BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PAJAK HOTEL SEBAGAI PAJAK DAERAH 2.1. Tinjauan Umum Tentang Pajak Sebelum membahas mengenai pengertian pajak hotel, terlebih dahulu dijelaskan pengertian pajak. Secara umum pajak adalah pungutan dari masyarakat oleh Negara berdasarkan undang-undang yang dapat dipaksakan dan terutang oleh wajib pajak dengan tidak mendapat kontra prestasi secara langsung yang hasilnya digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan.1 Sementara itu undang-undang perpajakan sendiri tidak memberikan definisi pajak sampai dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007. Adapun definisi pajak menurut Undang-Undang tersebut, yaitu “pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”2 Berbagai definisi pajak yang dijabarkan para sarjana ahli di bidang perpajakan, antara lain: 1. PJA. Adriani memberikan definisi pajak adalah iuran pada Negara yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak dapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk 1
Marihot P. Siahaan, 2004, Utang Pajak, Pemenuhan Kewajiban dan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta (Selanjutnya disebut Marihot P. Siahaan I), h. 5 2Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
31
32
membiayai
pengeluaran-pengeluaran
umum
berhubungan
dengan
tugas
pemerintah”.3 2. MJH. Smeeths memberikan definisi pajak adalah prestasi pemerintah yang terutang melalui norma-norma umum, dan yang dapat dipaksakan, tanpa adanya kontra prestasi yang dapat ditunjukkan dalam hal individual, maksudnya adalah membiayai pengeluaran pemerintah.4 Definisi yang diberikan PJA. Adriani dan MJH. Smeeths dilihat dari fungsi pajak, pajak lebih ke fungsi budgeter atau mengisi kas Negara untuk membiayai pengeluaran pemerintah. 3. Soemohamidjojo memberikan definisi pajak sebagai iuran wajib, berupa uang atau barang, yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum guna menutup biaya barang dan jasa yang dikeluarkan dalam mencapai kesejahtraan umum.5 4. H. Rochmat Soemitro menguraikan pajak sebagai gejala sosial, artinya pajak hanya ada dalam masyarakat dan sudah ada sejak masyarakat itu ada..6 5. Suparman Sumadwijaya memberikan definisi pajak adalah iuran wajib berupa barang yang dipungut penguasa berdasarkan perundang-undangan atau norma 3
H. Bohari, 2012, Pengantar Hukum Pajak-Ed. Revisi-9, Rajawali Pers, Jakarta, h. 23
4
Ibid, h.24
5
Josef Riwu Kaho, 2005, Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 144 6 Rochmat Soemitro, 1986, Asas dan Dasar Perpajakan I, PT. Eresco, Bandung, (Selanjutnya disebut Rochmat Soemitro I), h. 41
33
hukum untuk menutup biaya-biaya yang digunakan untuk menyelenggarakan kesejahteraan umum.7 6. Sommerfeld Ray M., Anderson Herschel M., dan Brock Horace R., memberikan definisi pajak sebagai suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah, bukan akibat dari adanya pelanggaran hukum, dilaksanakan berdasarkan ketentuan yang ditetapkan, tanpa mendapatkan imbalan langsung yang proporsional, agar tugas pemerintah dapat terselenggara.8 Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan terdapat dua hal penting dalam definisi pajak antara lain: a. Iuran yang dapat dipaksakan, artinya rakyat atau badan hukum harus membayar iuran tersebut. Tidak dibayarnya iuran tersebut akan berakibat sanksi atau tindakan hukum oleh pemerintah berdasarkan peraturan perundang-undangan. b. Tanpa jasa timbal/kontra prestasi/imbalan langsung, yang mengandung arti bahwa wajib pajak yang membayar iuran kepada pemerintah tidak mendapat atau ditujukkannya imbalan secara langsung oleh pemerintah atas apa yang dibayarkannya. 7. N.J. Feldmann memberikan definisi pajak adalah prestasi yang dipakasakan sepihak dan terutang kepada penguasa atas dasar norma-norma yang diterapkan 7
Sutedi, 2013, Hukum Pajak, -Cet.2, Sinar Grafika, Jakarta, h. 3
8
Mohammad Zain, 2003, Manajemen Perpajakan, Salemba Empat, Jakarta, h. 12
34
secara umum, tanpa adanya kontraprestasi, dan digunakan untuk pemenuhan pembiayaan pengeluaran pemerintah.9 Para sarjana tersebut diatas banyak menyebutkan istilah iuran wajib dengan harapan bahwa pemungutan pajak berdasarkan kerja sama wajib pajak bukan karena paksaan. Istilah kontraprestasi Negara perlu memungut pajak sebagai kontraprestasi dalam bentuk fasilitas umum, penyelenggaraan keamanan yang telah diberikan Negara kepada masyarakat sebagai pembayar pajak. Dengan melihat definisi pakar atau sarjana tersebut dapat diuraikan 5 (lima) unsur pokok dalam definisi pajak, yaitu: 1. Bahwa pajak merupakan iuran pada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan. 2. Pajak dipungut berdasarkan norma hukum. Pemungutan pajak dapat dilaksanakan oleh Negara apabila telah diatur dengan perundangundangan atau peraturan yang dibuat pemerintah dan berlaku umum. 3. Bahwa pemungutan atau perpindahan iuran itu sifatnya wajib dan apabila tidak dilakasanakan maka dapat dipaksakan karena telah didasarkan pada Undang-undang atau peraturan. 4. Bahwa pemungutan pajak tidak memberikan kontraprestasi yang langsung kepada individual yang membayar pajak. Kontraprestasi diberikan Negara kepada masyarakat umum dalam bentuk penyediaan fasilitas umum 9
Ibid
35
seperti jembatan, jalan raya, keamanan, kesehatan, penerangan dan pengairan yang secara langsung dapat dinikmati secara bersama-sama atau kolektif. 5. Bahwa pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran Negara seperti macam-macam kontraprestasi oleh Negara seperti tersebut diatas.10 2.1.1 Tinjauan Umum Tentang Pajak Daerah Berlakunya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah membuat hubungan fungsi pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dilaksanakan dengan sistem otonomi, yang meliputi desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan tanpa ada saling membawahi.11 Otonomi daerah membagi urusan pemerintahan menjadi tiga, yakni urusan pemerintah yang dikelola oleh pemerintah pusat (pemerintah), urusan pemerintah yang dilaksanakan oleh pemerintah provinsi, dan urusan pemerintah yang dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten/kota. Sebagai daerah otonom pemerintah kabupaten/kota berhak membuat Peraturan Daerah untuk menyelenggarakan urusan otonomi daerah termasuk dalam bidang keuangan meliputi pajak. Berdasarkan kewenangan pemungutan pajak dapat dibedakan yaitu pajak pusat dan pajak daerah. Penerimaan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi terdiri
10 Amin Widjaja Tunggal, 1991, Pelaksanaan Pajak Penghasilan Perorangan, Rineka Cipta, Jakarta, h. 15 11
H. Siswanto Sunarno, 2012, Hukum Pemerintahan Daerah Di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, h.5
36
atas pendapatan daerah dan pembiayaan. Pendapatan Kabupaten Badung bersumber dari: a.
