BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak digunakan untuk membiayai pembangunan yang berguna bagi kepentingan bersama. Pembangunan di segala bidang merupakan tanggung jawab pemerintah dan rakyat Indonesia. Salah satu wujud tanggung jawab rakyat dalam mensukseskan
pembangunan
adalah
dengan
membayar
pajak.
Sedangkan
pemerintahan berkewajiban untuk meningkatkan penerimaan Negara dengan mengoptimalkan sumber-sumber pendapatan Negara, salah satunya adalah pendapatan dari sektor pajak. Kontribusi penerimaan pajak terhadap penerimaan Negara diharapkan semakin meningkat dari tahun ke tahun, seiring dengan semakin menurunnya peranan minyak dan gas bumi terhadap penerimaan Negara. Harapan ini tumbuh dari kesadaran pemerintah bahwa minyak dan gas bumi mempunyai keterbatasan sebagai sumber daya karena tidak dapat diperbaharui lagi dan harga jual minyak dan gas bumi di pasar dunia berfluktuasi dan adanya keinginan dari pemerintah untuk meningkatkan kemandirian bangsa Indonesia dalam membiayai pembangunan dan pemerintahan melalui partisipasi aktif masyarakat berupa pajak. Fungsi utama pajak adalah sebagai salah satu sumber penerimaan Negara atau pengisi kas Negara. Pemerintah memungut pajak terutama untuk memperoleh pemasukan dana sebesar-besarnya sebagai sumber pembiayaan anggaran rutin maupun anggaran pembangunan. Keberhasilan dalam meningkatkan penerimaan Negara dari sektor pajak tergantung empat hal yaitu kesadaran masyarakat untuk membayar pajak, adanya peraturan perpajakan yang memadai dan adanya 1
kemampuan aparatur perpajakan yang cukup serta didukung oleh situasi dan perekonomian yang cukup stabil. Langkah awal yang di tempuh pemerintahan yaitu dengan diadakannya pembaharuan perpajakan nasional (tax reform) sejak tahun 1983, antara lain dengan diberlakukannya Undang-Undang Perpajakan yang baru. Dengan pembaharuan sistem perpajakan diharapkan dapat menunjang sepenuhnya laju pembangunan nasional dan mewujudkan pembebanan pajak yang adil bagi wajib pajak. Dengan perundang-undangan baru tersebut sistem pemungutan pajak telah berubah dari sistem official assessment menjadi self assessment. Setelah adanya tax reform I pada tahun 1983 Indonesia lebih banyak memakai sistem self assessment. Sistem ini memberi kepercayaan dan wewenang kepada wajib pajak untuk memenuhi dan melaksanakan kewajiban dan hak perpajakannya., khususnya dalam menghitung sendiri jumlah pajak yang terutang dan menyetor serta melaporkan pajak yang terutang. Dengan sistem self assessment ini diharapkan pelaksanaan administrasi perpajakan dapat dilaksanakan dengan lebih baik, terkendali, sederhana dan mudah dipahami oleh wajib pajak. Dalam sistem ini wajib pajak harus aktif dan peran fiskus hanya mengawasi dan mengamati pelaksanaan perpajakan, bila perlu mengenakan sanksi perpajakan sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan
perpajakan.
