BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Audit Internal Audit merupakan pengendalian manajemen serta pendukung utama untuk
tercapainya pengendalian internal dalam suatu organisasi. Selama melaksanakan kegiatannya, audit harus bersikap objektif dan kedudukannya dalam organisasi harus bersifat independen. 2.1.1 Pengertian Audit Internal Pengertian audit internal menurut Hiro Tugiman (2002: 11) adalah: “lnternal auditing atau pemeriksaan internal adalah suatu fungsi penilaian yang independen dalam suatu organisasi untuk menguji dan mengevaluasi kegiatan organisasi yang dilaksanakan”. Sedangkan menurut The Institute of Internal Auditors (IIA) dalam Reding, Sobel, Anderson (2009: 1) bahwa audit internal yaitu: “An Independent, objective assurance and consulting activity designed to add value and improve an organization operations. It helps an organization accomplish its objectives by bringing a systematic, disciplined approach to evaluate and improve the effectiveness of risk management, control, and governance processes”. Audit internal sangat diperlukan bagi organisasi yang membutuhkan informasi dari pihak yang independen mengenai berbagai aktivitas organisasi guna pengambilan keputusan yang lebih obyektif. Audit internal ini membantu
12
13
organisasi untuk mencapai tujuannya sehingga akan memberikan nilai tambah dan meningkatkan operasi organisasi. Pengertian audit internal yang dikemukakan oleh Reding, secara garis besar sama halnya dengan yang dikemukakan oleh Committee of Sponsoring Organization (COSO) yaitu : “Internal audit is the process affected by an entity’s board of management and other personnel, designed to provide reasonable regarding the achievement of objective in: 1) effectiveness and operations, 2) reability of financial reporting, 3) the compliance with laws and regulations.” (Arens, 2008: 65)
directors, assurance efficiency applicable
Definisi tersebut dapat diartikan bahwa audit internal merupakan proses yang dijalankan oleh pihak-pihak penting organisasi seperti dewan direksi, manajemen, dan personil lainnya dalam suatu organisasi yang bertujuan untuk menciptakan efektivitas dan efisiensi operasi, keandalan laporan keuangan yang memadai dan juga kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku. Berdasarkan beberapa pendapat para ahli mengenai pengertian audit internal, dapat disimpulkan bahwa audit internal sebagai suatu fungsi yang independen dan objektif, yang memberikan pelayanan kepada organisasi untuk menguji dan mengevaluasi kegiatan-kegiatan operasional perusahaan, serta memberikan nilai tambah, membantu para anggota perusahaan agar mereka dapat melaksanakan tanggungjawabnya secara efektif sesuai dengan pengendalian intern yang telah ditetapkan dan membantu perusahaan dalam meminimalisir risiko atau manajemen risiko yang efektif.
14
2.1.2 Tujuan Audit Internal Tujuan audit internal adalah membantu manajemen agar tujuan suatu organisasi dapat tercapai, seperti apa yang dikemukakan oleh Agoes (2004: 222), yaitu: “Tujuan pemeriksaan yang dilakukan oleh audit internal adalah membantu semua pimpinan perusahaan (manajemen) dalam melaksanakan tanggungjawabnya dengan memberikan analisa, penilaian, saran dan komentar mengenai kegiatan yang diperiksanya.” Menurut The Chief of Internal Auditors (Sawyer, 2005: 28) tujuan audit internal yaitu: “The objective of internal audit to provide guidance and related matters to the organizations so as to assist management in the dischange of its responsibilities for installing and maintaining controls that to ensure organizational objective are achieved. To this end it furnishes them with analysis appraisals, recommendation, consultation and information concerning the activities reviewed.” Tujuan Audit internal menurut CIA adalah menjadi pedoman bagi pihak manajemen
dalam
melaksanakan
tugas
dan
tanggungjawabnya
dalam
pengendalian internal organisasi agar dapat mencapai tujuan organisasi yang telah dijadikan target sebelumnya. Fungsi audit internal dalam membantu manajemen adalah dengan memberikan analisis penilaian, rekomendasi, konsultasi dan juga membentuk informasi mengenai aktivitas yang diperiksa. Pernyataan tujuan audit internal pun dikemukakan oleh Hiro Tugiman (2006: 2) sebagai berikut: ”Tujuan pemeriksaan internal adalah membantu para anggota organisasi agar dapat melaksanakan tanggungjawabnya secara efektif. Untuk itu pemeriksa internal akan melakukan analisis, penilaian, dan mengajukan saran-saran. Tujuan pemeriksaan mencakup pula pengembangan pengawasan yang efektif dengan biaya yang wajar.”
