BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pengendalian Internal Secara umum, pengendalian internal merupakan bagian dari masing-
masing sistem yang dipergunakan sebagai prosedur dan pedoman operasional perusahaan atau organisasi tertentu. Pengendalian internal harus dilaksanakan seefektif mungkin dalam suatu perusahaan untuk mencegah dan menghindari terjadinya kesalahan, kecurangan, dan penyelewengan.
2.1.1 Pengertian Pengendalian Internal Definisi mengenai pengendalian internal yang diungkapkan oleh Guy et al. (2002: 226) adalah sebagai berikut: “Pengendalian internal adalah sebuah proses yang dihasilakn oleh dewan direksi entitas, manajemen, dan personel lainnya, yang dirancang untuk memberikan kepastian yang layak dalam pencapaiantujuan keanadlan (reliabilitas) laporan keuangan, ketaatan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku, serta efektivitas dan efisiensi operasi.”
Menurut Sukrisno Agoes (2012: 100) pengertian pengendalian internal adalah: “Suatu Proses yang dijalankan oleh dewan komisaris, manajemen dan personel lain entitas yang didesain untuk memberikan keyakinan memadai tentang pencapaian tiga golongan tujuan, seperti keandalan laporan keuangan, efektifitas dan efisiensi operasi, dan kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku.”
9
Kemudian Mulyadi (2002: 180) mengungkapkan bahwa terdapat beberapa konsep dasar dari pengendalian internal, diantaranya adalah: 1) Pengendalian internal merupakan suatu proses untuk mencapai suatu tujuan tertentu, bukan tujuan itu sendiri. Pengendalian internal merupakan suatu rangkaian atau tindakan dan menjadi nagian tidak terpisahkan, bukan hanya sebagai tambahan dari infrastruktur entitas. 2) Pengendalian internal dijalankan oleh orang, bukan hanya terdiri dari pedoman kebijakan dan formulir, namun dijalankan oleh orang dari setiap jenjang organisasi, yang mencakup dewan komisaris, manajemen dan personel lain. 3) Pengendalian internal dapat diharapkan mampu memberikan keyakinan memadai, bukan hanya keyakinan mutlak, bagi manjemen dan dewan komisaris
entiras.
Keterbatasan
yang
melekat
dalam
semua
sistem
pengendalian internal dan pertimbangan manfaat dan pengorbanan dalam pencapaian tujuan pengendalian menyebabkan pengendalian internal tidak dapat memberikan keyakinan mutlak. 4) Pengendalian internal ditunjukan untuk mencapai tujuan yang saling berkaitan diantaranya pelaporan keuangan, kepatuhan, dan operasi. Dari beberapa pengertian diatas penulis dapat menarik kesimpulan, bahwa pengendalian internal adalah proses yang dirancang oleh dewan komisaris, manajemen, dan personil lainnya untuk mengendalikan operasi perusahaan dalam melaksanakan kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan, sehingga sasaran dan tujuan penting bagi suatu perusahaan dapat dicapai.
10
2.1.2 Tujuan Pengendalian Internal Pengendalian internal memiliki tujuan menurut Mulyadi (2002 : 178) tujuan pengendalian internal terbagi atas dua yaitu: 1) Menjaga kekayaan perusahaan a. Penggunaan kekayaan perusahaan hanya melalui sistem otorisasi yang telah ditetapkan b. Pertanggungjawaban kekayaan perusahaan yang dicatat dibandingkan dengan kekayaan yang sesungguhnya 2) Mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi a. Pelaksanaan transaksi melalui sistem otorisasi yang telah ditetapkan b. Pencatatan transaksi yang terjadi tercatat dengan benar di dalam catatan akuntansi perusahaan Tujuan pengendalian internal menurut Sawyer, dkk (2005: 62) adalah sebagai berikut: 1) Meningkatkan susunan, keekonomian, efisiensi, dan efektivitas operasi serta kualitas barang dan jasa sesuai misi organisasi. 2) Mengamankan sumber daya terhadap kemungkinan kerugian akibat pelepasan, penyalahgunaan, kesalahan pengelolaan, kekeliruan, dan kecurangan. 3) Meningkatkan kepatuhan pada hukum dan arahan manajemen. 4) Membuat data keuangan dan manajemen yang dapat diandalkan serta pengugkapan yang wajar pada pelaporan yang tepat waktu.
11
Adapun tujuan pengendalian intern yang dikemukakan oleh Arens et al. (2008: 370), yaitu: 1) Reliability of financial reporting (Keandalan pelaporan keuangan) Pihak manajemen bertanggung jawab dalam menyiapkan laporan keuangan bagi investor, kreditur dan pengguna lainnya. Manajemen mempunyai kewajiban hukum dan profesional untuk menjamin bahwa informasi telah disiapkan sesuai dengan standar pelaporan seperti prinsip yang berlaku umum. 2) Effectiveness and efficiency of operations (Efektifitas dan efisiensi operasi) Pengendalian bagi sebua perusahaan adalah alat untuk mencegah terjadinya pemborosan yang disebabkan kegiatan-kegiatan yang tidak perlu dalam segala aspek usaha dan untuk mengurangi penggunaan sumber daya yang tidak efektif dan efisien. 3) Compliance with applicable and regulation (Ketaatan pada hukum dan perundang-undangan) Perusahaan pada umumnya harus taat pada aturan dan perundang-undangan yang
ditetapkan
oleh
pihak
yang
berwenang.
Dengan
dibentuknya
pengendalian internal tersebut maka diharapkan perusahaan tidak melanggar aturan yang diterapkan oleh pemerintah sebagai pihak yang berwenang.
