BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Sebagaimana yang telah dipaparkan pada latar belakang, material nano seperti nanowire, nanotube, nanosheet, dsb. tidak terlepas dari peranan penting katalis yang berfungsi sebagai pemandu tumbuhnya material-material tersebut.
Gambar 2.1 katalis (Andrew et al, 2000) Gambar 2.1 adalah bentuk butir katalis (island) yang dibuat pada penelitian ini, dimana material logam dideposisikan di atas substrat (mould) membentuk tetesan setengah lingkaran dengan fase padatan (solid) seperti yang terlihat. Pada dasarnya untuk membuat katalis terlebih dahulu dilakukan pendeposisian lapisan tipis logam diatas substrat dengan metode evaporasi dan bab ini akan menjelaskan tentang metode evaporasi serta proses annealing sehingga terjadi nukleasi yang menyebabkan pembentukan butiran-butiran katalis.
2.1 Teknik Evaporasi Evaporasi atau penguapan adalah proses deposisi lapisan tipis logam dimana untuk menempelkan bahan pada substratnya dilakukan pada keadaan
6
7
vakum. Berikut adalah skema evaporator yang dapat digunakan untuk deposisi lapisan tipis pada keadaan vakum :
Gambar 2.2 Skema evaporator (Wasa et al, 2004). Alat evaporator seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.2 bekerja dengan memompa udara di dalam chamber keluar, sehingga chamber dalam keadaan vakum. Untuk mendeposisikan bahan logam, terlebih dahulu bahan diletakan pada lempengan yang terdapat di dalam chamber. Arus yang cukup besar dilewatkan melalui heater untuk memanaskan lempeng sehingga bahan logam yang terletak di atas lempeng menguap dan bergerak menjauh dalam bentuk gas. Dengan menggunakan pendekatan gas ideal maka energi kinetik gas yang bergerak di dalam chamber itu sebesar ¾ KT menuju ke arah substrat yang ditempelkan diatas lempeng sebelumnya. Gas-gas yang menempel dan terdeposisi pada substrat itulah yang kemudian disebut sebagai lapisan atau film tipis. Pada penelitian ini digunakan substrat Si wafer (100) dimana substrat ini memiliki
kecenderungan
membentuk
butiran-butiran
yang
lebih
kecil
dibandingkan dengan silikon (111) (Fortuna-Li, 2010). Selain itu juga pemilihan substrat silikon ini dimaksudkan untuk mempermudah penggunaannya sebagai
8
katalis dalam pembentukan material lain yang berskala nano khususnya Silikon nanowire. Sedangkan sumber evaporasi atau bahan yang diuapkannya adalah berupa kawat tipis yang terbuat dari bahan Au dengan tingkat kemurnian 99,99%.
2.2 Annealing Setelah melalui tahap pembentukan film tipis, untuk membentuk butiran katalis dilakukan proses lajutan yaitu annealing. Pada tahap anneal, film tipis mengalami perlakuan panas guna merubah bentuk layer atau lapisan menjadi bentuk butiran katalis atau island. Pada tahap inilah terjadi nukleasi kristal yang akan dihubungkan dengan energi bebas Gibbs. Dalam tahap annealing ini terjadi rekristalinasi yaitu proses penyusunan atom-atom ke dalam kristal baru yang memiliki energi bebas rendah, proses ini dimulai pada bagian-bagian butiran dengan kerapatan dislokasi yang tinggi. Pada saat atom-atom berubah menjadi butiran-butiran kristal yang baru, terjadi pelepasan energi ∆G yang berharga negatif sebesar (Ohring, 2002) : (2.1) dengan keterangan sebagai berikut : = perubahan energi kimia KB
= konstantan Boltzmann = volume atom, dan
S
= supersaturasi.