15
Tujuan dari audit internal ini harus dinyatakan dalam Charter Audit Internal seperti yang dikemukakan oleh Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal (SPAI, 2004: 15) yaitu: “Tujuan, kewenangan dan tanggung jawab fungsi audit internal harus dinyatakan secara formal dalam Charter Audit Internal konsisten dengan Standar Profesi Audit Internal (SPAI), dan mendapat persetujuan dari pimpinan dan Dewan Pengawas Organisasi.” Tujuan ini dapat tercapai apabila audit internal berfungsi dengan baik, untuk
itu
audit
internal
harus
mengetahui
wewenang,
tugas
dan
tanggungjawabnya secara jelas. 2.1.3 Wewenang dan Tanggung Jawab Audit Internal Wewenang dan tanggung jawab audit internal harus didefinisikan secara formal dalam Charter Audit Internal dan harus ditetapkan secara jelas oleh pimpinan Direktur Utama dan Dewan Komisaris. Guna melaksanakan tugasnya, audit intern mempunyai wewenang penuh untuk memasuki semua bagian perusahaan, meneliti catatan-catatan harta milik dan pegawai perusahaan. Salah satu kewenangan yang dimiliki auditor internal yang dinyatakan oleh IIA (Sawyer, 2005: 33) yaitu: “Authorized acces to records, personnel and resources needed to conduct the audit”. Pernyataan IIA tersebut mengemukakan bahwa salah satu wewenang auditor internal adalah memiliki akses atas catatancatatan, personil-personil dan sumber daya yang dibutuhkan untuk keperluan dalam menjalankan tugas audit. Auditor
internal
bertanggungjawab
untuk
merencanakan
dan
melaksanakan tugas pemeriksaan, yang harus disetujui dan ditinjau atau review
16
oleh pengawas (Hiro Tugiman, 1997: 53). Tanggungjawab dari auditor internal yang dikemukakan oleh (Amin Widjadja Tunggal, 2005: 21) adalah sebagai berikut: 1. Direktur audit internal memiliki tanggungjawab dalam menetapkan program audit internal organisasi. Direktur audit internal bertugas untuk mengarahkan personil atau karyawan dan aktivitas-aktivitas departemen audit internal yang menyiapkan rencana tahunan, untuk memeriksa semua unit organisasi beserta aktivitas yang telah dilakukan organisasi. 2. Auditing supervisor memiliki tanggungjawab dalam membantu direktur auditor internal dalam mengembangkan program audit tahunan yang telah dibuat dan membantu dalam mengkoordinasi kinerja pihak auditing dengan auditor independen agar memberikan cakupan audit yang sesuai. 3. Tanggungjawab senior auditor adalah menerima program audit dan instruksi untuk area audit yang telah ditugaskan oleh auditing supervisor. 4. Tanggungjawab staf auditor adalah melaksanakan tugas audit pada suatu lokasi audit sesuai dengan aturan dan intruksi yang diterimanya. Dari pernyataan di atas audit internal hanya bertanggungjawab sebatas penilaian yang dilakukannya, sedangkan tindakan koreksinya merupakan tugas dari manajemen. Oleh karena itu, auditor internal tidak mempunyai wewenang untuk memberi perintah langsung pada pegawai-pegawai bidang operasi. 2.1.4 Ruang Lingkup Audit Internal Ruang lingkup pemeriksaan audit internal menurut Hiro Tugiman (2006: 99) adalah: “Menilai keefektifan sistem pengendalian internal serta pengevaluasian terhadap kelengkapan dan keefektivan sistem pengendalian internal yang dimiliki organisasi, serta kualitas pelaksanaan tanggungjawab yang diberikan.” Pernyataan ruang lingkup audit internal pun dikemukakan oleh IIA (Sawyer, 2005: 23) sebagai berikut: “The scope of internal auditing work encompasses a systematic, disciplined approach to evaluating and improving teh adequacy and effectiveness of risk
17
management, control and governance processes and the quality of performance in carrying out assigned responsibilities.” Ruang lingkup audit internal menurut IIA mencakup pendekatan sistematis yang dirancang untuk mengevaluasi dan meningkatan kecukupan atau kememadaian dan keefektifan manajemen resiko, pengendalian, pengelolaan organisasi serta kualitas dari kinerja organisasi dalam menjalankan tugas dan tanggungjawabnya dalam organisasi. 2.2
Independensi Independensi merupakan sifat seorang auditor yang tidak dapat
dipengaruhi oleh siapapun dalam melaksanakan pekerjaannya sebagai seorang auditor dalam mengaudit laporan keuangan untuk kepentingan umum. Audit internal harus mandiri dan terpisah dari berbagai kegiatan yang diperiksa oleh objektivitas para pemeriksa internal. 2.2.1 Pengertian Independensi Pernyataan standar umum pertama dalam SPKN (2007: 21) adalah: “Dalam semua hal yang berkaitan dengan pekerjaan pemeriksaan, organisasi pemeriksa dan pemeriksa harus bebas dalam sikap mental dan penampilan dari gangguan pribadi, ekstern, dan organisasi yang dapat mempengaruhi independensinya.” Dengan pernyataan standar umum pertama ini, organisasi pemeriksa dan para pemeriksanya bertanggung jawab untuk dapat mempertahankan independensinya sedemikian rupa, sehingga pendapat, simpulan, pertimbangan atau rekomendasi dari hasil pemeriksaan yang dilaksanakan tidak memihak dan dipandang tidak memihak oleh pihak manapun. Menurut
Sukrisno Agoes dan I Cenik Ardana (2009: 146) menyatakan
bahwa Independensi adalah: “Independensi mencerminkan sikap tidak memihak
18
