1
BAB II TINJAUAN UMUM PERLINDUNGAN HUKUM, PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA
1.1
Pengertian Perlindungan Hukum Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pengertian Perlindungan
adalah tempat berlindung, hal (perbuatan dan sebagainya) memperlindungi.1 Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Perlindungan adalah segala upaya yang ditujukan untuk memberikan rasa aman kepada korban yang dilakukan oleh pihak keluarga, advokat, lembaga sosial, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, atau pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan penetapan pengadilan. Perlindungan yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah suatu bentuk pelayanan yang wajib dilaksanakan oleh aparat penegak hukum atau aparat keamanan untuk memberikan rasa aman baik fisik maupun mental, kepada korban dan saksi, dari ancaman, gangguan, teror, dan kekerasan dari pihak manapun, yang diberikan pada tahap penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan atau pemeriksaan di sidang pengadilan. Hukum menurut J.C.T. Simorangkir dan Woerjono Sastropranoto adalah Peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku
1 Fitri Hidayat, 2013, “Perlindungan Hukum Unsur Esensial Dalam Suatu Negara Hukum,” Serial Blog Juli, URL : http://fitrihidayat-ub.blogspot.com/2013/07/perlindunganhukum-unsur-esensial-dalam.html Diakses 16 Desember 2014
21
2
manusia dalam lingkungan masyarakat yang dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib. Menurut R. Soeroso, hukum adalah himpunan peraturan yang dibuat oleh
yang berwenang dengan tujuan untuk
mengatur tata kehidupan
bermasyarakat yang mempunyai ciri memerintah dan melarang serta mempunyai sifat memaksa dengan menjatuhkan sanksi hukuman bagi yang melanggarnya.2
2.2 Pengertian Perlindungan Konsumen Pengertian perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan terhadap subyek hukum dalam bentuk perangkat hukum baik yang bersifat preventif maupun yang bersifat represif, baik yang tertulis maupun tidak tertulis. Dengan kata lain perlindungan hukum sebagai suatu gambaran dari fungsi hukum, yaitu konsep dimana hukum dapat memberikan suatu keadilan, ketertiban, kepastian, kemanfaatan dan kedamaian.3 Istilah konsumen berasal dari kata consumer (Inggris-Amerika), atau consument/konsument (Belanda).4 Pengertian tersebut secara harfiah diartikan sebagai ”orang atau perusahaan yang membeli barang tertentu atau menggunakan jasa tertentu” atau ”sesuatu atau seseorang yang menggunakan suatu persediaan atau sejumlah barang”.5 Amerika Serikat mengemukakan pengertian ”konsumen” yang berasal dari consumer berarti ”pemakai”, namun dapat juga diartikan lebih
Siku Mendes, 2013, “Tujuan Hukum Menurut Para Ahli”, Blog Juli, URL : https://sikumendes84.wordpress.com/category/uncategorized/ Diakses 16 Desember 2014 3 Polewali Mandar, 2014, “Status Hukum”, Serial Blog, URL: http://statushukum.com/tentang-status-hukum Diakses 16 Desember 2014 4 Celina Tri Siwi Kristiyanti, 2009, Hukum Perlindungan Konsumen, Sinar Grafika, Jakarta, hal. 22 5 Abdul Halim Barkatulah, 2008, Hukum Perlindungan Konsumen (Kajian Teoretis dan Perkembangan Pemikiran, Nusa Media, Bandung, hal. 7 2
3
luas lagi sebagai ”korban pemakaian produk yang cacat”, baik korban tersebut pembeli, bukan pembeli tetapi pemakai, bahkan korban yang bukan pemakai, karena perlindungan hukum dapat dinikmati pula oleh korban yang bukan pemakai.6 Perancis berdasarkan doktrin dan yurisprudensi yang berkembang mengartikan konsumen sebagai ”the person who obtains goods or services for personal or family purposes”. Dari definisi di atas terkandung dua unsur, yaitu (1) konsumen hanya orang dan (2) barang atau jasa yang digunakan untuk keperluan pribadi atau keluarganya.7 India juga mendefinisikan konsumen dalam UndangUndang Perlindungan Konsumen India yang menyatakan ”konsumen adalah setiap orang (pembeli) atas barang yang disepakati, menyangkut harga dan cara pembayarannya, tetapi tidak termasuk mereka yang mendapatkan barang untuk dijual kembali atau lain-lain keperluan komersial. A.z Nasution menegaskan beberapa batasan tentang konsumen, yakni” : a. konsumen adalah setiap orang yang mendapatkan barang atau jasa yang digunakan untuk tujuan tertentu. b. konsumen antara adalah setiap orang yang mendapatkan barang dan/ atau jasa untuk digunakan dengan tujuan membuat barang dan/ atau jasa lain untuk diperdagangkan (tujuan komersil); bagi konsumen antara, barang atau jasa itu adalah barang atau jasa kapital yang berupa bahan baku, bahan penolong atau komponen dari produk lain yang akan diproduksinya (produsen). Konsumen antara ini mendapatkan barang atau jasa di pasar industri atau pasar produsen.