2.1.3 Unsur-unsur Pengendalian Internal Uraian mengenai unsur-unsur pengendalian internal yang dikemukakan oleh Sukrisno Agoes (2012: 100) dan Mulyadi (2002: 183) sebagai berikut:
12
1) Lingkungan Pengendalian Lingkungan
pengendalian
menetapkan
corak
suatu
organisasi
dan
mempengaruhi kesadaran pengendalian orang-orangnya (Sukrisno Agoes, 2012: 100). Lingkungan pengendalian merupakan dasar untuk semua unsur pengendalian intern yang lain, menyediakan disiplin dan struktur (Mulyadi, 2002: 183). Lingkungan pengendalian mencakup hal-hal berikut ini: a) Intergritas dan nilai etika b) Komitmen terhadap kompetensi c) Partisipasi dewan komisaris atau komite audit d) Struktur organisasi e) Pemberian wewenang dan tanggungjawab f) Kebijakan dan praktik sumber daya manusia 2. Penaksiran Risiko Penaksiran risiko adalah identifikasi entitas dan analisis terhadap risiko yang relevan untuk mencapai tujuannya, membentuk suatu dasar untuk menentukan bagaimana risiko harus dikelola (Sukrisno Agoes, 2012: 101). Kemudian Mulyadi (2002: 188) menambahkan bahwa penaksiran risiko untuk tujuan pelaporan keuangan adalah identifikasi, analisis, dan pengelolaan risiko entitas yang berkaitan dengan penyusunan laporan keuangan, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Risiko dapat timbul atau berubah karena keadaan berikut ini: a) Perubahan dalam lingkungan operasi b) Personel baru
13
c) Sistem informasi yang baru atau yang diperbaiki d) Teknologi baru e) Lini produk, produk, atau aktivitas baru f) Restrukturisasi korporasi g) Operasi luar negeri h) Standar akuntansi baru 3. Aktivitas Pengendalian Mulyadi (2002: 189) menyatakan bahwa aktivtas pengendalian adalah kebijakan dan prosedur yang membantu memastikan bahwa arahan manajemen dilaksanakan. Kebijakan dan prosedur ini memberikan keyakianan bahwa tindakan yang diperlukan telah dilaksanakan untuk mengurangi risiko dalan pencapaian tujuan entitas. Sukrisno Agoes (2012: 101) menambahkan bahwa aktivitas pengendalian mempunyai berbagai tujuan dan diterapkan di berbagai tingkat organisasi dan fungsi. Umumnya aktivitas pengendalian yang mungkin relevan dengan audit dapat digolongkan sebagai kebijakan dan prosedur yang berkaitan dengan hal-hal berikut ini: a) Review terhadap kinerja b) Pengolahan informasi c) Pengendalian phisik d) Pemisahan tugas 4. Informasi dan Komunikasi Informasi dan komunikasi adalah pengidentifikasian, penangkapan, dan pertukaran informasi dalam suatu bentuk dan waktu yang memungkinkan
14
orang melaksanakan tanggung jawab merek. Sistem informasi yang relevan dengan tujuan pelaporan keuangan, yang meliputi sistem akuntansi, terdiri atas metode dan catatan yang dibangun untuk mencatat, mengolah, meringkas, dan melaporkan transaksi entitas (baik peristiwa maupun kondisi) dan untuk memelihara akuntabilitas bagi aset, utang, dan ekuitas yang bersangkutan (Sukrisno Agoes, 2012: 101). Komunikasi mencakup penyampaian informasi kepada semua personel yang terlibat dalam pelaporan keuangan tentang bagaimana aktivitas mereka berkaitan dengan pekerjaan orang lain, baik yang berada di dalam maupun di luar organisasi. Pedoman kebijakan, pedoman akuntansi dan pelaporan keuangan, daftar akun dan memo juga merupakan bagian dari komponen informasi dan komunikasi dalam pengendalian internal (Mulyadi, 2002: 189). 5. Pemantauan Menurut Guy et al. (2002: 235) pemantauan adalah proses penilaian kualitas kinerja pengendalian intern sepanjang waktu. Hal ini senada dengan pengertian pemantauan menurut Sukrisno Agoes (2012: 102) yang menyatakan bahwa pemantauan adalah proses penentuan kualitas kinerja pengendalian internal sepanjang waktu. Pemantauan ini mencakup penentuan desain dan operasi pengendalian tepat waktu dan pengambilan tindakan koreksi. Proses ini dilaksanakan melalui kegiatan yang berlangsung secara terus menerus, evaluasi secara terpisah, atau dengan berbagai kombinasi dari keduanya.
15
2.1.4 Keterbatasan Pengendalian Internal Pelaksanaan struktur pengendalian internal yang efisien dan efektif haruslah mencerminkan keadaan yang ideal. Namun dalam kenyataannya hal ini sulit untuk dicapai, karena dalam pelaksanaannya struktur pengendalian internal mempunyai keterbatasan-keterbatasan. Keterbatasan bawaan yang melekat dalam setiap pengendalian internal sebagaimana dikemukakan oleh Mulyadi (2002: 181) yaitu: 1) 2) 3) 4) 5)
Kesalahan dalam pertimbangan Gangguan Kolusi Pengabaian oleh manajemen Biaya lawan manfaat
Pendapat Mulyadi tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut: 1) Kesalahan dalam pertimbangan Seringkali manajer dan personil lain dapat salah dalam mempertimbangkan keputusan bisnis yang diambil atau dalam melaksanakan tugas rutin karena tidak memadainya informasi keterbatasan waktu atau tekanan lain. 2) Gangguan Gangguan dalam pengendalian yang telah ditetapkan dapat terjadi karena personel secara keliru memahami perintah atau membuat kesalahan karena kelalaian, tidak adanya perhatian atau kelalaian. Perubahan yang bersidat sementara atau permanen dalam personel atau dalam sistem dan prosedur dapat pula mengakibatkan gangguan.