serta tidak di bawah pengaruh atau tekanan pihak tertentu dalam mengambil keputusan dan tindakan.” Auditor harus memiliki sikap yang netral dan tidak bias serta menghindari konflik kepentingan dalam merencanakan, melaksanakan dan melaporkan pekerjaan yang dilakukannya (Haslinda Lubis, 2009). Menurut Mulyadi (2002: 26), pengertian Independensi adalah sebagai berikut: “Independensi berarti adanya kejujuran dalam diri akuntan dalam mempertimbangkan fakta dan adanya pertimbangan yang objektif dan tidak memihak dalam diri akuntan didalam merumuskan dan menyatakan pendapatnya.” Sedangkan Arens & Loebbecke (2000: 83), menyatakan independen adalah sebagai berikut: “Independence in auditing means taking an unbiased viewpoint in performing audits test, evaluating the audit report. Independence is regarde as the auditors most critical characteristic” Definisi tersebut menyatakan bahwa independensi dalam audit berarti cara pandang yang tidak memihak di dalam pelaksanaan pengujian, evaluasi hasil pemeriksaan dan penyusunan laporan audit. Independensi dianggap karakteristik yang paling penting. Seorang auditor internal tidak bertanggungjawab dalam fungsi eksekutif maupun operasi sehingga dalam melaksanakan kegiatannya auditor internal dapat bertindak objektif dan seefisien mungkin. Oleh karena itu, sebaiknya auditor internal tidak mempunyai wewenang langsung atas setiap bagian yang akan diaudit
sehingga
dapat
mempertahankan
independensinya
dikemukakan oleh Hiro Tugiman (2006: 20) menyatakan bahwa:
seperti
yang
19
“Para auditor internal dianggap mandiri apabila dapat melaksanakan pekerjaannya secara bebas dan objektif. Kemandirian para pemeriksa internal dapat memberikan penilaian yang tidak memihak dan tanpa prasangka, hal mana sangat diperlukan atau penting bagi pemeriksaan sebagaimana mestinya. Hal ini dapat diperoleh melalui status organisasi dan sikap objektivitas para auditor internal.” Berdasarkan pengertian independensi yang dikemukakan di atas dapat dijelaskan bahwa independensi merupakan sikap yang tidak mudah dipengaruhi oleh kepentingan siapapun dalam melakukan audit dan pengambilan keputusan serta untuk mempertahankan kebebasan pendapatnya dengan pertimbangan yang obyektif. Independensi diperoleh melalui status organisasi dan sikap objektivitas auditor internal itu sendiri. Sebagaimana diatur dalam Standar Audit 1100 (IIA, 2012) dalam Elvira Zeyn (2013: 20), aktivitas audit internal harus independen, dan auditor internal harus bersikap objektif dalam melaksanakan pekerjaan pemeriksaan. Objektifitas adalah kemampuan untuk membedakan antara keyakinan, persepsi, dan fakta (IIA, 2009). Dalam menyatakan pendapatnya, auditor internal harus berdasarkan pada persepsi yang didukung oleh fakta. Untuk melakukan audit harus tersedia informasi yang dapat diverifikasi dan beberapa standar (kriteria) yang dapat digunakan auditor untuk mengevaluasi informasi tersebut (Elvira Zeyn, 2013). Auditor harus memiliki kualifikasi untuk memahami kriteria yang digunakan dan harus memiliki sikap mental independen (Arens et al., 2008: 4). Terdapat dua aspek independensi seorang auditor menurut Arens, et al., (2010: 48) yaitu sebagai berikut: 1. Independence in fact/mind (independensi sikap mental dan pemikiran) merupakan sikap mental yang memungkinkan pernyataan pemikiran yang
20
tidak dipengaruhi oleh hal-hal yang tidak dapat dipengaruhi oleh hal-hal yang dapat mengganggu pertimbangan profesional dan bertindak secara objektif, serta menerapkan skeptisisme profesional. 2. Independence in appearance (independensi dalam penampilan) merupakan sikap yang menghindari tindakan atau situasi yang menyebabkan pihak ketiga (pihak rasional dan memiliki pengetahuan mengenai semua informasi yang relevan, termasuk pencegahan yang diterapkan) meragukan integritas, objektivitas, atau skeptisisme profesional. Independensi sikap mental berarti auditor internal harus memiliki kejujuran dalam mempertimbangkan fakta-fakta dan pertimbangan yang objektif tidak memihak pada siapapun dalam menyatakan pendapatnya. Independensi dalam penampilan berarti adanya kesan masyarakat bahwa auditor bertindak independen sehingga auditor harus menghindari faktor-faktor yang dapat mengakibatkan masyarakat meragukan kebebasannya. Berdasarkan pengertian independensi yang dikemukakan oleh Hiro Tugiman, independensi diperoleh melalui status organisasi dan sikap objektivitas auditor internal. Hiro Tugiman (1997: 16) menjelaskan bahwa status organisasi dan objektivitas adalah sebagai berikut: 1. Status Organisasi Status organisasi unit audit internal haruskah memberikan keleluasaan untuk memenuhi atau menyelesaikan tanggungjawab pemeriksaan yang diberikan. 2. Objektivitas Para pemeriksa internal atau auditor internal haruslah melakukan pemeriksaan secara objektif. Objektif adalah sikap mental bebas yang harus dimiliki oleh pemeriksa internal (internal auditor) dalam melaksanakan pemeriksaan. Indikator-indikator independensi yang digunakan dalam penelitian ini adalah independensi menurut Hiro Tugiman (1997) yaitu status organisasi dan objektivitas. Dalam melakukan pemeriksaan, internal auditor harus tetap menjaga independensi selama pelaksanaan audit internal.