pendapatan asli daerah yang terdiri dari pendapatan pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, lainlain pendapatan asli daerah yang sah.
b. Dana perimbangan yang terdiri dari bagi hasil pajak/bagi hasil bukan pajak, dana alokasi umum, dana alokasi khusus. c. Lain-lain pendapatan daerah yang sah terdiri dari dana bagi hasil pajak dari provinsi atau pemerintah daerah lainnya, dana penyesuaian dan otonomi khusus, bantuan keuangan dari provinsi atau pemerintah daerah lainnya, dana insentif daerah. Berdasarkan hal diatas pajak merupakan sumber keuangan pokok bagi daerah. Menurut A. Siagian pajak daerah adalah pajak Negara yang diserahkan kepada daerah dan dinyatakan sebagai pajak daerah berdasar Undang-Undang.12 Kriteria atau ciri yang menyertai pajak daerah adalah sebagai berikut: a. Pajak daerah berasal dari pajak Negara yang diserahkan pada daerah sebagai pajak daerah berdasarkan Undang-Undang. b. Pemungutan pajak daerah didasarkan pada Undang-Undang atau peraturan hukum lainnya.
12
A. Siagian, 1985, Pajak Daerah Sebagai Sumber Keuangan Daerah, Institut Ilmu Pemerintah, Jakarta, h. 64.
37
c. Hasil pemungutan pajak daerah dipergunakan untuk membiayai penyelenggaraan urusan rumah tangga daerah atau membiayai pengeluaran daerah sebagai badan hukum publik. d. Pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah berdasarkan pengaturan yang dilaksanakan oleh daerah itu sendiri.13 Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 memberikan definisi,“Pajak daerah yang selanjutnya disebut pajak adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasar Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.” Beberapa pengertian atau istilah yang terkait pajak daerah antara lain14: 1. Daerah otonom selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas daerah yang berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 2. Pajak daerah yang selanjutnya disebut pajak, adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang yang dapat dipaksakan berdasarkan berdasarkan peraturan perundangundangan
yang
berlaku
untuk
membiayai
pembangunan
daerah
dan
penyelenggaraan pemerintahan daerah. 13
K.J. Davey, 1988, Pembiayaan Pemerintahan Daerah, UI-Press, Universitas Indonesia, h.
39 14
Mardiasmo, 2009, Perpajakan Edisi Revisi 2009 – Ed.XVI. Andi, Yogyakarta, h. 12.
38
3. Subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang dapat dikenakan pajak daerah. 4. Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan
daerah
diwajibkan
untuk
melakukan
pemungutan atau pemotongan pajak tertentu serta melakukan pembayaran pajak yang terutang. Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 membagi jenis pajak provinsi terdiri atas: a. Pajak kendaraan bermotor b. Bea balik nama kendaraan bermotor c. Pajak bahan bakar kendaraan bermotor d. Pajak air permukaan e. Pajak rokok Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 membagi jenis pajak kabupaten/kota terdiri atas: a. Pajak Hotel b. Pajak Restoran c. Pajak Hiburan d. Pajak Reklame e. Pajak Penerangan f. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan g. Pajak Parkir h. Pajak Air Tanah
39
i. Pajak Sarang Burung Walet j. Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan k. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Pajak kabupaten/kota ditetapkan dalam bentuk Peraturan Daerah. Melihat definisi pajak daerah berdasarkan Undang-Undang, dapat dijabarkan unsur pokok dalam definisi pajak daerah yaitu: 1. Penagihannya dilakukan oleh pejabat pajak yang memiliki kewenangan mengelola pajak didaerah. 2. Obyek pajak daerah hanya sebatas yang tercantum pada Pasal 2 UndangUndang Nomor 28 Tahun 2009. Pajak pusat seperti pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai barang dan jasa, pajak penjualan atas barang mewah, bea materai, bea masuk, dan cukai tidak dapat digunakan oleh daerah. 3. Pembedaan tersebut diatas untuk mencegah pajak ganda yang dapat merugikan wajib pajak. Penggolongan pajak daerah yang terdiri dari pajak provinsi dan pajak kabupaten/kota sudah bersifat final sesuai dengan Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Undang-Undang tersebut tidak memperbolehkan daerah memungut pajak selain jenis pajak daerah yang telah ditentukan, namun jika daerah mengupayakan pajak daerah yang tidak sesuai atau tidak dikenal dalam UndangUndang tersebut berarti daerah melakukan perbuatan hukum yang tidak sah dan peraturan daerah yang dibuat batal demi hukum.