16
3) Kolusi Tindakan bersama beberapa individu untuk tujuan kejahatan disebut dengan kolusi. Kolusi dapat mengakibatkan bobolnya pengendalian internal yang dibangun untuk melindungi kekayaan entitas dan tidak terungkapnya ketidakberesan atau tidak terdeteksinya kecurangan oleh pengendalian internal yang dirancang. 4) Pengabaian oleh manajemen Manajemen dapat mengabaikan kebijakan atau prosedur yang telah ditetapkan untuk tujuan yang tidak sah seperti keuntungan pribadi manajem, penyajian kondisi keuangan yang berlebihan, atau ketaatan semu. 5) Biaya lawan manfaat Biaya yang diperlukan untuk mengoperasikan struktur pengendalian internal tidak boleh melebihi manfaat yang diharapkan dari pengendalian internal tersebut. Karena pengukuran secara tepat baik biaya maupun manfaat biasanya tidak
mungkin
dilakukan,
manajemen
harus
memperkirakan
dan
mempertimbangkan secara kuantitatif dan kualitatif dalam mengevaluasi biaya dan manfaat suatu pengendalian internal. Selanjutnya menurut Susanto (2004: 117), ada beberapa keterbatasan dari pengendalian internal, yaitu: 1) 2) 3) 4)
Kesalahan (Error) Kolusi (Collusion) Penyimpangan Manajemen Manfaat dan biaya
17
Keterbatasan-keterbatasan menurut Susanto diatas dapat diuraikan sebagai berikut: 1) Kesalahan (Error), di mana kesalahan timbul ketika karyawan melakukan pertimbangan yang salah atau perhatiannya selama bekerja terpecah. 2) Kolusi (Collusion), di mana kolusi terjadi ketika dua atau lebih karyawan berkonspirasi untuk melakukan pencurian (korupi) ditempat mereka bekerja. 3) Penyimpangan manajemen, yakni karena manajer suatu organisasi memiliki lebih banyak otoritas dibandingkan karyawan biasa, proses pengendalian efektif pada tingkat manajemen bawah dan tidak efektif pada tingkat atas. 4) Manfaat dan biaya, berhubungan dengan konsep jaminan yang meyakinkan atau masuk akal mengandung arti bahwa biaya pengendalian internal tidak melebihi manfaat yang dihasilkan. Pengendalian yang masuk akal adalah pengendalian yang memberi manfaat lebih tinggi dari biaya yang dikeluarkannya untuk melakukan pengendalian tersebut. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pengendalian internal memiliki keterbatasan-keterbatasan yang dapat menyebabkan tujuan perusahaan tidak tercapai. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penerapan pengendalian internal dapat ditujukan untuk meminimalkan kemungkinan penyimpangan dan kesalahan, sehingga dapat dideteksi dan diatasi dengan cepat.
2.2
Kredit Dalam bahasa latin kredit berarti credere artinya percaya. Pemberi kredit
(kreditur) percaya kepada penerima kredit (debitur) bahwa kredit yang disalurkannya
18
pasti akan dikembalikan sesuai perjanjian. Bagi debitur, kredit yang diterima merupakan kepercayaan, yang berarti menerima amanah sehingga mempunyai kewajiban untuk membayar sesuai jangka waktu.
2.2.1 Pengertian Kredit Pengertian kredit menurut undang-undang perbankan nomor 10 tahun 1998 adalah : ‘’Penyediaan uang atau tagihan yang dapat di persamakan dengan itu,berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.’’ Dari pengertian kredit tersebut,dapat dikatakan bahwa kredit merupakan proses kesepakatan antara pihak kreditur sebagai penyedia dana dan pihak debitur sebagai pihak peminjam,untuk melakukan perjanjian penyediaan dana dari pihak kreditur kepada pihak debitur dengan ketentuan-ketentuan yang telah di sepakati bersama.
2.2.2 Unsur-unsur Kredit Unsur-unsur
yang
terkandung
dalam
pemberian
kredit:menurut Kasmir (2003 : 103-105) adalah sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5.
Kepercayaan Kesepakatan Jangka waktu Risiko Balas jasa
Yang diuraikan sebagai berikut: 1. Kepercayaan
19
suatu
fasilitas
Kepercayaan merupakan suatu keyakinan bagi kreditor bahwa kredit yang diberikan baik berupa uang, barang atau jasa benar-benar diterima kembali di masa yangakan datang sesuai jangka waktu kredit. 2. Kesepakatan Kesepakatan ini di tuangkan dalam akad kredit dan ditandatangani kedua belah pihak sebelum kredit dikucurkan. 3. Jangka waktu Jangka waktu merupakan batas waktu pengendalian angsuran kredit yang telah disekepakati kedua belah pihak. 4. Risiko Akibat
adanya
tenggang
waktu,
maka
pengembalian
kredit
akan
memungkinkan suatu resiko tidak tertagihnya atau macetnya pemberian suatu kredit. Semakin panjangnya suatu jangka waktu kredit, maka semakin besar resikonya, demikian pula sebaliknya. 5. Balas jasa Balas jasa merupakan keuntungan atau pendapatan atas pemberian suatu kredit. Dalam bank konvensional biasa disebut dengan bunga.
2.2.3 Tujuan dan Fungsi Kredit Menurut Kasmir (2003 : 105-106) dalam praktiknya tujuan pemberian suatu kredit sebagai berikut : 1. Mencari keuntungan 2. Membantu Usaha Nasabah 3. Membantu Pemerintah
20
Yang diuraikan sebagai berikut 1. Mencari keuntungan Keuntungan ini di peroleh dalam bentuk bunga oleh bank. Keuntungan ini bertujuan untuk kelangsungan hidup bank dan juga untuk memperbesar usaha bank. 2. Membantu usaha nasabah Yaitu untuk membantu usaha nasabah yang memerlukan dana,baik dana investasi maupun dana untuk modal kerja. 3. Membantu pemerintah Yaitu membantu pemerintah dalam rangka peningkatan pembangunan di berbagai sektor riil. Fungsi Kredit Menurut Kasmir (2003 : 106-109) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Untuk meningkatkan daya guna uang Untuk meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang Untuk meningkatkan daya guna uang Meningkatkan daya guna barang Sebagai alat stabilitas ekonomi Untuk meningkatkan kegairahan berusaha Untuk meningkatkan pemerataan pendapat Untuk meningkatkan hubungan internasional.
