BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kepustakaan yang Relevan Dalam penulisan skripsi ini penulis tidak terlepas dari buku-buku pendukung dan skripsi yang relevan dengan judul penelitian. Sesuai dengan judul penelitian Metafora dalam SP : Kajian Semantik, dari judul tersebut ditemukan beberapa skripsi yang membahas tentang Metafora. Antara lain, Suri Muliani (2008) dengan judul Struktur Metafora Dalam Gurindam Dua Belas. Dalam penelitiannya dipaparkan, bahasa Melayu mempunyai perbedaan dengan bahasa lainnya. Bahasa Melayu, baik lisan maupun tulisan sering dipengaruhi oleh bahasa lainnya. Bahasa Melayu banyak menggunakan gaya bahasa, khususnya gaya bahasa metafora perbandingan. Usman (2005) dalam tesisnya yang berjudulMetafora Dalam Mantra Minangkabau. Penelitiannya, mencakup: (1) analisis metafora manusia; (2) analisis metafora hewan; (3) analisis metafora tumbuhan; (4) analisis metafora makhluk gaib; (5) analisis metafora benda magis; (6) analisis metafora warna; dan (7) analisis metafora tempat. Metafora di atas dipaparkan seperti berikut. (1) Analisis metafora manusia dalam mantra minangkabau, mencakup beberapa bentuk metafora, yaitu bentuk sapaan dalam mantra minangkabau, bentuk pronomina dalam mantra minangkabau, bentuk pronomina prosesif dalam mantra minangkabau, dan sibstitusi nama diri dalam mantra minangkabau. (2) Analisis metafora hewan dalam mantra minangkabau, mencakup beberapa bentuk metafora yaitu, bentuk ulang metaforik hewan tak berbisa, metafora untuk hewan berbisa, dan substitusi hewan ke nama diri. (3) Analisis metafora tumbuhan dalam mantra minangkabau, mencakup beberapa
Universitas Sumatera Utara
bentuk metafora yaitu, metafora untuk sirih, metafora untuk padi, dan metafora untuk jeruk. (4) Analisis metafora makhluk gaib dalam mantra Minangkabau, mencakup beberapa bentuk metafora yaitu, metafora untuk jin, metafora untuk setan, dan metafora untuk malaikat. (5) Analisis metafora benda magis dalam mantra Minangkabau, mencakup beberapa bentuk metafora yaitu, metafora benda magis berupa benda mati, metafora benda magis berupa tumbuhan. (6) Analisis metafora warna dalam mantra Minangkabau, mencakup beberapa bentuk metafora yaitu, metafora warna merah, metafora warna kuning, metafora warna putih, dan metafora warna hitam. (7) Analisis metafora tempat dalam mantra Minangkabau, mencakup beberapa bentuk metafora yaitu, metafora tempat jin, metafora tempat manusia, metafora tempat untuk hewan, dan metafora tempat tumbuhan. Metafora adalah sejenis majas perbandingan yang paling singkat, padat, tersusun rapi. Di dalamnya terlibat dua ide : yang satu adalah suatu kenyataan, sesuatu yang difikirkan, yang menjadi objek, dan yang satu lagi merupakan perbandingan terhadap kenyataan tadi, dan kita menggantikan yang belakangan ini menjadi terdahulu tadi (Tarigan, 1983:141). Metafora berasal dari bahasa Yunani metaphora yang berarti ’memindahkan’; dari meta di atas; melebihi + pherein ’membawa’. Metafora membuat perbandingan antra dua hal atau benda untuk menciptakan suatu kesan mental yang hidup, walaupun tidak dinyatakan secara implisit dengan penggunaan kata-kata bak, seperi, laksana, ibarat, umpama, sebagai seperi pada perumpamaan (Dale 1971:224). me·ta·fo·ra /métafora/ didefinisikan sebagai "pemakaian kata atau kelompok kata bukan dengan arti yang sebenarnya, melainkan sebagai lukisan yang berdasarkan persamaan atau perbandingan (KBBI).
Universitas Sumatera Utara
Metafora adalah istilah konkrit yang digunakan untuk menyatakan sikap tentang susuatu ide yang abstrak (Lohprin, dalam Dedi 2012:11). Metafora adalah suatu perbandingan inplisit salah satu unsur yang dibandingkan yaitu citra memiliki sebuah komponen makna dan biasanya, hanya satu dari komponen makna tersebut yang relevan dan juga dimiliki oleh unsur kedua yaitu topik (Backman dan Callow, dalam Dedi, 2012:12). Metafora harusnya merupakan suatu susunan (struktur) di samping daya kekuatannya untuk menyenangkan telinga serta mata dan struktur ini didefinisikan sebagai proposionalitas jenis (Aristoteles dalam Dedi, 2012:12).Metafora adalah pemakaian kata-kata buka arti yang sebenarnya, melainkan sebagai lukisan yang berdasarkan persamaan atau perbandingan (Poerwadarminta, 1976:648). Majas metafora hampir sama dengan majas perumpamaan. Namun yang membedakan antara majas metafora dan majas perumpamaan adalah pada majas metafora tidak menggunakan kata - kata: seperti, bak, ibarat, bagai, laksana, serupa, seumpama, semisal. Majas metafora merupakan majas yang perbandingannya dilakukan secara implisit antara 2 hal yang berbeda. Beberapa ahli bahasa menyatakan bahwa majas metafora merupakan majas perbandingan yang dilakukan secara langsung karena tidak menggunakan kata pembanding. Majas metafora merupakan salah satu bagian dari majas perbandingan. Ciri khusus dari majas metafora ini adalah tidak ditemukannya konjungsi atau kata penghubung pada kalimat-kalimatnya. Ini berkaitan dengan pendapat bahwa majas metafora adalah majas perbandingan langsung. kalimat-kalimat majas metafora ini banyak kita jumpai pada teks sastra seperti pada puisi, syair.
