BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA, JENIS NARKOTIKA, EFEK NEGATIF PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA, PENYELIDIKAN DAN TEKNIK UNDERCOVER BUY
2.1 Pengertian Tindak Pidana Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dikenal dengan istilah stratbaar feit dan dalam kepustakaan tentang hukum pidana sering mempergunakan istilah delik, sedangkan pembuat undangundang merumuskan suatu undang-undang mempergunakan istilah peristiwa pidana atau perbuatan pidana atau tindak pidana. Tindak Pidana atau Strafbaar feit merupakan istilah asli bahasa Belanda yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan berbagai arti diantaranya yaitu, tindak pidana, delik, perbuatan pidana, peristiwa pidana maupun perbuatan yang dapat dipidana. Kata Strafbaar feit terdiri dari 3 kata, yakni straf, baar dan feit. Berbagai istilah yang digunakan sebagai terjemahan dari strafbaar feit itu, ternyata straf diterjemahkan sebagai pidana dan hukum. “Perkataan baar diterjemahkan dengan dapat dan boleh, sedangkan untuk kata feit diterjemahkan dengan tindak, peristiwa, pelanggaran dan perbuatan”25. Menurut Pompe pengertian tindak pidana atau strafbaar feit dibedakan menjadi: 1. Defenisi menurut teori memberikan pengertian “strafbaar feit” adalah suatu pelanggaran terhadap norma, yang dilakukan karena kesalahan si pelanggar dan diancam dengan pidana untuk mempertahankan tata hukum dan menyelamatkan kesejahteraan umum. 25
Adami Chazawi , 2002, Pengantar Hukum Pidana , Grafindo, Jakarta, hlm .69
21
22
2. Definisi menurut hukum positif, merumuskan pengertian “strafbaar feit” adalah suatu kejadiaan (feit) yang oleh peraturan perundangundangan dirumuskan sebagai perbuatan yang dapat dihukum. 26 Tindak pidana adalah merupakan suatu dasar yang pokok dalam menjatuhi pidana pada orang yang telah melakukan perbuatan pidana atas dasar pertanggung jawaban seseorang atas perbuatan yang telah dilakukannya, tapi sebelum itu mengenai dilarang dan diancamnya suatu perbuatan yaitu mengenai perbuatan pidanya sendiri, yaitu berdasarkan azas legalitas (Principle of legality) asas yang menentukan bahwa tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana jika tidak ditentukan terlebih dahulu dalam perundang-undangan, biasanya ini lebih dikenal dalam bahasa latin sebagai Nullum delictum nulla poena sine praevia lege (tidak ada delik, tidak ada pidana tanpa peraturan lebih dahulu), ucapan ini berasal dari Von Feurbach, sarjana hukum pidana Jerman. Asas legalitas ini dimaksud mengandung tiga pengertian yaitu: a. Tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana kalau hal itu terlebih dahulu belum dinyatakan dalam suatu aturan undang-undang. b. Untuk menentukan adanya perbuatan pidana tidak boleh digunakan analogi. c. Aturan-aturan hukum pidana tidak boleh berlaku surut. Tindak pidana merupakan bagian dasar dari pada suatu kesalahan yang dilakukan terhadap seseorang dalam melakukan suatu kejahatan. Jadi untuk adanya kesalahan hubungan antara keadaan dengan perbuatannya yang menimbulkan celaan harus berupa kesengajaan atau kelapaan. Dikatakan bahwa kesengajaan (dolus) dan kealpaan (culpa) adalah bentukbentuk kesalahan sedangkan istilah dari pengertian kesalahan (schuld) yang 26
Bambang Poernomo, Asas-asas Hukum Pidana, GhaliaIndonesia, Jakarta, hlm. 91
23
dapat menyebabkan terjadinya suatu tindak pidana adalah karena seseorang tersebut telah melakukan suatu perbuatan yang bersifat melawan hukum sehingga atas`perbuatannya tersebut maka dia harus bertanggung jawabkan segala bentuk tindak pidana yang telah dilakukannya untuk dapat diadili dan bilamana telah terbukti benar bahwa telah terjadinya suatu tindak pidana yang telah dilakukan oleh seseorang maka dengan begitu dapat dijatuhi hukuman pidana sesuai dengan pasal yang mengaturnya27. Setiap tindak pidana yang terdapat di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) pada umumnya dapat dijabarkan ke dalam unsur-unsur yang terdiri dari unsur subjektif dan unsur objektif. Unsur subjektif adalah unsur-unsur yang melekat pada diri si pelaku atau yang berhubungan dengan diri si pelaku, dan termasuk ke dalamnya yaitu segala sesuatu yang terkandung di dalam hatinya. Sedangkan unsur objektif adalah unsur-unsur yang ada hubungannya dengan keadaan-keadaan, yaitu di dalam keadaan-keadaan mana tindakan-tindakan dari si pelaku itu harus di lakukan28.