6
Celina Tri Siwi Kristiyanti, op. cit., hal. 23 Shidarta, 2006, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia edisi Revisi 2006, Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, hal. 3 7
4
c. konsumen akhir adalah setiap orang yang mendapat dan menggunakan barang dan/atau jasa untuk tujuan memenuhi kebutuhan hidupnya pribadi, keluarga dan/atau rumah tangga dan tidak untuk diperdagangkan kembali (non komersial).8 Istilah konsumen juga dapat di temukan dalam peraturan perundangundangan Indonesia. Secara yuridis formal pengertian konsumen dimuat dalam Pasal 1 angka 2 UUPK Nomor 8 Tahun 1999 , ”konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/ atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan”. Definisi ini sesuai dengan pengertian bahwa konsumen adalah pengguna terakhir, tanpa melihat apakah si konsumen adalah pembeli dari barang dan/ atau jasa tersebut. Hal ini juga sejalan dengan pendapat dari pakar masalah konsumen di Belanda, Hondius yang menyimpulkan, para ahli hukum pada umumnya sepakat mengartikan konsumen sebagai pemakai produksi terakhir dari benda dan jasa (pengertian konsumen dalam arti sempit).9 Az. Nasution berpendapat bahwa hukum perlindungan konsumen adalah bagian dari hukum konsumen yang memuat asas-asas atau kaidah-kaidah yang bersifat mengatur dan mengandung sifat yang melindungi kepentingan konsumen,sedangkan hukum konsumen adalah hukum yang mengatur hubungan dan masalah antara berbagai pihak satu sama lain berkaitan dengan barang atau jasa konsumen di dalam pergaulan hidup.10
8 Celina Tri Siwi Kristiyanti, 2001, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, Diadit Media, Jakarta, hal.13 9 Shidarta, loc. cit. 10 Celina Tri Siwi Kristiyanti, op. cit., hal. 11
5
Namun, ada pula yang berpendapat bahwa hukum perlindungan konsumen merupakan bagian dari hukum konsumen. Hal ini dapat kita lihat bahwa hukum konsumen memiliki skala yang lebih luas karena hukum konsumen meliputi berbagai aspek hukum yang didalamnya terdapat kepentingan pihak konsumen dan salah satu bagian dari hukum konsumen ini adalah aspek perlindungannya, misalnya bagaimana cara mempertahankan hak-hak konsumen terhadap gangguan pihak lain.11 Tanggung jawab menurut kamus umum Bahasa Indonesia adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatunya. Bertanggung jawab menurut kamus Bahasa Indonesia adalah berkewajiban menanggung, memikul jawab, menanggung segala sesuatunya, atau memberikan jawab dan menanggung akibatnya. Tanggung jawab adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatan yang disengaja maupun yang tidak di sengaja. Tanggung jawab juga berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan kewajibannya.12 Menurut pengertian Pasal 1 angka 3 UUPK “pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersamasama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.” Hukum perlindungan konsumen yang berlaku di Indonesia memiliki dasar
11
Celina Tri Siwi Kristiyanti op,cit., hal. 12 Naufal Mutaqien, 2013, ”Mengenal Arti Kata Tanggung Jawab”, Serial Online Juni, URL : festyle.kompasiana.com/catatan/2013/06/12/mengenal-arti-kata-tanggung-jawab567952.htm diakses 20 Desember 2014 12
6
hukum yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Dengan adanya dasar hukum yang pasti, perlindungan terhadap hak-hak konsumen bisa dilakukan dengan penuh optimisme. Pengaturan tentang hukum perlindungan konsumen telah diatur dalam UUPK Nomor 8 Tahun 1999. Berdasarkan Pasal 1 angka 1 UUPK disebutkan bahwa Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. Kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen berupa perlindungan terhadap hak-hak konsumen, yang diperkuat melalui undang-undang khusus, memberi harapan agar pelaku usaha tidak bertindak sewenang-wenang yang selalu merugikan hak-hak konsumen.13 Adapun
tujuan
penyelenggaraan,
pengembangan
dan
pengaturan
perlindungan konsumen yang direncanakan adalah untuk meningkatkan martabat dan kesadaran konsumen, dan secara tidak langsung mendorong pelaku usaha dalam menyelenggarakan kegiatan usahanya dengan penuh rasa tanggung jawab. Pengaturan perlindungan konsumen dilakukan dengan : a. menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung akses dan informasi, serta menjamin kepastian hukum; b. melindungi kepentingan konsumen pada khususnya dan kepentingan seluruh pelaku usaha pada umumnya; c. meningkatkan kualitas barang dan pelayanan jasa; d. memberikan perlindungan kepada konsumen dari praktik usaha yangmenipu dan menyesatkan;