21
2.3
Kompetensi Pimpinan audit internal dalam setiap pemeriksaan harus menugaskan
orang-orang yang secara bersama atau keseluruhan memiliki pengetahuan, kemampuan, dan berbagai disiplin ilmu yang diperlukan untuk melaksanakan pemeriksaan. Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalitasnya dengan cermat dan seksama (due professional care). 2.3.1 Pengertian Kompetensi Pernyataan standar umum kedua dalam SPKN (2007: 21) adalah: “Pemeriksa secara kolektif harus memiliki kecakapan profesional yang memadai untuk
melaksanakan
Pemeriksaan
ini
tugas
semua
pemeriksaan.”
organisasi
Dengan
pemeriksa
Pernyataan
bertanggungjawab
Standar untuk
memastikan bahwa setiap pemeriksaan dilaksanakan oleh para pemeriksa yang secara kolektif memiliki pengetahuan, keahlian, dan pengalaman yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas tersebut. Oleh karena itu, organisasi pemeriksa harus memiliki prosedur rekrutmen, pengangkatan, pengembangan berkelanjutan, dan evaluasi
atas pemeriksa untuk
membantu
organisasi
pemeriksa
dalam
mempertahankan pemeriksa yang memiliki kompetensi yang memadai. Kompetensi auditor internal adalah pengetahuan, kemampuan, dan berbagai disiplin ilmu yang diperlukan untuk melaksanakan pemeriksaan secara tepat dan pantas (Tugiman, 1997: 27). Kompetensi auditor internal dapat tercapai apabila dalam melaksanakan pemeriksaan, auditor internal memiliki keahlian,
22
menerapkan kecermatan profesional, serta meningkatkan kemampuan teknisnya melalui pendidikan yang berkelanjutan. Menurut Spencer and Spencer, (1993: 9) kompetensi yaitu: “An underlying characteristic’s of an individual which is causally related to criterion – referenced effective and or superior performance in a job or situation.” Sukrisno Agoes, dkk (2009: 146), mengemukakan definisi kompetensi adalah sebagai berikut: “Kompetensi berarti kecakapan dan kemampuan dalam menjalankan suatu pekerjaan atau profesinya. Orang yang kompeten berarti orang yang dapat menjalankan pekerjaannya dengan kualitas hasil yang baik. Dalam arti luas, kompetensi mencakup penugasan ilmu/pengetahuan (knowledge) dan keterampilan (skill) yang mencukupi, serta mempunyai sikap dan perilaku (attitude) yang sesuai dalam melaksanakan pekerjaan/profesinya.” Arens., et al (2008: 377), mengemukakan definisi kompetensi adalah sebagai berikut: “Kompetensi adalah pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas mendefinisikan pekerjaan seseorang.” Definisi kompetensi auditor internal yang dikemukakan oleh Pickett (2000: 355356) adalah sebagai berikut: “Competency internal auditors is apply the knowledge, skills, experience needed inthe performance of internal audit service”. McIntosh (1999) mengemukakan definisi kompetensi auditor internal adalah : “Competency internal auditors is shall engage only in those services for which they have necessary knowledge, skills and experience goverment auditors demonstrate different types of skills, competencies, and specializations. For instance, goverment auditors need to understand accounting standars and systems to examine financial accountability: program operations and performance measurements to assess the success
23
or program of government acivities : as well as standards and good practicess for corporate governance, management, and internal control”. Selanjutnya Konrath (2002: 5), mengemukakan agar pemeriksaan dapat dilakukan dengan baik, pelaksana pemeriksa haruslah seorang yang mempunyai pendidikan, pengalaman dan keahlian dibidang akuntansi dan auditing. Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) pada dasarnya berfungsi melakukan audit di bidang pemerintahan sehingga auditor harus memiliki pengetahuan yang berkaitan dengan administrasi pemerintahan. Standar Profesi Audit Internal SA 1230 (SPAI, 2004), menyatakan bahwa auditor
internal
harus
meningkatkan
pengetahuan,
keterampilan
dan
kompetensinya melalui pengembangan profesional berkelanjutan. Auditor internal harus meningkatkan kemampuan teknisnya melalui pendidikan berkelanjutan (Hiro Tugiman, 2006: 31). Dalam Standar Audit APIP dikemukakan bahwa auditor
internal
pemerintah
