BAB II TINJAUAN UMUM PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PDAM TIRTA MANGUTAMA KABUPATEN BADUNG
2.1 Tinjauan Umum tentang Perlindungan Konsumen 2.1.1
Pengertian Konsumen, Perlindungan Konsumen, dan Pelaku Usaha
a. Pengertian Konsumen Menurut Philip Kotler, konsumen adalah semua individu dan rumah tangga yang membeli atau memperoleh barang atau jasa untuk dikonsumsi pribadi.16 Menurut Az. Nasution, konsumen adalah setiap orang yang mendapatkan barang dan jasa digunakan untuk tujuan tertentu.17 Menurut Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia yang selanjutnya disebut YLKI, konsumen adalah pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, bagi keperluan diri sendiri atau keluarganya atau orang lain dan tidak untuk diperdagangkan kembali. Pengertian konsumen menurut YLKI ini tidak jauh berbeda dengan pengertian konsumen dalam UUPK. Dalam UUPK, pengertian konsumen diatur dalam ketentuan Pasal 1 Ayat (2) yang merumuskan, “konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga dan
16 Philip Kotler, 1980, Principles of Marketing, Pretince-Hall Inc, Engglewood Cliffs New Jersey, h.267-268. 17 Celina Tri Siwi Kristiyanti, 2011, Hukum Perlindungan Konsumen, Sinar Grafika, Jakarta, h. 25.
20
21
orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan”. 18 Sebagaimana disebutkan dalam penjelasan Pasal 1 ayat (2) tersebut bahwa konsumen yang dimaksud adalah konsumen akhir. Pengertian yang terdapat dalam UUPK dipertegas hanya untuk konsumen akhir. Konsumen akhir adalah penggunaan atau pemanfaatan akhir dari suatu produk. Dari pengertian ini, terkandung beberapa unsur, yaitu : 1. Setiap orang (natuurlijke person) atau pribadi kodrati dan bukan berbentuk badan hukum (recht person); a) Pemakai dalam hal ini ditekankan pada pemakai akhir; b) Barang dan/atau jasa; c) Tersedia dalam masyarakat; d) Bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain; e) Barang dan/atau jasa tersebut tidak untuk diperdagangkan. b. Pengertian Perlindungan Konsumen Perlindungan konsumen memiliki cakupan yang sangat luas, perlindungan konsumen meliputi perlindungan konsumen terhadap barang dan/atau jasa, yang berawal dari tahap kegiatan untuk mendapatkan barang dan/atau jasa hingga sampai akibat-akibat dari pemakaian barang dan/atau jasa tersebut.19 Perlindungan konsumen adalah istilah yang dipakai untuk menggambarkan perlindungan hukum
18 Az Nasution, 1999, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, Daya Widya, Jakarta. h. 10. 19 Janus Sidabalok, 2010, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. h.10.
22
yang diberikan kepada konsumen dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhannya dari hal-hal yang merugikan konsumen itu sendiri. Perlindungan konsumen adalah keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah yang mengatur dan melindungi konsumen dalam hubungan dan masalah penyediaan dan pengunaan produk konsumen antara penyedia dan penggunanya, dalam kehidupan masyarakat.20 c. Pengertian Pelaku Usaha Pelaku usaha sering diartikan sebagai pengusaha yang menghasilkan barang dan jasa. Dalam pengertian ini termasuk di dalamnya pembuat, grosir, leveransir, dan pengecer professional yaitu setiap orang atau badan yang ikut serta dalam penyediaan barang dan jasa hingga sampai ke tangan konsumen. 21 Sedangkan dalam Pasal 1 angka 3 UUPK yang disebut pelaku usaha yaitu, “setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Republik Indonesia,
baik
sendiri
maupun
bersama-sama
melalui
perjanjian
menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi”. Dalam penjelasan undang-undang yang termasuk dalam pelaku usaha adalah perusahaan, korporasi, BUMN, koperasi, importir, pedagang, distributor, dan lain-lain. Menurut Janus Sidabalok, pelaku usaha dapat diartikan sebagai pengusaha yang menghasilkan barang dan jasa. Dalam pengertian ini termasuk di dalamnya pembuat, grosir, leveransir, dan pengecer professional, yaitu setiap orang atau
20
Az Nasution, 2002, Hukum Perlindungan Konsumen, Diadit Media, Yogyakarta, h. 22. Janus Sidabalok, 2000, Pengantar Hukum Ekonomi, Bina Media, Medan, h.99.