Yang diuraikan sebagai berikut : 1. Untuk meningkatkan daya guna uang
21
Pemberian kredit tersebut dapat berguna untuk menghasilkan barang atau jasa oleh penerima kredit serta dapat memberikan penghasilan tambahan pada pemilik dana.
2. Untuk meningkatkan peredaran dana lalu lintas uang Dalam hal ini yang di berikan atau disalurkan akan beredar dari satu wilayah ke
wilayah
lainnya
sehinnga,
wilayah
yang
kekurangan
uang
denganmemperoleh kredit maka wilayah tersebut akn memperoleh tambahan uang dari wilayah lainnya. 3. Untuk meningkatkan daya guna barang Kredit yang diberikan dapat dipakai untuk mengolah barang yang semula tidak bermanfaat menjadi berguna atau bermanfaat. 4. Meningkatkan peredaran barang Kredit dapat Menambah atau memperlancar arus barang dari satu wilayah ke wilayah lainnya sehingga perbedaan barang menjadi merata. 5. Sebagai alat stabilitas ekonomi Bantuan kredit yang diberikan oleh bank akan menambah jumlah barang yang di perlukan oleh masyarakat. 6. Untuk meningkatkan kegairahaan usaha Dengan bantuan kredit dari bank, para pengusaha dapat memperbesar dan memperluas usahanya. 7. Untuk meningkatkan pemerataan pendapataan
22
Dengan bantuan kredit dari bank,para nasabah dapat memperluas usahanya yang membutuhkan tenaga kerja untuk melaksanakannya sehingga akan meningkatkan pendapatan
8. Untuk meningkatkan hubungan internasional Dalam hal ini pinjaman internasional dapat meningkatkan hubungan dan kerjasama di bidang lainnya,sehingga dapat tercipta perdamaian dunia.
2.2.4
Jaminan Kredit Uang yang telah dikucurkan perbankan melalui kredit harus di lindungi
dari resiko kerugian, maka pihak bank dapat membuat pagar pengamanan berupa jaminan. Tujuan jaminan adalah untuk melindungi kredit dan resiko kerugian,baik yang di sengaja maupun yang tidak di sengaja jaminan juga dapat mencegah kemacetan yang mungkin terjadi oleh kreditur karena jaminan merupakan beban,sehingga pihak kreditur akan sungguh-sungguh untuk mengembalikan kredit yang telah di ambil. Kredit dapat di berikan dengan jaminan atau tanpa jaminan. Kredit tanpa jaminan dapat membahayakan posisi bank, karena apabila kreditur mengalami kemacetan maka sulit untuk menutupi kerugian terhadap kredit yang telah disalurkan. Kredit dengan jaminan relativ lebih aman karena apabila terdapat kredit yang macet maka akan di tutupi oleh jaminan tersebut. 1. Kredit dengan jaminan
23
a. Jaminan benda berwujud a) Tanah b) Bangunan c) Kendaraan bermotor d) Mesin-mesin/peralatan e) Barang dagangan f) Tanaman/kebun/sawah g) Dan lainnya. b. Jaminan benda tidak berwujud a) Sertifikat saham b) Serifikat obligasi c) Sertifikat tanah d) Sertifikat deposito e) Rekening tabungan yang di bekukan f) Rekening giro yang dibekukan g) Promes h) Wesel i) Dan surat tagihan lainnya.
c. Jaminan Orang Jaminan yang dberikan oleh seseorang yang menyatakan kesanggupan untuk menanggung segala resiko apabila kredit itu macet.
24
2.
Kredit tanpa jaminan Kredit yang di berikan bukan dengan jaminan barang tertentu. Biasanya
kredit ini di berikan untuk perusahaan yang sudah professional dan bonafid,sehingga kemungkinan kredit macet pun akan kecil.
2.3.5 Jenis-jenis Kredit Beragam jenis kebutuhan mengenai penggunaan kredit membuat jenis kredit menjadi beragam. Menurut Kasmir (2003: 109-112) terdapat berbagai macam jenis kredit, hal ini dapat dilihat dari bebagai segi yaitu: 1. 2. 3. 4. 5.
Dilihat dari segi kegunaan Dilihat dari segi tujuan kredit Dilihat dari segi jangka waktunya Dilihat dari segi jaminannya Dilihat dari segi sector usaha
Yang diuraikan sebagai berikut: 1. Dilihat dari segi kegunaan a. Kredit investasi Kredit investasi merupakan kredit jangka panjang yang biasanya digunakan untuk keperluan perluasan usaha atau membangun proyek / pabrik baru atau untuk keperluan rehabilitasi. b. Kredit modal kerja Kredit modal kerja merupakan kredit yang digunakan untuk keperluan meningkatkan produksi dalam operasionalnya. 2. Dilihat dari segi tujuan kredit a. Kredit produktif
25
Kredit yang digunakan untuk peningkatan usaha atau produksi atau investasi. b. Kredit konsumtif Kredit yang digunakan untuk di konsumsi secara pribadi c. Kredit perdagangan Kredit yang diberikan kepada pedagang dan digunakan untuk membiayai aktifitas perdagangannya seperti untuk membeli barang dagangan yang permbayarannya diharapkan dari hasil penjualan barang dagangan tersebut. 3. Dilihat dari segi jangka waktunya a. Kredit jangka pendek Kredit yang berjangka waktu maksimum 1 tahun dan biasanya digunakan untuk keperluan modal kerja. b. Kredit jangka menengah Kredit yang berjangka waktu 1 sampai 3 tahun dan biasanya digunakan untuk melakukan investasi. c. Kredit jangka panjang Kredit yang berjangka waktu lebih dari 3 tahun. 4. Dilihat dari segi jaminannya a. Kredit tanpa jaminan Kredit yang diberikan tanpa jaminan barang atau orang tertentu. b. Kredit jaminan
26
Kredit yang diberikan dengan menggunakan suatu jaminan. Jaminan tersebut dapat berupa barang berwujud atau tidak berwujud atau jaminan orang. 5. Dilihat dari sektor usaha a. Kredit pertanian Kredit yang dibiayai untuk sector pertanian atau perkebunan.