Sehingga
fiskus
mempunyai
kewenangan melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perpajakan. Agar self assessment berjalan secara efektif keterbukaan dan pelaksanaan penegakkan hukum (law enforcement) merupakan hal yang esensial. Dengan adanya kepercayaan yang sangat besar yang diberikan kepada wajib pajak maka sudah
2
selayaknya kepercayaan tersebut di imbangi dengan upaya penegakan hukum dan pengawasan yang ketat atas kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan kepercayaan tersebut. Kewajiban fiskus dalam hal ini adalah melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kewajiban perpajakan dari wajib pajak. Dalam Peraturan Menteri Keuangan No.82/PMK.03/2011 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak, pemeriksaan merupakan kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang undangan perpajakan. Pemeriksaan yang dilakukan fiskus meliputi ketaatan Wajib Pajak dalam menghitung jumlah pajak yang terhutang, membayar pajak yang terhutang dan melaporkan jumlah pajak yang terhutang. Pemeriksaan juga meliputi pemungutan atau pemotongan dan pembebanan biaya yang dilakukan Wajib Pajak apakah sesuai dengan ketentuan perundangundangan perpajakan. Penerapan atau penafsiran undang-undang yang dilakukan oleh Wajib Pajak juga merupakan bahan pemeriksaan fiskus. Hasil pemeriksaan fiskus tersebut merupakan ketetapan pajak. Menurut Mardiasmo (2002:36-37) yang menjadi sasaran pemeriksaan maupun penyidikan pajak adalah mencari adanya : 1. Penafsiran Undang-undang yang tidak benar 2. Kesalahan hitung 3. Penggelapan secara khusus dari penghasilan 4. Pemotongan dan pengurangan tidak sesungguhnya yang dilakukan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya
3
Selama ini upaya penegakan hukum belum berjalan efektif, hal ini terlihat dari masih rendahnya tingkat kepatuhan Wajib Pajak, masih banyaknya subjek pajak potensial yang belum mau berpartisipasi menjadi Wajib Pajak dan beberapa objek pajak yang belum dilaporkan atau dihitung secara benar oleh Wajib Pajak, maupun banyaknya utang pajak yang belum dibayar oleh Wajib Pajak. Di KPP Pratama Jakarta Tanah Abang Tiga tingkat kepatuhan Wajib Pajak khususnya Wajib Pajak PPh Badan dalam menyampaikan SPT Tahunannya dapat dilihat dari tabel dibawah ini : Tabel 1.1 Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak PPh Badan dalam menyampaikan SPT Tahunan di KPP Pratama Jakarta Tanah Abang Tiga Tahun 2010-2012 Tahun
SPT Tahunan PPh Badan
WP PPh Badan terdaftar
2010
2.080
5.250
2011
2.373
4.919
2012
2.050
3.635
Sumber : Seksi Pelayanan KPP Pratama Jakarta Tanah Abang Tiga Dari tabel diatas terlihat bahwa SPT PPh Badan yang disampaikan oleh Wajib Pajak pada tahun 2010 sejumlah 2.080 SPT (39,62% dari jumlah Wajib Pajak yang terdaftar), sedangkan untuk tahun 2011 SPT PPh Badan yang disampaikan oleh Wajib Pajak pada tahun 2011 sejumlah 2.373 SPT (48,24% dari jumlah Wajib Pajak yang terdaftar), walaupun terdapat kenaikan tingkat kepatuhan Wajib Pajak secara persentase dari tahun 2010 ke tahun 2011 tapi secara kuantitas jumlah Wajib Pajak yang tidak menyampaikan SPT PPh Badan menurun dari 1.597 SPT tahun 2011 menjadi 1.372 SPT tahunan PPh Badan 2012. Untuk tahun 2012 jumlah SPT yang disampaikan oleh Wajib Pajak sejumlah 2.050 SPT (56,4% dari jumlah Wajib Pajak
4
