BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSUMEN DAN PELAKU USAHA DALAM KONTEKS PERLINDUNGAN KONSUMEN 2.1. Konsumen 2.1.1. Pengertian Konsumen Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan konsumen adalah pemakai barang hasil produksi (bahan pakaian, makanan, dsb), penerima pesan iklan, dan pemakai jasa (pelanggan dsb). 1 Beberapa pakar juga mencoba mendefinisikan arti dari konsumen, seperti : 1. Menurut Janus Sidabalok, “konsumen adalah semua orang yang membutuhkan barang dan jasa untuk mempertahankan hidupnya sendiri, keluarganya, ataupun untuk memelihara atau merawat harta bendanya”. 2 2. Menurut Dr. Munir Fuady, “konsumen adalah pengguna akhir (end user) dari suatu produk, yaitu setiap pemakai barang dan/ atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan”. 3 3. Menurut Hornby, konsumen (consumer) adalah: “seseorang yang membeli barang atau menggunakan jasa, seseorang atau suatu perusahaan yang membeli
1
Ebta Setiawan, 2015, KBBI Online, http://kbbi.web.id/, diakses tanggal 23 September 2015.
2
Janus Sidabalok, 2006, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, Cetakan ke-1, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 17. 3
Munir Fuady, 2008, Pengantar Hukum Bisnis-Menata Bisnis Modern di Era Global, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 227.
1
2
barang tertentu atau menggunakan jasa tertentu, sesuatu atau seseorang yang menggunakan suatu persediaan atau sejumlah barang”.4 4. Menurut Philip Kotler (2000) dalam bukunya Prinsiples Of Marketing, “konsumen adalah semua individu dan rumah tangga yang membeli atau memperoleh barang atau jasa untuk dikonsumsi pribadi”. 5 Dari pendapat-pendapat sarjana, maka pengertian konsumen adalah setiap orang yang mendapatkan barang atau jasa digunakan untuk tujuan tertentu, atau setiap orang yang mendapatkan barang dan/ atau jasa untuk digunakan dengan tujuan membuat barang/ atau jasa lain untuk diperdagangkan kembali, atau setiap orang pemakai barang dan/ atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Sedangkan menurut Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), konsumen adalah pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, bagi keperluan diri sendiri atau keluarganya atau orang lain dan tidak untuk diperdagangkan kembali 6. Pengertian konsumen menurut Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) ini tidak jauh berbeda dengan pengertian konsumen dalam UUPK 1999.
4
Anonim, 2010, “Hukum Perlindungan Konsumen”, http://hukbis.files.wordpress.com/2008/02/hukum-bisnis-akuntansi-3-5-edit-2007.ppt., diakses pada tanggal 25 September 2015. 5
Gregorius Chandra, 2002, “Konsumen dan Kepuasannya”, http://elqorni.wordpress.com/2008/05/03/konsumen-dan-kepuasannya/., diakses pada tanggal 27 September 2015 6
Az. Nasution, 1999, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, Daya Widya, Jakarta, h. 10. (selanjutnya disebut Az. Nasution I).