Unsur-unsur subjektif dari suatu tindak pidana itu adalah: 1. Kesengajaan atau ketidaksengajaan. 2. Maksud atau voornemen pada suatu percobaan atau pogging seperti yang dimaksud dalam Pasal 53 ayat 1 KUHP. 3. Macam-macam maksud seperti yang terdapat di dalam kejahatan-kejahatan pencurian, penipuan, pemerasan, pemalsuan dan lain-lain. 4. Merencanakan terlebih dahulu atau voorbedachte raad seperti yang terdapat di dalam kejahatan pembunuhan menurut Pasal 340 KUHP. 5. Perasaan takut yang antara lain terdapat di dalam rumusan tindak pidana menurut Pasal 308 KUHP.
27
Kartonegoro, Diktat Kuliah Hukum Pidana, Jakarta, Balai Lektur Mahasiswa, hlm. 62 P.A.F. Lamintang, 1997, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, hlm. 193 28
24
Unsur-unsur objektif dari sutau tindak pidana itu adalah: 1. Sifat melanggar hukum atau wederrechtelicjkheid. 2. Kwalitas dari si pelaku, misalnya kedaan sebagai seorang pegawai negeri di dalam kejahatan jabatan menurut pasal 415 KUHP atau keadaan sebagai pengurus atau komisaris dari suatu Perseroan Terbatas di dalam kejahatan menurut Pasal 398 KUHP. 3. Kausalitas yakni hubungan antara suatu tindak pidana sebagai penyebab dengan sesuatu kenyataan sebagai akibat.
2.2 Pengertian Narkotika dan Jenisnya Narkotika bukan lagi merupakan suatu hal yang baru bagi kita, hampir setiap hari baik di media massa cetak maupun elektronik diberitakan tentang masalah ini. Narkotika adalaha zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabakan penurunan atau perubahan kesadaran, silangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan. Istilah Narkotika berasal dari bahasa Inggris “Narkotic”, yang berarti obat bius, dan sedangkan dari bahasa Yunani “Narcosis” yang berarti menidurkan. Menurut beberapa para ahli Narkotika diartikan sebagai berikut: Menurut Sudarto, “Narkotika berasal dari bahasa Yunani “Narke”, yang berarti terbius sehingga tidak merasakan apa-apa. Jadi Narkotika adalah
25
merupakan suatu bahan yang menumpulkan rasa, menghilangkan rasa nyeri dan sebagainya”29. Menurut B.Bosu, “Narkotika adalah sejenis zat yang apabila di pergunakan atau di masukkan kedalam tubuh si pemakai akan menimbulakan pengaruh-pengaruh seperti berupa menenangkan, merangsang dan menimbulkan khayalan atau halusinasi”30. Dari aspek Yuridis, menurut Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. “Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan kedalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-undang ini atau yang kemudian ditetepkan dengan Keputusan Menteri Kesehatan.” Jenis-Jenis narkotika sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, terdiri atas 3 golongan yaitu: 1. Narkotika golongan I yang hanya digunakan untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan dilarang digunakan untuk kepentingan lainnya. Beberapa jenis narkotika yang termasuk dalam golongan initerdiri dari: a. Tanaman Papaver Somniferum L (opium). dan semua bagian-bagiannya termasuk buah dan jeraminya, kecuali bijinya. 29 30
Sudarto, 1981, Kapita Selekta Hukum Pidana, Alumni, Bandung, hlm. 36. B.Bosu, 1982, Sendi-Sendi Kriminologi, Usaha Nasional,Surabaya, hlm.68.