40
2.1.2 Sistem Pemungutan Pajak Sistem pemungutan pajak dibagi menjadi 3 (tiga): 1. Self Assesment System Wajib pajak menentukan sendiri besaran pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan Undang-Undang perpajakan yang berlaku. Hal ini sesuai dengan dikatakan John Hutagaul bahwa,15 “since the income tax law of 1983 was enacted, there are some basic principles which were followed under taxation in indonesia. On of the basic principles is self assesment, which meant that the taxpayer is given the trust and responsibility to compute, pay and report their tax obligation. In relation to the implimentation of self assesment, the tax officials should establiesh and supervise the accomplishment of the principle”. Ciri-ciri sistem pemungutan pajak dengan sistem ini antara lain adanya kepastian hukum, perhitungannya sederhana dan mudah dimengerti oleh wajib pajak, lebih mencerminkan asas keadilan dan merata, pelaksanaannya mudah, memperkecil adanya kemungkinan ketidakmampuan wajib pajak untuk membayar pajak akibat perhitungan yang terlalu besar.16 Self assessment system memerlukan biaya pemungutan yang lebih kecil dibandingkan dengan sistem official assessment. Wajib pajak juga diberi kepercayaan untuk menghitung, melaporkan dan membayar sendiri jumlah pajak yang terutang, Menurut Carl S. Shoup sistem ini adalah tipe ke-6 dari tipe adminsitrasi perpajakan
15 PM John L. Hutagaol, 2003, Manual for Taxation of Expatriates Working in Indonesia, Direktorat Jendral Pajak, Jakarta, h.15 16 Indra Ismawan, 2001, Memahami Reformasi Perpajakan 2000, PT Elex Media Komputindo, Jakarta, h. 11
41
yang selanjutnya mengungkapkan pula bahwa tipe administrasi perpajakan banyak ditentukan oleh bentuk kerja sama atau tingkat partisipasi wajib pajak atau pemotong/pemungut pajak. Sistem ini memberikan wajib pajak beban yang berat, karena
harus
memberikan
laporan
informasi
yang
relevan
dalam
surat
pemberitahuannya, menghitung dasar pengenaan pajaknya, mengkalkulasi jumlah pajak yang terutang dan melunasi pajak yang terutang atau mengangsur jumlah pajak yang terutang. Disatu sisi wajib pajak memperoleh pula kesempatan yang luas untuk melakukan penyelundupan dengan cara memberi informasi yang palsu atau menunda pembayaran. Terbuka juga peluang dengan cara melakukan kolusi dengan petugas penetapan, pemeriksa dan penagih pajak dari jajaran instansi pajak. Ciri dan corak tersendiri dari sistem pemungutan pajak self assessment system adalah17: -
Tanggung jawab atas kewajiban pelaksanaan pajak berada pada anggota masyarakat wajib pajak. Pemerintah dalam hal ini aparat perpajakan sesuai dengan fungsinya berkewajiban melakukan pengawasan pembinaan, penelitian terhadap pelaksanaan kewajiban perpajakan wajib pajak
-
Pemungutan pajak merupakan bentuk dari pengabdian dan peran serta wajib pajak untuk
secara bersama-sama
melaksanakan
pembiayaan Negara dan pembangunan nasional.
17
Mohammad Zain, Op. Cit, h. 111
kewajiban
perpajakan
untuk
42
-
Diharapkan pelaksanaan administrasi perpajakan ini dapat dilaksanakan dengan lebih rapi, terkendali, mudah, dan sederhana untuk dipahami oleh anggota masyarakat wajib pajak. Hal tersebut berdasar pada diberikannya kepercayaan kepada anggota wajib pajak untuk dapat melaksanakan kegotongroyongan nasional melalui sistem menghitung, memperhitungkan, dan membayar sendiri pajak yang terutang. 2. Official Assesment System Sistem ini memberikan aparatur perpajakan inisiatif untuk menghitung dan
memungut pajak. Berhasil atau tidaknya pemungutan pajak akan tergantung pada aparatur perpajakan.18 Penerapan sistem ini akan berhasil apabila didukung kuantitas dan kualitas sumber daya manusia perpajakan yang mencukupi, aparatur perpajakan yang terlatih, aparatur perpajakan yang berintegritas, serta didukung perangkat keras dan lunak yang sanggup memperkirakan jumlah pajak dengan akurat dan cepat. 3. With Holding System Withholding tax system adalah sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang kepada pihak ketiga untuk memungut atau memotong besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak.19 Pihak ketiga selanjutnya menyetorkan kepada fiskus.
18
Siti Resmi, 2003, Perpajakan: Teori dan Kasus, Salemba Empat, Jakarta, h. 10
19
Thomas Sumarsan, 2011, 99 Solusi Perpajakan untuk Anda, PT Indeks Permata Puri Media, Jakarta, h. 6
43
Wajib pajak dan fiskus tidak aktif, dikarenakan fiskus hanya mengawasi saja pelaksanaan pemotongan oleh pihak ketiga.20 Pemungutan pajak hendaknya tidak menimbulkan perlawanan atau hambatan dalam pemungutannya, maka pemungutan pajak harus dilakukan dengan syarat sebagai berikut21: 1. Pemungutan pajak harus memenuhi syarat keadilan dalam perundangundangan dan adil dalam pelaksanaannya. Adil dalam perundangundangan seperti mengenakan pajak secara umum dan merata. Adil dalam pelaksanaannya dengan memberikan hak bagi wajib pajak untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam pembayaran dan mengajukan banding kepada Majelis Pertimbangan Pajak. 2. Pemungutan pajak di Indonesia harus berdasarkan Peraturan PerundangUndang. 3. Pemungutan pajak di Indonesia harus memenuhi syarat ekonomis, artinya tidak mengganggu kelancaran kegiatan produksi maupun perdagangan sehingga tidak berdampak pada kelesuan perekonomian masyarakat. 4. Pemungutan pajak harus memenuhi syarat efisien sehingga biaya pemungutannya lebih rendah dari pada hasil pemungutannya.
20
Wirawan B. Ilyas & Richard Burton, 2007 , Hukum Pajak, Salemba Empat, Jakarta, h. 22
21
Mardiasmo, Op.Cit, h. 2.
44
5. Mendorong masyarakat dalam memudahkan memenuhi kewajiban perpajakannya harus menggunakan sistem pemungutan pajak yang sederhana. 2.1.3. Teori-Teori Yang Mendukung Pemungutan Pajak 1. Teori wajib bayar pajak mutlak, pendukung teori ini ditokohi antara lain oleh W.J Polak, Cort Van Der Linden, W.H. Van Den Berg. Teori ini dilandasi oleh asas Negara, bahwa Negara mempunyai hak mutlak, Negara tidak memungut berdasarkan apa yang diserahkan rakyat untuk kepentingannya, melainkan berdasarkan hak sendiri dari Negara. Negara selaku organisasi dari masyarakat mempunyai tugas untuk menyelenggarakan kesejahteraan dengan memperhatikan syarat-syarat keadilan berhak memungut pajak dari orang atau badan yang ada didalam wilayah Negara.22 2. Teori pembangunan, dana yang terkumpul dari pajak guna pembangunan yang membuat rakyat menjadi adil, makmur, sejahtera.23 3. Asas administrasi kepastian perpajakan, pemungutan pajak dilakukan secara pasti atau harus jelas disebutkan siapa apa yang dikenakan pajak, berapa besarannya, bagaimana prosedur pembayarannya, bukti pembayarannya, dan sanksi jika terlambat membayarnya.24 Asas ini sama dengan asas kepastian 22
Chidir Ali, 1993, Hukum Pajak Elementer, PT. Eresco, Bandung, h.113.
