasitas produksi. Kapasitas produksi yang membesar membutuhkan permintaan yang lebih besar pula agar produksi tidak menurun. Jika kapasitas yang membesar tidak diikuti dengan permintaan yang besar, surplus akan muncul dan disusul penurunan jumlah produksi. 2.2. Teori Tentang Tenaga Kerja Salah satu masalah yang biasa muncul dalam bidang angkatan kerja seperti yang sudah dibukakan dalam Latar belakang dari pemelihan judul ini adalah ketidak seimbangan akan permintaan tenaga kerja (demand for labor) dan penawaran tenaga kerja (supply of labor), pada suatu tingkat upah. Ketidakseimbangan tersebut penawaran yang lebih besar dari permintaan terhadap tenaga kerja (excess supply of labor) atau lebih besarnya permintaan dibanding penawaran tenaga kerja (excess demand for labor) dalam pasar tenaga kerja.
upah riil (W) Penawaran Tenaga Kerja (SL) = supplay of labour
We
E Permintaan Tenaga Kerja ( DL) = Demand for labour Ne
Jumlah Tenaga Kerja (N)
Gambar 2.1 : Kurva Penawaran Tenaga Kerja
W Excess supply of labour
SL
W1 E DL N1
N
N2
Gambar 2.2 : Kurva Excess supply of labour W
SL
E W2 Excess demand DL
N3
N4
Gambar 2.3 : Kurva Excess Demand of labour Keterangan Gambar : SL
= Penawaran tenaga kerja (supply of labor)
DL
= Permintaan tenaga kerja (demand for labor)
W
= Upah (wage)
L
= Jumlah tenaga kerja (labor)
Penjelasan gambar: (1). Jumlah orang yang menawarkan tenaganya untuk bekerja adalah sama dengan jumlah tenaga kerja yang diminta, yaitu masing-masing sebesar Le pada tingkat upah keseimbangan We. Dengan demikian, Titik keseimbangan adalah titik E. Pada tingkat upah keseimbangan We, semua orang yang ingin bekerja telah dapat bekerja. Berarti tidak orang yang menganggur. Secara ideal keadaan ini disebut full employment pada tingkat upah We. (2). Pada gambar kedua, terlihat adanya excess supply of labor. Pada tingkat upah W1, penawaran tenaga kerja (SL) lebih besar daripada permintaan tenaga kerja (DL). Jumlah orang yang menawarkan dirinya untuk bekerja adalah sebanyak N2, sedangkan yang diminta hanya N1. Dengan demikian, ada orang yang menganggur pada tingkat upah W1 sebanyak N1N2. (3). Pada gambar ketiga, terlihat adanya excess demand for labor. Pada tingkat upah W1, permintaan akan tenaga kerja (DL) lebih besar daripada penawaran tenaga kerja (SL). Jumlah orang yang menawarkan dirinya untuk bekerja pada tingkat upah W1 adalah sebanyak N1, sedangkan yang diminta adalah sebanyak N2. 2.2.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan Tenaga Kerja a. Tingkat Upah Yang mempengaruhi tinggi rendahnya biaya produksi perusahaan adalah tingkat upah para tenaga kerja. Kenaikan tingkat upah akan mengakibatkan kenaikan biaya produksi, sehingga akan meningkatkan harga per unit produk yang dihasilkan. Apabila harga per unit produk yang dijual ke konsumen naik, reaksi yang biasanya timbul adalah mengurangi pembelian atau bahkan tidak lagi membeli produk tersebut. Sehingga akan muncul perubahan skala produksi yang disebut efek skala produksi (scale effect) dimana sebuah kondisi yang memaksa produsen untuk
mengurangi jumlah produk yang dihasilkan, yang selanjutnya juga dapat mengurangi tenaga kerja perusahaan. Suatu kenaikan upah dengan asumsi harga barang-barang modal yang lain tetap, maka pengusaha mempunyai kecenderungan untuk menggantikan tenaga kerja dengan mesin. Penurunan jumlah tenaga kerja akibat adanya penggantian dengan mesin disebut efek substitusi (substitution effect). b. Teknologi Penggunaan teknologi dalam perusahaan akan mempengaruhi berapa jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan. Kecanggihan teknologi saja belum tentu mengakibatkan penurunan jumlah tenaga kerja. Karena dapat terjadi kecanggihan teknologi akan menyebabkan hasil produksi yang lebih baik, namun kemampuannya dalam menghasilkan produk dalam kuantitas yang sama atau relatif sama. Yang lebih berpengaruh dalam menentukan permintaan tenaga kerja adalah kemampuan mesin untuk menghasilkan produk dalam kuantitas yang jauh lebih besar dari pada kemampuan manusia. Misalnya, mesin pengemasan produk makanan yang dulunya berbasis tenaga kerja manusia dan beralih ke mesin-mesin dan robot akan mempengaruhi permintaan tenaga kerja manusia lebih rendah untuk memproduksi makanan tersebut. c. Produktivitas tenaga kerja Berapa jumlah tenaga kerja yang diminta dapat ditentukan oleh berapa tingkat produktivitas dari tenaga kerja itu sendiri. Apabila untuk menyelesaikan suatu proyek tertentu dibutuhkan 50 karyawan dengan produktivitas standar yang bekerja selama 9 bulan. Namun dengan karyawan yang produktivitasnya melebihi standar, proyek tersebut dapat diselesaikan oleh 25 karyawan dengan waktu 9 bulan.