26
b. Opium mentah, yaitu getah yang membeku sendiri, diperoleh dari buah tanaman Papaver Somniferum L. c. Opium masak terdiri dari: a) Candu, hasil yang diperoleh dari opium mentah melalui suatu rentetan pengolahan khususnya dengan pelarutan, pemanasan dan peragian dengan atau tanpa penambahan bahan-bahan lain. b) Jicing, sisa-sisa dari candu setelah dihisap tanpa memperhatikan apakah candu itu dicampur dengan daun atau bahan lain. c) Jicingko, hasil yang diperoleh dari pengolahan jicing. d. Tanaman koka e. Daun koka f. Kokain mentah g. Kokaina h. Tanaman Ganja 2. Narkotika golongan II dimana golongan ini berkahasiat untuk pengobatan yang digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan, juga berpotensi tinggi yang mengakibatkan ketergantungan. Beberapa jenis narkotika yang termasuk dalam golongan ini terdiri dari : a. Alfasetilmetadol, Alfameprodia, Alfametadol, Alfaprodina, Alfetanil, Alliprodina, Aniileridina, Asetilmetadol b. Benzetidin, Benzilmorfina, Betamepordina, Betametadol, Betaprodina, Betasetilmetadol, Bezitramida
27
c. Dekstromoramida,
Diampromida,
Dieltiltiambutena,
Difenoksilat,
Difenoksin, Dihidromorfina, Demeteptanol, Dimenoksadol d. Egonina, termasuk ester dan derivatnya yang setara dengan ekgoninadan kokiana e. Morfin f. Opium g. Petidana beserta garam-garamnya 3. Narkotika golongan III dimana golongan ini berkhasiat untuk pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan, juga berpotensi yang mengakibatkan ketergantungan meskipun sifatnya ringan. Beberapa jenis narkotika yang termasuk dalam golongan ini adalah : a. Asetildihidrokodeina b. Dokstropropoksifem c. Dihidrokodeina Melihat dari golongan dan jenis Narkotika di atas dapat dilihat bahwa ada pengelompokan antara narkotika yang dipergunakan untuk pengobatan dan yang tidak dapat dipergunakan dalam pengobatan. Narkotika golongan I adalah narkotika yang tidak dapat dipergunakan untuk pengobatan karena mempunyai potensi menyembabkan ketergantungannya sangat tinggi. Sedangkan narkotika golangan II dan III walaupun dapat menyembabkan ketergantungan juga, akan tetapi galongan narkotika ini sangat dibutuhkan untuk menyembuhkan penyakitpenyakit tertentu, dan menghilangkan rasa sakit/nyeri pada pembedahan.
28
2.3 Efek Negatif Penyalahgunaan Narkotika Pengertian Penyalahgunaan Narkotika adalah “penggunaan narkotika bukan untuk maksud pengobatan akan tetapi ingin menikmati pengaruhnya, dalam jumlah yang berlebihan, teratur dan cukup lama sehingga menyebabkan gangguan kesehatan, fisik, mental dan kehidupan sosialnya, atau yang biasa disebut sebagai pengguna” 31. Penyalahgunaan Narkotika berkaitan erat dengan tindak pidana dan kejahatan narkotika. Kejahatan narkotika adalah orang yang menyalahgunakan narkotika dengan cara mengimpor, pengekspor, menawarkan untuk dijual, menyalurkan, menjadi pembeli, menyerahkan, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, atau menukar narkotika dengan tanpa hak dan melawan hukum secara individual maupun secara terorganisasi atau bias disebut pengedar. Dampak negatif yang ditimbulkan akibat penyalahgunaan dan kejahatan narkotika secara factual demikian besar dan memiliki relevansi terhadap beberapa aspek kehidupan manusia. Sehingga nantinya diperlukan suatu upaya dalam menanggulangi penyalahgunaan dan kejahatan narkotika tersebut, penanggulangan pun tidak dapat dilakukan sendiri-sendiri, namun harus melibatkan seluruh instansi/ pihak berwenang terkait serta seluruh potensi komponen masyarakat, guna mendapatkan hasil yang sesui dengan yang diharapkan, secara terprogram, periodik, dan berkelanjutan serta berkesinambungan. Oleh karena dampak negatif narkotika, akan dapat menimbulkan kerugian dalam kehidupan masyarakat, ekonomi sosial dan budaya32. Dampak negatif penyalahgunaan narkotika secara faktual akan terlihat: 31
Badan Narkotika Nasional, 2007, Pedoman Pelaksanaan P4GN melalui Peran Serta Kepala Desa/Lurah Babinkantibmas dan PLKB di tingkat Desa/Kelurahan,Jakarta, hlm.19. 32 Wimanjaya K. Liotohe,1981, Bahaya Narkotika, Petrajaya, Jakarta, hlm.7.