23 Adrian Sutedi, 2008, Hukum Pajak dan Retribusi Daerah, Ghalia Indonesia, Bogor Selatan, (Selanjutnya disebut Adrian Sutedi II), h. 34. 24
Bohari, Op.Cit., h. 43 .
45
atau certainty yang menekankan kepastian hukum mengenai subyek dan obyek pajak. 4. Asas yuridis, pemungutan pajak harus berdasar Undang-undang25. Hukum pajak haruslah memberi jaminan hukum terhadap Negara dan rakyatnya. Setiap pemungutan pajak yang dilakukan oleh fiskus haruslah berdasarkan Undang-Undang sehingga tidak terjadi kerugian pada Negara dan wajib pajak. Sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 23 A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang sebagai konsekuensi Negara hukum. Pidato Willian Pitt dan Karl of Chatham di Inggris mengatakan “no taxation without representation”.26 Pemerintah Kabupaten Badung yang merupakan bagian dari Negara Republik Indonesia didalam menjalankan pungutan pajak harus didasarkan pada Peraturan Perundang-Undangan. Begitu juga dengan pajak hotel, yang merupakan pendapatan pajak daerah di Kabupaten Badung dipungut berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah(Lembaran Negara Republik Indonesia 2004 Nomor 125), Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah (Lembaran Negara Nomor 4138) dan Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 15 25
Djoko Muljono, Op. Cit , h. 18.
26 Muhammad Djafar Saidi, 2008, Perlindungan Hukum Wajib Pajak dalam Penyelesaian Sengketa Pajak, Rajawali Pers, Jakarta (Selanjutnya disebut Muhammad Djafar Saidi II), h. 2-3.
46
Tahun 2011 tentang Pajak Hotel, Peraturan Bupati Nomor 21 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pemungutan Pajak, Pajak Parkir, Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan dan Pajak PeneranganJalan, Peraturan Bupati Badung Nomor 34 Tahun 2012 Tentang Tata Cara Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administratif dan Penghapusan atau Pembatalan Ketetapan Pajak Daerah, Peraturan Bupati Badung No 28 Tahun 2013 Tentang Penentuan Tanggal Jatuh Tempo Pembayaran dan Penyetoran Pajak Daerah 2.1.4 Fungsi Pajak Mengenai fungsi pajak dapatlah dibedakan dalam tiga hal: 1. Fungsi budgetair Fungsi budgetair terjadi apabila negara yang masih mengandalkan pungutan pajak sebagai sumber pendapatan atau penerimaan yang digunakan untuk mengisi kas Negara atau fisikal untuk menutupi anggaran belanja pemerintah. Fungsi pajak ini sudah terjadi sejak abad lampau. Perbedaannya pada zaman lampau pajak sematamata dipandang sebagai alat pengisi kas Negara tanpa memandang apakah pajak itu adil atau tidak bagi masyarakat.27 2. Fungsi regulerend Sejarah perkembangan pajak pada abad ke-19 telah mengenal fungsi regulerend atau mengatur adalah fungsi pajak yang tidak dimiliki oleh fungsi retribusi. Berdasarkan fungsi ini pemerintah pusat dan pemerintah daerah dapat 27
Chidir Ali, Op. Cit, h.134
47
mengatur kehidupan masyarakat untuk membentuk kemakmuran masyarakat melalui pajak.28 Pajak disamping digunakan untuk mengisi kas Negara atau tujuan fisikal, pajak harus pula dapat meratakan pendapatan nasional, dan menjaga keamanan Negara. Dalam fungsi mengatur ini adakalanya pemerintah melakukan pemungutan pajak dengan tarif yang tinggi atau sama sekali dengan tarif nol persen. Pemerintah menggunakan pajak sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu baik dalam bidang politik, ekonomi, kultural dan sosial.29 3. Fungsi Investasi Fungsi investasi yang terdapat dalam pajak karena wajib pajak telah menyisihkan sebagian penghasilan atau kekayaan untuk kepentingan Negara maupun daerah. Pajak yang dibayar merupakan peran serta wajib pajak menanamkan modal agar dapat memberantas kemiskinan.30 2.2. Penentuan Wajib Pajak Hotel 2.2.1. Subjek Pajak, Pengukuhan Wajib Pajak, Dan Kewajiban Wajib Pajak Hotel Subjek pajak hotel adalah konsumen yang menikmati dan membayar pelayanan yang diberikan pengusaha hotel. Pengusaha hotel disebut sebagai wajib pajak hotel karena sebagai orang pribadi atau badan yang mengusahakan hotel dan 28
Ibid, h.136-137.
29
H. Bohari, Op. Cit, h. 135
30
M. Djafar Saidi, 2011, Pembaharuan Hukum Pajak, Rajawali Pers, Jakarta (Selanjutnya disebut M. Djafar Saidi III), h. 39
48
diberi kewenangan untuk memungut pajak dari konsumen atau subjek pajak serta melakukan kewajiban perpajakan lainnya. Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Badung melalui bidang pendaftaran dan pendataan mendaftarkan dan mendata wajib pajak yang memiliki objek pajak hotel di wilayah Kabupaten Badung. Dengan mempersiapkan formulir pendaftaran wajib pajak daerah badan atau pemilik usaha. Wajib pajak wajib mengisi formulir tersebut dengan lengkap dan benar untuk disampaikan ke Dispenda.31 Wajib pajak yang telah mendaftarkan dan melaporkan usahanya akan diterbitkan nomor pokok wajib pajak (selanjutnya disingkat NPWPD)32. NPWPD ini tidak menentukan mulai terutangnya pajak hotel, tetapi sebagai sarana administratif untuk pengawasan oleh Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten. Wajib pajak hotel dalam melakukan tugas sebagai pemungut pajak hotel dari subjek pajak berdasarkan pada dasar hukum yang jelas sehingga masyarakat dan para pihak yang terkait harus mematuhi. Dasar hukum pemungutan pajak hotel disuatu kabupaten di Kabupaten Badung adalah sebagaimana dibawah ini: 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. 2. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah.
