18
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PELAKU USAHA
2.1
Hukum Perlindungan Konsumen
2.1.1
Pengertian Hukum Perlindungan Konsumen Ada dua istilah mengenai hukum yang mempersoalkan konsumen, yaitu
hukum konsumen dan hukum perlindungan konsumen. Oleh Az. Nasution dijelaskan bahwa kedua istilah ini berbeda, yaitu bahwa hukum perlindungan konsumen adalah bagian dari hukum konsumen. Hukum konsumen menurut beliau adalah “keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah yang mengatur kaitan dengan barang dan atau jasa konsumen, di dalam pergaulan hiudp.1 Sedangkan hukum perlindungan konsumen diartikan sebagai “keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur dan melindungi konsumen dalam hubungan dan masalahnya dengan para penyedia barang dan atau jasa.
2
Hukum konsumen
dan hukum perlindungan konsumen ini membicarakan hal yang sama yaitu kepentingan hukum (hak-hak) konsumen. Bagaimana hak-hak konsumen itu diatur dan ditegakan di dalam praktik kehidupan bermasyarakat.
1
Az. Nasution, 2014, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung,h.37 2 ibid,h.38
19
Perlindungan
konsumen
adalah
istilah
yang
dipakai
untuk
menggambarkan perlindungan hukum yang diberikan kepada konsumen dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhan dari hal-hal yang merugikan konsumen itu sendiri. Undang-undang perlindungan konsumen menyatakan bahwa perlindungan konsumen itu adalah upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk 18 memberi perlindungan kepada konsumen. Perlindungan konsumen memiliki cakupan yang luas, meliputi perlindungan konsumen terhadap barang dan jasa, yang berawal dari tahap kegiatan untuk mendapatkan barang dan jasa hingga sampai akibat-akibat dari pemakaian barang dan/jasa tersebut. Cakupan perlindungan konsumen itu dapat dibedakan dalam dua aspek, yaitu3 1.
Perlindungan terhadap kemungkinan barang yang diserahkan kepada konsumen tidak sesuai dengan apa yang telah disepakati.
2.
Perlindungan terhadap diberlakukannya syarat-syarat yang tidak adil kepada konsumen. Jadi Hukum Perlindungan Konsumen itu adalah keseluruhan asas-asas dan
kaidah-kaidah yang mengatur dan melindungi konsumen dalam hubungan dan masalah penyediaan dan penggunaan produk konsumen antara penyedia dan penggunanya, dalam kehidupan masyarakat. 2.1.2
3
h.22.
Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen
Zulham, 2013, Hukum Perlindungan Konsumen, Kencana Prenada Media Grup, Jakarta,
20
Berdasarkan pasal 2 Undang-undang Nomor 8 tahun 1999, terdapat lima asas yang terkandung dalam usaha memberikan perlindungan hukum kepada konsumen yaitu 1.
Asas manfaat Mengamanatkan
bahwa
segala
upaya
dalam
penyelengaraan
perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan. Asas ini
menghendaki
bahwa
pengaturan
dan
penegakan
hukum
perlindungan konsumen tidak dimaksudkan untuk menempatkan salah satu pihak diatas pihak lain atau sebaliknya, tetapi untuk memberikan produsen-pelaku usaha, dan konsumen apa yang menjadi haknya. Diharapkan bahwa hukum perlindungan konsumen ini memberikan manfaat bagi seluruh lapisan masyarakat dan bermanfaat bagi kehidupan bangsa. 2.
Asas keadilan Dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil. Asas ini menghendaki bahwa melalui pengaturan dan penegakan hukum perlindungan konsumen ini, konsumen dan produsen-pelaku usaha dapat berlaku adil melalui perolehan hak dan penunaian kewajiban secara seimbang. 3. Asas keseimbangan
21
Asas ini dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil dan spiritual.
Asas ini menghendaki agar konsumen,
produsen-pelaku usaha, dan pemerintah memperoleh manfaat yang seimbang dari pengaturan dan penegakan hukum perlindungan konsumen.
Kepentingan antara konsumen, produsen-pelaku usaha,
dan pemeintah diatur dan harus diwujudkan secara seimbang sesuai dengan hak dan kewajibannya masing-masing. 4. Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen Asas ini dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan. Asas ini menghendaki adanya jaminan hukum bahwa konsumen akan memperoleh manfaat dari produk yang dikonsumsi atau dipakainya, dan sebaliknya bahwa produk ini tidak akan mengancam ketentraman dan keselamatan jiwa dan harta bendanya. Maka Undang-Undang ini membebankan sejumlah kewajiban
yang harus dipenuhi dan
menetapkan sejumlah larangan yang harus dipatuhi produsen-pelaku usaha dalam memproduksi dan mengedarkan produknya. 5. Asas Kepastian Hukum Asas ini dimaksudkan agar pelaku usaha maupun konsumen menaati hukum
dan
memperoleh
keadilan
dalam
penyelenggaraan
perlindungan konsumen, serta Negara menjamin kepastian hukum.