b. Kredit peternakan Kredit yang diberikan untuk sector pertanian c. Kredit industri Kredit yang diberikan untuk membiayai industri, baik industri kecil, industri menengah dan industri besar. d. Kredit pertambangan Kredit yang diberikan kepada usaha tambang e. Kredit pendidikan Kredit yang diberikan untuk membangun sarana dan prasarana pendidikan atau dapat pula kredit kredit untuk para mahasiswa. f. Kredit profesi Kredit yang diberikan kepada para kalangan professional. g. Kredit perumahan Kredit yang diberikan untuk membiayai pembangunan atau pembelian perumahan. h. Dan sector-sektor lainnya
27
2.2.6 Prinsip-prinsip Kredit Dalam pertimbangan suatu permohonan kredit, pertimbangan utamanya adalah apakah kredit yang diberikan itu akan mampu dilunasi atau tidak. Pada umumnya para analis kredit dalam mempertimbangan permohonan kredit memiliki kerangka analisis kredit yang dikenal dengan sebutan “PRINSIP 5C”, “PRINSIP 7P”, dan “PRINSIP 3R” seperti yang dikemukakan oleh Kashmir (2003: 117-120). Pemberian perkreditan secara sehat harus menjalankan analisis 5C. sekarang berkembang menjadia 7C, yaitu: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Character Capacity Capital Collateral Condition of economy Constrain Covering
Yang diuraikan sebagai berikut: 1. Character Character merupakan sifat atau watak seseorang. Sifat dari orang yang akan diberikan kredit harus benar-benar dapat dipercaya. Untuk dapat membaca karakter calon debitur dapat dilihat dari latar berlakang nasabah, baik yang bersifat latar belakang pekerjaan atau yang bersifat pribadi seperti : cara hidup atau gaya hidup yang dianutnya, keadaan keluarga, hobi dan jiwa social. Dari sifat watak ini dapat dijadikan suatu ukuran tentang kemauan nasabah untuk membayarnya. 2. Capacity
28
Capacity adalah analisis untuk mengetahui kemampuan nasabah dalam membayar kredit. Dari penilaian dapat diketahui kemampuan nasabah dalam pengembalian kredit yang telah didapat. Capacity bisa disebut juga dengan capability. 3. Capital Untuk melihat penggunaan modal apakah efektif atau tidak, dapat dilihat dari laporan keuangan yang disajikan. Analisis capital juga menganalisis dari sumber mana saja modal yang ada sekarang ini. 4. Collateral Collateral merupajan jaminan yang diberikanm calon nasabah yang baik yang bersifat fisik maupun non fisik. Jaminan hndaknya melebihi jumlah kredit yang diberikan serta harus teliti terlebih dahulu keabsahan dan kesempurnaannya untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. 5. Condition of economy Dalam menilai hendaknya menilai kondisi ekonomi, social dan politik yang ada sekarang ini dan prediksi untuk dimasa yang akan datang. Penilaian kondisi atau prospek bidang usaha yang dibiayai hendaknya benar-benar memiliki prospek yang baik, sehingga kemungkinan kredit tersebut bermasalah relative kecil. 6. Constrain Yaitu batasan-batasan atau hambatan yang tidak memungkinkan seseorang melakukan bisnis di suatu tempat. 7. Covering
29
Yaitu penutupan asuransi terhadap kredit yang diberikan risiko kemacetan. Asuransi kredit ini di tutup PT. Asuransi Kredit Indonesia dan jenis yang diasuransikan sampai sekarang ini adalah KUK.
Selanjutnya penilaian suatu krdit dapat pula dilakukan dengan analisis 7P dengan unsur penilaian sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Personality Party Pupose Prospect Payment Profitability Protection
Yang diuraikan sebagai berikut: 1. Personality Yaitu menilai nasabah dari segi kepribadiannya atau tingkah laku sehari-sehari maupun kepribadiannya di masa lalu. Personality mencakup juga sikap, emosi, tingkah laku dan tindakan nasabah dalam menghadapi suatu masalah. 2. Party Yaitu mengklasifikasikan nasabah kedalam klasifikasi tertentu atau golongan tertentu berdasarkan modal, loyalitas, serta karakter sehingga nasabah akan mendapatkan fasilitas kredit yang berbeda. 3. Purpose Yaitu untuk mengetahui tujuan nasabah dalam mengambil kredit, termasuk jenis kredit yang diinginkan nasabah. Tujuan pengambilan kredit dapat bermacam-macam sesuai kebutuhan.