Kita mengetahui bahwa kekuatan permintaan tenaga kerja dalam pekerjaan tertentu sebagian bergantung pada produktivitas (MP). Perusahaan mengontrol kebanyakan faktor-faktor yang menentukan produktivitas pekerja. Tetapi dua cara serikat buruh dapat mempengaruhi ouput per jam pekerja adalah berpartisipasi dalam komite manajemen produktivitas tenaga kerja gabungan—yang seringkali disebut “lingkaran kualitas”—dan “codetermintation”, yang terdiri dari partisipasi langsung para pekerja dalam pengambilan keputusan perusahaan. Yang sebelumnya juga terkadang disebut “demokrasi buruh”. Tujuan kedua pendekatan tersebut adalah memperbaiki komunikasi internal dalam perusahaan dan meningkatkan produktivitas melalui penekanan lebih melalui kerjasama lebih dan insentif profit. Dalam banyak kasus, serikat buruh telah menolak partisipasi dalam lingkaran kualitas dan codetermintation, memperdabatkan bahwa program-progam ini memperlancar proses tawar menawar dan memperkecil otoritas serikat. Dalam contoh lainnya, serikat setuju untuk berpartisipasi dalam basis eksperimental. Sampai pada saat pendekatan mereka meningkatkan marginal product tenaga kerja, permiontaan tenaga kerja akan meningkat, sehingga meningkatkan prospek serikat untuk menegoisiasi peningkatan upah. d. Kualitas Tenaga Kerja Pembahasan mengenai kualitas ini berhubungan erat dengan pembahasan mengenai produktivitas. Karena dengan tenaga kerja yang berkualitas akan menyebabkan produktivitasnya meningkat. Kualitas tenaga kerja ini tercermin dari tingkat pendidikan, keterampilan, pengalaman, dan kematangan tenaga kerja dalam bekerja. e. Fasilitas Modal Dalam prakteknya faktor-faktor produksi, baik sumber daya manusia maupun yang bukan sumber daya alam dan lainlain, seperti modal tidak dapat dipisahkan dalam menghasilkan barang
atau jasa. Pada suatu industri, dengan asumsi faktor-faktor produksi yang lain konstan, maka semakin besar modal yang ditanamkan akan semakin besar permintaan tenaga kerja. Misalnya, dalam suatu industri air minum, dengan asumsi faktor-faktor lain konstan, maka apabila perusahaan menambah modalnya, maka jumlah tenaga kerja yang diminta juga bertambah.
2.3. Defenisi Kesempatan Kerja dan TPAK Kesempatan kerja didefenisikan sebagai keadaan yang mencerminkan sampai berapa dari total angkatan kerja yang dapat diserap atau dapat ikut secara aktif dalam kegiatan perekonomian suatu negara. Dalam analisis pasar tenaga kerja secara makro yang ingin dianalisis adalah permintaan dan penawaran tenaga kerja dalam perekonomian yang merupakan gabungan dari permintaan tenaga kerja oleh perusahaan-perusahaan dan gabungan penawaran oleh para pekerja. Dengan demikian kurva permintaan tenaga kerja dalam perekonomian dapat diwujudkan dalam menjumlahkan permintaan tenaga kerja oleh perusahaan-perusahaan. Gambar 2.4 Kurva Keseimbangan Tenaga Kerja W
Kelebihan Penawaran Tenaga Kerja
NS
W1
W0
Kelebihan Permintaan Tenaga Kerja
ND
Keterangan: Kurva ND menggambarkan permintaan tenaga kerja dalam perekonomian. Kurva ini merupakan jumlah dari semua kurva permintaan tenaga kerja oleh perusahaan-perusahaan yang ada dalam kegiatan. Kurva Ns menggambarkan penawaran tenaga kerja dalam perekonomian dan dibentuk dengan menjumlahkan kurva penawaran tenaga kerja dari semua pekerja dalam kegiatan ekonomi. Keseimbangan di pasar tenaga kerja akan tercapai apabila permintaan tenaga kerja di pasar sama dengan penawarannya. Keadaan ini tercapai pada Eo yaitu pada tingkat upah Wo dan tingkat kesempatan kerja No kedudukan keseimbangan ini dapat dibuktikan dengan melihat keadaan yang akan berlaku pada tingkat upah yang lain,misalnya pada W1 atau W2. Apabila tingkah upah adalah W1, akan berlaku kelebihan penawaran kerja (berarti sebagian tenaga kerja menganggur). Penyesuaian yang sebaliknya akan berlaku apabila upah terlalu rendah misalnya, apabila tingkat upah adalah W2, akan berlaku kelebihan permintaan tenaga kerja berkurang. Pada akhirnya permintaan dan penawaran tenaga kerja akan mencapai titik keseimbangan dititik E0. Penduduk suatu negara dibagi 2 golongan yaitu tenaga kerja dan bukan tenaga kerja. Yang tergolong sebagai tenaga kerja ialah penduduk yang berada pada batas usia kerja. Tenaga kerja dibagi kedalam dua kelompok yaitu angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Yang termasuk angkatan kerja ialah tenaga kerja atau penduduk dalam usia kerja yang bekerja atau mempunyai pekerjaan umum, untuk sementara sedang tak bekerja dan yang mencari pekerjaan. Sedangkan bukan angkatan kerja ialah tenaga kerja atau penduduk dalam usia kerja yang tidak bekerja, tidak mempunyai pekerjaan dan sedang tidak mencari pekerjaan yakni orang-orang yang