PPh Badan yang terdaftar). Dilihat dari tabel diatas jumlah SPT Tahunan yang disampaikan oleh Wajib Pajak PPh Badan dari tahun 2010 sampai tahun 2012 mengalami peningkatkan. Selama tiga tahun tersebut persentase Wajib Pajak PPh Badan dalam menyampaikan SPT tahunannya semakin meningkatkan (tahun 2010 sebesar 39,62% dan meningkat ditahun 2012 sebesar 56,4%). Penegakan hukum dapat dilakukan dengan pemeriksaan, penyidikan atau penagihan pajak. Sedangkan Wajib Pajak mempunyai hak untuk mengajukan keberatan atau banding pada fiskus apabila Wajib Pajak merasa isi dari ketetapan pajak yang dikeluarkan oleh fiskus tidak benar, keberatan atau banding yang diajukan oleh Wajib Pajak tersebut juga merupakan salah satu bentuk penegakan hukum karena bisa saja ketetapan pajak yang diterbitkan oleh fiskus tidak benar. Pemeriksaan sampai saat ini masih dipandang sebagai wujud yang menakutkan dan terkesan angker bagi Wajib Pajak karena selama ini sangat banyak Wajib Pajak yang tidak memahami hakekat pemeriksaan dan karena pengalaman yang dialami Wajib Pajak terhadap pemeriksaan dimana masih adanya oknum fiskus (pemeriksa) yang berperilaku menakutkan atau melampaui batas. Misi utama dari setiap sistem perpajakan adalah untuk memperoleh penerimaan Negara, selain itu juga untuk pencapaian tujuan ekonomi dan sosial dengan tetap memperhatikan keadilan dalam pemerataan beban, tetapi yang sering terjadi adalah lebih mementingkan misinya dalam hal perolehan Negara sehingga terkadang dilakukan untuk meningkatkan penerimaan pajak. Pemeriksaan pajak merupakan instrumen untuk menentukan kepatuhan wajib Pajak baik formal maupun material, tujuan utamanya adalah untuk menguji dan meningkatkan kepatuhan pajak (tax compliance) seorang Wajib Pajak Pasal 29 UU No.28 tahun 2007 tentang perubahan atas Undang-Undang No.16 tahun 1983 tentang 5
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan memberi wewenang kepada Direktorat Jenderal Pajak untuk menguji kepatuhan Wajib Pajak dan menegakkan peraturan perpajakan melalui pemeriksaan. Pemeriksaan merupakan salah satu bentuk interaksi antara pemeriksa dengan Wajib Pajak. Untuk itu dibutuhkan sikap positif dari kedua belah pihak yaitu Wajib Pajak dan pemeriksa pajak sehingga pelaksanaan pemeriksaan dapat lebih efektif. Disamping itu pemeriksa pajak juga dimaksudkan untuk mengamankan penerimaan Negara dan mengetahui jumlah pajak yang lebih bayar oleh Wajib Pajak. Alasan inilah yang mendorong penulis untuk memilih judul “Analisis Pemeriksaan Pajak WP Badan Dalam Hubungannya Dengan Pajak Lebih Bayar di KPP Pratama Jakarta Tanah Abang Tiga” 1.2 Perumusan Masalah : Masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah : 1. Apakah pelaksanaan pemeriksaan pajak atas SPT PPh Badan di KPP Pratama Jakarta Tanah Abang Tiga sudah sesuai dengan ketentuan Undang-undang perpajakan. 2. Apa saja hambatan atau kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan pemeriksaan SPT PPh Badan di KPP Pratama Jakarta Tanah Abang Tiga. 3. Bagaimana peranan pemeriksaan pajak atas SPT dalam mengungkap pajak lebih bayar dan SPT yang dilaporkan oleh Wajib Pajak Badan tidak pada waktu yang telah ditentukan di KPP Pratama Jakarta Tanah Abang Tiga. 1.3 Tujuan Penelitian : Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana proses pelaksanaan pemeriksaan pajak atas SPT PPh Badan di KPP Pratama Jakarta Tanah Abang Tiga dan kendala atau hambatan apa yang dihadapi dalam melaksanakan pemeriksaan, 6