21
23
badan yang ikut serta dalam penyediaan barang dan jasa hingga sampai ke tangan konsumen. Sifat profesional merupakan syarat mutlak dalam hal menuntut pertanggungjawaban dari produsen atau pelaku usaha. 22 2.1.2
Dasar Hukum Perlindungan Konsumen Menurut norma hukum positif Indonesia landasan yuridis tertinggi terdapat
dalam Undang-Undang Dasar 1945, yakni Pasal 27 ayat (1). Dalam ketentuan tersebut dinyatakan, bahwa segala warga negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan, dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan dengan tidak ada kecualinya. Pasal tersebut pada dasarnya memberi landasan konstitusional bagi perlindungan konsumen di Indonesia. Karena dalam ketentuan tersebut sudah jelas dinyatakan bahwa kedudukan hukum semua warga Negara adalah sama atau sederajat (equality before the law). Sebagai warga Negara, kedudukan hukum konsumen tidak boleh rendah dari pada produsen atau pemasar produksi produsen. Mereka memilih hak-hak yang seimbang satu sama lainnya. Mengingat luasnya pokok bahasan hukum perlindungan konsumen itu, maka sangat sulit memberikan sistematika yang lengkap. Objek material hukum perlindungan konsumen mencakup semua lapangan hukum pada umumnya. Pembagian bidang-bidang hukum perlindungan konsumen dan beragam jenis peraturan yang melingkupi, menurut adanya konsistensi, baik dalam dalam substansi maupun penerapannya dilapangan. Untuk mencegah hal itu sangat diperlukan adanya umbrella act. Adapun aturan-aturan lain, baik yang setingkat
22
Janus Sidabalok, 2006, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia. Cet. I, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. h.9
24
dengan Undang-Undang maupun yang di bawahnya, merupakan pengaturan yang bersifat lebih sektoral. Peraturan yang disebut sebagai umbrella act adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (selanjutnya disingkat dengan UUPK, yang disahkan pada tanggal 20 April 1999, tetapi baru diberlakukan satu tahun kemudian (tanggal 20 April 2000). Penundaan ini dianggap perlu untuk melengkapi berbagai pranata hukum yang diberlakukan. UUPK sendiri dalam penjelasan umumnya menyebutkan sejumlah Undang-Undang yang dapat dikategorikan sebagai peraturan hukum sektoral. Undang-Undang tersebut telah ada mendahului UUPK. Untuk memberikan gambaran pengaturan hukum perlindungan konsumen secara komprehensif dalam hukum positif Indonesia. 2.1.3
Hak dan Kewajiban Konsumen serta Pelaku Usaha
a. Hak dan Kewajiban Konsumen Dalam pengertian hukum, yang dimaksud dengan hak adalah kepentingan hukum yang dilindungi oleh hukum, sedangkan kepentingan adalah tuntutan yang diharapkan untuk dipenuhi. Kepentingan pada hakikatnya mengandung kekuasaan yang dijamin dan dilindungi oleh hukum dalam melaksanakannya. 23 Secara umum, dikenal adanya empat hak dasar konsumen, hal ini mengacu pada Presiden Kennedy’s 1992 Consumer’s Bill of Rights yang dikemukakan oleh Sidarta yaitu : 1. Hak untuk mendapat keamanan (The right to safety);
23
Sudikno Mertokusumo, 1991, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Liberty, Yogyakarta,
h.38
25
2. Hak untuk mendapat informasi (The right to inform); 3. Hak untuk memilih (The right to choose); 4. Hak untuk didengar (The right to be heard).24 Empat
hak
dasar
tersebut
diakui
secara
internasional,
dalam
perkembangannya dalam organisasi-organisasi konsumen yang tergabung pada International Organization Consumer Union (IOCO) menambahkan beberapa hak seperti, hak mendapatkan pendidikan konsumen, hak mendapatkan ganti kerugian, dan hak mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. 25 Dalam UUPK juga terdapat hak-hak konsumen untuk menjamin adanya perlindungan konsumen yang tercantum pada Pasal 4 UUPK, yaitu : Hak-hak konsumen adalah : a. hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa; b. hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan; c. hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa; d. hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan; e. hak untuk mendapat advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut; f. hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen; g. hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; h. hak untuk mendapat kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya; i. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
24 25
Sidarta, 2000, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Grasindo, Jakarta, h. 16. Ibid.