kegiatannya bersekolah, mengurus rumah tangga, serta menerima pendapatan tapi bukan merupakan imbalan langsung atas jasa kerjanya (pensiun, penderita cacat). Angkatan kerja dapat dibagi lagi kedalam dua sub kelompok yaitu pekerja dan penganggur. Pekerja ialah orang-orang yang mempunyai pekerjaan mencakup orang-orang yang mempunyai pekerjaan dan pada saat disensus atau disurvei memang sedang bekerja, serta orang yang mempunyai pekerjaan namun untuk sementara waktu kebetulan tidak sedang bekerja. Penganggur ialah orang-orang yang tidak mempunyai pekerjaan (pengangguran terbuka). Tingkat Partisipasi Kerja (TPK) atau sering disebut dengan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) adalah perbandingan antara jumlah angkatan kerja dengan penduduk dalam usia kerja dalam kelompok yang sama. TPK sendiri dapat dinyatakan untuk seluruh penduduk dalam usia kerja dan dapat pula dinyatakan untuk suatu kelompok penduduk tertentu seperti kelompok laki-laki atau wanita di kota, kelompok tenaga terdidik, kelompok umur 10-15 di desa dan lainlain. Semakin besar TPK, semakin besar jumlah angkatan kerja dalam kelompok yang sama. Sebaliknya, semakin besar jumlah penduduk yang masih bersekolah dan yang mengurus rumah tangga, semakin besar jumlah yang tergolong bukan angkatan kerja, semakin besar jumlah angkatan kerja dan akibatnya TPK semakin kecil ( Simanjuntak,1998:97 ). Indikator yang digunakan untuk mengitung Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) adalah Rasio antara jumlah angkatan kerja dengan penduduk usia kerja. TPAK dirumukan sebagai berikut:
TPAK=
Angkatan Kerja Tenaga Kerja
X 100 %
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) tidak hanya dapat disajikan untuk menghitung TPAK penduduk usia kerja dengan spesifikasi yang lebih khusus seperti umur, jenis kelamin, atau tempat tinggal.
2.4. Investasi 2.4.1 Definisi Investasi Investasi adalah komitmen atas sejumlah dana atau sumberdaya lainnya yang dilakukan pada saat ini, dengan tujuan memperoleh sejumlah keuntungan di masa datang. seorang investor membeli sejumlah saham saat ini dengan harapan memperoleh keuntungan dari kenaikan harga saham atapun sejumlah deviden di masa yang akan datang, sebagai imbalan atas waktu dan resiko yang terkait dengan investasi tersebut.Setelah investasi bisa berkaitan dengan berbagai macam aktivitas. Menginvestasikan sejumlah dana pada aset riil (tanah, emas, mesin atau bangunan), maupun aset finansial (deposito, saham ataupun obligasi) merupakan aktivitas investasi yang umumnya dilakukan. Bagi investor yang lebih pintar dan lebih berani menanggung resiko. aktivitas investasi yang mereka lakukan juga bisa mencakup investasi pada aset-aset finansial lainnya yang lebih kompleks seperti warrants, option dan futures maupun ekuitas intwernasional. Aset finansial adalah klaim berbentuk surat berharga atas sejumlah aset-aset pihak penerbit surat berharga tersebut. Sedangkan sekuritas yang mudah diperdagangkan adalah asetaset finansial yang bisa diperdagangkan dengan mudah dan dengan biaya transaksi yang murah pada pasar yang terorganisir. Pihak-pihak yang melakukan kegiatn investasi disebut investor. Investor pada umumnya bisa digolongkan menjadi dua, yaitu investor individual (individual investors) dan investor institusional (institutional investors). Investor individual terdiri dari individu-individu yang
melakukan aktivitas investasi. Sedangkan investor institusional biasanya terdiri dari perusahaanperusahaan asuransi, lembaga penyimpanan dana (bank dan lembaga simpan-pinjam), lembaga dana pensiun, maupun perusahaan investasi. Dalam teori ekonomi makro yang dibahas adalah investasi fisik. Dengan pembatasan tersebut maka definisi investasi dapat lebih dipertajam sebagai pengeluaran-pengeluaran yang meningkatkan stok barang modal. Stok barang modal adalah jumlah barang modal dalam suatu perekonomian pada saat tertentu. a.
Investasi Dalam Bentuk Barang Modal dan Bangunan Yang tercakup dalam investasi barang modal dan bangunan adalah
pengeluaran-pengeluaran untuk pembelian pabrik, mesin, peralatan produksi, bangunan/gedung yang baru. Karena daya tahan madal dan bangunan umumnya lebih dari setahun, seringkali investasi ini disebut sebagai investasi dalam bentuk harta tetap (fixed investment). Di Indonesia, istilah yang setara dengan fixed investment adalah pembentukan modal tetap domestic bruto (PMTDB). Supaya lebih akurat, jumlah investasi yang perlu diperhatikan adalah investasi bersih yaitu PMTDB dikurangi penyusutan. b. Investasi Persediaan Perusahaan seringkali memproduksi barang lebih banyak daripada target penjualan. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan. Tentu saja investasi persediaan diharapkan meningkatkan penghasilan/keuntungan. Persediaan barang tersebut dikatakan sebagai investasi yang direncanakan atau investasi yang diinginkan karena telah direncanakan. Selain barang jadi, investasi dapat juga dilakukuan dalam bentuk persediaan barang baku dan setengah jadi.