31
Pasal 2 Peraturan Bupati Nomor 21 Tahun 2012
32
Pasal 3 Peraturan Bupati Nomor 21 Tahun 2012
49
3. Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 15 Tahun 2011 tentang Pajak Hotel. 4. Peraturan Bupati Badung Nomor 21 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pemungutan Pajak Parkir, Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan dan Pajak Penerangan Jalan 5. Peraturan Bupati Badung Nomor 28 Tahun 2013 tentang Penentuan Tanggal Jatuh Tempo Pembayaran dan Penyetoran Pajak Daerah 6. Peraturan Bupati Badung Nomor 34 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administratif dan Pengurangan atau Pembatalan Ketetapan Pajak Daerah. Pajak Hotel dapat dikenakan dikabupaten/kota apabila pemerintah daerah telah terlebih dulu menerbitkan peraturan daerah tentang pajak hotel sebagai landasan hukum pengenaan atau pemungutan pajak hotel dikabupaten/kota yang bersangkutan. Dalam pemungutan pajak hotel terdapat beberapa terminologi yang harus diketahui, antara lain33: 1. Hotel adalah bangunan yang khusus disediakan untuk orang atau sekelompok orang menginap, memperoleh pelayan dan fasilitas lainnya dengan dipungut bayaran, termasuk bangunan lainnya yang menyatu dimiliki dan dikelola oleh pihak yang sama, kecuali oleh pertokoan dan perkantoran. 33
Marihot Pahala Siahaan, 2010, Pajak daerah dan Retribusi Daerah-Ed. Revisi-Cet. 2, Rajawali Pers, Jakarta (Selanjutnya disebut Marihot P. Siahaan II), h. 300
50
2. Rumah penginapan adalah penginapan dalam bentuk klasifikasi apa pun beserta fasilitasnya yang digunakan untuk menginap dan disewakan untuk umum. 3. Pembayaran adalah jumlah yang diterima pemilik hotel sebagai imbalan atas pelayan atau penyerahan barang. 4. Pengusaha hotel adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun yang dalam lingkungan pekerjaan atau perusahaannya melakukan usaha dibidang jasa penginapan. 5. Bon penjualan (bill) adalah bukti pembayaran yang sekaligus sebagai bukti pungutan pajak yang dibuat oleh wajib pajak atas jasa pemakaian kamar beserta fasilitas lainnya yang dibebankan kepada subjek pajak. 2.2.2. Pajak Hotel Sebagai Pajak Obyektif Pajak objektif adalah suatu jenis pajak yang saat timbulnya kewajiban pajak ditentukan oleh faktor objektif, yang disebut taatbestand. Istilah tersebut mengacu kepada keadaan, peristiwa atau perbuatan hukum yang dapat dikenakan pajak yang juga disebut dengan objek pajak.34 P.J Andiani sebagai pelopor teori materiil menyatakan utang pajak timbul bukan karena ketetapan dari aparatur pajak melainkan karena sudah ditetapkan dalam perundang-undangan. Utang pajak timbul karena telah memenuhi syarat tatbestand yang terdiri dari peristiwa, keadaan, perbuatan-perbuatan tertentu sehingga tidak memerlukan campur tangan pejabat pajak untuk menerbitkan 34
http://www.pajak.go.id/content/mengenal-lebih-dekat-pajak-pertambahan-nilai diakses pada tanggal 4 Juni 2015
51
surat ketetapan pajak. Keberadaan surat ketetapan pajak yang diterbitkan oleh aparatur pajak hanya untuk melakukan penagihan pajak dan tidak menimbulkan utang pajak. Surat ketetapan pajak tersebut berfungsi memberitahukan besarnya pajak yang terutang dan menetapkan besarnya utang pajak sehingga sifatnya hanya deklaratur.35 Di Indonesia ajaran materiil ini dianut oleh pajak-pajak dengan sistem pemungutan self assessment system seperti pajak hotel di Kabupaten Badung yang diatur berdasarkan Perda Nomor 15 Tahun 2011, karena pada sistem ini wajib pajak yang aktif memenuhi kewajibannya tanpa menunggu surat ketetapan pajak. Subjek pajak dalam pengertian pajak objektif adalah konsumen yaitu selaku pihak yang memikul beban pajak. Dalam pajak objektif kondisi subjektif konsumen tidak dipertimbangkan untuk menentukan suatu peristiwa hukum terutang atau diwajibkan membayar pajak. Siapapun konsumennya sepanjang peristiwa hukum tersebut merupakan objek pajak maka terhadap konsumen tersebut diwajibkan membayar pajak yang sama. Pajak hotel sebagai pajak objektif dapat diartikan sebagai kewajiban membayar pajak oleh konsumen yang terdiri atas orang pribadi atau badan, dan tidak berkorelasi dengan tingkat penghasilan tertentu. Siapapun yang mengonsumsi barang atau jasa yang termasuk objek pajak hotel, akan diperlakukan sama dan wajib membayar pajak hotel atas jasa penunjang dan jasa pelayanan yang disediakan hotel yang sifatnya memberikan kemudahan dan kenyamanan kepada subjek pajak. 35
Muhammad Djafar Saidi, 2007, Pembaharuan Hukum Pajak, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, (Selanjutnya disebut Muhammad Djafar Saidi II), h. 156-163
52
Hal tersebut berbeda dengan pajak subjektif, yang kondisi subjektif pihak yang memikul beban pajak menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan pajak terutang. Untuk menetapkan pajaknya harus ditemukan alasan-alasan yang obyektif yang berhubungan erat dengan keadaan materialnya yang disebut gaya pikul.Sebagai contoh adalah pajak pendapatan, yang sasarannya adalah pendapatan seseorang. Hubungan antara pajak dan wajib pajak
(subjek) adalah langsung oleh karena
besarnya pajak pendapatan yang harus dibayar tergantung kepada besarnya gaya pikulnya, jadi pada pajak subjektif keadaan subjek pajak mempengaruhi besarnya gaya pikul.36 2.2.3. Objek Pajak Dan Tarif Pajak Hotel Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 1 angka 20 dan 21 dapat disimpulkan, pajak hotel adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh penyedia fasilitas jasa penginapan atau peristirahatan termasuk jasa terkait lainnya dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga motel, losmen, gubuk wisata, wisma pariwisata, pesanggrahan, rumah penginapan, dan sejenisnya, serta rumah kos dengan jumlah kamar lebih dari sepuluh. Pasal 3 Peraturan Daerah Kabupaten Badung tentang Pajak Hotel, obyek pajak adalah pelayanan yang disediakan oleh hotel dengan pembayaran jasa pelayanan dan jasa penunjang sebagai kelengkapan hotel yang sifatnya memberikan kemudahan dan kenyamanan, termasuk fasilitas olahraga dan hiburan. Jasa penunjang 36 R. Santoso Brotodihardjo, 2003, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, Edisi 4, Refika Aditama, Bandung, h. 76
53
sebagai kelengkapan hotel antara lain fasilitas telefon, facsimile, teleks, internet, foto kopi, pelayanan cuci, setrika, transportasi, dan fasilitas sejenis lainnya yang disediakan oleh hotel. Wajib pajak menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri pajak yang terutang paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah berakhirnya masa pajak dengan menggunakan surat pemberitahuan pajak daerah (selanjutnya disingkat SPTPD)
dan dilampirkan dokumen
atau keterangan pendukungnya37.