30
4. Prospect Yaitu untuk menilai usaha nasabah yang akan datang apakah prospeknya baik atau tidak. Hal ini penting mengingat jika fasilitas kredit yang diberikan tidak mempunyai prospek, bukan hanya bank yang akan rugi tetapi juga nasabah. 5. Payment Merupakan ukuran bagaimana cara pengembalian kredit yang telah diambil atau dari mana sumber dana pengembalian kredit tersebut. 6. Profitability Yaitu mengukur laba yang dihasilkan dari periode ke periode, apakah tetap sama atau akan semakin meningkat, apalagi dengan adanya tambahan kredit yang akan diperolehnya. 7. Protection Tujuannya untuk menjaga agar kredit yang diberikan mendapatkan jaminan perlindungan, sehingga kredit yang yang diberikan benar-benar aman. Jaminan yang diberikan debitur dapat berupa jaminan barang atau orang atau jaminan asuransi. Sedangkan penilaian dengan prinsip 3R menurut Hadi Widjadja dan Rivai Wirasasmita (2000 : 39) adalah sebagai berikut: 1. Return 2. Repayment 3. Risk bearing ability Yang diuraikan sebagai berikut: 1. Return
31
Penilaian atas hasil yang akan dicapai oleh perusahaan debitur dengan kredit. Apakah hasil tersebut dapat menutup pengembalian pinjamannya dan perusahaan bisa berkembang terus atau tidak. 2. Repayment Bank harus menilai kemampuan perusahaan untuk membayar kembali pinjamannya pada saat-saat kredit harus dicicil atau dilunasi. 3. Risk bearing ability Bank harus menilai sampai sejauh mana perusahaan mampu menanggung risiko kegagalan bila terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.
2.2.7 Efektivitas Pengendalian Intern Pemberian Kredit Kredit merupakan salah satu kegiatan pokok perbankan yang mengandung risiko tinggi, karena itu diperlukan pengendalian intern yang memadai. Pengendalian intern dinyatakan berhasil apabila tahap-tahap dalam proses pemberian kredit telah dilaksanakan dengan baik. Thomas Suyatno, dkk (1992;62) mengemukakan tahap-tahap dalam proses pemberian kredit sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Permohonan kredit Penyidikan dan analisa kredit Keputusan atas permohonan kredit Penolakan permohonan kredit Persetujuan permohonan kredit Pencarian fasilitas kredit Pelunasan fasilitas kredit.
Risiko yang mungkin timbul dalam pemberian kredit adalah adanya kredit macet. Yang kemudian diperlukan pengendalian internal untuk mengatasinya.
32
Dikemukakan oleh Kasmir (2002;129) bahwa kemacetan kredit dapat disebabkan oleh 2 unsur sebagai berikut: 1. Dari pihak perbankan Artinya, dalam melakukan analisi kredit, pihak analisis kurang teliti, sehingga hasil yang dicapai tidak sesuai dengan prediksi sebelumnya. 2. Dari pihak Nasabah, dapat terjadi karena 2 hal: 1) Adanya unsur kesengajaan 2) Adanya unsur ketidaksengajaan dimana debitur mau membayar tetapi tidak mampu akibat terjadi suatu musibah, dan sebagainya”
2.3
Penggolongan Kolektibilitas Kredit Dalam kenyataan tidak semua kredit yang telah diberikan dapat berjalan
lancar, sebagian ada yang kurang lancar dan sebagian menuju kemacetan. Demi amannya
suatu
kredit,
maka
perlu
di
ambil
langkah-langkah
untuk
mengklasifikasikan kredit berdasarkan kelancarannya. Hal ini sangat diperlukan untuk melakukan tugas-tugas pengendalian kredit agar dapat berjalan dengan lancar. Keadaan pembayaran pokok atau angsuran pokok dan bungan pinjaman oleh nasabah, terlihat pada tata usaha bank dan hal ini meupakan kolektibilitas dari kredit. Informasi dari tingkat kolektibilitas akan sangat bergantung bagi bank untuk kegiatan pengawasan terhadap masing-masing nasabah secara individu maupun secara keseluruhan. Kolektibilitas adalah suatu pembayarana pokok atau bunga pinjaman oleh nasabah sebagaimana terlihat tata usaha bank berdasarkan
33
Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia (BI) No. 32/268/KEP/DIR tanggal 27 Februari 1998, maka kredit dapat dibedakan menjadi: 1. Kredit lancar Kredit lancar yaitu kredit yang pengembalian pokok pinjaman dan pembiayaan bunganya tepat waktu, perkembangan rekening baik dan tidak ada tunggakan serta sesuai dengan persyaratan kredit. Kredit lancar mempunai kriteria sebagai berikut: 1) Pembiayaan angsuran pokok dan bungan tepat waktu. 2) Memiliki mutasi rekening bank aktif. 3) Bagian dari kredit yang dijamin dengan uang tunai. 2. Kredit kurang lancar Yaitu kredit yang pengembalian pokok pinjaman atau pembayaran bunganya terdapat tunggakan telah melampaui 90 hari sampai 180 hari dari waktu yang telah disepakati. Kredit kurang lancar memiliki kriteria sebagai berikut: 1) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan bunga yang telah melampaui 90 hari. 2) Frekuensi mutasi rendah. 3) Terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang lebih dari 90 hari. 4) Terjadi mutasu masalah keuangan yang dihadapi kreditur. 5) Dokumentasi pinjaman bank. 3. Kredit diragukan
34
Yaitu kredit yang pengembalian pokok pinjaman dan pembayaran bunganya terdapat tunggakan yang telah melampaui 180 hari sampai 270 hari dari waktu yang disepakati. Kredit diragukan memiliki kriteria sebagai berikut: 1) Terdapat tunggakan angsuran poko atau bunga yang telah melampaui 180 hari. 2) Terjadinya wanprestasi lebih dari 18 hari. 3) Terjadinya cerukan yang bersifat permanen. 4) Terjadinya kapitalisasi bunga. 5) Dokumentasi hukum yang lemah baik untuk perjanjian maupun pengikat pinjaman. 4. Kredit macet Yaitu kredit yang pengembalian pokok pinjaman dan pembayaran bunganya terdapat tunggakan telah melampaui 270 hari. Kredit macet mempunyai kriteria sebagai berikut: 1) Terdapat tunggakan angsuran pokok yang telah melampaui 270 hari. 2) Kerugian operasional dituntut dengan pinjaman baru. 3) Jaminan tidak dapat dicairkan pada nilai wajar, baik dari segi hukum maupun dari segi kondisi pasar . 2.3.1 Faktor-faktor Penyebab Kredit Macet Menurut Mudrajad Kuncoro dan Suhardjono (2002 : 462) Kredit macet adalah suatu keadaan dimana nasabah sudah tidak sanggup membayar sebagian atau seluruh kewajibannya kepada bank seperti yang telah diperjanjikan.