yang
melaksanakan
pemeriksaan
harus
mempertahankan kompetensinya, auditor internal wajib mengikuti pendidikan dan pelatihan profesional
berkelanjutan
(PPL)
serta pimpinan APIP
wajib
memfasilitasi untuk mengikuti ujian sertifikasi jabatan pengawasan fungsional. Berdasarkan definisi kompetensi diatas maka dapat dijelaskan bahwa kompetensi auditor internal yaitu auditor internal harus memiliki keterampilan, pengetahuan
dan
sikap
dalam
melaksanaan
pekerjaannya
agar
dapat
mempertahankan kompetensinya. Kompetensi merupakan salah satu tuntutan perilaku yang harus dimiliki auditor internal dalam melaksanakan tugasnya. Dalam audit pemerintahan, auditor dituntut untuk memiliki dan meningkatkan kemampuan atau keahlian bukan
24
hanya dalam metode dan teknik audit, akan tetapi segala hal yang menyangkut pemerintahan seperti organisasi, program, dan kegiatan pemerintah. Hal ini diatur dalam Prinsip-Prinsip Perilaku Auditor yang tercantum dalam Standar Audit APIP (2008), bahwa dalam melaksanakan tugasnya, auditor dituntut untuk memiliki pengetahuan, keahlian, pengalaman, dan keterampilan yang diperlukan untuk melaksanakan tugas. Dalam Standar Audit APIP (2008: 16), auditor internal pemerintah harus memiliki kompetensi yang meliputi: 1. Pengetahuan Auditor harus memiliki pengetahuan yang memadai di bidang hukum, administrasi pemerintahan, dan pengetahuan lain yang diperlukan untuk mengidentifikasi indikasi adanya penyimpangan. 2. Keahlian Auditor harus memiliki keahlian tentang standar audit, kebijakan, prosedur dan praktik-praktik audit serta lingkungan pemerintahan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi unit yang dilayani oleh APIP. 3. Keterampilan Auditor wajib memiliki keterampilan dalam berhubungan dengan orang lain dan mampu berkomunikasi secara efektif, terutama dengan auditi. Auditor juga memiliki kemampuan dalam berkomunikasi secara lisan dan tulisan. 4. Pendidikan Auditor wajib mengikuti pendidikan dan pelatihan (PPL) dan mengikuti sertifikasi jabatan fungsional auditor (JFA) yang sesuai dengan jenjangnya. Menurut The IIA Research Foundation’s CBOK (IIA, 2007) dan Mc Intosh (1999) kompetensi auditor internal meliputi : 1. Knowledge (pengetahuan) 2. Skills (keahlian) 3. Personal values and attitude (perilaku) Mills (1993: 84), mengemukakan bahwa kompetensi auditor internal terdiri dari 2 faktor yaitu:
25
1.
2.
Knowledge, dimana knowledge berhubungan dengan: a. Education (pendidikan) b. Skills (Keahlian) c. Experience (pengalaman) Perilaku etis dimana perilaku menyangkut etika yang harus dipenuhi sebagai auditor.
Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 46A Tahun 2003 Tanggal 21 November 2003 juga menyebutkan bahwa kompetensi adalah: “Kemampuan dan karakteristik yang dimiliki seorang Pegawai Negeri Sipil berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap perilaku yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas jabatannya, sehingga Pegawai Negeri Sipil tersebut dapat melaksanakan tugasnya secara profesional, efektif, dan efisien.” Oleh karena itu, dapat dijelaskan bahwa kompetensi adalah sesuatu yang dapat terukur, diobservasi, diprediksikan, dan dievaluasi yang terefleksikan dalam perilaku kerja seseorang yang terdiri atas kombinasi antara pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill), dan sikap (attitude). Indikator-indikator kompetensi yang digunakan dalam penelitian ini adalah kompetensi menurut Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 46A Tahun 2003 yaitu pengetahuan (knowledge), ketrampilan (skill), dan sikap (attitude). 2.4
Kualitas Audit Audit dikatakan berkualitas jika memenuhi standar yang seragam dan
konsisten, yang menggambarkan praktik-praktik terbaik audit internal serta merupakan ukuran kualitas pelaksanaan tugas untuk memenuhi tanggungjawab profesinya. Standar tersebut terangkum dalam Standar Profesi Audit Internal (SPAI, 2004). Kualitas audit menurut Knetchel, W.Robert, G.V.Krishan (2012) dalam Efendy (2010: 2) adalah:
26