22
Undang-undang ini mengharapkan bahawa aturan-aturan tentang hak dan kewajiban yang terkandung dalam undang-undang ini harus diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari sehingga masing-masing pihak memperoleh keadilan. Dalam Pasal 3 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, tujuan yang ingin dicapai adalah : a. Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri. b. Mengangkat
harkat
dan
martabat
konsumen
dengan
cara
menghindarkannya dari ekses negative pemakaian barang dan/atau jasa. c. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen. d. Menciptakan system perlindungan konsumen yang mengandung unsure kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi. e. Menumbuhkan
kesadaran
pelaku
usaha
mengenai
pentingnya
perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggungjawab dalam berusaha. f. Meningkatkan
kualitas
barang
dan/atau
jasa
yang menjamin
kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.
23
Pasal 3 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen ini merupakan isi pembangunan nasional sebagaimana disebutkan dalam pasal 2 sebelumnya, karena tujuan perlindungan konsumen yang ada itu merupakan sasaran akhir yang harus dicapai dalam pelaksanaan pembangunan hukum perlindungan konsumen.
Achmad Ali mengatakan masing-masing
undang-undang memiliki tujuan khusus.4 Hal ini juga tampak dari pengaturan pasal 3 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang mengatur tujuan khusus perlindungan konsumen, sekaligus membedakan dengan tujuan umum sebagaimana diatur dalam pasal 2 diatas. Keenam tujuan khusus perlindungan konsumen dikelompokan kedalam tiga tujuan hukum secara umum, maka tujuan hukum untuk mendapatkan keadilan terlihat dalam rumusan huruf c, dan huruf e. Sementara tujuan untuk memberikan kemanfaatan dapat diliat dalam rumusan a, dan b, termasuk huruf, c, d dan f. Terakhir tujuan khusus yang diarahkan untuk tujuan kepastian hukum terdapat dalam rumusan huruf d. 2.2
Konsumen
2.2.1
Pengertian Konsumen Istilah konsumen berasal dan alih bahasa dari kata consumer, secara
harfiah arti kata consumeradalah (lawan dari produsen) setiap orang yang menggunakan barang. Kamus Umum Bahasa Indonesia mendefinisikan konsumen
4
Ahmadi Miru & Sutarman Yodo, 2014, Hukum Perlindungan Konsumen, Rajawali Pers, Jakarta, h.34.
24
sebagai lawan produsen, yakni pemakai barang-barang hasil industri, bahan makanan dan sebagainya.5 Menurut Pasal 1 angka (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Sebagaimana disebutkan dalam penjelasan pasal 1 angka 2 tersebut bahwa konsumen yang dimaksud adalah konsumen akhir (end consumer) yang dikenal dalam kepustakaan ekonomi. Inosentius Samsul menyebutkan bahwa konsumen adalah pengguna atau pemakai akhir suatu produk, baik sebagai pembeli maupun diperoleh melalui cara lain, seperti pemberian, hadiah, dan undangan.6 Mariam Darus Badrul Zaman ,mendefinisikan konsumen dengan cara mengambil alih pengertian yang digunakan oleh kepustakaan belanda, yaitu “Semua individu yang menggunakan barang dan jasa secara konkret dan riil.7 Di Amerika Serikat, pengertian konsumen meliputi “korban produk yang cacat” yang bukan hanya meliputi pembeli tetapi juga korban yang bukan pembeli tetapi pemakai, bahkan korban yang bukan pemakai memperoleh perlindungan yang sama dengan pemakai. Sedangkan di Eropa, pengertian konsumen
5
WJS, Poerwadarminta, 1976, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta,
h.521. 6
Inosentius Samsul, 2004, Perlindungan Konsumen, Kemungkinan Penerapan Tanggung Jawab Mutlak, Universitas Indonesia, Jakarta, h.34. 7 Mariam Darus Badrul Zaman, 1981, Pembentukan Hukum Nasional dan Permasalahannya, Alumni, Bandung, h.48.