9
2.2.1 Nukleasi Di dalam proses annealing terjadi tahap nukleasi, yaitu tahapan pembentukan inti dari atom-atom kristal yang baru terbentuk pada saat mencapai kondisi supersaturasi. Nukleasi atau proses pengintian sendiri terukur pada saat awal dari perubahan fase lama menuju ke fase baru, yaitu fase kristal (Ohring, 2002). Perlakuan yang diberikan selama proses nukleasi seperti pengaturan temperatur dan waktu annealing akan sangat menentukan dalam pembentukan struktur film, seperti ukuran butir dan jarak antar butir katalis yang terbentuk. Nukleasi berawal dari perubahan material pada fase uap menjadi fase padat setelah menempel pada substrat, setiap proses perubahan fase itu terjadi pengurangan energi bebas kimia sebesar (4/3)πr3∆GV, dimana ∆GV adalah perubahan energi kimia per satuan volume seperti yang telah dituliskan pada persamaan 2.1 sebelumnya. Supersaturasi (S) adalah keadaan saat perubahan fase mencapai kesetimbangannya dimana kondisi ini dapat dituliskan dengan persamaan berikut : S=
(2.2)
keterangan : S
= supersaturasi
PV
= tekanan pada fase uap (vapor)
PS
= tekanan pada fase padatan (solid) Jika tidak terjadi supersaturasi, maka ∆GV bernilai nol dan tidak akan
mungkin terjadi nukleasi. Akan tetapi jika PV > PS maka ∆GV akan bernilai negatif dan hal ini sesuai dengan fenomena terjadinya pelepasan energi yang
10
menyebabkan pembentukan permukaan yang baru. Energi bebas permukaan yang terbentuk diberikan oleh 4πr2ɣ, dimana ɣ adalah energi permukaan per satuan luas. Maka perubahan energi bebas keseluruhan pada saat pembentukan inti diberikan oleh : ∆GV = (4/3)πr3∆GV + 4πr2ɣ
(2.3)
Pada fase kesetimbangan, jari-jari island akan sama dengan jari-jari kritis yang nilainya adalah turunan dari energi bebas terhadap jari-jari, r* = -2ɣ/∆GV
(2.4)
dengan mensubtitusikan jari-jari kritis pada persaman energi gibbs, maka dihasilkan ∆GV kritis yang nilainya : ∆GV* = 16πɣ3/3(∆GV)2
(2.5)
Berikut adalah gambar yang menyatakan kuantitas ∆GV* dan r*, dimana akan terlihat bahwa ternyata ∆GV* merupakan energi barrier yang harus dilalui pada proses nukleasi.
Gambar 2.3 Perubahan energi bebas sebagai fungsi dari jari-jari cluster (Ohring, 2002)
Jika jari-jari kurang dari r*, maka cluster akan menjadi tidak stabil dan menghilang karena kehilangan atom-atom yang membentuknya. Tetapi jika jari-
11
jari cluster lebih besar dari r*, maka artinya cluster tersebut telah melewati energi barrier dan bersifat stabil. Cluster yang terbentuk itu akan terus tumbuh lebih besar lagi selama energi dalam sistem diperkecil (Ohring, 2002). Selain pengaruh dari besar energi bebas yang dilepaskan pada saat nukleasi, ukuran dan bentuk cluster atau island juga bergantung pada besar sudut kontak antara material dan permukaan substrat.
Gambar 2.4 Ilustrasi sudut kontak (Neumann et al, 1979). Sudut kontak atau Contact angle adalah sudut yang dibentuk antara garis singgung permukaan tetes cairan dengan permukaan padat pada bidang horizontal, pada gambar 2.5 disimbolkan dengan tanda θ (Neumann et al, 1979). Untuk mendapatkan sudut kontak dilakukan pendekatan secara termodinamika dengan meninjau keadaan kesetimbangan antara tiga fase, yaitu : fase cair (L), fase padat (s), dan fase gas atau uap (V) kemudian dapat digunakan persamaan Young sebagai berikut, 0 = ɣSV - ɣSL - ɣLV cosθC ketertangan : ɣSV
= tegangan permukaan antara fase padat dan uap (solid-vapor)
ɣSL
= tegangan permukaan antara fase padat dan cair (solid-liquid)
ɣLV
= tegangan antara permukaan fase cair dan uap (liquid-vapor)
θC
= sudut kontak pada keadaan kesetimbangan
(2.6)
12
Untuk θC > 0, maka ɣsv < ɣsl + ɣlv dan hasil penumbuhan yang terbentuk adalah island seperti bentuk katalis. Namun jika θC = 0, maka ɣsv = ɣsl + ɣlv dan hasil penumbuhan yang terbentuk menjadi layer (Ohring, 2002). Dari persamaan sudut kontak, kita juga dapat menentukan besar energi permukaan antara material terhadap permukaan padat menggunakan persamaan yang dinamakan Young-Dupre equation : ɣ(1+ cosθc ) = ∆WSLV
(2.7)
dengan ∆WSLV adalah energi adhesi per satuan luas permukaan solid dan liquid saat berada dalam medium gas atau uap.