Besarnya tarif pajak hotel di Kabupaten Badung adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar oleh konsumen atau subjek pajak.38 2.3. Tata Cara Pemungutan Dan Penyetoran Pajak Oleh Wajib Pajak 2.3.1. Masa Pajak, Saat Terutang Pajak, dan Wilayah Pemungutan Pajak Hotel Masa pajak adalah jangka waktu yang menjadi dasar bagi wajib pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang yang lamanya satu bulan kalender. Pasal 2 huruf d Perbup Badung Nomor 28 Tahun 2013 mengatur penentuan tanggal jatuh tempo pembayaran dan penyetoran pajak hotel adalah 20 (dua puluh) hari kalender setelah berakhir masa pajak. Pajak hotel yang terutang harus dibayar oleh wajib pajak pada suatu saat dalam masa pajak. Saat pajak terutang dalam masa pajak ditentukan menurut keadaan, yaitu pada saat terjadinya pelayanan atau pembayaran jasa penginapan di hotel. Terkait dengan kewenangan pemerintah kabupaten yang hanya terbatas atas setiap hotel yang berlokasi dan terdaftar dalam 37
Pasal 6 ayat (2) Peraturan Bupati Nomor 21 Tahun 2012
38
Pasal 6 Perda Nomor 15 Tahun 2011
54
lingkup wilayah administrasinya maka pajak hotel dipungut diwilayah kabupaten tempat hotel itu berlokasi dan beroperasional. Wajib pajak yang memungut pajak dari subjek pajak wajib menggunakan bon penjualan atau nota pesananan (bill). Bon penjualan harus mencantumkan nama dan alamat usaha, dicetak dengan diberi nomor seri sebagai nomor urut. Dalam bon penjualan sekurang-kurangnya mencantumkan jenis kamar yang ditempati, lama menginap, fasilitas hotel yang digunakan. Bon penjualan yang diterbitkan wajib pajak harus diserahkan kepada konsumen sebagai subjek pajak sebagai bukti pemungutan pajak dan untuk memasyaratkan kesadaran pajak hotel. Salinan nota pesanan yang sudah digunakan harus disimpan oleh wajib pajak sebagai bukti dalam pembuatan SPTPD. 2.3.2. Pelaporan Pajak Dan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD) Wajib pajak yang telah memilki NPWPD wajib melaporkan kepada Bupati tentang perhitungan dan pembayaran pajak hotel yang terutang dengan cara mengisi SPTPD. SPTPD yang diisi wajib pajak harus disampaikan selambat-lambatnya 20 (dua puluh hari) setelah berakhirnya masa pajak dengan dilampirkan dokumendokumen pendukung yang harus dicantumkan dan atau dilampirkan pada SPTPD39. Wajib pajak yang tidak menyampaikan SPTPD dalam waktu yang ditentukan akan
39
Pasal 6 Ayat (2) Peraturan Bupati Nomor 21 Tahun 2012
55
dikenakan sanksi 2% (dua persen) sebulan sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Badung.40 2.3.3. Cara Pemungutan Dan Penetapan Pajak Hotel Kegiatan penghitungan besaran pajak yang terutang, pengawasan penyetoran pajak, dan proses penagihan pajak adalah proses pemungutan pajak hotel yang tidak dapat diserahkan kepada pihak ketiga. Beberapa kerjasama yang dapat dilakukan dengan pihak ketiga seperti pencetakan formulir perpajakan, penghimpunan data obyek dan subjek pajak, pengiriman surat kepada wajib pajak. Pemungutan pajak hotel berdasarkan Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah menggunakan sistem self assessment yaitu wajib pajak diberikan kepercayaan untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri pajak yang terutang. Dengan sistem ini petugas Dispenda yang ditunjuk oleh Bupati menjadi fiskus, akan melaksanakan pengawasan pemenuhan kewajiban pajak oleh wajib pajak. 2.4. Pengawasan Oleh Fiskus (Dinas Pendapatan Daerah) 2.4.1. Ketetapan Pajak Terhadap wajib pajak hotel yang dikenakan sistem self assessment, penerbitan Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar (selanjutnya disingkat SKPDKB) dan Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan (selanjutnya disingkat SKPDKBT), dan Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil (selanjutnya disingkat SKPDN) 40 Lampiran Surat Teguran Untuk Menyampaikan SPTPD dalam Lampiran Peraturan Bupati Badung Nomor 21 Tahun 2012
56
dalam waktu lima tahun setelah terutangnya pajak dapat diterbitkan oleh Bupati. Penerbitan surat-surat diatas kepada wajib pajak untuk memberikan kepastian hukum terhadap perhitungan dan pembayaran pajak yang dilaporkan oleh wajib pajak dalam SPTPD telah memenuhi ketentuan pajak daerah atau tidak. 2.4.2. Surat Tagihan Pajak Daerah Surat tagihan pajak adalah surat untuk melakukan melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda.41 Surat tagihan pajak daerah (selanjutnya disingkat STPD) dapat diterbitkan Bupati jika pajak hotel dalam tahun berjalan yang terutang tidak atau kurang dibayar, hasil penelitian STPD terdapat kesalahan penulisan atau salah hitung, dan ketika wajib pajak dikenakan sanksi administrasi berupa bunga. Sanksi administrasi berupa bunga dikenakan kepada wajib pajak yang tidak atau kurang membayar pajak yang terutang. Keterlambatan atau tidak menyampaikan SPTPD yang merupakan ketentuan formal akan dikenakan sanksi berupa denda. Terhadap STPD ini wajib pajak harus melunasi paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak STPD ini diterbitkan, dan apabila tidak atau kurang bayar pada jangka waktu tersebut akan dikenakan sanksi administrative sebesar 2% (dua persen).42 Dispenda Kabupaten Badung telah mempunyai sistem informasi dan pelaporan
SPTPD
online
(e-SPTPD)
untuk
pelaporan
SPTPD
melalui
41
Pasal 1 Angka 20 Undang-Undang No 28 Tahun 2007
42 Lampiran Surat Tagihan Pajak Daerah dalam Lampiran Peraturan Bupati Badung Nomor 21 Tahun 2012
57
web http://www.sptpd.dispenda.badungkab.go.id/login.php.