25
bersumber dari Product Liability Directive(selanjutnya disebut directive) sebagai pedoman bagi Negara MEE dalam menyusun ketentuan Hukum Perlindungan Konsumen. Berdasarkan Directivetersebut yang berhak menuntut ganti kerugian adalah pihak yang menderita kerugian (karena kematian atau cidera) atau kerugian berupa kerusakan benda selain produk yang cacat itu sendiri.8 Dari beberapa pengertian diatas maka konsumen dapat dibedakan menjadi tiga batasan yaitu9 1. Konsumen komersial (commercial consumer), adalah setiap orang yang mendapatkan barang dan/atau jasa yang digunakan untuk memproduksi barang dan/atau jasa lain dengan tujuan mendapatkan keuntungan. 2. Konsumen antara (intermediate consumer), adalah setiap orang yang mendapatkan
barang
dan/atau
jasa
yang
digunakan
untuk
diperdagangkan kembali juga dengan tujuan mencari keuntungan. 3. Konsumen akhir (ultimate consumer/end user), adalah setiap orang yang mendapatkan dan menggunakan barang dan/atau jasa untuk tujuan memenuhi kebutuhan kehidupan pribadi, keluarga, orang lain, dan makhluk hidup lainnya dan tidak untuk diperdagangkan kembali dan/atau untuk mencari keuntungan kembali.
8
Nurhayati Abbas, 1996, Hukum Perlindungan Konsumen dan Beberapa Aspeknya, Makalah Elips Project, Ujungpandang, h.13. 9 Az. Nasution, 2002, Hukum Perlindungan Konsumen, Suatu Pengantar, Diadit Media, Jakarta, h.13.
26
2.2.2
Hak dan Kewajiban Konsumen Menurut pasal 4 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen, Hak Konsumen adalah : a. hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengonsumsi barang dan/atau jasa; b. hak untuk memilih dan mendapatkan barang dan/atau jasa sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan; c. hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa; d. hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan; e. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut; f. hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen; g. hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; h. hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya; i. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya. Kewajiban Konsumen adalah a. membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa demi keamanan dan keselamatan; b. beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa; c. membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati; d. mengikuti upaya hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut. Hak-hak konsumen sebagaimana disebutkan diatas dapat dijelaskan bahwa hak atas kenyaman , keamanan, dan keselamatan mengandung pengertian bahwa konsumen berhak untuk mendapatkan produk yang nyaman, aman, dan yang memberi keselamatan. Maka dari itu konsumen harus dilindungi dari segala bahaya yang mengancam kesehatan, jiwa, dan harta bendanya karena memakai
27
atau mengonsumsi produk seperti makanan. Agar konsumen terhindar dari adanya kerugian-kerugian maka konsumen dapat memutuskan untuk memilih suatu produk yang cocok untuk dirinya (hak untuk memilih). Apabila setelah mengonsumsi konsumen merasa dirugikan karena produk yang dikonsumsinya tidak sesuai dengan informasi yang diterimanya maka konsumen berhak untuk di dengar keluhan atau pendapatnya dan termasuk juga berhak mendapatkan penggantian kerugian atas kerugian yang diderita. 2.3
Pelaku Usaha
2.3.1
Pengertian Pelaku Usaha Menurut pasal 1 angka 3 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen, pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi. Berdasarkan pengertian diatas yang termasuk dalam kelompok pelaku usaha adalah perusahaan, koperasi, BUMN, koperasi, importir, pedagang, distributor, dan lain-lain. Produsen tidak hanya diartikan sebagai pelaku usaha pembuat/pabrik yang menghasilkan produk saja, tetapi juga mereka yang terkait dengan penyampaian atau peredaran produk hingga sampai ke tangan
28
konsumen.10 Pengertian pelaku usaha dalam pasal 1 angka 3 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen cukup luas karena meliputi grosir, leveransir, dan pengecer professional. Cakupan luasnya pengertian pelaku usaha ini memiliki persamaan dengan pengertian pelaku usaha dalam Masyarakat Eropa terutama negara Belanda, bahwa disini yang dapat dikualifikasikan sebagai produsen adalah pembuat produk jadi (finished product); penghasil bahan baku; pembuat suku cadang; setiap orang yang menampakan dirinya sebagai produsen, dengan jalan mencantumkan namanya, tanda pengenal tertentu, atau tanda lain yang membedakan dengan produk asli, pada produk tertentu; importir suatu produk dengan maksud untuk dijualbelikan, disewakan, disewagunakan (leasing), atau bentuk distribusi lain dalam transaksi perdagangan; pemasok (supplier), dalam hal identitas dari produsen atau importir tidak dapat ditentukan.11 Pengertian pelaku usaha yang bermakna luas ini akan memudahkan konsumen untuk menuntut ganti kerugian. Konsumen yang dirugikan akibat penggunaan produk tidak begitu kesulitan dalam menemukan kepada siapa tuntutan diajukan, karena banyak pihak yang dapat digugat. Pelaku usaha yang meliputi berbagai bentuk/jenis usaha sebagaimana yang dimaksud dalam UUPK, sebaiknya ditentutan urutan-urutan yang seharusnya digugat oleh konsumen
10
Janus Sidabalok, 2014, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, h.13 11 Johannes Gunawan, 1994, “Product Liability” Dalam Hukum Bisnis Indonesia, Pro Justitia, Jakarta, h.7, dikutip dari Ahmadi Miru & Sutarman Yodo, 2014, Hukum Perlindungan Konsumen, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, h.8.