3
Dalam Undang-undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, terdapat definisi konsumen, yang menyatakan bahwa “konsumen adalah setiap pemakai dan/ atau penggunaan barang dan/ atau jasa baik untuk kepentingan diri sendiri maupun untuk kepentingan pihak lain”. Dalam UUPK 1999, pengertian konsumen diatur dalam ketentuan Pasal 1 butir 2 yang berbunyi; “konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/ atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan”. Sebagaimana disebutkan dalam penjelasan Pasal 1 angka 2 tersebut bahwa Di dalam kepustakaan ekonomi dikenal istilah konsumen akhir dan konsumen antara. Konsumen akhir adalah pengguna atau pemanfaat akhir dari suatu produk, sedangkan konsumen antara adalah konsumen yang menggunakan suatu produk sebagai bagian dari proses suatu produk lainnya. Pengertian konsumen dalam undang - undang ini adalah konsumen akhir. Pengertian
konsumen
tersebut
UUPK
1999
diterapkan
untuk
mempersempit ruang lingkup pengertian konsumen, walaupun dalam kenyataan sulit menetapkan batas-batas seperti itu. Di dalam kepustakaan ekonomi dikenal istilah konsumen akhir dan konsumen antara. Konsumen akhir adalah penggunaan atau pemanfaat akhir dari suatu produk, sedangkan konsumen antara adalah
4
konsumen yang menggunakan suatu produk sebagai bagian dari proses produksi lainnya.7 Dari pengertian ini, maka pengertian konsumen (akhir) setidaknya mengandung beberapa unsur, yaitu: 1. Setiap orang (natuurlijke persoon) atau pribadi kodrati dan bukan berbentuk badan hukum (recht persoon); 2. Pemakai yang dalam hal ini ditekankan pada pemakai akhir; 3. Barang dan/ atau jasa; 4. Tersedia dalam masyarakat; 5. Bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain; 6. Barang dan/ atau jasa tersebut tidak untuk diperdagangkan. Merujuk pada uraian diatas khususnya pada poin (2) disebutkan kata pemakai, kata ‘pemakai’ dalam definisi ini menunjukan barang dan/atau jasa yang dipakai konsumen tidak selalu harus berasal dari hubungan kontrak jual beli antara konsumen dan pelaku usaha. Misalnya seseorang mendapatkan kiriman parcel dari relasinya dan ternyata salah satu makanan didalamnya sudah kadaluarsa, maka konsumen yang bersangkutan dapat menggugat produsen makanan tersebut. Dengan definisi seperti ini hak konsumen diperluas tidak hanya sebagai pembeli, tetapi semua orang yang mengkonsumsi barang dan/ atau jasa walaupun melalui peralihan kenikmatan dalam menggunakannya.
7
Yusuf Shofie, 2003, Perlindungan Konsumen dan Instrumen-instrumen Hukumnya, Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 247.
5
Dari pengertian diatas terlihat bahwa ada pembedaan antar konsumen sebagai orang atau pribadi dengan konsumen sebagai perusahan atau badan hukum. Pembedaan ini penting untuk membedakan konsumen tersebut menggunakan barang untuk dirinya sendiri atau untuk tujuan komersial (dijual, diproduksi lagi). 8
2.1.2. Hak dan Kewajiban Konsumen Konsumen sebagai pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat memiliki hak-hak yang dilindungi oleh undang-undang. Secara umum dikenal ada 4 (empat) hak dasar konsumen, yaitu : 1.
Hak untuk mendapatkan keamanan (the right safety);
2.
Hak untuk mendapatkan informasi (the right to be informed);
3.
Hak untuk memilih (the right to choose); dan
4.
Hak untuk didengar (the right to heard). Empat hal dasar ini diakui secara Internasional, dalam perkembangannya
organisasi-organisasi konsumen yang tergabung dalam The International Organization of Consumer Union (IOCU) menambahkan beberapa hak, seperti hak mendapatkan pendidikan konsumen, hak mendapatkan ganti kerugian dan hak mendapatkan lingkungan hidup yang lebih baik dan sehat 9. Dalam pasal 4 UUPK 1999, disebutkan bahwa hak konsumen adalah : 1.
Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang dan/ atau jasa; 8
Az. Nasution, 1994, Hukum dan Konsumen Indonesia, Cetakan ke-1, PT. Citra Aditya Bakti, Jakarta, h. 9. (selanjutnya disebut Az. Nasution II). 9
Shidarta, 2002, Hukum Perlindungan konsumen Indonesia, Penerbit Grasindo, Jakarta, h.20.
6
2.
Hak untuk memilih barang dan/ atau jasa serta mendapatkan barang dan/ atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
3.
Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/ atau jasa;
4.
Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/jasa yang digunakan;
5.
Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
6.
Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
7.
Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
8.
Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/ atau penggantian, apabila barang dan/ atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
9.
Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya. Dari sembilan butir hak konsumen yang diberikan di atas, terlihat bahwa
masalah kenyamanan, keamanan, keselamatan konsumen merupakan hal yang paling pokok dan utama dalam hukum perlindungan konsumen. Beragamnya pilihan barang dan/ atau jasa yang beredar di masyarakat memungkinkan konsumen untuk memilih barang dan/ atau jasa yang sesuai dengan kebutuhannya
7
serta memilih barang dan/ atau jasa sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan. Demi terlaksanakanya haknya tersebut, konsumen berhak mendapatkan informasi yang akurat tentang barang dan/ atau jasa yang digunakannya. Selanjutnya, apabila terjadi sengketa, konsumen berhak untuk mendapatkan bantuan hukum, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa konsumen secara patut, sehingga hak-hak konsumen sebagai pemakai barang dan atau jasa dapat ditegakkan.10 Menurut Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, secara keseluruhan pada dasarnya dikenal 10 (sepuluh) macam hak konsumen, yaitu sebagai berikut : 1.
Hak atas keamanan dan keselamatan. Hak atas keamanan dan keselamatan ini dimaksudkan untuk menjamin keamanan dan keselamatan konsumen dalam penggunaan barang atau jasa yang diperolehnya, sehingga konsumen dapat terhindar dari kerugian (fisik maupun psikis) apabila mengkonsumsi suatu produk.
2.
Hak untuk memperoleh informasi. Hak atas informasi ini sangat penting, karena tidak memadainya informasi yang disampaikan kepada konsumen ini dapat juga merupakan salah satu bentuk cacat produk, yaitu yang dikenal dengan cacat instruksi atau cacat karena informasi yang tidak memadai. Hak atas informasi yang jelas dan benar dimaksudkan agar konsumen dapat memperoleh gambaran yang benar tentang suatu produk, karena dengan informasi tersebut, konsumen dapat
10
Ibid.
8
memilih produk yang diinginkan atau sesuai dengan kebutuhannya serta terhindar dari kerugian akibat kesalahan dalam penggunaan produk. 3.
Hak untuk memilih. Hak untuk memilih dimaksudkan untuk memberikan kebebasan kepada konsumen
untuk
memilih
produk-produk
tertentu
sesuai
dengan
kebutuhannya, tanpa ada tekanan dari pihak luar. Berdasarkan hak untuk memilih ini,
konsumen berhak memutuskan untuk membeli atau tidak
terhadap suatu produk, demikian pula keputusan untuk memilih baik kualitas maupun kuantitas jenis produk yang dipilihnya. 4.
Hak untuk didengar. Hak untuk didengar ini merupakan hak dari konsumen agar tidak dirugikan lebih lanjut, atau hak untuk menghindarkan diri dari kerugian. Hak ini dapat berupa pertanyaan tentang berbagai hal yang berkaitan dengan produkproduk tertentu apabila informasi yang diperoleh tentang produk tersebut kurang memadai, ataukah berupa pengaduan atas adanya kerugian yang telah dialami akibat penggunaan suatu produk, atau yang berupa pernyataan atau pendapat tentang suatu kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan kepentingan konsumen.
5.
Hak untuk memperoleh kebutuhan hidup. Hak ini merupakan hak yang sangat mendasar, karena menyangkut hak untuk hidup. Dengan demikian, setiap orang (konsumen) berhak untuk memperoleh kebutuhan dasar (barang dan/atau jasa) untuk mempertahankan hidupnya secara layak. Hak-hak ini terutama yang berupa hak atas pangan, sandang,
9
papan, serta hak-hak lainnya yang berupa hak untuk memperoleh pendidikan, kesehatan dan lain-lain. 6.
Hak untuk memperoleh ganti kerugian. Hak atas ganti kerugian ini dimaksudkan untuk memulihkan keadaan yang telah menjadi rusak (tidak seimbang) akibat adanya penggunaan barang dan/atau jasa yang tidak memenuhi harapan konsumen. Hak ini sangat terkait dengan penggunaan produk yang telah merugikan konsumen, baik berupa kerugian materi, maupun kerugian yang menyangkut diri (sakit, cacat, bahkan kematian) konsumen. Untuk merealisasikan hak ini tentu saja harus melalui prosedur tertentu, baik yang diselesaikan secara damai (di luar pengadilan) maupun yang diselesaikan melalui pengadilan.
7.
Hak untuk memperoleh pendidikan konsumen. Hak untuk memperoleh pendidikan konsumen ini dimaksudkan agar konsumen memperoleh pengetahuan maupun keterampilan yang diperlukan agar dapat terhindar dari kerugian akibat penggunaan produk, karena dengan pendidikan konsumen tersebut, konsumen akan dapat menjadi lebih kritis dan teliti dalam memilih suatu produk yang dibutuhkan.