“Gabungan dari proses pemeriksaan sistimatis yang baik, yang sesuai dengan standar yang berlaku umum, dengan auditor’s judgments (skeptisisme dan pertimbangan profesional) yang bermutu tinggi, yang dipakai oleh auditor yang kompeten dan independen, dalam menerapkan proses pemeriksaan tersebut, untuk menghasilkan audit yang bermutu tinggi.” Menurut Sunarto (2003: 31) menyatakan kualitas audit adalah: “Kualitas audit merupakan fungsi jaminan dimana kualitas tersebut akan digunakan untuk membandingkan kondisi yang sebenarnya dengan kondisi yang seharusnya.” Arens, et al (2012: 105) mendefinisikan kualitas audit sebagai berikut : “Audit quality means how tell an audit detects an report material misstatements financial statements. The detection aspect is a reflection of auditor competence, while reporting is a reflection of ethics or auditor integrity, particulary independence.” Definisi tersebut dapat diartikan bahwa kualitas audit berarti cara memberitahu audit mendeteksi bahan laporan salah saji laporan keuangan. Aspek deteksi adalah refleksi dari kompetensi auditor, sedangkan laporan merupakan cerminan dari etika atau integritas auditor, khususnya independensi. Dalam sektor publik, Government Accountability Office (GAO) mendefinisikan kualitas audit sebagai ketaatan terhadap standar profesi dan ikatan kontrak selama melaksanakan audit (Lowenshon et al, 2005). De Angelo (1981) dalam Elvira Zeyn (2013: 48), mengemukakan bahwa definisi kualitas audit sebagai berikut: “Audit quality is defined as the probability that an auditor will both discover material misstatements in the client’s financial statements (competence) and truthfully report such material errors, misrepresentation, or omissions in client’s financial statements in the auditor’s audit report (independence).” Kuaitas audit menurut De Angelo yaitu sebagai penilaian dimana seorang auditor melaporkan setiap pelanggaran yang ditemukan pada laporan keuangan klien,
27
kompetensi seorang auditor sangat dibutuhkan dalam menemukan pelanggaran yang mungkin dilakukan oleh klien sedangkan untuk melaporkan pelanggaran tersebut tergantung pada independensi auditor. Selanjutnya Basuki (2006) dalam Piter Simanjutak (2008: 16), mengatakan kualitas audit adalah: “Pemeriksaan yang sistematis dan independen untuk menentukan aktivitas, mutu dan hasilnya sesuai dengan peraturan yang telah direncanakan dan apakah peraturan tersebut diimplementasikan secara efektif dan cocok dengan tujuan.” Beberapa definisi kualitas audit di atas dapat dijelaskan bahwa, kualitas audit merupakan segala kemungkinan (probability) di mana auditor pada saat mengaudit laporan keuangan klien dapat menemukan pelanggaran yang terjadi dalam sistem akuntansi klien dan melaporkannya dalam laporan keuangan auditan, dimana dalam melaksanakan tugasnya tersebut auditor berpedoman pada standar auditing dan kode etik akuntan publik yang relevan. Menurut Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara nomor PER/05/M.PAN/03/2008 sebagai pengukuran kualitas audit atas laporan keuangan, khususnya yang dilakukan oleh inspektorat sebagai internal auditor pemerintah wajib menggunakan Standar Pemeriksa Keuangan Negara (SPKN) yang tertuang dalam Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Nomor 01 Tahun 2007, Kode Etik Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) dan Standar Audit APIP. Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara nomor Per/05/M.PAN/03/2008 Tentang Standar Audit Aparat Pengawasan Intern Pemerintah, kualitas dari laporan hasil audit mengharuskan
28
laporan auditnya tepat waktu, lengkap, akurat, objektif, meyakinkan, jelas, dan seringkas mungkin untuk menghasilkan kualitas audit yang baik. Menurut Moeller (2005: 655), Arena and Azzone (2009) kualitas audit meliputi: 1. The level of compliance with IIA standards (tingkat kepatuhan pada standar IIA), 2. The ability to audit plan (kemampuan dalam merencanakan pemeriksaan), 3. Execute audit findings (menemukan temuan audit), 4. Communicate audit findings (mengkomunikasikan temuan audit). Indikator-indikator kualitas audit yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitas audit menurut Moeller (2005), Arena and Azzone (2009). Kualitas yang baik dilihat dari proses audit yang dilakukan auditor internal dan efektifitas audit internal. 2.5