26
Kewajiban konsumen juga diatur dalam Pasal 5 UUPK, yaitu : Kewajiban konsumen adalah : a. membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan; b. beritikad baik dalam melaksanakan transaksi pembelian barang dan/atau jasa; c. membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati; d. mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut. b. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha Hak dan kewajiban pelaku usaha juga telah diatur dalam UUPK. Dalam Pasal 6 UUPK merumuskan hak-hak pelaku usaha yaitu : a. hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan; b. hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik; c. hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen; d. hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan; e. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya. Kewajiban pelaku usaha terdapat di dalam Pasal 7 UUPK, yaitu : a. beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya; b. memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan pengunaan, perbaikan dan pemeliharaan; c. memperlakukan atau melayani konsumen secara benar, dan jujur serta tidak diskriminatif; d. menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku; e. memberi kesempatan pada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;
27
f. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan; g. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
2.2 2.2.1
Tinjauan Umum tentang PDAM Tirta Mangutama Kabupaten Badung Deskripsi PDAM Tirta Mangutama Kabupaten Badung Keberadaan sistem penyediaan air minum di Kabupaten Badung telah ada
sejak jaman Belanda, tepatnya pada sekitar tahun 1932. Sistem penyediaan air minum pada jaman itu dikenal dengan nama Perusahaan Air Minum Negara dengan menggunakan sumber air baku dari mata air Riang Gede yang terletak di Kabupaten Tabanan. Kemudian pada tahun 1945 atau saat era kemerdekaan, Perusahaan Daerah Air Minum Negara berubah menjadi Perusahaan Air Minum yang dikelola langsung oleh Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik Provinsi Daerah Tingkat I Bali. Dalam rangka Colombo Plan pada tahun 1971, Pemerintah Australia memberikan bantuan dana yang kemudian digunakan untuk membuat pipa transmisi, reservoir, pipa distribusi, dan sambungan rumah serta 10 buah sumur bor dengan kapasitas keseluruhannya mencapai 425L/dt. Selanjutnya pada tahun 1975, Perusahaan Air Minum berubah nama menjadi Perusahaan Air Minum Daerah Tingkat II Badung sesuai dengan Surat Keputusan Direktorat Teknik Penyehatan Nomor 93/KPTS/1975 tertanggal 21 Oktober 1975.