29
manakala dirugikan oleh pelaku usaha. Adapun urutan-urutan tersebut sebaiknya disusun sebagai berikut :12 a. yang pertama digugat adalah pelaku usaha yang membuat produk tersebut jika berdomisili di dalam negeri dan domisilinya diketahui oleh konsumen yang dirugikan. b. apabila produk yang merugikan konsumen tersebut diproduksi di luar negeri, maka yang digugat adalah importirnya, karena UUPK tidak mencakup pelaku usaha di luar negeri. c. apabila produsen maupun importir dari suatu produk tidak diketahui, amka yang digugat adalah penjual dari siapa konsumen membeli barang tersebut. 2.3.2
Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha Hak dan Kewajiban pelaku usaha menurut Undang-undang Nomor 8
Tahun 1999 sebagai berikut : Hak pelaku usaha terdapat dalam pasal 6 yaitu a. hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan; b. hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik; c. hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen; d. hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
12
Ahmadi Miru,& Sutarman Yodo, op.cit, h.10.
30
e. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya. Pokok-pokok hak dari produsen dan pelaku usaha adalah13 a.
Menerima pembayaran;
b.
Mendapat perlindungan hukum;
c.
Membela diri;
d.
Rehabilitasi. Hak menerima pembayaran artinya bahwa produsen-pelaku usaha berhak
menerima sejumlah uang sebagai pembayaran atas produk yang dihasilkan dan diserahkannya kepada pembeli. Hak mendapat perlindungan hukum berarti produsen-pelaku usaha berhak memperoleh perlindungan hukum jika ada tindakan pihak lain, yaitu konsumen, yang dengan itikad tidak baik menimbulkan kerugian baginya. Hak membela diri berarti produsen-pelaku usaha berhak membela diri dan membela hak-haknya dalam proses hukum apabila ada pihak lain yang mempermasalahkan atau merugikan haknya. Hak rehabilitasi artinya produsenpelaku usaha berhak memperoleh rehabilitasi atas nama baiknya (dipulihkan nama baiknya) sebagai produsen-pelaku usaha jika karena suatu tuntutan akhirnya terbukti bahwa produsen-pelaku usaha ternyata bertindak benar menurut hukum. Menyangkut hak pelaku usaha dalam huruf b, c, d, merupakan hak-hak yang lebih banyak berhubungan dengan para pihak aparat pemerintah dan/atau badan penyelesaian sengketa konsumen atau pengadilan dalam tugasnya
13
Janus Sidabalok, op.cit, h.72.