Kerangka Pemikiran Pengawasan intern pemerintah merupakan fungsi manajemen yang penting
dalam penyelenggaraan pemerintahan. Melalui pengawasan intern dapat diketahui apakah suatu instansi pemerintah telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan tugas dan fungsinya secara efektif dan efisien, serta sesuai dengan rencana, kebijakan yang telah ditetapkan, dan ketentuan. Dalam pemerintahan, pelaksanaan pengendalian internal pemerintah dilaksanakan oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) yang melakukan pengawasan intennya melalui audit, review, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lainnya. Menurut
Peraturan
Kepala
Badan
Pengawasan
Keuangan
dan
Pembangunan nomor PER-211/K/JF/2010 Pasal 1 (2010: 3), APIP adalah instansi
29
pemerintah yang dibentuk dengan tugas melaksanakan pengawasan intern di lingkungan pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah yang terdiri dari: 1. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang bertanggung jawab kepada Presiden; 2. Inspektorat Jenderal (Itjen)/Inspektorat Utama (Ittama)/Inspektorat yang bertanggung jawab kepada Menteri/Kepala Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND); 3. Inspektorat Pemerintah Provinsi yang bertanggung jawab kepada Gubernur, dan; 4. Inspektorat Pemerintah Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab kepada Bupati/Walikota. Auditor pemerintah daerah memegang peranan yang sangat penting dalam proses terciptanya akuntabilitas dan transparansi pengelolaan keuangan di daerah. Peran dan fungsi Inspektorat Propinsi, Kabupaten/Kota secara umum diatur dalam pasal 4 Peraturan Menteri Dalam Negeri No 64 Tahun 2007. Dalam pasal tersebut dinyatakan bahwa dalam melaksanakan tugas pengawasan urusan pemerintahan, Inspektorat Propinsi, Kabupaten/Kota mempunyai fungsi sebagai berikut: pertama, perencanaan program pengawasan; kedua, perumusan kebijakan dan fasilitas pengawasan; dan ketiga, pemeriksaan, pengusutan, pengujian, dan penilaian tugas pengawasan. APIP dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya, selain memberikan rekomendasi juga melaporkan hasil kerjanya dalam bentuk laporan hasil pemeriksaan bedasarkan standar audit aparat pengawasan intern pemerintah. Rekomendasi dan laporan hasil kerja aparat pengawasan intern pemerintah harus berkualitas, untuk mengetahui kualitas hasil kerja dapat dinilai dari laporan hasil pemeriksaan.
30
Berdasarkan PERMENPAN No: PER/05/M.PAN/03/2008 tentang Standar Audit Aparat Pengawasan Intern Pemerintah dinyatakan dalam standar umum audit kinerja dan audit investigasi meliputi standar-standar yang terkait dengan karakteriktik organisasi dan individu-individu yang melakukan kegiatan audit harus independen, obyektif, memiliki keahlian (latar belakang pendidikan, kompetensi teknis dan sertifikasi jabatan dan pendidikan dan pelatihan berkelanjutan), kecermatan profesional dan kepatuhan terhadap kode etik. Dalam melaksanakan pengawasan internal, auditor harus memperhatikan kualitas audit selama proses auditnya. Kualitas audit internal pemerintah dipengaruhi oleh independensi dan kompetensi auditor internal pemerintah. Independensi berarti cara pandang yang tidak memihak di dalam pelaksanaan pengujian, evaluasi hasil pemeriksaan dan penyusunan laporan audit. Independensi dianggap karakteristik yang paling penting (Arens & Loebbecke, 2000). Sedangkan kompetensi auditor internal adalah pengetahuan, kemampuan, dan berbagai disiplin ilmu yang diperlukan untuk melaksanakan pemeriksaan secara tepat dan pantas (Tugiman, 1997). 2.5.1 Hubungan Independensi terhadap Kualitas Audit Independensi merupakan sikap auditor yang tidak memihak, tidak mempunyai kepentingan pribadi, dan tidak mudah dipengaruhi oleh pihak-pihak yang berkepentingan dalam memberikan pendapat atau simpulan. Auditor yang independen adalah auditor yang tidak memihak, sehingga tidak merugikan pihak manapun (Pusdiklatwas, 2008). Oleh karena itu cukuplah beralasan bahwa untuk menghasilkan audit yang berkualitas diperlukan sikap independen dari auditor.