28
Penggunaan nama Perusahaan Air Minum Daerah Tingkat II Badung kemudian diubah secara resmi pada tahun 1976 menjadi PDAM Daerah Tingkat II Kabupaten Badung berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 5/PERDA/1976. Pada saat ini sesuai dengan otonomi daerah, PDAM Kabupaten Daerah Tingkat II Badung diubah menjadi Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Badung. Pada tahun 2011 Perda Nomor 9 Tahun 2011 berubah nama menjadi Perusahaan Daerah Air Minum Tirta Mangutama Kabupaten Badung. 2.2.2
Produk dan Layanan PDAM Tirta Mangutama Kabupaten Badung PDAM Tirta Mangutama Kabupaten Badung adalah sebuah lembaga di
bawah Pemerintah Daerah Kabupaten Badung yang bertugas untuk memberikan pelayanan air bersih kepada masyarakat luas di wilayah Kabupaten Badung. Sumber-sumber air baku yang dimanfaatkan oleh PDAM Tirta Mangutama Kabupaten Badung sebagian besar berasal dari air tanah dalam. Sedangkan untuk sistem pengolahannya, PDAM Tirta Mangutama Kabupaten Badung mempunyai sistem pengolahan lengkap yang terdapat di Instalasi Tukad Ayung dan Estuary Reservoir. Instalasi Pengolahan Air (IPA) I dan II merupakan suatu sistem yang konvensional dengan memanfaatkan kapasitas hidrolis. Sedangkan Estuary menggunakan sistem pulsator. Pengolahan air yang dilakukan terhadap air baku yang bersumber dari sumur bor menggunakan airasi, hal ini dilakukan untuk menurunkan kadar besi dan mangan. Sedangkan sistem pengolahan untuk air baku yang berasal dari mata air hanya menggunakan sistem chlorinasi.
29
Wilayah pelayanan PDAM Tirta Mangutama Kabupaten Badung meliputi 4 Kecamatan yaitu : a. Kecamatan Petang : Desa Petang, Desa Pangsan, Desa Getasan, Desa Carang Sari. b. Kecamatan Abiansemal : Desa Sangeh, Desa Blahkiuh, Desa Abiansemal, Desa Taman, Desa Punggul, Desa Bongkasa, Desa Ayunan, Desa Mambal, Desa Jagapati, Desa Angantaka, Desa Sedang. c. Kecamatan Mengwi : Desa Kuwum, Desa Sembung, Desa Baha, Desa Mengwi, Desa Mengwitani, Desa Werdhibuana, Desa Gulingan dan Desa Kekeran. d. Badung Kota : Desa Darmasaba, Desa Lukluk, Desa Sading, Desa Sempidi, Desa Kapal, Desa Abianbase, Desa Buduk, Desa Munggu, Desa Cemagi, Desa Dalung, Kelurahan Kerobokan, Kelurahan Kerobokan Kaja, Desa Canggu, Kelurahan Legian, Kelurahan Seminyak. e. Kuta dan Kuta Selatan : Tanjung Benoa, Benoa, Kutuh, Pecatu. 2.2.3
Hubungan Hukum PDAM Tirta Mangutama Kabupaten Badung dengan Konsumen Secara umum, hubungan hukum merupakan suatu hubungan yang
terhadapnya, hukum meletakkan hak-hak pada suatu pihak dan meletakkan kewajiban pada pihak lainnya. 26 Hubungan antara produsen dan konsumen terjadi secara terus-menerus dan berkesinambungan. Produsen dalam melakukan
26
R. Soeroso, 2011, Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, h. 269.
30
usahanya membutuhkan konsumen sebagai pelanggan dan konsumen bergantung kepada barang dan/atau jasa yang dihasilkan produsen untuk memenuhi kebutuhannya. Terdapat dua hubungan yang terjadi antara konsumen dan produsen, yaitu: a. Hubungan langsung adalah hubungan antara produsen dengan konsumen yang terikat secara langsung dengan suatu perjanjian. b. Hubungan tidak langsung adalah hubungan antara produsen dengan konsumen yang tidak secara langsung terikat dengan perjanjian, karena adanya pihak diantara pihak konsumen dan produsen. 27 Dalam kaitannya dengan hubungan PDAM Tirta Mangutama Kabupaten Badung dengan konsumen adalah telah terjadi hubungan langsung. Hubungan antara PDAM Tirta Mangutama Kabupaten Badung dengan konsumen adalah hubungan yang terikat secara langsung dengan adanya suatu perjanjian. Konsumen dalam hal ini adalah mencakup orang yang memakai jasa PDAM Tirta Mangutama Kabupaten Badung dalam hal pelayanan air bersih. Konsumen PDAM tidak hanya identik dengan pelanggan PDAM karena yang menggunakan air bersih dari PDAM tidak hanya pelanggan saja, bisa anggota keluarga pelanggan, atau mungkin tamu dari pelanggan. Sebaliknya, pelanggan PDAM dapat dipastikan sebagai konsumen PDAM. Namun demikian untuk memudahkan maka yang dimaksud dengan konsumen PDAM adalah para pelanggan PDAM.