8.
Hak memperoleh lingkungan hidup yang bersih dan sehat; Hak atas lingkungan yang bersih dan sehat ini sangat penting bagi setiap konsumen dan lingkungan. Hak untuk memperoleh lingkungan bersih dan sehat serta hak untuk memperoleh informasi tentang lingkungan ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
10
9.
Hak untuk mendapatkan barang sesuai dengan nilai tukar yang diberikannya. Hak ini dimaksudkan untuk melindungi konsumen dari kerugian akibat permainan harga secara tidak wajar. Karena dalam keadaan tertentu konsumen dapat saja membayar harga suatu barang yang jauh lebih tinggi daripada kegunaan atau kualitas dan kuantitas barang atau jasa yang diperolehnya. Penegakan hak konsumen ini didukung pula oleh ketentuan dalam Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 6 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
10. Hak untuk mendapatkan upaya penyelesaian hukum yang patut. Hak ini tentu saja dimaksud untuk memulihkan keadaan konsumen yang telah dirugikan akibat penggunaan produk, dengan melalui jalur hukum. 11 Dalam pasal 5 UUPK 1999, disebutkan bahwa kewajiban konsumen adalah : a.
Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/ atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;
b.
Beriktikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/ atau jasa;
c.
Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
d.
Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut. Adaya kewajiban konsumen membaca atau mengikuti petunjuk informasi
dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/ atau jasa demi keamanan dan keselamatan, merupakan hal penting untuk mendapat pengaturan. Adapun 11
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, 2011, Hukum Perlindungan Konsumen, Cetakan ke-7, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 41.
11
pentingnya kewajiban ini karena sering pelaku usaha telah menyampaikan peringatan secara jelas pada label suatu produk, namun konsumen tidak membaca peringatan yang telah disampaikan kepadanya. Dengan pengaturan kewajiban ini, memberikan konsekuensi pelaku usaha tidak bertanggung jawab jika konsumen yang bersangkutan menderita kerugian akibat mengabaikan kewajiban tersebut. Menyangkut kewajiban konsumen beritikad baik hanya tertuju pada transaksi pembelian barang dan/ atau jasa. Hal ini tentu saja disebabkan karena bagi konsumen, kemungkinan untuk dapat merugikan pelaku usaha mulai pada saat melakukan transaksi dengan pelaku usaha. Berbeda dengan pelaku usaha, kemungkinan terjadinya kerugian bagi konsumen dimulai sejak barang dirancang atau diproduksi oleh pelaku usaha atau produsen. 12 Kewajiban konsumen membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati dengan pelaku usaha adalah hal yang sudah biasa dan sudah semestinya demikian. Kewajiban yang perlu mendapat penjelasan lebih lanjut adalah kewajiban konsumen mengikuti upaya
penyelesaian hukum
sengketa
perlindungan
konsumen secara patut. Kewajiban ini dianggap sebagai hal baru, sebab sebelum diundangkannya UUPK 1999 hampir tidak dirasakan adanya kewajiban secara khusus seperti ini dalam perkara perdata, sementara dalam kasus pidana tersangka atau terdakwa lebih banyak dikendalikan oleh aparat kepolisian dan/atau Kejaksaan. Adanya kewajiban seperti ini diatur dalam UUPK 1999 dianggap tepat, sebab kewajiban ini adalah untuk mengimbangi hak konsumen untuk mendapatkan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.
12
Ibid, h. 47-48.
12
Hak ini akan menjadi lebih mudah diperoleh jika konsumen mengikuti upaya penyelesaian sengketa secara patut. Hanya saja kewajiban konsumen ini, tidak cukup untuk maksud tersebut jika tidak diikuti oleh kewajiban yang sama dari pihak pelaku usaha. 13
2.1.3. Asas Perlindungan Konsumen Usaha perlindungan konsumen usaha yang dilakukan secara bersama berdasarkan 5 (lima) asas yang relevan dalam pembangunan nasional seperti yang tercantum dan dijelaskan dalam penjelasan Pasal 2 UUPK 1999, yaitu: 1.