Untuk
menggunakan
SPTPD online wajib pajak harus mengisi formulir registrasi user SPTPD online agar mendapatkan user dan password untuk masuk ke aplikasi SPTPD online.43 2.4.3. Pembayaran Pajak Hotel Pajak Hotel yang terutang harus dilunasi dalam jangka waktu paling lama 20 (dua puluh hari) setelah berakhirnya masa pajak dan pembayarannya dilakukan sekaligus atau lunas. Wajib pajak yang diterbitkan SKPDKB, SKPDKBT, STPD, surat keputusan pembetulan, surat keputusan keberatan, dan putusan banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, pajak hotel harus dilunasi paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterbitkan.44 Dalam keadaan tertentu sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Badung tentang Pajak Hotel, Bupati dapat memberikan persetujuan wajib pajak untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak dengan dikenakan denda 2% (dua persen). Ketentuan atau persyaratan untuk dapat mengangsur atau menunda pembayaran pajak hotel diatur dengan Peraturan Bupati. 2.4.4. Penagihan Pajak Hotel Pajak hotel yang terutang setelah jatuh tempo, Bupati atau pejabat yang ditunjuk dapat melakukan tindakan penagihan pajak. Penagihan pajak dilakukan terhadap pajak terutang
dalam SKPDKB, SKPDKBT, STPD, surat keputusan
pembetulan, surat keputusan keberatan, putusan banding yang mengakibatkan pajak 43
http://dispenda.badungkab.go.id/sptpd-online/ diakses tanggal 1 Maret 2015
44 Pasal 13 ayat (1) Peraturan Bupati Badung No 21 Tahun 2012
58
yang harus dibayar bertambah. Sebagai tindakan awal penagihan pajak dikeluarkan surat teguran 7 (tujuh) hari kerja sejak jatuh tempo pembayaran.45 2.4.5. Penyitaan dan Pelelangan Penyitaan menurut Pasal 1 angka 14 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa adalah tindakan juru sita pajak untuk menguasai barang penanggung pajak guna dijadikan jaminan untuk melunasi utang pajak menurut peraturan perundang-undangan. Wajib pajak yang tidak melunasi sesuai dengan waktu yang diatur dalam surat teguran maka setelah lewat 21 (dua puluh satu) hari akan dikeluarkan surat paksa yang memberikan waktu kepada wajib pajak 2x24 (dua dikali dua puluh empat) jam setelah surat paksa diterima wajib pajak untuk melakukan pelunasan.46 Jika jangka waktu tersebut terlampaui maka Bupati atau pejabat yang ditunjuk mengajukan permintaan kepada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (selanjutnya disingkat KPKNL) untuk melaksanakan lelang. KPKNL menentukan tanggal, jam dan tempat lelang dan juru sita memberitahukan secara tertulis dengan segera kepada wajib pajak.47 Penyitaan dilaksanakan terhadap barang milik wajib pajak atau penanggung pajak yang meliputi barang bergerak maupun barang tidak bergerak. Penyitaan dilakukan sampai barang yang disita diperkirakan memiliki nilai cukup untuk 45 Pasal 17 Ayat (2) Perbup Badung Nomor 21 Tahun 2012 46
Pasal 18 dan Pasal 19 Perbup Badung No 21 Tahun 2012
47
Pasal 20 dan Pasal 21 Perbup Badung No 21 Tahun 2012
59
melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak. Pengajuan keberatan oleh wajib pajak tidak mengakibatkan penundaan pelaksanaan penyitaan. 2.4.6. Keberatan Mengajukan keberatan adalah salah satu hak wajib pajak. Keberatan diatur dalam Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagai bentuk keseimbangan antara kewenangan fiskus untuk menetapkan pajak dan hak wajib pajak untuk melakukan perlawanan hukum apabila ada kesalahan penetapan pajak yang dilakukan oleh fiskus. Wajib pajak hanya dapat mengajukan keberatan kepada Bupati atau pejabat yang ditunjuk. atas suatu: -
SKPD
-
SKPDKB
-
SKPDKBT
-
SKPDLB
-
SKPDN48
Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia disertai dengan alasan yang jelas dengan disertai bukti atau data bahwa jumlah pajak yang terutang atau lebih bayar yang ditetapkan fiskus adalah tidak benar. Keberatan dapat diajukan apabila wajib pajak telah membayar paling sedikit sejumlah yang disetujui wajib pajak.49
48 Pasal 49 Ayat (1) Perbup Badung No 21 Tahun 2012 49 Pasal 49 Ayat (2) Perbup Badung No 21 Tahun 2012
60
Dalam hal wajib pajak mengajukan keberatan atas ketetapan pajak secara jabatan, wajib pajak harus dapat membuktikan ketidak benaran ketetapan pajak tersebut. Hal tersebut berkaitan dengan surat ketetapan pajak yang diterbitkan dikarenakan wajib pajak tidak menyampaikan SPTPD meskipun telah ditegur secara tertulis dan akan berimplikasi pada kemungkinan penetapan pajak yang kurang akurat. Wajib pajak yang tidak dapat membuktikan kebenaran surat ketetapan pajak secara jabatan, maka keberatannya ditolak. Kepala daerah atau pejabat yang ditunjuk dalam waktu 12 (dua belas) bulan sejak tanggal surat keberatan diterima harus memberikan keputusan atas keberatan yang diajukan. Keputusan kepala daerah terhadap atas keberatan dapat menerima seluruhnya atau sebagian, menolak, atau menambah besarnya pajak yang terutang. 2.4.7. Banding Wajib pajak yang tidak puas atas keputusan keberatan yang dikeluarkan kepala daerah memiliki hak untuk megajukan banding sebagai bentuk hak melakukan perlawanan hukum kepada lembaga independen berupa peradilan pajak. Wajib pajak hanya dapat mengajukan permohonan banding kepada Pengadilan Pajak terhadap keputusan mengenai keberatannya yang ditetapkan kepala daerah. Permohonan banding diajukan secara tertulis dengan bahasa Indonesia, dengan alasan yang jelas dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak keputusan keberatan diterima dan dilampiri salinan dari surat keputusan keberatan tersebut.Terhadap satu keputusan banding diajukan satu surat permohonan banding. Dalam hal banding diajukan terhadap jumlah pajak yang terutang, banding hanya