13
Abdul Halim Barkatulah, op.cit, hal.15
7
e. memadukan penyelenggaraan, pengembangan dan pengaturan perlindungan konsumen dengan bidang-bidang perlindungan pada bidang-bidang lainnya.14 A Zen Umar Purba mengemukakan kerangka umum tentang sendi-sendi pokok pengaturan perlindungan konsumen yaitu sebagai berikut. a. kesederajatan antara konsumen dan pelaku usaha b. konsumen mempunyai hak c. pelaku usaha mempunyai kewajiban d. pengaturan tentang perlindungan konsumen berkontribusi pada pembangunan nasional e. perlindungan konsumen dalam iklim bisnis yang sehat f. keterbukaan dalam promosi barang atau jasa g. pemerintah perlu berperan aktif h. masyarakat juga perlu berperan serta i. perlindungan konsumen memerlukan terobosan hukum dalam berbagai bidang j. konsep perlindungan konsumen memerlukan pembinaan sikap.15 Dengan adanya UUPK Nomor 8 Tahun 1999 beserta perangkat hukum lainnya, konsumen memiliki hak dan posisi yang berimbang dan mereka dapat menggugat atau menuntut jika ternyata hak-haknya telah dirugikan atau dilanggar oleh pelaku usaha.Purba menguraikan konsep perlindungan konsumen sebagai berikut : “Kunci Pokok Perlindungan Konsumen adalah bahwa konsumen dan pengusaha (produsen atau pengedar produk) saling membutuhkan. Produksi tidak
14
Abdul Halim Barkatulah, op.cit, hal. 18 Happy Susanto, 2008, Hak-hak Konsumen Jika Diragukan, Transmedia Pustaka, Jakarta-Selatan, hal.5 15
8
ada artinya kalau tidak ada yang mengkonsumsinya dan produk yang dikonsumsi secara aman dan memuaskan, pada gilirannya akan merupakan promosi gratis bagi pengusaha.”16 Di samping UUPK, terdapat sejumlah peraturan perundang-undangan lainnya yang bisa dijadikan sebagai sumber atau dasar hukum yaitu sebagai berikut. a. Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2001 tanggal 21 Juli 2001 tentang Badan Perlindungan Konsumen Nasional. b. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2001 tanggal 21 Juli 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen. c. Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2001 tanggal 21 Juli 2001 tentang Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat. d. Keputusan Presiden Nomor 90 Tahun 2001 tanggal 21 Juli 2001 tentang Pembentukan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Pemerintah Kota Medan, Kota Palembang, Kota Jakarta Pusat, Kota Jakarta Barat, Kota Bandung, Kota Semarang. Kota Yogyakarta, Kota Surabaya, Kota Malang, dan Kota Makassar. e. Keputusan
Menteri
Perindustrian
dan
Perdagangan
Nomor
301/MPP/KEP/10/2001 tentang Pengangkatan, Pemberhentian Anggota dan Sekretariat Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen.
16
Abdul Halim Barkatulah, op. cit., hal. 47
9
f. Keputusan
Menteri
302/MPP/KEP/10/2001
Perindustrian tentang
dan
Pendaftaran
Perdagangan Lembaga
Nomor
Perlindungan
Konsumen Swadaya Masyarakat. g. Keputusan
Menteri
Perindustrian
dan
Perdagangan
Nomor
605/MPP/Kep/8/2002 tentang Pengangkatan Anggota Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen pada Pemerintah Kota Makassar, Kota Palembang, Kota Surabaya, Kota Bandung, Kota Semarang, Kota Yogyakarta dan Kota Medan. h. Keputusan
Menteri
Perindustrian
dan
Perdagangan
Nomor
480/MPP/Kep/6/2002 tanggal 13 Juni 2002 tentang Perubahan Atas Kepmenperindag
Nomor
302/MPP/KEP/10/2001
tentang
Pendaftaran
Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat. i. Keputusan
Menteri
Perindustrian
dan
Perdagangan
Nomor
418/MPP/Kep/4/2002 tanggal 30 April 2002 tentang Pembentukan Tim Penyeleksi Calon Anggota Badan Perlindungan Konsumen.17
2.3 Hak Dan Kewajiban Konsumen Sebagai pemakai barang dan/ atau jasa, konsumen memiliki sejumlah hak dan kewajiban. Pengetahuan akan hak-hak konsumen adalah hal yang sangat penting agar masyarakat dapat bertindak sebagai konsumen yang kritis dan mandiri sehingga ia dapat bertndak lebih jauh untuk memperjuangkan hak-haknya telah dilanggar oleh pelaku usaha. Hak-hak konsumen dalam Pasal 4 UUPK, adalah sebagai berikut.