31
melakukan penyelesaian sengketa. Melalui hak-hak tersebut diharapkan adanya perlindungan terhadap konsumen secara berlebihan hingga mengabaikan kepentingan pelaku usaha tersebut dapat dihindari. Kewajiban pelaku usaha diatur dalam pasal 7 yaitu a. beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya; b. memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta member penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan; c. memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; d. menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku; e. memberikan kesempatan kepada konsumen untuk menguji dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan; f. memberi kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan; g. memberikan kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian kerugian apabila barang dan/atau barang yang diterima atau dimanfaatkan konsumen tidak sesuai dengan perjanjian. Kewajiban beritikad baik berarti produsen-pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan usahanya wajib melakukannya dengan itikad baik, yaitu secara berhatihati, mematuhi dengan aturan-aturan, serta dengan penuh tanggung jawab. Kewajiban
pelaku
usaha
dalam
beritikad
baik
dimulai
sejak
barang
dirancang/diproduksi sampai pada tahap purna penjualan. Kewajiban memberi informasi berarti produsen-pelaku usaha wajib memberi informasi kepada masyarakat konsumen atas produk dan segala hal sesuai mengenai produk yang dibutuhkan konsumen. Informasi itu adalah informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan
32
penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan. Kewajiban melayani berarti produsenpelaku usaha wajib memberi pelayanan kepada konsumen secara benar dan jujur serta
tidak
membeda-bedakan
cara
ataupun
kualitas
pelayanan
secara
diskriminatif. Kewajiban memberi kesempatan berarti produsen-pelaku usaha wajib memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji atau mencoba produk tertentu sebelum konsumen memutuskan membeli atau tidak membeli, dengan maksud agar konsumen memperoleh keyakinan akan kesusilaan produk dengan kebutuhannya. Kewajiban memberi kompensasi berarti produsen-pelaku usaha wajib memberi kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian kerugian akibat tidak atau kurang bergunanya produk untuk memenuhi kebutuhan sesuai dengan fungsinya dan karena tidak sesuainya produk yang diterima dengan yang diperjanjikan. 2.3.3
Perbuatan Yang Dilarang Bagi Pelaku Usaha Sebagai upaya untuk menghindarkan akibat negatif dari pemakaian
barang dan/atau jasa maka undang-undang menentukan berbagai larangan sebagai berikut: (1) Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang: a. tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan; b. tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih, atau netto, dan jumlah dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut; c. tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan, dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya;
33
d. tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan, atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang dan/atau jasa; e. tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut; f. tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan, atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut; g. tidak mencantumkan tanggal kadaluarsa atau jangka waktu penggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu; h. tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan “halal” yang dicantumkan dalam label; i. tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha, serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus dipasang/dibuat; j. tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. (2) Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang dimaksud. (3) Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar. (4) Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat (1) dan ayat (2) dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib menariknya dari peredaran. Substansi pasal ini tertuju pada dua hal yaitu larangan larangan memproduksi barang dan/atau jasa, dan larangan memperdagangkan barang dan/atau jasa yang dimaksud. Larangan-larangan yang dimaksud ini hakekatnya menurut Nurmadjito yaitu untuk mengupayakan agar barang dan/atau jasa yang beredar di masyarakat merupakan produk yang layak edar, antara lain asal-usul, kualitas sesuai dengan informasi pengusaha baik melalui label, etiket, iklan dan
34
lain sebagainya.14Selain itu menyimak dari larangan-larangan yang diatur di dalam beberapa pasal dari Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen di atas dapat dipahami bahwa :15 1. Larangan-larangan itu mempertegas pelaksanaan kewajiban produsenpelaku usaha. 2. Larangan-larangan itu juga dimaksudkan untuk melindungi dua macam kepentingan
yaitu
kepentingan
umum
yang
berkaitan
dengan
perekonomian dan pembangunan nasional, dan kepentingan individu yang berkaitan dengan hak-hak konsumen. 3. Di samping itu, larangan-larangan itu menunjukan kepada produsen bahwa mereka mempunyai tanggung jawab sebagai produsen-pelaku usaha sekurang-kurangnya dalam dua aspek yaitu a.
Pertama, bertanggung jawab untuk menciptakan iklim berusaha yang sehat, baik antara sesama pelaku usaha maupun antara pelaku usaha dan masyarakat konsumen. Dengan dipatuhinya larangan-larangan tersebut maka hal-hal yang menimbulkan distorsi pasar, persaingan tidak sehat, dan hal lain yang potensialo untuk merusak struktur kehidupan perekeonomian nasional dapat dihindarkan.
b.
Kedua, bertanggung jawab untuk melindungi masyarakat konsumen, baik
sendiri-sendiri
maupun
keseluruhan
dari
kemungkinan
timbulnya kerugian terhadap diri konsumen ataupun harta bendanya.
14
Nurmadjito, 2000, Kesiapan Perangkat Peraturan Perundang-undangan tentang Perlindungan Konsumen di Indonesia, Mandar Maju, Bandung, h.18. 15 ibid, h.79
35
Dengan ini dimaksudkan pula bahwa tugas untuk menjaga kesejahteran rakyat melalui penyediaan kebutuhan yang baik, sehat dan berkualitas juga merupakan tanggung jawab produsen sebagai pelaku usaha. Larangan-larangan yang tertuju pada produk sebagaimana dijelaskan diatas adalah untuk memberikan perlindungan terhadap kesehatan/harta konsumen dari penggunaan barang dengan kualitas yang di bawah standar atau kualitas yang lebih rendah dari nilai harga yang dibayar. Dengan adanya perlindungan yang demikian maka konsumen tidak akan diberikan barang yang dengan kualitas yang lebih rendah daripada harga yang dibayarnya, atau yang tidak sesuai dengan informasi yang diperoleh.