Universitas Sumatera Utara
Adapun penelitian yang penulis lakukan berbeda dengan penelitian di atas.Peneliti menekankan pada aspek pilihan citra dalam mengkaji metafora yang ada dalam Syair Perahu.
2.2 Teori yang Digunakan Teori merupakan landasan fundamental sebagai argumentasi bagi penulis untuk menjelaskan dan memberikan jawaban terhadap masalah yang dihadapi. Untuk membantu menjelaskan permasalahan yang terdapat dalam skripsi ini, penulis menggunakan teori semantik yang dikemukakan oleh Parera (2004) dalam bukunya yang berjudul Teori Semantik. Menurut (Newmark dalam Parera 2004:133) untuk menganalisis metafora ada beberapa konsep antara lain :
1. Objek Objek adalah butir makna yang dilukiskan dengan metafora. Callow dan Beekman menyebutkannya dengan topik. Topik adalah apa yang dibicarakan dalam frasa dan kalimat. Objek dapat tampak dalam struktur luar dan dapat pula tidak tampak. Ini berarti dalam analisis makna metafora diperlukan struktur dalam.
2. Citra Dalam bahasa Inggris citra dipadankan dengan image dan oleh Richards dipadankan dengan vehicle. Citra adalah kejadian, proses, hal yang
Universitas Sumatera Utara
hendak dipakai sebagai bandingan. Citra merupakan keterangan kepada objek atau topik. Dikatakan pula bahwa citra dapat menjadi topik kedua.
3. Sense (titik kemiripan) Antara objek dan citra terdapat aspek-aspek khusus yang mempunyai kemiripan. Titik kemiripan itulah yang menjadi komentar bandingan bagi topik/objek. Berdasarkan pilihan citra yang dipakai oleh pemakai bahasa dan para penulis di berbagai bahasa, pilihan citra dapat dibedakan atas empat kelompok sebagaimana dikemukakan oleh Parera (2004:120), 1. Metafora bercitra Antropomorfik. Metafora Antropomorfik merupakan satu gejala semesta. Para pemakai bahasa ingin menbandingkan kemiripan pengalaman dengan apa yang terdapat
pada dirinya atau tubuh mereka
sendiri. Metafora
antropomorfik dalam banyak bahasa dapat dicontohkan dengan mulut botol, jantung kota, bahu jalan, dan lain-lain. 2. Metafora bercitra Hewan. Metafora hewani pun menjadi kebiasaan para pemakai bahasa untuk menggambarkan suatu kondisi atau kenyataan di alam pengalaman pemakaian bahasa. Metafora dengan unsur binatang cenderung dipadankan dengan tanaman, misalnya kumis kucing, lidah buaya, kuping gajah. Dalam metafora bercitra hewan diungkapkan bahwa manusia dapat disamakan dengan sejumlah binatang misalanya dengan anjing, babi, kerbau, ayam, bebek, keledai, monyet, ular, singa, buaya, dan lain-lain sehingga
Universitas Sumatera Utara
dalam bahasa Indonesia kita mengenal pribahasa ”seperti kerbau dicocok hidungnya”, ungkapan ”buaya darat”, ungkapan makian ”anjing lu, dan seterusnya. 3. Metafora bercitra Abstrak ke Konkret. Metafora bercitra abstrak ke konkret adalah mengalihkan ungkapanungkapan yang abstrak ke ungkapan yang lebih konkret. Sering pengalihan ungkapan itu masih bersifat transparan, tetapi dalam beberapa kasus penelusuran etimologi perlu dipertimbangkan untuk memahami metafora tertentu. Contohnya untuk mengungkapkan suatu kecepatan yang luar biasa dikatakan ”cepat seperti kilat”, untuk menunjukkan ujung senjata secara konkret dikatakan ”monjong senjata” dan lain-lain.
4. Metafora bercitra Sinestesia. Metafora bercita sinestesia merupakan salah satu tipe metafora berdasarkan pengalihan indra, pengalihan dari satu indra ke indra yang lain. Dalam bahasa sehari-hari orang sering mendengar ungkapan ”enak didengar” untuk musik walaupun makna enak selalu dikaitkan dengan indra rasa; ”sedap dipandang mata” merupakan pengalihan dari indra rasa ke indra lihat.
Universitas Sumatera Utara