2.4.2 Penanaman Modal Asing (PMA) PMA yang terkandung dalam Undang-Undang No.1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing sebagaimana diubah dan ditambah oleh Undang-Undang No.11 tahun1 970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-Undang No.1 tahun 1967 mencakup unsur pokok (Bank Indonesia, 1995;98-100), yaitu: a. Penanaman modal secara langsung; b. Penggunaan modal untuk menjalankan perusahaan di Indonesia; c. Resiko ditanggung pemilik modal/investor (pasal 1). Dimana pengertian modal asing tersbut terdiri dari: 1. Alat pembayaran luar negeri yang tidak merupakan bagian dari devisa Indonesia dan disetujui pemerintah untuk pembiayaan perusahaan di Indonesia. 2. Alat-alat untuk perusahaan termasuk penemuan-penemuan baru milik asing dan bahanbahan dari luar negeri ke dalam wilayah RI yang tidak dibiayai dari devisa Indonesia. 3. Bagian dari hasil perusahaan yang dapat ditransfer, tetapi digunakan untuk membiayai perusahaan di Indonesia (pasal 2). Menurut Undang-Undang tersebut, jenis PMA bisa secara penguasaan penuh atas bidang usaha yang bersangkutan (100% asing) ataupun kerjasama/patungan dengan modal Indonesia. Kerjasama dengan modal Indonesia tersebut dapat terdiri dari: hanya dengan pemerintah (misalnya pertambangan) atau pemerintah maupun swasta nasional. Jangka waktu PMA di Indonesia tidak boleh melebihi 30 tahun dan bidang usaha yang terbuka atau tertutup bagi PMA adalah pelabuhan, listrik umum, telekomunikasi, pelayaran, penerbangan, air minum, kereta api umum, pembangkit tenaga atom, mass-media, dan bidang-bidang usaha yang berkaitan dengan industri militer.
PMA dapat berupa penanaman modal langsung (FDI) atau portofolio. Investasi langsung biasanya melibatkan kontrol manajemen dari pihak asing sedangkan investasi portofolio meliputi pembelian surat-surat berharga dan jenis investasi ini tidak melibatkan pengawasan pihak asing terhadap perusahaan domestik. Negara-negara berkembang sebagian besar memberikan insentif untuk PMA dan menyalurkannya untuk penggunaan-penggunaan yang diinginkan. Pada saat yang sama, mereka juga mengenakan berbagai hambatan terhadap PMA untuk menghindari dominasi asing dan memegang sumber daya alam mereka kembali. Menurut Todaro, argumen yang mendukung penanaman modal asing sebagian besar berasal dari analisis neoklasik tradisional yang memusatkan pada berbagai determinan pertumbuhan ekonomi. Penanaman modal asing merupakan sesuatu yang sangat positif, karena hal tersebut mengisi kekurangan tabungan yang didapat dari dalam negeri, menambah cadangan devisa, memperbesar penerimaan pemerintah, dan mengembangkan keahliann manajerial bagi negara penerimanya. Semua ini merupakan faktor-faktor kunci yang dibutuhkan untuk mencapai target pembangunan. PMA ini dapat mengatasi dua kesenjangan (two gap) yaitu ‘kesenjangan tabungan-investasi’ (saving gap) dengan pemberian sumbangan finansial jika terjadi kurang memenuhinya mobilisasi tabungan domestik, dan juga mengatasi ‘kesenjangan devisa’ atau ‘kesenjangan perdagangan luar negeri’ (trade gap) dengan peranannya dalam mengisi kesenjangan antara target jumlah devisa yang dibutuhkan dan hasil-hasil aktual devisa dari ekspor ditambah dengan bantuan luar negeri netto. Menurut argumen ini, arus-arus masuk modal swasta asing tersebut bukan hanya dapat menghilangkan sebagian atau seluruh defisit yang terdapat didalam neraca pemabayaran, akan tetapi dapat juga menghilangkan defisit dalam
jangka panjang (secara permanen) bila perusahaan asing tersbut dimungkinkan untuk hadir di negara yang bersangkutan guna menghasilkan devisa dari hasil-hasil ekspornya secara netto. Selanjutnya dijelaskan pula selain dua kesenjangan tersbut, kesenjangan ketiga yang dikatakan dapat diisi oleh modal swasta asing adalah kesenjangan antara target penerimaan pajak pemerintah dan jumlah pajak aktual yang dapat dikumpulkan. Ini terjadi dengan adanya tambahan pendapatan pajak atas keuntungan perusahaan multinasional dan keikutsertaan mereka secara finansial dalam kegaitan-kegiatan mereka di dalam negeri, sehingga pada akhirnya akan dapat turut memobilisasikan sumber-sumber finansial.