2.2.2 Parameter penumbuhan katalis Ada
beberapa
parameter
penumbuhan
yang
dapat
diatur
saat
menumbuhkan katalis, diantaranya suhu dan waktu annealing. Parameter yang diberikan tersebut akan berpengaruh pada struktur mikro butiran katalis (island), seperti jari-jari butir dan jarak antar butirnya. Besar ukuran jari-jari island yang dihubungkan dengan suhu annealing diberikan oleh persamaan yang terukur pada saat keadaan kesetimbangan, (2.8) keterangan : = perubahan energi bebas Gibbs = perubahan entalpi Te
= temperatur equilibrium atau kesetimbangan
13
∆T
= perubahan temperatur (T-Te)
Jika ∆T tinggi maka energi bebas yang dilepaskan saat nukleasi juga besar, energi bebas yang besar akan menyebabkan energi dalam sistem menjadi kecil yang mengakibatkan ukuran butir akan terus membesar. Ukuran butir yang membesar karena perubahan temperatur juga diperlihatkan oleh substitusi persamaan 2.8 ke persamaan 2.4, menghasilkan jarijari kritis yang juga bergantung kepada temperatur, (2.9) Kemudian substitusi 2.8 ke persamaan 2.5 ∆GV* menjadi, (2.10) Dari persamaan 2.9 dan 2.10 nyatalah terlihat bahwa energi bebas kritis bergantung pada temperatur dan temperatur juga mempengaruhi besar ukuran island, ,
(2.11)
Persamaan 2.11 memperlihatkan ∆T yang tinggi akan mengakibatkan energi barrier ∆GV* menjadi kecil, hal ini menyebabkan jari-jari kritis r* menjadi lebih kecil dari jari-jari r dan memungkinkan jari-jari island akan terus tumbuh membesar. Selain jari-jari island, temperatur juga memiliki pengaruh pada laju penumbuhan island, hal ini dapat dilihat melalui persamaan efek difusi permukaan yang mengikuti sifat Arrhenius (Aaron and Grant, 2005),
14
(2.12) keterangan : D
= sebagai laju penumbuhan island
D0
= faktor frequensi pre-eksponensial
Q
= energi aktivasi
R
= konstanta gas universal
T
= temperatur permukaan Dari persamaan 2.12 terlihat jelas hubungan antara temperatur dan laju
penumbuhan island, Jika temperatur permukaan tinggi maka laju penumbuhan island juga akan semakin cepat. Parameter lain yang dapat mempengaruhi ukuran jari-jari island adalah waktu penahanan annealing, hal ini dibuktikan secara eksperimen oleh Ruffino et al, 2009 dengan hasil eksperimen seperti yang terlihat pada grafik berikut :
Gambar 2.5 Grafik hasil eksperimen yang menyatakan hubungan antara waktu penahanan dan ukuran butir R serta jarak antar butir S (Ruffino et al. 2009). Grafik hasil eksperimen itu dapat menjelaskan bahwa semakin lama waktu annealing, maka ukuran jari-jari island yang terbentuk akan semakin besar. Begitu juga halnya dengan jarak antar butir, jika waktu annealing semakin lama, maka jarak antar butir island dari pusat ke pusat lainnya juga akan semakin jauh.
15
Agar hubungan antara waktu annealing dan jari-jari island lebih meyakinkan, maka dapat digunakan persamaan berikut ( Ruffino et al. 2009):
n – n = K*t
(2.13)
keterangan: K*
= konstanta difusi
t
= waktu annealing
R0
= jari-jari partikel pada waktu t=0
Nilai n ditentukan oleh struktur dimensional sistem : n= 2 untuk kasus 2D/2D (penumbuhan partikel 2 dimensi diatas permukaan 2 dimensi); n= 3 untuk kasus 3D/3D (penumbuhan partikel 3 dimensi di atas matriks 3 dimensi); n= 4 untuk kasus 3D/2D (penumbuhan partikel 3 dimensi diatas permukaan 2 dimensi). K* didefinisikan lagi menjadi, K* = 8N0DsɣΩ2/45 KBT ln(L) Keterangan : N0
= 1,22x1019 m-2 (kerapatan permukaan pada saat nukleasi)
Ds
= koefisien difusi permukaan atom
ɣ
= energi antarmuka
Ω
= volume atom
KB
= konstanta boltzmann
T
= temperatur annealing
L≈3
= karakteristik panjang
(2.16)