35
Faktor-faktor
terjadinya
kredit
macet
adalah
hal-hal
yang
ikut
menyebabkan suatu keadaan dimana nasabah sudah tidak sanggup membayar sebagian atau seluruh kewajibannya kepada bank seperti yang telah diperjanjikan. Faktor-faktor penyebab kredit macet menurut Mudrajad Kuncoro dan Suhardjono (2002 : 472) adalah sebagai berikut: 1. Faktor eksternal bank 1) Adanya maksud tidak baik dari para debitur yang diragukan. 2) Adanya kesulitan atau kegagalan dalam proses likuidasi dari perjanjian kredit yang telah disepakati antara debitur dengan bank. 3) Kondisi manajemen dan lingkungan usaha debitur. 4) Musibah (misalnya : kebakaran, bencana alam) atau kegagalan usaha. 2. Faktor internal bank 1) Kurang adanya pengetahuan dan keterampilan para pengelola kredit. 2) Tidak adanya kebijakan perkreditan pada bank yang bersangkutan. 3) Pemberian dan pengawasan kredit yang dilakukan oeh bank menyimpang dari prosedur yang telah ditetapkan. 4) Lemahnya organisasi dan manajemen dari bank yang bersangkutan.
2.3.2 Teknik-Teknik Pengendalian Kredit Macet Untuk
menghindari
terjadinya
kredit
macet,
maka
diperlukan
pengendalian. Pengendalian tersebut menurut Teguh Pudjo Mulyono (1996;429) adalah sebagai berikut: “Salah satu fungsi manajemen dalam usaha perjanjian dan pengamanan dalam pengawasan kekayaan bank dalam bentuk perkreditan yang
36
lebih efisien untuk menghindari terjadinya penyimpangan-penyimpangan, dengan mendorong dipatuhinya kebijakan yang telah ditetapkan serta mengusahakan penyusunan administrasi yang benar.” Teknik pengendalian kredit macet dapat diartikan sebagai suatu penentuan syarat-syarat prosedur pertimbangan ke arah kredit untuk menghilangkan risiko kredit tersebut tidak akan terbayar lunas. Langkah-langkah yang diambil oleh pihak bank untuk pengamanan kreditnya, pada pokoknya dapat digolongkan menjadi dua cara, yaitu teknik pengendalian preventif dan teknik pengendalian represif (Teguh Pudjo Mulyono, 1996). 1. Teknik Pengendalian Preventif Teknik pengendalian preventif adalah teknik pengendalian yang dilakukan untuk mencegah terjadinya kemacetan kredit. Teknik pengendalian preventif dapat dilakukan dengan melakukan penyeleksian debitur dengan cara melihat kelengkapan persyaratan permohonan kredit dan penilaian terhadap debitur dengan menggunakan prinsip 6C, yang meliputi : character, capacity, capital, collateral, condition of economi dan constraint 2. Teknik Pengendalian Represif Teknik pengendalian represif adalah teknik pengendalian yang dilakukan untuk menyelesaikan kredit-kredit yang telah mengalami kemacetan. Strategi penyelesaian kredit dapat dilakukan dengan beberapa langkah antara lain: 1) Melalui negosiasi bank dengan debitur, bank dapat melakukan penguasaan sebagian atau seluruh hasil usaha, sewa barang agunan, apabila kredit belum berjalan dengan baik.
37
2) Pemberian surat tagihan 1, 2, dan 3. Pemberian surat tagihan dilakukan apabila jangka waktu pembayaran yang ditentukan telah habis. Hal ini dilakukan dengan tujuan pihak bank memberikan peringatan kepada debitur untuk segera mengangsur pokok pinjaman dan bunganya sesuai dengan kesepakatan pada waktu melakukan pengajuan kredit. 3) Penyerahan hak penagihan piutang kepada badan-badan resmi, yang tercatat secara yuridis berhak menagih piutang, seperti Pengadilan Negeri, Kejaksaan, dan lain-lain. 4) Debitur macet dinyatakan pailit karena insolvency atau bangkrut, penagihannya dapat diajukan kepada Balai Harta Peninggalan (BHP), dimana kedudukakn bank dapat sebagai kreditur preferent, bilamana bank telah melakukan pengikatan agunan, maka bank berhak menjual secara lelang sesuai ketentuan yang berlaku, dengan konsekuensi apabila hasil lelang masih ada sisa, maka sisa tersebut harus diserahkan kepada BHP dan apabila hasil lelang tidak mencukupi, maka sisa utang yang tidar terbayarkan merupakan utang debitur yang harus dibayar. Dengan demikian teknik pengendalian kredit macet pada umunya adalah memperkecil risiko yang mungkin timbul maupun sudah terjadi. Dari kedua langkah teknik pengendalian kredit tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam langkahlangkah teknik pengendalian kredit macet harus dimulai sedni mungkin sebelum variabel penyebabnya berpengaruh terhadap aktivitas bank.
38
2.4
Kerangka Pemikiran Pengendalian internal sangat diperlukan untuk menjamin agar setiap
aktivitas perusahaan dapat memenuhi tujuan yang telah ditentukan secara efektif dan efisien. Menurut Soekrisno Agoes (2012:100) pengendalian internal adalah suatu proses yang dijalankan oleh dewan komisaris, manajemen, dan personel lain entitas yang didesain untuk memberikan keyakinan memadai tentang pencapaian tiga golongan tujuan, yaitu: keandalan pelaporan keuangan, efektivitas dan efisiensi operasi, dan kepatuhan terhadap hukun dan peraturan yang berlaku. Suhardjono (2003: 81) mengungkapkan bahwa bank harus menerapkan pengendalian internal yang dapat melakukan pencegahan sedini mungkin terhadap hal-hal yang dapat merugikan bank serta terjadinya praktek-praktek yang tidak sehat. Penerapan pengendalian internal harus dapat mendorong terciptanya operasional yang efektif dan efisien, sistem pelaporan keungan yang handal dan pemenuhan
perundangan,
peraturan
serta
kebijakan
bank.