Asas Manfaat Maksud dari asas ini adalah untuk mengamankan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan
2.
Asas Keadilan Asas ini dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat bisa diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh hakya dan melaksanakan kewajiban secara adil
3.
Asas Keseimbangan Asas ini dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti material dan spiritual
13
Ibid, h.49-50
13
4.
Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen Assas ini dimaksudkan untuk memberikan jaminan atau keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemenfaatan barang/jasa yang dikonsumsi atau digunakan
5.
Asas Kepastian Hukum Asas ini dimaksudkan baik pelaku saha maupun konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.
2.1.4. Tujuan Perlindungan Konsumen Terbentuknya UUPK 1999 menjadi dasar untuk melindungi konsumen, dalam hal ini menjamin kepastian hukum bagi para konsumen, Pasal 1 angka 1 UUPK 1999 menentukan bahwa perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen. Aapun tujuan dari perlindungan konsumen adalah: 1.
Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsuen untuk melindungi diri;
2.
Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkanya dari aksen negatif pemakaian barang/jasa;
3.
Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak haknya sebagai konsumen;
4.
Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum
dan keterbukaan informasi serta akses untuk
mendapatkan informasi;
14
5.
Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam usaha; dan
6.
Meningkatkan kualitas barang/jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, dan keselamatan konsumen.
2.2. Pelaku Usaha 2.2.1. Pengertian dan Ruang Lingkup Pelaku Usaha Pengertian pelaku usaha dalam hukum positif Indonesia dapat di jumpai dalam Pasal 1 butir 3 UUPK 1999, yang menjelaskan : “Pelaku usaha adalah setiap orang – perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.” Ruang lingkup pelaku usaha dalam UUPK 1999 tidak hanya terbatas pada pelaku usaha yang memproduksi atau menghasilkan suatu produk, tetapi juga termasuk seluruh rantai distribusi dari suatu produk tersebut, termasuk distributor, agen dan sebagainya. 14 Pengertian Pelaku Usaha yang bermakna luas tersebut, akan memudahkan konsumen untuk menuntut ganti kerugian. Konsumen yang dirugikan akibat penggunaan produk tidak begitu kesulitan dalam menentukan , kepada pihak siapa 14
Sutarman Yodo, 2004, Hukum Perlindungan Konsumen, Rajawali, Jakarta, h. 54.
15
tuntutan diajukan, karena banyak pihak yang dapat digugat. 15 Dalam menjalankan kegiatan usahanya, pelaku usaha yang menghasilkan barang dan/atau jasa bertanggung jawab terhadap barang dan/atau jasa yang dihasilkannya.
2.2.2. Hak Pelaku Usaha Pelaku osah juga perlu diatur hak-haknya agar terciptanya kenyamanan dalam berusaha dan untuk menciptakan pula hubungan yang seimbang antara pelaku usaha dengan konsumen. Menurut Pasal 6 UUPK 1999 hak-hak pelaku usaha adalah sebagai berikut: 1. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai
kondisi
dan
nilai
tukar
barang
dan/
atau
jasa
yang
diperdagangkan; 2. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik; 3. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen; 4. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/ atau jasa yang diperdagangkan; 5. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya. Hak pelaku usaha untuk menerima pembayaran sesuai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan, menunjukkan bahwa pelaku 15
Ibid, h. 60.
16
usaha tidak dapat menuntut lebih banyak jika kondisi barang dan/atau jasa yang diberikannya kepada konsumen tidak atau kurang memadai menurut harga yang berlaku pada umumnya atas barang dan/atau jasa yang sama. Dalam praktek yang biasa terjadi, suatu barang dan/atau jasa yang kualitasnya lebih rendah daripada barang yang serupa, maka para pihak menyepakati harga yang lebih murah. Dengan demikian yang dipentingkan dalam hal ini adalah harga yang wajar. 16 Terkait hak pelaku usaha yang tersebut pada angka 2, 3, dan 4, sesungguhnya merupakan hak-hak yang lebih banyak berhubungan dengan pihak aparat pemerintah dan/atau Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen atau Pengadilan dalam tugasnya melakukan penyelesaian sengketa. Melalui hak-hak tersebut
diharapkan
perlindungan
konsumen
secara
berlebihan
hingga
mengabaikan kepentingan pelaku usaha dapat dihindari. Satu-satunya yang berhubungan dengan kewajiban konsumen atas hak-hak pelaku usaha yang disebutkan pada angka 2, 3, dan 4, tersebut adalah kewajiban konsumen mengikuti upaya penyelesaian sengketa sebagaimana diuraikan sebelumnya. 17 Terakhir, hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundangundangan lainnya, seperti hak-hak yang diatur dalam Undang-Undang Perbankan, Undang-Undang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Undang-Undang Pangan, dan undang-undang lainnya. Berkenaan dengan berbagai
16
17
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, loc.cit. Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, op.cit, h. 51.