2.4.3. Keuntungan Penanaman Modal Asing Dalam Berinvestasi Keuntungan yang dapat diperoleh dengan adanya Penanaman Modal Asing antara lain: a. Produksi beberapa produk kebutuhan rakyat dengan tujuan untuk ekspor (dengan penggunaan bahan baku yang umumnya berasal dari Indonesia akan meningkatkan kuantitas dan kualitasnya). b. Bila produksi mengalami kegagalan maka seluruh resiko ditanggung oleh penanam modal dalam investasi langsung (investor asing). c. Tenaga kerja Indonesia akan memperoleh kesempatan kerja dan dapat membiasaka diri dengan teknologi modern. d. Terbukanya kesempatan untuk membangun perusahaan nasional yang sejenis, sehingga akan dapat meningkatkan pembangunan, terutama pembangunan di daerah pera pekerja yang bekerja diperusahaan asing tersebut telah memiliki pengalaman dan keterampilan dalam membangung perusahaan nasional yang sejenis, yang mungkin lebih baik dan
terarah bagi peningkatan pembangunan di daerah-daerah lainnya sehingga mereka dapat menjadi pioner pelaksana proyek-proyek mutakhir di daerah-daerah. e. Devisa akan meningkat jumlahnya, selain akan meningkatkan nilai tukar rupiah dalam negeri, dana untuk pembangunan juga meningkat. f. Langsung memperkenalkan manfaat ilmu, teknologi dan organisasi yang mutakhir kenegara yang dituju. g. Mendorong perusahaan lokal untuk berinvestasi lebih banyak pada industri pendukung atau dengan bekerjasama dengan perusahaan asing. h. Sebagian laba pada umumnya ditanamkan kembali pada pengembangan atau modernisasi industri terkait. i. Kemungkinan terjadi pelarian modal berkurang. 2.4.4. Kerugian Penanaman Modal Asing Dalam Berinvestasi a. Penyediaan
sejumlah
modal
oleh
perusahaan-perusahaan
multinasional
dalam
kenyataannya malah justru menurunkan tingkat tabungan maupun investasi domestikdi negara tuan rumah sehubungan dengan akan terciptanya aneka bentuk persaingan tidak sehat yang bersumber dari perjanjian-perjanjian produksi ekslusif antara pihak perusahaan multinasional dengan pihak pemerintah di negara tuan rumah. b. Tidak terlaksananya reinvestasi atas keuntungan yang mereka dapatkan dalam perekonomian tuan rumah. c. Terhambat atau terganggunnya perkembangan perusahaan-perusahaan domestik yang sebenarnya bisa menjadi pemasok barang sejenis. d. Terpacunya tingkat konsumsi domestik sehingga justru menurunkan minat masyarakat setempat untuk menabungkan atau menginvestasikan tambahan pendapatan
e. Dalam jangka panjang PMA dapat mengurangi penghasilan devisa baik dari sisi neraca transaksi berjalan maupun neraca modal. f. Kecilnya kontribusi yang didapatkan bagi penerimaan pemerintah dalam bentuk pajak yang disebabkan oleh adanya konsesi-konsesi pajak yang bersifat liberal, pemberian fasilitas penanaman modal yang berlebihan, subsidi-subsidi terselubung, serta proteksi yang diberikan oleh pemerintah negara tuan rumah.
2.4.5. Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) Pengertian PMDN yang terkandung dalam Undang-Undang No.6 tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) mencakup kriteria sebagai berikut (Bank Indonesia ,1995;103): a. Bagian dari kekayaan masyarakat Indonesia; b. Dimiliki oleh negara ataupun swasta nasional dan swasta asing yang berdomisili di Indonesia; c. Guna menjalankan suatu usaha; d. Modal tersebut tidak termasuk dalam pengertian pasal 2 Undang-Undang No.1 tahun 1967 tersebut diatas (Pasal 1 ayat 1) PMDN merupakan bagian dari penggunaan kekayaan yang dapat dilakukan secara langsung oleh pemilik sendiri atau secara tidak langsung, antara lain melalui pembelian obligasi, saham , deposito, dan tabungan yang jangka waktunya minimal tahun. Menurut Undang-Undang tersebut, perusahaan yang dapat menggunakan modal dalam negeri dapat dibedakan antara perusahaan nasional dan perusahaan asing, dimana perusahaan nasional dapat dimiliki seluruhnyaa oleh negara dan atau swasta nasional ataupun sebagai usaha
gabungan antara negara dan atau swasata nasional dengan swasta asing dimana sekurangkurangnya 51% modal dimiliki oleh negara atau swasta nasional. Pada prinsipnya semua bidang usaha terbuka untuk swasta/PMDN kecuali bidang-bidang yang menguasai hajat hidup orang banyak dan strategis.
2.4.6. Tujuan Investasi Pada dasarnya tujuan orang melakukan investasi adalah untuk mengahasilkan sejumlah uang. Tujuan investasi yang lebih luas adalah untuk meningkatkan kesejahteraan investor. Kesejahteraan dalam hal ini adalah kesejahteraan moneter, yang bisa diukur dengan penjumlahan pendapatan saat ini ditambah nilai saat ini pendapatan masa datang. Sumber dana untuk investasi bisa berasal dari aset-aset yang dimiliki saat ini, pinjaman dari pihak lain, ataupun dari tabungan. Investor yang mengurangi konsumsinya saat ini akan mempunyai kemungkinan kelebihan dana untuk ditabung. Dana yang berasal dari tabungan tersebut, jika diinvestasikan akan memberikan harapan meningkatnya kemampuan konsumsi investor di masa datang, yang diperoleh dari meningkatnya kesejahteraan investor tersebut. Secara lebih khusus lagi, ada beberapa alasan mengapa seorang melakukan investasi, antara lain adalah: 1. Untuk mendapatkan kehidupan yang lebih layak di masa datang. Seseorang yang bijaksana akan berpikir bagaimana meningkatkan taraf hidupnya dari waktu ke waktu atau setidaknya berusaha bagaimana mempertahankan tingkat pendapatnya yang ada sekarang agar tidak berkurang di masa yang akan datang. 2. Mengurangi tekanan inflasi.