27
Ahmad Miru, 2011, Prinsip-Prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen di Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h.34-35.
31
Konsumen yang ingin menggunakan jasa PDAM harus mengajukan surat permohonan berlangganan air terlebih dahulu kepada PDAM. Setelah mendapat persetujuan oleh PDAM, lalu calon konsumen menandatangani suatu kontrak perjanjian berlangganan air yang berisi tentang biaya sambungan rumah, hak dan kewajiban PDAM, hak dan kewajiban konsumen, serta larangan bagi konsumen. Perjanjian yang disepakati oleh PDAM dan konsumen merupakan perjanjian yang ditetapkan secara sepihak oleh PDAM, sehingga perjanjian tersebut merupakan perjanjian standar atau perjanjian baku. Istilah perjanjian baku merupakan terjemahan dari standard contract, baku berarti patokan atau acuan. Mariam Darus mendefinisikan perjanjian baku adalah perjanjian yang isinya dibakukan dan dituangkan dalam bentuk formulir.28 Karateristik klausula baku menurut Sudaryatmo adalah sebagai berikut : 1.
Perjanjian dibuat secara sepihak oleh mereka yang posisinya relatif lebih kuat dari konsumen.
2.
Konsumen sama sekali tidak dilibatkan dalam menentukan isi perjanjian.
3.
Dibuat dalam bentuk tertulis dan massal.
4.
Konsumen terpaksa menerima isi perjanjian karena didorong oleh faktor kebutuhan.29 Sedangkan dalam Pasal 1 angka 10 UUPK, memberikan penjelasan
mengenai klausula baku yaitu “setiap aturan atau ketentuan dan syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha
28
Mariam Darus Badrulzaman, 1978, Perjanjian Kredit Bank, Alumni, Bandung, h.48. Sudaryatmo, 1999, Hukum dan Advokasi, Citra Aditya Bakti, Bandung, h.93.
29
32
yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen”. Berdasarkan penjelasan di atas, pengertian klausula baku dapat diartikan sebagai suatu perjanjian yang dibuat oleh pihak yang lebih kuat kedudukannya dan disepakati oleh kedua belah pihak yang isi perjanjiannya dituangkan dalam bentuk dokumen atau formulir. Dalam hal ini, maka konsumen yang dalam hal ini adalah pelanggan PDAM mendapatkan hak untuk mendapatkan pelayanan air bersih sesuai perjanjian yang telah disepakati. Selain itu, dalam perjanjian berlangganan air ini juga akan menimbulkan hak dan kewajiban yang dilaksanakan oleh kedua belah pihak. Dalam praktiknya, pelaksanaan klausula baku ini sering merugikan pihak konsumen karena konsumen tidak dilibatkan dalam pembuatan perjanjian tersebut dan dibuat oleh pihak yang kedudukannya lebih kuat yaitu pelaku usaha. Namun, dikarenakan konsumen membutuhkan barang dan/atau jasa tersebut konsumen maka konsumen tetap menerima klausula baku tersebut untuk memenuhi kebutuhannya. Dengan demikian, maka diperlukan pengawasan dalam penyaluran barang dan/atau jasa serta adanya perlindungan dalam pemenuhan hak-hak konsumen.