17
undang-undang tersebut, maka harus diingat bahwa UUPK 1999 adalah payung bagi semua aturan lainnya berkenaan dengan perlindungan konsumen. 18
2.2.3. Kewajiban Pelaku Usaha Dalam Pasal 7 UUPK 1999, bahwa kewajiban pelaku usaha adalah : a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya. Kewajiban pelaku usaha beritikad baik dalam melakukan kegiatan usaha merupakan salah satu asas yang dikenal dalam hukum perjanjian. Ketentuan tentang itikad baik ini diatur dalam Pasal 1338 ayat (3) Kitab Undang – Undang Hukum Perdata (yang selanjutnya disingkat KUHPer) bahwa perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Dalam UUPK 1999 pelaku usaha diwajibkan beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya, sedangkan bagi konsumen, diwajibkan beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa. Dalam UUPK 1999 tampak bahwa itikad baik lebih ditekankan pada pelaku usaha, karena meliputi semua tahapan dalam melakukan kegiatan usahanya, sehingga dapat diartikan bahwa kewajiban pelaku usaha untuk beritikad baik dimulai sejak barang dirancang atau diproduksi sampai ada tahap purna penjualan. Sebaliknya konsumen hanya diwajibkan beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa. 19 b. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, 18
19
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, loc.cit. Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, op.cit, h. 54.
18
perbaikan dan pemeliharaan. Yaitu
disebabkan karena
informasi
disamping merupakan hak konsumen, juga karena ketiadaan informasi atau informasi yang tidak memadai dari pelaku usaha merupakan salah satu jenis cacat produk (cacat informasi), yang akan sangat merugikan konsumen. Pentingnya penyampaian informasi yang benar terhadap konsumen mengenai suatu produk, agar konsumen tidak salah terhadap gambaran mengenai suatu produk tertentu. Penyampaian informasi terhadap konsumen tersebut dapat berupa representasi, peringatan, maupun yang berupa instruksi. 20 c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif. Sesuai dengan penjelasan Pasal 7 hruf c pelaku usaha dilarang membedabedakan konsumen dalam memberikan pelayanan. Pelaku usaha dilarang membedabedakan mutu pelayanan kepada konsumen. d. Menjamin mutu barang dan/atau jasa
yang diproduksi dan/atau
diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku. Adalah perlunya representasi yang benar dan tepat terhadap suatu barang dan/jasa, karena hal ini suatu penyebab besar terjadinya kerugian yang dialami oleh konsumen. e. Memberikan kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/ atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/ atau yang diperdagangkan. Sesuai
20
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, loc.cit.
19
dengan penjelasan Pasal 7 hruf e yang dimaksud dengan barang dan/atau jasa tertentu adalah barang yang dapat diuji atau dicoba tanpa mengakibatkan kerusakan atau kerugian. f. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan. Yakni kelalaian menyampaikan peringatan terhadap konsumen
dalam barang dan/jasa yang bersangkutan memungkinkan
timbulnya bahaya tertentu akan menimbulkan tanggung gugat bagi produsen. Pembebanan tanggung gugat yang demikian hanya akan dibebankan kepada produsen manakala produsen tersebut mempunyai pengetahuan atau dapat mempunyai pengetahuan tentang adanya kecenderungan bahayanya, maka produsen berhak untuk mengganti rugi atas kerugian yang di derita oleh konsumen. g. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/ atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian. Adalah bilamana barang dan/jasa tersebut tidak sesuai denga fungsi yang dimiliki maka konsumen berhak menunttut ganti rugi.