17
Happy Susanto, op. cit., hal. 20
10
a. hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa. b. hak untuk memilih dan mendapatkan barang dan/atau jasa sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan. c. hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa. d. hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan. e. hak untuk mendapat advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut. f. hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen. g. hak untuk diberlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif. h. hak untuk mendapat kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya. i. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya. Hak-hak konsumen sebagaimana disebutkan dalam Pasal 4 UUPK lebih luas daripada hak-hak dasar konsumen sebagaimana pertama kali dikemukakan oleh Presiden Amerika Serikat J.F.Kennedy depan kongres pada tanggal 15 Maret 1962, yaitu terdiri atas: “hak memperoleh keamanan, hak memilih, hak mendapat informasi, dan hak untuk didengar.”18 Memperhatikan hak-hak yang disebutkan di atas, maka secara keseluruhan pada dasarnya dikenal 10 macam hak konsumen, yaitu : a. hak atas keamanan dan keselamatan; b. hak untuk memperoleh informasi; c. hak untuk memilih; d. hak untuk didengar; e. hak untuk memperoleh kebutuhan hidup;
18 Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, 2014, Hukum Perlindungan Konsumen-Cetakan ke delapan, Rajawali Pers, Jakarta, hal.39
11
f. hak untuk memperoleh ganti rugi; g. hak untuk memperoleh pendidikan konsumen; h. hak memperoleh lingkungan hidup yang bersih dan sehat; i. hak untuk mendapatkan barang sesuai dengan nilai tukar yang diberikannya; j. hak untuk mendapatkan upaya penyelesaian hukum yang patut.19 Selanjutnya masing-masing hak tersebut dapat diuraikan sebagai berikut: a. Hak atas keamanan dan keselamatan Hak atas keamanan dan keselamatan ini dimaksudkan untuk menjamin keamanan dan keselamatan konsumen dalam penggunaan barang atau jasa yang diperolehnya, sehingga konsumen dapat terhindar dari kerugian (fisik maupun psikis) apabila mengonsumsi suatu produk. b. Hak untuk memperoleh informasi Hak atas informasi ini sangat penting, karena tidak memadainya informasi yang disampaikan kepada konsumen ini dapat juga merupakan salah satu bentuk cacat produk, yaitu yang dikenal dengan cacat instruksi atau cacat karena informasi yang tidak memadai. Hak informasi yang jelas dan benar dimaksudkan agar konsumen dapat memperoleh gambaran yang benar tentang suatu produk, karena dengan informasi tersebut, konsumen dapat memilih produk yang diinginkan/ sesuai kebutuhannya serta terhindar dari kerugian akibat kesalahan dalam penggunaan produk.
19
Ibid, hal.40
12
c. Hak untuk memilih Hak untuk memilih dimaksudkan untuk memberikan kebebasan kepada konsumen untuk memilih produk-produk tertentu sesuai dengan kebutuhannya, tanpa ada tekanan dari pihak luar. Berdasarkan hak untuk mmilih ini konsumen berhak memutuskan untuk membeli atau tidak terhadap suatu produk, demikian pula keputusan untuk memilih baik kualitas maupun kuntitas jenis produk yang dipilihnya. d. Hak untuk didengar Hak untuk didengar ini merupakan hak dari konsumen agar tidak dirugikan lebih lanjut, atau hak untuk menghindarkan diri dari kerugian. Hak ini dapat berupa pertanyaan tentang berbagai hal yang berkaitan dengan produk-produk tertentu apabila informasi yang diperoleh tentang produk tersebut kurang memadai, ataukah berupa pengaduan atas adanya kerugian yang telah dialami akibat penggunaan suatu produk, atau yang berupa pertanyaan/ pendapat tentang suatu kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan kepentingan konsumen. Hak ini dapat disampaikan baik secara perorangan, maupun secara kolektif, baik yang disampaikan secara langsung maupun diwakili oleh suatu lembaga tertentu, misalnya melalui YLKI. e. Hak untuk memperoleh kebutuhan hidup Hak ini merupakan hak yang sangat mendasar, karena menyangkut hak untuk hidup. Dengan demikian, setiap orang (konsumen) berhak untuk memperoleh kebutuhan dasar (barang atau jasa) untuk mempertahankan hidupnya (secara layak). Hak-hak ini terutama yang berupa hak atas pangan,
13