Dengan melakukan investasi dalam pemilikan perusahaan atau obyek lain, seseorang dapat menghindarkan diri dari resiko penurunan nilai kekayaan atau hak miliknya akibat adanya pengaruh inflasi. 3. Dorongan untuk menghemat pajak Beberapa negara di dunia banyak melakukan pemberian fasilitas perpajak kepada masyarakat yang melakukan investasi pada bidang-bidang usaha tertentu.
2.5. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) PDRB digunakan untuk berbagai tujuan, tetapi yang terpenting adalah sering dianggap sebagai ukuran terbaik dari kinerja perekonomian (Mankiw,2007:23). 2.5.1. Metode Perhitungan PDRB 1. Metode Langsung A. Pendekatan produksi Pendekatan dengan cara ini dimaksudkan untuk menghitung netto barang dan jasa yang diproduksi oleh seluruh sektor ekonomi selama setahun disemua wilayah. Barang dan jasa yang di produksi ini dimulai dari harga produsen yaitu harga yang belum termasuk biaya transport dan pemasaran karena biaya transport akan dihitung sebagai pendapatan sektor transport, sedang biaya pemasaran akan dihitung sebagai pendapatan sektor perdagangan. Nilai barang dan jasa pada harga produsen ini merupakan nilai produksi bruto (NPB), sebab masih termasuk didalamnya biaya-biaya barang dan jasa-jasa yang dipakai dan dibeli dari sektor lain.
Untuk menghindari perhitungan dua kali (double account), maka biaya-biaya barang dan jasa-jasa harus dikeluarkan sehingga diperoleh nilai produksi netto atau disebut juga nilai tambah bruto (termasuk penyusutan dan pajak tidak langsung). B. Pendekatan Pendapatan PDRB dirumuskan jumlah seluruh balas jasa yang diterima oleh faktor produksi (berupa gaji dan upah, bunga, sewa dan laba) yang ikut serta dalam proses produksi suatu wilayah/region dalam jangka waktu tertentu, biasanya satu tahun, berdasarkan pengertian diatas, maka NTB adalah jumlah dari upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal, anak keuntungan, semuanya sebelum dipotong pajak penghasilan dan pajak langsung lainnya. C. Pendekatan Pengeluaran PDRB dihitung jumlah seluruh komponen pengeluaran akhir, meliputi pengeluaran konsumsi rumah tangga dan swasta yang tidak mencari keuntungan, pengeluaran konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap domestik bruto serta ekspor netto (yaitu ekspor dikurangi impor) didalam suatu wilayah/region dengan jangka tertentu/setahun. Dengan metode ini, penghitungan NTB bertitik tolak pada penggunaan akhir dan barang dan jasa yang diproduksi.
2. Metode Tidak Langsung Menghitung nilai tambah suatu kelompok ekonomi dengan mengalokasikan nilai tambah kedalam masing-masing kelompok kegiatan ekonomi pada tingkat regional. Sebagai alokator digunakan yang paling besar tergantung atau erat kaitannya dengan produktifitas kegiatan ekonomi tersebut. Pemakaian masing-masing metode pendekatan sangat tergantung pada data yang tersedia. Pada kenyataannya, pemakaian kedua metode tersebut akan saling menunjang satu sama lain,
karena metode langsung akan mendorong peningkatan kualitas data daerah, sedangkan metode tidak langsung akan merupakan koreksi dalam pembanding bagi data daerah.
2.5.2. PDRB Menurut Harga Berlaku dan Harga Konstan Pendapatan regional suatu propinsi dapat dipakai untuk mengukur kenaikan tingkat pendapatan masyarakat. Kenaikan itu dapat disebabkan oleh 2 faktor yaitu: -
Kenaikan pendapatan yang benar-benar dapat menaikkan daya beli penduduk (kenaikan riel).
-
Kenaikan pendapatan yang disebabkan oleh karena inflasi, kenaikan pendapatan yang disertai kenaikan harga pasar tidak menaikkan daya beli penduduk dan kenaikan semacam ini merupakan kenaikan pendapatan yang semu (tidak riel). Oleh karena itu berdasarkan kenyataan diatas, untuk mengetahui kenaikan pendapatan
yang sebenarnya (riel) maka faktor inflasi harus dieliminir. Pendapatan regional dengan faktor inflasi (faktor inflasi belum dihilangkan) merupakan pendapatan regional dengan harga yang berlaku. Sedangkan pendapatan regional dimana faktor inflasi tidak lagi diperhitungkan disebut dengan pendapatan regional atas harga konstan. 2.6. Inflasi 2.6.1. Pengertian Inflasi Banyak pengertian inflasi yang dapat kita jumpai pada beberapa sumber. Dari beberapa sumber tersebut ada yang menyatakan Inflasi adalah kenaikan harga secara umum, atau inflasi dapat juga dikatakan sebagai penurunan daya beli uang. Makin tinggi kenaikan harga makin turun nilai uang.Selain itu ada pula yang menyatakan Inflasi adalah suatu proses atau peristiwa kenaikan tingkat harga barang-barang secara umum.Dikatakan tingkat harga secara umum