31
Adapun teori yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh independensi terhadap kualitas audit menurut Halim (2008:29) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi kualitas audit adalah ketaatan auditor terhadap kode etik yang terefleksikan oleh sikap independensi, objektivitas dan integritas. Wati Aris Astuti (2010) menyatakan bahwa terdapat pengaruh antara independensi terhadap kualitas audit Dalam jurnal tersebut disimpulkan bahwa Independensi dalam hal ini diukur dengan indikator Status Organisasi dan Objektifitas mempunyai pengaruh terhadap kualitas pelaksanaan audit intern yang berarti semakin baik independensi akan menjadikan semakin baik kualitas pelaksanaan audit internal. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Marietta Sylvie (2013), Haslinda Lubis (2009), A.A Putu Ratih Cahaya Ningsih dan P. Dyan Yaniartha (2013) menunjukan bahwa independensi secara parsial berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit dan mempunyai hubungan yang positif. Hal ini berarti bahwa semakin meningkatnya independensi seorang auditor akan meningkatkan kualitas audit, artinya kualitas audit dapat dicapai jika auditor memiliki independensi yang baik. Ho1 : Independensi tidak berpengaruh terhadap kualitas audit. Ha1 : Independensi berpengaruh terhadap kualitas audit. 2.5.2 Hubungan Kompetensi terhadap Kualitas Audit Auditor membutuhkan pengetahuan, pengalaman, pendidikan dan pelatihan yang baik dalam melaksanakan proses audit, karena dengan hal itu auditor menjadi lebih mampu memahami kondisi keuangan dan laporan keuangan
32
perusahaan dan akan menghasilkan kualitas audit yang baik (SPKN, 2007 dan Sukrisno Agoes, 2009). Pekerjaan auditor internal jika didasarkan pada kepercayaan pihak lain maka kompetensi auditor internal harus dinilai. Bukti mengenai kualitas kompetensi dapat diperoleh melalui penilaian dari manajemen, dan hasil revieu dari Quality assurance, sedangkan untuk mengevaluasi kompetensi auditor internal didasarkan pada pengalaman profesional dan pendidikan staf auditor internal. Menurut Mulyadi (2008: 58) terdapat hubungan antara kompetensi dan kualitas audit antara lain sebagai berikut : “Kompetensi diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman, setiap anggota harus melakukan upaya untuk mencapai tingkatan kompetensi yang akan meyakinkan bahwa kualitas jasa yang di berikan memenuhi tingkatan profesionalisme tinggi seperti di syaratkan oleh prinsip etika.” Kompetensi setiap auditor internal merupakan tanggung jawab dari bagian audit internal. Pimpinan audit internal dalam setiap pemeriksaan harus menugaskan orang-orang yang secara bersama atau keseluruhan memiliki pengetahuan, kemampuan, dan berbagai disiplin ilmu yang diperlukan untuk melaksanakan pemeriksaan secara tepat dan pantas (Hiro Tugiman, 1997). A.A Putu Ratih Cahaya Ningsih dan P. Dyan Yaniartha (2013) menemukan bahwa kompetensi berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kualitas audit. Pengaruh positif ini berarti semakin tinggi kompetensi yang dimiliki oleh seorang auditor maka kualitas audit yang dihasilkan akan semakin baik. Sedangkan Asri Usman, Made Sudarma, Hamid Habbe, Darwis Said (2014: 11) menyatakan bahwa:
33
“Competence South Sulawesi provincial inspectorate personnel are partial positive and significant effect on audit quality, if either inspectorate personnel competence or high will be a positive influence on the quality of audits and can improve the performance of the inspectorate is of good quality as well”. Kompetensi personel inspektorat provinsi Sulawesi Selatan berpengaruh partial positive dan signifikan terhadap kualitas audit, jika personil inspektorat berkompetensi maka akan berpengaruh positif terhadap kualitas audit sehingga dapat meningkatkan kinerja inspektorat yang berkualitas. Ho1 : Kompetensi tidak berpengaruh terhadap kualitas audit. Ha1 : Kompetensi berpengaruh terhadap kualitas audit. 2.5.3 Hubungan Independensi dan Kompetensi Terhadap Kualitas Audit Independensi mencerminkan sikap tidak memihak serta tidak dibawah pengaruh atau tekanan pihak tertentu dalam mengambil keputusan dan tindakan (Sukrisno Agoes dan I Cenik Ardana, 2009). Dengan adanya independensi yang dimiliki auditor, auditor akan leluasa melakukan tugas-tugas auditnya. Tanpa independensi, kualitas audit yang dihasilkan tidak dapat diandalkan karena informasi yang dihasilkan bias. Selain harus memiliki sikap independensi dalam proses auditnya, auditor harus memiliki sikap kompetensi. Menurut Tugiman (1997: 27) Kompetensi auditor internal adalah pengetahuan, kemampuan, dan berbagai disiplin ilmu yang diperlukan untuk melaksanakan pemeriksaan secara tepat dan pantas. Untuk meningkatkan kualitas audit, auditor sangat bergantung pada tingkat kompetensi yang dimilikinya. Dengan penugasan standar akuntansi dan auditing juga wawasan auditor mengenai pemerintahan, auditor akan lebih memahami dan lebih teliti dalam melaksanakan tugasnya, sehingga kualitas audit yang dihasilkan akan sesuai dengan standar yang berlaku.
34
Menurut penelitian sebelumnya Wati Aris Astuti (2010), A.A Putu Ratih Cahaya Ningsih dan P. Dyan Yaniartha (2013), Alim dkk (2007) menyatakan bahwa kompetensi dan independensi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas audit (daftar penelitian sebelumnya terdapat di lampiran). Hal ini berarti semakin tinggi kompetensi dan independensi yang dimiliki seorang auditor maka kualitas audit akan semakin baik.
Independensi (X1) Kualitas Audit (Y) Kompetensi (X2)
Keterangan : = Pengaruh Parsial = Pengaruh Simultan Gambar 2.1 Skema Kerangka Pemikiran Berikut adalah ringkasan hipotesis: H1 : Independensi auditor internal berpengaruh terhadap kualitas audit. H2 : Kompetensi auditor internal berpengaruh terhadap kualitas audit. H3 : Independensi dan Kompetensi Auditor Internal berpengaruh terhadap kualitas audit