29
1. Terhadap Psikologi/ Kejiwaan a. Merubah kepribadian secara drastis, murung, pemarah dsb. b. Menimbulkan sifat masa bodoh terhadap diri sendiri, sekolah, rumah, pakaian, tempat tidur dsb. c. Semangat belajar menurun dan suatu ketika sikorban bersikap seperti orang gila, karena reaksi narkotika. d. Sering mengadakan seks bebas, karena sudah tidak mampu memperhatikan lagi norma-norma kemasyarkatan, norma agama, norma social/ kesopanan maupun norma hukum. e. Tidak segan-segan menyiksa diri dengan ingin menghilangkan rasa nyeri atau menghilangkan rasa ketergantungan obat bius. f. Menjadi pemalas dan tidak segan-segan mencuri uang atau barang sekalipun dalam keluarga. g. Tidak mengenal sopan santun dan sering mencemarkan nama baik keluarganya. h. Sering mengganggu ketertiban umum dan sering melakukan tindakan kriminal 33. 2. Terhadap Kesehatan 1) Terjadinya kasus ketergantungan fisik yaitu kondisi dimana seseorang mengalami fungsi fisiologi dan biokimia tubuh, jika tuntutan konsumsi narkotika tersebut tidak dipenuhi, misalnya diare berat, gangguan penglihatan, gangguan jantung, dehidrasi berat, gangguan partus wanita hamil, depresi pernafasan yang fatal, lidah terasa kaku, hypotensi, gangguan sexual dsb. 2) Terjadinya ketergantungan pisikis yaitu kondisi dimanaseseorang mengalami gangguan mental/ kejiwaan, jika tuntutan konsumsi narkotika tidak dipenuhi, maka berakibat misalnya gelisah, takut, khawatir, mual, ngantuk, konsentrasi sering menjadi hilang, lepas kendali terhadap moral, social, bersikap apatis dan lesu34. 3. Terhadap Perekonomian Apabila dilihat dari aspek koban sebagai pecandu penyalahgunaan narkotika, sudah dapat dipastikan kondisi ekonominya semakin hari semakin berkurang dan lemah. Oleh karena untuk memenuhi kebutuhan konsumsi akan zat-zat narkotika itu harganya sangat mahal, sehingga memerlukan biaya yang cukup besar. Bagi keluarga si pecandu sendiri, akan memerlukan biaya yang 33
Mudji Waluo dkk, 2001, Penanggulangan Penyalahgunaan Bahaya Narkotika, Dalam Majalah Bayangkara, Dik. Bimas, Polri, Jakarta, hlm.12. 34 Anak Agung Ngurah Wirasila, 2008, Diktat Kuliah Tindak Pidana Narkotika Dan Psikotropika, Universitas Udayana, Denpasar, hlm. 20
30
besar dalam upaya proses pengobatan atau penyembuhan dan rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Demikian pula bagi Negara, akan mengalami kerugian yang besar, karena zat-zat narkotika itu masuk melalui pintu-pintu yang illegal, baik darat, laut dan udara, sehingga luput dari pajak pemasukan barang ke Indonesia, secara otomatis tidak akan dapat dimasukkan kedalam devisa Negara. Pengeluaran uang Negara juga akan bertambah untuk oprasional program pembinaan dan pendidikan tenaga medis dibidang narkotika,
termasuk
juga
dalam
pengadaan
sarana
prasarana
guna
terlaksananya oprasional tersebut. 4. Terhadap Sosial, Budaya dan Agama Seorang pecandu yang sudah ketergantungan pada umumnya tidak akan pernah memperhatikan norma-norma social dimana mereka hidup dalam masyarakat. Para pecandu sering dikucilkan oleh lingkungan masyarakatnya, oleh karena masyarakat taukut apabila salah satu dari anggota keluarganya tertular dan terlibat (terkena pengaruh) kedalam penyalahgunaan narkotika yang menyesatkan. Para pecandu umumnya juga sangat sulit untuk dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan social kemasyarakatan di lingkungan dimana mereka tinggal. Demikian juga terhadap keluarga dilingkungan pecandu hidup, sering mendapat kritikan social bahkan tidak menutup kemungkinan keluarga juga dikucilkan dalam pergaulan hidup kemasyarakatan. Dari aspek agama, bagi pecandu akan sangat sulit sekali untuk mengikuti petunjuk-petunjuk perintah-perintah suatu ajaran agama yang diyakini dan dianutnya.
dan
31
5. Terhadap Beberapa Kriminalitas Para pecandu narkotika yang tingkat ktergantungannya telah demikian berat, sudah tentu dalam hidup dan kehidupannya senantiasa harus mengkonsumsi zat-zat narkotika, bila tidak, maka dapat mengakibatkan kesehatan atau nyawanya terancam akan meregang. Demikian pula terhadap rohani atau fikirannya akan cepat terganggu bila tidak dapat mengkonsumsi zat zat narkotika itu, sehingga emosinya meningkat, sedangkan biaya untuk memenuhi zat-zat narkotika itu, si pecandu narkotika sudah tidak memiliki lagi. Maka dari situasi dan kondisi inilah, tidak tertutup si pecandu akan melakukan tindakan yang melanggar koridor-koridor hukum yang berlaku, seperti melakukan pencurian (baik dalam keluarga maupun diluar lingkungan keluarga), melakukan pemerasan dan pengancaman atau penodongan atau penjambretan, penganiayaan atau penyiksaan, kejahatan yang berhubungan dengan
kesusilaan/kesopanan
bahkan
tidak
segan-segan
melakukan
pembunuhan35.