61
dapat diajukan apabila jumlah pajak yang terutang dimaksud telah dibayar sebesar 50% (lima puluh persen). Jumlah pajak yang terutang termasuk sanksi administrasi. Putusan pengadilan pajak atas permohonan banding yang diajukan wajb pajak diambil paling lama dua belas bulan sejak surat banding diterima. Seperti halnya keberatan hak banding merupakan hak wajib pajak yang harus digunakan secara selektif karena mengandung konsekuensi hukum. Sebelum mengajukan banding wajib pajak diharapkan melakukan perhitungan pajak dan meyakini kebenaran perhitungan pajaknya karena dalam hal banding ditolak atau dikabulkan sebagian wajib pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar seratus persen dari jumlah pajak berdasarkan putusan banding dikurang dengan jumlah pembayaran pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan. 2.4.8. Pembetulan, Pembatalan, Pengurangan Ketetapan, Dan Penghapusan Atau Pengurangan Sanksi Administratif Bupati dapat membetulkan SKPDKB, SKPDKBT, atau STPD, SKPDN atau SKPDLB yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan tulis dan atau kesalahan hitung dan atau kekeliruan penerapan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah atas permohonan wajib pajak. Selain itu Bupati juga dapat mengurangkan atau menghapuskan sanksi administratif, mengurangkan atau membatalkan STPD, membatalkan hasil pemeriksaan atau ketetapan pajak yang dilaksanakan atau diterbitkan tidak sesuai dengan cara yang ditentukan, mengurangkan ketetapan Pajak terutang berdasarkan pertimbangan kemampuan membayar Wajib Pajak atau kondisi
62
tertentu objek pajak, dan mengurangkan atau membatalkan SKPDKB, SKPDKBT, atau STPD, SKPDN, atau SKPDLB yang tidak benar.50 2.4.9. Penyidikan Pajak Hotel Penyidik tindak pidana dibidang perpajakan daerah dilakukan oleh penyidik pegawai negeri sipil di lingkungan pemerintah daerah kabupaten. Penyidikan tindak pidana dibidang pajak hotel dilaksanakan menurut ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Penyidik yang memiliki wewenang khusus tersebut diatas memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada penuntut umum melalui penyidik pejabat Polisi Negara Republik Indonesia. Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 pada pasal 6 ayat (1) ditentukan “penyidik adalah Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh Undang-Undang. Wewenang penyidik di bidang perpajakan meliputi: a.
Melakukan penelitian atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan
b.
Melakukan penelitian terhadap orang yang diduga melakukan tindak pidana perpajakan.
c.
Meminta keterangan dan barang bukti dari orang atau badan sehubungan dengan peristiwa tindak pidana di bidang perpajakan
50 Pasal 23 ayat (1)(2) Perda No 15 Tahun 2011
63
d.
Melakukan pemeriksaan atas pembukuan, catatan dan dokumendokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap bahan yang dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana di bidang perpajakan
e.
Meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan di bidang perpajakan.
2.4.10. Ketentuan Pidana Ancaman hukuman pidana tidak saja terdapat dalam KUHP, tetapi banyak juga tercantum dalam undang-undang di luar KUHP. Hal ini disebabkan antara lain, karena: a. Pada banyak peraturan hukum yang berupa undang-undang dilapangan hukum administrasi Negara, perlu dikaitkan dengan sanksi-sanksi pidana untuk mengawasi peraturan-peraturan itu agar ditaati. b. Adanya perubahan sosial secara cepat, sehingga perubahan-perubahan itu perlu disertai dan diikuti peraturan-peraturan hukum dengan sanksi pidana c. Kehidupan modern semakin kompleks, sehingga disamping adanya peraturan pidana berupa unifikasi yang bertahan lama (KUHP) diperlukan pula peraturan-peraturan pidana yang bersifat temporer Pajak termasuk hukum publik dan ini adalah sebagian dari tata tertib hukum yang mengatur hubungan hukum antara penguasa dengan rakyat/warganya mengenai hak dan kewajiban. Hukum pajak berkaitan dengan hukum pidana dapat dilihat pada pasal 103 KUHP. Perkataan Undang-Undang lain pada pasal 103 KUHP, menunjukkan juga ketentuan termasuk ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang
64
Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Perpajakan dapat dipidana sesuai dengan KUH Pidana. Ancaman Pidana terhadap tindak pidana dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 pada pasal 38, 39, 40, 41. Wajib pajak hotel di Kabupaten Badung yang karena kealpaannya atau sengaja tidak menyampaikan, mengisi atau melampirkan dengan tidak benar atau tidak lengkap dapat dipidana dengan pidana kurungan atau denda sesuai dengan Pasal 25 Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 15 Tahun 2011 tentang Pajak Hotel.