karena barang dan jasa itu banyak sekali jumlah dan jenisnya.Ada kemungkinan harga sejumlah barang turun banyak barang lainnya yang justru naik harganya.Kenaikan satu dua barang saja bukan merupakan inflasi,kecuali bila kenaikan harga barang tersebut meluas pada sebagian besar harga barang-barang lainya.Inflasi dikatakan sebagai suatu proses kenaikan harga ,yaitu adanya kecenderungan bahwa harga barang meningkat secara terus-menerus. Definisi yang sama dari inflasi tersebut didefinisikan oleh ekonom Parkin dan Bade: menurut mereka inflasi adalah pergerakan kearah atas dari tingkatan harga. Ini berlawanan dengan deflasi, pergerakan menurun dari tingkatan harga. Batasan anatara inflasi dan deflasi adalah stabilitas harga. Secara mendasar ini berhubungan dengan harga, hal ini bisa juga disebut dengan berapa banyaknya uang (rupiah) untuk memperoleh barang tersebut. pengukuran tingkat inflasi sendiri yang paling umum dipakai adalah
Untuk
indeks harga barang
konsumsi (Consumtion Price Index atau CPI) dan GNP Deflator. Besarnya tingkat inflasi menjadi sangat penting bagi investor dalam menentukan real rate of return ( Agus Zainul,2007). 2.6.2. Teori-teori Inflasi Ada tiga kelompok yang mengemukakan teori inflasi yaitu: A. Teori Kuantitas Teori ini menerangkan penyebab proses terjadinya inflasi yang melanda sebuah perekonomian. Pendapat teori kuantitas (teori kaum klasik) ini menyatakan bahwa proses terjadinya inflasi disebabkan oleh : 1. Volume uang yang beredar Inflasi hanya bisa terjadi kalau ada penambahan volume uang yang beredar dalam masyarakat (uang giral dan kartal). Penambahan jumlah uang yang beredar ini merupakan sumber utama penyebab inflasi, karena volume uang yang beredar lebih besar dari kesanggupan
output untuk menyerapnya(volume uang lebih besar dari pada pendapan nasional). Bila jumlah uang yang beredar tidak ditambah, maka inflasi akan berhenti secara otomatis apapun penyebab kenaikan harga-harga dalam perekonomian tersebut. 2. Adanya perkiraan masyarakat akan kenaikan harga (Expectation) Kalau perkiraan masyarakat akan ada perubahan harga walaupun ada penambahan uang (tidak besar) tidak akan menyebabkan inflasi, karena perubahan harga yang terjadi masih kecil. Apabila akan ada perubahan harga yang cukup besar dan penambahan uang yang beredar, maka penambahan uang yang beredar tersebut akan dibelanjakan masyarakat, karena masyarakat ingin menghindari kerugian yang timbul seandainya mereka memegang uang tunai. Hal ini akan menyebabkan terjadinya inflasi dengan meningkatnya harga juga diiringi dengan penambahan uang yang beredar. Bila masyarakat mengharapkan harga-harga naik di masa yang akan datang, maka penambahan uang yang beredar akan sepenuhnya akan diwujudkan dalam permintaan efektif di pasar. Sehingga dengan laju volume uang yang beredar diikuti dengan kenaikan permintaan barang-barang akan mengakibatkan terjadinya kenaikan harga atau inflasi. B. Teori Keynes Keynes menyoroti factor inflasi melalui pendekatan teori ekonomi makronya. Menurut teori yang dikeluarkan Keynes, inflasi akan terjadi karena masyarakat ingin hidup diluar batas kemampuan pendapatannya(aktifitas ekonominya). Terjadinya inflasi melalui perebutan bagian rejeki diantara kelompok-kelompok social yang menginginkan bagian yang lebih besar dari pada yang bisa disediakan oleh masyarakat tersebut. Proses perebutan ini akhirnya diterjemahkan menjadi keadaan dimana permintaan masyarakat akan barang-barang selalu melebihi jumlah barang-barang yang tersedia(pendapatan nasional). Hal ini akan menimbulkan inflationary gap, yang timbul akibat golongan masyarakat yang berhasil merebut bagian pendapatan nasional yang
lebih besar, secara nyata diwujudkan dalam permintaan di pasar barang-barang. Karena permintaan total melebihi jumlah barang-barang yang tersedia, maka harga-harga naik sehingga timbullah inflasi. C. Teori Strukturalis Teori ini dikembangkan dari struktur perekonomian negara-negara berkembang, khususnya struktur(pengalaman) perekonomian Negara-negara Amerika latin. Ada dua factor yang menjadi masalah utama yang dapat menyebabkan inflasi dalam Negara berkembang berdasarkan teori strukturalis ini yaitu: 1. Ketidakelastisan penerimaan ekspor. Yaitu ekspor berkembang secara lamban dibanding sektor lain dalam perekonomian. Hal ini disebabkan naiknya harga barang-barang komoditi Negara-negara berkembang(hasil alam), dalam jangka panjang perkembangannya sangat lamban dibanding harga barang industri. Adanya perkembangan ekspor yang lamban juga merupakan penyebab adanya kelambanan untuk mengimpor barang-barang yang dibutuhkan(terutama barang modal untuk mengubah struktur perkonomian). Akibatnya Negara tersebut terpaksa mengambil kebijaksanaan yang menekankan pemakaian produksi dalam negeri(untuk memajukan industri dalam negeri) dan sebelumnya diimpor (walaupun hasil produksi dalam negeri lebih mahal harganya karena kurang efisien). Biaya produksi yang tinggi menyebabkan harga yang lebih tinggi. Disamping itu, bila proses subsitusi impor ini makin meluas , kenaikan biaya produksi juga akan makin meluas, sehingga makin banyak harga barang yang naik. Dengan demikian terjadi inflasi dalam perekonomian yang berkepanjangan. 2. ketidakelastisan dari supply atau produksi bahan makanan dalam negeri