sandang, papan, serta hak-hak lainnya yang berupa hak untuk memperoleh pendidikan, kesehatan, dan lain-lain. f. Hak untuk memperoleh ganti kerugian Hak atas ganti kerugian ini dimaksudkan untuk memulihkan keadaan yang telah menjadi rusak (tidak seimbang) akibat adanya penggunaan barang atau jasa yang tidak memenuhi harapan konsumen. Hak ini sangat terkait dengan penggunaan produk yang telah merugikan konsumen, baik yang berupa kerugian materi, maupun kerugian yang menyangkut diri (sakit, cacat, bahkan kematian) konsumen. Untuk merealisasikan hak ini tentu saja harus melalui prosedur tertentu, baik yang diselesaikan secara damai (di luar pengadilan) maupun yang diselesaikan melalui pengadilan. g. Hak untuk memperoleh pendidikan konsumen Hak untuk memperoleh pendidikan konsumen ini dimaksudkan agar konsumen memperoleh pengetahuan maupun keterampilan yang dipeprlukan agar dapat terhindar dari kerugian akibat penggunaan produk, karena dengan pendidikan konsumen tersebut, konsumen akan dapat menjadi lebih kritis dan teliti dalam memilih suatu produk yang dibutuhkan. h. Hak memperoleh lingkungan hidup yang bersih dan sehat Hak atas lingkungan yang bersih dan sehat ini sangat penting bagi setiap konsumen dan lingkungan. Hak untuk memperoleh lingkungan bersih dan sehat serta hak untuk memperoleh informasi tentang lingkungan ini diatur dalam Pasal 5 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
14
i. Hak untuk mendapatkan barang sesuai dengan nilai tukar yang diberikannya Hak ini dimaksudkan untuk melindungi konsumen dari kerugian akibat permainan harga secara tidak wajar. Karena dalam keadaan tertentu konsumen dapat saja membayar harga suatu barang yang jauh lebih tinggi daripada kegunaan atau kualitas dan kuantitas barang atau jasa yang diperolehnya. Penegakan hak konsumen ini didukung pula oleh ketentuan dalam Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Ketentuan di dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, menentukan bahwa: “Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama.” Pasal 6 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat menentukan bahwa: “Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian yang mengakibatkan pembeli yang satu harus membayar dengan harga yang berbeda dari harga yang harus dibayar oleh pembeli lain untuk barang dan atau jasa yang sama.” j. Hak untuk mendapatkan upaya penyelesaian hukum yang patut Hak ini tentu saja dimaksudkan untuk memulihkan keadaan konsumen yang dirugikan akibat penggunaan produk, dengan melalui jalur hukum.20
20
Ibid, hal. 41
15
Sepuluh hak konsumen, yang merupakan himpunan dari berbagai pendapat tersebut diatas hampir semuanya sama dengan hak-hak konsumen yang dirumuskan dalam Pasal 4 UUPK, sebagaimana dikutip sebelumnya. Hak-hak konsumen yang dirumuskan dalam Pasal 4 UUPK tersebut, terdapat satu hak yang tidak terdapat pada 10 hak konsumen yang diuraikan sebelumnya, yaitu “hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif, namun sebaliknya Pasal 4 UUPK tidak mencantumkan secara khusus tentang “hak untuk memperoleh kebutuhan hidup” dan “hak untuk memperoleh lingkungan hidup yang bersih dan sehat”, tapi hak tersebut dapat dimasukkan ke dalam hak yang disebutkan terakhir dalam Pasal 4 UUPK tersebut, yaitu “hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan
lainnya”.
Hak-hak
lainnya
hanya
perumusannya yang lebih dirinci, tapi pada dasarnya sama dengan hak-hak yang telah disebutkkan sebelumnya. Secara garis besar hak konsumen dapat dibagi dalam tiga hak yang menjadi prinsip dasar, yaitu: 1. “Hak yang dimaksudkan untuk mencegah konsumen dari kerugian, baik kerugian personal, maupun kerugian harta kekayaan; 2. Hak untuk memperoleh barang dan / atau jasa dengan harga yang wajar ; 3. Hak untuk memperoleh penyelesaian yang patut terhadap permasalahan yang dihadapi.”21
21
Ibid, hal.44
16
Ketiga hak/prinsip dasar tersebut merupakan himpunan beberapa hak konsumen sebagaimana diatur dalam UUPK, maka hal tersebut sangat esensial bagi konsumen, sehingga dapat dijadikan / merupakan prinsip perlindungan hukum bagi konsumen di Indonesia. Apabila konsumen benar-benar dilindungi, maka hak-hak konsumen yang disebutkan di atas harus dipenuhi, baik oleh pemerintah maupun oleh produsen, krenapemenuhan hak-hak konsumen tersebut akan melindungi kerugian konsumen dari berbagai aspek. Pasal 5 UUPK merumuskan kewajiban konsumen adalah : a.
membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa demi keamanan dan keselamatan; b. beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa; c. membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati; d. mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut. Adanya kewajiban membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa demi keamanan dan keselamatan, merupakan hal penting mendapat pengaturan. Adapun pentingnya kewajiban ini karena sering pelaku usaha telah menyampaikan peringatan secara jelas pada label suatu produk , namun konsumen tidak membaca peringatan yang telah disampaikan kepadanya. Dengan pengaturan kewajiban ini, memberikan konsekuensi pelaku usaha tidak bertanggung jawab, jika konsumen yang bersangkutan menderita kerugian akibat mengabaikan kewajiban tersebut.22 Masalah pemenuhan kewajiban konsumen dapat terlihat jika peringatan yang disampaikan pelaku usaha tidak jelas atau tidak mengundang perhatian
22
Ahmadi Miru, op,cit. hal.47
17
konsumen untuk membacanya. Konsumen tidak dapat menuntut bahwa konsumen tidak dapat menuntut jika peringatannya sudah diberikan secara jelas dan tegas. Namun jika produsen tidak menggunakan cara yang wajar dan efektif untuk mengkomunikasikan peringatan itu, yang menyebabkan konsumen tidak membacanya, maka hal itu tidak menghalangi pemberian ganti kerugian pada konsumen yang telah dirugikan.23 Menyangkut kewajiban konsumen beritikad baik hanya tertuju pada transaksi pembelian barang dan/atau jasa. Hal ini tentu saja disebabkan karena bagi konsumen, kemungkinan untuk dapat merugikan produsen mulai pada saat melakukan
transaksi
dengan
produsen.
Berbeda
dengan
pelaku
usaha
kemungkinan terjadinya kerugian bagi konsumen dimulai sejak barang dirancang/ diproduksi oleh produsen (pelaku usaha). Kewajiban konsumen membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati dengan pelaku usaha, adalah hal yang sudah biasa dan sudah semestinya demikian. Kewajiban lain yang perlu mendapat penjelasan lebih lanjut adalah kewajiban konsumen mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut. Kewajiban ini dianggap sebagai hal baru, sebab sebelum diundangkannya UUPK hampir tidak dirasakan adanya kewajiban secara khusus seperti ini dalam perkara perdata, sementara dalam kasus pidana tersangka/terdakwa lebih banyak dikendalikan oleh aparat kepolisian dan/atau kejaksaan.24 Adanya kewajiban seperti ini diatur dalam UUPK dianggap tepat, sebab kewajiban ini adalah untuk mengimbangi hak konsumen untuk mendapatkan 23
Ahmadi Miru, op,cit hal.49 Ahmadi Miru, op,cit hal.50
24
18
upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut. Hak ini akan lebih mudah diperoleh jika konsumen mengikuti upaya penyelesaian sengketa secara patut. Hanya saja kewajiban konsumen ini, tidak cukup untuk maksud tersebut jika tidak diikuti oleh kewajiban yang sama dari pihak pelaku usaha. Pasal 6 UUPK merumuskan hak pelaku usaha adalah : a. b. c. d.
e.
hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan. hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik; hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen; hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang/atau jasa yang diperdagangkan. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya. Hak pelaku usaha untuk menerima pembayaran sesuai kondisi dan nilai
tukar barang/atau jasa yang diperdagangkan, menunjukkan bahwa pelaku usaha tidak dapat menuntut lebih banyak jika kondisi barang/atau jasa yang diberikannya kepada konsumen tidak atau kurang memadai menurut harga yang berlaku pada umumnya atas barang/atau jasa yang sama. Dalam praktek yang biasa terjadi, suatu barang/atau jasa yang kualitasnya lebih rendah daripada barang yang serupa, maka para pihak menyepakati harga yang lebih murah. Dengan demikian yang dipentingkan dalam hal ini adalah harga yang wajar. Terakhir tentang hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainya, seperti hak-hak yang diatur dalam Undang-Undang Perbankan, UndangUndang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, UndangUndang Pangan, dan undang-undang lainnya. Berkenaan dengan berbagai undang-undang
tersebut,
maka
harus
diingat
bahwa
Undang-Undang
19
Perlindungan Konsumen adalah payung bagi semua aturan lainnya berkenaan dengan perlindungan konsumen.25 Pasal 7 UUPK merumuskan kewajiban pelaku usaha adalah: a. beritikad baik melakukan kegiatan usahanya; b. memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan, dan pemeliharaan; c. memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskrimiatif; d. menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku; e. memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau diperdagangkan; f. memberi kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan konsumen tidak sesuai dengan perjanjian. Dalam UUPK pelaku usaha diwajibkan beriktikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya, sedangkan bagi konsumen, diwajibkan beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa. Dalam UUPK tampak bahwa iktikad baik lebih ditekankan pada pelaku usaha, karena meliputi semua tahapan dalam melakukan kegiatan usahanya, sehingga dapat diartikan bahwa kewajiban pelaku usaha untuk beriktikad baik dimulai sejak barang dirancang/diproduksi sampai pada tahap purna penjualan, sebaliknya konsumen hanya diwajibkan beriktikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa. Hal ini tentu saja disebabkan karena kemungkinan terjadinya kerugian bagi konsumen dimulai sejak barang 25 Wibowo Turnady, 2009,”Hak Dan Kewajiban Pelaku Usaha.” Serial Online Maret, URL : http://www.wibowotunardy.com/hak-dan-kewajiban-pelaku-usaha/ Diakses 02 Januari 2015