mencari alternatif yang dapat dilakukan untuk mengatasi hambatan atau kendalakendala yang ada. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui besarnya sumbangan atau kontribusi hasil pemeriksaan pajak terhadap penerimaan PPh Badan pada KPP Pratama Jakarta Tanah Abang Tiga. Manfaat Penelitian : Dari segi teoritik manfaat penelitian ini adalah untuk menambah wawasan dan mengembangkan konsepsi studi ilmu administrasi fiskal pada umumnya, khususnya mengenai pelaksanaan pemeriksaan pajak. Dari segi pengalaman penelitian yang dibuat kiranya dapat menjadi bahan penelitian yang lebih lanjut. Dari segi praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi aparat perpajakan dan KPP Pratama Jakarta Tanah Abang Tiga serta dapat menjadi bahan masukan bagi Wajib Pajak. 1.4 Ruang Lingkup Penelitian Analisis pemeriksaan pajak WP Badan dalam hubungannya dengan pajak yang masih harus dibayar di KPP Pratama Jakarta Tanah Abang Tiga, peneliti memulai data penerimaan Negara dan pajak yang masih harus dibayar oleh Wajib Pajak pada tahun 2010-2012 untuk memberikan hasil yang lebih optimal dalam melihat perbedaan dalam setiap tahunnya. 1.5 Metodologi Penelitian : Obyek penelitian ini adalah KPP Pratama Jakarta Tanah Abang Tiga sehingga yang menjadi studi kasus dalam penelitian ini adalah KPP Pratama Jakarta Tanah Abang Tiga dan sebagai penelitian ini adalah seksi PPh Badan dan seksi-seksi yang terkait dengan pemeriksaan pajak di KPP Pratama Jakarta Tanah Abang Tiga seperti seksi Tata Usaha dan Perpajakan, seksi Penerimaan dan Keberatan. Penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif karena memberikan gambaran mengenai proses
7
pelaksanaan pemeriksaan PPh Badan yang dilakukan KPP Pratama Jakarta Tanah Abang Tiga. Penelitian dilakukan dilapangan dan melalui studi kepustakaan penelitian dilapangan dilakukan untuk memperoleh data mengenai pelaksanaan pemeriksaan PPh Badan yang dilakukan di KPP Pratama Jakarta Tanah Abang Tiga. Jumlah Wajib Pajak badan, jumlah penerimaan pajak pada KPP Pratama Jakarta Tanah Abang Tiga seluruhnya atau kontribusi penerimaan PPh Badan pada seluruh penerimaan pajak serta untuk mengetahui jumlah pegawai yang terkait dan langkahlangkah yang telah dilakukan untuk meningkatkan penerimaan PPh Badan. Dalam penelitian ini memakai penelitian kualitatif karena dalam penelitian ini menggunakan hasil wawancara dengan aparat perpajakan pada KPP Pratama Jakarta Tanah Abang Tiga dan juga menganalisa hasil data sekunder. Teknik pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini adalah : •
Penelitian kepustakaan yaitu dengan mempelajari buku-buku, peraturan perundang-undangan perpajakan dan dengan artikel-artikel yang berkaitan dengan penelitian.
•
Wawancara yaitu dengan mengadakan serangkaian tanya jawab langsung dengan pejabat yang bertugas menyelesaikan pemeriksaan pajak di KPP Pratama Jakarta Tanah Abang Tiga.
•
Observasi yaitu dengan mengadakan penelitian lapangan atau mengamati secara langsung objek penelitian di KPP Pratama Jakarta Tanah Abang Tiga.
1.6 Sistematika Penulisan Secara keseluruhan sistematika penulisan laporan ini terdiri dari lima bab yaitu :
8
Bab 1 Pendahuluan Pada bab 1 berisi tentang latar belakang penelitian, masalah pokok, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan. Bab 2 Landasan Teori Menguraikan gambaran umum dan khusus mengenai pemeriksaan pajak dan pembahasan teori yang berhubungan dengan pemeriksaan pajak. Bab 3 Objek Penelitian Menguraikan tentang Riwayat Pendirian, Tujuan atau Misi, Organisasi dan Manajemen KPP Pratama Jakarta Tanah Abang Tiga. Bab 4 Analisis dan Bahasan untuk menunjang penerimaan PPh Badan pada KPP Pratama Jakarta Tanah Abang Tiga. Menguraikan tentang prosedur pemeriksaan pajak pada Wajib Pajak Badan di KPP Pratama Jakarta Tanah Abang Tiga. Bab 5 Simpulan dan Saran Berisi simpulan atas permasalahan dan pembahasan dalam melaksanakan pemeriksaan pajak dan saran-saran yang dapat penulis ajukan berdasarkan kesimpulan tersebut.
9