Berakibat pertumbuhan produksi bahan makanan tidak secepat pertumbuhan penduduk dan pendapatan, sehingga harga bahan makanan cenderung untuk meningkat melebihi kenaikan harga barang-barang lain. Kenaikan harga bahan makanan ini mengakibatkan tuntutan kenaikan upah kaum buruh atau pekerja yang dampaknya akan menaikkan biaya produksi. Jika demikian, otomatis harga hasil produksi (pertanian dan industri) akan naik lagi, sehingga kenaikan harga barang menuntut kembali tingkat upah untuk dinaikkan.Begitu seterusnya, proses ini hanya akan berhenti apabila harga bahan makanan tidak ikut naik kembali. Akan tetapi, factor structural perekonomian tidak bisa menghentikan kenaikan harga bahan makanan, sehingga akan terjadi dorong-mendorong antara upah dan kenaikan harga,dan tidak akan berhenti sampai struktur perekonomian dapat diubah. 2.6.3. Jenis-jenis Inflasi Pengelompokan inflasi dari segi parah atau tidaknya, menitikberatkan pada seberapa besar laju tingkat inflasi dalam suatu periode tertentu. Disini Inflasi dapat dibedakan menjadi 4 tingkat yaitu : 1. Inflasi ringan yaitu inflasi yang laju pertumbuhannya lebih kecil dari 10% per tahun. 2. Inflasi sedang yaitu inflasi yang laju pertumbuhannya terletak antara 10%-30% per tahun. 3. Inflasi berat yaitu inflasi yang laju pertumbuhannya 30%-100% per tahun. 4. Hyper inflasi yaitu inflasi yang laju pertumbuhannya lebih dari 100% per tahun. 2.6.4. Pengaruh Inflasi Inflasi yang terjadi didalam suatu perekonomian memiliki beberapa pengaruh sebagai berikut : a) Inflasi dapat mendorong terjadinya redistribusi pendapatan diantara anggota masyarakat. Hal ini akan mempengaruhi kesejahteraan ekonomi dari anggota masyarakat, sebab distribusi
pendapatan yang terjadi akan menyebabkan pendapatan riil satu orang meningkat, tetapi pendapatan riil orang lainnya jatuh. Namun parah atau tidaknya pengaruh inflasi terhadap redistribusi pendapatan dan kekayaan tersebut adalah sangat tergantung pada apakah inflasi itu bersifat dapat diantisipasi ataukah tidak dapat diantisipasi sebelumnya. Inflasi yang tidak dapat diantisipasi sudah barang tentu mempunyai akibat yang jauh lebih serius terhadap redistribusi pendapatan dan kekayaan, dibandingkan inflasi yang dapat diantisipasi. b) Inflasi dapat menyebabkan penurunan dalam efisiensi ekonomi. Hal ini dapat terjadi karena inflasi dapat mengalahkan sumberdaya dari investasi yang produktif ke investasi yang tidak produktif sehingga mengurangi kapasitas ekonomi produktif. Ini disebut sebagai “Efficiency Effect of inflation”. c) Inflasi dapat menyebabkan perubahan-perubahan didalam output dan kesempatan kerja, dengan cara lebih langsung dengan memotivasi perusahaan untuk memproduksi lebih atau kurang dari yang telah dilakukan,dan juga memotivasi orang untuk bekerja lebih atau kurang dari yang telah dilakukan selama ini. Ini disebut “output and employment effect of Inflation”. d) Inflasi dapat menciptakan suatu lingkungan yang tidak stabil bagi keputusan ekonomi. Jika sekiranya konsumen memperkirakan bahwa tingkat inflasi dimasa mendatang akan naik, maka akan mendorong mereka untuk melakukan pembelian barang-barang dan jasa secara besarbesaran pada saat sekarang ketimbang mereka menunggu dimana tingkat harga sudah meningkat lagi. Begitu pula halnya dengan bank atau lembaga peminjaman lainnya, jika sekiranya mereka menduga bahwa tingkat inflasi akan menaik dimasa mendatang , maka mereka akan mengenakan tingkat bunga yang tinggi atas pinjaman yang diberikan sebagai langkah proteksi dalam menghadapi penurunan pendapatan riil dan kekayaan.
2.7. Penelitian Terdahulu Menurut penelitian Novita Linda yang berjudul Analisis pengaruh Investasi dan Tenaga Kerja terhadap PDRB Sumatera Utara, dijelaskan bahwa Investasi PMDN tahun sebelumnya berpengaruh positif terhadap PDRB Sumatera Utara. Hal ini berarti bahwa semakin meningkatnya investasi di Sumatera Utara maka akan meningkatkan juga PDRB Sumatera Utara. selanjutnya PMA tahun sebelumnya juga berpengaruh positif terhadap PDRB Sumatera Utara. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi PMA Sumatera Utara tahun sebelumnya akan meningkatkan PDRB Sumatera Utara. Nilai koefisien regresi investasi PMA sebesar 0,0421 berarti bahwa setiap peningkatan investasi PMA 100% maka menyebabkan peningkatan PDRB Sumatera Utara sebesar 4,21 persen, cateris paribus. Selanjutnya pengaruh tenaga kerja sendiri juga memberikan pengaruh positif terhadap PDRB Sumatera Utara. Nilai koefisien regresi jumlah tenaga kerja sebesar 2,8784 persen, berarti bahwa setiap peningkatan tenaga kerja 1 persen akan meningkatkan PDRB sebesar 2,8784 persen, cteris paribus. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi jumlah tenaga kerja maka semakin tinggi PDRB Sumatera Utara.