Penyusunan
pengendalian internal harus mengacu pada ketentuan Bank Indonesia mengenai Pedoman Standar Pengendalian Internal Bank. Taswan (2003 :173) mengatakan bahwa kredit yang diberikan oleh bank dapat didefinisikan sebagai penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjammeminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan.
39
Kemudian H. Rachmat Firdaus dan Maya Ariyanti (2004 : 83) menyatakan bahwa untuk memperoleh keyakinan sebelum memberikan kredit, bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, modal, agunan, dan prospek usaha debitur, sebab kredit bagi perbankan merupakan harta perusahaan sebagaimana harta lainnya yang harus dilindungi oleh pihak manajemen perusahaan. Oleh karena itu pihak manajemen membutuhkan suatu alat bantu yaitu dengan adanya pengendalian internal kredit. Malayu S.P Hasibuan (2002: 105) menyatakan bahwa pengendalian internal kredit adalah usaha-usaha untuk menjaga kredit yang diberikan tetap lancar, produktif dan tidak macet. Lancar dan produktif artinya kredit itu dapat ditarik kembali bersama bunganya sesuai dengan perjanjian yang telah disetujui kedua belah pihak. Hal ini penting karena jika kredit macet berarti kerugian bagi bank yang bersangkutan. Oleh karena itu, penyaluran kredit harus didasarkan pada prinsip kehati-hatian dan dengan sistem pengendalian internal yang baik dan benar. Adapun tujuan pengendalian internal kredit menurut Malayu S.P. Hasibuan (2002: 105), antara lain adalah untuk: 1) Menjaga agar kredit yang disalurkan tetap aman 2) Mengetahui apakah kredit yang disalurkan itu lancar atau tidak 3) Melakukan tindakan pencegahan dan penyelesaian kredit macet atau kredit bermasalah 4) Mengevaluasi apakah prosedur penyaluran kredit yang dilakukan telah baik atau masih perlu disempurnakan.
40
5) Memperbaiki kesalahan-kesalahan karyawan analisis kredit dan mengusahakan agar kesalahan itu tidak terulang kembali. 6) Mengetahui posisi persentase collectability credit yang disalurkan bank. 7) Meningkatkan moral dan tanggung jawab karyawan analisis kredit bank. Beberapa hasil terdahulu seperti penelitian yang dilakukan oleh Yasa dan Jati (2013) yang meneliti tentang pengaruh komponen pengendalian internal kredit pada kredit bermasalah BPR di kabupaten Buleleng. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa struktur pengendalian internal kredit berpengaruh negatif dan signifikan pada kredit bermasalah BPR di Kabupaten Buleleng, sedangkan untuk jenis-jenis prosedur umum pengendalian internal dan kolektibilitas kredit tidak berpengaruh signifikan. Sedangkan dalam penelitian yang dilakukan oleh Haninun (2011) yang meneliti tentang pengaruh pengendalian internal perkreditan terhadap kredit bermasalah pada PT. Bank Rakyat Indonesia (PERSERO) Tbk, Cabang Teluk Betung. Hasil penelitiannya terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel Pengendalian Internal Perkreditan (X) terhadap variebel Kredit Bermasalah (Y) yang ditujukan dengan koefisien korelasi sebesar 0,798, besarnya pengaruh antara variabel bebas dan variabel terikat sebesar 63,60%. Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa dengan adanya pegendalian internal maka pemberian kredit diharapkan dapat mencapai tujuannya seperti adanya kesinambungan operasional perusahaan dalam menghadapi perubahan dan tantangan yang terjadi. Oleh karena itu, pengendalian internal
41
kredit dalam proses pemberian kredit harus dilakukan oleh suatu bank guna dapat mencegah terjadinya kredit macet.
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pemikiran Permasalahan Penelitian : Dengan adanya target penyaluran kredit oleh pihak manajemen dalam perencanaan pendapatan pertahun serta kurangnya kontrol terhadap penyaluran kredit menjadi penyebab besarnya jumlah kredit yang tidak terlunasi pada waktu jatuh tempo, sehingga menimbulkan tingginya resiko kredit macet. Dasar Teori:
Penelitian Sebelumnya:
Suhardjono (2003: 81) “bank harus menerapkan pengendalian internal yang dapat melakukan pencegahan sedini mungkin terhadap hal-hal yang dapat merugikan bank serta terjadinya praktekpraktek yang tidak sehat.”
Haninun (2011) “Hasil penelitiannya terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel Pengendalian Internal Perkreditan (X) terhadap variabel Kredit Bermasalah (Y) yang ditujukan dengan koefisien korelasi sebesar 0,798, besarnya pengaruh antara variabel bebas dan variabel terikat sebesar 63,60%.”
Malayu S.P Hasibuan (2002: 105) “pengendalian internal kredit adalah usahausaha untuk menjaga kredit yang diberikan tetap lancar, produktif dan tidak macet.”
Diduga efektivitas pengendalian internal berpengaruh dalam mencegah terjadinya kredit macet pada PT. Bank Rakyat Indonesia unit Bandung Selatan
Variabel X Efektivitas Pengendalian Internal
2.4
Variabel Y Kredit Macet
Hipotesis Penelitian
42
Berdasarkan uraian-uraian tersebut, maka penulis merumuskan suatu hipotesis sebagai berikut: Efektivitas pengendalian internal berpengaruh dalam mencegah terjadinya kredit macet.
43