20
dirancang/diproduksi oleh produsen (pelaku usaha), sedangkan bagi konsumen, kemungkinan untuk dapat merugikan produsen mulai pada saat melakukan transaksi dengan produsen. Tentang kewajiban ke dua pelaku usaha yaitu memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan, dan pemeliharaan, disebabkan karena informasi disamping merupakan hak konsumen, juga karena ketiadaan informasi atau informasi yang tidak memadai dari pelaku usaha merupakan salah satu jenis cacat produk (cacat informasi), yang akan sangat merugikan konsumen. Pentingnya menyampaikan informasi yang benar terhadap konsumen mengenai suatu produk, agar konsumen tidak salah terhadap gambaran mengenai suatu produk tertentu. Penyampaian informasi terhadap konsumen tersebut dapat berupa reprentasi, peringatan, maupun yang berupa instruksi.26 a. Reprensentasi Perlunya penyampaian informasi yang benar terhadap suatu produk, karena salah satu penyebab terjadinya kerugian terhadap konsumen adalah terjadinya misinformasi terhadap produk tertentu. Kerugian yang dialami oleh konsumen di Indonesia dalam kaitannya dengan misrepresentasi/misinformasi banyak disebabkan karena tergiur oleh iklan-iklan atau brosur-brosur produk tertentu, sedangkan iklan atau brosur tersebut tidak selamanya memuat informasi yang benar, karena pada umumnya hanya menonjolkan kelebihan produk yang dipromosikan, 26
Ahmadi Miru, 2013, Prinsip-Prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Di Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta, hal.113
21
sebaliknya kelemahan produk tersebut ditutup-tutupi.Informasi yang diperoleh konsumen melalui brosur tersebut dapat
menjadi alat bukti
yang
dipertimbangkan oleh hakim dalam gugatan konsumen terhadap konsumen. Bahkan tindakan produsen yang berupa penyampaian informasi melalui brosur-brodur secara tidak benar yang merugikan konsumen tersebut, dikategorikan sebagai
wanprestasi.
Karena
brosur dianggap sebagai
penawaran dan janji-janji yang bersifat perjanjian, sehingga isi brosur tersebut dianggap diperjanjikan dalam ikatan jual beli meskipun tidak dinyatakan dengan tegas.27 Reprensentasi ini lebih menuntut kehati-hatian bagi orang yang memiliki keahlian khusus, karena apabila orang yang mempunyai keahlian khusus melakukan representasi kepada orang lain – berupa nasihat, informasi atau opini – dengan maksud agar orang lain mengadakan kontrak dengannya, maka dia berkewajiban berhati-hati secara layak bahwa representasi itu adalah benar, serta nasihat, informasi atau opini itu dapat dipercaya. Jika ia tidak berhati-hati atau secara sembrono memberi nasihat, informasi atau opini yang keliru, maka ia akan bertanggung gugat dalam memberikan ganti kerugian.28 b. Peringatan Peringatan ini sama pentingnya dengan instruksi penggunaan suatu produk, yang merupakan informasi bagi konsumen, walaupun keduanya memiliki fungsi yang berbeda, yaitu instruksi terutama telah diperhitungkan
27
Ibid. Ibid., hal.114
28
22
untuk menjamin efisiensi penggunaan produk, sedangkan peringatan dirancang untuk menjamin keamanan penggunaan produk.29 Peringatan yang merupakan bagian dari pemberian informasi kepada konsumen ini merupakan pelengkap dari proses produksi. Peringatan yang diberikan kepada konsumen ini memegang peranan penting dalam kaitan dengan keamanan suatu produk. Dengan demikian pabrikan (produsen pembuat) wajib menyampaikan peringatan kepada konsumen. Hal ini berarti bahwa tugas produsen pembuat tersebut tidak berakhir hanya dengan menempatkan suatu produk dalam sirkulasi.30 Permasalahan yang sering timbul adalah bahwa produsen telah menyampaikan peringatan secara jelas pada label suatu produk, namun konsumen tidak membaca peringatan yang telah disampaikan kepadanya, atau dapat pula terjadi bahwa peringatan telah disampaikan tapi tidak jelas atau tidak mengundang perhatian konsumen untuk membacanya. Namun jika produsen
tidak
menggunakan
cara
yang
wajar
dan
efektif
untuk
mengkomunikasikan peringatan itu, yang menyebabkan konsumen tidak membacanya, maka hal itu tidak menghalangi pemberian ganti kerugian pada konsumen yang telah dirugikan. c. Instruksi Selain peringatan, intruksi yang ditujukan untuk menjamin efisiensi penggunaan produk, juga penting untuk mencegah timbulnya kerugian bagi konsumen. Pencantuman informasi bagi konsumen yang berupa intruksi atau 29
Ahmadi Miru, op.cit, hal. 117 Ahmadi Miru, loc.cit.