2.4 Penyelidikan Penyelidikan berdasarkan Pasal 1 butir ke 5 KUHAP adalah serangkaian tindakan/penyelidikan untuk mencari dan menemukan suatu pristiwa yang diduga sebagai tidak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penydikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini. Dengan kata lain penyelidikan dilakukan sebelum penyidikan. “Penyelidikan berarti penyelidik berupaya atas inisiatif sendiri untuk menemukan suatu pristiwa yang diduga 35
Soedjono D, 1977, Narkotika dan Remaja, Alumni, Bandung, hlm. 56.
32
sebagai tindak pidana. Akan tetapi biasanya penyelidik/penyidik baru mulai melaksanakan tugasnya setelah adanya laporan/pengaduan dari pihak yang dirugikan” 36. Berdasarkan Pasal 4 KUHAP, ditentukan penyelidik adalah setiap pejabat polisi negara Republik Indonesia (POLRI). Dalam pasal 5 ayat (1) huruf (a) KUHAP penyelidik mempunyai wewenang sebagai berikut: 1. Menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana. 2. Mencari keterangan dan barang bukti. 3. Menyuruh berhenti seorang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri. 4. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
2.5 Teknik Undercover Buy Dengan
semakin
meningkatnya
penyalahgunaan
narkotika
maka
diperlukan suatu cara atau teknik untuk menanggulanginya. Salah satu teknik yang dpergunakan adalah teknik Undercover Buy (pembelian terselubung). Teknik pembelian terselubung berperan penting dalam pengungkapan tindak pidana narkotika, terutama pada saat pengumpulan barang bukti terhadap tindak pidana narkotika. Pengertian Undercover atau penyusupan adalah suatu operasi penyidikan yang sifatnya tertutup dan dirahasiakan, kegiatan ini disamarkan sedemikian rupa sehingga orang-orang yang melakukan dan segala kegiatanya tidak boleh menimbulkan kecurigaan pada orang disusupi. Tindakan Pembelian Terselubung (undercover buy) diatur dalam pasal 75 huruf J undang-undang 36
Leden Marpaung, 2011, Proses Penanganan Perkara Pidana,Jakarta,Sinar Grafika.
hlm. 6
33
narkotika yang artinya penyidik narkotika dan prekursor narkotika berhak untuk melakukan atau bertindak langsung sebagai pembeli. Pembelian Terselubung (undercover buy) sebagai sebuah teknik yang dilakukan oleh penyidik dalam tindak pidana narkotika dan prekursor narkotika dapat
kita
lihat
pengertianya
dalam
petunjuk
lapangan
No.
Pol.
Juklap/04/VIII/1983 disebutkan bahwa Pembelian terselubung (undercover buy) adalah suatu teknik khusus dalam penyelidikan kejahatan narkotika dan precursor narkotika, dimana seorang informan atau anggota polisi (dibawah selubung), bertindak sebagai pembeli dalam suatu transaksi gelap jual beli narkotika, dengan maksud pada saat terjadi hal tersebut si penjual atau perantara atau orang-orang yang berkaitan supply narkotika dan precursor narkotika dapat ditangkap beserta barang bukti apa adanya. Sebelum diadakan pembelian terselubung (undercover buy) maka diadakan kegiatan-kegiatan berupa pertemuan, perundingan-perundingan dengan dengan pengedar narkotika dan prekursor narkotika untuk memungkinkanya dilakukan teknik pembelian terselubung. Bila dimungkinkan pembelian terselubung ini dilakukan oleh lebih dari satu orang. Hal ini bergantung kepada situasi dan kondisi. Setelah dilakukan berupa transaksi dan dari pihak lawan tidak terdapat kecurigaan terhadap orang-orang terselubung maka kemudian ditentukan saat yang tepat untuk melakukan operasi terselubung. Perencanaan yang baik akan menentukan operasi yang baik pula,sehingga usaha yang dilakukan sebelumnya akan dapat dinikmati keberhasilanya. Kegagalan dalam sebuah operasi narkotika dan psikotropika ini tidak hanya akan
34
menggangu keamanan dan ketertiban di dalam masyarakat tetapi juga akan membahayakan orang-orang yang terlibat di dalam operasi tersebut.