30
23
petunjuk/prosedur pemakaian suatu produk merupakan kewajiban bagi produsen agar produknya tidak dianggap cacat (karena ketiadaan informasi atau informasi yang tidak memadai). Sebaliknya, konsumen berkewajiban untuk membaca, atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamaan dan keselamatan.
2.4 Hubungan Hukum Dan Tanggung Jawab Pelaku Usaha Dengan Konsumen Jalinan hubungan yang tercipta antara Konsumen dan Pelaku usaha dapat terbentuk melalui beberapa tahapan transaksi antara konsumen dengan produsen, yaitu : 1. Tahapan Pratransaksi Konsumen Dalam tahap pra transaksi konsumen ini, konsumen masih dalam proses pencarian informasi atas suatu barang, peminjaman, penyewaan, atau leasing. Di sini konsumen membutuhkan informasi yang akurat tentang karakteristik suatu barang dan/atau jasa. 2. Tahap Transaksi Konsumen Konsumen melakukan transaksi dengan pelaku usaha dalam suatu perjanjian (jual beli, sewa menyewa, atau bentuk lainnya). Antara kedua belah pihak betul-betul harus beritikad baik sesuai dengan kapasitasnya masingmasing. Di negara-negara maju konsumen diberikan kesempatan untuk mempertimbangkan apakah akan memutuskan membeli / memakai suatu barang dan atau jasa dalam tengang waktu tertentu atau membatalkannya. 3. Tahap Purna Transaksi Konsumen
24
Tahap ini dapt disebut sebagai tahap purna jual atau after sake service, di mana penjual menjanjikan beberapa pelayanan cuma-cuma dalam jangka waktu tertentu. Pada umumnya, penjual menjanjikan garansi atau servis gratis selama priode tertentu.31 Hubungan antara pelaku usaha dengan konsumen dilaksanakan dalam rangka jual beli. Jual beli sesuai Pasal 1457 KUHPerdata adalah suatu perjanjian sebagaimana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan. Dalam pengertian ini, terdapat unsur-unsur: perjanjian, penjual dan pembeli, harga, dan barang. Dalam hubungan langsung antara pelaku usaha dan konsumen terdapat hubungan kontraktual (perjanjian). Jika produk menimbulkan kerugian pada konsumen, maka konsumen dapat meminta ganti kerugian kepada produsen atas dasar tanggung jawab kontraktual (contractual liability). Seiring dengan revolusi industri, transaksi usaha berkembang ke arah hubungan yang tidak langsung melalui suatu distribusi dari pelaku usaha, disalurkan atau didistribusikan kepada agen, lalu ke pengecer baru sampai konsumen. Dalam hubungan ini tidak terdapat hubungan kontraktual (perjanjian)antara produsen dan konsumen. Akibat hukum akan muncul apabila pelaku usaha tidak menjalankan kewajibannya dengan baik dan konsumen akan melakukan keluhan (complain) apabila hasil yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian pada saat transaksi jual beli yang telah dilakukan. Dalam suatu kontrak atau perjanjian apabila
31 Dermon Siahaan, 2013, “Hubungan Terbentuknya Antara Konsumen Dan Pelaku Usaha”, Serial Online Februari, URL :http://tipsmotivasihidup.blogspot.com/2013/02/hubunganterbentuknya-antara-konsumen.html Diakses 02 Januari 2015
25
pelaku usaha dapat menyelesaikan kewajibannya dengan baik maka pelaku usaha telah melakukan prestasi, tetapi jika pelaku usaha telah lalai dan tidak dapat menyelesaikan kewajibannya dengan baik maka akan timbul wanprestasi. Wanprestasi atau cidera janji adalah tidak terlaksananya prestasi atau kewajiban sebagaimana mestinya yang telah disepakati didalam kontrak. Tindakan wanprestasi ini membawa konsekuensi timbulnya hak dari pihak yang dirugikan, menuntut pihak yang melakukan wanprestasi untuk memberikan ganti rugi atau penggantian. 32
32
Soemali, 2014, “Hubungan Antara Konsumen dan Produsen,” Serial Online Februar,URL:www.soemali.dosen.narotama.ac.id>, Diakses pada 10 Januari 2015